• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i Hj. Umi Narimawati, Dra. SE.,M.Si

The research was conducted at PT. Indosat, Tbk. The phenomenon that occurs is the increased value of debt to Equty Ratio which is the ratio of PT in determining debt policy. Indosat, Tbk and Dividend Pay Out Ratio increased in 2010. And with increasing DER should reduce the House. As well as the continued decline in Managerial Ownership Structure on PT. Indosat, Tbk.Tujuan this study to determine the policy of debt at PT. Indosat Tbk, to know the ratio of debt at PT. Indosat Tbk, to know the ratio of managerial ownership in PT. Indosat Tbk and intends to determine the effect of debt policy and managerial ownership on dividend policy of partially and simultaneously at PT. Indosat Tbk. The research method used in this research is descriptive research method (qualitative) by using analysis verifikatif development and research methods (quantitative) by using a statistical test analysis of the multiple linear regression, Pearson correlation, a test of determination and hypothesis testing. These results indicate that the development value of debt to Equty Ratio PT. Indosat, Tbk have continued to rise this shows that the PT. Indosat, Tbk experience dependence on foreign funds (debt). As for the Structure of Managerial Ownership (MWON) continues to decline, this is due to changes in the structure of managerial stock ownership on the commissioners and directors. In the development of the Dividend Payout Ratio PT. Indosat, Tbk have continued to rise, this shows that companies are more concerned with the interests of shareholders rather than maximizing profits. Debt Policy and Managerial Ownership Structure and insignificant positive impact on dividend policy. Then the impact is greater than simulltan partially. This means that the Debt Policy and Managerial Ownership Structure on Dividend Policy taken into consideration in determining the sustainable development for the company so it can make the company perform optimal performance for the company.

(2)

ii

Penelitian ini dilakukan pada PT. Indosat, Tbk. Fenomena yang terjadi adalah meningkatnya nilai Debt to Equty Ratio yang merupakan rasio dalam menentukan kebijakan hutang PT. Indosat, Tbk dan meningkatnya Dividen Pay Out Ratio pada tahun 2010. Padahal dengan meningkatnya DER harusnya menurunkan DPR. Serta terus menurunnya Struktur Kepemilikan Manajerial pada PT. Indosat, Tbk.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kebijakan hutang pada PT. Indosat Tbk, untuk mengetahui rasio hutang pada PT. Indosat Tbk, untuk mengetahui rasio kepemilikan manajerial pada PT. Indosat Tbk dan bermaksud untuk mengetahui pengaruh kebijakan hutang dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen secara parsial dan simultan pada PT. Indosat Tbk.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif (kualitatif) dengan menggunakan analisis perkembangan dan metode penelitian verifikatif (kuantitatif) dengan menggunakan analisis uji statistik yaitu regresi linear berganda, korelasi pearson, uji determinasi dan pengujian hipotesis.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perkembangan nilai Debt to Equty Ratio PT. Indosat, Tbk terus mengalami kenaikan hal ini menunjukan bahwa PT. Indosat, Tbk mengalami ketergantungan pada dana asing (hutang). Sedangkan untuk Struktur Kepemilikan Manajerial (MWON) terus mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya perubahan kepemilikan saham pada struktur manajerial pada komisaris dan direksi. Pada perkembangan nilai Dividen Payout Ratio PT. Indosat, Tbk terus mengalami kenaikan, hal ini menunjukan bahwa perusahaan lebih mementingkan kepentingan para pemegang saham daripada memaksimumkan laba perusahaan. Kebijakan Hutang dan Struktur Kepemilikan Manajerial berdampak positif dan tidak signifikan terhadap Kebijakan Dividen. Kemudian dampak secara simulltan lebih besar dari secara parsial. Hal ini berarti Kebijakan Hutang dan Struktur Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen dijadikan pertimbangan dalam menentukan pembangunan berkelanjutan bagi perusahaan sehingga dapat menjadikan perusahaan ini melakukan kinerja yang optimal bagi perusahaan.

(Kata kunci : Debt To Equity Ratio, kepemilikan manajerial (MOWN) dan

(3)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Setiap perusahaan memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan manajer keuangan yang melakukan tugas atau fungsi dalam rangka membantu pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Secara tradisional peranan manajer keuangan ialah mencari dana untuk perusahaan bila diperlukan oleh perusahaan dan membelanjakannya, dalam hal ini manajer keuangan harus memperhatikan aktiva, alokasi dana terhadap berbagai macam proyek dan kegiatan, pengukuran hasil dari masing-masing kegiatan, pemupukan dana dalam perusahaan, serta pemeliharaaan struktur kapital yang rasional. Penjabaran tujuan tersebut di dalam suatu formulasi yang tegas dan jelas dapat membantu bahkan dapat menjadi kunci berhasilnya perusahaan untuk memperoleh posisi di masa depan. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2008:5) perusahaan merupakan organisasi yang mencari untung, maka tujuan dari perusahaan biasanya dinyatakan dalam bentuk uang. Dalam hal ini dua tujuan utama yang dikemukakan yaitu memaksimisasi keuntungan (profit) dan memaksimisasi kemakmuran (wealth).

(4)

perusahaan dapat memberikan harapan nilai yang besar di masa depan dia akan memperoleh nilai yang tinggi pada saat itu. Sebaliknya bila perusahaan tidak mampu memberikan gambaran dan harapan yang mantap nilai di masa depan, tentu saja akan dinilai rendah oleh masyarakat dan pemegang saham atau pemilik perusahaan. Tujuan maksimisasi kemakmuran adalah lebih baik daripada maksimisasi laba sebagai pernyataan dari tujuan perusahaan. Hal ini menunjukan secara bijaksana bahwa faktor laba harus dipertimbangkan dalam arti jangka panjang.

Dalam memaksimisasi kemakmuran perusahaan yang dimana memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham disadari bahwa pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan modern mengakibatkan potensi konflik antara pemilik dan manajer. Secara khusus, tujuan dari pihak manajemen dapat berbeda dari tujuan pemegang saham perusahaan. Di dalam perusahaan besar, saham dapat dimilik oleh terlalu banyak pemegang saham sehingga mereka banyak memiliki sedikit kendali atau pengaruh atas pihak manajemen. Jadi, pemisahan kepemilikan pihak manajemen ini, akan menciptakan situasi yang memungkinkan manajemen bertindak utnuk kepentingannya sendiri daripada untuk kepentingan para pemegang sahamnya.

(5)

Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal (Kusumawati dan Sasongko, 2005). Pemegang saham menginginkan laba perusahaan dibagikan dalam bentuk Dividen tunai sebagai salah satu bentuk peningkatan kesejahteraannya dan lebih menyarankan perusahaan memperoleh pendanaannya dari pihak eksternal, sedangkan manajer menginginkan laba perusahaan tidak dibagikan kepada para pemegang saham melainkan laba perusahaan tersebut dalam bentuk laba ditahan digunakan untuk investasi yang lebih menguntungkan.

(6)

diantara kedua kelompok ini (manajer sebagai agen dan principal sebagai pemegang saham dari luar) merupakan salah satu bentuk dari masalah keagenan.

Maka diperlukan suatu kebikjaksanaan keuangan sebagai penjabaran dari kebijaksanaan perusahaan yang maksimisasi kemakmuran para pemegang saham. Kebijakan pembelanjaan(hutang) dan kebijakan dividen merupakan jenis dari kebijaksanaan keuangan. Kebijakan pembelanjaan (hutang) dalam hal iin manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan, dan menganalisa kombinasi sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan rutin dalam kegiatan usahanya. Sedangkan kebijakan dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Besar kecilnya dividen yang dibayarkan tentu saja akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan maksimasi kesejahteraan tersebut.

Begitu juga pada PT. Indosat, Tbk yang ingin memaksimisasi kemakmuran pemegang saham diperlukan adanya suatu kebijakan yang dilakukan oleh seorang

agent (manajer) yang mana bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki kekuasaan dalam menjalankan menejemen perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham perusahaan (principal) dimana seorang agent (manajer) menentukan kebijakan yang bisa meminimumkan konflik kepentingan yang bisa menjadi pemisah antara agen (manajer) dan principal

(7)

Berikut ini adalah data struktur kebijakan hutang (DER) dan kepemilikan manajerial (MWON) dan kebijakan dividen (DPR) PT. Indosat, Tbk periode 2004-2010

Tabel 1.1

Tingkat Kebijakan Hutang (DER) , Struktur Kepemilikan Manajerial (MWON), dan Kebijakan Dividen (DPR) PT. Indosat, Tbk

Tahun 2004-2010

Sumber : Laporan Keuangan PT.Indosat, Tbk, data diolah

Dapat dilihat pada grafik perkembangan struktur kepemilikan, kebijakan

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

DER MOWN DPR

Perkembangan kepemilikan manajerial, kebijakan hutang (DER) dan Kebijakan Dividen (DPR) PT. Indosat, Tbk periode 2004-2010

Gambar 1.1

Grafik Tingkat kebijakan hutang (DER) ,struktur kepemilikan manajerial (MWON), dan kebijakan dividen (DPR) PT. Indosat, Tbk

(8)

Berdasarkan tabel dan gambar 1.1, nilai Debt To Equty Ratio dari tahun 2004-2010 mengalami fluktuatif dikarenakan total hutang pada PT. Indosat, Tbk mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, karena untuk mendapatkan laba bersih sendiri harus meminimumkan beban perusahaan yang dalam hal ini adalah bunga atas peminjaman dana / hutang. Dimana struktur dari DER itu adalah total hutang dan modal sendiri yang mana bila total hutang lebih tinggi dari modal sendiri, perusahaan akan beresiko dalam pengembalian hutangnya yang mana perusahaan harus membayar jumlah kewajiban serta jumlah bunganya. Bila DER mengalami kenaikan akibat meningkatnya total hutang, maka laba per lembar saham perusahaan akan mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan adanya kenaikan beban bunga sehingga perolehan laba bersih menjadi berkurang sehingga pada laba yang dibagikan kepada para pemegang saham yang mengalami penurunan yang berupa Dividen Payout Ratio.

(9)

2010 tersebut naik sebesar 115,75%, hal ini terjadi karena pertumbuhan pendapatan konsolidasi yang didukung oleh pertumbuhan pendapatan seluler yang kuat.

Untuk struktur kepemilikan manajerial dari tahun 2004-2010 dari tahun 2006-2010 terus mengalami penurunan, dimana penurunan kepemilikan manajerial akan menaikan laba untuk pemegang saham dan pada tahun 2010 dimana kepemilikan manajerial sebesar 0,0002%. Penurunan struktur kepemilikan manajerial ini dikarenakan adanya perombakan direksi pada PT. Indosat, Tbk yang mana kinerja pada PT. Indosat , Tbk mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut dengan mengadakan penelitian dan mengambil judul skripsi “Pengaruh Kebijakan Hutang dan Struktur kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden pada PT. Indosat, Tbk”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

(10)

1.2.2 Rumusan Masalah

Dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan Kebijakan Hutang pada PT. Indosat, Tbk tahun 2004-2010.

2. Bagaimana perkembangan Struktur Kepemilikan Manajerial pada PT. Indosat, Tbk pada tahun 2004-2010.

3. Bagaimana perkembangan Kebijakan Dividen pada PT. Indosat, Tbk pada tahun 2004-2010.

4. Seberapa besar pengaruh Kebijakan Hutang dan Struktur kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen pada PT. Indosat, Tbk tahun 2004-2010 secara simultan maupun parsial.

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah unutk mengetahui gambaran tentang bagaimana pengaruh Kebijakan Hutang dan Sturktur Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen di perusahaan tersebut.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan Kebijakan Hutang pada PT. Indosat, Tbk tahun 2004-2010.

(11)

3. Untuk mengetahui perkembangan Kebijakan Dividen pada PT. Indosat, Tbk tahun 2004-2010.

4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang terhadap Kebijakan Dividen pada PT. Indosat, Tbk tahun 2004-2010 baik secara simultan maupun parsial.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan maksud dan tujuan penelitian yang dikemukakan diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna.:

1.4.1 Kegunaan Praktis 1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan.

2. Bagi Pihak Terkait

Bagi pihak terkait penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi setiap pihak yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan tersebut.

1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Pengembangan Ilmu

(12)

lainnya. Selain itu juga dapat sebagai bahan referensi untuk perbaikan atau pengembangan bagi penelitian di bidang atau masalah yang sama.

2. Bagi Peneliti Lain

Bagi Peneliti lain, hasil penelitian ini dapat sebagai acuan dan bahan referensi jika akan menyusun laporan dengan topik yang sama.

1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi dan pelaksanaan penelitian bertempat di PT. Indosat, Tbk. Selain itu pengambilan data di peroleh juga melalui situs www.idx.co.id, sedangkan waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah selama kurang lebih 6 bulan, yaitu dari bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Jadwal penelitian dan pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.2

Tabel Jadwal Penelitian dan Pengumpulan Data

No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 1 2 3 4 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pra Penelitian

(13)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kebijakan Hutang 2.1.1.1 Pengertian

Hutang adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan “utang”, yang pada saatnya harus dibayar kembali

(Bambang Riyanto, 2008 : 227). Ada tiga golongan dalam hutang, antara lain : 1. Hutang jangka pendek (Short term Debt)

Hutang jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun. Sebagian besar hutang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan usahanya. Adapun jenis-jenis daripada modal asing jangka pendek yang terutama adalah :

a. Rekening Koran, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank kepada perusahaan dengan batas plafond tertentu dimana perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian demi sebagian sesuai dengan kebutuhannya, dan bunga yang dibayar hanya untuk jumlah yang telah diambil saja, meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut.

(14)

dilakukan dengan kredit berarti bahwa penjual baru menerima pembayaran harga dari barang yang dijualnya beberapa waktu kemudian setelah barang diserahkan. c. Kredit dari Pembeli, merupakan kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya. Disini pembeli membayar harga barang yang dibelinya lebih dahulu, dan setelah beberapa waktu barulah pembeli menerima barang yang dibelinya.

d. Kredit Wesel, kredit ini terjadi apabila suatu perusahaan mengeluarkan “surat pengakuan hutang” yang berisikan kesanggupan untuk membayar sejumlah uang

tertentu kepada pihak tertentu dan pada saat tetentu (surat Promes/Notes Payables), dan setelah ditanda tangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan kepada Bank.

2. Hutang Jangka Menengah (Intermediate-Term Debt)

Adalah hutang yang jangka waktu atuau umumnya adalah lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Kebutuhan membelanjai usaha dengan jenis kredit ini dirasakan karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan kredit jangka pendek di satu pihak dan juga sukar untuk dipenuhi dengan kredit jangka panjang di lain pihak. Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka menengah, antara lain :

(15)

b. Leasing, adalah suatu alat atau cara untuk mendapatkan “service” dari suatu

aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti halnya kalau kita menjual obligasi untuk mendapatkan “service” dan hak milik atas aktiva tersebut dan

bedanya pada leasing tidak disertai dengan hak milik. 3. Hutang jangka panjang (Long-Term Debt)

Merupakan hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari 10 tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Adapun jenis utama dari hutang jangka panjang antara lain :

a. Pinjaman Obligasi (Bonds-payables), adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, dimana debitur mengeluarkan surat pengakuan hutang yang mempunyai nominal tertentu. Jangka waktu pinjaman obligasi hendaknya didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a) Jangka waktu pinjaman kredit hendaknya disesuaikan dengan jangka waktu penggunaanya di dalam perusahaan.

b) Jumlah angsuran harus disesuaikan dengan jumlah penyusutan dari aktiva tetap yang akan dibelanjai dengan kredit obligasi tersebut.

Pelunasan atau pembayaran kembali pinjaman Obligasi dapat diambil dari : a) penyusutan aktiva tetap yang debelanjai dengan pinjaman obligasi tersebut b) keuntungan.

Jenis-jenis Obligasi, antara lain :

(16)

debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang apakah debitur memperoleh keuntungan atau tidak.

b) Obligasi pendapatan (Income Bonds), adalah jenis obligasi dimana pembayaran bunga hanya dilakukan pada waktu-waktu debitur atau perusahaan yang mengeluarkan surat obligasi tersebut mendapatkan keuntungan

c) Obligasi yang dapat ditukarkan (convertible-Bonds), adalah obligasi yang memberikan kesempatan kepada pemegang surat Obligasi tersebut untuk pada suatu saat tertentu menukarkannya dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan. .

b. Pinjaman Hipotik (mortgage), adalah pinjaman jangka panjang dimana pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, agar supaya bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.

(17)

perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan, Mamduh (2004). Menurut Mamduh (2004 terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang, antara lain :

a. NDT (Non-Debt Tax Shield)

Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi.

b. Struktur Aktiva

Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.

c. Profitabilitas

Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.

d. Risiko Bisnis

(18)

e. Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Disamping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal.

f. Kondisi Internal Perusahaan

Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan hutang dalam suatu perusahaan.

2.1.1.2 Teori Kebijakan Hutang 1. Trade off Theory

Teori ini menganggap bahwa penggunaan hutang 100 persen sulit dijumpai. Kenyataannya semakin banyak hutang, maka semakin tinggi beban yang harus ditanggung. Satu hal yang penting bahwa dengan meningkatnya hutang, maka semakin tinggi probabilitas kebangkrutan. Beban yang harus ditanggung saat menggunakan hutang yang lebih besar adalah biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang semakin besar dan sebagainya. Menurut Mamduh (2004) bahwa biaya kebangkrutan dapat cukup signifikan dapat mencapai 20 persen nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal :

1. Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis.

(19)

2. Pecking Order Theory

Teori pecking order menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Penggunaan hutang lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk hutang lebih murah dibandingkan dengan biaya penerbitan saham. urutan pendanaan menurut teori

peckingorder adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal). Dana internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

2. Perusahaan menyesuaikan target dividen payout ratio terhadap peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis.

3. Kebijakan dividen yang sticky ditambah fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diproksi, berarti terkadang aliran kas internal melebihi kebutuhan investasi namun terkadang kurang dari kebutuhan investasi.

4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman, yaitu mulai dari penerbitan hutang

convertible bond , dan alternatif paling akhir adalah saham. 3. Signaling Theory

(20)

penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004)..

(21)

4. Teori Keagenan

Berdasarkan teori keagenan, struktur modal perusahaan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi konflik antara berbagai kelompok yang memiliki kepentingan dalam perusahaan. Pemegang saham lebih menyukai tindakan perusahaan yang akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar, sehingga mereka akan memperoleh dividen atas saham yang mereka miliki juga akan meningkat. Namun pemegang hutang perusahaan tidak memperdulikan berapa besar tingkat keuntungan perusahaan, karena pay-off pemegang hutang 2.1.1.3 Debt To Equity Ratio

Kebijakan hutang dalam penelitian ini diukur dari Debt to Equity Ratio

(DER) dikarenakan Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara

total debt (total hutang) dan total modal sendiri. Menurut James C.Van Horne dan Jhon M. Wachowicz Jr (2005:209) debt to equity ratio adalah rasio utang dengan ekuitas menunjukan sejauh mana pendanaan dari utang digunakan jika dibandingkan dengan pendanaan equitas.”

Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar penggunaan modal melalui hutang. Bagi perusahaan sebaiknya penggunaan hutang tidak melebihi modal sendiri. Debt to Equity Ratio dirumuskan sebagai berikut :

(Bambang Riyanto, 2001:333)

Total utang yang dimaksudkan dalam rumus perhitungan diatas adalah seluruh total utang perusahaan baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjang dalam satu periode akuntansi. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER)

(22)

ini menunjukan perusahaan semakin berisiko, artinya perusahaan dengan penggunaan lebih dari 50% hutang dibandingkan modal sendiri, maka dalam pengembalian hutangnya perusahaan tidak cukup dana untuk membayar hutang tersebut.

Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang); sedangkan total modal sendiri merupakan total modal sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukan komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio menunjukan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).

Menurut Kasmir (2010:113) keuntungan dengan mengetahui rasio ini anatara lainnya adalah :

1. Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lain.

2. Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap. 3. Mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap

dengan modal.

(23)

2.1.2 Struktur Kepemilikan Manajerial 2.1.2.1 Pengertian Struktur Kepemilikan

Pada perusahaan besar pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan modern mengakibatkan potensi konflik antara pemilik dan manajer. Pemisahan kepemilikan pihak manajemen ini, akan menciptakan situasi yang memungkinkan manajer bertindak untuk kepentingan sendiri daripada untuk kepentingan para pemegang sahamnya. Dengan demikian, konflik kepentingan antar pemilik dapat terjadi. Hal ini disebut “masalah keagenan”, yaitu devergensi

kepentingan yang timbul antara pemilik dan agennya, Widyastuti (2004) dalam Sri Rezeki Metallia (2007). Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership). dan (2) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration). Menurut Jensen dan Mecking dalam tesis wahyuning (2007) istilah struktur kepemilikan digunakan untuk ditentukan oleh hutang dan ekuitas saja tetapi juga ditentukan oleh prosentase kepemilikan saham oleh manajemen dan institusi. Salah satu bentuk mekanisme corporate governance yang apat digunakan untuk menyamakan kepentingan principal dan agent adalah konsentrasi kepemilikan.

Jensen et al. (1992) dalam Abdullah W. Djabid mengemukakan ada beberapa alternative untuk mengurangi agency cost yaitu :

(24)

keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham.

2. Dengan meningkatkan dividend payout ratio sehingga tidak tersedia banyak

free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya

3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang yang akan menurunkan excess of free cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan

kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

4. Meningkatkan kepemilikan saham oleh pihak institusional. Adanya kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

2.1.2.2 Jenis – jenis Struktur Kepemilikan

2.1.2.2.1 Kepemilikan Manajerial (managerial ownership)

Kepemilikan Manajerial (managerial ownership) adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris (Wahidahwati, 2002). Kepemilikan manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun dan dinyatakan dalam presentase, yang dirumuskan sebagai berikut :

Yuli Soesetio (2007:390)

Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang

(25)

notabene adalah mereka sendiri (Mahadwartha dan Hartono, 2002). Argumentasi di atas menjustifikasi perlunya managerial ownership. Program managerial ownership termasuk ke dalam program kebijakan remunerasi untuk mengurangi masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Kepemilikan manajerial dalam kaitannya dengan kebijakan utang dan dividen mempunyai peranan penting yaitu mengendalikan kebijakan keuangan perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham atau sering disebut bonding mechanism.

Bonding mechanism berusaha menyamakan kepentingan dari pemegang saham dengan kepentingan dari manajemen melalui program-program yang mengikat kekayaan pribadi manajemen ke dalam kekayaan perusahaan.

2.1.2.2.2 Kepemilikan Institusional (instutional ownership)

Kepemilikan suatu perusahaan dapat terdiri atas kepemilikan institusional maupun kepemilikan individual. Atau campuran keduanya dengan proporsi tertentu. Investor institusional memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan investor individual, diantaranya yaitu:

1. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual untuk mendapatkan informasi.

2. Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa informasi, sehingga dapat menguji tingkat keandalan informasi.

3. Investor institusional, secara umum, memiliki realsi bisnis yang lebih kuat dengan manajemen.

(26)

5. investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham sehingga Dapat meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin di tingkat harga.

Adanya pemegang saham seperti institusional ownership memiliki arti penting dalam memonitor manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan-perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi-institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. Signifikasi institusional ownership sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Apabila institusional merasa tidak puas atas kinerja manajerial, maka mereka akan menjual sahamnya ke pasar. Perubahan perilaku institusional ownership dari pasif menjadi aktif dapat meningkatkan akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih hati-hati dalam pengambilan keputusan. Meningkatnya aktivitas institusional ownership dalam melakukan monitoring disebabkan oleh kenyataan bahwa adanya kepemilikan saham

(27)

mengontrol semua tindakan manajer. Pengawasan lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan masukanmasukan sebagai bahan pertimbangan bagi manajer dalam menjalankan usaha dan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Semakin besar prosentase saham yang dimiliki oleh institusional ownership akan menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi lebih efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer dan mengurangi

agency cost.

2.1.3 Kebijakan Dividen

2.1.3.1 Pendekatan Kebijakan Dividen

Kebijaksanaan perusahaan untuk membagi keuntungan kepada pemegang saham membawa arti dalam dua hal :

a. Dana yang dibagikan kepada para pemegang saham. Hal ini ditunjukan oleh pembayaran kepada para pemegang saham.

b. Dana untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Hal ini tercermin dalam rencana pada pos laba yang ditahan.

Oleh karena politik dividen mempengaruhi baik jangaka panjang maupun bagian yang dibagikan kepada para pemegang saham maka dalam hal ini terdapat dua pendekatan, yaitu :

1. Sebagai Kebijaksanaan Pembelanjaan Jangka Panjang

(28)

sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha.

2. Sebagai Kebijaksanaan untuk Memaksimumkan Nilai Perusahaan

Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa kebijaksanaan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar.

2.1.3.2 Pengertian Kebijakan Dividen

Menurut Handono Mardiyanto (2009:277) Kebijakan dividen mencakup penentuan penggunaan laba bersih untuk (1) mendanai investasi dalam bentuk laba ditahan, dan (2) imbalan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Apabila laba ditahan ditambah, dividen malahan harus dikurangi. Pembagian dividen yang sebesar-besarnya jelas mamaksimalkan kekayaan pemegang saham saat ini. Namun, hal itu berarti mengurangi dana investasi tahun mendatang, yang justru akan mengurangi tingkat pertumbuhan laba dan juga menurunkan kekayaan pemegang sahan di tahun depan. Sebaliknya, jika laba ditahan diperbesar, dividen terpaksa dikurangi yang akan menurunkan kekayaan pemegang saham saat ini. Berdasarkan fakta itu, teori dividen sampai sekarang belum bulat menyimpulkan apakah pembagian dividen akan meningkatkan nilai perusahaan (harga saham) atau tidak.

(29)

a. Dividend Irrelevant theory

Teori ini beranggapan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap harga saham (nilai perusahaan) maupun terhadap biaya modalnya. Kebijakan dividen yang satu sama baiknya dengan kebijakan dividen yang lain. Dijelaskan bahwa pendukung utama teori ketidakrelevanan ini adalah Miller dan Modiglani. Mereka menggunakan sejumlah asumsi, khususnya tentang ketiadaan pajak dan biaya pialang, leverage keuangan tidak memiliki pengaruh terhadap biaya modal, para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang prospek perusahaan, distribusi laba ke dalam bentuk dividen atau laba ditahan tidak mempengaruhi biaya ekuitas perusahaan dan kebijakan capital budgeting

merupakan kebijakan yang independen terhadap kebijakan dividen.

b.Bird-in-The Hand Theory

(30)

c. Teori Preferensi Pajak

Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi (Suwaldiman dan Aziz, 2007), yaitu:

1) Keuntungan modal (capital gain) dikenakan tarif pajak lebih rendah daripada pendapatan dividen. Untuk itu, investor yang memiliki sebagian besar saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanam kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba

mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan

keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.

2) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai sahamnya terjual, sehingga ada efek nilai waktu.

(31)

2.1.3.3 Kebijakan Dividen yang Optimal

Umumnya investor mengharapkan diperolehnya hasil dari pembelian saham terhadap dua hal, yaitu :

1. Kenaikan Modal

Para investor mengharapkan adanya kenaikan modal dalam bentuk kenaikan harga saham yang telah dibelinya.

2. Dividen

Disamping itu tentu saja para investor, sampai pada tingkat tertentu akan mengharapkan adanya pembagian laba yang diperoleh perusahaan. 2.1.3.4Kebijaksanaan Pembayaran Dividen

1. Stable Dividend Policy (Kebijaksanaan Pembayaran Dividen Stabil)

Pada kebijaksanaan ini besarnya dividen yang dibayarkna selalu stabil dalam jumlah yang tetap, stabil yang makin naik dan stabil yang semakin menurun, Jadi besarnya dividen yang dibayarkan dalam jumlah yang selalu stabil walaupun terjadi fluktuasi dalam net income.

2. Fluctuating Dividend Policy (Kebijaksanaan Pembayaran Dividen yang berfluktuasi )

Pada tingkat kebijaksanaan ini besarnya dividen yang dibayarkan berdasarkan pada tingkat keuntungan pada setiap akhir periode. Apabila tingkat keuntungan yang tinggi maka besarnya dividen yang dibayarkan relative tinggi, dan sebaliknya bila tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen yang dibayarkan juga rendah.

(32)

Pada kebijakan ini besarnya dividen yang dibayarkan sebagian ada yang bersifat stabil atau tetap, tetapi sebagian yang lain bersifat ptoporsional dengan tingkat keuntungan yang dicapai. Apabila perusahaan tidak mendapatkan laba para pemegang saham masih mendapatkan dividen tetap dan apabila didapatkan keuntungan dari hasil operasinya didapatkan bagian dari keuntungan. Bagian dividen yang bersifat proporsional besarnya tidak sama dengan dividen yang menggunakan kebijakan fluktuatif.

2.1.3.5 Kontroversi Pembayaran Dividen

Perbedaan pendapat/kontroversi mengenai pembagian dividen dalam kaitannya nilai saham. Perbedaan pendapat ini ada tiga kelompok :

a. Dividen harus dibagikan dalam jumlah sebesar-besarnya dalam rangka menaikkan nilai saham

b. Dividen dibagi atau tidak adalah sama c. Dividen tidak perlu dibagi

2.1.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Ada lima factor yang perlu diperhatikan seorang manajer keuangan dalam memutuskan jumlah dividen yang akan dibayarkan :

1. Kendala dalam pembayaran dividen

(33)

pembayaran dividen untuk tujuan menghindari pajak sekelompok pemegang saham.

2. Kesempatan Investasi

Perusahaan yang mempunyai banyak kesempatan investasi tentu membutuhkan dana lebih besar sehingga lebih senang memilih rasio pembayaran dividen yang rendah. Demikian juga sebaliknya. Di lain pihak, perusahaan yang berkemampuan untuk mempercepat atau menunda proyeknya (yang mempunyai fleksibilitas tinggi) akan lebih konsisten dalam menjalani kebijakan dividennya.

3. Alternatif sumber dana.

Bilamana biaya emisi saham baru relative tinggi untuk mendanai investasinya, perusahaan akan memilih sumber dana internal (laba ditahan) dari pada menerbitkan saham baru. Pilihan itu tentu saja akan diikuti oleh penurunan rasio pembayaran dividen. Lebih lanjut, jika perusahaan dapat menyesuaikan rasio utang terhadap aktivitasnya (debt ratio) tanpa menyebabkan kenaikan mencolok pada biaya modal, perusahaan umumnya akan memilih kebijakan dividen yang stabil meskipun terjadi fluktuasi pada laba.

4. Dilusi kepemilikan

Manajer yang lebih mementingkan pengendalian atas perusahaan, cenderung menolak menjual saham baru sehingga akan mendanai proyek investsai melalui laba ditahan serta menurunkan rasio dividennya.

5. Pengaruh kebijakan dividen terhadap risiko (k)

(34)

risiko investor memperoleh pendapatan sekarang atau menunda tahun depan, (2) penerimaan risiko atas dividen atau keuntungan modal (capital gain), (3) penghematan pajak dari dividen atau keuntungan modal, dan (4) kandungan informasi (information content) atau sinyal (signaling) yang dipahami investor atas suatu kebijakan dividen. Pengaruh masing-masing faktor itu berbeda-beda untuk setiap perusahaan, tergantung pada harapan investor (pemegang saham) saat ini dan yang akan datang.

2.1.3.7 Dividend Pay Out Ratio

Menurut Robert Ang (1997:623) Dividend pay out ratio merupakan perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS). Sedangkan menurut Suad Husnan (2001:316) perusahaan hanya dapat memebagikan dividen semakin besar jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividenyang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikanmodal sendiri.

Deviden pay out ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(Ang, 1997 : 623)

2.1.4 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

2.1.4.1 Hubungan Kebijakan Hutang dengan Kebijakan Dividen

(35)

tahun tersebut yang diambilkan dari kas maka akan berakibat menurunkan

dividend pay out ratio dan sebaliknya. Artinya dana dalam kas yang akan dibayarkan dividen kepada para pemegang saham harus rela dipakai untuk membayar hutang dibanding membayar dividen.

2.1.4.2 Hubungan Struktur Kepemilikan Manajerial dengan Kebijakan Dividen

(36)

2.1.4.3 Hubungan Kebijakan Hutang dan Struktur Kepemilikan dengan Kebijakan Dividen

Menurut Handono Mardianto (2009:285) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh faktor alternatif sumber dana (kebijakan hutang) yaitu perusahaan akan memilih sumber dana internal (laba ditahan) daripada menerbitkan saham baru, yang mana akan menurunkan rasio pembayaran dividen. Serta pada struktur kepemilikan manajerial, manajer yang lebih mementingkan pengendalian atas perusahaan, cenderung menolak menjual saham baru sehingga akan mendanai proyek investasi melalui laba ditahan serta menurunkan rasio pembayaran dividennya, artinya manajer yang mempunyai persentase kepemilikan yang lebih besar mempunyai pengendalian penuh untuk melakukan kebijakan dividen, bila jumlah kepemilikan manajerial besar maka dividen akan turun begitupun sebaliknya.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Hasil Peneliti Terdahulu Terkait dengan Variabel Peneliti No Peneliti

(37)
(38)
(39)
(40)

Dalam menjalankan fungsi tersebut, manajemen keuangan dituntut untuk melakukan kebijakasanaan dalam bagian keuangan dengan tujuan maksimasi keuntungan. Kebijaksanaan tersebut adalah kebijaksanaan pembelanjaan, kebijakan investasi dan kebijakan deviden.

Indriyo (2008-11) mengemukakan bahwa dalam kebijakan pembelanjaan atau yang biasa disebut juga dengan kebijaksanaan finansial, dimana manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisa sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan rutin dalam kegiatan usahanya. Sumber dana tersebut berasal dari modal sendiri dan modal asing (hutang). Menurut Kieso et al (2006) dalam Ratih Fitria Sari Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil perusahaan untuk melakukan pembiayaan melalui hutang. Penggunaan seberapa besar perusahaan menggunakan modal melalui hutang digunakan Debt Equity Ratio (DER) dan Bambang Riyanto (2001:333) mengemukakan bahwa Debt Equity Ratio adalah persentase perbandingan total hutang dengan modal sendiri. Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2008:232) mengemukakan bahwa semakin besar dana untuk melunasi hutang baik untuk obligasi hipotek dalam tahun tersebut yang diambilkan dari kas maka akan berakibat menurunkan dividend pay out ratio dan sebaliknya. Artinya dana dalam kas yang akan dibayarkan dividen kepada para pemegang saham harus rela dipakai untuk membayar hutang dibanding membayar dividen.

(41)

yang menguntungkan pemilik perusahaan dan bagi pemegang saham. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan maka akan timbul masalah keagenan. Dari struktur kepemilikan modal dapat dibagi menjadi kepemilikan manajerial dan kepemilikan konstutional. Menurut Wahidahwati (2002) Kepemilikan Manajerial (managerial ownership) adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris, dan Yuli Soesetio (2007:390) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial yaitu perbandingan antara kepemilikan saham manajerial dengan jumlah saham yang beredar. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan memaksimalkan tujuannya. Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer hanya akan memaksimalkan kepentingannya dan tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Dalam hal ini kebijakan dividen menjadi salah satu cara untuk mengurangi masalah agensi, Menurut James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, JR. (2005:8) menyatakan bahwa semakin sedikit persentase kepemilikan para manajer maka semakin sedikit kecenderungan mereka akan bertindak secara konsisten untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham (pembagian dividen) dan semakin besar kebutuhan pengawasan atas aktivitas pihak manajemen bagi para pemegang saham luar, serta apabila persentase kepemilikan besar makan pembagian dividen menurun.

(42)

pembayaran dividen bagi para pemegang saham dapat ikut meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham.

Menurut Mardianto (2009:277) Kebijakan dividen adalah penentuan penggunaan laba bersih, dan dikemukakan oleh Ang (1997:623) dalam Daru (2007) bahwa kebijaksanaan dividen (DPR) perbandingan antara dividen per lembar saham dan laba per lembar saham. Dalam kaitannya dengan kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial dikemukakan oleh Handono Mardianto (2009:285) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh faktor alternatif sumber dana (kebijakan hutang) yaitu perusahaan akan memilih sumber dana internal (laba ditahan) daripada menerbitkan saham baru, yang mana akan menurunkan rasio pembayaran dividen.

Serta pada struktur kepemilikan manajerial, manajer yang lebih mementingkan pengendalian atas perusahaan, cenderung menolak menjual saham baru sehingga akan mendanai proyek investasi melalui laba ditahan serta menurunkan rasio pembayaran dividennya, artinya manajer yang mempunyai persentase kepemilikan yang lebih besar mempunyai pengendalian penuh untuk melakukan kebijakan dividen, bila jumlah kepemilikan manajerial besar maka dividen akan turun begitupun sebaliknya.

(43)

Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2008:232)

Handono

Mardianto

(2009:285)

James C. Van Horne (2005:8)

Gambar 2.1

Skema kerangka pemikiran

Pengaruh kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen

2.3 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat sebuah hipotesis awal yaitu bahwa terdapat pengaruh antara kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen pada PT. Indosat, Tbk secara simultan dan parsial.

Kebijakan Hutang (X1)

Total hutang Modal sendiri

(bambang riyanto, 2001:333) Kebijakan Dividen (Y)

Dividen per lembar saham Laba per lembar saham

(Ang, 1997 : 623 dalam Daru, 2007) Struktur Kepemilikan (X2)

Kepemilikan manajerial :

Kepemilikan manajerial Saham beredar

(44)

42

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif. Pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2005:32) adalah sebagai berikut :

“Objek Penelitian merupakan Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek

atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.”

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu. Objek yang penulis gunakan dalam penelitian adalah kebijakan hutang, struktur kepemilikan manajerial serta kebijakan deviden. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Indosat, Tbk.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara penulis dalam menganalisis data. Pengertian dari Metode Penelitian adalah sebagai berikut:

Menurut Sugiyono (2010:2) menjelaskan bahwa:

“Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

(45)

meramalkan, dan mengendalikan keadaan. Metode penelitian juga merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya, artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka), dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2008:147) menyatakan bahwa:

“Metode Analisis Deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.

Menurut Sugiyono (2010:8) metode penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :

“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada sample filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample tertentu, pengumpulan data menggunkan istrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”

(46)

menggambarkan dengan jelas bagaimana pengaruh kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. Sedangkan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif, karena data kebijakan hutang, struktur kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif.

Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan di kumpulkan, diolah, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan dapat ditarik kesimpulan.

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan perencanaan penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, sistematis serta efektif. Desain penelitian menurut Umi Narimawati (2010:30) mengatakan bahwa desain penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti, dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu. Tahapan atau langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian,

(47)

yang berhasil diidentifikasi antara lain adalah adanya penggunaan kebijakan hutang yang kurang optimal dan struktur kepemilikan manajerial yang menurun akibat kinerja direksi yang kurang optimal.

3. Menetapkan rumusan masalah. Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Seberapa besar pengaruh kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial, secara simultan maupun parsial terhadap kebijakan dividen pada PT. Indosat, Tbk. 4. Menetapkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan

menganalisis pengaruhkebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial, secara simultan dan parsial terhadap kebijakan dividen pada PT. Indosat, Tbk. 5. Menetapkan hipotesis penelitian, berdasarkan fenomena dan dukungan teori. Penulis menetapkan hipotesis dalam penelitian ini: Kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada PT. Indosat, Tbk.

6. Menetapkan konsep variable sekaligus pengukuran variable penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini konsep kebijakan hutang mengacu kepada pendapat Kieso et al (2006) dalam Ratih Fitria Sari. Struktur Kepemilikan manajerial menurut Wahidahwati (2002) selanjutnya kebijakan dividen mengacu kepada pendapat Handono Mardianto (2009:277)

(48)

sampel dari laporan keuangan PT. Indosat, Tbk selama tujuh tahun yaitu dari tahun 2004-2010. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan dokumentasi

8. Melakukan analisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik inferensial. Metode deskriptif dan Verifikatif, dan analisis regresi berganda.

9. Melaporkan hasil penelitian.

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma hubungan dua variable bebas secara bersamaan dengan satu variable tergantung.

Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Desain Penelitian

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Pengertian variabel menurut Sugiyono (2010: 31) adalah “sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.”

(49)

(2002:69) sebagai berikut:

“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran constructyang lebih baik.”

Operasionalisasi variabel diperlukan dalam menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam suatu penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar. 1. Variabel Bebas / Independent (variabel X1)

Sugiyono (2010:33) mengemukakan bahwa, “Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen)”.

Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi.

Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini ada dua, pertama (X1) adalah

kebijakan hutang dan kedua (X2) adalah struktur kepemilikan manajerial.

a. Kebijakan hutang (X1)

(50)

berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan.

b. Struktur kepemilikan manajerial(X2)

Kepemilikan Manajerial (managerial ownership) adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris (Wahidahwati, 2002).

2. Variabel tergantung / Dependent (Variabel Y)

Variabel tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Menurut Sugiyono (2010:39), “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.

Dalam hal ini variabel terikatnya adalah kebijakan dividen yang Menurut Handono Mardianto (2009:277) Kebijakan dividen mencakup penentuan penggunaan laba bersih untuk (1) mendanai investasi dalam bentuk laba ditahhan, dan (2) imbalan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen..

(51)

Operasionalisasi Variabel

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan peneliti pada penelitian mengenai pengaruh kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen adalah data data sekunder.

Sedangkan menurut Sugiyono (2009:137) data sekunder adalah:

Variabel Konsep variable Indikator ukuran Skala

Kebijakan

(52)

data kepada pengumpul data.”

Data sekunder disajikan antara lain dalam bentuk data-data, tabel-tabel, diagram atau segala informasi yang berasal literatur yang ada hubungannya dengan teori-teori mengenai topik penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan PT. Indosat, Tbk.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

Adapun Teknik Penentuan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu populasi dan sampel. Pengertian dari populasi dan sampel itu sendiri adalah sebagai berikut:

1. Populasi Penelitian

Adapun Pengertian populasi menurut Sugiyono (2006:72) mengemukakan bahwa:

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.” Berdasarkan pengertian di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian maka yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Laba Rugi dan Neraca yang diperoleh dari tahun 2004-2010.

2. Sampel

(53)

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Terdapat berbagai teknik sampling yang dapat digunakan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik nonprobability sampling.

Menurut Sugiyono(2010:84), diungkapkan bahwa: “Nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel”.

Teknik nonprobability sampling yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik sampling purposive.

Sugiyono (2010:85) menjelaskan bahwa, “Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Sedangkan teknik penarikan sampel yang dilakukan oleh penulis adalah non probabilitiy sampling yaitu dengan menggunakan purposive sampling dimana sampel diambil berdasarkan pada alasan kriteria yang jelas. Adapun yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berasal dari laporan keuangan PT. Indosat, Tbk berupa laporan laba rugi, neraca dan laporan arus kas perusahaan periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2010.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(54)

Studi kepustakaan yaitu mencari data dari berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Data ini diperoleh dari buku-buku sumber yang dapat dijadikan acuan, internet atau pun dari surat kabar.

Adapun cara yang ditempuh dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Observasi (Observation)

Pengamatan langsung pada objek yang diteliti untuk mengetahui secara langsung keadaan yang sebenarnya. Data atau informasi diperoleh secara langsung dari sumber-sumber tertulis yang diberikan sehingga pengumpulan data yang dibutuhkan dapat dipercaya kebenarannya.

b. Wawancara (Interview)

Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang berkepentingan atau ahli yang berkompetensi dalam bidangnya. Dalam hal ini dengan pembimbing dari perusahaan.

c. Dokumentasi (Documentation)

Mengumpulkan dan menganalisa data-data penting tentang perusahaan atau dengan kata lain dengan mengolah data yang sudah ada.

3.2.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis

(55)

yang telah diuraikan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. a. Analisis Kualitatif

Menurut Sugiyono (2010:14) analisis kualitatif adalah sebagai berikut:

“Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan dilapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.”

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dari variabel X1 (kebijakan hutang) dan X2 (struktur kepemilikan manajerial), peneliti

menggunakan metode kualitatif dengan mewawancarai narasumber dari divisi yang terkait.

b. Analisis Kuantitatif

Menurut Sugiyono (2010:31) analisis kuantitatif adalah sebagai berikut : “Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif. Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik nonparametris. Peneliti menggunakan statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada sampel yang dilakukan secara random. Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian data dapat berupa tabel, tabel ditribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang, piechart

(diagram lingkaran), dan pictogram. Pembahasan hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interpretasi terhadap data-data yang telah disajikan.”

Adapun langkah-langkah analisis kuantitatif yang diuraikan diatas adalah sebagai berikut :

1. Pengujian Asumsi Klasik

(56)

meliputi :

a) Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Asumsi normalitas merupakan persyaratan yang sangat penting pada pengujian kebermaknaan (signifikansi) koefisien regresi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik.

Menurut Singgih Santoso (2002:393) , dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasarkan probabilitas (Asymtotic Significance), yaitu:

 Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari populasi adalah normal.

 Jika probabilitas < 0,05 maka populasi tidak berdistribusi secara normal Pengujian secara visual dapat juga dilakukan dengan metode gambar normal Probability Plots dalam program SPSS. Dasar pengambilan keputusan :

 Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

 Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Singgih Santoso, 2002:322).

(57)

normal melawan hipotesis tandingan bahwa populasi berdistribusi tidak normal. b) Uji Asumsi Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan suatu situasi dimana beberapa atau semua variabel bebas berkorelasi kuat. Jika terdapat korelasi yang kuat di antara sesama variabel independen maka konsekuensinya adalah: 1. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.

2. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Dengan demikian berarti semakin besar korelasi diantara sesama variabel independen, maka tingkat kesalahan dari koefisien regresi semakin besar yang mengakibatkan standar errornya semakin besar pula. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas adalah dengan:menggunakan Variance Inflation Factors (VIF),

2 i

R

1

1

VIF

(Gujarati, 2003: 351).

Dimana Ri2 adalah koefisien determinasi yang diperoleh dengan

meregresikan salah satu variabel bebas Xi terhadap variabel bebas lainnya. Jika

nilai VIF nya kurang dari 10 maka dalam data tidak terdapat Multikolinieritas (Gujarati, 2003: 362).

c) Uji Asumsi Heteroskedastisitas

(58)

grafik scatter plot dengan pola titik yang menyebar di ats dan di bawah sumbu y. Dasar analisanya adalah:

- Jika ada pola tertentu seperti titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, menyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

- Jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik yang melebar, menyebar di atas dan di bawah angka nol (0) pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d) Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain error dari observasi yang satu dipengaruhi oleh error dari observasi yang sebelumnya. Akibat dari adanya autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang diperoleh menjadi tidak effisien, artinya tingkat kesalahannya menjadi sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil.

Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dari data residual terlebih dahulu dihitung nilai statistik Durbin-Watson (D-W):

t t 1 2 t

e e

D W

e (Gujarati, 2003: 467)

Kriteria uji: Bandingkan nilai D-W dengan nilai d dari tabel Durbin-Watson: Jika D-W < dL atau D-W > 4 – dL, kesimpulannya pada data terdapat

(59)

autokorelasi.

Tidak ada kesimpulan jika : dL D-W dU atau 4 – dU D-W 4 – dL

(Gujarati, 2003: 470).

Apabila hasil uji Durbin-Watson tidak dapat disimpulkan apakah terdapat autokorelasi atau tidak maka dilanjutkan dengan runs test.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Menurut sugiyono (2004:149), analisis linier regresi digunakan untuk melakukan prediksi bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikan/diturunkan.

Penjelasan garis regresi menurut Andi Supangat (2007:325) yaitu:

“Garis regresi (regression line/line of the best fit/estimating line) adalah suatu garis yang ditarik diantara titik-titik (scatter diagram) sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menaksir besarnya variabel yang satu berdasarkan variabel yang lain, dan dapat juga dipergunakan untuk mengetahui macam korelasinya (positif atau negatifnya).”

Dalam penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan untuk membuktikan sejauh mana hubungan pengaruh kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen pada PT. Indosat, Tbk.

Analisis regresi ganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kebijakan dividen), bila dua atau lebih variabel independen (kebijakan hutang dan struktur kepemilikan manajerial) sebagai indikator. Analisis ini digunakan dengan melibatkan dua atau lebih variabel bebas antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X1 dan X2 ).

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Skema kerangka pemikiran
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur aset dan dividen terhadap kebijakan hutang pada perusahaan

(2011) Analisis Variabel Struktur Aset, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dan Kebijakan Dividen Yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang

Penelitian ini dikembangkan dari penelitian Wahidahwati (2001) dengan tujuan utama yaitu untuk menganalisis apakah kebijakan dividen, kepemilikan manajerial kepemilikan

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang

Penelitian-penelitian yang membahas tentang Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, profitabilitas, struktur aset, dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang pada perusahaan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, struktur aset, free cash

3.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang Hasil Penelitian menunjukkan, kepemilikan manajerial memiliki nilai sig 0,02823 < 0,05, dimana nilai t- statistic sebesar