ABSTRAK
PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DAN SISTEM BONUS TERHADAP KECURANGAN AKUNTANSI PADA
PT POS INDONESIA (PERSERO)
Oleh:
IMAM MUSLIH
Kecurangan akuntansi saat ini banyak terjadi di perusahaan-perusahaan di Indonesia baik perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara (BUMN). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecurangan akuntansi adalah sistem pengendalian internal dan sistem bonus.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh sistem pengendalian internal dan sistem bonus terhadap kecurangan akuntansi. Penelitian dilaksanakan di PT Pos Indonesia (Persero) Area III Sumatera bagian selatan yang terdiri dari 16 kantor pos. Unit analisis dari penelitian ini adalah pejabat dan staff yang mempunyai kesempatan lebih untuk melakukan kecurangan seperti kepala kantor, supervisor/ staff bagian pelayanan, bagian sumber daya manusia (SDM), bagian teknik dan sarana, bagian pemasaran, bagian akuntansi dan bagian
keuangan.
Survey ini merupakan confirmatory research dengan mendistribusikan kuesioner ke setiap kantor pos sebanyak 9 kuesioner. Dari 144 kuesioner yang didistribusikan, 134 kuesioner dikembalikan (respon rate 93,1%) dan hanya 120 kuesioner yang dapat diolah. Analisa data menggunakan regresi berganda dengan bantuan aplikasi IBM SPSS versi 20.0. Hasil studi menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal dan sistem bonus berpengaruh negatif terhadap kecurangan akuntansi . Artinya semakin baik pengendalian internal akan mengurangi tingkat kecurangan akuntansi. Begitu juga dengan sistem bonus, semakin tinggi bonus yang diberikan akan semakin rendah tingkat kecurangan akuntansi. Hasil studi ini memberikan saran bahwa; 1) pengendalian internal harus diterapkan secara efektif, 2) manajemen harus mempertimbangkan bonus dalam upaya mengurangi tingkat kecurangan.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF INTERNAL CONTROL SYSTEM AND BONUS SYSTEM AGAINST ACCOUNTING FRAUD
AT PT POS INDONESIA (PERSERO)
By:
IMAM MUSLIH
The fraud is not only happen in private sector but also in state owned companies (BUMN) whereas some factors that affect the fraud are effectiveness of the internal control and bonus system.
This research aimed to examine 1) the affect of effectiveness of the internal control to the fraud, 2) the affect of bonus system to the fraud. Research was conducted at PT Pos Indonesia (Persero) in Southern Sumatera. The unit of analysis in this study was an officer and all parties who received the delegation of authority and responsibility to engage in the use of budgeted funds, the
implementer of accounting and preparer of accountability report such as post master, supervisor and staff at accounting departement, financial departement, human resources departement, counter departement, marketing departement, general affair departement etc. All samples are given the opportunity to fill in the questionaire to obtain information relating to all the existing diversity.
This research is an confirmatory research by distributing 114
questionaires at 16 post offices in Southern Sumatera. Of the 144 questionaires distributed there are 134 returned (respon rate 93,1%). Of these only 120 are worth analyzing. Data analysis used regression with IBM SPSS version 20.0
The results show that internal control system and bonus system negatively affects the accounting fraud. The results of this study recommends that; 1) Internal control system should be applied effectively to control and maintain the security of assets, 2) management should consider bonus for minimizing accounting fraud.
PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DAN SISTEM BONUS TERHADAP KECURANGAN AKUNTANSI PADA
PT POS INDONESIA (PERSERO)
Oleh:
IMAM MUSLIH
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS AKUNTANSI
Pada
Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas lampung
PROGRAM PASCASARJANA ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
i
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa hormat dan cinta penulis persembahkan karya ini untuk :
Kedua Orang Tua, Istri dan Buah Hati tercinta
MOTO
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya)
(QS. An Najm Ayat 39-40)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(QS. Al Asr Ayat 1-3)
Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah
disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton. (Mark
ii
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul “Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Sistem Bonus
terhadap Kecurangan Akuntansi Pada PT Pos Indonesia (Persero)” merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Akuntansi di Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini perkenankan pula penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.M. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
2. Susi Sarumpaet, Ph.D, M.B.A, Akt selaku Ketua Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Dr. Lindrianasari, S.E, M.Si, Akt selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan tesis ini.
4. Liza Alvia, S.E, M.Sc, Akt selaku Pembimbing Kedua yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan tesis ini. 5. Dr. Einde Evana, S.E, M.Si, Akt selaku Penguji Utama yang telah banyak
memberikan masukan dan saran selama penyusunan tesis ini.
iii 7. Bapak/ Ibu Dosen, Pengelola, Karyawan/ti Program Pascasarjana Ilmu
Akuntansi yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Lampung.
8. Orang tua tercinta, Istri dan Buah hati tercinta atas semua doa dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis.
9. Rekan-rekan Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi khususnya Angkatan III –
2012 atas semua do’a , dukungan dan kerjasamanya selama penulis
menempuh pendidikan..
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT melimpahkan barokah kepada kita semua. Amiin.
Bandar Lampung, Oktober 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL . . . vii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang . . . 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKAN DAN KERANGKA HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori . . . 6 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Sumber Data dan Jenis Data . . . 28
3.2. Populasi dan Sampel . . . 28
3.3. Kuesioner Penelitian . . . 29
vi
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Statistik Deskriptif . . . 34
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Penelitian Terdahulu . . . 23
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel. . . 35
Tabel 3. Data Distribusi Kuesioner. . . 38
Tabel 5. Hasil Kuesioner terhadap Kecurangan Akuntansi . . . 40
Tabel 6. Hasil Kuesioner terhadap Sistem Pengendalian Internal. . . . 41
Tabel 7. Hasil Kuesioner terhadap Sistem Bonus . . . 43
Tabel 8. Hasil Uji Validitas . . . .. . . 45
Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas . . . 46
Tabel 10. Hasil Uji F . . . .. . . 47
Tabel 11. Hasil Uji T . . . 48
Contact Person | Phone : 0823-7996-3344 Emal : [email protected]
QUESTIONNAIRES
Dengan hormat,
Sebelumnya perkenalkan saya Imam Muslih, Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Saat ini saya sedang melakukan
penelitian berjudul “ Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Sistem Bonus Terhadap Kecurangan Akuntansi Pada PT Pos Indonesia (Persero)”.
Kuesioner ini hanya untuk kepentingan penelitian dan bukan merupakan penilaian atasan atau pihak manapun. Oleh karena itu saya sangat berharap kuesioner ini dapat diisi dengan sejujurnya sesuai dengan kondisi Bapak / Ibu / Saudara rasakan.
Setiap jawaban yang Bapak/Ibu/ Saudara berikan merupakan sumbangan yang tidak ternilai harganya bagi penelitian ini. Atas perhatian dan bantuannya saya sampaiakan banyak terimakasih.
Hormat saya,
Imam Muslih
.
Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Sistem
Bonus Terhadap Kecurangan Akuntansi
Contact Person | Phone : 0823-7996-3344 Emal : [email protected]
TERIMA KASIH ATAS KESEDIAAN BAPAK / IBU / SAUDARA
MELUANGKAN WAKTU UNTUK MENGISI KUESIONER INI.
I. PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
a. Mohon dengan hormat kesediaan Bapak / Ibu/ Saudara untuk dapat mengisis seluruh pertanyaan yang ada.
b. Berilah tanda (X) pada kolom yang telah tersedia sesuai dengan kondisi yang
II. KARAKTERISTIK RESPONDEN
a. Umur : . . . tahun b. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
c. Tempat bekerja / bagian : . . . d. Lama bekerja : . . .
Contact Person | Phone : 0823-7996-3344 Emal : [email protected]
No Pernyataan Kategori
Kecurangan Akuntansi SS S R TS STS
1 Dalam melakukan pencatatan transaksi, masih sering ditemukan penggunaan akun / rekening yang tidak sesuai.
2 Untuk setiap transaksi , masih dimungkinkan merubah metode pengakuan pendapatan dari akrual basis menjadi cash basis atau sebaliknya.
3 Dokumen-dokumen transaksi masih bisa dimanipulasi oleh karyawan
4 Masih ditemukan penyimpangan prosedur misalnya penyetoran piutang dilakukan secara tunai kepada petugas yang
menyerahkan invoice.
5 Penghapusan asset oleh perusahaan tidak langsung dicatat pada buku asset dan mengurangi nilai aset.
Sistem Pengendalian Internal SS S R TS STS
6 Perusahaan tidak memberikan sanksi yang jelas dan tegas kepada para karyawan yang melanggar kode etik dan kebijakan perusahaan
7 Di setiap kantorpos belum terdapat bagian audit yang
bertanggungjawab untuk melakukan proses pengendalian internal dan ketaatan peraturan yang berlaku
8 Penilaian risiko suatu aturan / kondisi/ kebijakan tidak
dikomunikasikan secara merata kepada karyawan bagian terkait. 9 Penilaian risiko atas suatu perubahan kebijakan seringkali
diabaikan oleh karyawan
10 Sistem informasi atas aktifitas bisnis dan operasi tidak bisa dengan mudah digunakan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian.
11 Perusahaan tidak mengkomunikasikan peran dan tanggung jawab dan masalah masalah yang signifikan kepada masing-masing bagian terkait.
12 Setiap bagian belum melakukan fungsinya dengan baik dalam hal mencatat, mengidentfikasi, memverifikasi dan pembuatan laporan keuangan.
13 Setiap bagian belum melaksanakan sistem dan prosedur pengendalian atas aktifitas bisnis dan operasi di bagiannya.. 14 Dalam suatu transaksi perusahaan, tidak terdapat pemisahan
tugas antara petugas pencatatan, pembayaran dan pelaporan. 15 Pengawasan atas penggunaan hak akses aplikasi transaksi
keuangan masih lemah.
16 Pemantauan atas efektifitas operasi dan bisnis tidak dilakukan secara periodik
17 Dalam melakukan pengawasan, perusahaan tidak
membandingkan kesesuaian antara proses bisnis yang berjalan dengan hasil yang diharapkan.
Contact Person | Phone : 0823-7996-3344 Emal : [email protected] 18 Perusahaan tidak mempunyai sistem penilaian kinerja karyawan yang
jelas
19 Pemberian bonus di perusahaan dilakukan dengan ukuran dan kriteria yang tidak jelas.
20 Pemberian bonus diberikan tanpa mempertimbangkan etika karyawan
21 Promosi jabatan di perusahaan dilakukan dengan ukuran dan kriteria yang tidak jelas.
Lampiran 3
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005
Sistem Bonus
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005
Statistik Deskriptif
a. Dependent Variable: Kecurangan Akt
b. All requested variables entered.
Model Summary
a. Predictors: (Constant), Sistem Bonus, Pengendaian Internal
ANOVAA
a. Dependent Variable: Kecurangan Akt
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 2,168 ,267 8,120 ,000
Pengendaian Internal -,080 ,055 -,063 -1,465 ,145
Sistem Bonus ,594 ,029 ,883 20,639 ,000
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini, penerapan good corporate governance (GCG) menjadi perhatian pemerintah dan menjadi isu penting terutama pada perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Chunfei (2011) menyatakan bahwa struktur corporate governance sangat berpengaruh terhadap kualitas pengendalian internal. Dengan penerapan good corporate governance tersebut diharapkan perusahaan mempunyai akuntabilitas dan transparansi yang baik kepada para pemangku kepentingan (stakeholder). Pada akhirnya
keberhasilan penerapan good corporate governance diharapkan dapat menurunkan kecurangan akuntansi.
Kecurangan akuntansi saat ini telah menjadi perhatian publik mengingat informasi atas kasus-kasus kecurangan saat ini dengan mudah dapat diperoleh melalui media informasi. Indikasi adanya kecenderungan kecurangan akuntansi dapa dilihat dari bentuk kebijakan yang disengaja dan tindakan yang bertujuan untuk melakukan penipuan atau manipulasi yang merugikan pihak lain.
Kecenderungan ini dapat berupa tendensi untuk melakukan korupsi, tendensi untuk melakukan penyalahgunaan asset dan tendensi untuk melakukan penipuan pelaporan keuangan (Thoyibatun, 2012).
PT Pos Indonesia (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga tidak luput dari kasus-kasus kecurangan. Beberapa kasus
2
oleh pejabat PT Pos Indonesia (Persero) senilai 90 milyar (Detik.com, 14 November 2008), penggunaan kas perusahaan untuk bisnis pribadi senilai 12 milyar (Koran Tempo, 12 November 2008). Kasus-kasus kecurangan dengan modus lain juga masih sering ditemukan diantaranya pembuatan tanda terima (kwitansi) fiktif, manipulasi data transaksi dengan cara merubah data transaksi serta merubah prosedur akuntansi atas suatu transaksi misalnya penyetoran atas suatu tagihan ke mitra yang seharusnya dilakukan dengan transfer ke rekening perusahaan oleh petugas ditagih secara tunai dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Kecurangan-kecurangan tersebut dapat diminimalisir apabila pengendalian internal perusahaan dilakukan dengan baik. Coram et al.(2006) menjelaskan bahwa organisasi yang mempunyai fungsi pengendalian internal akan mampu mendeteksi adanya kecurangan daripada organisasi yang tidak mempunyai fungsi pengendalian internal. Hal ini memberikan bukti bahwa pengendalian internal memberikan nilai tambah melalui peningkatan kontrol dan pemantauan
lingkungan dalam organisasi untuk mendeteksi kecurangan. Wilopo (2006) juga menjelaskan bahwa semakin efektif pengendalian internal di perusahaan, semakin rendah kecenderungan kecurangan akuntansi oleh manajemen perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut dan berkembangnya layanan dan proses bisnis PT Pos Indonesia (Persero), perusahaan menyediakan perangkat
3
No.KD.37/DIRUT/0610 tentang Pedoman Etika Bisnis dan Tata Perilaku (Code of Conudct) Insan Pos Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan sangat peduli terhadap terwujudnya tata kelola perusahaan yang benar (good corporate
governance). Dalam tataran operasional juga telah diterbitkan Keputusan Direksi No. KD.23/DIRUT/0312 tentang Pemeriksaan Periodik di Tingkat Pelaksana Teknis untuk membantu pelaksana di lapangan dalam melaksanakan pengawasan melekat. Serangkaian peraturan perusahaan tersebut diharapkan dapat mencegah karyawan melakukan kecurangan atas aset perusahaan.
Selain faktor pengawasan, perusahaan melalui Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. KD.15/DIRUT/0210 tentang Sistem Manajemen Kinerja Individu (SMKI) mencoba memberikan stimulus berupa imbal jasa atas kinerja karyawan (pay for performane) dimana perusahaan membagikan sebagian laba atas pencapaian kinerja perusahaan kepada karyawan setiap 3 bulan. Selain itu perusahaan juga memberikan jasa bonus atas akumulasi laba dalam setahun. Pemberian imbal bonus diharapkan dapat memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik dan menjadikan pegawai menjadi lebih loyal kepada perusahaan. Erickson et al. (2004) menyatakan bahwa struktur bonus dapat digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan tingkat kecurangan dan untuk meningkatkan kinerja pada akhirnya mengurangi tindak kecurangan. Namun temuan Satuan Pengawasan Internal (SPI) atas kecurangan dengan jumlah dan nominal yang besar
menunjukkan bahwa pemberlakuan peraturan tentang pengawasan dan pemberian imbal jasa belum cukup efektif mengurangi tingkat kecurangan.
4
kecenderungan kecurangan akuntansi serta akibatnya terhadap kinerja organisasi pada universitas negeri di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Yang berbeda dari penelitian sebelumnya adalah objek penelitian dan variabel penelitian. Pada penelitian ini objek penelitian adalah PT Pos Indonesia (Persero) Area III Sumbagsel sedangkan variabel yang digunakan adalah sistem pengendalian internal, sistem bonus dan kecurangan akuntansi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggali persepsi sejauh mana sistem pengendalian internal dan sistem bonus berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi di PT Pos Indonesia (Persero) Area III Sumbagsel. Judul penelitian ini
adalah “ PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DAN
SISTEM BONUS TERHADAP KECURANGAN AKUNTANSI PADA PT
POS INDONESIA (PERSERO)”.
1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi.
b. Apakah sistem bonus berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi.
1.2.2 Batasan Masalah
5
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dengan bukti empiris pengaruh sistem pengendalian internal dan sistem bonus terhadap kecurangan akuntansi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah:
1. Aspek teoretis yaitu memberikan kontribusi pemikiran dan menjadi literatur mengenai pengaruh sistem pengendalian internal dan sistem bonus terhadap kecurangan akuntansi.
2. Aspek praktis yaitu menjadi sumbangan pemikiran bagi PT Pos Indonesia (Persero) sehingga dapat menyusun langkah-langkah terpadu dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori ekonomi mengasumsikan bahwa manusia selalu berusaha memaksimalkan fungsi utilitas yang dimilikinya. Dalam konteks perusahaan dimana terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agent yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi (agency problem) karena masing-masing pihak akan selalu berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Kedua belah pihak, principal dan agent diasumsikan selalu bertindak secara rasional sesuai dengan kepentingan ekonomis masing-masing. Keinginan untuk memaksimalkan manfaat ekonomi masing-masing akan menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest). Principal diasumsikan selalu ingin memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi seperti laba perusahaan dan berani menanggung risiko atau paling tidak risk neutral. Agent diasumsikan selalu mementingkan dirinya sendiri dan menghindari risiko (risk averse). Menurut Jensen & Meckling (1976) perbedaan tujuan antara principal dan agent tersebut memungkinkan agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai pekerjaan dibanding principal, dan principal tidak dapat mengukur output yang dihasilkan agent secara akurat. Hal ini disebabkan adanya asymetry information.
7
memberikan jasa manajerialnya. Dengan jasanya tersebut agent menerima kompensasi dari principal (Jensen dan Meckling, 1076). Menurut Scott (2003), rencana kompensasi eksekutif adalah kontrak agensi antara perusahaan dan manajernya yang berusaha untuk menyatukan kepentingan dari pemilik dan manajer dengan mendasarkan kompensasi manajer pada satu atau lebih ukuran usaha manajer dalam operasi perusahaan
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yakni asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan pada manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktifitas dan adanya asymetry information antara principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
8
mendorong perilaku agent melakukan tindakan yang sesuai keinginan principal seperti pengawasan aktif kepada keputusan-keputusan manajerial (Hoi dan Robin, 2004)
2.1.2 Sarbanes-Oxley Act
Sarbanes-Oxley Act adalah hukum federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002 sebagai tanggapan terhadap sejumlah skandal akuntansi perusahaan besar termasuk diantaranya melibatkan Enron, Tyco
International, Adelphia, Peregrine Systems dan WorldCom. Skandal-skandal yang menyebabkan runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham. Akta yang diberi nama berdasarkan dua penggagasnya yaitu Senator Paul Sarbanes dan
Representatif Michael G Oxley ini disetujui oleh Dewan dan Senat serta disahkan menjadi hukum federal oleh Presiden AS George W. Bush.
Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar bagi semua dewan dan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagi perusahaan yang belum go public. Sarbanes-Oxley Act terdiri dari 11 bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari tanggung jawab tambahan dewan perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbanes-Oxley Act juga menuntut
Securities and Exchange Commision (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk mentaati hukum ini.
9
penting auntuk mengembalikan kepecayaan publik terhadap pasar modal nasional antara lain memperkuat pengawasan akuntansi perusahaan. Sementara para penentangnya berkilah bahwa Sarbanes-Oxley Act tidak diperlukan dan campur tangan pemerintah dalam manajemen perusahaan menempatkan perusahaan-perusahaan pada kergian kompetitif terhadap perusahaan-perusahaan asing.
Sarbanes-Oxley Act menetapkan suatu lembaga semi pemerintah yakni Public Company Accounting Oversight Board (PCOB) yang bertugas mengawasi, mengatur, memeriksa dan mendisiplinkan kantor-kantor akuntan dalam peranan mereka sebagai auditor perusahaan publik. Sarbanes-Oxley Act juga mengatur masalah-masalah seperti kebebasan auditor, tata kelola perusahaan, penilaian pengendalian internal serta pengungkapan laporan keuangan yang lebih dikembangkan.
Kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) dapat didefinisikan suatu perilaku yang disengaja baik dengan tindakan atau
10
Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan, serta salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Meskipun skandal akuntansi tersebut telah berlalu, tetapi dampaknya sangat besar terhadap reformasi dalam praktek akuntansi dan profesi akuntan, terutama yang terkait dengan perusahaan publik dan hal ini menjadi pelajaran yang sangat besar di seluruh negara di dunia termasuk kantor akuntan di Indonesia.
Sarbanes-Oxley Act di Amerika Serikat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan praktek good corporate governance. Meskipun undang-undang ini ditujukan untuk perusahaan publik, tetapi perusahaan yang belum go public pun seharusnya juga menerapkan Sarbanes-Oxley Act jika ingin memperbaiki tata kelola dan pengendalian internalnya. Dengan demikian
perusahaan yang tidak dan/ atau belum go public juga harus belajar mengenai berbagai aspek pengelolaan yang terjadi di perusahaan yang telah go public dan yakin bahwa praktek yang telah dijalankan berjalan baik dan menggambarkan niatnya untuk fokus pada integritas dalam pengungkapan laporan keuangan yang sebenarnya.
Secara umum Sarbanes-Oxley Act mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pengungkapan dan pelaporan keuangan serta menyatakan beberapa
11
aktivitasnya terkait dengan audit. Ge Weili (2005) menyatakan bahwa penerapan Sarbanes-Oxley Act telah meningkatkan prosedur audit oleh para auditor.
Hal lain yang paling berpengaruh dalam Sarbanes-Oxley Act adalah adanya ketetapan yang terpadu yang berfokus pada masalah-masalah mendasar yang menjadi penyebab skandal akuntansi, berupa prinsip-prinsip fundamental mengenai ethical corporate conduct yaitu:
a. Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar (fairly) tentang kondisi bisnis (Section 401)
b. Chief Executive harus bertanggungjawab secara personal tentang akurasi (accuracy) dan kelengkapan (completeness) mengenai laporan keuangan perusahaan (Section 302)
c. Jasa Non-Audit yang dilakukan oleh eksternal auditor harus dibatasi untuk menjaga adanya kemungnan conflict of interest yang dapat menyangsikan kemungkinan integritas sebuah pelaksanaan audit (audit integrity) (Section 201, 202 dan 206)
d. Perusahaan harus memiliki sebuah dewan dan komite audit yang
independen yang menjunjung tinggi kepentingan pemegang saham dengan mengawasi isu-isu utama dan penting dari aktifitas manajemen dan auditor (Sections 301 dan 305)
e. Sebuah sistem pegendalian internal yang kuat dan memadai harus ditegakkan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan kecurangan (Section 404)
12
2.1.3 Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Teori akuntansi positif beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Watt & Zimmerman (1986) menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dengan pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoretis yang kuat. Selain itu teori akuntansi positif berupaya menjelaskan suatu proses yang menggunakan kemampuan, pemahaman dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk
menghadapi kondisi tertentu di masa mendatang. Untuk mengurangi kesenjangan dalam pendekatan normatif, Watt & Zimmerman mengembangkan pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian empirik dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi di kemudian hari.
Dalam Possitive Accountig Theory dikemukakan 3 hipotesis yaitu: 1. Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hyphotesis)
Dalam hipotesis ini, semua hal dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan rencana bonus cenderung memilih prosedur akuntansi dengan
perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Hipotesis ini cukup beralasan. Para manajer, seperti kebanyakan orang,
menginginkan imbalan yang tinggi. Jika bonus yang diberikan tergantung pada pendapatan bersih yang dilaporkan, maka kemungkinan mereka bisa
13
adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut
2. Hipotesis Kontrak Hutang (Debt Covenant Hyphotesis)
Hipotesis ini berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahan di
dalam perjanjian utang (debt covenant). Sebagian perjanjian utang mempunyai
syarat-syarat yang harus dipenuhi peminjam selama masa perjanjian. Dinyatakan
pula jika perusahaan mulai mendekati suatu pelanggaran terhadap perjanjian utang
maka perusahaan tersebut akan berusaha menghindari terjadinya perjanjian utang
dengan cara memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba. Pelanggaran
terhadap perjanjian utang dapat menimbulkan suatu biaya serta dapat menghambat
kinerja manajemen. Sehingga dengan meningkatkan laba perusahaan berusaha
untuk mencegah atau setidaknya menunda hal tersebut.
3. Hipotesis biaya politik ( Political cost hyphotesis)
Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa semakin besar biaya politik yang dihadapi
oleh perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan
menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena perusahaan
yang memiliki tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas
dari kalangan konsumen dan media yang nantinya juga akan menarik perhatian
pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan terjadinya biaya politik,
diantaranya muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan
berbagai macam tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politik.
14
manajemen dalam pelaporan keuangan. Perilaku tersebut dapat bersifat efisien dimana diskresi tersebut digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan dinilai positif oleh pasar. Namun di lain pihak diskresi tersebut dapat
mengarahkan perilaku manajemen menjadi oportunistik dimana diskresi
digunakan manajemen untuk kepentingan pribadi dan merugikan perusahaan dan pemegang saham secara umum.
Banyak perusahaan memanfaatkan adanya peluang dalam aturan akuntansi pada laporan keuangan sebelum dilaporkan pada publik untuk mengatur laba yang disajikan. Hal ini diakui oleh para ahli ekonomi di bidang akuntansi dan keuangan selama bertahun-tahun (Cornet et al., 2006). Bonus Plan Hyphotesis sebagai salah satu hipotesis dalam possitive accounting theory menunjukkan bahwa manajer sebuah perusahaan memungkinkan menggunakan metode akuntansi untuk meningkatkan pendapatan untuk periode berjalan. Ketika seorang manajer menjadi subyek atas rencana bonus, ia akan menerima penghasilan dasar dan pendapatan variabel yang terkait dengan kinerja perusahaan. Ada bukti yang konsisten tentang tindakan pengaturan laba dalam laporan keuangan yang
15
kinerja manajemen melebihi target atau kurang dari target maka mereka berkehendak untuk menurunkan laba tahun berjalan atau mengalokasikan pada tahun berikutnya.
2.1.4 Kecurangan Akuntansi
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai; (1) salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (Seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan PABU di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk penggelapan tanda terima barang/ uang, pencurian aktiva atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. IAI (2001) membedakan antara
kecurangan dan kekeliruan. Jika risiko itu timbul atas dasar tindakan yang disengaja, diklasifikasikan sebagai kecurangan, namun jika risiko timbul karena perbuatan tidak disengaja disebut sebagai kekeliruan.
Menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE), kecurangan akuntansi dapat digolongkan menjadi tiga jenis: kecurangan dalam laporan keuangan, penyalahgunaan aktiva dan korupsi. Pada umumnya kecurangan akuntansi terjadi karena tiga alasan (fraud triangle) yaitu peluang (opportunity), insentif dan tekanan (incentives and pressure), rasionalisasi dan sikap
16
mendukung dan menyediakan kemungkinan bagi dipilihnya tindakan kecurangan akuntansai. Insentif dan tekanan adalah kondisi insentif atau adanya tekanan lain yang menjadi motivasi bagi pimpinan atau pejabat untuk melakukan kecurangan akuntansi. Adapun rasionalisasi adalah adanya pembenaran atau justifikasi dari pihak yang terlibat kecurangan bahwa perilaku mereka adalah konsisten dengan kode etik pribadi mereka. Sikap berarti bahwa individu yang terlibat memiliki karakter atau nilai yang memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan tersebut.
Coram et al., (2006) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki pengendalian internal yang baik akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Sementara kecurangan akuntansi merupakan kesengajaan untuk melakukan tindakan penghilangan atau penambahan jumlah tertentu sehingga terjadi salah saji dalam laporan keuangan. Namun kesempatan untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Secara umum manajer perusahaan mempunyai kesempatan lebih untuk melakukan
kecurangan daripada pegawainya. Biasanya manajer melakukan kecurangan untuk kepentingan perusahaan yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan, sedangkan pegawai melakukan kecurangan berujuan untuk keuntungan pribadi misalnya salah saji berupa penyalahgunaan aktiva. Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU).
17
Beberapa modus kecurangan diantaranya:
a. Petugas loket ; membatalkan resi (consignment note) tetapi barang tetap dikirimkan sebagaimana mestinya. Selanjutnya uang hasil pembatalan resi tidak disetorkan ke kasir.
b. Bagian pemasaran ; tidak melaporkan transaksi pengiriman surat secara kredit sehingga transaksi tersebut tidak masuk dalam pencatatan di akuntansi sebagai piutang. Selanjutnya bagian pemasaran melakukan penagihan kepada pelanggan secara tunai dan uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi.
c. Bagian teknik dan sarana ; melakukan manipulasi tanda terima sehubungan dengan pengadaan peralatan, renovasi bangunan dan sebagainya.
d. Bagian keuangan ; menggunakan / meminjam kas untuk kepentingan pribadi dan ketika dilakukan pemeriksaan uang tersebut tidak ada/ belum dikembalikan.
e. Bagian akuntansi ; bekerjasama dengan bagian lain untuk melakukan treatment pencatatan atas suatu transaksi dengan maksud melakukan manipulasi.
f. Bagian sumber daya manusia ; menggunakan uang kas hasil potongan gaji karyawan misalnya sumbangan sosial, koperasi dan iuran lainnya untuk kepentingan pribadi.
Wilopo (2006) mengemukakan bahwa upaya menghilangkan kecurangan akuntansi dapat dilakukan antara lain dengan:
18
2. Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian. 3. Pelaksanaan good governance
4. Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
2.1.5 Pengendalian Internal
Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain yang didisain untuk memberikan keyakinan tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (SA seksi 319). Pengendalian internal
merupakan bagian dari sistem proteksi terhadap kecurangan yang didisain untuk mencegah irregularitas dan upaya deteksi dini kecurangan (Silverstone, 2007). ACFE dalam survey 2004 memberikan catatan bahwa pengendalian internal yang baik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan dan struktur pengendalian yang baik harus menjadi prioritas dalam program pencegahan kecurangan secara komprehensif.
19
kesalahan internal control yang dapat disebabkan oleh hal lain dari pada proses yang sedang terjadi.
COSO menetapkan ada 5 komponen pengendalian internal yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian merupakan dasar dari semua komponen
pengendalian internal dan menyediakan disiplin dan struktur. Manajemen senior wajib mendisain pengaruh yang positif atas kesadaran pengawasan dari para karyawan perusahaan.
2. Penilaian Risiko (Risk Assesment)
Perusahaan harus peduli dan sepakat untuk menghadapi risiko yang ada. Perlu dibuat tujuan yang terintegrasi melalui semua nilai rantai aktivitas (chain ativities) yang ada, sehingga perusahaan beroperasi dengana baik. Setelah tujuan ditetapkan perusahaan selanjutnya harus mengidentifikasi risiko untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan menganalisis serta mengembangkan cara-cara untuk mengelolanya.
3. Aktifitas Pengendalian (Control Activities)
Merupakan serangkaian kegiatan yang didasarkan pada kebijakan dan prosedur yang bertujuan menjamin bahwa apa yang ada telah ditetapkan manajemen dalam memitigasi risiko telah dilaksanakan dengan baik. Aktivitas pengendalian dilakukan pada semua level organisasi. 4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
20
informasi dalam suatu bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi mencakup sistem akuntansi terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meirngkas dan melaporkan transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva utang dan ekuitas. Komunikasi mencakup
penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan. 5. Pengawasan (Monitoring)
Pengawasan adalah proses menentukan mutu kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengendalian tindakan koreksi.
Implementasi pengendalian internal di PT Pos Indonesia (Persero) secara teknis tertuang dalam Keputusan Direksi Nomor KD.23/DIRUT/0312 tentang
Pemeriksaan Periodik di Tingkat Pelaksana Teknis. Berdasarkan Keputusan Direksi tersebut, Sistem Pengendalian Internal didefinisikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan (atasan) dan seluruh karyawan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan perusahaan melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset perusahaan dan ketaatan terhadap perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Dalam Keputusan Direksi tersebut telah diatur beberapa pedoman pelaksanaan pemeriksaan periodik di Kantor Pos. Keputusan Direksi tentang Pemeriksaan periodik di Tingkat
21
2.1.6 Sistem Bonus
Kompensasi merupakan nilai jasa yang diberikan pemilik perusahaan (principal) kepada manajemen (Jensen dan Meckling, 2006). Bonus adalah imbalan yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produktivitas yang berlaku terlampui. Bonus dibayar secara eksklusif kepada para eksekutif atau kepada semua pegawai. Ada tiga cara pemberian bonus yaitu: Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang
dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, jika jumlah produksinya melebihi jumlah yang telah ditetapkan, pegawai menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasilkan. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu, yaitu jika pegawai dapat menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu, lebih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dan ketiga, berdasarkan perhitungan progresif, yaitu jika pegawai makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar, makin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap kelebihan produksi yang dihasilkannya. Bagi organisasi, bonus memiliki arti penting karena bonus mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Pemberian bonus kepada karyawan dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas kerja dan semangat kerja karyawan sehingga profitabilitas meningkat.
Namun Dallas (2002) mendeskripsikan bahwa ketika uang dan
22
mengakibatkan karyawan semakin berani melakukan perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Erickson et al. (2004) menyatakan bahwa struktur bonus dapat digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan tingkat kecurangan dan untuk meningkatkan kinerja atau kesadaran untuk mencapai kinerja.
Sistem bonus yang berlaku di PT Pos Indonesia (Persero) didasarkan pada sistem manajemen kinerja individu.
Sistem manajemen kinerja individu dimaksudkan untuk:
a. memberi kejelasan terhadap peran serta setiap karyawan di dalam memajukan perusahaan.
b. memberikan panduan yang jelas dan pasti terhadap tolok ukur prestasi kerja dari karyawan
c. memberikan kejelasan bagi karyawan terhadap karir dan imbal jasa/ remunerasi.
d. memberi kejelasan nilai prestasi kerja.
Penilaian karyawan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas pekerjaan. Penilaian tersebut dilakukan pembobotan dan selanjutnya dikonversikan ke dalam nilai angka. Bonus diberikan kepada karyawan setelah perusahaan memperoleh keuntungan pada periode tertentu. Namun dalam
pelaksanaannya pemberian bonus kepada karyawan diberlakukan sama misalnya diberikan 1 kali gaji atau 2 kali gaji dan sebagainya. Artinya nilai key
23
2.1.7 Penelitian Terdahulu
Berbagai peneitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi telah dilakukan sebelumnya diantaranya:
Nama
Is There a Link Between Executive Compantion Wilopo (2006) Analisis Faktor-faktor
yang berpengaruh
Perilaku tidak etis dan kecenderungan
24
kinerja organisasi. kecurangan akuntansi,
2.2 Kerangka Pemikiran
Teori agensi merupakan dasar hubungan kerjasama antara principal (pemegang saham) dan agent (manajer) dimana antara principal dan agent mempunyai kepentingan yang berbeda. Kedua belah pihak, principal dan agent diasumsikan bertindak secara rasional sesuai dengan kepentingan ekonomis masing. Keinginan untuk memaksimalkan manfaat ekonomi masing-masing akan menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest). Principal diasumsikan selalu ingin memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi sedangkan agent diasumsikan selalu mementingkan dirinya sendiri. Menurut Jensen & Meckling (1976) perbedaan tujuan antara principal dan agent tersebut
memungkinkan agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai pekerjaan dibanding principal dan principal tidak dapat mengukur output yang dihasilkan agent secara akurat.
25
Untuk meminimalisasi permasalahan agensi tersebut, maka dibuatlah kontrak-kontrak dalam perusahaan baik kontrak antara pemegang saham dengan manajernya maupun kontrak antara manajemen dengan karyawan, pemasok dan kreditur. Teori kontrak (contracting theory) menyatakan bahwa perusahaan merupakan sekumpulan kontrak-kontrak (nexus of contracts). Agent yang telah diberi wewenang mengelola perusahaan bertanggung jawab untuk
memaksimalkan keuntungan principal dan melaporkan tanggung jawabnya melalui media laporan keuangan. Dalam memonitor implementasi kontrak-kontrak tersebut perusahaan menerapkan pengendalian internal. Pengendalian internal merupakan bagian dari sistem proteksi terhadap kecurangan yang didisain untuk mencegah irregularitas dan upaya deteksi dini kecurangan (Silverstone, 2007). Coram et al.(2006) menjelasksn bahwa organisasi yang memiliki pengendalian internal yang baik akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi.
26
alternatif untuk menurunkan tingkat kecurangan dan untuk meningkatkan kinerja atau kesadaran untuk mencapai kinerja (Erickson et al., 2004)
2.3 Kerangka Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan singkat yang disimpulkan dari telaah pustaka serta merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Pada hipotesis ini akan dipaparkan pengaruh sistem pengendalian internal dan sistem bonus terhadap kecurangan akuntansi.
2.3.1 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Kecurangan Akuntansi
Sistem pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasaran yaitu: reliabilitas pelaporan keuangan, efisiensi dan efektivitas operasional, serta ketaatan pada hukum dan aturan (Arens, 2006). Secara ringkas pengendalian didisain untuk menghilangkan inefisiensi dan tindakan yang tidak wajar. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa sistem pengendalian internal yang tidak efektif akan membuat seseorang lebih mudah untuk melakukan tincakan kecurangan yang akan merugikan perusahaan dan mengganggu keberlangsungan perusahaan, sehingga tujuan dari perusahaan tidak tercapai.
AICPA (2003) menyatakan bahwa ada tiga alasan penyebab kecurangan (fraud triangle) yaitu peluang (opportunity), insentif dan tekanan (incentive and pressure), rasionalisasi dan sikap (rationalization and attitude). Peluang tersebut dapat diminimalisir dengan adanya pengendalian internal yang efektif.
27
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilopo (2006), Rahmawati (2012) yang menyatakan bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Dari penelitian terdahulun dapat dijelaskan bahwa kecurangan akuntansi umumnya dilakukan karena adanya kesempatan dan peluang yang muncul akibat lemahnya pengendalian internal di perusahaan. Sistem pengendalian internal yang lemah membuat seseorang tidak takut untuk melakukan tindakan yang merugikan perusahaan, karena tindakan mereka tidak terdeteksi oleh siapapun, sebaliknya jika semakin baik sistem pengendalian internal suatu perusahaan maka tindakan kecurangan akuntansi akan sulit dilakukan karena setiap kegiatan yang mereka lakukan telah dibatasi dan dikelola sebatas tanggung jawab mereka terhadap tugasnya, sehingga setiap kegiatan akan diawasi oleh Bagian lain, jika terjadi kecurangan, maka pihak lain akan mengetahuinya sehingga setiap orang yang memiliki niat melakukan kecurnagan dapat dicegah.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengajukan hipotesis;
H1 : Sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecurangan akuntansi.
Hal tersebut berarti bahwa semakin baik sistem pengendalian internal, maka semakin kecil kecurangan akuntansi.
2.3.2 Pengaruh Sistem Bonus terhadap Kecurangan Akuntansi
28
mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan dan mempertahankan karyawan. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan dalam teori keagenan bahwa pemberian
kompensasi yang memadai membuat agent (manajemen) akan bertindak sesuai dengan keinginan principal (pemegang saham) yaitu dengan memberikan informasi yang sebenarnya tentang keadaan perusahaan.
Begitu juga dengan pemberian bonus. Meskipun pemberian bonus didasarkan pada kinerja seseorang pada periode tertentu namun kesesuaian besaran bonus akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak baik pada saat sebelum pemberian bonus maupun sesudah pemberian bonus. Pada saat sebelum pemberian bonus karyawan akan berusaha melakukan upaya agar bonus yang diterima sesuai dengan harapan misalnya dengan cara melakukan manajemen laba. Bonus Plan Hyphotesis menyatakan bahwa jika bonus yang diberikan tergantung pada pendapatan bersih yang dilaporkan, maka kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut
Sedangkan setelah pemberian bonus, ketika karyawan menganggap bahwa bonus yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka karyawan
29
tersebut diatas bersifat manipulatif sehingga apabila tidak diawasi dengan baik akan menyebabkan kecurangan. Tindakan manipulatif ini terjadi apabila sistem bonus secara keseluruhan tidak berjalan dengan baik sehingga karyawan
merasakan ketidakadilan, sehingga bonus yang kecil seringkali dianggap tidak sesuai dengan kinerja yang dihasilkan. Artinya bonus yang kecil membuat karyawan masih berfikir untuk melakukan kecurangan, sedangkan apabila karyawan menerima bonus yang lebih besar maka karyawan menganggap bahwa mereka pantas untuk diberikan imbalan tersebut. Sehingga semakin kecil bonus yang diterima maka akan semakin tinggi kemungkinan karyawan melakukan kecurangan. Sebaliknya ketika karyawan merasa kebutuhan mereka terpenuhi dengan bonus yang mereka terima maka karyawan tersebut akan lebih termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik dan mereka merasa pekerjaannya dihargai oleh pihak perusahaan. Teori ini dibuktikan dengan penelitian Erickson et al. (2004), Fransiscus (2009) dan Thoyibatun (2012) yang menyatakan bahwa kefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, moralitas dan ketaatan akuntansi berpengaruh negatif terhadap kecurangan akuntansi.
Dari uraian diatas penulis mengajukan hipotesis:
H1 : Sistem bonus berpengaruh negatif terhadap kecurangan akuntansi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data dan Jenis Data
Jenis penelitian ini merupakan survey confirmatory research yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengkonfirmasi keberlakuan model yang didapat dari teori dan kajian penelitian terdahulu. Sumber data berasal dari pendapat dan persepsi karyawan PT Pos Indonesia (Persero) yang digali melalui kuesioner sehingga jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
3.2 Populasi dan Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah karyawan di 16 kantor pos di wilayah kerja area III Sumatera bagian selatan (Sumbagsel). Kantor Pos tersebut adalah Kantor Pos Palembang, Kantor Pos Baturaja, Kantor Pos Muaraenim, Kantor Pos Prabumulih, Kantor Pos Lubuklinggau, Kantor Pos Lahat, Kantor Pos Bandarlampung, Kantor Pos Metro, Kantor Pos Kotabumi, Kantor Pos Jambi, Kantor Pos Muarabungo, Kantor Pos Sungaipenuh, Kantor Pos Bengkulu, Kantor Pos Curup, Kantor Pos Pangkalpinang dan Kantor Pos Tanjungpandan.
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan dua tahap. Tahap pertama menggunakan cluster sampling untuk menentukan area sampling. Area sampling dibagi menjadi 11 sesuai dengan wilayah kerja / area PT Pos Indonesia (Persero) yaitu:
a. Area I meliputi Prop. Sumatera Utara dan NAD b. Area II meliputi Prop. Sumbar, Kepri, Riau
31
dan Sumsel
d. Area IV meliputi Prop. DKI Jakarta, Banten, Kab//Kota Bekasi, Bogor, Sawangan, Pondokgede, Cibinong dan Depok e. Area V meliputi Prop. Jawa Barat
f. Area VI meliputi Prop. Jawa Tengah dan DIY g. Area VII meliputi Prop. Jawa Timur
h. Area VIII meliputi Prop. Bali, NTT dan NTB
i. Area IX meliputi Prop. Kalbar, Kaltim, Kalteng dan Kalsel j. Area X meliputi Prop. Sulut, Sulteng, Sulsel, Sulbar, Sultra
k. Area XI meliputi Prop. Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat Area sampling ditentukan di Area III yang meliputi seluruh kantor pos di wilayah Lampung, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung dan Sumatera Selatan yang
berjumlah 16 Kantor Pos. Alasan pemilihan area sampling di Area III karena penulis berdomisili di Lampung dan pernah bertugas di Kantor Area III di Palembang, sehingga diharapkan dengan kemudahan akses tersebut, penulis mendapatkan informasi yang memadai untuk bahan penelitian. Selain itu diharapkan penulis memperoleh respon rate yang tinggi atas pendistribusian kuesioner.
32
Kesempatan untuk melakukan kecurangan yang dilakukan adalah:
a. Kepala kantor : Memberikan perintah kepada para supervisor di bawahnya untuk melakukan manipulasi atas suatu transaksi, mark up pengadaan barang, membuat tanda terima fiktif dsb.
b. Pelayanan : Melakukan manipulasi transaksi di loket c. Sumber Daya Manusia : Melakukan manipulasi atas penggajian,
pemotongan gaji karyawan dsb.
d. Teknik dan Sarana : Melakukan manipulasi/ penggelembungan nilai dalam pengadaan barang/jasa, membuat tanda terima fiktif.
e. Pemasaran : Melakukan manipulasi transaksi kiriman korporat (tidak mencatat dalam pencatatan akuntansi) sehingga pendapatan dari pelanggan digunakan untuk kepentingan pribadi.
f. Akuntansi : Bekerjasama dengan bagian lain dengan cara melakukan treatment pencatatan transaksi supaya kecurangan yang dilakukan tidak terdeteksi.
33
3.3 Kuesioner Penelitian
Kuesioner dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Thoyibatun (2012). Kuesioner yang didistribusikan untuk setiap kantor sebanyak 9 set kuesioner sehingga jumlah kuesioner untuk 16 kantor pos adalah sebanyak 144 kuesioner. Data hasil kuesioner diolah menggunakan program IBM SPSS Statistics versi 20.0.
Kuesioner dinyatakan valid dan reliabel apabila memiliki correlation value lebih dari 0,3 dan coefficient of reliability (Cronbach Alpha) lebih dari 0,6 (Sugiono, 2007)
Skala pengukuran kuesioner menggunakan 5 skala likert dimana jawaban setiap item instrument mempunyai gradasi mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), ragu (R), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Sebelum kuesioner didistribusikan, kuesioner telah dilakukan uji coba (pilot test) dilakukan terhadap karyawan Kantor Pos Bandung. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam lampiran 1.
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjad akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan akuntansi.
34
salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Selain itu kecurangan akuntansi juga dapat berupa salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU) di Indonesia.
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen atau varabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini adalah sistem pengendalian internal dan sistem bonus.
3.4.2.1 Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal merupakan suatu proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan perusahaan melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset perusahaan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan. Pengendalian internal juga merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengukur dan mengawasi sumber daya suatu organisasi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan dan untuk melindungi sumber daya organisasi tersebut.
Indikator dari variabel pada penelitian ini dikembangkan dari Internal Control Effectiveness dari The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commision (COSO)
3.4.2.2 Sistem Bonus
35
kaitannya dengan sistem kompensasi, sistem promosi, penentuan standar kerja dan lain lain. Bonus diberikan apabila kinerja suatu unit atau karyawan
melampaui dari target yang telah ditetapkan. Jika suatu perusahaan mempunyai perencanaan pemberian bonus yang memadai, hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku manajer karyawan dalam mencapai target kinerja (Luthan, 2002).
Erickson et al. (2004) menyatakan bahwa struktur bonus dapat digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan tingkat kecurangan dan untuk meningkatkan kinerja atau kesadaran untuk mencapai kinerja.
3.4.3 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel merupakan definisi yang diberikan kepada suatu konsep atau konstruk dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konsep atau konstruk tersebut (Nasir, 1999). Definisi operasional digunakan supaya variabel penelitian dapat diukur.
Definisi operasional dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: Tabel 2. Definisi Operasional Variabel
Variabel Indikator Nomor Pertanyaan
Kecurangan Akuntansi (Y) 1. Salah saji
2. Salah penerapan
3. Penggelapan aktiva
1-2 3-4 5
Sistem Pengendalian Internal (X1) 1. Lingkuangan Pengendalian
2. Penilaian Risiko
3. Informasi dan Komunikasi
4. Aktifitas Pengendalian
Sistem Bonus (X2) 1. Penerapan sistem penilaian kinerja
2. Dasar pemberian bonus
3. Dasar promosi jabatan
36
3.5 Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.5.1.1 Uji Validitas
Uji Validitas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali, 2006). Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas mengukur apakah pertanyaan dalam
kuesioner betul-betul mengukur apa yang hendak kita ukur. Korelasi antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk digunakan untuk mengukur validitas dalam penelitian ini.
3.5.1.2 Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Jika jawaban terhadap indikator-indikator acak, maka dapat dikatakan tidak reliabel. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.60 (Ghozali, 2006). Jika nilai Cronbach Alpha < 0.60 hal ini
menunjukkan ada beberapa responden yang tidak konsisten dan harus dibuang dari analisis.
3.5.2 Uji Hipotesis
Instrumen yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisi regresi berganda dengan bantuan prgram IBM SPSS Statistics versi 20.0
37
Adapun persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + ε
Keterangan :
Y = Kecurangan Akuntansi
α = Konstanta (tetap)
β1 β2 = Koefisien Regresi
X1 = Sistem Pengendalian Internal X2 = Sistem Bonus
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Statistik Deskriptif
4.1.1 Demografi Responden
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dari penyebaran kuesioner terhadap karyawan di kantor pos di Area III Sumatera bagian selatan. Kuesioner yang disebar setiap kantor sebanyak 9 kuesioner dan jumlah kantor yang berada di wilayah kerja Area III Sumbagsel berjumlah 16 kantor pos sehingga jumlah kuesioner adalah 144 kuesioner. Data yang memenuhi syarat dan dapat diolah sebesar 120 kuesioner atau 83.3% dari 144 kuesioner yang disebar.
Rincian kuesioner yang didistribusikan disajikan sebagai berikut. Tabel 3. Data Distribusi Kuesioner
Keterangan Jumlah Prosentase
Jumlah kuesioner yg disebar 144 100 %
Jumlah kuesioner yg tidak kembali 10 6,9 %
Jumlah kuesioner yg kembali 134 93,1 %
Jumlah kuesioner yg jawabannya tidak lengkap 14 9,7 %
Jumlah kuesioner yg dapat diolah 120 83,3 %
Sumber: Data diolah, 2014
Kuesioner yang diolah selanjutnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik responden yang dirinci sebagai berikut:
Tabel 4. Profil Responden
Karakteristik Jumlah Prosentase
39 Posisi saat ini / jabatan
Kepala kantor
Sumber Daya Manusia
Pemasaran
Akuntansi
Teknik dan Sarana
16 Sumber: Data diolah, 2014
Dari tabel 4 di atas menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih besar yaitu sebesar 76% sedangkan perempuan sebesar 24%. Umur responden paling banyak diantara > 30 – 40 tahun yaitu 37%, sedangkan untuk yang dibawah 30 tahun sebesar 32,5% dan diatas 40% sebesar 30,5%. Sebaran jabatan responden merata sesuai dengan komposisi jabatan dan sasaran sampel yaitu kepala kantor sebanyak 13.3%, supervisor sebanyak 66.7% dan staf sebanyak 20%. Tempat kerja
responden merata di semua divisi dengan prosentase terbanyak di bagian