DETERMINAN KETERLAMBATAN PENDERITA KANKER SERVIKS MENCARI PENGOBATAN KE RUMAH SAKIT UMUM
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013
TESIS
Oleh
ELKA HALIFAH 117032185/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Nama Mahasiswa : Elka Halifah Nomor Induk Mahasiswa : 117032185
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes)(dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)
Ketua Anggota
Dekan
Tanggal Lulus : 26 Agustus 2013
DETERMINAN KETERLAMBATAN PENDERITA KANKER SERVIK MENCARI PENGOBATAN KE RUMAH SAKIT UMUM
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELKA HALIFAH 117032185/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. dr. Ria Masniari, M.Si
PERNYATAAN
DETERMINAN KETERLAMBATAN PENDERITA KANKER SERVIK MENCARI PENGOBATAN KE RUMAH SAKIT UMUM
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2013 Elka Halifah
dari rahim yang menonjol kepuncak liang senggama (vagina), menyebar (metastasis)
ke organ-organ lain dan menyebabkan kematian
Tujuan penelitian untuk mengetahui determinan keterlambatan penderita kanker serviks mencari pengobatan ke rumah sakit umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian merupakan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh penderita kanker serviks yang dirawat di RSUZA Banda Aceh.Sampel sebanyak 60 orang dipilih dengan teknik Accidental Samplingmulai tanggal 24 Mei-25 Juni 2013.Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dengan tahapan analisis univariat, bivariat menggunakan uji chi-square, dan multivariat dengan regresi logistik berganda pada kemaknaan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan responden yang terlambat mencari pengobatan sebesar 65,0% yang tidak terlambat sebesar 35,0%. Ada pengaruh pengetahuan kurang baik, akses sulit dijangkau, persepsi negatif terhadap penyakit kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan. Variabel yang besar pengaruhnya adalah persepsi terhadap penyakit dengan nilai koefisien B = 3,865. Variabel pengetahuan, akses dan persepsi terhadap penyakit menjelaskan pengaruhnya terhadap keterlambatan mencari pengobatan sebesar 90%. Sedangkan sisanya 10% dipengaruhi faktor-faktor lain.
Disarankan kepada Pemerintah, Dinas Kesehatan, Yayasan Kanker Indonesia Provinsi NAD memberikan kemudahan akses pelayanan, sistem rujukkan, melakukan penyuluhan tentang kanker serviks, memberikan dukungan moril positif agar membentuk persepsi positif dalam mencegah keterlambatan mencari pengobatan. Meningkatkan gerakan deteksi dini (Papsmear) agar wanita yang sudah aktif dalam seksualitasnya untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan agar tidak terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan.
ABSTRACT
Cervical cancer is a type of cancer which ranks the first of whole incident of cancer in women. Cervical cancer can metastatic to other organs and can cause death.
The objective of the research was to know the determinants of lateness of cervical cancer patient in having treatment in Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh. The type of research was a survey with cross sectional design. The population were all patients of cervical cancer who were being under the treatment in RSUZA Banda Aceh and 60 of them were used as the samples using accidental sampling technique from May 24 to June 25, 2013. The data were collected by interview and analyzed by using univariat, bivariat analysis with chi square test, and multivariat analysis with multiple logistic regression test.
That 65.0% of the respondents were late in having treatment and 35.0% were not late. There were influence of poor knowledge, unreachable access, negative perception on the lateness in having treatment. The variables of knowledge, access, perception could explain their the lateness in having treatment of 90%, while the rest (10%) was influenced by other factors.
It is recommended that the local Government, Health Office and Indonesian Cancer Foundation in Nanggroe Aceh Darussalam Province provide convenience in service counseling in order to increase knowledge, be able to prevent the lateness in having treatment. The movement of early detection program (papsmear) need to be improved so that women sexually active are willing to examine themselves to the health service so that there will be no lateness in having treatment.
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penilis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis dengan judul “Determinan Keterlambatan Penderita
Kanker Serviks Mencari Pengobatan Ke Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh
2013”
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat
Kesehatan Reproduksi Universitas Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan terhadap
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program S2 Ilmu Kesehatan
5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh
perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan,
petunjuk, hingga selesainya penulisan tesis ini.
6. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan
waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya
penulisan tesis ini.
7. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K) dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku Tim
Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna
penyempurnaan tesis ini.
8. Kepala Direktur Utama RSU Zainoel Abidin Banda Aceh beserta jajarannya yang
telah berkenan memberikan izin melakukan penelitian sehingga tesis ini selesai.
9. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.
10. Orangtuaku tercinta Aziz Tambara dan Ibunda Halijah Pulungan serta
adik-adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan do’a pada penulis dalam
penyusunan tesis ini.
11. Teristimewa buat suami tercinta Redy Franata, ST beserta anak-anakku Muzaki
Ramadhan dan Muhammad Nakhla Khalif yang selalu memberi do’a, kasih
pendidikan, penelitian dan penyusunan tesis ini
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan dan
diucapkan terimakasih
Medan, September 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Elka Halifah berumur 29 tahun dilahirkan di Belawan
Sumatera Utara Medan.Penulis beragama Islam, anak pertama dari empat bersaudara
pasangan Aziz Tambara dan Halijah Pulungan, saat ini penulis telah menikah.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD
Negeri No.5, menamatkan sekolah lanjutan pertama di SMIP Swasta Kualasimpang
Kabupaten Aceh Tamiang, menamatkan sekolah lanjutan atas di SMU Negeri 2
Kejuruan Muda Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang, menamatkan Sarjana
Keperawatan di STIKes Deli Husada Delitua Sumatera Utara.Pada tahun 2011-2013
penulis menempuh pendidikan S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi
Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2007-2010, penulis bekerja sebagai staf pengajar di STIKes Deli
Husada Delitua. Tahun 2010-2012 bekerja di STIKes Bina Bangsa Kualasimpang.
Pada tahun 2013 sampai dengan sekarang menjadi staf pengajar di STIKes Harapan
Bangsa Darussalam Banda Aceh.
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Hipotesis ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Kanker Serviks ... 8
2.1.1 Defenisi Kanker Serviks ... 8
2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks ... 9
2.1.3 Tanda dan Gejala Kanker Serviks ... 10
2.1.4 Pencegahan Kanker Serviks ... 13
2.1.5 Deteksi Dini Pada Kanker Serviks ... 16
2.1.6 Stadium Kanker Serviks ... 17
2.1.7 Pengobatan Kanker Serviks ... 18
2.2 Keterlambatan Pengobatan ... 18
2.2.1 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan ... 25
2.2.2 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 26
2.3 Landasan Teori ... 29
2.4 Kerangka Konsep ... 31
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Desain Penelitian ... 31
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 31
3.2.2 Waktu Penelitian ... 31
3.3 Populasi dan Sampel ... 33
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.4.1 Data Primer ... 33
3.4.2 Data Sekunder ... 33
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 37
3.5.1 Variabel ... 37
3.5.2 Defenisi Operasional ... 37
3.6 Metode Pengukuran ... 37
3.7 Metode Analisis Data ... 39
3.7.1 Analisis Univariat ... 39
3.7.2 Analisis Bivariat ... 39
3.7.3 Analisis Multivariat ... 40
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin ... 41
4.2 Distribusi Karakteristik Responden ... 43
4.3 Analisis Univariat ... 45
4.3.1 Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 45
4.3.2 Pengetahuan ... 45
4.3.3 Akses ke RSUZA Banda Aceh... 48
4.3.4 Persepsi terhadap Penyakit... 49
4.4 Analisis Bivariat ... 51
4.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 51
4.4.2 Hubungan Akses ke RSUZA dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 52
4.4.3 Hubungan Persepsi Penyakit dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 53
4.5 Analisis Multivariat ... 54
BAB 5. PEMBAHASAN ... 57
5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Keterlambatan Mencari Pengobatan Ke RSUZA Banda Aceh ahun 2013 ... 57
5.2 Pengaruh Akses terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh Tahun 2013 ... 60
5.3 Pengaruh Persepsi Penyakit terhadap Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RRUZA Banda Aceh Tahun 2013 ... 63
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
6.1 Kesimpulan ... 66
6.2 Saran ... 66
2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks ... 20
3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan
terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 35
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Akses
terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 35
3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi
terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan ... 36
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penderita
Kanker Serviks ... 44
4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keterlambatan
Mencari Pengobatan ... 45
4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan ... 46
4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan ... 46
4.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Akses ke RSUZA
Banda Aceh ... 48
4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pertanyaan Akses ... 48
4.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Persepsi terhadap
Penyakit ... 49
4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi terhadap
Penyakit ... 50
4.9 Hubungan Pengetahuan dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks ... 52
4.10 Hubungan Akses dengan Keterlambatan Mencari Pengobatan
4.11 Hubungan Persepsi terhadap Penyakit dengan Keterlambatan
Mencari Pengobatan pada Penderita Kanker Serviks ... 53
2.2 Kerangka Teori ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner ... 72
2. Master Tabel ... 75
3. Analisis Univariat, Bivariat, dan Multivariat ... 76
4. Izin Penelitian ... 85
dari rahim yang menonjol kepuncak liang senggama (vagina), menyebar (metastasis)
ke organ-organ lain dan menyebabkan kematian
Tujuan penelitian untuk mengetahui determinan keterlambatan penderita kanker serviks mencari pengobatan ke rumah sakit umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian merupakan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh penderita kanker serviks yang dirawat di RSUZA Banda Aceh.Sampel sebanyak 60 orang dipilih dengan teknik Accidental Samplingmulai tanggal 24 Mei-25 Juni 2013.Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dengan tahapan analisis univariat, bivariat menggunakan uji chi-square, dan multivariat dengan regresi logistik berganda pada kemaknaan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan responden yang terlambat mencari pengobatan sebesar 65,0% yang tidak terlambat sebesar 35,0%. Ada pengaruh pengetahuan kurang baik, akses sulit dijangkau, persepsi negatif terhadap penyakit kanker serviks terhadap keterlambatan mencari pengobatan. Variabel yang besar pengaruhnya adalah persepsi terhadap penyakit dengan nilai koefisien B = 3,865. Variabel pengetahuan, akses dan persepsi terhadap penyakit menjelaskan pengaruhnya terhadap keterlambatan mencari pengobatan sebesar 90%. Sedangkan sisanya 10% dipengaruhi faktor-faktor lain.
Disarankan kepada Pemerintah, Dinas Kesehatan, Yayasan Kanker Indonesia Provinsi NAD memberikan kemudahan akses pelayanan, sistem rujukkan, melakukan penyuluhan tentang kanker serviks, memberikan dukungan moril positif agar membentuk persepsi positif dalam mencegah keterlambatan mencari pengobatan. Meningkatkan gerakan deteksi dini (Papsmear) agar wanita yang sudah aktif dalam seksualitasnya untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan agar tidak terjadi keterlambatan dalam mencari pengobatan.
ABSTRACT
Cervical cancer is a type of cancer which ranks the first of whole incident of cancer in women. Cervical cancer can metastatic to other organs and can cause death.
The objective of the research was to know the determinants of lateness of cervical cancer patient in having treatment in Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh. The type of research was a survey with cross sectional design. The population were all patients of cervical cancer who were being under the treatment in RSUZA Banda Aceh and 60 of them were used as the samples using accidental sampling technique from May 24 to June 25, 2013. The data were collected by interview and analyzed by using univariat, bivariat analysis with chi square test, and multivariat analysis with multiple logistic regression test.
That 65.0% of the respondents were late in having treatment and 35.0% were not late. There were influence of poor knowledge, unreachable access, negative perception on the lateness in having treatment. The variables of knowledge, access, perception could explain their the lateness in having treatment of 90%, while the rest (10%) was influenced by other factors.
It is recommended that the local Government, Health Office and Indonesian Cancer Foundation in Nanggroe Aceh Darussalam Province provide convenience in service counseling in order to increase knowledge, be able to prevent the lateness in having treatment. The movement of early detection program (papsmear) need to be improved so that women sexually active are willing to examine themselves to the health service so that there will be no lateness in having treatment.
1.1 Latar Belakang
Masalah yang terdapat dalam kesehatan reproduksi salah satunya terjadi pada
sistem organ reproduksi.Kanker reproduksi meliputi kanker alat kelamin perempuan,
kanker payudara, kanker indung telur, kanker rahim dan kanker leher rahim.Istilah
kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi
dikalangan masyarakat, tetapi ada juga kalangan masyarakat yang masih sangat asing
tentang kesehatan reproduksi terutama masalah serviks (Kanker serviks) (Riska,
2011).
Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari
kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita.
Karena HPV (Human Papiloma Virus) yang merupakan faktor etiologi.Kanker
serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim,
khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar permukaan
serviks.(Andrijono, 2003).
World Health Organization (WHO) (2012), mencatat penyakit kanker serviks
menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker penyebab kematian
perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahunnya terdeteksi lebih dari 15.000 kasus
kanker serviks. Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian, Indonesia
serviks muncul seperti musuh dalam selimut.Sehingga terdeteksi penyakit telah
mencapai stadium lanjut.
Angka kejadian kanker serviks setiap tahun sekitar 470.000 wanita
terdiagnosis di seluruh dunia. Meskipun progam screening sudah dicanangkan namun
sekitar 20 persen kejadian kanker serviks tidak terdeteksi, terutama adenokarsinoma
serviks, yang lebih sulit untuk dideteksi melalui metode-metode screening yang telah
ada. Jumlah penderita kanker di Indonesia memiliki jumlah yang sangat signifikan,
kanker serviks merupakan kanker yang paling umum menimpa wanita. Pada tahun
2007 menyebutkan angka yang lebih hebat, 500.000 perempuan terdeteksi telah
mengidap kanker serviks setiap tahun, dan separuhnya meninggal akibat kanker
tersebut. Sebanyak 70% pasien kanker serviks di rumah sakit datang sudah dalam
keadaan stadium lanjut.Inilah yang membuat angka harapan hidup mereka dibawah
50% ketika memasuki perawatan rumah sakit.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) (2002) kebanyakan
pasien datang sudah dalam stadium lanjut (II-IV) mencapai 80% dengan rincian.
Stadium 1 (19,1%), stadium II (32%), stadium III (40,7%) stadium IV (7,4%).
Sedangkan angka harapan hidup 5 tahun (5 year survical rate) makin rendah dengan
makin tingginya stadium. FIGO pada tahun 1988 melaporkan angka harapan hidup 5
tahun untuk masing-masing untuk stadium I (75,7%), stadium II (54,6%), stadium III
(30,6%) dan stadium IV (7,3%) (Tjokronegoro, 2002).
Penyebab kanker serviks belum diketahui secara pasti.Akan tetapi, sekitar
95% kanker serviks diduga terjadi karena sejenis virus, yaitu HPV.Virus ini dapat
menular melalui hubungan seksual.Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
terjadinya kanker serviks diantaranya sering berganti pasangan hubungan seksual,
berhubungan seksual diusia muda, kehamilan berulang (sering melahirkan) dan
infeksi virus pada serviks (Setiati, 2009).
Tentunya ada banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam mencari
pengobatan kanker serviks sehingga terlambat didiagnosis, diantara adalah karena
pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker serviks masih
rendah, kemampuan petugas kesehatan dalam menyampaikan informasi pencegahan
dini kanker serviks yang belum merata, faktor sosial ekonomi sehingga masyarakat
enggan untuk kepelayanan kesehatan karena takut pada biaya pengobatan yang
mahal, akses yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan, adanya rasa takut pada
penderita sehingga enggan untuk melakukan pemeriksaan secara dini. Kanker serviks
pada gejala dini belum menunjukkan gejala yang khas, sehingga banyak perempuan
Indonesia belum mengetahui dirinya kanker serviks (Dewi, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Sabareta (2011) di Gondang Wetan Kecamatan
Gondang Wetan Kabupaten Pasuruan, didapat 6% responden mempunyai
pengetahuan yang baik tentang pencegahan kanker serviks , 23% cukup, 71% kurang.
Tingginya angka penderita kanker serviks disebabkan karena kurangnya pengetahuan
menyadari dan melakukan pengobatan ketika sel kankernya sudah menyebar dan
mencapai stadium akut.
Menurut hasil penelitian RSU Dr. Soetomo (2008) di Surabaya, frekuensi
pada penderita yang memiliki kebutuhan lain lebih penting dari pada memeriksakan
kelainan pada rahimnya sebesar (18,1%) dan frekuensi penderita yang tidak memiliki
kebutuhan lain lebih utama dari pada memeriksakan kelainan pada rahimnya
(81,9%). Terlambat dalam memeriksakan diri kepelayanan kesehatan sebagian besar
(74,5%) memiliki rasa takut, sedangkan pada kelompok penderita yang tidak
terlambat dalam memeriksakan diri kepelayanan kesehatan, sebanyak (46,8%) yang
memiliki rasa takut (Dewi, 2008)
Penelitian Nuranna (2009) di Banda Aceh menunjukkan, kanker serviks masih
menjadi penyebab kematian utama bagi wanita usia reproduksi saat ini di Indonesia.
Kanker serviks yang mencapai 34 % keganasan pada wanita dan menjadi penyebab
kematian wanita usia reproduksi yang menjadi masalah sekarang, ia menyebutkan
sekitar 70 % dari kasus tersebut datang ke dokter saat stadium lanjut sehingga angka
keberhasilan kesembuhan menjadi kurang.
Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) adalah rumah sakit kelas A
dan pusat rujukan untuk seluruh daerah propinsi NAD. Menurut Wakil Direktur
Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin (RSUZA), setiap hari diantaranya 20 sampai
25 kasus atau satu diantaranya meninggal dunia per hari dan terdiagnosa pada
stadium III sampai IV. Yang menjadi masalah sekarang adalah cakupan skrining
80%. Saat ini banyak cara untuk deteksi awal, seperti “Papsmear test” dan inspeksi
dengan usapan asam asetat. Cara deteksi awal ini mempunyai sensivitas yang tinggi.
Dari hasil wawancara awal terhadap 10 orang pasien kanker serviks yang
datang dengan stadium lanjut diperoleh informasi bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan keterlambatan pasien tersebut datang untuk berobat. Ada 7 orang
penderita kanker serviks yang pernah merasakan duduk di bangku kuliah mempunyai
tingkat pengetahuan buruk tentang tanda gejala dan pencegahan kanker serviks,
mencari pengobatan pada tokoh agama yang biasa dipanggil dengan sebutan tuan
Syeh dan pak Teungku. Dan yang mengganggap bahwa penyakitnya ini merupakan
gejala biasa bukan menunjukkan gejala yang khas penderita kanker serviks sebanyak
6 orang belum mengetahui dirinya terkena kanker serviks. Ada juga penderita yang
datang terlambat ke rumah sakit dan mengatakan rasa tidak takut terhadap
penyakitnya meskipun keluhan atau gejala awal sudah dirasakan setahun yang lalu
sebanyak 7 orang.Sedangkan 6 orang penderita yang mengganggap besarnya biaya
dan jauhnya jarak tempuh dalam mencari pengobatan kanker serviks menjadi
alasannya. Sebanyak 9 orang penderita kanker serviks yang berdomisili di Kota
Banda Aceh enggan melakukan deteksi dini kanker serviks (Pap smear), sehingga
awal datang berobat sudah terdeteksi menderita kanker serviks stadium lanjut.
Demikian juga, berdasarkan data yang didapat mengenai kanker serviks dari
Instalasi Rekam Medik dan Ruang Seureune III RSUZA Banda Aceh menunjukan
persentase penderita yang datang pertama kali untuk berobat pada stadium lanjut
penderita yang datang kepoliklinik dan dirawat inap di RSUZA bulan Januari 2011 –
September 2012. Rentang umur antara berumur 25-64 tahun adalah berasal dari kota
Banda Aceh sebanyak 18 orang sedangkan 22 orang lainnya berasal dari luar kota
Banda Aceh yaitu berasal dari Aceh Utara, Aceh Barat, Aceh Tengah, Sabang, Aceh
Pidie, dan Simeulu. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu penelitian untuk
mengetahui determinan keterlambatan wanita penderita kanker serviks mencari
pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.
1.2 Perumusan Masalah
Banyaknya penderita kanker serviks datang ke RSUZA Banda Aceh sudah
dalam stadium lanjut dan belum diketahui determinan keterlambatan tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui determinan keterlambatan wanita penderita kanker serviks
mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.
1.4 Hipotesis
1. Ada pengaruh pengetahuan penderita kanker serviks terhadap keterlambatan
mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh
2. Ada pengaruh akses penderita kanker serviks terhadap keterlambatan mencari
pengobatan ke RSUZA Banda Aceh
3. Ada pengaruh persepsi keparahan penyakit penderita kanker serviks terhadap
keterlambatan mencari pengobatan ke RSUZA Banda Aceh.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh sehingga dapat
melakukan intervensi agar tidak terjadi keterlambatan pengobatan kanker
serviks pada wanita
2. Sebagai informasi bagi Yayasan Kanker Indonesia (YKI) di Banda Aceh
sehinga dapat melakukan intervensi agar tidak terjadi keterlambatan
pengobatan kanker serviks
3. Sebagai bahan informasi bagi RSUZA Banda Aceh untuk dapat meningkatkan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Serviks
2.1.1 Definisi Kanker Serviks
Serviks adalah penjaga gerbang antara dunia rahim dan dunia luar.Sebagian
leher rahim yang kaku, serviks dan ligamennya menyokong rahim.Lubang
ditengahnya membuat darah menstruasi keluar dan sperma masuk.Jalan ini dilapisi
oleh sel pembuat secret, yang membantu menciptakan keadaan lembap alami di
vagina. Dan saluran yang sangat langsing inilah yang akan membesar sampai cukup
lebar untuk melahirkan bayi (Carol, 2006)
Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah kegananasan yang terjadi pada
leher rahim (serviks) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol
kepuncak liang senggama (vagina) yang dapat menyebar (metastasis) ke organ-organ
lain dan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007)
Virus karsinogenik di serviks adalah HPV (human papiloma virus) terdapat di
cairan semen dan pada permukaan genital, dan ditularkan lewat hubungan seks yang
tidak terlindungi.Dibutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan dari saat terpapar HPV
sampai dapat dideteksi.Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu perubahan dari
sel leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian membelah diri tanpa
terkendali.Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul menjadi tumor. Tumor
(Rasjidi, 2007). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks
adalah kanker yang terjadi pada leher rahim dengan hiperplasia sel jaringan sekitar
sampai menjadi sel yang membesar, menjadi borok atau luka yang mengeluarkan
cairan yang berbau busuk.
2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks
Ada beberapa faktor yang memicu munculnya kanker. Menurut Samadi
(2009), faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain :
1. Perempuan dengan mitra seksual multipel atau suami risiko tinggi, yaitu suami
yang mempunyai mitra seksual yang multipel juga.
2. Aktivitas seksual dini. Wanita dengan aktivitas seksual dini, misalnya sebelum
usia 16 tahun, mempunyai risiko lebih tinggi karena pada usia itu terkadang
epitel atau lapisan dinding vagina dan serviks belum terbentuk sempurna. Hal ini
bisa terjadi karena belum sempurnanya keseimbangan hormonal sehingga lapisan
terluar dari lapisan epitel (epitel superfisialis) vagina belum terbentuk sempurna.
Hal ini menyebabkan mudahnya terjadi lesi atau luka mikro di vagina atau
serviks sehingga gampang pula terjadi infeksi, termasuk infeksi oleh virus HPV,
penyebab kanker servik
3. Suami yang tidak disirkumsisi. Telah diketahui bahwa frekuensi kanker serviks
pada wanita Yahudi jauh lebih rendah dibandingkan dengan wanita kulit putih
lainnya. Mereka menyangka bahwa persetubuhan dengan laki-laki yang tidak
disirkumsisi lebih banyak menyebabkan kenker serviks karena hygiene penis
4. Perempuan yang merokok. Perempuan perokok mempunyai risiko lebih tinggi
untuk menderita kanker serviks dari pada perempuan yang tidak merokok
5. Frekuensi persalinan. Perempuan yang sering melahirkan memiliki risiko
menderita kanker serviks lebih tinggi. Begitu pula dengan perempuan yang
kehamilan pertamanya cepat.
6. Tingkat sosial ekonomi yang rendah. Perempuan dengan tingkat ekonomi yang
rendah mempunyai risiko lebih tinggi menderita kanker serviks daripada
perempuan dengan tingkat sosial ekonomi menenggah atau tinggi. Hal ini
berkaitan dengan asupan gizi serta status imunitas.
7. Pengguna obat imunosupresan/penekan kekebalan tubuh, misalnya pasca
transplantasi organ, termasuk kelompok risiko tinggi terkena kanker serviks
8. Riwayat terpapar infeksi menular seksual (IMS) juga meningkatkan risiko
terkena kanker serviks. Hal ini karena HPV bisa ikut tertularkan bersamaan
dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin.
2.1.3 Tanda dan Gejala Kanker Serviks
Awal gejala atau stadium awal kanker serviks memang sulit terdeteksi.Pada
tahap prakanker atau dysplasia sampai dengan stadium I, tidak ada keluhan yang
dirasakan oleh penderita.Namun, menginjak stadium IA-IIIB, keluhan muncul,
misalnya keluar darah sewaktu berhubungan seks. Sedangkan pada stadium IVB, sel
kanker biasanya mudah menjalar keotak dan paru-paru sehingga nyawa sipenderita
semakin sulit untuk diselamatkan (Dalimarta, 2004)
Keputihan yang berulang dan nyeri pinggang belum tentu penyakit batu
ginjal. Ada kemungkinan lain yaitu kanker serviks. Pada 95% lesi prakanker tidak
terdapat gejala, hanya berupa rasa kering di vagina, keputihan yang berulang dan
tidak sembuh-sembuh walau sudah diobati. Menurut (Sarjadi, 1998) gejala klinis jika
sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa stadium kanker
serviks yaitu sebagai berikut:
1. Gejala awal
a. Perdarahan per vagina, berupa perdarahan pascasenggamaatau
perdarahan spontan diluar masa haid. Perdararahan pascasenggama
bisa terjadi bukan disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan
karena iritasi atau mikro lesi atau luka-luka kecil di vagina saat
bersenggama. Serviks yang normal konsistensinya kenyal dan
permukaannya licin. Adapun serviks yang sudah berubah menjadi
kanker bersifat rapuh, mudah berdarah dan diameternya membesar.
Serviks yang rapuh tersebut akan mudah berdarah pada saat aktivitas
seksual sehingga terjadi perdarahan pascasenggama. Oleh karena itu,
apapun bentuk perdarahan pascasenggama sudah sehusnya
diperiksakan untuk melihat adanya tanda-tanda kanker serviks.
b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun sudah
diobati. Keputihan biasanya berbau, gatal dan panas. Cairan yang
keluar dari lesi prakanker ditambah infeksi oleh kuman, bakteri
terjadi menjelang haid, lender jernih, tidak berbau dan tidak gatal.
Keputihan yang wajar bisa terjadi pada semua wanita disebabkan
karena kelembapan serta kebersihan yang kurang pada daerah
kewanitaan. Keputihan yang harus diwaspadai adalah keputihan terjadi
bersamaan dengan penyakit kelamin, misalnya Gonorea (kencing
bernanah) dan Sifilis, karena virus HPV bisa ditularkan bersamaan
dengan kuman penyebab penyakit kelamin tersebut.
2. Gejala lanjut: cairan keluar dari liangvagina berbau tidak sedap, nyeri
(panggul, pinggang dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri dikandung
kemih dan rectum/ anus. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker
tersebut mendekat/ mendesak ataupun menginvasi organ disekitarnya.
3. Kanker telah menyebar/ metastasis: timbul gejala sesuai dengan organ
yang terkena, misalnya penyebaran diparu-paru, hati, dan tulang.
4. Kambuh/ residif: terjadi pembengkakan pada tungkai satu sisi, nyeri
panggul menyalar ke tungkai dan gejala pembantuan pada saluran kemih
(obstruksi ureter).
Menurut Andrijono (2003), kelainan prakanker sering kali tanpa gejala.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala seperti:
1. Keputihan (lekore)
2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang
abnormal
3. Perdarahan antara haid atau setelah masa menopause
4. Rasa berat dibagian perut bawah
5. Rasa kering di vagina
6. Bila kanker sudah masuk dalam stadium invasif, keluar cairan berwarna
kekuning-kuningan, berbau, dan dapat bercampur dengan darah
7. Timbul gejala kekurangan darah (anemia) bila terjadi perdarahan kronis, misalnya
pucat, lesu, mudah lelah, mengantuk, berdebar dan sebagainya.
8. Timbul nyeri di tempat-tempat lain bila sudah terjadi penyebaran (metastasis)
9. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus karena kurang gizi, edema kaki, iritasi
kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuk fistel
vesikovaginal atau rektrovaginal
2.1.4 Pencegahan Kanker Serviks
Menurut Yatim (2005), upaya pencegahan yang paling utama adalah
menghindarkan diri dari faktor risiko seperti:
1. Pengunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit
infeksi menular seksual.
2. Berhubungan seksual pada waktunya. Organ kelamin wanita mengalami
perkembangan terus-menerus sejak anak-anak hingga remaja akhir. Para ahli
kandungan menyatakan usia aman bagi wanita untuk berhubungan seksual adalah
mulai usia 20 tahun. Sebelum usia tersebut, alat kelamin dan mental wanita
mungkin belum matang. Bagi wanita, berhubungan seksual pada usia dini dapat
mengakibatkan iritasi dan infeksi akibat ketidaksiapan fisik dan mental serta
usia terlambat dan melakukan hubungan seksual pertama pada usia diatas 35
tahun juga kurang dianjurkan. Bahkan wanita yang tidak menikah dan tidak
berhubungan seksual sekalipun dapat berisiko terkena kanker rahim.
3. Menghindari merokok, kandungan nikotin dalam rokokpun dapat mengakibatkan
kanker serviks. Kemudian asap rokok menghasilkan senyawa berbahaya, yaitu
Polycyclic aromatic Hydrocarbon heterocyclic nitrosamines yang sangat
berbahaya bagi sel-sel normal. Pencegahan dari senyawa ini dapat menganggu
susunan senyawa DNA dan mengubah informasi serta prosedur pembelahan sel
hingga tak terkontrol. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk
mengidap kanker serviks daripada yang tidak merokok.
4. Menghindari mencuci vagina dengan antiseptic tidak dilakukan secara rutin,
kecuali bila ada indikasi infeksi yang membutuhkan pencucian dengan antiseptik.
Obat tersebut dapat membunuh kuman, termasuk Baccillusdoderlen divagina.
5. Jangan pernah menaburi talk pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan,
dikhawatirkan serbuk talk tersebut akan terserap masuk kedalam vagina dan
lama-kelamaan berkumpul kemudian mengendap menjadi benda asing yang bisa
berubah menjadi sel kanker.
6. Diet rendah lemak, diketahui bahwa timbulnya kanker berkaitan erat dengan pola
makan, lemak memproduksi hormone esterogen dan mudah berubah menjadi
kanker.makanan berlemak tinggi, daging yang dipanggang dengan api, serta
daging asap dan goring berpotensi menyisakan zat karsinogenik serta radikal
kanker, makanlah makanan sehat. Belum tentu makanan sehat tidak enak di
lidah. Banyak sekali makanan yang sehat tidak kalah citra rasanya.
7. Memenuhi kecukupan gizi tubuh terutama, betakaroten, vitamin C, dan asam
folat. Ketiga zat ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa kanker serviks.
Oleh karena itu, rajinlah mengkonsumsi wortel, buah– buahan yang mengandung
vitamin C dan makanan hasil laut.
8. Hubungan seks terlalu dini, idealnya hubungan seks dilakukan setelah perempuan
benar-benar matang. Ukuran pematangan bukan hanya dilihat dari datangnya
menstruasi, tetapi juga bergantung pada pematangan sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh, Sel-sel mukosa akan matang
setelah perempuan berusia 20 tahun keatas, maka hendaknya perempuan yang
berumur dibawah 16 tahun tidak melakukan hubungan seksual, meskipun sudah
menikah.
9. Menghindari berganti-ganti pasangan karena berisiko kemungkinan tertularnya
penyakit kelamin semakin besar. Risiko munculkan infeksi dan penularan virus
HPV semakin besar seiring meningkatnya frekuensi seseorang melakukan
hubungan seksual berganti-ganti pasangan. Kebanyakan orang hanya
menghubungkan risiko hubungan seksual dengan AIDS, sementarea penggunaan
kondom untuk mencegah AIDS tidak cukup kuat bagi pencegahan virus HPV.
HPV dapat menular melalui oral seks. Oleh karenanya, menjaga frekuensi
hubungan seksual dan memantapkan diri berkomitmen pada satu pasangan hidup
10. Melakukan pemeriksaan rutin. Pahamilah bahwa sel kanker adalah sel berbahaya
yang berkembang dengan sangat lembut namun pasti. Membutuhkan waktu
15-20 tahun untuk menunjukkan gejala gangguan yang terasa.
11. Melakukan vaksinasi HPV telah ditemukan banyak sekali vaksin anti HPV.
Vaksinasi ini bisa dilakukan sejak seorang wanita berusia 9 tahun, dan belum
terlambat dilakukan bagi wanita berusia 55 tahun.
2.1.5 Deteksi Dini pada Kanker Serviks
Metode pemeriksaan deteksi dini yang ditemukan oleh para ahli yang mampu
mendeteksi adanya kelainan pada leher rahim merupakan lompatan raksasa dibidang
ilmu kedokteran, karena tingkat penyembuhan dan penanggulangan kanker serviks
telah mencapai 80%. Menurut Elizabeth (2001), adapun cara metode-metode dalam
mendeteksi dini pada kanker serviks antara lain yaitu:
• Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks, test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
• Biopsy ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan punch biopsy yang tidak memerlukan anastesi dan teknik cone biopsy
yang mengunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yang
Hasil biopsyakan memperjelas apakah yang akan terjadi itu kanker invasif atau
hanya tumor saja.
• Insfeksi Visual Asam Asetat (IVA) test merupakan alternatif skrining untuk kanker serviks. Test sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga
kesehatan dokter genekologi, bidan praktek dll. Prosedur pelaksanaannya sangat
sederhana, permukaan leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak
bercak-bercak putih pada permukaan kanker serviks yang tidak normal.
• Test servik dengan koloskopi teknik ini akan menghasilkan informasi lebih valid. Test koloskopi umumnya dilakukan pada penderita yang telah mengalami
beberapa gejala, dan dokter sudah memiliki dugaan kearah potensi kanker rahim.
Koloskopi adalah sebuah teknik pemeriksaan mengunakan mikro kamera dari
serat optik yang dimasukkan kemulut vagina untuk mengambil gambar mulut
rahim hingga. Alat ini mampu memperbesar gambar hingga 40 kali lebih besar.
Koloskopy ini mampu memberikan informasi mengenai :
- Pola abnormalitas pembuluh darah
- Bercak putih pada serviks
- Peradangan
- Pengerutan jaringan serviks
2.1.6 Stadium Kanker Serviks
Penentuan stadium kanker serviks dan harus dilakukan sebelum terapi dimulai
penentuan diagnosis akan berimbas pada tidak akuratnya pilihan terapi yang akan
dilakukan dan prediksi respon terapi serta risiko kekambuhannya.
Pada kanker serviks, sebagaimana kanker yang lain, makin tinggi stadium,
makin rendah tingkat kesembuhannya. Tingkat kekambuhan juga akan meningkat
serta ada peluang menimbulkan banyak keluhan serta biaya pengobatan yang besar.
Inilah salah satu aspek, begitu pentingnya deteksi dini. Menurut (Benson, 2001)
adapun tingkat perkembangan kanker serviks adalah:
a. Lesi Prakanker
Lesi berarti kelainan dimana tahap paling awal dari pertumbuhan sel kanker
adalah lesi skuamosa intraepitel.tahap ini berupa kelainan awal dari sel skuamosa
(dinding celah mulut rahim), namun baru sebatas di permukaan skuamosa dan dalam
area yang sangat kecil. Kelainan sel ini masih sulit dideteksi dan belum menunjukan
gejala apapun yang dirasakan penderita.
Lesi intra epitel ini dapat hilang oleh system kekebalan tubuh, namun dapat juga
berkembang terus-menerus meski sangat lambat.Perkembangan selanjutnya disebut
sebagai displasia ringan atau neoplasia intraepitel servical 1 (NIS 1). NIS 1
menunjukan ketidaknormalan yang lebih jelas disbanding sel normal. Umumnya NIS
1 ditemukan pada wanita usia 25-35 tahun. NIS 1, berkembang selanjutnya adalah
NIS 2 atau disebut juga displasia sedang, dan selanjutnya menjadi NIS 3 atau
dysplasiaberat. Pada tahap ini sel prakanker telah mengumpal lebih besar dan disebut
masuk ke lapisan jaringan serviks lebih dalam, namun semuanya masih berada di area
serviks.
b. Karsinoma Serviks Uteri
Karsinoma serviks uteri merupakan kelanjutan dari lesi prakanker serviks
dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat. Kenyataan menunjukkan bahwa
usia terjadi karsinoma serviks uteri yang semakin muda, dapat dikaitkan dengan
faktor sosial dan epidemiologi terjadinya lesi prakanker. Untuk dapat menegakkan
diagnosis dini, diperlukan skrining masal masyarakat dan dibutuhkan uji laboratorium
yang teliti dan memadai untuk menentukan stadium kanker serviks.
Stadium kanker serviks didasarankan atas pemeriksaan klinis.Oleh karena itu,
pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose/pembiusan.Stadium
klinis tidak berubah jika kemudian ada penemuan baru.Penemuan paska bedah
dicatat, tetapi tidak mengubah stadium yang ditetapkan prabedah.Klasifikasi stadium
kanker serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecologic and
Gynecology). Pembagian stadium ini yang digunakan oleh UICC ( International
Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Stadium Tanda – tanda
0 Karsinoma in situ, yaitu kanker yang masih terbatas pada lapisan Epitel mulut rahim yang belum punya potensi menyebar ketempat atau organ lain
I Terbatas di uterus
IA Diagnosis hanya dengan mikroskop (penyebaran horizontall ≤ 7mm) IA1 Kedalaman invasi ≤ 3 mm
IA2 Kedalaman invasi > 3 mm dan ≤ 5 mm
IB Terlihat secara klinik dan terbatas diserviks atau secara mikroskopik > IA2
IB1 Besar lsi/ tumor/ benjolan ≤ 4 cm IB2 Besar lsi/ tumor/ benjolan > 4 cm
II Invasi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina
IIA Tanpa invasi keparametrium/ jaringan kesamping uterus IIB Invasi keparametrium
III Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau timbul hidronefrosis/ bendungan ginjal
IIIA Invasi pada 1/3 bagian bawah vagina IIIB Dinding panggul atau hidronefrosis
IVA Invasi mukosa kandung kemih/ rectum atau meluas keluar panggul Kecil
IVB Metastasis jauh
Sumber: Samadi, 2010
Berdasarkan stadium kliniknya, maka prognosis penderita karsinoma serviks
adalah sebagai berikut : stadium 0 : penyembuhan 100%, stadium I: penyembuhan
63,7%, stadium II: penyembuhan 53,5%, stadium III: penyembuhan 24,2%, stadium
IV: penyembuhan 6,7%. Makin tinggi stadium klinik makin jelek
prognosisnya.Untuk itu program-program pencegahan kanker tingkat I dan II harus
ditingkatkan. Termasuk dalam pencegahan tingkat I ialah penerangan kepada
digunakan sebagai alat untuk menilai kondisi wanita, terutama dalam upaya
menemukan kondisi in situ (lesi prakanker) (Sarjadi, 1995)
2.1.8 Pengobatan Kanker Serviks
Pengobatan kanker sangat bervariasi, bergantung pada tahap stadium pada
saat penangananya.Perlu ditekankan kepada setiap orang bahwa penanganan kanker
tidak selalu harus berakhir diujung pisau bedah atau sinar laser yang menyakitkan,
serta serangkaian kemoterapi yang juga tidak ringan dirasakan. Berikut beberapa
uraian singkat mengenai langkah-langkah pengobatan yang lazim dilakukan untuk
melawan kanker serviks (Nurcahyo,2010).
1. Vaksinasi
Vaksin diberikan sebagai pencegahan kanker.Namun pada tahap lesi pra
kanker terutama pada dysplasia ringan dan sedang, vaksin dapat diberikan sebagai
upaya membantu pertahanan tubuh dan membasmi infeksi HPV yang sudah mulai
terjadi.
2. Radiografi
Radioterapi atau penyinaran adalah pengobatan dengan mengunakan sinar ion
dari jenis sinar X, sinar Gamma, atau gelombang panas (Hipertermia) yang
ditembakkan kesel-sel kanker.Metode ini dianggap cukup akurat dan aman.
Menurut Nurcahyo (2010), radioterapi memiliki beberapa efek samping bagi
pengidap kanker serviks yang mengunakan metode ini yaitu:
- Rasa lelah luar biasa sampai sekitar satu minggu setelah penyinaran biasanya
- Kerontokkan rambut ke area yang disinari
Kulit memerah dan gatal, kulit menjadi gelap, area kulit yang disinari harus
mendapat udara cukup namun terlindung dari sinar matahari langsung.
Kulit menjadi kurang lentur, hal ini juga akan dapat dialami vagina jika kurang
mendapatkan penyinaran oleh karenanya, setelah dilakukan penyinaran pasien
tidak boleh berhubungan seksual selama beberapa waktu tertentu keluhan diare
dan sering buang air kecil.
3. Konisasi
Konisasi adalah semacam operasi, namun tidak seperti operasi besar, hanya
menggangkat jaringan selaput lendir serviks. Konisasi dilakukan apabila hasil
Sitologi meragukan, konisasi dilakukan mengunakan pisau bedah khusus. Sesudah
konisasi biasanya akan dilakukan kuretase.
4. Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim. Biasanya histerektomi
dihindari oleh pengidap kanker yang masih berusia muda, sebab setelah menjalani
histerektomi ia tidak bisa lagi mengandung, juga dapat membawa risiko berupa rasa
sakit dan menopause dini bagi yang menjalaninya. Biasanya hal ini dilakukan sebagai
pilihan terakhir.
5. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan kanker mengunakan obat-obatan dosis tinggi
yang telah dirancang untuk aktif bekerja didalam sel. Kemoterapi diberikan baik
jenis ini bekerja didalam sel dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker serta
meningkatkan daya kekebalan tubuh yang diharapkan dapat menghentikan
perkembangan sel kanker.Pada kasus stadium IV atau IIIB di mana kondisi penderita
tidak memungkinkan untuk dioperasi (karena tingkat penyebaran kankernya yang
telah meluas, atau faktor daya tahan penderita terhadap risiko operasi), kemoterapi
juga bisa dijalankan sebagai pengobatan paliattif yang berfungsi mengurangi rasa
sakit dan membuat penderita memiliki semangat untuk menjalani sisa hidup dengan
lebih baik.
Terdapat beberapa efek samping dari kemoterapi, meskipun tidak terlalu sama
pada setiap penderita. Kemoterapi dapat mengakibatkan kerontokkan rambut, kulit
menjadi gelap, perdarahan dibawah kulit, berkurangnya nafsu makan, dan mual atau
muntah.Hal ini dapat memegaruhi sel pada akar rambut dan dindin saluran cerna
untuk mempercepat pembelahan dan regenerasi.
Kemoterapi juga dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah. Jika sel
darah terpengaruh, maka sel darah mengalami pengaruh yang sama halnya dengan
yang dialami sel kanker, yaitu terlambat proses regenerasinya. Itu berarti produksi sel
darah merah (mengangkut oksigen dan nutrisi), sel darah putih (menahan infeksi),
dan keeping darah (pembeku darah) juga akan terlambat. Akibatnya penderita akan
lemas, mudah infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan yang sulit membeku
6. Terapi Biologis
Terapi Biologis adalah pengobatan pada kanker telah menyebar kebagian
tubuh lain. Terapi ini biasanya mengunakan Interveron dan dikombinasikan dengan
kemoterapi.Prinsip kerja dan tujuan terapi ini adalah membantu tubuh penderita untuk
meningkatkan kekebalan tubuh dan mempertahankan kinerja sel-sel normal, agar
tubuh tetap mendapat asupan nutrisi yang cukup.
7. Terapi Alternatif dan Tradisional
Di Indonesa banyak sekali terapi alternatif yang menawarkan kesembuhan
penderita dari kanker.Seperti bekam, akupuntur, bioenergi, terapi herbal.
Selain menjalani upaya pengobatan, pengidap kanker juga harus melakukan
berbagai upaya positif lainnya antara lain:
- Memperkuat semangat untuk tetap berpikir positif. Untuk ini, pengidap
membutuhkan dukungan keluarga dan orang-orang sekitar
- Mengubah pola makan. Banyak sekali pemicu dan faktor risiko yang berasal dari
pola makan kita. Pahami jenis-jenis makanan yang harus menjadi pantangan dan
makanan yang dianjurkan untuk pengidap kanker.
- Mengubah pola hidup yang kita jalani sehari-hari juga memungkinkan menjadi
salah satu faktor risiko terserang kanker. Dimana menyangkut aktivitas kerja,
olahraga, aktivitas seksual, hingga cara berfikir, dan sisi spiritual.
2.2 Keterlambatan Pengobatan
Keterlambatan pengobatan adalah penderita kanker serviks datang untuk
mendapatkan pengobatan sudah dalam stadium lanjut atau sudah parah sehingga
tindakan tidak dapat dilakukan (inoperable).Menurut Soekardja (2000),
keterlambatan pengobatan kanker dapat digolongkan dalam 3 jenis yaitu:
a. Keterlambatan penderita antara lain, karena:
1. Penderita stadium dini umumnya merasa lalai dimana
- Tidak sakit
- Tidak terganggu bekerja, sehingga penyakitnya dibiarkan saja beberapa
lama, bulanan bahkan tahunan, sampai penyakitnya tidak tertahan lagi.
2. Kurang memperhatikan diri sendiri
Penderita baru mengetahui adanya tumor dalam tubuhnya sendiri sesudah
tumor itu besar atau sudah menimbulkan keluhan
3. Tidak mengerti atau kurang menyadari bahaya kanker
Tidak terpikir olehnya lesi yang kelihatannya ringan itu adalah suatu kanker
yang sangat bahaya
4. Ada rasa takut
- Takut diketahui penyakitnya itu kanker
- Takut kedokter
- Takut operasi
- Takut penyakitnya lebih cepat menyebar
5. Tidak mempunyai biaya
6. Keluarga tidak mengizinkan kedokter
7. Rumah jauh dari dokter
b. Keterlambatan dokter dapat disebabkan oleh:
1. Tidak memikirkan keluhan penderita munkin disebabkan oleh suatu kanker.
Keluhan penderita dianggap disebabkan oleh penyakit non kanker dan diobati
beberapa lama sampai gejala kanker menjadi jelas
2. Enggan mengadakan konsultasi atau merujuk penderita
3. Belum “Cancer minded” yaitu berfikir ke arah kanker
c. Keterlambatan rumah sakit dapat disebabkan oleh:
1. Kurang tempat fasilitas di rumah sakit
2. Kurang sarana diagnostik dan terapi
3. Kurang tenaga ahli onkologi
2.2.1 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), respon seseorang apabila sakit adalah
sebagai berikut:
- Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action)
karena kesehatan belum menjadi prioritas hidupnya, fasilitas pengobatan yang
letaknya jauh atau karena petugas kesehatan tidak simpatik.
- Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) karena percaya pada diri
sendiri dan berdasar pada pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah
mendatangkan kesembuhan.
- Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy)
- Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat dan
sejenisnya termasuk ke tukang-tukang jamu.
- Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.
- Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine).
2.2.2 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), menggambarkan
model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan yang terdiri dari 3
kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu karakteristik predisposisi
(predisposing characteristics), karakteristik pendukung (enabling characteristic), dan
karakteristik kebutuhan (need characteristic)
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan pada 3
kelompok yaitu:
1. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.
2. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, menurut asumsi
penelitian, karena seperti yang terjadi pada pasien yang menderita suatu penyakit
apabila ditanya tentang penyakit yang dideritanya si klien belum mengerti benar
apa yang telah menimpanya, meskipun si klien jenjang pendidikannya tinggi.
Pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya.
3. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat
menolong proses penyembuhan penyakit.
- Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, perbedaan
tipe dan frekuensi penyakit, dan perbedaan pola penggunaan pelayanan
kesehatan.
- Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, perbedaan gaya hidup,
pola penggunaan pelayanan kesehatan.
- Individu percaya adanya kemujuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
2.Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi
untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak untuk
menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya tergantung dari
kemampuannya untuk membayar.
3.Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan mencari pengobatan dapat
terwujud di dalam tindakan apabila dirasakan sebagai kebutuhan.
2.3 Landasan Teori
Ada 3 faktor yang penting dalam mencari layanan kesehatan yaitu:
1. Mudahnya mengunakan pelayanan kesehatan yang tersedia
2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanaan kesehatan yang ada
3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan
Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), mendeskripsikan
model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut
sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan. Pengelompokkan faktor determinan
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam 3 kategori utama, yaitu:
1. Karakteristik Predisposing (Predisposing Characteristics)
Karakteristik ini digunakan untuk mengambarkan fakta bahwa setiap individu
mempunyai kecendrungan mengunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda
karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan kedalam tiga kelompok:
- Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur dan status perkawinan
- Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan,
pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya
- Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan
penyakit
2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics)
Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat
seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya
- Sumber daya keluarga seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam
ansuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang
informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
- Sumber daya masyarakat seperti: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang
ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio
penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk.
Dimana semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat
pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah
3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics)
Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu
penyakit atau persepsi terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan.
Dalam penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu :
- Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan
yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit
dan hebatnya rasa sakit yang diderita
- Penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari
dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan
dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.
Gambar 2.2Kerangka Teori
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian tentang “Determinan Keterlambatan Penderita
Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh 2013” adalah sebagai
berikut :
Variabel Independen Variabel
Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Predisposing Characteristics
- Demographics - Social structur - Health beliefs
Enabling Characteristics
- Family Resources - Community resources
Need Based Characteristics
-Perceived needs -Clinically evaluated needs
Health Services Use
Pengetahuan
Persepsi Penyakit
Akses ke RSUZA Keterlambatan Mencari
[image:50.612.144.522.490.644.2]BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini memakai metode survei yang bersifat deskriptif analitik
dengan pendekatan cross-sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di RSUZA Banda Aceh yang beralamat dijalan Tgk.
Daud Beudreueh No.108 Banda Aceh dengan alasan:
1. RSUZA Banda Aceh merupakan rumah sakit kelas A dan pusat rujukan untuk
wilayah pembangunan A provinsi NAD yang meliputi Kuala Simpang, Aceh
Timur, Langsa, Lokseumawe, Simeulue sampai Sabang sehingga banyak
penderita kanker serviks yang berobat ke rumah sakit ini
2. RSUZA Banda Aceh juga merupakan rumah sakit pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan kesehatan lainnya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai dari Januari 2013 sampai Juli 2013.Tahapan
dilaksanakan mulai pra survei, pembuatan proposal penelitian dan konsultasi dosen
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis
menderita kanker serviks yang dirawat inap di ruangan Seureune III maupun yang
dirawat jalan (poli onkologi) di RSUZA Banda Aceh.Dengan pasien yang dirawat
inap memiliki kriteria bisa berbicara dan mendengarkan pada saat menjadi responden.
Pengambilan sampelnya dengan mengunakan teknik Accidental Sampling yaitu suatu
metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada atau dijumpai
selama waktu penelitian yaitu didapat sebanyak 60 orang, yang dilakukan mulai
tanggal 24 Mei sampai dengan 25 Juni 2013.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara langsung dengan
responden yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya
mengacu pada variabel yang diteliti.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder penelitian diperoleh dari laporan-laporan dan catatan mengenai
jumlah penderita kanker serviks yang datang berobat ke RSUZA Banda Aceh.
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Kuesioner yang telah dibuat dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas
dan reabilitas data terhadap 30 orang pasien penderita kanker serviks di rumah sakit
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen
dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa
yang akan diukur. Uji validitas instrumen (kuesioner) dilakukan dengan
membandingkan nilai Corrected Item-Total Correlation dengan ketentuan bila nilai r
hitung > nilai r tabel (0,361) pada df= 30-2=28 dan α 5% maka dinyatakan valid, dan
jika r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid
Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis
dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat
ukur mengunakan Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu
kali pengukuran dengan ketentuan bila Cronbach Alpha > r tabel (0,60) maka
dinyatakan reliabel dan bila Cronbach Alpha < r tabel maka butir soal dinyatakan
tidak reliabel (Hastono,2007).
Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang pasien kanker serviks di
Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dengan karakteristik relatif sama dengan
responden di lokasi penelitian. Hasil uji coba kuesioner ditemukan seluruh item
pertanyaan dengan nilai Corrected Item Total Correlation> 0,361 dan nilai Cronbach
Alpha 0,6. Dengan demikian seluruh item pertanyaan untuk mengukur variabel
penelitian dinyatakan valid dan reliabel sehingga layak digunakan untuk penelitian,
untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan
Item
Pernyataan
n Corrected item- Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji
P1 30 0,587 Valid
0,865 Reliabel
P2 30 0,642 Valid
[image:54.612.111.523.155.391.2]P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 0,657 0,587 0,587 0,587 0,507 0,584 0,471 0,364 0,364 0,587 0,573 0,587 0,587 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 3.1 dapat menunjukkan nilai Corrected Item Total Correlation lebih
besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya 15 item pernyataan yang digunakan
untuk mengukur variabel pengetahuan semuanya valid. Memerhatikan nilai Cronbach
Alpha sebesar 0,865 dan lebih besar dari 0,60, hal ini menunjukkan bahwa 15 item
[image:54.612.107.528.585.683.2]pernyataan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Akses terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan
Item
Pernyataan
n Corrected item- Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji
A2 30 0,458 Valid
0,672 Reliabel
A4 30 0,489 Valid
Tabel 3.2 menunjukkan nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar
dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya 5 item pernyataan yang digunakan untuk
mengukur variabel pengetahuan semuanya valid. Memerhatikan nilai Cronbach
Alpha sebesar 0,672 dan lebih besar dari 0,60, hal ini menunjukkan bahwa 15 item
[image:55.612.109.522.293.460.2]pernyataan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi terhadap Keterlambatan Mencari Pengobatan
Item Pernyataan
n Corrected item- Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji
T1 30 0,578 Valid
0,810 Reliabel
T2 30 0,409 Valid
T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 30 30 30 30 30 30 30 30 0,490 0,423 0,423 0,578 0,578 0,409 0,405 0,578 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 3.3 menunjukkan nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar
dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya 10 item pernyataan yang digunakan untuk
mengukur variabel pengetahuan semuanya valid. Memerhatikan nilai Cronbach
Alpha sebesar 0,810 dan lebih besar dari 0,60, hal ini menunjukkan bahwa 15 item
pernyataan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen adalah keterlambatan mencari pengobatan, dan
variabel independen adalah pengetahuan, akses dan persepsi penyakit
3.5.2 Defenisi Operasional 1. Variabel Dependen
Keterlambatan pengobatan adalah pasien kanker serviks datang ke RSUZA
Banda Aceh sudah pada stadium III atau IV.
2. Variabel Independen
a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang kanker
serviks yang meliputi tanda-tanda awal gejala, penyebab, kapan periksa dan
kapan harus berobat.
b. Akses adalah kemudahan atau kesulitan meliputi jarak, waktu, dana,
transportasi dan yang menemani untuk datang berobat ke rumah sakit
c. Persepsi penyakit adalah penilaian seseorang mengenai penyakit kanker
serviks yang dideritanya.
3.6 Metode Pengukuran
Pengukuran variabel dependen (keterlambatan mencari pengobatan) dan
variabel independen (pengetahuan, akses ke RSUZA, persepsi penyakit) adalah
a. Pengukuran determinan keterlambatan mencari pengobatan yang dikategorikan
menjadi 2 yaitu:
(1) Terlambat, jika pasien datang ke RSUZA dengan diagnosa sudah stadium III
dan IV
(0) Tidak terlambat, jika pasien datang ke RSUZA dengan diagnosa sudah
stadium I dan II
b. Pengukuran pengetahuan diukur deng