• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKAN PHET SIMULATION DAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKAN PHET SIMULATION DAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKANPHET

SIMULATIONDAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

Oleh Isti Khoiriyah

Model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, dan analitis. Misalnya dengan melakukan kegiatan eksperimen. Media yang dapat digunakan dalam kegiatan eksperimen di antaranya adalah PhET Simulation dan Komponen Instrumen Terpadu (KIT). PhET Simulation dan KIT Optika merupakan media yang sangat diperlukan saat proses pembelajaran karena tidak semua materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipahami hanya dengan membaca. Salah satunya adalah materi optika yang menggambarkan sifat dan perilaku cahaya.

(2)

Isti Khoiriyah

ii

The Randomized Pretest - Posttest Comparasion Goup Design. Teknik analisis

data hasil belajar siswa menggunakan uji Independent Sample T Test.Data yang dipakai untuk analisis adalah data skorN-gain.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar optika siswa yang menggunakanPhet Simulationdan KIT Optika. Rata-rata hasil belajar optika siswa yang menggunakan Phet Simulation sebesar 8,07 sedangkan siswa yang menggunakan KIT Optika sebesar 6,90. Peningkatan hasil belajar optika siswa setelah menggunakan Phet Simulation sebesar 3,05 dengan N-gain sebesar 0,65 (kategori sedang). Peningkatan hasil belajar optika siswa setelah menggunakan KIT Optika sebesar 2,09 dengan N-gain sebesar 0,43 (kategori sedang). Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar optika siswa menggunakanPhet Simulationlebih baik dari pada menggunakan KIT Optika.

(3)

iii

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKANPHET

SIMULATIONDAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

Oleh Isti Khoiriyah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR OPTIKA MENGGUNAKANPHET SIMULATIONDAN KOMPONEN INSTRUMEN TERPADU OPTIKA

MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING

(Skripsi)

Oleh

ISTI KHOIRIYAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran. ... 8

Gambar 2.2 Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran ... 9

Gambar 2.3 Diagram Pembelokan Cahaya ... 25

Gambar 2.4 Total Internal Reflection (Pemantulan Sempurna) ... 26

Gambar 2.5 Sinar-Sinar Istimewa pada Lensa Cembung ... 26

Gambar 2.6 Bayangan Saat Objek Terletak Setelah Titik Fokus... 27

Gambar 2.7 Bayangan Saat Objek Terletak Sebelum Titik Fokus ... 27

Gambar 2.8 Hukum Pembiasan (Hukum Snellius) ... 28

Gambar 2.9 Perbedaan Panjang Gelombang Cahaya ... 30

Gambar 2.10 Diagram Kerangka Pemikiran ... 33

Gambar 4.1 Rata-Rata Hasil Belajar Siswa ... 52

Gambar 4.2 Rata-rata Skor N-Gain ... 55

(6)

xiii

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Hasil Belajar ... 6

2. Media Pembelajaran ... 8

a. PhET Simulation ... 10

b. Komponen Instrumen Terpadu Optika ... 14

3. Model Inkuiri Terbimbing ... 17

4. Pembelajaran Optika dengan Inkuiri Terbimbing ... 23

B. Kerangka Pemikiran ... 30

C. Hipotesis ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Waktu, Tempat, dan Sampel Penelitian ... 35

B. Desain Penelitian ... 35

C. Variabel Penelitian ... 37

D. Instrumen Penilaian ... 37

E. Analisis Instrumen ... 37

(7)

xiv

1. Analisis Data ... 38

2. Uji Normalitas Data ... 39

3. Uji Homogenitas Data ... 40

4. Pengujian Hipotesis ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 42

1. Tahapan Pelaksanaan a. Kelas Eksperimen 1 ... 42

b. Kelas Eksperimen 2 ... 43

2. Hasil Uji Penelitian a. Hasil Uji Validitas ... 44

b. Hasil Pengolahan Data ... 46

c. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest, Post Test, dan N-gain ... 46

d. Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest, Post Test, dan N-gain ... 47

e. Hasil Uji Kesamaan Dua Rerata (Uji-t) Hasil belajar Siswa ... 48

B. Pembahasan ... 51

II. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 60

(8)
(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Silabus... ... 63

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen... 67

3. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Menggunakan Phet Simulation.. 85

4. Kunci Jawaban dan Rubrik LKK Berbasis Phet Simulation ... 98

5. Lembar Kerja Kelompok (LKK) Menggunakan KIT Optika ... 114

6. Kunci Jawaban dan Rubrik LKK Berbasis KIT Optika ... 130

7. Kisi-Kisi Tes Awal dan Tes Akhir ... 149

8. Soal Tes Awal dan Tes Akhir Beserta Kunci Jawaban... 151

9. Revisi Soal Tes Awal dan Tes Akhir Beserta Kunci Jawaban... 156

10. Kisi-Kisi Instrumen Uji Validitas oleh Ahli ... 161

11. Hasil Uji Validitas oleh Ahli ... 166

12. Hasil Tes Awal Kelas Eksperimen 1 ... 176

13. Hasil Tes Awal Kelas Eksperimen 2 ... 178

14. Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen 1 ... 180

15. Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen 2 ... 182

16. Hasil N-Gain Kelas Eksperimen 1 ... 184

17. Hasil N-Gain Kelas Eksperimen 2 ... 186

18. Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain .... 188

19. Hasil Uji Levene Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain ... 189

20. Hasil Uji Independent Sample T Test... 191

(10)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik kegiatan untuk setiap tahapan inkuiri ... 19

Tabel 2.2 Level Inquiry dan karakteristik tingkat pembelajaran ... 21

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Konversi Skor Penilaian Menjadi Pernyataan Nilai Kualitas .... 38

Tabel 4.1 Hasil Penilaian Uji Validitas ... 45

Tabel 4.2 Hasil Rekomendasi Perbaikan Uji Validitas ... 45

Tabel 4.3 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Rerata Tes Awal ... 46

Tabel 4.4 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, dan Rerata Tes Akhir ... 46

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest, Posttest, dan N-gain ... 47

Tabel 4.6 Hasil Uji Levene Skor Pre test, Post test, dan N-gain ... 48

(11)
(12)
(13)
(14)

viii MOTO

Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling

menasihati untuk kesabaran. (QS. Al- Ashr: 2 - 3)

(15)

ix

PERSEMBAHAN

Puji syukur ke hadirat Allahsubhanahu wa ta’alayang selalu melimpahkan

nikmat-Nya dan semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

shalallahu ‘alaihi wasallam, penulis mempersembahkan karya sederhana ini

sebagai tanda bakti dan kasih cintaku yang tulus dan mendalam kepada:

1. Orang tuaku tersayang, Ibu Siti Rokhayah dan Bapak Sapani yang telah

sepenuh hati membesarkan, mendidik, dan mendo’akan kebaikan kepadaku.

Semoga Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk bisa selalu

membahagiakan kalian.

2. Adikku tersayang, Auliya Dwi Hartanti yang telah memberikan doa dan

semangatnya untuk keberhasilanku.

3. Para pendidik yang telah mengajarkan banyak hal baik ilmu pengetahuan,

ilmu agama, maupun ilmu untuk bertahan hidup di dunia yang hanya

sementara ini.

4. Semua Sahabat yang begitu tulus menyemangati dan menyayangiku dengan

segala kekurangan yang kumiliki, dari kalian aku belajar ketulusan dan

keikhlasan dalam hidup.

(16)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kemiri Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten pada

tanggal 13 Desember 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan

Bapak Sapani dan Ibu Siti Rokhayah.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK ABA Candirejo 3 yang diselesaikan

pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Al Azhar 2

Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung hingga tahun 2008. Pada tahun

2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 12 Bandar Lampung dan tamat

pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis diterima dan terdaftar sebagai

mahasiswa regular program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

Penulis melaksanakan KKN di Desa Suka Maju, Kecamatan Lumbok Seminung,

Kabupaten Lampung Barat, PPL di SMP Negeri 1 Lumbok Seminung, dan

melaksanakan penelitian di SMP Al Azhar 3 Bandar Lampung. Selama

menyelesaikan studi, penulis memiliki pengalaman organisasi di UKMF FPPI

sebagai gema 2011/2012, abid dana dan usaha 2012/2013, dan asisten praktikum

(17)

x

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan hidayah-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Hasil Belajar

Optika Menggunakan Phet Simulation dan Komponen Instrumen Terpadu Optika

Melalui Model Inkuiri Terbimbing” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA;

3. Bapak Drs. Eko Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika sekaligus Pembahas yang selalu memberikan bimbingan dan saran atas

perbaikan skripsi ini;

4. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus

Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan,

arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini;

5. Bapak Wayan Suana, S.Pd., M.Si. selaku Pembimbing II atas kesediaan dan

keikhlasannya memberikan bimbingan dan arahan yang diberikan selama

(18)

xi

6. Bapak Drs. Feriansyah Sesunan, M.Pd., Bapak Drs. Posman Manurung, M.Si.,

PhD., dan Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd., selaku evaluator untuk uji validitas

instrumen penelitian, terima kasih atas waktu dan sarannya.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Program Studi Pendidikan Fisika dan Jurusan

Pendidikan MIPA;

8. Bapak Muhdini, S.Pd., selaku Kepala SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian;

9. Bapak Andrey Hasan, S.Pd., selaku guru mitra di SMP Al-Azhar 3 Bandar

Lampung yang bersedia membantu dan memberikan saran-saran demi

keberhasilan penelitian ini;

10.Siswa-siswi SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung khususnya kelas VIIC dan

VIIE atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung;

11.Keluarga besar dari Bapak dan Ibu, terima kasih atas doa dan bantuannya

selama Penulis menyelesaikan kuliah;

12. “Al-Kahfiyah” yang telah memberikan warna-warni dalam hidupku. Adelia

Aris Setiawati, Ana Kurnia Sari, Inayah Rahmawati, Puspita Indah Rahayu,

Rizki Mirantika, dan Siti Khairunnisa terima kasih atas kebersamaan yang

tercipta, motivasi, nasihat-nasihatnya, suka duka yang terlewati. Semoga tali

silaturrahim ini tetap terjaga selamanya;

13.Rekan-rekan KKN-PPL Ismah Fathimah, Ayu Mayasari, Melani Novrita,

Putri Ratna Sari, Cintia Arinanda, Rika Emilda, Dody Ferdiansyah,

Muhammad Panji Wibowo, dan Ahmad Wahyudi yang berjuang bersama

(19)

xii

14.Kakak-kakak tingkat angkatan 2008-2010 serta adik-adik tingkat angkatan

2012-2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu;

15.Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah melimpahkan nikmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta

berkenan membalas kebaikan yang diberikan kepada Penulis dan semoga skripsi

ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, November 2015

Penulis,

(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data hasil belajar di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas

VIIICTahun Pelajaran 2013/2014 diketahui persentase siswa yang mencapai

kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk materi optika sebesar 52,5%.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru IPA dan

siswa di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung, diketahui bahwa fasilitas

laboratorium seperti Komponen Instrumen Terpadu (KIT) belum

dimanfaatkan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan waktu yang diperlukan

untuk penggunaan KIT kurang efisien. Belum maksimalnya pemanfaatan KIT

tersebut membuat siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga

siswa memandang bahwa pembelajaran IPA kurang menarik dan sulit

memahami materi pembelajaran.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian siswa di kelas

adalah dengan penggunaan laboratoriumvirtual. Salah satu program

laboratoriumvirtualyang ada yaituPhET Simulation. PenggunaanPhET

Simulationlebih efisien dalam waktu dan pemanfaatannya.PhET Simulation

merupakan media proyeksi yang berbentuk simulasi interaktif fenomena fisis

dengan pendekatan berbasis riset yang dilakukan oleh para ahli fisika

Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at

(21)

2

sebagaimana alat-alat riil dan sangat mudah dioperasikan. Selain itu, aktivitas

100% di tangan pemakai sehingga dapat melakukan percobaan atau

eksperimen sesuai petunjuk atau mengembangkan eksperimen-eksperimen

lain berdasarkan petunjuk tersebut.

Sedangkan Komponen Instrumen Terpadu Optika (KIT Optika) adalah

seperangkat alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan

materi optika. Penggunaan KIT Optika dapat membuat siswa aktif melakukan

percobaan secara langsung, mengamati proses, dan menyimpulkan hasil

percobaan. Selain itu, KIT Optika juga multi-fungsi dan bisa dibawa ke kelas.

PhET Simulationatau pun KIT Optika sangat diperlukan saat proses

pembelajaran karena tidak semua materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat

dipahami hanya dengan membaca. Salah satunya adalah materi optika yang

menggambarkan sifat dan perilaku cahaya, seperti peristiwa pembiasan

cahaya. Materi optika yang bersifat abstrak menyebabkan siswa kesulitan,

misalnya jika siswa harus membayangkan perjalanan sinar pada peristiwa

pembiasan cahaya dan pembentukan bayangan oleh lensa. Dengan

penggunaanPhET Simulationatau pun KIT Optika, siswa dapat melakukan

eksperimen yang dapat mempermudah pemahaman siswa dan

membangkitkan motivasi siswa untuk belajar tentang materi optika tersebut.

Guru perlu merencanakan suatu model pembelajaran yang di dalamnya

melibatkan keaktifan siswa agar dapat memberikan hasil belajar optika yang

baik. Model pembelajaran yang dapat melibatkan keaktifan siswa adalah

(22)

3

merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan

siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis,

logis, dan analitis. Misalnya dengan melakukan kegiatan eksperimen. Melalui

kegiatan eksperimen, maka antara teori dengan fakta-fakta lapangan yang

diperoleh dapat menjadi pengetahuan baru bagi siswa sehingga diharapkan

dapat memberikan hasil belajar yang baik.

Pembelajaran yang menggunakanPhET Simulationdan pembelajaran yang

menggunakan KIT Optika memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap

hasil belajar siswa. Untuk mengetahui media manakah yang lebih efektif

digunakan dalam proses pembelajaran, maka telah dilakukan penelitian

dengan judulPerbandingan Hasil Belajar Materi Optika Menggunakan

PhET Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika Melalui Model

Inkuiri Terbimbing”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini, yaitu:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar optika menggunakanPhet

Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model

pembelajaran inkuiri terbimbing?

2. Manakah hasil belajar optika yang lebih baik antara menggunakanPhet

Simulationdan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model

(23)

4

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:

1. Perbedaan hasil belajar optika menggunakanPhet Simulationdan

Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model pembelajaran

inkuiri terbimbing.

2. Hasil belajar optika yang lebih baik antara menggunakanPhet Simulation

dan Komponen Instrumen Terpadu Optika melalui model pembelajaran

inkuiri terbimbing.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, di antaranya adalah:

1. Dapat mengetahui media pembelajaran yang lebih baik untuk

meningkatkan hasil belajar optika siswa.

2. Dapat menjadi alternatif bagi guru dalam menyajikan materi pembelajaran

yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan hasil belajar optika

siswa.

3. Dapat menumbuhkan minat belajar siswa dan merubah pola pikir siswa

terhadap mata pelajaran IPA, khususnya pada materi optika serta

mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar sehingga mampu

(24)

5

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. PhET Simulationmerupakan media proyeksi yang berbentuk simulasi

interaktif fenomena fisis dengan pendekatan berbasis riset yang dilakukan

oleh para ahli fisika.

2. Komponen Instrumen Terpadu Optika (KIT Optika) adalah seperangkat

alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan optika.

3. ModelGuided Inquirymerupakan kegiatan belajar yang melibatkan

seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu

permasalahan secara sistematis, logis, dan analitis.

4. Hasil belajar yang ditinjau meliputi ranah kognitif.

5. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Al-Azhar 3 Bandar

Lampung Tahun Ajaran 2014/2015.

(25)

6

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Hasil Belajar

Belajar merupakan proses munculnya perilaku baru akibat adanya respons

terhadap situasi tertentu. Perubahan perilaku baru tersebut memiliki

ciri-ciri tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Ada delapan

ciri-ciri perubahan perilaku sebagai hasil belajar sebagaimana

dikemukakan Surya dalam Kosasih (2014: 2-5) yaitu perubahan yang

disadari dan disengaja, berkesinambungan, fungsional (bermanfaat bagi

kepentingan seseorang), bersifat positif, bersifat aktif (kegiatan yang

disengaja), relatif permanen, memiliki tujuan yang jelas, serta mencakup

seluruh aspek kehidupan pada diri seseorang.

Dijelaskan pula oleh Sardiman (2007: 20) bahwa dari proses pembelajaran

akan diperoleh suatu hasil yang disebut dengan istilah hasil belajar.

Berdasarkan konteks tersebut, dapat dikatakan bahwa hasil belajar

merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran menjadi hasil belajar potensial yang

akan dicapai oleh anak melalui kegiatan pembelajaran.

Winkel dalam Purwanto (2013: 45) menjelaskan bahwa aspek perubahan

(26)

7

Bloom (dalam Sardiman, 2007: 23-24) merinci masing-masing ranah

tersebut menjadi tingkatan-tingkatan (level of competence) sebagai berikut:

a) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:

1) Knowledge(pengetahuan atau ingatan).

2) Comprehension(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh).

3) Analysis(menguraikan, menentukan hubungan).

4) Synthesis(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru).

5) Evaluation(menilai). 6) Application(menerapkan).

b) Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek, yakni:

1) Receiving(sikap nerima).

2) Responding(memberikan respon).

3) Valuing(nilai).

4) Organization(organisasi). 5) Characterization(karakterisasi).

c) Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, yaitu:

1) Initiatory level. 2) Pre-routine level. 3) Rountinized level.

Pada pembelajaran materi optika, salah satu hasil belajar ranah kognitif

yang harus diperoleh siswa adalah siswa memahami konsep yang benar

bagaimana seseorang dapat melihat benda. Selain itu, hasil belajar ranah

afektif yang harus diperoleh siswa setelah mempelajari tentang pembiasan

yaitu terbentuk karateristik waspada atau hati-hati saat berada di tepi

kolam yang berair jernih. Hal itu menunjukkan bahwa siswa memberikan

respon yang baik terhadap pengetahuan yang ia peroleh, yaitu pembiasan

menyebabkan dasar kolam tampak dangkal jika dilihat dari samping.

Ada dua prinsip atau ciri suatu hasil belajar dapat dikatakan betul-betul

(27)

8

dalam kehidupan oleh siswa serta hasil itumerupakan pengetahuan “asli”

atau “otentik”(Sardiman, 2007: 49-50). Dengan kata lain, pengetahuan

hasil proses belajar-mengajar seolah-olah telah menjadi bagian

kepribadian bagi diri setiap siswa.

2. Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi atau penyampaian

pesan dari pengantar ke penerima. Oleh karena itu, diperlukan media

sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi. Berdasarkan

konteks tersebut, media merupakan salah satu komponen komunikasi

sebagai perantara atau pembawa pesan dari komunikator menuju

komunikan. Seperti yang diungkapkan oleh Daryanto (2010: 6) bahwa

Media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehinga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Pada proses pembelajaran, media berfungsi sebagai pembawa informasi

dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah

prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi media dalam proses

pembelajaran ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Fungsi media dalam proses pembelajaran. (Daryanto, 2010: 8)

METODE

SISWA

GURU MEDIA

(28)

9

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung

dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang

cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa

media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai

proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Posisi

media pembelajaran sebagai komponen komunikasi ditunjukkan pada

gambar sebagai berikut.

Sumber Pengalaman Pengalaman Penerima

Gambar 2.2 Posisi media dalam sistem pembelajaran. (Daryanto, 2010: 7)

Ada lima jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran, yaitu

media visual, media audio, media audio-visual, kelompok media penyaji,

serta media objek dan media interaktif berbasis komputer (Rusman dkk.,

2012: 63). Pada pembelajaran materi optika, media yang sebaiknya

digunakan adalah media visual yang dapat berperan sebagai representasi

dari materi yang disampaikan. Media visual yang dimaksud adalah media

untuk materi optika pada sub materi pembiasan dan pembentukan

bayangan oleh lensa. Pada materi ini, informasi yang harus diperoleh

siswa adalah tentang sinar-sinar pada pembiasan yang dinilai cukup

IDE PENGKODEAN MEDIA PENAFSIR-AN KODE

MENGER-TI

GANGGUAN

(29)

10

abstrak. Untuk itu, diperlukan media yang relevan sebagai pembuktian

tentang jalannya sinar-sinar tersebut.

a. PhET Simulation

Physics Education Technologyatau PhET dikembangkan oleh

Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at

Boulder) dalam rangka menyediakan simulasi pembelajaran fisika

berbasis laboratorium maya (virtual laboratory) yang memudahkan

guru dan siswa jika digunakan untuk pembelajaran di ruang kelas.

Simulasi PhET sangat mudah untuk digunakan. Simulasi ini ditulis

dalam Java dan Flash dan dapat dijalankan dengan menggunakan web

browser baku selama plug-in Flash dan Java sudah terpasang. Dengan

kata lain, simulasi-simulasi PhET merupakan simulasi yang ramah

pengguna. Simulasi-simulasi dalam PhET tersedia secara gratis dan

dapat diunduh secara gratis melaluiwebsite(http://phet.colorado.edu).

Perkinset al.(2006) berpendapat

The Physics Education Technology (PhET) sims use dynamic graphics to explicitly animate the visual and conceptual models used by expert physicists.SimulasiPhETmenggunakan grafis

dengan visual animasi dan model konsep yang digunakan oleh fisikawan ahli.

Selain itu, Kaganet al.(2008) mengungkapkan

The simulations are animated, interactive, and game-like environments where students learn through exploration.”

(30)

11

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwaPhETmerupakan media

proyeksi yang berbentuk simulasi interaktif fenomena fisis dengan

pendekatan berbasis riset yang dilakukan oleh para ahli fisika.PhET

menggabungkan hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh

produsenPhETsehingga memungkinkan para siswa untuk

menghubungkan fenomena kehidupan nyata dan ilmu yang

mendasarinya. Pada akhirnya, penggunaanPhETdalam pembelajaran

dapat memperdalam pemahaman dan meningkatkan minat siswa

terhadap ilmu pengetahuan.

Untuk membantu siswa terlibat dalam sains dan matematika melalui

inkuiri, simulasiPhETdikembangkan menggunakan prinsip-prinsip

desain berikut: (1) mendorong penyelidikan ilmiah; (2) menyediakan

interaktivitas; (3) membuat sesuatu yang tak terlihat bisa terlihat; (4)

menampilkan model mental visual; (5) menampilkan beberapa

representasi (misalnya, gerak objek, grafik, angka, dan lain-lain); (6)

menggunakan koneksi dunia nyata; (7) memberikan pengguna

bimbingan implisit (misalnya, dengan kontrol membatasi) dalam

eksplorasi produktif; dan (8) membuat simulasi yang fleksibel dan

dapat digunakan dalam berbagai situasi pendidikan. Beberapa alat

dalam simulasi PhET juga memberikan pengalaman interaktif, seperti:

(1) klik dan tarik untuk berinteraksi dengan fitur simulasi; (2)

menggunakan slider untuk meningkatkan dan penurunan parameter;

(3) memilih antara pilihan dengan tombol radio; dan (4) membuat

(31)

12

penggaris,stop-watch, voltmeter, dan termometer. Pengguna yang

berinteraksi dengan alat ini segera mendapatkan umpan balik langsung

tentang efek dari perubahan yang mereka buat. Hal ini memungkinkan

mereka untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan ilmiah melalui eksplorasi simulasi

(http://phet.colorado.edu/en/about).

Software PhET Interactive Simulationsdapat menampilkan animasi

sehingga siswa dapat tertarik dalam mempelajarinya. Sebagaimana

yang dijelaskan oleh Kaganet al.(2008) mengenai fitur yang terdapat

padaPhET Simulationyaitu:

The key features of PhET simulations - visualization,

interactivity, context, and effective use of computations–are

particularly effective for helping students understand the abstract and counterintuitive concepts”.Fitur utama dari

simulasi PhET - visualisasi, interaktivitas, konteks, dan efektif menggunakan perhitungan - sangat efektif untuk membantu siswa memahami konsep-konsep abstrak dan berlawanan.

KemenarikanPhet Simulationjuga diungkapkan oleh Taufiq (2008)

yang menyatakan bahwaPhet Simulationmemberikan kesan yang

positif, menarik dan menghibur, serta membantu penjelasan secara

mendalam tentang suatu fenomena alam. Berdasarkan pendapat

tersebut, diketahui bahwaPhet Simulationdapat membuat siswa

tertarik, lebih aktif, dan semangat dalam mengikuti pelajaran. Selain

itu, Phet Simulationjuga mendorong minat siswa untuk melakukan

(32)

13

Simulationmerasa senang dan mudah untuk mempelajarinya sehingga

dapat memperjelas konsep-konsep fisis atau fenomena fisika.

Software PhET Simulationsmerupakan salah satu media pembelajaran

yang berbasis laboratorium virtual. Beberapa kelebihan laboratorium

virtual berdasarkaan penelitian yang dilakukan oleh Kusnadi (2013) di

antaranya adalah penggunaan laboratoriumvirtualyang dapat

dijalankan sendiri oleh siswa membuat siswa lebih aktif dan kreatif,

eksperimen dengan media laboratoriumvirtualdapat dilakukan secara

berulang tanpa menghabiskan waktu untuk mempersiapkan

pengulangan, dapat menampilkan konsep secara visual dengan

gerakan dan gambar, dapat menampilakan proses secara nyata, serta

dapat menyesuaikan dengan tingkat kecepatan belajar siswa

Di samping memiliki kelebihan yang telah diungkapkan sebelumnya,

media pembelajaran berbantuan laboratorium virtual ini memiliki

kekurangan sebagai berikut.

a) Keberhasilan pembelajaran berbantuan laboratorium virtual

bergantung pada kemandirian siswa untuk mengikuti proses

pembelajaran.

b) Akses untuk melaksanakan kegiatan laboratorium virtual

bergantung pada jumlah fasilitas komputer yang disediakan

(33)

14

c) Siswa dapat merasa jenuh jika kurang memahami tentang

penggunaan komputer sehingga dapat menimbulkan respon yang

pasif untuk melaksanakan percobaan virtual (Siswono, 2013).

b. Komponen Instrumen Terpadu Optika

Komponen Instrumen Terpadu (KIT) adalah peralatan IPA yang

diproduksi dan dikemas dalam sebuah kotak dan besarnya sesuai

dengan keperluan, serta diisi dengan item-item yang berhubungan

dengan unit pelajaran. Item-item tersebut dapat dirangkai menjadi

peralatan uji coba keterampilan proses pada bidang studi IPA serta

dilengkapi dengan buku pedoman penggunaannya. Pemanfaatan KIT

merupakan salah satu alternatif yang bagus agar kegiatan praktikum

dapat dilakukan di sekolah. KIT merupakan alat yang dimiliki hampir

semua sekolah, multi-fungsi dan bisa dibawa ke kelas tanpa

memerlukan ruang yang besar untuk menyimpannya.

Pada umumnya, ada empat jenis KIT untuk mata pelajaran IPA pada

tingkat SMP, yaitu KIT Mekanika, KIT Hidrostatika dan Panas, KIT

Optika, dan KIT Listrik Magnet. Setiap KIT terdiri dari alat-alat yang

cocok satu sama lain dan dapat digunakan bersama untuk

bermacam-macam percobaan. Misalnya pada KIT Optika yang terdiri dari

beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan percobaan dan

pengamatan topik umum seperti perambatan cahaya, pemantulan, dan

pembiasan. Alat-alat tersebut antara lain meja optik, kaca setengah

(34)

15

KIT Optika diperlukan dalam pembelajaran materi optika karena

memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa sehingga membantu

dalam menjelaskan fenomena dan fakta mengenai alam. Serangkaian

peralatan tersebut juga berfungsi membantu siswa untuk berfikir logis

dan matematis sehingga mereka pada akhirnya dapat menimbulkan

pemikiran yang teratur dan berkesinambungan yang diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari (Juandi, 2011: 31). Penggunaan KIT juga dapat

membantu guru memberikan penjelasan konsep, merumuskan dan

membentuk konsep, memberikan dasar yang konkrit untuk berpikir

sehingga dapat mengurangi terjadinya verbalisme, melatih siswa

dalam pemecahan masalah, dan mendorong siswa berpikir kritis. Hal

tersebut dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Indayani

(2015) bahwa:

Penggunaan media KIT IPA sangat bermanfaat karena dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, baik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi maupun peserta didik yang motivasi berprestasinya rendah.

Untuk dapat menggunakan KIT, siswa harus mengetahui nama dari

bagian-bagian peralatan yang berbeda dengan benar dan mengetahui

cara merakit peralatan sesuai dengan petunjuk dari buku atau guru

serta memperagakan cara merakit peralatan. Selain itu, siswa juga

diminta untuk mengamati dengan teliti sehingga dapat menunjukkan

bagaimana teknik yang digunakan dalam mengamati hasil percobaan

serta fokus perhatian. Dari hasil pengamatan, siswa menuliskan ke

(35)

16

Hal tersebut akan membuat siswa selalu termotivasi dalam belajar

menggunakan KIT. Adapun ciri-ciri keberhasilan siswa dalam

penggunaan KIT yaitu: (1) siswa menyadari arah yang dituju dalam

proses pembelajaran; (2) siswa merasa mendapat tanggung jawab pada

beban yang diberikan, siswa merasa tidak bosan, mengantuk, dan

berkonsentrasi terhadap materi yang diberikan guru; (3) motivasi

siswa banyak tumbuh dari dalam diri siswa dan kreatifitas siswa

berkembang dengan baik (Juandi, 2011: 33).

Penggunaan KIT disesuaikan dengan jenis percobaan yang akan

dibelajarkan guru di sekolah. Ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan dalam memilih alat-alat pembelajaran dari KIT yang

akan digunakan. Di antaranya adalah materi yang akan diajarkan,

tujuan pembelajaran, spesifikasi alat yang akan digunakan, proses

urutan mendemonstrasikan alat, dan validitas alat.

KIT merupakan salah satu dari media tiga dimensi. Media tiga

dimensi dapat berwujud sebagai tiruan yang mewakili benda asli yang

dapat langsung dibawa ke kelas sehingga berfungsi sebagai media

pembelajaran yang efektif. Penggunaan media tiga dimensi dalam

kegiatan pembelajaran meiliki dampak terhadap proses pembelajaran.

Seperti yang dijelaskan oleh Mudjiono dalam Daryanto (2013: 29)

bahwa kelebihan-kelebihan media tiga dimensi adalah memberikan

pengalaman secara langsung, penyajiannya yang kongkrit dan

(36)

17

konstruksi maupun cara kerjanya, dapat memperlihatkan struktur

organisasi secara jelas, dan dapat menunjukkan alur suatu proses

secara jelas. Sedangkan kelemahan-kelemahannya adalah tidak dapat

menjangkau sasaran dalam jumlah besar, penyimpanannya yang

memerlukan ruang yang besar, dan perawatannya yang rumit.

3. Model Inkuiri Terbimbing

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaituinquiry, yang dapat diartikan

sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan

ilmiah yang diajukannya. Model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya

(2009: 194) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan

pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Trowbridge dalam Sofiani (2011: 5) mengemukakan

Inquiry is the process of defining and investigating problems, formulating hypotheses, designing experiments, gathering data, and drawing conclusions about problems”.Penyelidikan adalah

proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, dan menarik kesimpulan tentang masalah.

Pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang berbasis

penemuan jawaban berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari. Untuk

mencari jawaban atau memecahkan masalah tersebut, proses

pembelajaran yang dilalui siswa meliputi kegiatan mengobservasi,

merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan

(37)

18

investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan

atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data,

menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan

mengkomunikasikan hasilnya. Berdasarkan konteks tersebut, dapat

disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa

untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan

eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik

kesimpulan. Jadi, dalam pembelajaran inkuiri ini siswa terlibat secara

mental maupun fisik untuk memecahkan masalah yang diberikan guru.

Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa untuk

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar

rasa keingintahuan mereka. Siswa memegang peranan yang sangat

dominan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, guru mendorong

siswa untuk mau berpikir dan bekerja keras untuk bisa belajar dengan

baik, menyediakan sumber belajar yang diperlukan para siswa dalam

mewujudkan penemuan-penemuannya, dan menata hubungan antarsiswa

dan rencana pembelajaran yang akan dilakukan. Hal tersebut merupakan

peranan guru sebagai motivator, fasilitator, dan manajer pembelajaran.

Langkah–langkah pembelajaran dengan inkuiri menurut Sanjaya (2009:

200) antara lain:

1. Orientasi

(38)

19

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan yang menantang peserta didik untuk berpikir memecahkan persoalan tersebut.

3. Mengajukan hipotesis

Pada perumusan hipotesis, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dan melakukan kajian pustaka. Hal tersebut bertujuan agar hipotesis atau jawaban sementara siswa memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

4. Mengumpulkan data

Pada tahap ini, siswa bersama guru merancang prosedur eksperimen untuk menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam inkuiri terbimbing, guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam hal ini, siswa harus dapat

menyajikan, mengolah, dan menganalisis data hasil pengamatan yang telah dikumpulkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan yaitu proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat, sebaiknya guru mampu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan.

Hirarki model pembelajaran yang berorientasi penyelidikan

dikelompokkan dalam 5 tingkatan seperti yang disajikan oleh Wenning

(2010). Setiap tahapan dilevels of inquirymemiliki perbedaan yang

dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Kegiatan untuk Setiap Tahapan Inkuiri

Level of Inquiry Tujuan Pembelajaran Utama Discovery Learning Siswa mengembangkan konsep

berdasarkan pengalaman langsung

Interactive Demonstration Siswa terlibat dalam penjelasan dan pembuatan prediksi yang memungkinkan pengajar untuk memperoleh,

(39)

20

Inquiry Lesson Siswa mengidentifikasi prinsip-prinsip ilmiah dan atau hubungan

Inquiri Lab Siswa menetapkan hukum empiris berdasarkan pengukuran variabel

Hypothetical Inquiry Siswa menciptakan penjelasan untuk fenomena yang diamati

Pendapat lain mengenai tingkatan inkuiri disampaikan oleh Colburn

(2000: 42) sebagai berikut:

1. Structured Inquiry

Guru memberikan siswa permasalahan untuk diselidiki serta prosedur dan bahan, tetapi tidak memberitahu mereka tentang hasil yang diharapkan. Siswa menemukan hubungan antara variabel atau generalisasi dari data yang dikumpulkan. 2. Guided Inquiry

Guru hanya menyediakan bahan dan masalah untuk diselidiki, sedangkan siswa merancang prosedur mereka sendiri untuk memecahkan masalah.

3. Open Iquiry

Pendekatan ini mirip dengan inkuiri terbimbing, namun siswa juga merumuskan masalah mereka sendiri untuk menyelidiki. 4. Learning Cycle

Siswa terlibat dalam aktivitas memperkenalkan konsep baru, guru memberikan nama resmi untuk konsep. Siswa mengambil kepemilikan konsep dengan menerapkan konteks yang berbeda.

Ditinjau dari tingkat kompleksitasnya, pembelajaran dengan inkuiri

dibedakan menjadi tiga tingkatan (Jayawardhana: 2013), yaitu sebagi

berikut.

Tingkatan pertama adalah pembelajaran penemuan (Discovery), yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi

kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alternatif.

(40)

21

Pendapat lain mengenai tingkatan inkuiri dikemukakan oleh Banchi &

Bell (2008) sebagai berikut:

Pembelajaran inkuiri dapat dibedakan menjadi empat level yaitu level (1) adalah inkuiri konfirmasi, level (2) adalah inkuiri

terstruktur, level (3) adalah inkuiri terbimbing, dan level (4) adalah inkuiri terbuka.

Dari keempat level inkuiri tersebut, pada prinsipnya tidak ada perbedaan.

Dasar pembeda keempat level tersebut hanyalah pada derajat peran serta

guru atau kebebasan siswa dalam melakukan kegiatan inkuiri. Perbedaan

setiap tingkatanlevels of inquirydapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2Level Inquirydan Karakteristik Tingkat Pembelajaran

Level Inquiry

Pihak yang Terlibat dalam Pembelajaran

inquiry. Siswa menyelidiki pertanyaan yang disajikan guru melalui prosedur yang ditentukan.

Guru Guru Siswa

Level 3:guided inquiry.

Siswa menyelidiki

Level 4:open inquiry. Siswa mengemukakan sendiri pertanyaan yang akan diselidiki melalui prosedur yang dirancangsiswa.

(41)

22

Pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu suatu model pembelajaran inkuiri

yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk

cukup luas kepada siswa. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru

harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam

melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau

siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti

kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa yang mempunyai

intelegensi tinggi tidak memonopoli kegiatan. Oleh sebab itu, guru harus

memiliki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Peran guru dalam inkuiri terbimbing adalah membimbing siswa dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam proses penemuan konsep

sehingga siswa tidak akan kebingungan dalam memecahkan masalah

yang diberikan. Dengan begitu, kesimpulan akan lebih cepat dan mudah

diambil. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, membantu siswa agar

menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari

sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan

pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan

membantu mereka dalam‘menemukan’ pengetahuan baru tersebut.

Pada pembelajaran dengan inkuiri terbimbing, terdapat tujuh komponen

penting yang dapat mengembangkan keterampilan proses dan

penguasaan konten mata pelajaran. Tujuh komponen tersebut

dikemukakan oleh Hanson (2006: 3) sebagi berikut.

(42)

23

meningkatkan pemikiran kritis dan analitis; (4) pemecahan masalah; (5) pelaporan; (6) metakognisi; dan (7) tanggung jawab individu.

Pada pembelajran inkuiri terbimbing, siswa bekerja sama dan belajar

dalam sebuah tim. Kegiatan inkuiri atau penyelidikan yang pertama

dilakukan adalah memeriksa data, model, atau contoh. Hal tersebut

bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan

pemahaman. Kemudian siswa diminta untuk menanggapi pertanyaan

yang memerlukan kemampuan berpikir kritis. Setelah itu, siswa

menerapkan pengetahuan baru ini dalam bentuk latihan soal dan

penyelesaian masalah. Kegiatan selanjutnya yaitu siswa menyajikan hasil

mereka ke kelas, merefleksi kembali apa yang telah dipelajari, dan

menilai seberapa baik pekerjaan mereka serta mencari solusi bagaimana

mereka bisa berbuat lebih baik. Untuk memperkuat konsep-konsep yang

diperoleh dan meningkatkan tanggung jawab individu, siswa diwajibkan

untuk menyelesaikan latihan tambahan dan masalah di luar kelas dan

membaca bagian yang relevan dari buku teks atau bahan sumber daya

lainnya.

4. Pembelajaran Optika dengan Inkuiri Terbimbing

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa langkah-langkah

pembelajaran dengan inkuiri meliputi orientasi, merumuskan masalah,

mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan

merumuskan kesimpulan. Selain itu, telah diketahui juga beberapa

(43)

24

dikemukakan oleh Banchi & Bell (2008) yang terdapat pada Tabel 2.2.

Pada tabel tersebut, inkuiri terbimbing termasuk dalam inkuiri level 3. Di

mana guru masih berperan dalam perumusan masalah. Kemudian untuk

tahapan perumusan prosedur dan perumusan solusi, siswa berperan lebih

banyak dari pada guru. Dalam hal ini, guru hanya mengarahkan dan

membimbing siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan panduan.

Pembelajaran optika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing

diawali dengan kegiatan orientasi. Pada kegiatan ini, guru

mempersiapkan siswa untuk memulai pembelajaran dengan membentuk

kelompok sekaligus membagikan LKK. Selanjutnya guru memberikan

penjelasan terhadap sajian fenomena pembiasan yang terdapat pada LKK

sebagai motivasi dan apersepsi. Pada kegiatan perumusan masalah, guru

memberikan pertanyaan untuk membawa peserta didik pada suatu

persoalan yang akan dibahas. Pada langkah selanjutnya, siswa dibimbing

untuk membuat hipotesis. Agar hipotesis yang dimunculkan bersifat

rasional dan logis, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

berdiskusi dan melakukan kajian pustaka.

Tahap selanjutnya adalah siswa bersama guru merancang

langkah-langkah percobaan untuk menjaring informasi yang dibutuhkan. Langkah

percobaan yang akan dilakukan oleh siswa sudah terdapat pada LKK.

Akan tetapi, terdapat beberapa bagian yang kurang lengkap. Di sinilah

siswa dituntut untuk memikirkan langkah apa yang harus dilakukan. Pada

(44)

25

bahwa saat sinar mendekati permukaan pada sebuah sudut, sinar akan

membengkok saat lewat dari udara ke kaca. Seperti yang ditunjukkan

Gambar 2.3, gelombang di dalam kaca menempuh jarak yang lebih kecil

daripada di udara, menyebabkan gelombang membengkok di tengah.

Gambar 2.3 Gelombang mengalami pembengkokan saat lewat ke dalam kaca. (Griffith, 2009: 359)

Untuk materi tentangtotal interfal reflection(pemantulan sempurna),

siswa akan mengamati pembiasan cahaya yang terjadi dari medium yang

lebih rapat ke medium yang kurang rapat, maupun sebaliknya. Siswa

melakukan pengamatan apakah terbentuk sinar bias dan sinar pantul.

Pada saat itu, siswa dapat melihat bahwa saat sinar datang dari medium

yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat, semakin besar sudut yang

dibentuk sinar datang menyebabkan sinar semakin menjauhi garis normal

dan bahkan dapat berhimpit dengan bidang batas dua medium. Hingga

akhirnya sinar tersebut dipantulkan kembali. Sedangkan saat sinar datang

dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat tidak terjadi

demikian, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

d1= λ1

d2= λ2 n1

(45)

26

Gambar 2.4Total Internal Reflection (Pemantulan Sempurna)

Untuk materi pembentukan bayangan pada benda, siswa melakukan

pengamatan untuk mengetahui sifat bayangan yang akan terbentuk. Saat

siswa melakukan percobaan denganPhet Simulation, akan tampak

sinar-sinar istimewa pada lensa cembung. Adapun sinar-sinar-sinar-sinar istimewa pada

lensa cembung adalah sebagai berikut :

1. Sinar datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan melalui titik fokus

(F2).

2. Sinar yang datang melewati pusat optik lensa (O) diteruskan, tidak

dibiaskan.

3. Sinar datang menuju titik fokus (F1) akan dibiaskan sejajar sumbu

utama.

Gambar 2.5 Sinar–Sinar Istimewa pada Lensa Cembung

(46)

27

Depan Lensa Belakang Lensa

1

Kemudian, saat siswa melakukan percobaan dengan mengubah jarak

benda menjauhi atau mendekati lensa, maka bayangan yang terbentuk

juga akan berbeda. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dan

Gambar 2.7 berikut ini.

Ganbar 2.6 Bayangan Saat Objek Terletak Setelah Titik Fokus

Ganbar 2.7 Bayangan Saat Objek Terletak Sebelum Titik Fokus

Langkah selanjutnya adalah siswa menyajikan data yang diperoleh dari

percobaan ke dalam tabel yang telah tersedia di LKK. Kemudian siswa

menganalisis data hasil pengamatan dengan menjawab pertanyaan

analisis yang terdapat pada LKK. Untuk mencapai kesimpulan yang

akurat, sebaiknya guru membimbing siswa dengan cara menunjukkan

pada siswa data mana yang relevan saat menjawab pertanyaan. Dengan

begitu, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membantu siswa untuk

(47)

mengetahui ba

hui bahwa pembiasan cahaya dapat dijelaskan ole

ntang refraksi.

aya melewati satu medium transparan ke medium

bengkok ke arah sumbu normal (sumbu yang di

rmukaan) jika kecepatan cahaya di media kedua

kan yang pertama. Sinar yang bengkok menjauh

ka kecepatan cahaya dalam medium kedua lebih be

ma.

2>n1 (b)n2<n1

Gambar 2.8 Hukum Pembiasan (Hukum Sne

rnal reflection(pemantulan sempurna) hanya da

aya mencoba untuk berpindah dari media yang l

ang kurang rapat. Jika sinar datang yang menge

kurang rapat menghasilkan sinar bias dengan sudut

bergerak sepanjang bidang batas dan tidak mem

udut yang dibentuk oleh sinar datang ini disebut sudut

sar sudut datang melebihi sudut kritis, sinar sepe (n1= 1,00)

bih besar dari pada

Snellius)

dapat terjadi

g lebih rapat ke

ngenai suatu

n sudut 90°, berarti

(48)

29

dipantulkan pada bidang batas dua medium. Sinar tersebut dipantulkan

seolah-olah menumbuk permukaan pantul yang sempurna. Sinar tersebut

mematuhi hukum pemantulan: sudut datang sama dengan sudut pantul.

Pada pembentukan bayangan oleh lensa cembung (lensa konvergen), jika

objek berada di luar titik fokus depan (so>f), bayangan yang terbentuk

adalah nyata dan terbalik. Ketika objek berada di dalam titik fokus depan

(so<f), bayangan yang terbentuk adalah maya dan tegak. Setelah

melakukan analisis pada tabel yang terdapat pada LKK 03, siswa juga

dapat mengembangkan hubungan kuantitatif antara jarak benda (so), jarak

bayangan (si), dan panjang fokus lensa (f). Semua jarak diukur dari pusat

lensa. Hubungan dari jarak tersebut dinyatakan dalam simbol-simbol,

+ = ... (persamaan untuk lensa tipis).

Gambar 2.6 juga dapat digunakan untuk menemukan hubungan antara

perbesaran bayangan (M), jarak benda, dan jarak bayangan. Pembesaran

didefinisikan sebagai perbandingan tinggi bayangan (hi) terhadap tinggi

benda (ho).

= = ... (persamaan untuk perbesaran bayangan).

Pada akhir pembelajaran, guru dapat memberikan beberapa tambahan

informasi. Misalnya informasi bahwa cahaya terbentuk dari gelombang

elektromagnetik, yaitu gelombang yang tidak memerlukan medium untuk

merambat. Cepat rambat cahaya disimbolkan denganc, yang nilainya c =

2,99792458 x 108m/s atau mendekati 3 x 108m/s yang berlaku pada

(49)

30

cepat rambat cahaya lebih lambat, tapi jika di udara nilainya mendekati

kecepatan di ruang hampa. Selain itu, panjang gelombang lebih pendek

dalam kaca atau air daripada di udara. Sebagaimana yang ditunjukkan

pada gambar berikut.

Gambar 2.9 Panjang gelombang cahaya di udara (n1) lebih panjang

dari pada di kaca (n2). (Griffith, 2009: 359)

Perbedaan kecepatan cahaya dalam medium yang berbeda disebut indeks

bias, disimbolkann. Indeks bias didefinisikan sebagai rasio dari

kecepatan cahayacdalam ruang hampa dengan kecepatan cahayav

dalam suatu medium.

= ... (persamaan untuk menghitung indeks bias suatu medium)

B. Kerangka Pemikiran

Penggunaan media pembelajaran memiliki peranan penting dalam

keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran karena media pembelajaran

memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber menuju penerima.

Selain itu, penggunaan media pembelajaran memiliki kelebihan dapat λ1

λ2 n1

(50)

31

menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam

perubahan (manipulasi) sesuai keperluan. Contoh media pembelajaran yang

memiliki kelebihan seperti itu adalahPhET Simulationdan KIT Optika.

Walau demikian, keduanya memiliki karakteristik yang sangat mencolok.

PhET Simulationmerupakan program komputer yang dapat menyimulasikan

peristiwa atau fenomena seperti di laboratorium nyata dan berisi alat-alat

laboratorium yang berfungsi seperti alat-alat di laboratorium nyata. Hal itu

memungkinkan siswa untuk belajar nyaman karena alat dan bahan

disimulasikan di komputer dengan virtual sehingga tidak terlalu berbahaya

dan siswa dapat melakukan percobaan dengan mudah. Selain itu, perhitungan

hasil data percobaan lebih valid dan tepat sehingga akan lebih mudah untuk

memperoleh konsep yang disajikan. Akan tetapi, keberhasilan penggunaan

PhET Simulationbergantung pada kemandirian siswa untuk mengembangkan

eksperimen dan jumlah fasilitas komputer sekolah.

Sedangkan KIT Optika merupakan media tiga dimensi yang dapat

memberikan pengalaman dan pemahaman yang lengkap akan benda-benda

nyata. Oleh karena itu, KIT Optika dapat menunjukkan objek secara utuh baik

konstruksi maupun cara kerjanya dan dapat menunjukkan alur suatu proses

secara jelas. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat menjangkau

sasaran dalam jumlah besar, penyimpanannya yang memerlukan ruang yang

besar, dan perawatannya yang rumit.

Penggunaan kedua media tersebut akan memberikan pengaruh yang baik

(51)

32

keterampilan bereksperimen dan menguji hipotesis secara eksperimental

dalam membangun interpretasi mereka tentang fenomena yang diamati.

Walau demikian, karakteristikPhET Simulationyang lebih mudah digunakan

daripada KIT Optika memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk

belajar memecahkan masalah, menganalisis data, dan menginterpretasikan

suatu konsep. Keuntungan lainnya adalahPhET Simulationlebih mudah

untuk fokus pada prinsip-prinsip yang harus dipelajari dari pada rincian

pengoperasian alat. Hal tersebut memungkinkan siswa untuk mendapatkan

hasil belajar yang lebih baik.

Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel, yaitu variabel bebas,

variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah pembelajaran denganPhET Simulation(X1) dan pembelajaran dengan

KIT Optika (X2), variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y1dan Y2),

serta variabel moderatornya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Hasil belajar yang diukur pada penelitian ini adalah hasil belajar ranah

kognitif produk yang diperoleh daripretestdanposttest. Kemudian hasil

belajar siswa menggunakanPhET Simulationmelalui model pembelajaran

inkuiri terbimbing dibandingkan dengan hasil belajar siswa menggunakan

KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing. Gambaran

mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dijelaskan

(52)

Keterangan:

Gambar 2.10 Diagram Kerangka Pemikiran

mbelajaran denganPhET Simulation

mbelajaran dengan KIT Optika

asil belajar (kognitif produk) denganPhET Simul

asil belajar (kognitif produk) dengan KIT Optika

Model pembelajaran inkuiri terbimbing

rbandingan hasil belajar menggunakanPhET Si

ngan KIT Optika

pasangan hipotesis yang akan diuji yaitu:

k ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika si

belajaran menggunakanPhET Simulationdan K

ngan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa a

belajaran menggunakanPhET Simulationdan K

ngan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

(53)

34

2. H0: Hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationmelalui

model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih besar atau sama

dengan (≥)menggunakan KIT Optika melalui model pembelajaran

inkuiri terbimbing.

H1: Hasil belajar optika siswa menggunakanPhET Simulationmelalui

model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih kecil dari pada (<)

menggunakan KIT Optika melalui model pembelajaran inkuiri

(54)

35

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu, Tempat, dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan kepada siswa kelas VIII SMP Al Azhar 3 Bandar

Lampung pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 7

kelas berjumlah 273 siswa. Dari 7 kelas tersebut, terdapat 2 kelas unggulan

dan 5 kelas yang bukan unggulan. Pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan teknikcluster random sampling(acak sederhana).Cluster

random samplingyaitu pengambilan sampel dengan cara pengundian dari

populasi yang telah ditetapkan (populasi taget) dan diambil dua kelas sebagai

sampel penelitian. Dalam penelitian ini, populasi target adalah kelas yang

bukan unggulan. Dari pengundian yang dilakukan, terpilih dua kelas dari

lima kelas yang ada. Dua kelas tersebut adalah kelas VIIICdan kelas VIIIE.

Selain itu, dari hasil pengundian juga terpilih bahwa kelas VIIICsebagai kelas

eksperimen I dan kelas VIIIEsebagai kelas eksperimen II.

B. Desain Penelitian

Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentukThe Randomized

Pretest - Posttest Comparasion Goup Design. Pada desain ini, terdapat

pretestsebelum diberi perlakuan danposttestsetelah diberi perlakuan.

(55)

36

membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat

dituliskan pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Group Pretest Treatment Posttest

Eksp I X1 E1 X2

Eksp II Y1 E2 Y2

Keterangan :

1dan Y1= nilaipretest

E1=penggunaanPhET Simulationdengan model pembelajaran inkuiri

terbimbing

E2=penggunaan KIT Optika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing

dan Y2= nilaiposttest

Siswa kelas VIIICdan kelas VIIIEdiberikanpretest(test awal) untuk melihat

kemampuan awal siswa berupa soal pilihan jamak berjumlah 10 butir soal.

Kemudian kelas VIIICdiberikan perlakuan berupa penggunaanPhET

Simulationdengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, sedangkan kelas

VIIIEdiberikan perlakuan berupa penggunaan KIT Optika dengan model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Kemudian di akhir pembelajaran, siswa

pada kedua kelas tersebut diberikanposttest(tes akhir) dalam bentuk soal

pilihan jamak berjumlah 10 butir soal. Berdasarkan hasilpretestdanposttest

tersebut, dihitung N-gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

(56)

37

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel penelitian yaitu variabel bebas, variabel

terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Pembelajaran berbasisPhET Simulation(X1) dan Pembelajaran dengan KIT

Optika (X2), variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y), sedangkan

variabel moderatornya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Instrumen Penilaian

Instrumen penilaian dalam penelitian ini, yaitu instrumen penilaian kognitif

yang terdiri dari soalpretestdanposttestberupa soal pilihan jamak berjumlah

10 soal. Hasilposttestdibandingkan dengan hasilpretestyang telah

dilakukan sehingga akan diketahui seberapa jauh efek atau pengaruh dari

pengajaran yang telah dilakukan. Selain itu, soalpretestdanposttestdibuat

serupa bertujuan untuk melihat bagian mana dari materi pembelajaran yang

masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa. Berdasarkan hasil tes ini,

maka tingkat keberhasilan siswa dalam belajar dan perbandingan hasil belajar

antara pembelajaran berbasisPhET Simulationdengan model pembelajaran

inkuiri terbimbing dan pembelajaran dengan KIT Optika melalui model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat terlihat.

E. Analisis Instrumen

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen penelitian harus diuji

validitas terlebih dahulu kepada para validator untuk mengetahui apakah

(57)

38

dengan angket penilaian yang terdiri dari beberapa pernyataan oleh ahli yang

berkompeten. Skala yang digunakan pada angket penilaian adalah skala likert

dengan skor penilaian tertinggi adalah 4 (sangat tepat) dan terendah adalah 1

(tidak tepat). Untuk menganalisis kategori hasil uji validitas instrumen,

digunakan persamaan sebagai berikut.

Skor = x4

Skor yang diperoleh dari persamaan tersebut dikonversikan menjadi

pernyataan kualitas seperti yang terdapat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Konversi Skor Penilaian Menjadi Pernyataan Nilai Kualitas

Skor Penilaian Rerata Skor Klasifikasi

1 3,26–4,00 Sangat baik

2 2,513,25 Baik

3 1,762,50 Kurang baik

4 1,011,75 Tidak baik

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk nilai kognitif dilakukan dengan menggunakan

lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari tes awal

(pretest)dan tes akhir (posttest). Adapun data yang diperoleh dapat dilihat

pada Lampiran 10 hingga Lampiran 15.

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Untuk menganalisis kategori tes hasil belajar siswa digunakan skor gain

(58)

39

dengan skorpretestdibagi oleh skor rmaksimum dikurang skorpretest.

Jika dituliskan dalam persamaan adalah sebagai berikut.

Keterangan:

g =N-Gain

Spre = Skorpretest

Spost = Skorposttest

Smax = Skor maksimum

Kategori:

Tinggi : 0,7N-gain 1

Sedang : 0,3N-gain< 0,7

Rendah :N-gain< 0,3

2. Uji Normalitas Data

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi

normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : data terdistribusi secara normal

1

H : data tidak terdistribusi secara normal

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka

(59)

40

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka

distribusinya adalah normal.

3. Uji Homogenitas Data

Apabila masing-masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan

dengan uji homogenitas menggunakan uji-F.(Levene Statistic) untuk

melihat apakah data homogen atau tidak. Hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : kedua kelompok data memiliki varians yang homogen

1

H : kedua kelompok data memiliki varians yang tidak homogen

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka

dikatakan bahwa variasi data adalah adalah tidak homogen.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka dapat

dikatakan bahwa variasi data adalah homogen.

4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakanIndependent sample t-test.

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan

rata-rata antara dua kelompok data yang tidak saling bekaitan. Hipotesis yang

akan diuji denganIndependent sample t-testyaitu:

1. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa antara

pembelajaran menggunakanPhET Simulationdan KIT Optika melalui

(60)

41

H1: Ada perbedaan rata-rata hasil belajar optika siswa antara

pembelajaran menggunakanPhET Simulationdan KIT Optika melalui

model pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. H0: Rata-rata hasil belajar optika siswa menggunakanPhET

Simulationtidak lebih baik dari pada menggunakan KIT Optika.

H1: Rata-rata hasil belajar optika siswa menggunakanPhET

Simulationlebih baik dari pada menggunakan KIT Optika.

Independent sample t-testmenyajikan dua buah uji statistik. Pertama

adalah uji Levene’s untukmelihat apakah ada perbedaan varians antara

kedua kelompok atau tidak. Kedua adalah uji-t untuk melihat apakah ada

perbedaan rata-rata kedua kelompok atau tidak. Jika p-value (Sig.) dari

uji Levene’slebih besar dari nilaiα(0.05), hal ini berarti varians kedua

kelompok adalah sama, maka signifikansi uji-t yang dibaca adalah pada

baris pertama (Equal variances assumed). Tetapi jika p-value dari uji

Levene’slebih kecil atau sama dengan nilaiα(0.05), hal ini berarti

varians kedua kelompok adalah tidak sama, maka signifikansi uji-t yang

dibaca adalah pada baris kedua (Equal variances not assumed).

Kriteria pengujian:

a) H0diterima jika–t tabel < t hitung < t tabel

b) H0ditolak jika–t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

Berdasarkan probabilitas:

a) H0diterima jika Pvalue> 0,05

(61)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan hasil belajar fisika siswa antara kelas eksperimen 1 yang

menerapkanPhet Simulationdan kelas eksperimen 2 yang menerapkan KIT

Optika. Pada kelas eksperimen 1 rata-rata hasil belajar optika yang diperoleh

meningkat dari 5,02 menjadi 8,07 (mengalami peningkatan sebesar 3,05). Pada

kelas eksperimen 2 rata-rata hasil belajar optika yang diperoleh meningkat dari

4,81 menjadi 6,90 (mengalami peningkatan sebesar 2,09).

2. Peningkatan hasil belajar fisika siswa pada kelas eksperimen 1 berdasarkan

skor N-gain sebesar 0,65 (kategori sedang) dan pada kelas eksperimen 2

sebesar 0,43 (kategori sedang). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa

penerapanPhet Simulationlebih efektif digunakan sebagai upaya untuk

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi optika, khususnya tentang

pembiasan dan pembentukan bayangan pada lensa.

B. Saran

Berdasarkan selama proses pembelajaran berlangsung dan analisis hasil belajar

siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Agar pembelajaran menggunakanPhet Simulationmaupun KIT Optika dapat

(62)

60

matang. Dari mulai alat yang akan digunakan saat eksperimen, mental guru dan

pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif.

Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan

lancar dan baik.

2. Guru hendaknya benar-benar membimbing siswa untuk aktif pada seluruh

proses pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap materi bertambah dan

pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa.

3. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan pada karakteristik siswa yang

berbeda.

4. Bagi peneliti lain, pengaruh penggunaan laboratoriumrealmaupunvirtual

melalui model pembelajaran lain untuk materi pembelajaran yang lain pula

terhadap faktor kemampuan matematik, kemampuan berpikir abstrak siswa,

kreatifitas siswa, kemampuan afektif (karakteristik) siswa, dan lain-lain dapat

Gambar

Gambar 2.1 Fungsi media dalam proses pembelajaran. (Daryanto, 2010: 8)
gambar sebagai berikut.
Tabel 2.1 Karakteristik Kegiatan untuk Setiap Tahapan Inkuiri
Gambar 2.3 Gelombang mengalami pembengkokan saat lewat kedalam kaca. (Griffith, 2009: 359)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap pengemudi kendaraan bermotor pada saat menjalankan / mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tidak diijinkan melebihi kecepatan maksimum sebagaimana yang

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas gizi dan kandungan fenol daun bangun-bangun ( Coleus amboinicus, L ). Penelitian ini

Perangkat Lunak ini dinilai dapat lebih memudahkan Bagian Sumber Daya Manusia dan Umum dalam proses Pengelolaan SPPD karena dengan adanya sebuah perangkat lunak

Sampai hari ini belum diatur, namun yang ada hanya PP No.38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negari

menghasilkan sarjana Hadis yang mampu berperan aktif dalam menyelesaikan problematika masyarakat dalam bidang Hadis dan Ilmu Hadis, melahirkan.. sarjana Hadis yang

s APA YANG TIDAK DAPAT DILAKUKAN OLEH SISTEM ' BATASAN SISTEM. s BAGAIMANA SISTEM

zinkum pada murid kelas VIII di MTs Al-Washliyah kota Tebing Tinggi

bervariasinya produk yang dijual menjadi kekurangan dari Taman