Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN
PADA LANSIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
SARI HAYATI
051301068
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kesepian Pada
Lansia adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,
saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Desember 2009
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia
Sari Hayati dan Liza Marini
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan seperti kenyamanan dan perhatian, yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. Kesepian adalah suatu perasaan tidak menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang.
Jumlah sampel penelitian ini adalah 60 orang lansia, yang terdiri dari 36 orang (60%) lansia pria dan 24 orang (40%) lansia wanita. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan Simple Random Sampling. Data dikumpulkan melalui dua buah
skala yaitu skala dukungan sosial yang disusun peneliti berdasarkan dimensi dari Orford (1992) dan skala kesepian yang disusun peneliti berdasarkan dimensi dari Wrightsman (1993). Skala dukungan sosial memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha
( )=0.874 dan skala kesepian memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha ( )=0.906.
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian ini ada pengaruh signifikan dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 13.7%.
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
The Impact of the Social Support Toward Loneliness in Old Adult
Sari Hayati and Liza Marini
Faculty of Psychology University of North Sumatera
ABSTRACT
The aim of this research is to know the influence of social support toward loneliness in older adult. Loneliness is an unpleasant feeling caused by an unmatched relation between social relationship wanted by someone and reality in interpersonal life that are caused by the decreased of social relationship that someone has.
The total of sample is 60, which consist of 36 (60%) men and 24 (40%) women. The sampling technique used is sample random sampling.
The data was collected through two scales that consist of social support based on Orford dimension (1992), and loneliness based on Wrightsman dimension (1993). Social support scale has reliability ( )=0.874 and loneliness scale has reliability ( )=0.906.
Data obtained in this research is processed with regression linearity. The result of this research indicate that there is a significant influence of social support toward loneliness in old adult. Social support contribute effectively for 13.7%.
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
KATA PENGANTAR
Syukur yang tak pernah henti, peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua
karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan,
waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di
Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh dukungan sosial terhadap
kesepian pada lansia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. S (K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi.
3. Kak Liza Marini, M.Psi yang telah banyak membantu dan membimbing, juga
dalam memberi saran-saran serta kesabaran kepada saya dalam
merampungkan penelitian ini hingga selesai. Maaf kak kalau selama ini
banyak merepotkan kakak.
4. Ibu Rika Eliana, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
5. Bapak Ferry Novliadi M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia
meluangkan waktunya buat membimbing saya.
6. Ibu Ika Sari Dewi, S.psi, psi selaku dosen penguji yang telah bersedia
meluangkan waktunya buat membimbing saya.
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan
bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi
USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun
dalam penyelesaian skripsi.
8. Mama dan ayah tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya
yang tak pernah henti demi keberhasilan anaknya. InsyaAllah ananda akan
terus berjuang membuat Mama dan ayah bangga.
9. Keluarga besar Binjai dan Banda Aceh, juga Anggi dan bang Fajar yang telah
memberikan dukungan, doa, bantuan dan semangat dalam mengerjakan
skripsi ini.
10.Teman-teman seperjuangan skripsi, Dewi, Eca, Ayu, Yefri, Acid dll.
Masa-masa stres skripsi tidak akan lebih indah tanpa kebersamaan kita.
11.My Best Friends Ever ; Tiwi dan Elvina yang selalu penuh tawa dan tidak
pernah berhenti menyusahkan. Kita akan terus bersama sampai akhir.
12.Buat teman-teman kampus, Noni, Diah, Ema, Qorin khususnya angkatan 05,
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
13.Buat teman-teman yang jauh, Leni, Jimah, Susan, Putri, Dina, Uud, Bg Ari,
semangat dan perhatian kalian walaupun dari jauh sangat berarti.
14.Pak Is, Pak Aswan, Bg Hendra, Bg sono, Kak Dian, Kak Ari, Kak Devi.
Makasih ya pak, bang, dan kakak atas bantuan yang memudahkan selesainya
skripsi ini.
15.Bg Fajar tersayang, terimakasih untuk cinta, kasih, semangat, dan
penantiannya selama ini.
16.Dan banyak lagi pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini tapi tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis ucapkan terima kasih
banyak.
Seluruh skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi
lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Medan, 2009
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
A. Dukungan Sosial ... 12
1. Pengertian Dukungan Sosial ... 12
2. Dimensi Dukungan Sosial ... 14
3. Model kerja Dukungan Sosial ... 16
4. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 17
B. Kesepian ... 18
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
2. Bentuk-bentuk Kesepian ... 19
3. Penyebab Kesepian ... 21
4. Perasaan Individu Ketika Kesepian ... 25
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian ... 27
C. Lansia ... 30
1. Pengertian Lansia ... 30
2. Tugas Perkembangan Lansia ... 31
3. Ciri-ciri lansia ... 32
4. Perubahan-perubahan Pada lansia ... 35
D. Perkembangan Psikososial Lansia ... 37
E. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap pada Lansia ... 38
F. Hipotesa Penelitian ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 42
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42
1. Dukungan Sosial ... 42
2. Kesepian ... 43
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 44
1. Populasi dan Sampel ... 44
2. Metode Pengambilan Sampel ... 45
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
1. Skala Kesepian ... 46
2. Skala Dukungan Sosial ... 47
E. Validitas dan reliabilitas ... 48
1. Validitas Alat Ukur ... 48
2. Reliabilitas Alat Ukur ... 49
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 48
1. Skala Dukungan Sosial ... 50
2. Skala Kesepian ... 52
G. Prosedur Penelitian ... 54
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 54
2. Pelaksanaan Penelitian ... 55
3. Tahap Pengolahan Data ... 55
H. Metode Analisa Data ... 56
1. Uji Normalitas ... 56
2. Uji Linieritas ... 56
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Analisa Data ... 57
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 57
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
b. Gambaran Umum subjek penelitian berdasarkan
usia... 58
2. Hasil Penelitian ... 58
a. Hasil Uji Asumsi... 58
1) Uji Normalitas... 59
2) Uji Linearitas Hubungan... 59
b. Hasil Analisa Data ... 60
c. Deskripsi Data Penelitian ... 63
1) Variabel Kesepian... 64
2) Variabel Dukungan Sosial... 65
3. Hasil Analisa Tambahan ... 67
a. Gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin... 67
b. Pengaruh Dimensi Dukungan Sosial terhadap kesepian.. 68
B. Pembahasan ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
1. Saran Metodologis ... 74
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
DAFTAR PUSTAKA ... 77
LAMPIRAN... 82
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Penjelasan Kesepian berdasarkan Atribusi Penyebab ... 24Tabel 2. Distribusi aitem skala kesepian sebelum uji coba ... 46
Tabel 3. Distribusi aitem skala dukungan sosial sebelum uji coba... 47
Tabel 4. Distribusi aitem skala dukungan sosial setelah uji coba... 50
Tabel 5. Distribusi aitem skala dukungan sosial pada saat penelitian... 52
Tabel 6. Distribusi aitem skala kesepian setelah uji coba……….. 52
Tabel 7. Distribusi aitem skala kesepan pada saat penelitian... 53
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 58
Tabel 10. Uji sebaran normal variabel tes kolmogorov-smirnov ... 59
Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ... 60
Tabel 12. Hasil analisa regresi ... 61
Tabel 13. Parameter-parameter persamaan garis regresi ... 62
Tabel 14. Skor empirik dan skor hipotetik variabel kesepian ... 64
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Tabel 16. Skor empirik dan skor hipotetik variabel dukungan sosial ... 66
Tabel 17. Kategorisasi data dukungan sosial ... 66
Tabel 18. Gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin ... 67
Tabel 19. Uji t kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin ... 67
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A
1. Skala Tryout... 82
2. Skala Penelitian... 96
3. Reliabilitas Skala kesepian... 104
4. Reliabilitas Skala Dukungan Sosial... 115
Lampiran C 1. Uji Normalitas Sebaran... 118
2. Uji Lineritas Hubungan... 119
3. Uji Hipotesa... 121
4. Gambaran Kesepian Berdasarkan Jenis Kelamin... 123
5. Hasil Anareg Metode Backward... 124
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
1. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Dukungan Sosial... 128
2. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Kesepian... 131
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian
periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu
mengikuti pola perkembangan dengan pasti dan dapat diramalkan. Setiap masa yang
dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali.
Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan
pengaruh terhadap tahap-tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh
individu tersebut adalah masa lanjut usia atau lansia (Hurlock, 1999).
Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia.
Dikatakan sebagai perkembangan terakhir, karena ada sebagian anggapan bahwa
perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi dewasa (Prawitasari,
1994). Pada saat manusia berkembang, terjadi beberapa perubahan yang ditandai
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
beberapa kondisi khas yang menyebabkan perubahan pada lansia, diantaranya adalah
tumbuhnya uban, kulit yang mulai keriput, penurunan berat badan, tanggalnya gigi
geligi sehingga mengalami kesulitan makan. Selain itu juga muncul perubahan yang
menyangkut kehidupan psikologis lansia, seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan
lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak
kunjung sembuh atau kematian pada pasangan. Hal ini didukung oleh pernyataan
Hurlock (1980) yang juga menjelaskan dua perubahan lain yang harus dihadapi
lansia, yaitu perubahan sosial dan perubahan ekonomi. Perubahan sosial meliputi
perubahan peran dan meninggalnya pasangan atau teman-teman. Perubahan ekonomi
menyangkut ketergantungan secara finansial pada uang pensiun dan penggunaan
waktu luang sebagai seorang pensiunan (dalam Puspita Sari, 2002).
Lansia yang mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya cenderung
menimbulkan anggapan bahwa lansia sudah tidak produktif lagi, sehingga perannya
dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional
menjadi kurang terlibat. Bahkan masih ada anggota masyarakat yang beranggapan
bahwa lansia adalah orang yang tidak berguna bahkan kadang dirasakan sebagai suatu
beban (Martini, Adiyanti, & Indiati, 1993).
Hal ini juga terjadi pada lansia dilingkungan keluarga sebagai komponen
masyarakat terkecil. Pada umumnya lansia menikmati hari tuanya di lingkungan
keluarga. Hal ini sesuai dengan nilai budaya yang ada, dimana orang tua yang telah
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
agama, orang yang lebih muda dianjurkan untuk menghormati dan bertanggung
jawab atas kesejahteraan orang yang lebih tua, khususnya orang tua sendiri
(Departemen Sosial Republik Indonesia, 1997). Rumah tangga orang timur tetap
memberikan tempat terhormat kepada orang-orang tua dan secara pribadi mengurus
segala keperluan mereka, bahkan sampai kebutuhan terakhir yaitu perlengkapan
untuk pemakaman (Bradbury & Wilbun, 1987).Akan tetapi terdapat pula lansia yang
tidak tinggal dengan keluarga, khususnya dengan anak-anak mereka. Hal ini
dikarenakan anak-anak tumbuh dan berkembang dengan mandiri serta meninggalkan
rumah dan hidup terpisah dengan orang tua (Gunarsa, 2004).
Keterpisahan tersebut dapat menimbulkan masalah psikologis tersendiri pada
orang tua. Leangle dan Probst (2002), menjelaskan bahwa masalah psikologis akibat
keterpisahan orang tua dengan anggota keluarga yang dicintai, misalnya anak,
merupakan masalah yang relatif sering terjadi,dan kompleksitas masalahnya akan
semakin rumit jika orang tua tersebut adalah lansia. Hal ini didukung dengan
penelitian Rawlins dan Spencer (2002), yang menemukan bahwa anak perempuan
selain pasangan merupakan faktor penting bagi kesejahteraan kalangan lansia.
Apabila anak perempuan tersebut meninggalkan orang tua dan hidup terpisah dari
keluarga, orang tua kemungkinan besar harus kehilangan orang yang merawat diri
mereka (dalam Gunarsa, 2004). Hurlock (1999), juga menambahkan bahwa wanita
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
pria lansia. Hal ini dikarenakan telah terbentuknya suatu hubungan yang terjalin
antara anak dengan orang tua sejak anak lahir.
Masalah keterpisahan tersebut memicu perasaan kesepian pada lansia, dimana
kesepian akan semakin meningkat ketika pasangan dari lansia meninggal dunia. Van
Baarsen (2002), menyatakan bahwa kesepian pada lansia lebih mengacu pada
kesepian dalam konteks “sindrom sarang kosong”, dimana kesepian yang muncul
diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat
dari kepergian pasangan hidup untuk kembali pada Sang Pencipta. Keterpisahan
dengan anggota keluarga, atau lebih spesifik dengan anak-anak, terlebih lagi ketika
keluarga tidak mampu untuk mengurus, mengharuskan mereka pada akhirnya tinggal
dipanti werdha atau dipanti jompo. Seecara bertahap keadaan ini dapat menimbulkan
perasaan hampa pada diri lansia dan semakin menambah perasaan kesepian yang
mereka alami (dalam Gunarsa, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian dari Mishra,
Bagga, Nalini, Chadha & Kanwar (dalam Mishra, 2004), yang menemukan bahwa
lansia yang tinggal disuatu institusi menderita kesepian dan merasa tidak puas karena
terpisah dari keluarga dan komunitas yang lebih luas. Mereka juga menemukan
bahwa lansia yang tinggal dalam suatu institusi merasa lebih kesepian daripada yang
tidak tinggal dalam suatu institusi yang diakibatkan juga karena kurangnya dukungan
sosial yang mereka terima.
Akan tetapi tidak hanya itu, ternyata para lansia yang masih tinggal dengan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
dikatakan bahwa kesepian pada lansia tidak hanya dikarenakan hidup terpisah dengan
anak dan tinggal dipanti werdha. Hal ini dijelaskan oleh Afida dkk (2000), bahwa
kesepian juga bisa terjadi pada lansia dikarenakan pola keluarga yang semakin
mengarah pada pola keluarga inti (nuclear family), dimana anak-anak begitu sibuk
dengan masalahnya sendiri dan mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung
kurang memperdulikan keberadaannya serta jalinan komunikasi antara orang tua
dengan anak juga semakin berkurang. Kemudian inilah yang membuat lansia merasa
tersisih, tidak lagi dibutuhkan peranannya sebagai anggota keluarga, dan kemudian
memicu hadirnya perasaan kesepian walaupun masih berada di lingkungan keluarga.
Fenomena yang terlihat dilapangan semakin memperjelas bahwa lansia yang
tidak tinggal dipanti jompo juga merasakan kesepian. Dari pengamatan dan
wawancara awal, dapat terlihat para lansia merasa kesepian karena kurang
diperhatikan oleh keluarga. Perasaan kesepian tersebut semakin bertambah ketika
fisik mereka menurun, karena lansia tersebut tidak bisa terlalu beraktifitas untuk
mengurangi atau menghilangkan perasaan kesepian yang dialami.
Ini terbukti dari hasil wawancara dengan seorang lansia, Ibu SH berusia 68
tahun yang tinggal dengan anaknya :
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Kesepian sendiri adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama
dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna
dengan orang lain (Bruno, 2000). Wrightsman (1993) juga menambahkan bahwa
kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada intepretasi individu
terhadap suatu kejadian. Kesepian tersebut pada dasarnya mengacu pada
ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting
dari hubungan sosial terhambat atau tidak terpenuhi. Kekurangan tersebut dapat
bersifat kuantitatif (tidak memiliki teman seperti yang diinginkan) dan bersifat
kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibinanya bersifat seadanya
atau kurang memuaskan (Peplau & Perlman dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000).
Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa dissatisfied (tidak puas),
deprivied (kehilangan), dan distressed (menderita). Hal ini tidak berarti bahwa
kesepian tersebut sama di setiap waktu. Individu yang berbeda bisa saja memiliki
perasaan kesepian yang berbeda pada situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm
et al, 2002). Banyak penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan
seseorang mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai pada
kematian pada lansia (Ebersole, Hess, & Touhy, 2005). Oleh karena itu, kesepian
merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh lansia.
Beyene, Becker, & Mayen (2002) menjelaskan bahwa ketakutan akan
kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Hal tersebut tentu saja
diperkuat berdasarkan dari berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian
terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000)
menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian.
Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih
berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan
sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan
pentingnya dukungan sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian
tersebut (dalam Gunarsa, 2004).
Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang
diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial ini lebih
mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap
orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini
tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini
dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan sosial yang diterima dari orang lain,
sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa
dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua
menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak
bersifat individual (Orford, 1992). Sarafino (2006), juga menambahkan bahwa
dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi
dengan orang lain seperti membuat kontak sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian
Haditono dkk (1983), yang menunjukkan bahwa lansia akan lebih merasa senang dan
bahagia dengan adanya aktivitas rutin serta mempunyai hubungan sosial dengan
kelompok seusianya, karena hal tersebut dapat mengisi waktu luang mereka (dalam
Prawitasari, 1994). Tidak hanya itu, hasil penelitian Dykstra (1990), juga
menunjukkan adanya tingkat kesepian yang rendah serta tingkat kesejahteraan yang
tinggi pada lansia karena memiliki hubungan yang lebih luas dan erat dengan orang
lain serta mendapat dukungan sosial dari begitu banyak sumber, seperti dari
pasangan, orang-orang yang sudah dianggap keluarga, individu yang lebih muda dan
tua, baik pria dan juga wanita. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai
pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah
kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki
kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa, 2004).
Penjelasan tersebut juga sesuai dengan keadaan di lapangan, yaitu dari
pengamatan langsung terhadap sejumlah lansia disekitar lingkungan tempat tinggal
peneliti. Beberapa lansia lebih merasa bahagia dan tidak terlalu merasa kesepian jika
mendapat dukungan sosial dari semua pihak. Lansia tersebut pada dasarnya
membutuhkan bantuan secara finansial, nasehat yang membangun, pemberian
semangat serta kasih sayang melimpah dari tetangga serta masyarakat sekitar
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
dapatkan dari anggota keluarga seperti anak-anak mereka karena berbagai kondisi
dan kesibukan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa dukungan sosial ternyata
mempengaruhi kesepian yang terjadi pada lansia. Bergerak dari teori dan fenomena
diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh dukungan sosial
terhadap kesepian pada lansia.
B.RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang
menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah
penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu “Seberapa besar
pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.
C.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat besarnya pengaruh dukungan
sosial terhadap kesepian pada lansia.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dalam penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. 1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam
pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi
Perkembangan mengenai sejauhmana pengaruh dukungan sosial
terhadap kesepian pada lansia.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada :
a. Lansia mendapatkan pengetahuan dan lebih dapat memahami tentang
seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada
lansia
b. Masyarakat mendapatkan wawasan kesepian yang terjadi pada lansia,
dukungan sosial yang penting bagi lansia, serta pengaruh dukungan
sosial terhadap kesepian pada lansia.
c. Keluarga mendapatkan informasi mengenai seberapa besar pengaruh
dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia, sehingga dapat terus
mendukung dan membantu lansia tersebut.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang uraian latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan
masalah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori tentang kesepian, kebutuhan berafiliasi, dan lansia. Dalam Bab
ini juga akan dikemukakan hubungan antara kesepian dengan
kebutuhan berafiliasi pada lansia serta hipotesa penelitian.
BAB III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi uraian yang menjelaskan mengenai identifikasi
variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan
metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas
dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisis data yang digunakan
untuk mengolah hasil data penelitian.
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan
interpretasi dan pembahasan.
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis
dan saran untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan,
perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan.
Dukungan sosial ini lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan
sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu.
Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan
sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan
sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi.
Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari
komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai
karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual.
Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro,2002)
sebagai informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya
atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan
emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang
yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena
diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Dukungan sosial juga merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang
diberikan orang lain dalam jaringan sosialnya (orang tua, teman dekat, dan
sebagainya) yang membantu meningkatkan kemampuan untuk bertahan dari
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
(2002) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis
yang diberikan oleh teman-teman dan keluarga individu tersebut.
Sarafino (2006), menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau
kelompok kepada individu. Taylor (2003), juga menambahkan dukungan sosial
sebagai informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai,
diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi
dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami, atau orang yang dicintai,
sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan
sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian,
penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh
orang-orang disekitar individu (pasangan, teman dekat, tetangga, saudara, anak,
keluarga, dan masyarakat sekitar) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan,
agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai.
2. Dimensi Dukungan Sosial
Orford (1992) mengemukakan lima dimensi dari dukungan sosial, yaitu :
a. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata
benda-Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis (Jacobson, dalam
Orford, 1992). Begitu juga dengan Will (dalam Orford, 1992) yang
menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti
penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan
atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.
b. Dukungan informasional
Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang
dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini
ke dalam dua bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu
keahlian yang dapat member solusi pada suatu masalah. Kedua adalah
appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat membantu informasi
dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992)
menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat dan
bimbingan.
c. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Orford (1992) berpendapat bahwa dukungan jenis ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai, mendorong
dan menyetujui terhadap suatu ide, gagasan atau kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang. Cohent dan Wills (dalam Orford, 1992), juga menyatakan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
bahwa dia dihargai dan diterima. Dimana harga diri seseorang dapat
ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan
diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.
d. Dukungan Emosi
Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang
bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi atau ekspresi. Tolsdorf
dan Wills (dalam Orford, 1992), menjelaskan bahwa tipe dukungan ini lebih
mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih dan emosi.
Leavy (dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku
yang memberi perasaan nyaman dan membawa individu percaya bahwa dia
dikagumi, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain memberi perhatian dan rasa
nyaman.
e. Dukungan Integrasi Sosial
Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari
kelompok. Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), menyatakan dukungan ini
dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, juga
melakukan rekreasi di waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress
dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu
mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta
memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Barren dan Ainlaiy (dalam
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
membuat lelucon, membicarakan minat, melakukan kegiatan yang
mendatangkan kesenangan.
3. Model Kerja Dukungan Sosial
Dukungan sosial akan mempengaruhi individu tergantung pada ada atau
tidaknya tekanan dalam kehidupan individu. Tekanan tersebut dapat berasal dari
individu itu sendiri atau dari luar dirinya untuk menghindari gangguan baik secara
fisik dan psikologis. Individu membutuhkan orang lain disekitarnya untuk memberi
dukungan guna memperoleh kenyamanannya. Menurut Sarafino (2006) ada dua
model teori untuk mengetahui bagaimana dukungan ini bekerja dalam diri individu.,
yaitu :
a. The buffering hypothesis
Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan
efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara
berikut :
1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis
keuangan, maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi
menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh
stres, bila dibandingkan dengan individu dengan tingkat dukungan
sosial yang rendah. Individu dengan tingkat dukungan sosial yang
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
menolong individu tersebut, misalnya dengan meminjamkan uang
atau memberikan nasehat bagaimana mendapatkan uang tersebut.
2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor
yang telah diterima sebelumnya. Contohnya, individu dengan
dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang
memberikan solusi terhadap masalah individu, atau menjadi melihat
masalah tersebut sebagai suatu yang tidak terlalu penting, atau
membuat individu dapat melihat titik terang dari masalah tersebut.
b. The direct effect hyputhesis
Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan
yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan
dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan
individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada
gaya hidup yang sehat.
4. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber
seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi
komunitas. Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah
teman, pasangan hidup (suami atau istri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan,
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
dari pasangan hidup, orang tua, saudara, tetangga, dan termasuk teman sejawat
(Prawitasari, 1994).
B. KESEPIAN
1. Pengertian Kesepian
Kesepian diartikan oleh de Jong Gierveld (1987) sebagai suatu situasi dimana
jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang daripada hubungan yang
diinginkan, ataupun suatu situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada (dalam Gierveld & Havens, 2004).
Menurut pendapat Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), kesepian merupakan
reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari suatu hubungan. Wrightsman (1993)
mengemukakan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung
pada intepretasi individu terhadap suatu kejadian. Kaasa (1998) mendefinisikan
kesepian sebagai perasaan subyektif dan negatif yang berhubungan dengan
pengalaman seseorang akibat dari berkurangnya hubungan sosial yang dimilikinya.
Sementara Archibald, Bartholomew, dan Marx (dalam Baron & Byrne, 2000)
menyatakan bahwa kesepian adalah reaksi emosi dan kognisi karena memiliki
hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan dari yang diharapkannya.
Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian yaitu :
a. Merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan
observasi sederhana.
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
c. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan
sosial (dalam Wrightsman, 1993).
Bruno (2000) menyebutkan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan
emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan berkurangnya
hubungan yang bermakna dengan orang lain. Selanjutnya, kesepian akan disertai oleh
berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan,
ketidakpuasan, serta menyalahkan diri sendiri ( Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesepian
merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan karena memiliki hubungan yang
sedikit dan tidak memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial
yang diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataan akibat terhambat atau
berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang.
2. Bentuk-bentuk Kesepian
Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu :
a. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang
muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang
dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering
mengalami kesepian jenis ini.
b. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan
adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir,
peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang
merasa diasingkan, bosan dan cemas.
Sementara menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) kesepian dapat
dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialaminya, yaitu :
a. Transcient loneliness, yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul
sesekali, banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup
layak. Misalnya ketika mendengar sebuah lagu atau ekspresi yang
mengingatkan pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh.
b. Transitional loneliness, yaitu ketika individu yang sebelumnya sudah merasa
puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami
gangguan dalam jaringan sosialnya (misal, meninggalnya orang yang dicintai,
bercerai atau pindah ketempat baru)
c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat
memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka
waktu tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan
tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang
mengalami chronic loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun
tidak memperoleh tingkat intimasi dengan orang lain dalam interaksi tersebut
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
3. Penyebab Kesepian
Menurut Brehm et al (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami kesepian, yaitu :
a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang
Menurut Brehm et al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan
menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak
alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya tersebut.
Rubenstein dan Shaver (1982) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak
dikemukakan oleh orang kesepian, yaitu sebagai berikut :
1) Being unattached : tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner
seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasihnya.
2) Alienation : merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan
dan tidak memiliki teman dekat.
3) Being alone : pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, atau bisa
dikatakan selalu sendiri.
4) Forced isolation : dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit,
tidak bisa kemana-kemana.
5) Dislocation : jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah
baru, sering pindah rumah, sering melakukan perjalanan.
Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Being
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
kesepian, sedangkan forced isolation dan dislocation disebabkan oleh karakteristik
orang-orang yang berada disekitar lingkungan individu yang merasa kesepian.
b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu
hubungan.
Kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang
diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat hubungan sosial yang dimiliki
seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian. Akan tetapi
ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena orang itu telah
merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam
Brehm et al, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu :
1) Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang
ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan ketika sedang sedih.
Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan orang tuanya ketika
sedang senang, dan akan cenderung membutuhkan teman-temannya ketika
sedang sedih.
2) Usia. Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang
membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau
keinginan orang itu terhadap suatu hubungan.
3) Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar
akan sesuatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional.
c. Self-esteem
Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki
self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang beresiko
secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari
kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus yang akan berakibat pada kesepian.
d. Perilaku interpersonal
Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam
membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai orang lain secara
negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain,
mengintepretasi tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung berpegang pada
sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung
terhambat dalam keterampilan sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan
orang yang tidak mengalami kesepian, ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di
depan umum, cenderung tidak responsif, tidak sensitif secara sosial, dan lambat
membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku
ini akan membatasi kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan orang lain
dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Perlman,
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
e. Atribusi penyebab
Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002), perasaan
kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada
individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas
komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasan dapat dilihat pada
[image:40.612.146.519.273.514.2]tabel berikut ini :
Tabel 1
Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab
Kestabilan
Penyebab
Internal Eksternal
Stabil Saya kesepian karena saya
tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai.
Orang-orang disini tidak menarik. Tidak satupun dari mereka yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah.
Tidak Stabil Saya kesepian saat ini, tapi
tidak akan lama. Saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru.
Semester pertama memang selalu buruk, saya yakin segalanya akan menjadi baik di waktu yang akan datang.
Sumber : Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm et al, 2002)
Tabel diatas menunjukkan bahwa individu yang memandang kesepian secara
internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian sehingga individu
lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut. Individu yang memandang
kesepian secara internal dan tidak stabil menganggap kesepian yang dialaminya
hanya bersifat sementara dan berkeinginan menemukan orang lain untuk mengatasi
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
stabil menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah yang menyebabkannya
merasa kesepian. Sedangkan individu yang memandang kesepian secara eksternal dan
tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi lebih baik sehingga
memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut.
4. Perasaan Individu Ketika Kesepian
Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasan,
kehilangan dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama disetiap
waktu. Faktanya menunjukkan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja memiliki
perasaan kesepian yang berada dalam situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm
et al, 2002).
Wrightsman (1993) mendeskripsikan perasaan-perasaan kesepian, yaitu :
a. Desperation (pasrah)
Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta
perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan
yang berani dan tanpa berpikir panjang. Beberapa perasaan yang spesifik dari
desperation adalah : (1) Putus asa, yaitu memiliki harapan sedikit dan siap
melakukan sesuatu tanpa memperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun
orang lain, (2) Tidak berdaya, yaitu membutuhkan bantuan orang lain tanpa
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu (sesuatu yang
buruk akan terjadi), (4) Tidak punya harapan, yaitu tidak mempunyai
pengalaman, tidak menunjukkan harapan, (5) Merasa ditinggalkan, yaitu
ditinggalkan atau dibuang seseorang, serta (6) Mudah mendapat kecaman atau
kritik, yaitu mudah dilukai baik secara fisik maupun emosional.
b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan)
Impatient boredom adalah rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak
suka menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indikator impatient boredom
seperti (1) Tidak sabar, yaitu menunjukkan perasaan kurang sabar, sangat
menginginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu, (3) Ingin berada
ditempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya ditempat yang berbeda dari
tempat individu tersebut berada saat ini, (4) Kesulitan, yaitu khawatir atau
cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5) Sering marah, yaitu filled with
anger, serta (6) Tidak dapat berkonsentrasi, yaitu tidak mempunyai keahlian,
kekuatan, atau pengetahuan dalam memberikan perhatian penuh terhadap
sesuatu.
c. Self-Deprecation (mengutuk diri sendiri)
Self-deprecation yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu
menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri.
Indikator self-deprecation diantaranya (1) Tidak atraktif, yaitu suatu perasaan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam, lebih rendah dari sebelumnya, (3)
Bodoh, yaitu menunjukkan kurangnya inteligensi yang dimiliki, (4) Malu,
yaitu menunjukkan perasaan malu atau keadaan yang sangat memalukan
terhadap sesuatu yang telah dilakukan, serta (5) Merasa tidak aman, yaitu
kurangnya kenyamanan, tidak aman.
d. Depression (depresi)
Depression merupakan tahapan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang
mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, serta kurang tidur.
Indikator depression seperti (1) Sedih, yaitu tidak bahagia atau menyebabkan
penderitaan, (2) Depresi, yaitu murung, muram, sedih, (3) Hampa, yaitu tidak
mengandung apa-apa atau tidak memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu
jauh dari orang lain, (5) Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati
pada diri sendiri, (6) Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan
dalam waktu yang lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri
sehingga menyebabkan seseorang tidak bersahabat, serta (8) Berharap
memiliki seseorang yang spesial, yaitu individu mengharapkan memiliki
seseorang yang dekat dengannya dan lebih intim.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian
Tidak ada orang yang kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang
memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau, &
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
dan beberapa orang yang lain tidak. Perbedaan ini berkaitan dengan usia,
status perkawinan, dan juga gender. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Usia
Usia tua dan kesepian merupakan gambaran stereotipe yang umum pada
lansia. Banyak orang yang menganggap bahwa semakin tua seseorang, maka
akan semakin merasa kesepian. Akan tetapi penting untuk tidak
mempersepsikan bahwa lansia itu kesepian dan tidak bahagia. Walaupun
konsekuensi dari kesepian pada lansia tersebut perlu untuk diperhatikan
(Kaasa, 1998).
b. Status Perkawinan
Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila
dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam
Brehm et al, 2002). Berdasarkan penelitian Perlman dan Peplau; Rubeinstein
dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002), dapat disimpulkan bahwa kesepian
lebih merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital
relationship) dan ketidakhadiran dari pasangan suami atau istri pada diri
seseorang.
c. Gender
Studi mengenai kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian
antara laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, menurut Borys dan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh
stereotipe peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan
stereotipe peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki
bila dibandingkan dengan perempuan.
d. Status sosial ekonomi
Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan
tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi
dibandingkan individu dengan penghasilan tinggi.
e. Dukungan sosial
Ada berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung
dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000)
menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya
kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan
sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang
memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian
(Gunarsa, 2004).
f. Karakteristik latar belakang yang lain
Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menemukan satu
karakteristik latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor kesepian.
Individu dengan orang tua yang bercerai akan lebih kesepian bila
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
meninggalnya orang tua, individu yang ketika berusia muda meninggal orang
tuanya akan memiliki tingkat kesepian yang tinggi. Tapi hal ini tidak berlaku
pada individu yang orang tuanya meninggal ketika masih kanak-kanak.
C. LANSIA
1. Pengertian Lansia
Masa lansia adalah periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun
yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas
berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan
penyesuaian diri dengan peran-peran sosial (Santrock, 2006). Usia tua merupakan
periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana
seseorang telah “ beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan,
atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999). Papalia (2004)
membagi masa lansia kedalam tiga kategori yaitu :
a. Orang tua muda (young old) : usia 65 tahun sampai 74 tahun
b. Orang tua tua (old-old) : usia 75 tahun sampai 84 tahun
c. Orang tua yang sangat tua (oldest old) : usia 85 tahun keatas
Barbara Newman dan Philip Newman membagi masa lansia kedalam 2
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
usia yang sangat tua (very old age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Newman
& Newman, 2006).
Sementara batasan usia lansia manurut WHO meliputi : lanjut usia (elderly),
antara 60 sampai 74 tahun ; lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun ; usia
sangat tua (very old), diatas 90 tahun (dalam Ismayadi, 2004). Pemerintah Indonesia
dalam hal ini Departemen Sosial memberikan pengertian bahwa lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, yang kemudian membaginya
kedalam 2 kategori yaitu usia lanjut potensial dan usia lanjut non potensial. Usia
lanjut potensial adalah usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya
sendiri bahkan membantu sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah
usia lanjut yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri (Departemen Sosial RI & Direktorat Jendral Bina
Keluarga Sosial, 1997).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa masa lansia merupakan
periode terakhir dalam rentang kehidupan manusia, yang dimulai pada usia 60 tahun
dan berakhir dengan kematian, yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan dan
kesehatan serta masa pensiun.
2. Tugas Perkembangan Lansia
Hurlock (1999) mengatakan bahwa sebagian besar tugas perkembangan lansia
lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income
(penghasilan) keluarga.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.
3. Ciri-ciri Lansia
Menurut Hurlock (1999), periode lansia sama dengan seperti periode lainnya
dalam rentang kehidupan seseorang, ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis
tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, apakah pria atau wanita lansia akan
melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Adapun ciri-ciri lansia adalah :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran yang terjadi pada lansia berupa kemunduran fisik dan juga
mental. Kemuduran tersebut sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari
faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik merupakan suatu perubahan pada
sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Penyebab
kemunduran psikologis karena sikap tidak senang terhadap diri sendiri, ornag lain,
pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya.
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
Individu menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat
bawaan yang berbeda, sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang berbeda,
serta pola hidup yang berbeda. Perbedaan terlihat diantara individu-individu yang
mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan
dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing
jenis kelamin. Bila perbedaan itu bertambah sesuai usia,
perbedaan-perbedaan tersebut akan membuat individu bereaksi secara berbeda terhadap situasi
yang sama.
c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda.
Arti usia tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada
anak muda, maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan
kegiatan fisik. Banyak individu lansia melakukan segala apa yang dapat
disembunyikan atau disamarkan menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan
memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai
tenaga muda. Inilah cara lansia untuk menutupi dari dan membuat ilusi bahwa lansia
belum berusia lanjut.
d. Berbagai stereotipe lansia.
Banyak stereotipe lansia dan banyak pula kepercayaan tradisional tentang
kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul dari
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
tidak menyenangkan, diberi tanda sebagai orang yang tidak menyenangkan oleh
berbagai media massa. Pendapat klise masyarakat tentang lansia adalah pria dan
wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, sering pikun, jalan membungkuk, dan
sulit hidup bersama orang lain
e. Sikap sosial terhadap lansia.
Pendapat klise tentang lansia mempunyai pengaruh yang besar terhadap
sikap sosial terhadap lansia. Kebanyakan pendapat klise tersebut tidak
menyenangkan, sehingga sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak
menyenangkan.
f. Lansia mempunyai status kelompok-minoritas.
Status lansia dalam kelompok-minoritas adalah suatu yang dalam berapa
hal mengecualikan lansia untuk tidak berinteraksi dengan kelompok lainnya, dan
memberi sedikit kekuasaan atau bahkan tidak memperoleh kekuasaan apapun. Status
kelompok minoritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap individu lansia dan pendapat klise yang tidak menyenangkan
tentang mereka.
g. Menua membutuhkan perubahan peran.
Pengaruh kebudayan dewasa ini, dimana efisiensi kekuatan, kecepatan dan
kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan lansia sering dianggap
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
muda dalam berbagai bidang tertentu, dan sikap sosial terhadap lansia tidak
menyenangkan.
h. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi individu lansia, tampak
dalam cara orang memperlakukan lansia, maka tidak heran lagi kalau banyak individu
lansia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung
diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk. Lansia yang pada masa lalunya sulit
dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang
dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan.
i. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada lansia.
Status kelompok-minoritas yang dikenakan pada individu lansia secara
alami telah membangkit keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan ingin
dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak. Berbagai cara-cara kuno, obat yang
manjur untuk segala penyakit, zat kimia, tukang sihir dan ilmu gaib digunakan untuk
mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang bisa membuat orang
tetap awet muda, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk mengubah lansia
menjadi muda lagi.
4. Perubahan-perubahan Pada Lansia
Menurut Hutapea (2005), perubahan-perubahan yang dialami oleh lansia
adalah :
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
1) Perubahan pada sistem kekebalan atau immunologi, dimana tubuh
menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi.
2) Konsumsi energik turun secara nyata diikuti dengan menurunnya
jumlah energi yang dikeluarkan tubuh.
3) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya
sel-sel mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.
4) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal,
kemampuan mencerna makanan serta penyerapannya menjadi
lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun
sehingga sering konstipasi (susah ke belakang).
5) Perubahan pada sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi
insulin juga menurun karena timbulnya lemak.
6) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat,
kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang,
pendengaran berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental
menurun dan ingatan visual berkurang.
7) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya
elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat
mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
8) Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai
keropos.
b. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa
penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan depresif. Hal itu disebabkan
antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi. Ketergantungan sosial
finansial pada waktu pensiun membawa serta kehilangan rasa bangga, hubungan
sosial, kewibawaan, dan sebagainya.
Rasa kesepian bisa muncul karena semua anak telah meninggalkan rumah
dan makin sedikitnya teman akrab yang sebaya. Kecemasan dan mudah marah,
merupakan gejala umum yang dapat menyebabkan keluhan susah tidur atau tidur
tidak tenang.
c. Perubahan emosi dan kepribadian
Setiap ada kesempatan, lansia selalu mengadakan introspeksi diri. Terjadi
proses kematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender yang terbalik.
Para wanita lansia bisa menjadi lebih tegar dibandingkan lansia pria, apalagi dalam
memperjuangkan hak mereka. Sebaliknya, pada saat lansia, banyak pria tidak
segan-segan memerankan peran yang sering distereotipekan sebagai pekerjaan wanita,
seperti mengasuh cucu, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dan sebagainya.
Persepsi tentang kondisi kesehatan berpengaruh pada kehidupan psikososial, dalam
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
D. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL LANSIA
Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia.
Disebut perkembangan disini bukan berarti perkembangan fisik seperti yang dialami
oleh remaja, akan tetapi adalah perkembangan psikologis dan sosial. Seperti yang
diuraikan oleh Erikson, bahwa tugas perkembangan di lanjut usia adalah tercapainya
integritas dalam diri. Artinya, lansia berhasil memenuhi komitmen dalam hubungan
dirinya dengan orang lain, menerima kelanjutan usianya, menerima keterbatasan
fisiknya. Akan tetapi ketika seseorang tidak bisa mencapai integritas diri, maka lansia
tersebut akan mengalami keputusasaan, merasa tidak berguna dalam hidup, banyak
mengeluh, dan banyak menuntut yang akan menyebalkan keluarganya. Menurut
Syme (1984), salah satu faktor psikososial adalah perubahan-perubahan hidup yang
menekan seperti kehilangan orang yang dicintai (dalam Prawitasari, 1994).
Kehilangan orang-orang yang dicintai dapat memicu hadirnya perasaan
kesepian pada lansia. Kesepian pada lansia sendiri lebih mengacu pada kesepian
dalam konteks ”sindrom sarang kosong”, dimana kesepian yang muncul diakibatkan
kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari
kepergian pasangan hidup untuk kembali kepada Sang Pencipta. Jadi kesepian tidak
semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan orang lain di
Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.
oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat (Gunarsa,
2004).
E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN PADA LANSIA
Perlmutter dan Hall (1985) menyatakan bahwa lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan dalam perkembangannya seperti penurunan struktur dan fungsi,
sehingga menjadi tua diasumsikan sebagai orang yang tidak lagi berkembang. Hal itu
merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan di Indonesia sebagian anggota
masyarakat masih beranggapan bahwa lansia adalah orang yang sudah tidak berguna
bahkan kadang-kadang dirasakan sebagai suatu beban (dalam Martini dkk, 1993).
Akan tetapi, lansia di indonesia biasanya juga dikaitkan dengan kearifan.
Makin tua seseorang, dia akan dianggap arif dan bijaksana. Anak cucu akan datang
dan minta restu padanya. Meskipun ia sudah pikun, anak, cucu, ataupun keluarga
lainnya akan merawatnya dengan penuh hormat. Banyak pula lansia mempunyai
rumah tangga sendiri. Biasanya mereka hidup berdekatan dengan anggota keluarga
lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan keanekaragaman kehidupan lansia di
Indonesia. Ada yang hidup bahagia di panti werd