• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS SUSU SAPI PADA

CV MULYA KHANSA NIAGA DI KOTA DEPOK

JAWA BARAT

SKRIPSI

MIRA APRIANI H34066082

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

MIRA APRIANI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA).

Sektor pertanian negara Indonesia memiliki peranan penting dan strategis dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Kondisi ini dilandasi oleh potensi sumberdaya alam Indonesia sebagai suatu negara agraris dengan geografi, ekologi, dan kesuburan lahan yang mendukung, disamping itu perkembangan sektor ini ditentukan oleh peranan dan permintaan masyarakat terhadap komoditas yang dihasilkan. Salah satu subsektor pertanian yang berpengaruh dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan akan protein hewani adalah peternakan. Subsektor ini menghasilkan berbagai macam komoditas yang berasal dari berbagai hewan ternak, diantaranya yaitu susu sapi yang merupakan komoditas potensial dari sapi perah. Komoditas ini dinilai memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia karena menyangkut nilai gizi yang terkandung.

CV Mulya Khansa Niaga merupakan salah satu perusahaan agribisnis peternakan sapi perah yang memproduksi susu sapi segar di Kota Depok. Susu sapi yang dihasilkan memiliki kualitas yang higienis karena telah teruji memenuhi persyaratan standar baku kualitas susu yaitu SNI 01-3141-1998. Namun, adanya tingkat produktivitas susu sapi yang belum optimal pada skala jumlah sapi dan batas waktu tertentu di CV Mulya Khansa Niaga sehingga perlu dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi karena kondisi tersebut mempengaruhi kinerja perusahaan.

Tujuan penelitian yaitu (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga, dan (2) Menganalisis upaya pengelolaan produksi susu sapi yang dapat diterapkan oleh CV Mulya Khansa Niaga.

Penelitian ini merupakan studi kasus untuk mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga. Pemilihan perusahaan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja dengan pertimbangan bahwa CV Mulya Khansa Niaga merupakan perusahaan peternakan sapi perah dengan skala usaha terbesar di Kota Depok. Penelitian dibatasi dalam skala 49 ekor sapi pada periode bulan Agustus sampai dengan September 2008. Metode analisis yang digunakan untuk mengolah data secara kualitatif yaitu analisis deskriptif, sedangkan untuk data kuantitatif digunakan beberapa metode analisis yaitu metode Regresi Linear Berganda melalui penggunaan software Microsoft Office Excel dan Minitab 14.

(3)

umum hanya dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan, sedangkan variabel-variabel lain yaitu penggunaan tenaga kerja dan suhu udara tidak berpengaruh nyata. Hal ini dikarenakan kandungan gizi pada pakan berdampak langsung terhadap jumlah produksi susu dan bobot badan sapi.

Nilai VIF yang diperoleh yaitu sekitar angka satu, hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji multikolonearitas model regresi tersebut bebas multikolonearitas yaitu tidak adanya korelasi antar variabel bebas atau independent. Sedangkan berdasarkan uji autokorelasi maka diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 0,717959. Hal ini berarti tidak terjadi suatu autokorelasi antar kesalahan pengganggu atau faktor error.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS SUSU SAPI PADA

CV MULYA KHANSA NIAGA DI KOTA DEPOK

JAWA BARAT

MIRA APRIANI H34066082

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Mira Apriani

NIM : H34066082

Disetujui, Pembimbing

Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec NIP. 19640220 198903 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat“ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Mira Apriani H34066082

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 April 1985. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Rosyid dan Ibunda Mulyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Miranti Jakarta Pusat pada tahun 1991 dan pendidikan Sekolah Dasar di SD Miranti Jakarta Pusat pada tahun 1997. Pendidikan tingkat menengah di SLTP Negeri 1 Cikini Jakarta Pusat. Pada tahun 1998 penulis pindah ke SLTP Negeri 2 Depok diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan pada tahun 2003 di SMU Negeri 3 Depok.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003. Setelah menempuh Program Diploma III, penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Program Sarjana Ekstensi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat“.

Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar memahami potensi dan permasalahan yang dihadapi dalam dunia agribisnis, khususnya komoditas susu sapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam berbagai kepentingan terkait.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirrobbil’alamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan peran serta dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan, arahan, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

3. Dra. Yusalina, MS selaku dosen perwakilan dari komisi akademik dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus IPB yang telah banyak membantu penulis.

5. Dhimas Satria Sakti W.U., selaku pembahas pada seminar yang telah memberikan banyak masukan dan saran dalam seminar hasil penelitian ini. 6. Papa dan Mama tercinta atas doa dan segala pengorbanan yang tulus kepada

penulis.

7. Bapak Budi Mulya, SH dan Bapak Syamsuri selaku pemilik dan manajer CV Mulya Khansa Niaga sekaligus sebagai pembimbing lapang yang telah memberi kesempatan, pengarahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Seluruh staf dan karyawan CV Mulya Khansa Niaga yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kerjasama, informasi, dan bantuannya.

9. Rekan-rekan mahasiswa/i Ekstensi Manajemen Agribisnis dan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(11)

DAFTAR ISI

2.1.2.Subsistem Agribisnis Budidaya Sapi Perah ... 23

2.1.2.1. Pra Produksi ... 23

2.1.2.2. Produksi ... 28

2.1.3.Subsistem Agribisnis Hilir Sapi Perah ... 34

2.1.3.1. Kegiatan Pendistribusian dan Perdagangan ... 35

2.1.3.2. Kegiatan Pengolahan ... 37

2.1.4.Subsistem Agribisnis Penunjang Sapi Perah ... 38

2.1.4.1. Permodalan dan Kredit dalam Agribisnis Sapi Perah ... 38

2.1.4.2. Asuransi dalam Agribisnis Sapi Perah ... 41

2.1.4.3. Penelitian dan Pengembangan Produksi ... 41

2.1.4.4. Kelembagaan dalam Agribisnis Sapi Perah ... 42

(12)

IV METODE PENELITIAN ... 57

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57

4.2. Desain ... 57

4.3. Data dan Instrumentasi ... 58

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 59

4.5. Metode Analisis Data ... 60

4.5.1. Analisis Deskriptif ... 60

4.5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi ... 61

V GAMBARAN UMUM CV MULYA KHANSA NIAGA ... 67

5.1. Gambaran Wilayah Kota Depok ... 67

5.2. Sejarah Perusahaan ... 68

5.3. Struktur Organisasi dan Visi–Misi Perusahaan ... 68

5.4. Struktur Fisik dan Lingkungan ... 69

5.5. Komoditas Usaha ... 70

5.6. Pemeliharaan Sapi Perah Dewasa ... 73

5.7. Proses Pemerahan ... 74

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76

6.1. Analisis Deskriptif Produktivitas Susu Sapi ... 76

6.2. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi ... 77

6.3. Upaya Pengelolaan Produksi Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga ... 82

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

7.1. Kesimpulan ... 84

7.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Nilai Gizi Susu Sapi per 100 Gram ... 1 2. Perkembangan Populasi Hewan Ternak di Indonesia Tahun 2004-

2008 (dalam ribuan ekor) ... 2 3. Perkembangan Produksi dan Tingkat Konsumsi Susu Sapi di

Indonesia Periode Tahun 2003-2007 ... 3 4. Perkembangan Produksi Susu Sapi Segar di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2000-2007 ... 4 5. Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kota Depok

pada Tahun 2007 ... 5 6. Harga Susu Berdasarkan Segmentasi Konsumen di CV Mulya

Khansa Niaga Tahun 2008 ... 7 7. Bobot Badan Sapi Perah Berdasarkan Bangsa Sapi ... 12 8. Perkawinan Sapi Berdasarkan Masa Awal Birahi ... 26 9. Perbandingan Nilai Gizi Susu Sapi dengan Sumber Protein

yang Lain ... 37 10. Ringkasan Gambaran Umum Penelitian Terdahulu ... 50 11. Data Anggota Kelompok Peternak Sapi Perah “Kasumi” di Kota

Depok Periode Bulan April 2008 ... 58 12. Kondisi Iklim di Kota Depok Tahun 2008 ... 67 13. Kualitas Susu Sapi di CV Mulya Khansa Niaga Tahun 2008 ... 70 14. Hasil Pendugaan Fungsi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi

Produktivitas Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Depok Periode Bulan Agustus sampai dengan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Sistem Agribisnis Sapi Perah ... 10

2. Populasi Sapi Perah di Indonesia Periode Tahun 2000 - 2008 ... 12

3. Produksi Susu Skala Nasional di Indonesia Tahun 2000 - 2008 ... 13

4. Kurva Produksi Susu untuk Satu Masa Laktasi ... 29

5. Skema Distribusi Susu, Input dan Sarana Produksi pada Sistem Agribisnis Sapi Perah ... 36

6. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan Produk Marginal dan Produk Rata-Rata ... 53

7. Kerangka Pemikiran Operasional ... 56

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Susu Sapi pada CV Mulya Khansa Niaga

Periode Bulan Agustus sampai dengan September 2008 ... 90 2. Diagram Perkawinan Sapi Perah ... ... ... 91 3. Struktur Organisasi CV Mulya Khansa Niaga pada Tahun 2008 . ... 92 4. Jumlah Konsentrat dan Hijauan pada CV Mulya Khansa

Niaga Periode Bulan Agustus sampai dengan September 2008 .. ... 93 5. Jumlah Tenaga Kerja Bagian Produksi pada CV Mulya

Khansa Niaga Periode Bulan Agustus sampai dengan

September 2008 ... ... ... 94 6. Suhu Udara pada CV Mulya Khansa Niaga Periode Bulan Agustus

(16)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian negara Indonesia memiliki peranan penting dan strategis dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Kondisi ini dilandasi oleh potensi sumberdaya alam Indonesia sebagai suatu negara agraris dengan geografi, ekologi, dan kesuburan lahan yang mendukung, serta perkembangan sektor ini ditentukan oleh peranan dan permintaan masyarakat terhadap komoditas yang dihasilkan. Salah satu subsektor pertanian yang berpengaruh dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan akan protein hewani adalah peternakan. Usaha dan pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Peternakan mempunyai peran dalam pemenuhan kebutuhan gizi bangsa Indonesia akan pangan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan penduduk (Sudono 1999).

Subsektor ini menghasilkan berbagai macam komoditas yang berasal dari berbagai hewan ternak, diantaranya yaitu susu sapi yang merupakan komoditas potensial dari sapi perah. Komoditas ini dinilai memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia karena menyangkut nilai gizi yang terkandung. Hal ini dapat dilihat dari komposisi nilai gizi susu sapi per 100 gr susu sapi1 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Susu Sapi per 100 Gram

No Zat Gizi Nilai (per 100 gr) Satuan

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Persagi 2005)

1

(17)

Berdasarkan Tabel 1, zat gizi yang terkandung dalam susu sapi sangat lengkap dan berguna dalam meningkatkan daya tahan serta pertumbuhan. Seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk, dan peningkatan pendapatan yang diikuti oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat, maka permintaan terhadap susu sapi segar maupun olahan akan semakin tinggi.

Menurut Siregar (1990) bahwa susu yang diproduksi selama ini belum memenuhi kebutuhan konsumsi karena disebabkan juga oleh produktivitas sapi perah yang sudah ada masih belum memuaskan karena pemuliaannya belum digarap secara lebih terarah dan berkelanjutan. Pemberian ransum dari aspek kuantitas maupun kualitas belum seluruhnya memadai, serta penanggulangan penyakit belum tertangani sepenuhnya. Selain itu, didukung oleh tingkat pengetahuan peternak sapi perah yang pada umumnya belum memadai dalam pengelolaan usahanya.

Kondisi tersebut merupakan suatu tantangan bagi industri susu nasional dalam memenuhi permintaan susu yang potensial di masa depan, sekaligus menjadi indikator bahwa agribisnis sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat sangat besar bagi para peternak atau pengusaha, masyarakat konsumen. Perkembangan populasi hewan ternak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Populasi Hewan Ternak di Indonesia Tahun 2004-2008 (dalam Ribuan Ekor)

Ternak 2004 2005 2006 2007 2008 Trend (%) Sapi perah 364 361 369 374 408 11,83 Sapi potong 10.533 10.569 10.875 11.515 11.869 12,19

Kuda 397 387 398 401 411 3,57

Kambing 12.781 13.409 13.970 14.470 15.806 21,90 Domba 8.075 8.327 8.980 9.514 10.392 26,13 Kerbau 2.403 2.128 2.167 2.086 2.192 -8,26 Total 34.553 35.181 36.759 38.360 41.078 67,36

(18)

Berdasarkan Tabel 2, perkembangan populasi sapi perah terus meningkat dengan trend peningkatan sekitar 11 persen sehingga produksi susu nasional memiliki prospek yang cerah untuk berkembang, karena populasi sapi perah maupun hasil produksinya cenderung meningkat setiap tahun. Namun, peningkatan tersebut belum mampu memenuhi peningkatan kebutuhan susu sapi dalam negeri.

Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2008) bahwa pada tahun 2003 konsumsi susu di Indonesia mencapai 6,5 liter per kapita per tahun kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi 11 liter per kapita per tahun. Saat ini konsumsi susu sapi dalam negeri mencapai sekitar 4 juta liter per hari namun kemampuan produksi hanya sekitar 1,25 juta liter per hari atau sekitar 30 persen dari kebutuhan susu nasional. Guna mengatasi permasalahan ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi susu, maka sekitar 70 persen dari total kebutuhan dipenuhi melalui impor susu. Peningkatan jumlah susu impor tersebut sebesar 18,8 persen per tahun yang berasal dari Selandia Baru, Australia, dan Philipina. Kondisi perkembangan tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia tahun 2003–2007 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Tingkat Konsumsi Susu Sapi di Indonesia Periode Tahun 2003-2007

Tahun Produksi Susu Tingkat Konsumsi

(Ton) (%) (Ton) (%)

2003 553.400 - 1.021.802

-2004 549.900 -0,72 1.237.986 21,15 2005 535.960 -2,36 1.291.294 4,30 2006 616.550 14,92 1.354.235 4,87 2007 636.860 3,39 1.430.258 5,61 Rata-rata 578.180 3,04 1.267.115 7,18

(19)

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa antara produksi susu sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi nasional masih belum tercukupi. Saat ini susu sapi segar dalam negeri baru mencapai 26 persen kebutuhan nasional sedangkan 74 persen berasal dari impor2.

Fenomena tersebut menuntut suatu pembinaan dan pengembangan usaha peternakan sapi perah sehingga membuka kesempatan bagi para peternak agar lebih meningkatkan produktivitas dan kinerja manajemen usahanya. Realisasi pendayagunaan potensi usaha peternakan lokal antara lain melalui pengembangan sentra-sentra peternakan sapi perah di Indonesia yang tersebar diberbagai wilayah, adapun perkembangan produksi susu sapi di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000-2007 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Produksi Susu Sapi Segar di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2007

Tahun Produksi

000 (ton) Trend (%)

2000 184,52

-2001 184,83 0,17

2002 18,51 7,40

2003 207,86 4,71

2004 215,33 3,59

2005 201,86 -6,26

2006 211,89 4,97

2007 233,55 5,50

Rata-rata 203,54 2,87

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2008)

Berdasarkan Tabel 4, faktor alam dan tingkat konsumsi penduduk di pulau jawa mendukung perkembangan dan produksi susu yang tinggi. Jawa Tengah dengan kemampuan produksi sekitar 150 ribu liter per hari yang terkonsentrasi di daerah Boyolali, Ungaran, Salatiga, dan Solo. Sedangkan produksi susu di Jawa

2

(20)

Barat sebesar 400 ton per hari terutama di daerah Pangalengan, Lembang, Bogor, dan Sukabumi. Selain itu, di Jawa Timur kapasitas produksi susu sebesar 600 ton per hari yang tersebar di daerah Nongkojajar, Pujon, Batu, dan Pasuruan serta sebagian kecil berada di luar pulau jawa. Menurut Heriyatno (2009), Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usaha ternak sapi perah adalah sumber bahan pakan yang melimpah berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Produksi susu sapi perah di Jawa Barat tahun 2000-2007 rata-rata meningkat sebesar 2,87 persen.

Kota Depok yang termasuk dalam wilayah Provinsi Jawa Barat, tepatnya terletak di perbatasan antara Kota Jakarta dan Bogor turut membantu memenuhi kebutuhan susu sapi nasional khususnya bagi masyarakat setempat. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kota Depok, pada tahun 2007 terdapat sekitar 826 ekor sapi perah dari jenis Friesian-Holstein (FH) yang tersebar di enam kecamatan dengan total produksi susu sapi yang dihasilkan sekitar 2.660.850 liter. Populasi ternak sapi perah berdasarkan pembagian kecamatan di Kota Depok pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kota Depok pada Tahun 2007

No Kecamatan Sapi Perah

Jantan (Ekor)

Sapi Perah Betina (Ekor)

Jumlah (Ekor)

1. Sawangan 7 158 165

2. Pancoran Mas 19 60 79

3. Sukmajaya 0 41 41

4. Cimanggis 14 75 89

5. Beji 57 374 431

6. Limo 0 21 21

Total 97 729 826

(21)

Berdasarkan Tabel 5, Kecamatan Beji merupakan kecamatan yang memiliki jumlah ternak terbanyak kemudian diikuti oleh Kecamatan Sawangan. Kondisi wilayah kedua kecamatan tersebut belum dipadati oleh keberadaan pemukiman penduduk maupun pembangunan infrastruktur lainnya. Pengelolaan usaha peternakan sapi perah di Kota Depok tergabung dalam satu kelompok peternak sapi perah bernama “Kasumi” yang beranggotakan sekitar 18 peternak. CV Mulya Khansa Niaga dalam menjalani usahanya terutama pada aspek produksi susu sapi belum dapat mencapai tingkat produktivitas yang optimal. Hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan hasil yang tidak sesuai harapan atau menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, tahap pengidentifikasian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas susu sapi dinilai penting sehingga potensi sumberdaya perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam rangka pencapaian tujuan usaha.

Tujuan usaha CV Mulya Khansa Niaga selain peningkatan keuntungan diantaranya adalah membantu meningkatkan kesehatan gizi masyarakat khususnya di Kota Depok melalui susu sapi berkualitas yang dihasilkan melalui optimalisasi hasil produksi. Selain itu, secara tidak langsung turut berupaya membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan susu dalam negeri.

1.2. Perumusan Masalah

CV Mulya Khansa Niaga merupakan salah satu perusahaan agribisnis peternakan sapi perah yang memproduksi susu sapi segar di Kota Depok. Susu sapi yang dihasilkan telah teruji memenuhi persyaratan standar baku kualitas susu yaitu SNI 01-3141-1998. Faktor kualitas susu tersebut didukung dengan adanya penggunaan mesin perah berteknologi modern dan mesin pendingin dalam kegiatan operasionalnya. Selain itu, perusahaan sangat menjaga aspek kebersihan kandang dan memperhatikan jenis pakan ternak yang diberikan, sehingga keberadaan susu sapi yang terkontaminasi atau rusak dapat dihindari.

(22)

didistribusikan kembali kepada para pelanggannya. Susu sapi yang tersedia selalu habis diserap pasar setiap harinya bahkan perusahaan belum dapat memenuhi permintaan susu yang ada.

Konsumen rumah tangga dan loper yang telah berlangganan kepada perusahaan, biasanya melakukan pembelian atau pemesanan langsung. Jika ada persediaan susu yang bersisa maka perusahaan segera mengirim kepada KPS di Bogor. Adapun salah satu perjanjian jual beli yang telah disepakati masing-masing pihak yaitu kerusakan susu yang disebabkan oleh kelalaian konsumen bukan merupakan tanggung jawab perusahaan. Disamping itu, batas akhir pembayaran dari pembelian susu bagi para loper adalah setiap tanggal lima per bulan, jika melebihi batas waktu tersebut maka perusahaan tidak akan melayani aktivitas pembelian berikutnya. Kondisi atau upaya tersebut dapat menekan terjadinya masalah yang akan dihadapi perusahaan terutama dalam aspek pemasaran. Penetapan harga yang diberlakukan oleh CV Mulya Khansa Niaga untuk setiap segmen konsumen berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Harga Susu Berdasarkan Segmentasi Konsumen di CV Mulya Khansa Niaga Tahun 2008

No. Segmentasi Konsumen Harga (Rp)/Liter

1 Rumah Tangga 6.000

2 Loper 4.000

3 KPS 3.200

Sumber : CV Mulya Khansa Niaga (2008)

(23)

CV Mulya Khansa Niaga berusaha mengembangkan usaha diantaranya melalui peningkatan atau optimalisasi hasil produksi yang dimiliki demi merealisasikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan keuntungan serta turut berkontribusi memenuhi kebutuhan gizi masyarakat terhadap susu sapi. Upaya pengembangan dan pencapaian tujuan tersebut dihadapkan oleh berbagai kendala yang secara umum sering terjadi pada suatu usahatani diantaranya produktivitas susu sapi yang belum optimal dan diidentifikasi, terutama terkait pada kegiatan produksi susu sapi. Produksi susu sapi yang terjadi pada skala jumlah sapi sebanyak 49 ekor yang dalam kondisi laktasi atau produktif dan dalam batas waktu tertentu yang menunjukkan jumlah sapi yang stabil yaitu periode bulan Agustus sampai dengan September 2008.

Produktivitas sapi rata-rata pada CV Mulya Khansa Niaga dalam menghasilkan susu masih tergolong rendah yaitu sekitar 8-10 liter per ekor per hari, sedangkan produktivitas yang ideal yaitu seharusnya dapat mencapai 12-15 liter per ekor per hari. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut pada CV Mulya Khansa Niaga dinilai perlu dianalisis karena kondisi tersebut mempengaruhi kinerja perusahaan. Adapun data produksi susu sapi yang dihasilkan selama periode bulan Agustus sampai dengan September 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1. Sehingga diperlukan upaya pengelolaan produksi susu sapi yang terjadi guna membantu mewujudkan tujuan perusahaan terutama dalam meningkatkan produksi susu yang dihasilkan sehingga diharapkan hasil penelitian ini menjadi rekomendasi yang dapat dipertimbangkan bagi pihak manajemen perusahaan dalam mengelola kegiatan produksinya.

Berdasarkan uraian di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga ?

(24)

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah maka dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut :

1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga.

2) Menganalisis upaya pengelolaan produksi susu sapi yang dapat diterapkan oleh CV Mulya Khansa Niaga.

1.4. Manfaat

1) Bagi perusahaan, merekomendasikan penerapan manajemen produksi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.

2) Bagi penulis, menambah wawasan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan terutama terkait materi manajemen produksi.

3) Bagi pembaca, memberikan informasi yang bermanfaat khususnya mengenai manajemen produksi sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya atau kepentingan terkait lainnya.

1.5. Ruang Lingkup

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Agribisnis Peternakan Sapi Perah

Agribisnis peternakan mulai dikenal dan berkembang di Indonesia sekitar pertengahan tahun 1980. Agribisnis peternakan merupakan sebuah sistem pengelolaan ternak secara terpadu dan menyeluruh yang meliputi semua kegiatan mulai dari pembuatan (manufacture) dan penyaluran (distribution) sarana produksi ternak (sapronak), kegiatan usaha produksi (budidaya), penyimpanan dan pengolahan, serta penyaluran dan pemasaran produk peternakan yang didukung oleh lembaga penunjang seperti perbankan dan kebijakan pemerintah. (Rahardi 2008). Bagan sistem agribisnis sapi perah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Sistem Agribisnis Sapi Perah Sumber : Saragih (2000)

Komponen – komponen sistem agribisnis pada Gambar 1, terdiri dari subsistem yang terintegrasi dan saling berhubungan yaitu subsistem agribisnis hulu sapi perah atau off-farm yang terkait dengan penyediaan faktor input produksi, subsistem budidaya atau on-farm, subsistem hilir atau out-farm yang

Subsistem

Subsistem Agribisnis Penunjang Sapi Perah

- Kredit/Modal - Asuransi - Infrastruktur

(26)

meliputi aspek pengolahan maupun pemasaran hasil produksi dari kegiatan budidaya, dan subsistem sarana penunjang yang terkait.

2.1.1. Subsistem Agribisnis Hulu Sapi Perah

Sistem agribisnis hulu adalah kegiatan yang menghasilkan sarana produksi peternakan dan perdagangannya (Saragih 2000) atau kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi peternakan seperti bibit, pakan, obat-obatan, vaksin dan peralatan.

2.1.1.1. Pembibitan Sapi Perah

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50 persen kebutuhan daging di dunia, 95 persen kebutuhan susu dan 85 persen kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae seperti halnya hewan Bison, Banteng, Kerbau (Bubalus), dan Anoa. Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun sebelum masehi.

(27)

Tabel 7. Bobot Badan Sapi Perah Berdasarkan Bangsa Sapi

Bangsa Bobot Badan Sapi Dewasa Warna Betina (kg) Jantan (kg)

Friesian Holland 600 800 Belang (hitam putih), ekor putih

Brown Swiss 545 726 Perak sampai sawo matang, ekor hitam

Ayrshire 550 725 Belang (merah putih atau coklat putih)

Guerensery 475 700 Kuning tua dengan belang putih

Yersey 450 680 Coklat kijang, ekor hitam

Sumber : Dinas Peternakan Kota Depok (2007b)

Berdasarkan Tabel 7, bobot badan sapi perah bangsa FH (Friesian Holland) mempunyai bobot paling tinggi dibanding sapi bangsa Brown Swiss, Ayrshire, Guerensery, maupun Yersey. Hal ini memberikan keuntungan lebih ketika sapi telah di afkir. Pada tahun 1957, telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia setiap tahun meningkat seiring permintaan susu yang terus meningkat juga, data populasi sapi perah di Indonesia dari tahun 2000-2008 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Populasi Sapi Perah di Indonesia Periode Tahun 2000-2008

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008)

Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2000-2008

250.000 Populasi 354.253 346.998 358.386 369.008 364.000 361.000 369.000 374.000 408.000

(28)

Berdasarkan Gambar 2, populasi sapi perah di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan atau trend yang meningkat walaupun terkadang terjadi penurunan populasi namun tidak bersifat signifikan. Menurut Siregar (1990), jenis sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumya adalah Friesian-Holstein (FH) dari Belanda dengan kemampuan produksi susu tertinggi. Sapi perah jenis ini mempunyai ciri-ciri yaitu berwarna hitam dengan belang putih, kepala berbentuk panjang, lebar, dan lurus. Tanduknya relatif pendek dan melengkung ke arah depan. Bersifat jinak dan tenang dengan kemampuan produktivitas susu rata-rata sekitar 12–15 liter per hari dengan kadar lemak susu rata-rata sebesar 3,6 persen. Standar bobot badan betina dewasa berkisar antara 570-730 kg, sedangkan jantan dewasa minimal 800 kg bahkan dapat mencapai satu ton.

Peluang untuk meningkatkan produksi susu sapi nasional dapat dikategorikan dalam tiga kegiatan utama yakni (1) Penambahan populasi sapi perah betina, (2) Perbaikan pemberian pakan, dan (3) Perbaikan intensifikasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (Siregar 1990). Peningkatan populasi sapi perah berkorelasi positif pada peningkatan produksi susu yang dihasilkan, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 mengenai produksi susu sapi perah di Indonsia periode tahun 2000-2008.

Produksi Susu Skala Nasional Tahun 2000-2008

250.000 Produks i 493.650 479.950 495.400 553.400 549.900 535.960 616.550 636.860 574.400

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Gambar 3. Produksi Susu Skala Nasional di Indonesia Periode Tahun 2000-2008

(29)

Menurut Sudono (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan dalam berproduksi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu keturunan, bentuk ambing, penampilan dan umur bibit. Adapun syarat-syarat bibit sapi perah yang baik adalah (1) Produksi susu tinggi, (2) Umur berkisar antara 3,5–4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (3) Berasal dari induk betina dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi, (4) Bentuk tubuhnya simetris, (5) Matanya bercahaya, (6) Punggung lurus, (7) Jarak kaki depan dan belakang cukup lebar dan kuat, (8) Ambing cukup besar, kulit halus, vena susu banyak dan panjang, serta puting susu tidak lebih dari empat, (9) Tubuh sehat , dan (10) Tiap tahun beranak (Siregar 1990).

2.1.1.2. Pakan Ternak

Biaya pakan ternak merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan, sehingga ada dua faktor penentu yang harus diketahui secara tepat, yaitu (1) Pengetahuan mengenai kandungan zat makanan yang tersedia, dan (2) Besarnya kebutuhan ternak akan zat makanan. Pemenuhan kedua syarat ini dapat menjamin pemberian pakan secara tepat dan efisien (Amrullah 2004).

Pakan atau ransum ternak merupakan campuran satu atau beberapa jenis bahan makanan yang diberikan untuk seekor ternak selama satu hari. Zat-zat makanan yang terkandung bermanfaat dalam metabolisme tubuh, produksi susu atau penggemukan, maupun reproduksi. Formulasi pakan sapi perah terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat sebagai tambahan. Pemberian hijauan dalam formulasi pakan merupakan porsi yang terbesar, adapun jenis hijauan umumnya berupa rumput-rumputan.

Sudono (1999) mengemukakan bahwa hijauan dapat dibedakan berdasarkan kualitasnya. Adapun hijauan yang berkualitas dapat dibedakan berdasarkan karakteristiknya, yaitu :

1) Kelompok Hijauan Berkualitas Rendah

(30)

2) Kelompok Hijauan Berkualitas Sedang

Kelompok hijauan berkualitas sedang mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 5–10 persen dari bahan kering, energi berkisar antara 41–50 persen dari bahan kering, kalsium 0,3 persen. Hijauan yang termasuk dalam golongan ini diantaranya rumput alam, rumput lapangan, rumput gajah, rumput benggala dan rumput kultur lainnya.

3) Kelompok Hijauan Berkualitas Tinggi

Kelompok hijauan yang berkualitas tinggi mempunyai kandungan protein kasar di atas 10 persen dari bahan kering, energi di atas 50 persen, kalsium di atas satu persen, dan kandungan vitamin A yang tinggi. Hijauan yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya golongan kacang-kacangan atau legume (daun kacang tanah, lamtoro, kaliandra, alfalfa, gliricidae dan daun kacang-kacangan). Keterbatasan hijauan yang berkualitas dan melimpahnya limbah pertanian menyebabkan adanya upaya untuk meningkatkan efisiensi pakan hijauan.

Komponen pakan selain hijauan adalah konsentrat yang merupakan pakan tambahan yang mengandung kadar energi dan protein yang tinggi, serta berserat kasar yang rendah. Bahan makanan konsentrat ini meliputi (1) Biji-bijian seperti jagung, menir, dan bulgur, (2) Hasil turunan komoditas pertanian dari pabrik seperti katul, dedak, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tetes (mellase), dan (3) Berbagai umbi. Makanan berupa biji-bijian maupun hasil turunan komoditas pertanian dari pabrik ini berfungsi untuk memperkaya nilai gizi pada bahan makanan yang nilainya rendah, misalnya yang berasal dari jerami dan sebagainya.

(31)

dan konsistensi jadwal pemberian pakan yang telah diformulasikan perlu diatur dan dijaga guna mencapai produksi susu yang lebih tinggi. Pemberian pakan sapi perah sebaiknya minimal dua kali dalam sehari semalam, sekitar satu jam sebelum pemerahan. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 10 persen dari bobot tubuh sapi, adapun perbandingan antara hijauan dengan konsentrat adalah sekitar 60 : 40 dalam bahan kering pakan (Siregar 1990).

2.1.1.3. Penyakit dan Pengobatan

Keberadaan penyakit yang menjangkit sapi perah dapat menimbulkan kerugian ekonomis yang tidak sedikit, antara lain adanya penurunan produksi susu, terlambatnya pertumbuhan sapi, bahkan kematian. Sapi perah yang mudah terkena penyakit akan memerlukan pengobatan sehingga akan memperbesar biaya produksi. Oleh karena itu, diperlukan upaya penanganan penyakit mulai dari mengetahui jenis dan gejala penyakit maupun cara pencegahannya.

Pengendalian penyakit ternak menjadi salah satu bagian dalam produksi ternak. Ternak yang baik dan sehat menghasilkan produksi yang optimal, penyakit menular bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau tungau sedangkan penyakit tidak menular seperti luka, patah tulang dan kekurangan vitamin, hal tersebut dapat dilihat dari gejala yang timbul pada ternak dan sebagai pencegahannya maka harus ada pengendalian penyakit dengan menggunakan vaksin maupun dengan obat-obatan seperti antibiotik, antiseptik, dan desinfektan (Rahardi 2008).

Obat hewan adalah obat yang khusus dipakai untuk hewan dengan tujuan menetapkan diagnosa, mencegah, menyembuhkan dan memberantas penyakit hewan, mengurangi, menghilangkan gejala penyakit hewan, membantu menenangkan, mematirasakan, etanasia dan merangsang hewan, menghilangkan kelainan atau memperelok tubuh hewan, memacu perbaikan mutu produksi hasil hewan, serta memperbaiki reproduksi hewan. Jenis obat-obatan ini terdiri atas sediaan biologic, farmasetik, premik dan sediaan alami termasuk hasil rekayasa genetik sedangkan perusahaan obat hewan adalah orang atau badan hukum yang mendapatkan izin usaha obat hewan dari pejabat yang berwenang untuk melakukan produksi, penyediaan dan atau peredaran obat hewan3.

3.

(32)

Menurut (Saragih 2000) Salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan ialah faktor kesehatan. Faktor ini memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga stabilitas produksi yang optimal dan dalam meningkatkan produksi. Hanya ternak yang sehat yang dapat memberikan produksi susu yang tinggi. Adapun penyakit yang dapat menjangkit pada sapi menurut Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2008) diantaranya adalah :

1) Penyakit Antraks

Penyakit antraks disebabkan oleh virus Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan atau minuman maupun pernafasan. Gejala penyakit antraks adalah (1) Demam tinggi, badan lemah dan gemetar, (2) Gangguan pernafasan, (3) Pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul, (4) Kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan alat kelamin, (5) Kotoran ternak cair dan sering bercampur darah, serta (6) Limpa bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendalian penyakit antraks adalah dengan melakukan vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur atau membakar sapi yang mati.

2) Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)

Penyakit Mulut dan Kuku atau (PMK) disebabkan oleh virus yang menular secara kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar bakteri Apthae epizootica (AE). Gejala PMK adalah (1) Rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening, (2) Demam atau panas, suhu badan menurun drastis, (3) Nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali, (4) Air liur keluar berlebihan. Pengendalian PMK atau penyakit Apthae epizootica (AE) adalah dengan melakukan vaksinasi dan untuk sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3) Penyakit Mendengkur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)

(33)

lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan, (2) Leher, anus, dan vulva membengkak, (3) Paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam serta berwarna merah tua, (4) Demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok atau mendengkur. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam kurun waktu antara 12-36 jam. Pengendalian penyakit mendengkur atau penyakit Septichaema epizootica (SE) adalah dengan vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4) Penyakit Radang Kuku atau Kuku Busuk (foot rot)

Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kondisi kandang yang basah dan kotor, dengan gejala antara lain (1) Mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh, (2) Kulit kuku mengelupas, (3) Tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit, dan (4) Sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh. Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

Selain keempat penyakit tersebut, menurut Kanisius (1995) penyakit sapi perah lainnya yang umum menjangkit adalah :

1) Milk Fever

Milk Fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang menimpa sapi-sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan maupun sesudah melahirkan (72 jam setelah beranak). Penyakit ini paling banyak menyerang sapi perah pada saat 72 jam setelah melahirkan, pada masa ketiga atau sapi baru berumur empat tahun dan produksi tinggi (lebih dari 10 liter). Hal ini tidak berarti bahwa sapi-sapi yang produksi susunya kurang dari 10 liter dan umur lebih dari empat tahun terhindari dari penyakit tersebut.

(34)

2) Mastitis

Mastitis adalah penyakit pada ambing sapi akibat dari peradangan kelenjar susu, penyakit ini disebabkan oleh adanya bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci, bakteri ini masuk melalui puting dan kemudian berkembangbiak di dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena puting yang habis diperah terbuka kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang terkontaminasi bakteri.

Gejala penyakit ini berupa ambing yang terkena infeksi membesar karena terjadi pembengkakan, bila diraba terasa panas, air susu berubah jadi encer atau bergumpal dan kadang-kadang bercampur darah atau nanah, nafsu makan menurun, bulu kusam dan kasar, produksi air susu menurun, bahkan lama-kelamaan sekresi air susu terhenti sama sekali.

Pencegahan penyakit ini adalah menjaga lantai dalam keadaan selalu bersih, menghindari hal-hal yang mengakibatkan ambing atau puting terluka, setiap akan diperah ambing harus selalu dalam keadaan bersih dan higienis, sapi yang menderita mastitis harus dipisahkan dari sapi-sapi sehat, pemerah harus selalu berupaya agar tangan dalam keadaan bersih dan kuku tidak melukai puting. Pengobatan penyakit mastitis dengan memberikan suntikan antibiotik seperti Penicillin sulfamethazine melalui mulut (oral) atau diberikan Penicillin mastitis ointment, Chlortetracycline ointment, atau Oxytetracycline mastitis oinmen.

2.1.1.4. Peralatan

(35)

1) Kandang Tipe Tunggal

Kandang tipe tunggal memiliki konstruksi kandang dengan bentuk atap tunggal atau terdiri atas satu baris, sehingga sapi yang ditempatkan di kandang ini mengikuti bentuk atap yang hanya satu baris.

2) Kandang Tipe Ganda

Kandang tipe ganda memiliki konstruksi bentuk atap ganda atau dua baris yang saling berhadapan, sapi yang ditempatkan di kandang tipe ini terdiri dari dua baris, posisinya dapat saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Sapi yang ditempatkan saling berhadapan, maka antara kedua baris kandang tersebut harus diberi gang sebagai jalan pada saat memberi makan ataupun pada saat melakukan pengawasan. Sapi yang ditempatkan saling bertolak belakang, maka dihadapan sapi harus disediakan gang sebanyak dua baris yang fungsinya sama seperti gang yang berada diantara kedua baris kandang yang sapinya berhadap-hadapan.

Menurut Himam (2008), mesin perah terbukti dapat meningkatkan produktivitas dan higienitas susu. Hal ini terbukti dengan meningkatnya hasil pemerahan sebesar 20 persen jika dibandingkan sebelum menggunakan mesin dan menurunnya mikroba dari 3x106 menjadi 2,5x105. Pada tahun 1820, pertama kali ditemukan peralatan yang sangat sederhana untuk mengeluarkan susu dari ambing selanjutnya mesin perah yang pertama diciptakan dan dikeluarkan pada tahun 1850 oleh seorang petani dari Amerika yang bemama Anna Baldwin. Alat tersebut berbentuk sebuah pompa yang dihubungkan dengan pipa yang berujung pada sebuah mangkok yang berlubang empat untuk menyedot susu dari keempat puting, di ujung sisi lain digantungkan sebuah ember guna menampung susu hasil pemerahan. Seiring dengan perkembangan teknologi mesin perah pertama ini terus dikembangkan sehingga akhirnya tercipta mesin perah modern seperti yang dijumpai sekarang dengan berbagai sistem pemerahan berikut :

1) Sistem Mesin Perah Modern

(36)

2)Sistem Ember (bucket system)

Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain. Sistem ini cocok digunakan untuk skala usaha ternak kecil. Susu hasil perahan dari sistem ini ditampung di ember yang terdapat di setiap mesin. Setelah itu, susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih dahulu kemudian dituang ke tangki pendingin. Pemerahan dengan sistem ini dapat diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah yang jumlah sapi induk kurang dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya berkelompok. Pemerahan dengan sistem ember ini perlu dirintis di Indonesia dengan harapan dapat menekan kandungan pencemaran bakteri dalam susu. Mesin perah pada sistem ember ini bagian-bagianya terdiri dari sebuah motor pembangkit vakum, pipa vakum, selang karet vakum, pulsator, ember penampung susu, pengatur pulsasi, tabung perah (teat cup) yang terbuat dari logam tahan karat dan karet inflasi di dalam tabung perah.

(37)

Proses mekanik sistem pemerahan ini adalah perah-istirahat-perah-istirahat-perah dan seterusnya hingga ambing kosong. Lamanya waktu fase perah dan fase istirahat tergantung dari apa yang disebut rasio pulsasi. Rasio pulsasi adalah perbandingan antara fase perah dan fase istirahat. Untuk mesin perah sistem ember, rasio pulsasi 60 : 40 per satuan waktu artinya dalam satuan waktu-waktu fase pemerahan berlangsung 60 kali dan fase istirahat 40 kali per satuan waktu. Besar kecilnya daya hisap diatur oleh tombol pengatur tekanan yang terletak di bawah keempat tabung perah yang distel sesuai dengan anjuran pabrik pembuat mesin, meningkatkan daya hisap melebihi anjuran tidak akan mempercepat pemerahan, bahkan dapat menyebabkan luka-luka yang sering pada puting dan ambing.

Tekanan pada mesin perah distel pada saat instalasi mesin perah dipasang. Tekanan yang terlalu lemah membuat tabung perah tidak dapat menempel pada puting. Sebaiknya sebelum menggunakan mesin ini dianjurkan untuk meminta bantuan teknisi untuk menyetel tekanan vakum dan pemeriksaan secara berkala. 3) Sistem Pipa (pipe line system)

Pada sistem ini, pemerahan langsung berada di dalam kandang dimana sapi yang yang akan diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi berikutnya, sedangkan susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki pendingin melalui pipa tanpa berhubungan dengan udara luar. 4) Sistem Bangsal Pemerahan (milking parlor system)

(38)

2.1.2. Subsistem Agribisnis Budidaya Sapi Perah

Subsistem agribisnis budidaya atau on-farm adalah kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi ternak untuk menghasilkan produk primer seperti daging, susu, dan telur konsumsi (Rahardi 2008).

2.1.2.1. Pra Produksi

Kegiatan pra produksi sapi perah meliputi pengembangbiakan, perkawinan dan pemeliharaan. Kanisius (1995) menyatakan bahwa efisiensi pengembangbiakan sapi perah hanya dapat dicapai apabila peternak memiliki perhatian terhadap tatalaksana pemeliharaan secara baik. Salah satu tatalaksana yang perlu mendapatkan perhatian ialah pengaturan perkawinan sesudah sapi melahirkan. Menurut Siregar (1990), pengaturan perkawinan yang tepat akan mempengaruhi jarak kelahiran yang tepat pula, dalam usaha pengembangbiakan sapi perah sebaiknya peternak perlu mengetahui beberapa hal, antara lain:

1) Dewasa Kelamin dan Perkawinan Pertama

(39)

Umumnya dewasa kelamin pada sapi perah bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor ras, keadaan lingkungan, dan pemberian makanan. Pakan yang baik dan dalam jumlah yang cukup akan mempercepat tercapainya kedewasaan kelamin serta kedewasaan tubuh.

2) Pengamatan Masa Birahi, Siklus Birahi, dan Kelainan Siklus Birahi. a) Pengamatan Masa Birahi

Untuk mengamati masa birahi peternak harus memiliki pengetahuan dan pengalaman. Sapi dara yang telah mencapai umur dewasa kelamin, pada saat-saat tertentu akan mengalami birahi. Pada waktu sapi birahi perangainya akan sangat mencolok, ditandai dengan sapi tampak gelisah, sering mengeluarkan suara khas dan melengkuh-lengkuh, dan mengibas-ngibaskan ekor. Jika ekor itu dipegang maka ekor tersebut akan diangkat ke atas. Ciri lain yaitu nafsu makan berkurang. Produksi susu sapi menurun dan sering menaiki temannya atau membiarkan dinaiki kawannya, dan dari alat kelaminnya keluar cairan putih, bening dan pekat.

Masa birahi sapi perah berlangsung selama 17–18 jam, masa birahi pada sapi dara pada umumnya lebih singkat daripada sapi dewasa. Tanda-tanda sapi birahi tersebut dapat menolong peternak untuk melakukan waktu perkawinan yang tepat. Saat siklus birahi tiba, peternak harus dapat melakukan pengamatan dengan seksama dalam sehari minimal sebanyak dua kali.

b) Siklus Birahi

(40)

c) Kelainan Siklus Birahi

Terkadang para peternak dalam melakukan pengamatan mengalami kesulitan, karena sering terjadi siklus birahi yang tidak normal seperti (1) Birahi tidak muncul (anetrous). Hal ini karena ovariumnya tidak berkembang, kelainan genetis dan kesalahan pemberian makanan dapat juga mengakibatkan organ reproduksi menjadi lumpuh dan tidak bisa berfungsi, sehingga tidak bisa terjadi proses kemasakan follicle dan ovulasi. Cara mengatasi kelainan semacam ini dapat dilakukan dengan pemberian hormon gonadotropin melalui injeksi agar ovulasi dapat ditingkatkan.

Adanya nanah dalam uterus atau plasenta akibat infeksi juga dapat mengakibatkan sapi tersebut tidak timbul birahi (anetrous), hal tersebut dimungkinkan karena Corpus luteum bertahan terus dan menghasilkan progesteron yang mengakibatkan sapi tidak birahi. Oleh karena itu membersihkan nanah di dalam uterus sangat penting agar masa birahi berjalan normal, (2) Birahi tidak teratur (irreguler estrous cycyles), terkadang ada sapi yang siklus birahinya muncul lebih awal (kurang dari 18 jam) dan ada pula sapi yang siklusnya terlalu panjang (lebih dari 24 jam). Ketidakteraturan siklus birahi ini umumnya lebih banyak dialami oleh sapi pada periode awal sesudah melahirkan, dan (3) Birahi tenang (silent estrous), menurut penelitian diperoleh suatu data bahwa terdapat 15–25 persen dari seluruh ovulasi terjadi tanpa adanya gejala birahi, walaupun sapi mengalami ovulasi yang normal tetapi karena tanpa gejala birahi, maka hal ini menyulitkan para ternak atau inseminator untuk melakukan perkawinan. 3) Perkawinan yang Tepat pada Saat Birahi

(41)

pedoman praktis bagi peternak atau insemininator untuk melakukan perkawinan terhadap sapi yang sedang birahi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perkawinan Sapi Berdasarkan Masa Awal Birahi

Waktu Awal Birahi Perkawinan yang Tepat - Pagi hari

- Siang hari - Sore hari

- Sore hari

- Siang hari berikutnya - Sore hari berikutnya

Sumber : Kanisius (1995)

Berdasarkan Tabel 8, apabila perkawinan terlambat 10–12 jam sesudah berakhirnya tanda-tanda birahi, maka sel telur tidak dapat dibuahi. Hal ini berhubungan dengan proses terjadinya ovulasi, sedangkan masa hidup sperma dalam alat reproduksi adalah selama 24–30 jam. Oleh karena itu, sel jantan harus sudah siap enam jam sebelum terjadinya pembuahan. Apabila sapi dikawinkan terlalu lambat, telur yang diovulasi telah mati sebelum dibuahi.

4) Perkawinan Kembali Sesudah Melahirkan

Beberapa hari setelah melahirkan (60-920 hari), sapi harus sudah dikawinkan kembali. Penundaan perkawinan kembali pada sapi perah yang terlalu lama akan berakibat jarak kelahiran (calving interval) berikutnya terlalu panjang. Sebaliknya, mengawinkan kembali sapi yang habis melahirkan terlalu awal (kurang dari 50 hari), dinilai kurang baik karena pada saat itu kondisi jaringan alat reproduksi yang sedang rusak atau robek akibat melahirkan yang belum pulih.

(42)

5) Perkawinan Pertama dan Batas Tertinggi Umur Perkawinan a) Sapi Betina

Kedewasaan tubuh pada sapi rata-rata dicapai pada umur 15–18 bulan, sapi akan tumbuh dengan baik sampai umur empat sampai lima tahun, oleh karena itu sapi-sapi dara dapat dikawinkan yang pertama pada umur 18 bulan, sehingga sapi dapat beranak pada umur 2,5 tahun. Sedangkan batas tertinggi sapi induk dapat dikawinkan pada umur 10–12 tahun, karena pada waktu tersebut produksi susu sudah sangat menurun.

b) Sapi Jantan

Sapi jantan mulai dapat dipakai sebagai pemacek untuk mengawini betina yang pertama pada umur 18 bulan. Sebagai pemacek baru boleh melayani betina seminggu kemudian. Pada saat sapi jantan mencapai umur dua tahun, sapi baru dapat dipakai sebagai pemacek yang andal dan dalam satu minggu sudah dapat melayani dua sampai tiga ekor betina. Sesudah pejantan mencapai umur tiga sampai empat tahun dapat dipakai empat kali dalam seminggu, tetapi pemakaian pejantan tersebut harus diatur, sesudah mereka diistirahatkan 10–14 hari baru boleh dipergunakan kembali. Kekuatan dan kepastian hasil perkawinan terbaik ialah pada pejantan umur lima sampai tujuh tahun, karena pertumbuhan pejantan mencapai puncak pada saat umur lima tahun.

6) Perkawinan Pertama dan Batas Tertinggi Umur Perkawinan

Peristiwa semenjak terjadinya pembuahan sampai masa kelahiran atau selama perkembangan janin hingga menjadi foetus di dalam uterus disebut kebuntingan. Pada waktu perkawinan, sperma yang dipancarkan berisi jutaan sel jantan mengendap pada alat kelamin betina. Sel jantan (sperma) bergerak cepat melalui servix dan uterus menuju indung telur. Oleh karena itu apabila perkawinan dilakukan dalam waktu yang tepat, akan terjadi pembuahan, yaitu bersatunya sel telur dan sperma. Sel telur yang sudah dibuahi sel jantan ini disebut zygote selanjutnya zygote yang terbentuk akan berkembang menjadi janin.

(43)

sapi umumnya sama, yakni 280 hari (275-285 hari). Sesudah terjadi pembuahan dan terjadi kebuntingan, maka siklus birahi yang terjadi secara teratur setiap 21 hari sekali itu akan terhenti sampai masa kebuntingan itu berakhir. Gejala awal terjadinya kebuntingan tidak jelas karena tidak bisa terlihat, akan tetapi adanya perubahan mekanis dan perilaku mereka yang mencolok akan dapat dijadikan petunjuk bahwa sapi itu sedang bunting.

Menurut Rahardi (2008), tanda-tanda kebuntingan antara lain (1) Birahi berikutnya tidak muncul, (2) Perubahan prilaku seperti sapi menjadi lebih tenang dan tidak suka mendekat pada sapi jantan, nafsu makan meningkat, sering menjilat-jilat bata merah, genting atau tembok, (3) Adanya kecenderungan kenaikan bobot badan, (4) Dalam pertengahan kebuntingan perut tampak besar, terutama di sebelah kanan, (5) Pada bulan kelima atau keenam kebuntingan tersebut dapat dirasakan pada tangan kita yang dikepalkan, dengan cara mendorong dinding perut sebelah kanan secara perlahan, (6) Bagi sapi dara yang pertama kali bunting, pada umur kebuntingan bulan keempat dan kelima, terjadi perkembangan ambing yang mencolok. Selama sapi itu bunting, bebannya meningkat karena uterus harus mampu menampung janin yang tumbuh, otot-otot harus kuat guna persiapan melahirkan, dinding uterus harus dapat dimodifikasi untuk menampung pembentukan plasenta.

2.1.2.2. Produksi

Pada umumnya, perkawinan sapi perah di Indonesia dilakukan dengan cara inseminasi buatan atau kawin suntik yaitu tanpa melibatkan pejantan secara langsung. Saat yang tepat untuk dikawinkan atau days open yaitu sejak menunjukkan tanda-tanda birahi antara lain sapi perah menjadi lebih peka terhadap lingkungan, tidak tenang atau selalu gelisah, nafsu makan berkurang, dan alat kalamin mengeluarkan lendir yang bening dan kental.

(44)

setelah 50 hari, adapun jarak beranak atau calving interval yang ideal biasanya selama setahun.

1) Sapi Laktasi

Sapi perah mulai memproduksi susu kembali setengah jam setelah melahirkan anak, saat itulah disebut masa laktasi. Produksi susu pada hari pertama sampai dengan kelima sesudah melahirkan, maka air susu tersebut disebut kolostrum. Selama empat hari kolostrum harus diberikan pada anak sapi atau pedet yang dilahirkan, hal ini dikarenakan kolostrum kaya akan vitamin A dan mineral berupa kalsium serta phospor, serta antibodi yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan kesehatan pedet. Masa laktasi dimulai sejak sapi itu melahirkan sampai masa kering tiba sehingga masa laktasi berlangsung kurang lebih selama 10 bulan atau 305 hari, adapun kurva produksi susu untuk satu masa laktasi dapat dilihat pada Gambar 4.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gambar 4. Kurva Produksi Susu untuk Satu Masa Laktasi

Sumber : Kanisius (1995)

Berdasarkan Gambar 4, sejak sapi melahirkan maka produksi susu akan meningkat cepat sampai mencapai puncak produksi pada 35-50 hari berikutnya. Setelah sapi mengalami masa laktasi, pemerahan sapi dapat dihentikan untuk mempersiapkan masa produksi berikutnya, masa ini disebut masa kering kandang. Masa kering kandang umumnya berlangsung selama 1,5–2 bulan, masa kering

Melahirkan Kering Kandang

Produ

ksi Su

su

p

er Hari (liter)

(45)

tersebut akan berakhir pada saat sapi yang bersangkutan melahirkan dan kembali mengeluarkan air susu. Produksi susu sapi perah per laktasi akan meningkat terus sampai dengan laktasi yang keempat atau pada umur enam tahun, apabila sapi perah tersebut pada umur dua tahun sudah melahirkan (laktasi pertama). Usia produktif sapi perah berkisar pada umur lima sampai sepuluh tahun dan mencapai puncak produksi susu pada saat umur tujuh sampai delapan tahun. Setelah sapi mencapai umur 10 tahun, produksi susu mulai berkurang bahkan diikuti adanya kesulitan di dalam melahirkan, oleh karena itu apabila sapi tersebut sudah mencapai 10 tahun perlu dipersiapkan generasi pengganti sebagai usaha peremajaan.

2) Tatalaksana Pemeliharaan Sapi

Produksi sapi perah meliputi tatalaksana pemeliharaan sapi dara dan pejantan serta proses penanganan pemerahan susu sapi (Siregar 1990).

a) Pemeliharaan Sapi Pedet

Pedet atau anak sapi adalah sapi yang baru lahir hingga berumur delapan bulan. Sekitar 25–33 persen pedet akan mengalami risiko kematian pada periode empat bulan setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan antara lain kekurangan makan, gangguan pencernaan, dan infeksi. Selama empat hari pertama setelah dilahirkan, pedet harus mendapat kolostrum atau susu pertama yang keluar dari puting susu sapi yang baru melahirkan. Hari selanjutnya pedet memperoleh susu hasil pemerahan induk. Jumlah susu yang dibutuhkan untuk pedet jantan dan betina berbeda. Pedet jantan memerlukan susu sekitar 1/8 dari bobot badannya per hari sedangkan betina sekitar 1/10 dari bobot badannya per hari. Pemberian hijauan dimulai pada umur dua minggu sedangkan konsentrat sejak berumur sekitar empat minggu.

b) Pemeliharaan Sapi Dara (Heifer)

(46)

Pada umumnya sapi perah yang diusahakan peternak yang sudah maju, dipelihara secara insentif, sapi tersebut sepanjang hari berada di kandang dengan perlakuan yang teratur dalam pemberian pakan, pengendalian penyakit dan perkawinan sapi. Keberadaan sapi perah dara ditujukan sebagai pengganti induk yang afkir antara lain kerena produksi susu rendah, mengidap penyakit tertentu, berumur tua, dan kematian maupun sebagai pengembangan usaha atau penambahan populasi ternak.

Sapi dara yang sesuai untuk menjadi calon induk harus mempunyai kriteria-kriteria seperti berasal dari turunan yang mempunyai kemampuan berproduksi susu tinggi, menunjukkan pertumbuhan yang normal, dan tidak mempunyai cacat tubuh maupun mengidap penyakit. Berdasarkan ukuran tubuhnya, biasanya sapi perah dara mulai dikawinkan pada umur 14-17 bulan. Sehingga diharapkan sekitar umur 23–26 bulan maka sapi perah tersebut sudah mulai memproduksi susu atau laktasi.

c) Pemberian Pakan dan Air Minum

Menurut Siregar (1990), usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan menambahkan pakan atau perbaikan sistem pemberian pakan tanpa penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat dijadikan indikasi untuk mengetahui tingkat produksi yang rendah atau tidak sesuai dengan kemampuan potensial sapi. Sapi yang dipelihara secara intensif diberikan pakan berupa hijauan dan makanan penguat seperti jagung giling, dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, dan lain-lain. Bahan makanan berupa rumput atau hijauan diberikan sebanyak 10 persen dari berat badan. Sedangkan makanan penguat diberikan dua sampai tiga kilogram per ekor, yang diberikan satu sampai dua kali sehari dan hijauan diberikan dua sampai tiga kali sehari. Air minum yang bersih diberikan secara bebas.

d) Melaksanakan Program Kesehatan

(47)

kesehatannya masih meragukan maka harus dikarantina, setelah positif sapi tersebut sehat maka sapi dikelompokan, (2) Vaksinasi, untuk menanggulangi terinfeksinya penyakit menular yang berasal dari bakteri dan virus pada kelompok sapi yang dipelihara, maka kekuatan tubuh harus ditingkatkan dengan melakukan vaksinasi secara periodik, (3) Pengobatan cacing, kondisi sapi yang terlihat sehat tak luput dari ancaman penyakit parasit cacing. Untuk pencegahan dan pengobatannya sebaiknya sapi diberi obat cacing setiap empat bulan sesuai dosis, dan diberikan obat-obatan yang diperlukan serta aman, (4) Tindakan higiene, adalah mengupayakan kesehatan melalui kebersihan hewan, lingkungan, peralatan sebagai tindakan preventif atau mencegah segala penyakit yang berasal dari virus, bakteri dan parasit. Tindakan higiene meliputi pencucihamaan kandang dan peralatan, menjaga kebersihan kandang, mengubur dan membakar bangkai, menjaga kebersihan bahan makanan yang diberikan pada sapi, menjaga kebersihan petugas kandang dari penyakit menular, (5) Memandikan sapi dan pemotongan kuku, sapi yang dipelihara intensif dalam kandang sepanjang hari badannya mudah kotor dan kuku belakangnya menjadi lebih lunak karena sering tergenang air seni dan terkena kotoran. Kedudukan kuku yang salah ini mengakibatkan bidang dasar pijakan bergeser sehingga titik berat badan jatuh pada kuku bagian belakang yang lemah. Kondisi kuku semacam ini akan mempengaruhi bentuk tubuh sapi, punggung agak melengkung seperti busur, dan kondisi kuku yang lunak dapat peka terhadap infeksi foot-rod. Oleh karena itu sapi yang ada dalam kandang harus dirawat dengan cara dimandikan secara teratur dan memotong kukunya secara teratur setiap enam bulan agar sapi menjadi bersih tidak gatal kulit dan mengembalikan bentuk kuku menjadi normal kembali.

e) Penanganan Pemerahan Susu Sapi

(48)

peternak sapi perah dalam melakukan pemerahan harus berupaya untuk menghasilkan susu yang bersih dan sehat, sehingga dalam proses pemerahan harus memperhatikan pemeriksaan kesehatan dan waktu pemerahan.

Pemeriksaan kesehatan mencakup dan kebersihan mencakup pemeriksaan kesehatan sapi yang akan diperah dari penyakit menular yang bisa berasal dari petugas pemerah dan dari konsumen susu yang datang ke kandang. Kebersihan tempat dan peralatan yang akan dipakai mempengaruhi kebersihan air susu sehinga semuanya harus higienis, kebersihan tempat penampungan susu harus terjaga karena di tempat tersebut susu akan diproses lebih lanjut dan disimpan beberapa waktu, tempat ini pun harus terhindar dari lalat, jauh dari timbunan sampah, ventilasai yang sempurna dengan drainase yang baik.

Usaha membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi yang dapat mengotori hasil pemerahan dapt dilakukan dengan cara mencuci lantai kandang dengan menyemprotkan air tekanan tinggi untuk menghilangkan kotoran, jika sapi belum dimandikan dan akan diperah maka kotoran yang melekat pada bagian tubuh seperti lipatan paha, ambing, dan puting dicuci dahulu. Pencucian ambing dan puting dilakukan dengan air hangat dan desinfektan dengan cara ambing digosok dengan spon, kemudian dikeringkan dengan kain lap lunak. Setelah puting dikeringkan dengan kain satu persatu, kemudian satu atau dua pancaran perahan awal (stripping) dari setiap puting dibuang dan ditampung, dalam pemerahan petugas harus mencuci tangan agar steril. Sebagian hasil stripping dapat ditampung di kertas hitam atau cawan untuk pemeriksaan adanya bakteri dan kotoran. Jika susu tadi terdapat gumpalan ataupun darah, dapat dipastikan bahwa hasil susu perahan tersebut kena infeksi mastitis sehingga harus dipisahkan.

(49)

menenangkan sapi pada umumnya ditempuh dengan cara memberikan makanan penguat, petugas melakukan pendekatan dengan memegang-megang bagian tubuh sapi, menghindari kegaduhan dan suara-suara asing serta menghindari lalu lalang orang.

Puting sapi yang akan diperah diolesi minyak atau vaseline agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasakan sakit terutama pada sapi yang baru pertama kali berproduksi. Pada sapi yang pertama kali berproduksi terkadang masih sulit diperah, untuk memudahkannya maka harus menyusukan pedet pada induk yang akan diperah sebagai langkah awal pemerahan, sehingga proses pemerahan selanjutnya menjadi lancar dan pemerahan dilakukan bertahap sedikit demi sedikit sehingga sapi terbiasa untuk diperah.

Teknik pemerahan yang dilakukan di beberapa negara maju sudah menggunakan mesin perah, berbeda dengan di negara berkembang yang sebagian besar masih dilakukan secara manual yaitu teknik pemerahan menggunakan tangan, hal ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari tengah, caranya kedua jari ditekankan sedikit demi sedikit ditarik ke bawah, sehingga air susu terpancar mengalir keluar, teknik semacam ini dilakukan pada sapi yang mempunyai puting pendek. Cara kedua dalam teknik pemerahan tangan yaitu mengunakan kelima jari, yaitu puting dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya, penekanan dengan keempat jari tersebut diawali dari jari yang paling atas kemudian diikuti oleh jari lain yang ada dibawahnya, hal tersebut dilakukan berulang sampai air susu memancar keluar (Kanisius 1995).

2.1.3. Subsistem Agribisnis Hilir Sapi Perah

(50)

2.1.3.1. Kegiatan Pendistribusian dan Perdagangan

Menurut Firman (2008), sistem agribisnis pada komoditas sapi perah dibangun berdasarkan sistem vertical integration, yaitu antar pelaku agribisnis satu sama lain saling tergantung pada produk susu. Produksi susu hasil peternakan rakyat sebagian besar disalurkan ke koperasi susu sapi yang kemudian dipasarkan kepada Industri Pengolah Susu (IPS). Koperasi memberikan pelayanan kepada peternak sebagai anggotanya berupa pemasaran hasil produksinya maupun melayani kebutuhan konsentrat, obat-obatan, Inseminasi Buatan (IB), memberikan fasilitas penyaluran kredit, dan memberikan pelayanan penyuluhan.

Produk susu yang dihasilkan oleh sapi perah tidak dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen namun harus mengalami proses pengolahan terlebih dahulu. Salah satu proses pengolahan yang sangat sederhana dan konsumen dapat dengan aman meminumnya adalah dengan proses pemanasan dengan suhu rata-rata 70-100 0C atau dikenal dengan istilah pasteurisasi dan sterilisasi. Tujuan dari proses pengolahan ini adalah untuk membunuh bakteri-bakteri yang berbahaya bagi manusia atau disebut dengan bakteri patogen, misalnya jenis bakteri Streptococcus. Susu yang dihasilkan dari peternak selanjutnya masuk ke lemari pendingin yang disediakan oleh koperasi. Selanjutnya koperasi langsung menjualnya ke IPS untuk diolah lebih lanjut. Berbagai produk yang dihasilkan oleh IPS dapat berupa susu sterilisasi dalam kemasan karton, susu tepung, youghurt, es krim,dan sebagainya. Produk-produk tersebut selanjutnya dipasarkan ke konsumen melalui sistem tataniaga yang telah terbangun sebelumnya, seperti pedagang besar, pedagang pengumpul, retail dan akhirnya ke konsumen. Peternak dari berbagai lokasi menyetorkan susunya kepada koperasi yang terdekat dengan wilayahnya melalui tempat pelayanan susu, kemudian susu dari peternak dibawa ke koperasi untuk selanjutnya dikirim kepada IPS ataupun dijual langsung ke konsumen. Skema distribusi susu, input dan sarana produksi pada sistem agribisnis sapi perah4 dapat dilihat pada Gambar 5.

4

(51)

Gambar 5. Skema Distribusi Susu, Input dan Sarana Produksi pada Sistem Agribisnis Sapi Perah

Berdasarkan Gambar 5, secara umum aliran disitribusi produk susu di mulai dari peternak. Para peternak dari berbagai lokasi mengantarkan susunya ke titik terdekat yang telah ditentukan oleh koperasi atau disebut juga Tempat Penampungan Susu (TPS). Selanjutnya, pada jam yang telah ditentukan, susu-susu dari TPS tersebut diambil oleh koperasi melalui alat transportasi pengangkut susu untuk ditampung di koperasi. Selanjutnya pihak koperasi melakukan test dan uji kualitas susu yang dihasilkan peternak yang nantinya akan dikompensasi dengan harga susu per liternya. Susu yang ditampung oleh koperasi selanjutnya didistribusikan ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Pihak IPS memberikan pembayaran atas harga susu dan pembinaan berupa informasi harga ke koperasi. Pihak koperasi sendiri berperan memberikan pelayanan kepada anggotanya sebagai penyedia input dan sarana produksi, pembinaan terhadap peternak, pemberian kredit sapi, simpan pinjam, maupun pelayanan kesehatan.

(52)

2.1.3.2. Kegiatan Pengolahan

Susu sapi mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk masa pertumbuhan. Susu juga berfungsi sebagai bahan makanan yang sempurna karena didalamnya mengandung zat gizi dalam perbandingan yang optimal, mudah dicerna daripada bahan makanan lain dengan nilai gizi yang sama5, hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan Nilai Gizi Susu Sapi dengan Sumber Protein Lain

No

Sumber : Data Konsumsi Bahan Makanan (Persagi 2009)

Berdasarkan Tabel 9, susu merupakan sumber protein dalam bentuk cair yang paling tinggi nilai gizinya dan mempunyai nilai lemak yang rendah. Susu sebagai sumber protein sangat baik untuk kesehatan, akan tetapi air susu juga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, susu sapi perah yang baik harus bebas dari bakteri pathogen, bebas dari zat berbahaya ataupun racun seperti insektisida, tidak tercemar oleh debu, memiliki susunan yang tidak menyimpang dari ketentuan Codex Air Susu (berat jenis air susu tidak lebih dari 1.028, kadar lemak lebih dari 2,7 persen), memiliki cita rasa yang normal seperti khas rasa susu, manis dan segar. Susu juga dapat digunakan sebagai bahan olahan berbagai jenis makanan dan minuman.

Menurut Rahardi (2008), konsentrasi zat yang terkandung didalamnya berbeda-beda hal ini karena prosesnya berbeda pula tergantung tujuan pengolahan. Berbagai produk air susu antara lain (1) Susu segar ialah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperoleh dari

5

Gambar

GAMBARAN UMUM CV MULYA KHANSA NIAGA   .............
Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Susu Sapi per 100 Gram
Tabel 2.  Perkembangan Populasi Hewan Ternak di Indonesia Tahun 2004-2008 (dalam Ribuan Ekor)
Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Tingkat Konsumsi Susu Sapi di Indonesia Periode Tahun 2003-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan kosentrat, jumlah pemberian pakan

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, hampir 98 persen sapi milik peternak merupakan sapi peranakan bangsa Fries Holland (FH). Secara umum bentuk tubuh sapi yang