• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kompetensi Bidan Dalam Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal Di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kompetensi Bidan Dalam Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal Di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOMPETENSI BIDAN DALAM PELAKSANAAN

ASUHAN PERSALINAN NORMAL DI KABUPATEN

ACEH BESAR TAHUN 2007

TESIS

Oleh

A N I T A

047012003/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KOMPETENSI BIDAN DALAM PELAKSANAAN

ASUHAN PERSALINAN NORMAL DI KABUPATEN

ACEH BESAR TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M. Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

A N I T A

047012003/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN KOMPETENSI BIDAN DALAM PELAKSANAAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL DI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Anita

Nomor Pokok : 047012003

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Delfi Lutan, SpOG, MSc) Ketua

(Drs. Tukiman, MKM) (Asfriaty, SKM, M. Kes)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal 12 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, SpOG, MSc

Anggota : 1. Drs. Tukiman, MKM

2. Asfriaty, SKM, M.Kes

3. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KOMPETENSI BIDAN DALAM PELAKSANAAN

ASUHAN PERSALINAN NORMAL DI KABUPATEN

ACEH BESAR TAHUN 2007

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2008

(6)

ABSTRAK

Angka kejadian perdarahan pasca persalinan di Indonesia diperkirakan sekitar 45% dari seluruh persalinan yang ada. Persalinan yang ditolong oleh bidan berkompeten dapat meningkatkan cakupan persalinan yang normal yaitu sebesar 90%. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi bidan dalam melakukan pertolongan persalinan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei observasi yang bertujuan untuk menganalisis hubungan kompetensi bidan yang sudah mengikuti pelatihan APN dan bidan yang belum mengikuti pelatihan APN dengan pelaksanaan APN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang bertugas di wilayah Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah 770 bidan. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 76 bidan yang terdiri dari 38 bidan yang sudah mengikuti pelatihan APN dan 38 yang belum mengikuti pelatihan dengan kriteria melakukan persalinan minimal 6 kali selama 3 bulan terakhir, mempunyai pendidikan minimal D-3 Kebidanan dan berusia antara 25-35 tahun. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan Uji Chi Square pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bidan yang sudah mengikuti pelatihan APN diketahui ada hubungan secara signifikan pengetahuan bidan tentang persalinan kala I (P=0,047), persalinan kala II (P=0,015), persalinan kala III & IV (P=0,025), perawatan bayi baru lahir (P=0,015), pengetahuan pencegahan infeksi (P=0,024) dan pengetahuan partograf (P=0,048) dengan pelaksanaan APN dan ada hubungan sikap bidan (P=0,025) dengan pelaksanaan APN. Pada bidan yang belum mengikuti pelatihan APN menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan pengetahuan persalinan kala I (P=1,00), persalinan kala II (P=0,229), persalinan Kala III & IV (P=0,550), perawatan bayi baru lahir (P=0,562), pengetahuan pencegahan infeksi (P=0,550), pengetahuan partograf (P=0,154) dengan pelaksanaan APN dan tidak ada hubungan sikap bidan dengan pelaksanaan APN (P=0,106).

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan dengan memberikan pelatihan APN yang belum mengikutinya pada bidan di Kabupaten Aceh Besar.

(7)

ABSTRACT

The rate of the incident of post-delivery hemorraghe in Indonesia is estimated aboput 45% of all existing deliveries. The deliveries attended by competent midwives can increase the number of normal delivery up to 90%. Normal Delivery Care Training (APN) is an attempt to improve the competencey of the midwife in attending delivery.

The purpose of this study with explanatory research approach is to analyze the competencey of the midwives who have and who have not followed APN in implementing APN. The population of this study is all of the 770 midwives working in Aceh Besar District and 76 midwives, comprising 38 midwives who have followed the APN and 38 midwives who have not followed APN, were selected to be the samples for this study with criteria that they have attended at least 6 deliveries within the past 3 months, they are at least graduates of D-3 midwifery education and are between 25 to 35 years old. The data for this study were obtained through observation and midwives. The data obtained were analyzed trough chi square test with the level of confidence 0f 95%.

The result of study shows that there is a significant relationships between the attitude (p=0,025) and the knowledge of the midwives who have followed the APN training about deliveries Kala I (p=0,047), Kala II (p=0,015), Kala III & IV (p=0,025), neonatal care (p=0,015), infection prevention (p=0,0024), partograph (p=0,048), and the implementation of APN. There is no significant relationships between the attitude (p=0,106) and knowledge of the midwives who have not followe the APN training about deliveries Kala I (p=0,100), Kala II (p=0,229), Kala III & IV (p=0,550), neonatal care (p=0,562), infection prevention (p=0,550), partograph (p=0,154) and the implementation of APN.

It is suggested that the Health Service of Aceh Besar District could improve the knowledge and skills of the midwives through the provision of the APN training for the midwives in Aceh Besar who have not followed the APN Training.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT, di mana atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Hubungan Kompetensi Bidan dengan Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal di

Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana.

(9)

Kesehatan yang telah memberikan bimbingan selama pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara selama penyelesaian tesis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. dr. Delfi Lutan, SpOG, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Drs. Tukiman, MKM, selaku Pembimbing Dua, yang juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan Asfrianty, SKM, M.Kes, selaku Pembimbing Tiga, yang penuh kesabaran, membimbing dan mengarahkan penulisan tesis ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar yang dijabat oleh drg. Erni Ramayani, MPH yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. Para bidan yang telah bersedia untuk diwawancarai serta semua rekan-rekan seperjuangan yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada keluarga tercinta terutama suami yang telah membantu memberi dorongan dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terbatas kepada penulis.

Akhirnya dengan satu harapan, semoga penulisan akhir ini berguna dan bermanfaat bagi kita, semua.

Medan, Oktober 2008 Penulis,

(10)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis bernama Anita yang dilahirkan di Lambaro Samahani pada tanggal 5 April 1974, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Jauhari dan Ibunda Mariani. Menikah dengan Darwan pada tanggal 12 Oktober 1994 dan telah dikaruniai 2 orang putra Rafsanjani dan Noufalsanjani, sekarang menetap di Desa Lambaro Samahani Kecamatan Kuta Malaka Kabupaten Aceh Besar.

Penulis menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN Samahani Aceh Besar Tahun 1986, dan Tahun 1989 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN Samahani Aceh Besar, serta Tahun 1992 menamatkan pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan Departemen Kesehatan di Banda Aceh, kemudian tahun 1993 menamatkan Pendidikan Bidan Departemen Kesehatan di Banda Aceh, dan Tahun 2002 menamatkan Kuliah Sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Banda Aceh.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT……… i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kompetensi ... 9

2.2 Penilaian Berdasarkan Kompetensi ... 10

2.3 Bidan ... 11

2.4 Pengetahuan ... 13

2.5 Sikap (Attitude) ... 18

2.6 Asuhan Persalinan Normal (APN)... 19

2.7 Kala I Persalinan ... 20

2.8 Persiapan Asuhan Persalinan Kala I ... 22

2.9 Kala II Persalinan... 24

2.10 Perawatan Bayi Baru Lahir ... 28

2.11 Kala Tiga dan Empat Persalinan... 30

2.12 Asuhan dan Pemantauan Pada Kala Empat ... 32

2.13 Pencegahan Infeksi ... 34

2.14 Partograf... 39

2.15 Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan ... 39

2.16 Enam Puluh Langkah APN Sebagai Prosedur Tetap Pertolongan Persalinan Normal ... 43

2.17 Kerangka Teori ... 53

(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 59

3.1 Jenis Penelitian... 59

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 59

3.3 Populasi dan Sampel ... 59

3.4 Metode Pengumpulan Data... 60

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 63

3.6 Metode Pengukuran ... 64

3.7 Analisis Data ... 67

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 68

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Besar ... 68

4.2 Hasil Analisis Univariat ... 69

4.3 Analisa Bivariat ... 75

BAB 5 PEMBAHASAN ... 86

5.1 Bidan yang Sudah Mengikuti Pelatihan APN dan Bidan yang Belum Mengikuti APN dengan Tindakan Bidan Sesuai APN ... 86

5.2 Pengetahuan Persalinan Kala I dengan Tindakan Bidan Sesuai APN ... 88

5.3 Pengetahuan Persalinan Kala II dengan Tindakan Bidan Sesuai APN ... 89

5.4 Pengetahuan Persalinan Kala III dan IV dengan Tindakan Bidan Sesuai APN ... 91

5.5 Pengetahuan Perawatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan Bidan Sesuai APN ... 93

5.6 Pengetahuan Pencegahan Infeksi dengan Tindakan Bidan Sesuai APN... 95

5.7 Pengetahuan Partograf dengan Tindakan Bidan Sesuai APN ... 96

5.8 Sikap dengan Tindakan Bidan Sesuai APN... 97

5.9 Keterbatasan Penelitian... 99

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

6.1 Kesimpulan ... 100

6.2 Saran ... 100

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Metode dan Teknik Assesme... ... 54

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 62

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 66

4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Persalinan Kala I ... 70

4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Persalinan Kala II ... 70

4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Persalinan Kala III dan IV... 71

4.4 Distribusi Frekuensi Perawatan Bayi Baru Lahir... 72

4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pencegahan Infeksi... 72

4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Partograf ... 73

4.7 Distribusi Frekuensi Sikap ... 74

4.8 Distribusi Frekuensi Sesuai APN ... 74

4.9 Hubungan Pengetahuan Bidan yang Sudah Mengikuti Pelatihan APN dengan Tindakan Bidan Sesuai APN di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007... 76

4.10 Hubungan Sikap Bidan yang Sudah Mengikuti Pelatihan APN dengan Tindakan Bidan Sesuai APN di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007 ... 80

(14)

4.12 Hubungan Siikap Bidan yang Belum Mengikuti Pelatihan APN dengan Tindakan Bidan Sesuai APN di Kabupaten

Aceh Besar Tahun 2007... 84 4.13 Perbedaan Standar APN pada Bidan Sudah Mengikuti

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1.Kuesioner Pengetahuan Bidan tentang Asuhan Persalinan Normal ... 104

2.Pengetahuan Bidan tentang Pencatatan Partograf ... 110

3.Kuesioner Sikap Bidan dengan Asuhan Persalinan Normal ... 113

4.Format Enam Puluh Langkah pada Pertolongan Persalinan Normal Berdasarkan Standar Asuhan Persalinan Normal ... 115

5.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 124

6.Hasil Analisis Univariate Bidan yang Belum APN ... 129

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.6 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa secara global, kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama terhadap masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan pada wanita usia reproduktif di negara-negara miskin dan negara-negara berkembang dewasa ini. Lebih dari 300 juta wanita di negara-negara miskin dan berkembang mengalami penurunan kesehatan tubuh atau sakit, baik dalam waktu pendek hingga keadaan sakit yang parah dan lama akibat kehamilan dan persalinan yang dialaminya. Lebih dari 529.000 wanita di dunia meninggal setiap tahunnya akibat kehamilan dan persalinan, dan 99 persennya terjadi di negara-negara miskin dan negara-negara berkembang. Umumnya kematian yang terjadi tersebut sebenarnya dapat dicegah (WHO, 2005).

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 disebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup, atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Angka Kematian Bayi (AKB), khususnya neonatal adalah 20/1.000 kelahiran hidup (JNPK/KR, et al, 2006).

(18)

berbagai upaya yang telah dilakukan melalui sektor Kesehatan Ibu dan Anak dewasa ini, diharapkan AKI dan dapat turun pada masa yang akan datang (IBI Provinsi NAD, 2006).

Departemen Kesehatan RI (2006) menyatakan bahwa tingginya komplikasi

obstetri seperti misalnya perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia. Sebagian besar penyebab kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Hal ini telah dibuktikan pada negara-negara di mana angka kesakitan dan kematian ibu tersebut tergolong rendah.

Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau dapat mendeteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, dan segera melakukan rujukan saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi baru lahir akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (JNPK/KR, et al, 2006).

(19)

membawa ketempat rujukan dan terlambat memberi pertolongan di tempat rujukan (Republika, 2004).

Selain program MNH pemerintah juga mengembangkan program Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu bagaimana membuat persalinan yang aman dan baik, sehingga bayi yang dilahirkan dan ibunya dalam keadaan sehat setelah persalinan. Tiga pesan kunci dari MPS ini adalah setiap persalinan harus ditangani oleh tenaga terlatih (paramedis), karena setiap persalinan tetap ada resikonya dan jangan pergi ke dukun. Setiap komplikasi harus ditangani sebaik mungkin dan setiap wanita usia subur harus memiliki akses terhadap pelayanan kontrasepsi dan bila dihadapkan pada masalah aborsi, wanita juga harus mendapatkan pelayanan kesehatan (Harian Terbit, 2004).

Program penekanan AKI yang telah dilakukan oleh program MNH selama ini diantaranya adalah mengadakan pelatihan pada para bidan. Jika bidan kompeten dalam melaksanakan tugasnya, diprediksikan 50 persen pendarahan dapat dicegah. Pelatihan tersebut diantaranya adalah pelatihan Asuhan Persalinan Normal atau biasa disebut APN (Republika, 2004).

(20)

ada. Berdasarkan proporsi tersebut dapat diasumsikan bahwa 90% persalinan akan berlangsung secara normal dan apabila persalinan tersebut ditangani dengan sebaik- baiknya, maka akan mencegah terjadinya kematian ataupun kesakitan pada ibu bersalin (JNPK/KR, et al, 2006).

Berdasarkan kajian kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI bekerjasama Jaringan Nasional Pelatihan Klinik/Kesehatan Reproduksi (JNPK/KR) di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 1997, disimpulkan bahwa tenaga pelaksana kebidanan di tingkat pelayanan kesehatan primer, tidak memiliki kemampuan/keterampilan yang memadai dalam melaksanakan asuhan persalinan normal yang sesuai dengan prosedur yang ada dan tidak dapat melakukan upaya- upaya pencegahan terhadap komplikasi persalinan. Berdasarkan hasil kajian tersebut di atas, maka dilakukan perancangan dan penyusunan materi pelatihan Asuhan Persalinan Normal bagi tenaga kesehatan yang melayani asuhan persalinan normal di masyarakat (JNPK/KR, et al, 2006).

(21)

Pelatihan APN ini dirancang untuk memperbaiki kompetensi para bidan yang akan menjadi tenaga pelaksana asuhan persalinan yang lebih efektif. Materi pada pelatihan disusun berdasarkan pengetahuan dan tekhnologi terkini serta pengalaman petugas pelaksana di lapangan sehingga relevan dengan latar belakang peserta latih (bidan dan dokter). Tujuan umum pelatihan ini adalah tercapainya tingkat kompetensi keterampilan seperti yang diinginkan, penguasaan pengetahuan yang diperlukan dan perubahan perilaku yang mendukung pemberian pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar pelayanan (JNPK/KR, et al, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat pelatihan klinik sekunder (P2KS) Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerjasama dengan JHPIEGO dan Unicef, didapati bahwa pasca pelatihan APN 83,1% bidan yang telah mengikuti pelatihan APN melakukan pertolongan persalinan normal sesuai prosedur tetap APN. Pelatihan APN ini juga sangat bermakna bagi peningkatan kepercayaan diri dan kemampuan bidan dalam melakukan pertolongan persalinan normal. Dampak positif lainnya dari penelitian ini adalah, bidan yang telah mengikuti pelatihan APN memiliki jumlah pasien yang semakin meningkat jika dibandingkan sebelum mereka mengikuti APN. Jadi dapat disimpulkan betapa bermanfaatnya pelatihan APN ini bagi petugas kesehatan yang membantu persalinan normal, khususnya bidan (P2KS NTT, et al, 2006).

(22)

disegala bidang. Diantara NGO-NGO tersebut, banyak NGO yang bergerak dalam bidang kesehatan khususnya yang memfokuskan diri terhadap masalah MCH. Berdasarkan pemikiran bahwa bidan merupakan ujung tombak tenaga kesehatan yang berada di garis depan program-program MCH, dan didukung oleh jumlahnya yang besar dan hampir di setiap desa bertugas seorang bidan, maka beberapa NGO bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pelatihan APN untuk bidan. Pelatihan APN ini bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKB di NAD (Dinkes Provinsi NAD, 2005).

Selain alasan di atas, alasan pendanaan untuk pelatihan ini menjadi salah satu alasan mengapa pelatihan APN direkomendasikan oleh Dinkes Provinsi NAD menjadi salah satu pelatihan utama yang masuk dalam program capacity building

bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan. Seperti diketahui, pelatihan APN adalah pelatihan dengan biaya besar, sehingga jika hanya mengandalkan biaya pemerintah, maka bisa dipastikan hanya sedikit bidan yang dapat mengikuti pelatihan ini. Dengan adanya bantuan dana dari berbagai organisasi internasional, maka diharapkan mayoritas bidan di Provinsi NAD dapat mengikuti pelatihan APN.

Khusus pada Kabupaten Aceh Besar sendiri, dari 770 bidan yang ada 250, 32,5 % diantaranya telah mengikuti pelatihan APN sejak pasca tsunami. Kedepannya diharapkan semua bidan di NAD akan mengikuti pelatihan ini. Kita dapat

(23)

masih banyak program kesehatan lainnya yang membutuhkan dana yang besar dalam menjalankan program-programnya.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana kompetensi Bidan yang sudah mengikuti pelatihan APN dan bidan yang belum mengikuti pelatihan APN dengan pelaksanaan APN sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB di NAD.

1.7 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kompetensi Bidan yang sudah mengikuti pelatihan APN dan bidan yang belum mengikuti pelatihan APN dengan pelaksanaan APN di

Kabupaten Aeh Besar.

1.8 Tujuan Penelitian

(24)

1.9 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan kompetensi bidan yang sudah mengikuti pelatihan APN dan bidan yang belum mengikuti pelatihan APN dengan pelaksanaan APN di Kabupaten Aceh Besar.

1.10 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar untuk dijadikan bahan kajian agar dapat mengambil kebijakan baru dalam program kesehatan khususnya capacity building bagi bidan di provinsi di Kabupaten Aceh Besar.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar dalam hal meningkatkan kompetensi bidan pada APN yang sesuai dengan standar. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi-informasi dalam

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.19 Kompetensi

Pengertian dari kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh

seorang pekerja untuk dinyatakan sebagai pekerja yang kompeten. Sedangkan definisi kompeten adalah: seseorang yang mempunyai kompetensi untuk melaksanakan pekerjaannya (HMHB Indonesia, et al, 2005).

HMHB (2005) mengatakan bahwa kualifikasi yang harus dimiliki seseorang dalam menjalankan pekerjaannya haruslah mencakup 4 unsur yang harus menyatu dalam diri seorang pekerja, dan 4 unsur tersebut harus juga didukung oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang memadai dari orang tersebut. Empat unsur tersebut adalah:

1. Menjalankan peranannya sesuai dengan pekerjaan yang harus ditanganinya, dan dapat bekerjasama dengan pekerja lainnya.

2. Menyelesaikan pekerjaannya sesuai pedoman kerja dan hasil kerja yang memenuhi standar.

3. Menangani sejumlah tugas yang menjadi bagian dari pekerjaannya.

(26)

Biasanya untuk merumuskan penilaian terhadap kompetensi seseorang haruslah menggunakan kalimat aktif. Kalimat yang biasanya digunakan untuk menggambarkan bahwa seseorang itu kompeten terhadap pekerjaannya adalah “menjalankan peranannya sesuai pekerjaan yang harus ditanganinya”, dan dapat bekerjasama dengan pekerja lainnya. Tatacara penggunaan kalimat ini diperlukan agar dapat merumuskan standar kompetensi, karena untuk menilai bahwa seseorang kompeten terhadap pekerjaannya diperlukan observasi ketika orang tersebut melakukan pekerjaannya (HMHB, 2005).

Setiap jenis pekerjaan selalu memiliki ukuran tertentu yang digunakan untuk menilai mutu pelaksanaan pekerjaan dan mutu hasil pekerjaan. Untuk menilai mutu selalu digunakan ukuran yang baku, ukuran tersebut disebut standar. Mutu pelaksanaan pekerjaan dan mutu hasil pekerjaan menjadi ukuran untuk menentukan prestasi kerja seorang pekerja. Istilah yang digunakan untuk untuk menilai prestasi kerja seseorang adalah kinerja, yang artinya adalah seorang pekerja selalu dinilai atas dasar mutu pelaksanaan atau kinerjanya. Standar yang digunakan untuk menilai kinerja seseorang disebut standar kompetensi (HMHB, 2005).

2.20 Penilaian Berdasarkan Kompetensi

(27)

mana peserta pelatihan menerapkan hasil pelatihan di lapangan kerjanya. Sehingga hasil assesmen suatu kegiatan diharapkan dapat menentukan kebutuhan pelatihan yang akan datang, masukan bagi penyempurnaan program pelatihan dan hasil assesmen ini dapat juga bermanfaat untuk menjadi bahan acuan bagi promosi jabatan (HMHB, 2005). Komponen assesmen terdiri dari: (1) Pengetahuan, (2) Keterampilan, (3) Aplikasi pengetahuan dan keterampilan di tempat tugas, (4) Penatalaksanaan tugas, (5) Mengatasi masalah dalam tugas, dan (6) Bekerjasama dengan orang lain.

2.21 Bidan

Pada buku lima puluh tahun Ikatan Bidan Indonesia dijabarkan dengan jelas konsep dasar dari profesi bidan. Berdasarkan buku tersebut, terdapat beberapa rumusan penting yang harus diketahui tentang profesi bidan, diantaraya adalah: bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. pengertian bidan dan bidan prakteknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International Gynaecologist and Obstetrian

(FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada pertemuan Dewan di Kobe, ICM menyempurnakan definisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).

(28)

diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak (IBI, 2001).

Asuhan yang diberikan termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medis lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga untuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas dari daerah tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.

(29)

Bidan mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling tidak hanya untuk klien, tetapi juga keluarga dan masyarakat. tugas ini meliputi pendidikan anternal, persiapan menjadi orang tua dan meluas ke bidang tertentu dari ginekologi, Keluarga berencana dan asuhan terhadap anak. Bidan dapat berpraktek di rumah sakit, klinik, unit-unit kesehatan lingkungan pemukiman dan unit layanan lainnya.

Demikian luas dan dalamnya profesi bidan, maka dapat dikatakan bahwa bidan indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku. Jika melakukan praktek, yang bersangkutan harus mempunyai kualifikasi agar mendapatkan lisensi untuk praktek.

Dalam bidang kebidanan dikenal istilah paradigma kebidanan. paradigma kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam memberikan pelayanan. keberhasilan dalam pelayanan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan timbal balik antara manusia/wanita, lingkungan, perilaku, pelayanan kebidanan dan keturunan.

2.22 Pengetahuan

2.22.1 Konsep pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

(30)

formal. Termasuk hal-hal yang diketahui seseorang tentang dirinya sendiri, tingkah lakunya dan keadaan sekitarnya. pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roger tahun 1974 (citt: Notoadmodjo, 2003) diketahui bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Sebelum rang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut akan terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut, di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

(31)

d. Trial, subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). sebaliknya bila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Roger (1974) Citt Notoadmojo (2003) menetapkan 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

(32)

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau mengerti harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus-rumus statistik dalam perhitungan- perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

(33)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis ini adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.

(34)

2.23 Sikap (Attitude)

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulusjo (Notoadmodjo, 2003). Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat difatsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Secara sikap nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari tingkatan-tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.

3. Menghargai (Valuing)

(35)

4. Bertangung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

2.24 Asuhan Persalinan Normal (APN)

Kompetensi petugas pelaksana pertolongan persalinan dijenjang pelayanan dasar, dilakukan oleh kerjasama Departemen Kesehatan (Depkes RI), Perkumpulan Obstetri dan Gynecologi Indonesia (POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) dengan bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME, mengindikasikan bahwa terdapat kesenjangan kompetensi yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Berdasarkan temuan tersebut, tim kerjasama telah merancang suatu pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk memperbaiki kompetensi para penolong persalinan melalui pelatihan asuhan persalinan normal (JNPK/KR, et al, 2006).

(36)

Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan APN harus merupakan dasar dalam melakukan asuhan kepada semua ibu selama proses persalinan dan setelah bayi lahir, yang harus mampu dilakukan oleh setiap penolong persalinan di manapun peristiwa persalinan itu terjadi. Persalinan dapat terjadi di rumah, Puskesmas ataupun rumah sakit. Penolong persalinan pada saat itu kemungkinan adalah dukun, bidan, dokter umum atau bahkan dokter spesialis obstetric-ginekologi. Asuhan ini dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari ibu dan bayi baru lahir, maupun disesuaikan dengan lingkungan di mana tempat asuhan diberikan (JNPK/KR, et al, 2006).

2.25 Kala I Persalinan

2.25.1 Definisi

Persalinan adalah proses di mana bayi, placenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyakit.

(37)

Tanda dan gejala inpartu termasuk:

a. Penipisan dan pembukaan serviks

b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).

c. Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina.

2.25.2 Fase-fase dalam kala satu persalinan

Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

a. Fase laten pada kala satu persalinan

1) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.

2) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.

3) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam. b. Fase aktif pada kala satu persalinan

1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).

(38)

3) Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

2.26 Persiapan Asuhan Persalinan Kala I

2.26.1 Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi

Persalinan dan kelahiran bayi baik di rumah, di tempat bidan puskesmas, polindes atau rumah sakit. Pastikan ketersediaan bahan-bahan dan sarana yang memadai.

Hal-hal pokok yang diperlukan dalam persalinan dan kelahiran bayi terjadi, yaitu:

a. Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan terlindung dari tiupan angin.

b. Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan.

c. Air disinfektan tingkat tinggi untuk membersihkan perineum terdapat air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih, kain pel dan sarung tangan karet untuk membersihkan ruangan.

d. Penerangan yang cukup, baik siang maupun malam hari. e. Meja untuk menaruh peralatan persalinan

(39)

2.26.2 Memberikan asuhan sayang ibu

Persalinan adalah suatu yang menegangkan atau bahkan dapat menggugah emosi ibu dan keluarganya atau bahkan dapat terjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan tersebut sebaiknya dilakukan melalui asuhan sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran bayi.

Prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu adalah:

a. Menyapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak tenang dan berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran.

b. Anjurkan suami dan anggota keluarga untuk memberikan dukungan.

c. Waspadai gejala dan tanda penyakit selama proses persalinan dan lakukan tindakan yang sesuai jika diperlukan.

Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk: a. Memberikan dukungan emosional.

b. Membantu pengaturan posisi ibu. c. Memberikan cairan dan nutrisi.

(40)

2.27 Kala II Persalinan

2.27.1 Definisi

Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.

2.27.2 Gejala dan tanda kala dua persalinan

a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi. b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina. c. Perineum menonjol.

d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.

e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. Tanda pasti kala dua adalah:

a. Pembukaan serviks telah lengkap.

b. Terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

2.27.3 Penatalaksanaan fisiologis kala dua

Proses fisiologis kala dua persalinan serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri dan kepala sudah di dasar panggul).

(41)

kala dua. Ibu memegang kendali dan mengatur saat meneran. Penolong hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efektif dan benar.

2.27.4 Membimbing ibu untuk meneran

Jika ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman. Bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga untuk membantu dan mendukung usahanya pantau kondisi ibu dan bayi, beri cukup minum dan pantau denyut jantung janin setiap 15 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat diantara kontraksi.

a. Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap puncak kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisi secara teratur, tawarkan untuk minum dan pantau denyut jantung ibu setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.

b. Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit pada multipara dan 120 menit pada primi gravida, rujuk ibu segera.

2.27.5 Pencegahan robekan perineum

(42)

Dimasa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin, et al, 2000, Wooley, 1995).

Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa efisiotomi tidak diperbolehkan tetapi karena indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi. Kelahiran bayi bila didapatkan:

a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.

b. Penyakit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam atau ekstraksi vakum).

c. Jaringan parut pada perineum dan vagina yang memperlambat kemajuan persalinan.

2.27.6 Melahirkan kepala

(43)

belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap pleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.

Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian dipotong.

2.27.7 Melahirkan bahu

a. Setelah memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga putaran paksi luar secara spontan.

b. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi. Minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis.

c. Setelah bahu depan lahir gerakan kepala ke atas dan leteral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.

2.27.8 Melahirkan seluruh tubuh bayi

a. Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.

(44)

c. Tangan atas (anterior) untuk menelurusi dan memegang bahu, siku dan lengan bagian enterior.

d. Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong dan kaki.

e. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.

f. Lakukan penjepitan tali pusat dengan klem sekitar 3 cm dari pangkal pusat bayi, kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan. Lakukan penjepitan kedua jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama. Satu tangan menjadi landasan tali pusat melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat.

2.28 Perawatan Bayi Baru Lahir

2.28.1 Penilaian

Segera setelah lahir, lakukan penilaian awal dengan menjawab 2 pertanyaan: a. Apakah bayi menangis dan bernafas tanpa kesulitan?

b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas?

2.28.2 Pencegahan kehilangan panas

(45)

yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat.

2.28.3 Mekanisme kehilangan panas

Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya dengan cara-cara berikut: a. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat

terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.

b. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi dingin bayi ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.

c. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.

d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi.

2.28.4 Mencegah kehilangan panas

a. Keringkan bayi dengan seksama.

b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat. c. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayi.

(46)

2.28.5 Pemberian ASI

Pemberi ASI adalah sedini mungkin dan ekslusif. Bayi baru lahir harus mendapat ASI dalam satu jam setelah lahir. Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan mencoba segera menyusukan bayi.

2.28.6 Pencegahan infeksi pada mata

Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan setelah bayi menyusu. Pencegahan infeksi tersebut menggunakan salep mata tetasikin 1% salep antibiotika tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu jam setelah kelahiran.

2.28.7 Profilaksis perdarah BBL

Semua BBl harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intra muskuler di paha kiri sesegera mungkin untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.

2.29 Kala Tiga dan Empat Persalinan

2.29.1 Definisi

(47)

2.29.2 Fisiologi persalinan kala tiga

Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan placenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran placenta tidak berubah maka placenta akan berlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, placenta akan turun ke bawah uterus atau ke dalam vagina.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah: a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. b. Tali pusat memanjang.

c. Semburan darah mendadak dan singkat.

Tujuan manajemen kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama adalah: a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. b. Melakukan peregangan tali pusat terkendali.

(48)

2.29.3 Atonia Uteri

Atonia uteri adalah suatu kondisi di mana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya placenta menjadi tidak terkendali.

Atonia uteri menjadi penyebab lebih 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Alasan ini penatalaksanaan persalinan kala tiga sesuai standar dan penerapan manajemen aktif sesuai standar dan penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.

Fatofisiologi atonia uteri: aliran darah ke uterus pada kehamilan cukup bulan sebanyak 500-800 ml/menit. Jika uterus tidak berkontraksi atau kontraksi tidak terkoordinasi segera setelah placenta keluar. Maka ujung pembuluh darah di tempat implantasi placenta tidak dapat dihentikan sehingga perdarahan tidak terkendali. Ibu bisa kehilangan darah 350-500 ml/menit.

2.30 Asuhan dan Pemantauan Pada Kala Empat

2.30.1 Memperkirakan kehilangan darah

(49)

darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut.

Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol ibu kehilangan 250 ml darah. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah melalui tekanan darah.

2.30.2 Memeriksa perdarahan dari perineum

Penyebab perdarahan dan laserasi atau robekan perineum dan vagina. Laserasi diklasifikasi berdasarkan luasnya robekan:

a. Derajat satu 1) Mukosa.

2) Komisura posterior. 3) Kulit perineum. b. Derajat dua

1) Mukosa vagina. 2) Komisura posterion. 3) Kulit perineum. 4) Otot perineum. c. Derajat tiga

(50)

3) Kulit perineum. 4) Otot perineum. 5) Otot sfingter ani. d. Derajat empat

1) Mukosa vagina. 2) Komisura posterior. 3) Otot perineum. 4) Otot sfingter ani. 5) Dinding depan rectum.

Tujuan menjahit laserasi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah. Penjahitan laserasi tingkat 1 dan 2 pda perineum, jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laerasi di bagian dalam vagina dengan menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subtikuler.

2.31 Pencegahan Infeksi

(51)

hidung, mulut atau melalui diskontinuitas permukaan kulit (misalnya luka atau lecet yang kecil). Selain itu luka tusuk yang disebakan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya, baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses peralatan dapat menyebabkan paparan hepatitis dan HIV/AIDS pada penolong persalinan.

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut: a. Cuci tangan

Cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.

Mikroorganisme tumbuh dan berkembang di lingkungan yang lembab dan air tidak mengalir maka dari itu ingat pedoman berikut pada saat mencuci tangan:

1) Bila menggunakan sabun padat, gunakan potongan-potongan kecil dan tempatkan dalam wadah berlubang agar air tidak menggenangi sabun.

2) Jangan mencuci tangan dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air meskipun sudah diberi antiseptik (seperti Dettol atau Savlon).

3) Bila tidak tersedia air mengalir:

a) Gunakan ember tertutup dengan keran yang bisa ditutup pada saat mencuci tangan dan dibuka kembali jika akan membilas.

(52)

d) Gunakan larutan pencuci tangan yang mengandung alcohol 100 ml 60-90% dengan 2 ml gliserin. Gunakan kurang lebih 2 ml dan gosok kedua tangan hingga kering, ulangi tiga kali.

b. Memakai sarung tangan

Pakai sarung tangan sebelum menyentuk sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa darah dan cairan tubuh lainnya). Peralatan atau sampah terkontaminasi.

c. Menggunakan teknik aseptik

Tehnik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan.

Teknik aseptik meliputi aspek:

1) Penggunaan perlengkapan pelindung diri. 2) Antisepsis.

3) Menjaga tingkat sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.

Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit.

Larutan antiseptik berikut bisa diterima adalah: 1) Alkohol 60-90% : etil isopropyl atau metel sprititus. 2) Savlon.

(53)

6) Betadine.

Disinfeksi adalah tindakan untuk mendekontaminasi peralatan atau instrumen yang digunakan dalam prosedur bedah. Membersihkan permukaan tempat periksa atau meja operasi dan meja instrumen dan ranjang bedah.

Larutan disinfektan berikut bisa diterima adalah:

1) Klorin pemutih 0,5% untuk dekontaminasi permukaan dan peralatan. 2) Klorin pemutih 0,1% untuk DTT kimiawi.

3) Gluturaldehida 2% untuk dekontaminasi dan DTT. d. Memproses alat bekas pakai pakai

Tiga proses pokok yang direkomendaskan untuk proses peralatan dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi.

1) Dekontaminasi. 2) Cuci dan bilas.

3) Disinfeksi tingkat tinggi.

Dekontaminasi adalah langkah penting untuk menangani peralatan perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lain yang terkontaminasi. Segera setelah digunakan masukan ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Prosedur ini dengan cepat mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Daya kerja larutan klorin, cepat mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24 jam, atau lebih cepat jika terlihat kotor dan keruh.

(54)

Pencucian adalah cara efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan/perlengkapan yang kotor atau yang sudah digunakan. Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Segera setelah dikontaminasi bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan seksama sedapat mungkin.

Disenfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

DTT adalah satu-satunya alternatif untuk membunuh mikroorganisme. DTT dapat dilakukan dengan cara merebus, mengukus dan kimiawi.

Perebusan dalam air merupakan cara yang efektif dan praktis untuk dapat DTT alat-alat dan semua alat yang lainnya. Walaupun perebusan dalam air selama 20 menit akan membunuh semua bakteri vegatatif, virus, ragi, jamur tidak termasuk endospora. Metode DTT efektivitas membunuh mikroorganisme 94% (tidak membunuh beberapa endospora).

DTT kateter dilakukan secara kimiawi dengan merendam dalam klorin 0,1% selama 20 menit dan membilas kateter dengan air DTT kateter dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Segera digunakan atau disimpan dalam wadah DTT.

2.32 Partograf

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.

(55)

1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam.

2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.

3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, bayi, grafik kemajuan proses persalinan.

Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat, yaitu: 1. Denyut jantung janin setiap ½ jam.

2. Frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap ½ jam. 3. Nadi setiap ½ jam.

4. Pembukaan serviks setiap 4 jam.

5. Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam. 6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam.

7. Produksi urine, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam.

2.33 Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan

1. Informasi tentang ibu

Lengkapi bagian awal partograf saat memulai asuhan persalinan waktu kedatangan (jam atau pukul) pada partograf.

2. Kondisi janin

Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk mencatat denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan.

(56)

Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. DJJ normal antara 120-160.

b. Warna air ketuban

Nilai air ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan jika selaput ketuban pecah.

Gunakan lambang-lambang berikut ini:

U = selaput ketuban masih utuh (belum pecah)

J = selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M = selaput ketuban sudah pecah dan air bercampur mekonium D = selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah K = selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban kering.

c. Penyusupan (molase) tulang kepala janin

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyelesaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggung ibu.

Gunakan lambang-lambang berikut ini:

0 = tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi.

(57)

1. = tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan.

2. = tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.

3. Kemajuan Persalinan a. Pembukaan serviks

Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam. Tanda yang harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur besar pembukaan serviks.

b. Penurunan bagian terbawah janin

Setiap kali melakukn periksa dalam setiap 4 jam. Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul.

Turun kepala diberikan tanda 0 yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisis pubis adalah 4/5 maka dituliskan tanda 0 digaris angka 4.

4. Kontraksi Uterus

(58)

kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi ada 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.

Nyatakan lamanya kontraksi dengan:

Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik.

Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya 20-40 detik.

Isi penuh kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya lebih dari 40 detik.

5. Kondisi Ibu

Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf terdapat kotak untuk mencatat kondisi dan kenyamanan ibu selama persalinan.

a. Nadi, tekanan darah dan suhu

1) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase persalinan. Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.

2) Nilai dan catat temperatur tubuh ibu, catat temperatur tubuh pada kolom waktu yang sesuai.

3) Nilai dan catat temperatur tubuh ibu catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.

b. Volume urine, protein dan aseton

(59)

2.34 Enam Puluh Langkah APN Sebagai Prosedur Tetap Pertolongan Persalinan Normal

Depkes RI (2006) menetapkan bahwa materi pokok yang diajarkan pada pelatihan APN adalah peserta diajarkan tentang langkah-langkah dalam melakukan pertolongan persalinan normal yang sesuai prosedur tetap (protap) yang telah ditentukan. Agar memudahkan dalam mengingat dan mempelajari prosedur tetap ini, maka langkah-langkah dalam protap ini disingkat dengan nama 60 langkah APN, yang di dalammya memuat semua langkah-langkah yang teratur, mulai dari awal hingga berakhirnya perolongan persalinan dalam pertolongan persalinan normal. Setiap langkah ini harus dilakukan oleh penolong persalinan sesuai urutan-urutannya.

Enam puluh langkah dalam APN terdiri dari:

1. Mengamati tanda dan gejala kala II persalinan.

2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan essensial yang siap digunakan. 3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.

4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/handuk pribadi.

5. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.

(60)

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi).

8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, maka lakukan amniotomi. 9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih

memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian mencuci kedua tangan.

10. Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180 kali per menit):

a. Mengambil tindakan yang sesuai bila DJJ tidak normal.

b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil- hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.

(61)

pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.

b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.

12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran. (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia dalam keadaan nyaman).

13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk menerangkan:

a. Membimbing ibu untuk meneran saat ada keinginan ibu untuk meneran. b. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.

c. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).

d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu. f. Menganjurkan asupan cairan per oral.

g. Menilai DJJ setiap lima menit.

h. Jika bayi belum lahir, atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk ibu dengan segera.

(62)

dalam 60 menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi- kontraksi tersebut dan beristirahat diantara kontraksi. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

Sediakan tempat untuk antisipasi terjadinya komplikasi persalinan (asfiksia), sebelah bawah kaki ibu tempat yang datar alas keras. Beralaskan 2 kain dan 1 handuk. Dengan lampu sorot 60 watt (jarak 60 cm dari tubuh bayi).

15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu. 16. Membuka partus set.

17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum

dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan.

19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih.

20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi:

(63)

b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat, dan memotongnya.

21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. 22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di

masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkanbahu posterior.

23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan

posterior lahir ketangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan, tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat punggung dan kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dan dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

(64)

26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian tali pusat.

27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting, dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.

30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.

31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.

32. Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dulu.

34. Memindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.

35. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang

(65)

36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso-kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.

Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.

37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.

a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit:

c. Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM

d. Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.

e. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

f. Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

(66)

38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut dan perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.

Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras). 40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan

selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.

41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit

laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik dan mengevaluasi perdarahan pervaginam.

43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin

(67)

44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali desinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati di sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45. Mengikat satu lagi simpul mati di bagian tali pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.

46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya di dalam larutan klorin 0,5%.

47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih dan kering.

48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam:

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan. b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan. c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.

50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51. Mengevaluasi kehilangan darah.

(68)

pasca persalinan.

a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.

b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi

(10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah didekontaminasi.

54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.

55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkannya. 57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan

klorin 0,5% dan membilasnya dengan air bersih.

Gambar

Gambaran Umum Kabupaten Aceh Besar.......................
Gambar 2.1: Proses Assesmen Berdasarkan Kompetensi (HMHB & Ausaid, 2005)
Gambar 2.2: Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini tidak memasukan variabel komite audit dalam komponen corporate governance karena keberadaanya dalam perusahaan saat ini sudah diwajibkan untuk setiap

Hasil tersebut menunjukan bahwa perlakuan A menghasilkan kelangsungan hidup atau sintasan (Survival Rate) yang paling bagus dari perlakuan lainnya, dimana perlakuan

Tuturan di atas seperti yang dituturkan Lela merupakan kalimat interogatif, sedangkan tuturan Indu Ria menggunakan strategi kesantunan off record, yaitu ketika Lela menanyakan

Berdasarkan hasil uji dan dibuatnya purwarupa sistem peringatan dini bencana alam angin putting beliung dengan mengukur kecepatan angin menggunakan anemometer

Hasil penelitian membuktikan bahwa disiplin secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja dosen tetap pada STIE PGRI Sukabumi, hal ini

3 Narasumber yang mengisi acara talkshow PDAM di RRI Bogor Ketika memberikan informasi dapat dipahami oleh pendengar 4 Narasumber yang mengisi acara. talkshow PDAM di RRI Bogor

Dalam bab ini akan dianalisis implementasi dari strategi pemasaran politik yang dilakukan PDI Perjuangan pada pilpres di Kota Manado tahun 2014, analisisis akan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan minat belajar IPA dengan hasil belajar IPA siswa SD Negeri 2 Pelemkerep selama