HEPATI TI S b
Drh. Rasmilah, M.Kes
Fakult as Kesehat an MasyarakatUniversit as Sumat era Ut ara
PENDAHULUAN
Angka infeksi Hepatitis virus tipe B (HBV) yang tinggi di negara-negara industri dan
diantara masyarakat di negara non-industri meningkatkan kebutuhan akan vaksin Hepatitis B.
Hepatitis B merupakan salah satu dari enam bentuk hepatitis yang berbeda, dapat berkembang
menjadi penyakit hati kronik, termasuk hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik aktif, sirosis
dan kanker hati primer.
Kanker hati primer sebagai salah satu dari 10 kanker yang paling sering terjadi di dunia
saat ini. Oleh karena itu immunisasi terhadap Hepatitis B dibutuhkan untuk kelompok dengan
risiko infeksi yang tinggi sesuai dengan pola epidemiologik, faktor sosio-ekonomi, budaya dan
kebiasaan seksual serta lingkungan.
I nfeksi virus Hepatitis B saat ini mulai merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta
komplikasinya, lebih penting ialah dalam bentuk sebagai pengidap HbsAg kronik, yang dapat
merupakan sumber penularan bagi lingkungan. Setiap tahun jumlah pengidap semakin
bertambah, karena reservoir pengidap HBV yang cukup besar merupakan wadah penularan yang
terus-menerus untuk sekitarnya.
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 300 juta orang pengidap HBV persisten,
hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara Asia. Di I ndonesia
prevalensi pengidap HBV memperlihatkan adanya variasi yang besar yaitu dari sedang sampai
tinggi.
Hasil pengobatan Hepatitis B sampai saat ini masih mengecewakan, sebagian akan
berlanjut ke taraf sirosis hari dan kanker hati. Vaksin memberikan harapan, tetapi dampaknya
bagi masyarakat baru akan terlihat sesudah puluhan tahun kemudian, apalagi dengan biaya
vaksinasi yang belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita.
Saat ini akupunktur memberikan harapan dalam terapi sebagai salah satu alternatif
penanggulangan, karena akupunktur dapat meregulasi immunisasi tubuh baik yang spesifik
maupun yang non-spesifik, sehingga akan meningkatkan daya tahan tubuh, termasuk didalamnya
terhadap Hepatitis B.
Wang Xin Yao dan Qui Mao Liang melakukan terapi akupunktur pada pengidap HBV
dengan hasil 72,86% efektif. Sedangkan di I ndonesia sampai saat ini belum ada penelitian
mengenai hasil pengobatan dengan akupunktur terhadap pengidap Hepatitis B.
1. BATASAN DAN STRUKTUR VI RUS.
Pengidap virus hepatitis B adalah individu yang terkena infeksi HBV, tetapi tidak
menderita penyakit hati akibat infeksi tersebut, walaupun itu dapat menjadi sumber penularan.
Pengertian ini sulit diterapkan untuk infeksi HBV, karena sulit untuk memastikan ada atau
tidaknya kelainan hati pada seorang pengidap, tanpa melakukan suatu pemeriksaan yang invasif
(biopsi hati). Karena itu dibuat suatu definisi operasional yang praktis pengidap HBV yaitu adanya
HbsAg yang positif tanpa gejala, tanpa melihat ada atau tidaknya kelainan hati.
Virus Hepatitis B tampak dibawah mikroskop elektron sebagai partikel dua lapis
berukuran 42 nm yang disebut partikel Daen. Lapisan luar virus ini terdiri atas antigen, disingkat
HbsAg. Antigen permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut partikel inti atau
core.
berukuran sama dengan panjang berkisar antara 50 – 250 nm. Struktur virus dapat dilihat
seperti dibawah ini :
Antigen permukaan (HbsAg)
DNA rantai tunggal DNA rantai ganda
Polimerase
Antigen inti (HbcAg)
[image:2.612.100.443.145.300.2]Antigen e (HbeAg).
Gambar 1 : Struktur virus
2. EPI DEMI OLOGI
Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina, Vietnam,
Korea, dimana 50–70 % dari penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah kontak dengan HBV,
dan sekitar 10 – 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surfase Antigen (HbsAg) .Menurut WHO
I ndonesia termasuk kelompok daerah dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 % ).
Hepatitis terjadi endemik dalam lembaga untuk gangguan mental, dan infeksi lebih sering
terjadi pada orang dewasa dalam masyarakat perkotaan dan sosio ekonomi yang buruk. Dalam
tahun 1972 – 1978 di Amerika angka prevalensi tertinggi pada golongan umur 15 –29 tahun,
namun hal ini belum bisa dianggap sebagai gambaran usia terjadinya infeksi VHB (Fisher MM,
1983 ). Dari hasil beberapa penelitian di I ndonesia bahwa angka prevalensi VHB tertinggi pada
usia menanjak remaja (12 – 17 tahun) yaitu sebesar 75 % (Budihusodo, 1984).
I nfeksi HBV tersebar diseluruh dunia dan menyebar dari individu yang mengidap infeksi
kepada individu lain serta dapat menyebarkan adanya “reservoir” berupa pengidap kronik
(“chronic reservoir”) yang jumlahnya lebih dari 280 juta orang. Dalam populasi manusia banyak
terdapat carrier Hepatitis B, diperkirakan melebihi 200 juta di seluruh dunia. Angka Carrier dan
distribusi usia dari antigen permukaan berbeda dalam berbagai daerah.
Prevalensi infeksi HBV berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
Prevalensi terendah didapatkan di Amerika Utara dan Eropa Barat dimana infeksi tersebut
didapatkan pada 0,1-0,5 % penduduk, di Asia Tenggara dan Afrika Sub Sahara 5-20 % penduduk
mengidap infeksi virus ini. Prevalensi infeksi HBV tertinggi terdapat di pulau Rapa di Samudera
Atlantik dimana 50 % dari penduduk jadi pengidap. Komisi Hepatitis WHO membagi prevalensi
infeksi virus B menjadi 3 kelompok yaitu prevalensi rendah, prevalensi sedang dan tinggi.
Sebagian besar pengidap infeksi HBV terdapat di Benua Asia, kemudian di Benua Afrika.
Dengan makin majunya komunikasi dan peningkatan imigrasi penduduk, maka perpindahan
penduduk meningkat dan kemungkinan terdapatnya fokus penularan infeksi di daerah-daerah
dengan prevalensi rendah juga meningkat. Sebagai contoh imigran dari Vietnam saat ini
menimbulkan masalah infeksi HBV di negara-negara tujuan mereka seperti Amerika, Eropah Barat
serta Australia.
3. DI STRI BUSI SUB TI PE HBsAg.
infeksi HBV dari suatu subtipe yang menular kepada individu yang lain akan menunjukkan subtipe
yang sama. Subtipe ternyata ada hubungan dengan faktor etnik serta genetik, hal ini terutama
berlaku untuk pengidap kronik.
Subtipe adw terdapat di daerah yang luas mulai dari Afrika Utara dan Afrika Barat serta
Afrika Tengah, daerah Mediterania Timur. Asia Barat sampai I ndia Utara. Subtipe adw terutama
didapat di Afrika Timur, Eropah Barat, Amerika Utara dan Selatan. Di Asia dan Oceania subtipe
adr banyak didapat di Tiongkok Utara, Korea, pulau-pulau besar di Jepang, Malaysia, Birma dan
Muangthai. Sedangkan subtipe adw terutama terdapat di bagian selatan yaitu Tiongkok Selatan,
Taiwan, Okinawa dan Amami, Filipina dan I ndonesia. Subtipe ayw didapatkan di Malaysia,
penduduk pribumi Australia, Vietnam dan Papua Nugini. Subtipe ayr sangat jarang ditemui dan
dilaporkan dalam persentase rendah di Muangthai Utara, Kepulauan Solomon, Kepulauan New
Hebrides dan Papua Nugini.
4. CARA PENULARAN
Cara penularan HBV dapat melalui kontak personal yang erat dan dengan jalan seksual.
Hubungan seksual yang promiskus mempunyai resiko tinggi khususnya pria homoseksual.
Antigen permukaan Hepatitis B ditemukan secara berulang-ulang dalam darah dan berbagai
cairan tubuh lainnya. Adanya antigen dalam urine, empedu, faeses, keringat dan air mata juga
telah dilaporkan tetapi belum dipastikan. Penularan dengan cara ini dikenal juga dengan cara
penularan non-parenteral.
Cara penularan HBV di daerah tropik sama dengan cara penularan yang terjadi di bagian
dunia lainnya, tetapi faktor-faktor tambahan mempunyai arti penting. Faktor tambahan tersebut
termasuk tatto tradisional dan perlukaan kulit, pengaliran darah, sirkulasi ritual dengan alat yang
tidak steril dan gigitan berulang oleh vektor arthropoda pengisap darah. Cara penularan ini
disebut juga sebagai cara penularan parenteral.
Hasil penelitian mengenai peranan serangga penggigit dalam penyebaran HBV masih
merupakan pertentangan. Antigen permukaan Hepatitis B dapat dideteksi pada beberapa spesies
nyamuk dan kutu yang ditangkap di daerah liar atau yang secara eksperimen di beri makan darah
yang terinfeksi, tetapi tidak terdapat bukti yang menyakinkan mengenai replikasi virus dalam
serangga. Penularan mekanik dari infeksi mungkin terjadi, khususnya akibat pemberian makanan
yang terhenti didaerah prevalensi tinggi.
Dahulu infeksi HBV diduga hanya dapat ditularkan dengan pemindahan serum yang
infeksius perkataan (parental), dan karena itu penyakit ini pernah dinamakan hepatitis serum.
Kemudian ternyata infeksi HBV dapat ditularkan dengan berbagai cara baik parental maupun non
parental. Di daerah dengan prevalensi infeksi HBV tinggi, cara penularan non parental lebih
penting dibandingkan dengan cara penularan parental. Untuk mudahnya cara penularan infeksi
HBV dapat dibagi tiga bagian yaitu:
1. Melewati kulit.
2. Melewati selaput lendir.
3. Penularan perinatal.
4.1. Pola Penularan.
Walaupun infeksi HBV dapat ditularkan dengan berbagai cara tetapi hanya terdapat 2
macam pola penularan terpenting yaitu pola penularan vertikal dan pola penularan horizontal.
Pola penularan horizontal dapat melalui dua jalur, yaitu :
1. Penularan melalui kulit.
Virus Hepatitis B tidak dapat menembus kulit yang utuh, maka infeksi HBV melalui kulit dapat
terjadi melalui dua cara, yaitu dengan ditembusnya kulit oleh tusukan jarum atau alat lain
yang tercemar bahan infektif, atau melalui kontak antara bahan yang infektif dengan kulit
yang sudah mengalami perubahan/ lesi.
2. Penularan melalui mukosa.
Pengidap HbsAg merupakan suatu kondisi yang infeksius untuk lingkungan karena sekret
tubuhnya juga mengandung banyak partikel HBV yang infektif, saliva, semen, sekret vagina.
Dengan demikian kontak erat antara individu yang melibatkan sekret-sekret tersebut, dapat
menularkan infeksi HBV, misal perawatan gigi dan yang sangat penting secara epidemiologis
adalah penularan hubungan seksual.
Pola penularan vertikal yaitu dari ibu hamil yang mengidap infeksi HBV kepada bayi yang
dilahirkan. Yang dapat terjadi pada saat didalam rahim (intrauterin), pada saat persalinan
(intrapartum) dan Pasca persalinan (postpartum).
Penularan infeksi HBV terjadi saat proses persalinan oleh karena adanya kontak atau
paparan dengan sekret yang mengadung HBV (cairan amnion, darah ibu, sekret vagina) pada
kulit bayi dengan lesi (abrasi) dan pada mukosa (konjungtiva). Bayi yang dilahirkan dari ibu yang
HbsAg + HBs AgE + akan menderita HBV. I nfeksi yang terjadi pada bayi ini tanpa gejala klinis
yang menonjol, keadaan ini menyebabkan ibu menjadi lengah dan lupa membuat upaya
pencegahan.
4.2. Faktor Yang Me mpengaruhi Efektivitas Penularan
1. Konsentrasi virus.
2. Volume inokulum
3. Lama kontak
4. Cara masuk HBV ke dalam tubuh
5. Kerentanan individu yang bersangkutan
5. KELOMPOK POPULASI DENGAN RI SI KO TI NGGI
Beberapa kelompok individu yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat penularan
infeksi HBV adalah:
-
Penghuni institusi yang bersifat tertutup seperti penjara.
-
Pecandu Narkotika (terutama yang menggunakan jarum suntik).
-
Staf dan penderita unit dialis, petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan darah
atau produk yang berasal dari darah.
-
Penderita yang sering mendapat transfusi darah.
-
I ndividu yang sering berganti pasangan baik heteroseksual maupun homoseksual.
-
Suami/ istri atau anggota keluarga penderita infeksi HBV kronik.
-
Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan HbsAg positif.
-
I ndividu yang tinggal di daerah dengan prevalensi infeksi HBV tinggi.
-
Populasi dari golongan sosial ekonomi rendah yang tinggal di daerah overcrowded dan
hygiene kurang walaupun prevalensi HBV rendah.
Disamping terdapat kelompok-kelompok individu yang selain mudah terkena infeksi HBV
dan bila terinfeksi cenderung untuk menetap, yaitu :
-
Penderita sindrom down.
-
Penderita dengan hemodialisis kronik.
-
Bayi dan anak-anak kecil di daerah endemik.
6. PENCEGAHAN
Ada tiga macam cara pencegahan infeksi HBV yang terpenting yaitu :
1)
perbaikan hygiene dan sanitasi
2)
pencegahan penularan parenteral
3)
immunisasi.
Pencegahan penularan parenteral yang terpenting adalah penapisan HbsAg pada darah
pratransfusi, sterilisasi alat kedokteran secara virusidal dan prinsip penggunaan satu alat steril
untuk satu orang pada tindakan parental.
Di negara-negara dengan prevalensi infeksi HBV sedang tinggi sasaran utama immuniasi Hepatitis
B adalah bayi dan anak-anak kecil. Sedang di daerah prevalensi rendah sasaran utama adalah
kelompok risiko tinggi.
Untuk mencegah terjadinya infeksi pada individu setelah terjadi kontak dengan HBV
diberikan gabungan immunisasi aktif menggunakan vaksin dan immunisasi pasif menggunakan
HBI G (postexposure immunization).
Secara umum pr ogram immunisasi Hepatitis B bertujuan menurunkan angka kematian
yang disebabkan oleh infeksi Hepatitis B dan akibat lanjut darinya, dengan memberi kekebalan
kepada bayi sedini mungkin.
Secara khusus program immunisasi Hepatitis B bertujuan :
a. Mencegah infeksi Hepatitis pada bayi, penularan vertikal akan melahirkan bayi yang
menjadi pengidap dan merupakan sumber penularan (Robinson dkk, 1984), bayi-bayi
tersebut akan menderita circhosis dan hepatoma di kemudian hari.
b. Mencegah penyakit Hepatitis B, apabila sudah tertular dan menjadi pengidap Hepatitis B
maka upaya pencegahan akan sia-sia. Dengan demikian pencegahan harus diarahkan
terhadap bayi yang baru lahir.
WHO mentargetkan bahwa pada tahun 2000, masalah Hepatitis B di dunia sudah dapat
diatasi. Program Immunisasi Dasar Hepatitis, adalah untuk proteksi, membentuk inti HBs untuk
mencegah penularan infeksi Hepatitis B.
Program pencegahan infeksi HBV perinatal sangat sulit dilaksanakan di negara-negara
sedang berkembang karena hanya sebagian kecil ibu-ibu yang memeriksakan diri serta
melahirkan di rumah sakit. Karena itu terdapat kecenderungan untuk melakukan imunisasi HBV
pada semua bayi baru lahir sebagai bagian dari immunisasi EPI (Expanded Program
I mmunization).
Selain itu perbaikan hygiene dan sanitasi akan mengurangi penularan infeksi HBV
horizontal.
7. PENANGGULANGAN
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang spesifik untuk infeksi virus Hepatitis
B. Pengobatan umumnya bersifat suportif. Terapi anti viral dengan pemberian interferon atau
adenin arabinosa masih dalam penelitian, hasilnya masih belum memuaskan dan efek
sampingnya banyak.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wang Xinyao dan Qiu Maoliang, pengidap virus
Hepatitis B dapat ditemukan dalam tiga tipe kelainan yaitu :
1. I nsufisiensi Limpa. Sedikit kelainan, berat badan normal atau sedikit gemuk, lidah pucat dan
besar, selaput lidah putih tipis atau tipis kotor, nadi pelan atau pelan halus.
2. I nsufisiensi Limpa dengan Reak Panas. Sedikit kelainan, berat badan normal atau sedikit
gemuk, lidah merah muda atau sedikit merah, selaput lidah tipis kuning atau kuning kotor,
nadi halus dan licin atau lambat dan halus.
3. Defisiensi Yin. Tampak kemerahan di regio zygomatik, berat badan sedikit kurang, lidah
merah dan pecah, selaput lidah tipis dan kering, nadi kecil dan halus atau kecil dan cepat.
Disamping itu, pada beberapa pengidap virus Hepatitis B tidak ditemukan kelainan baik
dalam lidah, nadi maupun berat badan. Terapi dengan teknik akupunktur yang dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengusir faktor patogen.
Titik utama yang dipakai adalah :
-
Cu San Li (I I I ,36) metode penguatan dan moksibusi.
-
Kuan Yen (XI I I , 4 ) atau Ci Hai (XI I I , 6), dengan moksibusi.
-
Ta Cui (XI V, 14) metode penguatan perlemahan.
-
San Jin Ciau (I V, 6) metode penguatan perlemahan.
Titik tambahan :
-
Sing Cien (XI I , 2) Yin Ling Cuen (I V, 9) bila ada reaksi panas, dengan metode perlemahan.
Jarum ditinggalkan 20-30 menit, dirangsang setiap lima menit. Seminggu tiga kali, lama
pengobatan tiga bulan. Hasil pengobatan setelah tiga bulan, keberhasilan mencapai 72,86% .
Penjaruman dan moksibusi Cu San Li (I I I , 36) adalah untuk menguatkan limpa dan
lambung. Moksibusi Kuan Yen (XI I I , 4) dan Ci Hai (XI I I , 6) untuk menguatkan ginjal serta
memperkuat primordial Ci. Penjaruman San Jin Ciau (I V, 6) adalah untuk membantu Cu San Li
menguatkan limpa dan lambung, juga untuk menghilangkan reak dan meregulasi Ci dan Sie.
Penjaruman Ta Cui (XI V, 14) adalah untuk memulihkan fungsi meridian Yang. Dengan
menguatkan limpa dan ginjal, membersihkan panas dan menghilangkan reaksi, membuat vital Ci
menang dan mengusir Ci jahat.
Penelitian Chou Yufeng dan kawan-kawan memakai titik-titik yang sama untuk
menginduksi interferon pada leukosit darah tepi, setelah diakupunktur selama 1,5 bulan didapat
peningkatan kadar interferon, dan akan menurun secara perlahan setelah tiga bulan. Pada
penderita dengan peningkatan kadar interferon, juga disertai penurunan titer HbsAg, sebagian
menjadi negatif, HbeAg positif mejadi negatif, dan HbeAg negatif menjadi positif. Hal ini
menunjukkan bahwa akupunktur dapat menghambat duplikasi HBV.
8. DAFTAR PUSTAKA
1. Ali Sulaiman, dkk. 1990. Gastroenterologi Hepatologi. CV. I nfomedika, Jakarta.
2. Budihusodo. 1984. Naskah Lengkap KOPADI VI . Persatuan Ahli Penyakit dalam I ndonesia.
Jakarta.
3. Edison, dkk. 1989. I nfeksi Virus Hepatitis B Pada I bu Hamil di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Laboratorium Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
4. Fisher, MM. 1983. Pediatric Liver Disease. Plenum Press New York and London.
5. I rene Winata, Rima Melati Harjono. 1993. I mmunisasi Hepatitis B (I mmunisation Against
Hepatitis B), Hak Cipta British Medical Association. Terjemahan I ndonesia. Hipokrates.
Jakarta.
6. Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 110, 1996, hal 19-20.
7. Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 105, 1995 hal 15-16.
8. Surya I Gde Putu. 1995. Penularan Vertikal Virus Hepatitis B dan Pencegahannya. SMF
Obstetri dan Ginekologi FK UNUD. Tahun ke 26 N0. 89. Bali.