• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Naa dan Iba Terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina BENTH.) Hasil Kultur In Vitro Pada Media Arang Sekam dan Zeolit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Naa dan Iba Terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina BENTH.) Hasil Kultur In Vitro Pada Media Arang Sekam dan Zeolit"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA

TERHADAP PERTUMBUHAN STEK MINI PULE PANDAK

(

Rauwolfia serpentina

BENTH.) HASIL KULTUR

IN VITRO

PADA MEDIA ARANG SEKAM DAN ZEOLIT

ZAMZAM NURZAMAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Zamzam Nurzaman. E03499023. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina

Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit. Di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Ir. Siswoyo, M.Si.

Pemanfaatan obat tradisional yang berbahan baku tumbuhan sudah sejak lama dilakukan oleh manusia. Salah satu spesies tumbuhan tersebut adalah pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.). Pule pandak merupakan salah satu tumbuhan obat yang keberadaannya di alam sudah sangat langka. Akar tumbuhan ini mengandung alkaloid reserpin yang dapat dijadikan sebagai bahan baku obat antihipertensi dan mengandung ajmalina, yang bersifat “tranquilizer” (penenang). Sifat ini bisa meniadakan kegelisahan dan kegugupan yang biasa dirasakan penderita tekanan darah tinggi (Wahyono, 1989).

Kebutuhan bahan baku tumbuhan pule pandak bagi keperluan industri jamu maupun farmasi semakin meningkat. Tingginya permintaan bahan baku dari jenis ini menyebabkan frekuensi pemanenan yang selama ini dilakukan di alam semakin besar, sehingga keberadaannya berkurang drastis. Oleh karena itu berbagai tindakan pengembangbiakan tumbuhan ini perlu dilakukan agar keberadaannya terjaga dan mampu memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu cara untuk menghasilkan kualitas tumbuhan pule pandak yang baik dan seragam dapat dilakukan dengan melakukan pembiakan secara vegetatif, yaitu dengan kultur jaringan dan stek.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan stek mini tumbuhan pule pandak hasil kultur jaringan pada media arang sekam dan zeolit setelah diberi zat pengatur tumbuh NAA dan IBA dengan konsentrasi 0.1mg/l, 0.5 mg/l, 1.0 mg/l, 1.5 mg/l, dan 2.0 mg/l. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukkan dalam memproduksi pule pandak secara cepat.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Mei 2005.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zat pengatur tumbuh indole butyric acid (IBA), napthalene acetic acid (NAA), fungisida, hyponex, liquinox B1, liquinox fish emulsion, stek tanaman pule pandak (R. serpentina) umur tiga bulan hasil kultur in -vitro yang telah diaklimatisasi, tanah liat, arang sekam dan zeolit. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain silet, gunting, ember, gelas ukur, pipet, neraca analitik, pengaduk, bak kecambah, plastik, karet, kompor, minyak tanah, drum untuk sterilisasi media, alat tulis, tally sheet, penggaris, termometer, hygrometer dan kamera.

(3)

analisis sidik ragam dengan rancangan acak lengkap kelompok satu faktor da n uji wilayah berganda Duncan.

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 352 dari 440 sampel, sehingga persentase stek yang hidup adalah 80%. Penyebab kematian diduga karena bakteri, jamur serta serangga renik. Serangan bakteri dan serangga renik ditunjukkan dengan membusuknya batang dan pangkal stek kemudian tanaman mati, sedangkan serangan jamur ditunjukkan dengan adanya benang-benang halus di sekitar stek. Hasil pengamatan menunjukkan sebanyak 94,6% stek yang masih hidup mempunyai akar. Stek yang berakar seluruhnya membentuk akar serabut.

Stek yang diberi perlakuan NAA menunjukkan persentase stek berakar sebesar 91,14% atau sebanyak 144 stek, sedangkan pada stek dengan perlakuan IBA persentase stek beraka r sebesar 96,55% atau sebanyak 168 stek. Persentase stek berakar pada akhir pengamatan untuk stek yang ditanam pada media arang sekam sebesar 46,37% atau sebanyak 154 stek, sedangkan pada media zeolit sebesar 53,63% atau sebanyak 179 stek.

Penggunaan NAA dan IBA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada parameter pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang akar dan sangat nyata (P<0,01) pada parameter pertambahan daun. Penggunaan arang sekam dan zeolit sebagai media tumbuh stek berpengaruh sangat nyata pada parameter panjang akar (P<0,01) tetapi tidak berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun (P<0,05)

Hasil pengamatan menunjukkan umumnya pada 1 – 4 minggu setelah tanam terjadi penyesuaian atau adaptasi dengan lingkungan fisik. Penyesuaian berupa pengguguran daun, perubahan warna daun dan penghentian pertumbuhan atau dorman. Penyesuaian dilakukan karena adanya tekanan dari lingkungan berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan media perakaran. Faktor-faktor fisik tersebut mempengaruhi keberhasilan stek di samping zat pengatur tumbuh dan bahan stek itu sendiri.

Kisaran suhu rata -rata yang terjadi selama penelitian berlangsung adalah 26 – 30 0C. Suhu terendah tercatat 23 0C dan suhu tertinggi 42 0C. Kisaran kelembaban rata-rata yang terjadi selama penelitian berlangsung adalah 65% - 97%. Kelembaban terendah tercatat 45% dan kelembaban tertinggi tercatat 100%. Untuk menjaga kelembaban bak tanam ditutup dengan plastik dan disimpan di rumah kaca. Media ya ng digunakan sebagai media perakaran stek adalah arang sekam dan zeolit. Masing-masing media ditempatkan pada wadah terpisah.

(4)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA

TERHADAP PERTUMBUHAN STEK MINI PULE PANDAK

(

Rauwolfia serpentina

BENTH.) HASIL KULTUR

IN VITRO

PADA MEDIA ARANG SEKAM DAN ZEOLIT

ZAMZAM NURZAMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Desember 1980 dari Ayah H. Usep Romli HM dan Ibu Hj. Neneng Susilawati.

Pendidikan formal yang telah ditempuh adalah Sekolah Dasar di SDN Linggar III, Rancaekek, Bandung (1987-1992), SDN Sukadana, Bl. Limbangan, Garut (1992-1993), Sekolah Menengah Pertama di SMPN I Limbangan, Bl.

Limbangan, Garut (1993-1996) dan Sekolah Menengah Umum di SMUN I Leuwigoong, Garut (1996-1999). Pada bulan Juni 1999 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Konservasi Sumberdaya

Hutan dan Ekowisata melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas, Jawa Timur dan Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah, pada tahun 2003. pada bulan Juni-Agustus 2004 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cisande, Kec. Cicantayan, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Selama kuliah

penulis pernah menjadi pengurus DKM ‘Ibaadurrahmaan, Fakultas Kehutanan IPB tahun 2000-2003, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan

(Himakova) tahun 2001-2002, Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus (TMPLLK) BEM KM IPB (2001-2002).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina

Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit” dibawah

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Ir. Edhi Sandra, MSi. dan Ir. Siswoyo, MSi. atas segala bantuan,

bimbingan, arahan dan kesabaran selama penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi ini.

2. Ir. Andi Sukendro, MSi. selaku Dosen penguji dari Departemen Silvikultur dan Ir. Rita Kartika Sari, MSi. selaku Dosen penguji dari Depa rtemen Hasil Hutan.

3. Mama dan Bapak atas dukungan moril dan materiil serta do’a-do’a panjang yang terlantun di penghujung malam.

4. Prof. Dr. Cecep Kusmana, Dr. Muh. Yusram Massijaya, Dr. Rinekso Soekmadi, Dr. Sri Hartoyo, Dr. Ibnul Qoyyim, Dr. A. Mahmud. Thohari, dan Ir. Jarwadi B. Hernowo, MSc., serta staf pengajar lainnya yang telah

mentransfer ilmu selama kuliah di IPB. Allah pasti membalas keikhlasan yang telah menyertai setiap kebaikan Bapak dan Ibu sekalian. Semoga Allah memberikan karunia yang lebih ba ik di masa mendatang.

5. Pak Husen, Pak Santa, Pak Ganda, Mas Eko dan teman-teman satu lab atas

dorongan semangat dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Staf AJMP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 7. Emak, Kakak Jelly dan Teh Nia, Teh Yeti dan A Dadang, Teh Reni dan A

Endang, A Wildan, Teh In In dan A Basit , Teh Wawang dan adik-adikku

(8)

keponakan (Dara, Zara, Bara, Nati, Najmi, Salwa, Celci dan Raya) yang

telah mewarnai hidup tidak hanya dengan warna jingga.

8. Bapak Dade Nursahid Ahmad Yasin, Ak. MSc. dan keluarga, Ir. Fitriani Zaenab serta Keluarga Besar H. Abdul Syukur atas do’a dan nasihatnya.

9. Dr. Djamhur Effendi, DEA., beserta ibu dan keluarga (A Yorga, Teh Diar, Celine, Louiza, Marham, Fikar, Wildan, Asfiya, Fathiya, dan Aida) atas do’a, kebaikan dan keramahannya selama ini. Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya.

10. Keluarga kecil di Bogor (FathEr dan saudara fillah), Masyarakat Madani, Ahlul Madina h, tim futsal serta warga sekitar Balio 28.

11. Dewi Ratih, Wikea, Abien, Rhino, Mawan, Dodo, Bei, Beghenk, Ghodeg, Dogen, Andri, Putro, Iful, Al dan warga “Casanova” lainnya, Semoga

kita bisa terus bersama untuk merajut masa depan yang lebih baik.

12. Awi, Ary, Agus, Tatang, Effendi, Rizal, Jaya, Hendri, Wawan, Witrie, Dina, Eni, Tina, Utie dan Ully (alm) juga saudara seWAKTU di Fahutan atas keindahan ukhuwah selama di Bogor. Ya Allah, kumpulkan kami di syurga-Mu kelak. Amin.

13. My Gank di Bandung (Dedi, Ujang, Enjang, Novvy, Prita, dan Nella), terima kasih atas do’a, dorongan, kehangatan dan kebersamaannya.

14. Moh. “Van Togirooy” Teguh, Eki, Lia “Kudang”, Iman, Eva, Elis, Halimah, Yayan, Reni, Ai dan Lia “Cangkudu”. Terima kasih atas support dan kebersamaan untuk kemajuan SMP N I Limbangan.

15. Teman-teman Fahutan angkatan “Badak” 36, 37, 38, 39 dan pihak-pihak yang tak tersebutkan yang telah membantu, mendo’akan dan menemani dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia

kehutanan dan pihak-pihak yang menggunakannya.

(9)

Penulis

E. Zat Pengatur Tumbuh dan Pengaruhnya terhadap Perakaran Stek ... 8

F. Media Tumbuh... 10

1. Zeolit ... 10

2. Arang Sekam ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN... 12

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 12

B. Bahan dan Alat... 12

C. Metode Penelitian ... 12

1. Persiapan Penelitian... 12

a. Persiapan Media Tumbuh ... 12

b. Persiapan Zat Pengatur Tumbuh... 12

c. Penyediaan Bahan Stek... 12

2. Pelaksanaan Penelitian... 13

a. Penanaman Stek... 13

b. Pengamatan dan Pengambilan Data ... 13

D. Pengolahan dan Analisis Data ... 13

(10)

A. Persentase Stek yang Hidup ... 15

B. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan... 15

1. Persentase Stek Berakar... 16

2. Panjang Akar ... 16

3. Pertambahan Daun... 19

4. Tinggi Tanaman... 21

C. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan ... 22

1. Persentase Stek Berakar... 22

2. Panjang Akar ... 23

3. Pertambahan Daun... 24

4. Tinggi Tanaman... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 27

A. Kesimpulan ... 27

B. Saran... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(11)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA

TERHADAP PERTUMBUHAN STEK MINI PULE PANDAK

(

Rauwolfia serpentina

BENTH.) HASIL KULTUR

IN VITRO

PADA MEDIA ARANG SEKAM DAN ZEOLIT

ZAMZAM NURZAMAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

Zamzam Nurzaman. E03499023. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina

Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit. Di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Ir. Siswoyo, M.Si.

Pemanfaatan obat tradisional yang berbahan baku tumbuhan sudah sejak lama dilakukan oleh manusia. Salah satu spesies tumbuhan tersebut adalah pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.). Pule pandak merupakan salah satu tumbuhan obat yang keberadaannya di alam sudah sangat langka. Akar tumbuhan ini mengandung alkaloid reserpin yang dapat dijadikan sebagai bahan baku obat antihipertensi dan mengandung ajmalina, yang bersifat “tranquilizer” (penenang). Sifat ini bisa meniadakan kegelisahan dan kegugupan yang biasa dirasakan penderita tekanan darah tinggi (Wahyono, 1989).

Kebutuhan bahan baku tumbuhan pule pandak bagi keperluan industri jamu maupun farmasi semakin meningkat. Tingginya permintaan bahan baku dari jenis ini menyebabkan frekuensi pemanenan yang selama ini dilakukan di alam semakin besar, sehingga keberadaannya berkurang drastis. Oleh karena itu berbagai tindakan pengembangbiakan tumbuhan ini perlu dilakukan agar keberadaannya terjaga dan mampu memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu cara untuk menghasilkan kualitas tumbuhan pule pandak yang baik dan seragam dapat dilakukan dengan melakukan pembiakan secara vegetatif, yaitu dengan kultur jaringan dan stek.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan stek mini tumbuhan pule pandak hasil kultur jaringan pada media arang sekam dan zeolit setelah diberi zat pengatur tumbuh NAA dan IBA dengan konsentrasi 0.1mg/l, 0.5 mg/l, 1.0 mg/l, 1.5 mg/l, dan 2.0 mg/l. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukkan dalam memproduksi pule pandak secara cepat.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Mei 2005.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zat pengatur tumbuh indole butyric acid (IBA), napthalene acetic acid (NAA), fungisida, hyponex, liquinox B1, liquinox fish emulsion, stek tanaman pule pandak (R. serpentina) umur tiga bulan hasil kultur in -vitro yang telah diaklimatisasi, tanah liat, arang sekam dan zeolit. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain silet, gunting, ember, gelas ukur, pipet, neraca analitik, pengaduk, bak kecambah, plastik, karet, kompor, minyak tanah, drum untuk sterilisasi media, alat tulis, tally sheet, penggaris, termometer, hygrometer dan kamera.

(13)

analisis sidik ragam dengan rancangan acak lengkap kelompok satu faktor da n uji wilayah berganda Duncan.

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 352 dari 440 sampel, sehingga persentase stek yang hidup adalah 80%. Penyebab kematian diduga karena bakteri, jamur serta serangga renik. Serangan bakteri dan serangga renik ditunjukkan dengan membusuknya batang dan pangkal stek kemudian tanaman mati, sedangkan serangan jamur ditunjukkan dengan adanya benang-benang halus di sekitar stek. Hasil pengamatan menunjukkan sebanyak 94,6% stek yang masih hidup mempunyai akar. Stek yang berakar seluruhnya membentuk akar serabut.

Stek yang diberi perlakuan NAA menunjukkan persentase stek berakar sebesar 91,14% atau sebanyak 144 stek, sedangkan pada stek dengan perlakuan IBA persentase stek beraka r sebesar 96,55% atau sebanyak 168 stek. Persentase stek berakar pada akhir pengamatan untuk stek yang ditanam pada media arang sekam sebesar 46,37% atau sebanyak 154 stek, sedangkan pada media zeolit sebesar 53,63% atau sebanyak 179 stek.

Penggunaan NAA dan IBA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada parameter pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang akar dan sangat nyata (P<0,01) pada parameter pertambahan daun. Penggunaan arang sekam dan zeolit sebagai media tumbuh stek berpengaruh sangat nyata pada parameter panjang akar (P<0,01) tetapi tidak berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun (P<0,05)

Hasil pengamatan menunjukkan umumnya pada 1 – 4 minggu setelah tanam terjadi penyesuaian atau adaptasi dengan lingkungan fisik. Penyesuaian berupa pengguguran daun, perubahan warna daun dan penghentian pertumbuhan atau dorman. Penyesuaian dilakukan karena adanya tekanan dari lingkungan berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan media perakaran. Faktor-faktor fisik tersebut mempengaruhi keberhasilan stek di samping zat pengatur tumbuh dan bahan stek itu sendiri.

Kisaran suhu rata -rata yang terjadi selama penelitian berlangsung adalah 26 – 30 0C. Suhu terendah tercatat 23 0C dan suhu tertinggi 42 0C. Kisaran kelembaban rata-rata yang terjadi selama penelitian berlangsung adalah 65% - 97%. Kelembaban terendah tercatat 45% dan kelembaban tertinggi tercatat 100%. Untuk menjaga kelembaban bak tanam ditutup dengan plastik dan disimpan di rumah kaca. Media ya ng digunakan sebagai media perakaran stek adalah arang sekam dan zeolit. Masing-masing media ditempatkan pada wadah terpisah.

(14)

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA

TERHADAP PERTUMBUHAN STEK MINI PULE PANDAK

(

Rauwolfia serpentina

BENTH.) HASIL KULTUR

IN VITRO

PADA MEDIA ARANG SEKAM DAN ZEOLIT

ZAMZAM NURZAMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)
(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Desember 1980 dari Ayah H. Usep Romli HM dan Ibu Hj. Neneng Susilawati.

Pendidikan formal yang telah ditempuh adalah Sekolah Dasar di SDN Linggar III, Rancaekek, Bandung (1987-1992), SDN Sukadana, Bl. Limbangan, Garut (1992-1993), Sekolah Menengah Pertama di SMPN I Limbangan, Bl.

Limbangan, Garut (1993-1996) dan Sekolah Menengah Umum di SMUN I Leuwigoong, Garut (1996-1999). Pada bulan Juni 1999 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Konservasi Sumberdaya

Hutan dan Ekowisata melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas, Jawa Timur dan Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah, pada tahun 2003. pada bulan Juni-Agustus 2004 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cisande, Kec. Cicantayan, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Selama kuliah

penulis pernah menjadi pengurus DKM ‘Ibaadurrahmaan, Fakultas Kehutanan IPB tahun 2000-2003, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan

(Himakova) tahun 2001-2002, Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus (TMPLLK) BEM KM IPB (2001-2002).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina

Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit” dibawah

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan Stek Mini Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Ir. Edhi Sandra, MSi. dan Ir. Siswoyo, MSi. atas segala bantuan,

bimbingan, arahan dan kesabaran selama penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi ini.

2. Ir. Andi Sukendro, MSi. selaku Dosen penguji dari Departemen Silvikultur dan Ir. Rita Kartika Sari, MSi. selaku Dosen penguji dari Depa rtemen Hasil Hutan.

3. Mama dan Bapak atas dukungan moril dan materiil serta do’a-do’a panjang yang terlantun di penghujung malam.

4. Prof. Dr. Cecep Kusmana, Dr. Muh. Yusram Massijaya, Dr. Rinekso Soekmadi, Dr. Sri Hartoyo, Dr. Ibnul Qoyyim, Dr. A. Mahmud. Thohari, dan Ir. Jarwadi B. Hernowo, MSc., serta staf pengajar lainnya yang telah

mentransfer ilmu selama kuliah di IPB. Allah pasti membalas keikhlasan yang telah menyertai setiap kebaikan Bapak dan Ibu sekalian. Semoga Allah memberikan karunia yang lebih ba ik di masa mendatang.

5. Pak Husen, Pak Santa, Pak Ganda, Mas Eko dan teman-teman satu lab atas

dorongan semangat dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Staf AJMP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 7. Emak, Kakak Jelly dan Teh Nia, Teh Yeti dan A Dadang, Teh Reni dan A

Endang, A Wildan, Teh In In dan A Basit , Teh Wawang dan adik-adikku

(18)

keponakan (Dara, Zara, Bara, Nati, Najmi, Salwa, Celci dan Raya) yang

telah mewarnai hidup tidak hanya dengan warna jingga.

8. Bapak Dade Nursahid Ahmad Yasin, Ak. MSc. dan keluarga, Ir. Fitriani Zaenab serta Keluarga Besar H. Abdul Syukur atas do’a dan nasihatnya.

9. Dr. Djamhur Effendi, DEA., beserta ibu dan keluarga (A Yorga, Teh Diar, Celine, Louiza, Marham, Fikar, Wildan, Asfiya, Fathiya, dan Aida) atas do’a, kebaikan dan keramahannya selama ini. Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya.

10. Keluarga kecil di Bogor (FathEr dan saudara fillah), Masyarakat Madani, Ahlul Madina h, tim futsal serta warga sekitar Balio 28.

11. Dewi Ratih, Wikea, Abien, Rhino, Mawan, Dodo, Bei, Beghenk, Ghodeg, Dogen, Andri, Putro, Iful, Al dan warga “Casanova” lainnya, Semoga

kita bisa terus bersama untuk merajut masa depan yang lebih baik.

12. Awi, Ary, Agus, Tatang, Effendi, Rizal, Jaya, Hendri, Wawan, Witrie, Dina, Eni, Tina, Utie dan Ully (alm) juga saudara seWAKTU di Fahutan atas keindahan ukhuwah selama di Bogor. Ya Allah, kumpulkan kami di syurga-Mu kelak. Amin.

13. My Gank di Bandung (Dedi, Ujang, Enjang, Novvy, Prita, dan Nella), terima kasih atas do’a, dorongan, kehangatan dan kebersamaannya.

14. Moh. “Van Togirooy” Teguh, Eki, Lia “Kudang”, Iman, Eva, Elis, Halimah, Yayan, Reni, Ai dan Lia “Cangkudu”. Terima kasih atas support dan kebersamaan untuk kemajuan SMP N I Limbangan.

15. Teman-teman Fahutan angkatan “Badak” 36, 37, 38, 39 dan pihak-pihak yang tak tersebutkan yang telah membantu, mendo’akan dan menemani dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia

kehutanan dan pihak-pihak yang menggunakannya.

(19)

Penulis

E. Zat Pengatur Tumbuh dan Pengaruhnya terhadap Perakaran Stek ... 8

F. Media Tumbuh... 10

1. Zeolit ... 10

2. Arang Sekam ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN... 12

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 12

B. Bahan dan Alat... 12

C. Metode Penelitian ... 12

1. Persiapan Penelitian... 12

a. Persiapan Media Tumbuh ... 12

b. Persiapan Zat Pengatur Tumbuh... 12

c. Penyediaan Bahan Stek... 12

2. Pelaksanaan Penelitian... 13

a. Penanaman Stek... 13

b. Pengamatan dan Pengambilan Data ... 13

D. Pengolahan dan Analisis Data ... 13

(20)

A. Persentase Stek yang Hidup ... 15

B. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan... 15

1. Persentase Stek Berakar... 16

2. Panjang Akar ... 16

3. Pertambahan Daun... 19

4. Tinggi Tanaman... 21

C. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan ... 22

1. Persentase Stek Berakar... 22

2. Panjang Akar ... 23

3. Pertambahan Daun... 24

4. Tinggi Tanaman... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 27

A. Kesimpulan ... 27

B. Saran... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(21)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kandungan Kimia pada Akar Pule Pandak dengan Persentase yang

Dihasilkannya ... 4 4

2. Rekapitulasi Analisis Sidik Ragam terhadap Berbagai Peubah

Pertumbuhan Stek Pule Pandak... 16

3. Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Akar Stek Pule

Pandak... 18

4. Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Daun Stek

Pule Pandak... 20

5. Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Tinggi Stek Tanaman Pule

(22)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Rumus bangun indolebutyric acid dan naphthaleneacetic acid ... 9

2. Histogram Persentase Stek Berakar pada Perlakuan NAA dan IBA .. 17

3. Histogram Rata-rata Panjang Akar Stek Pule Pandak dengan

Perlakuan NAA, IBA dan Kontrol ... 18

4. Grafik Pertambahan Daun Stek Pule Pandak dengan Perlakuan

NAA, IBA dan Kontrol... 20

5. Histogram Rata-rata Tinggi Tanaman dengan perlakuan NAA, IBA

dan Kontrol ... 21

6. Histogram Persentase Stek Berakar pada Media Tumbuh... 23

7. Histogram Rata-rata Panjang Akar pada Media Tumbuh... 23

8. Histogram Jumlah Total Daun pada Media Arang Sekam dan Zeolit 24

9. Histogram Rata-rata Tinggi Tanaman pada Media Arang Sekam dan

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Pertambahan Jumlah Daun Stek Pule Pandak ... 33

2. Pertambahan Jumlah Daun Stek Pule Pandak pada Media Zeolit ... 33

3. Pertambahan Jumlah Daun Stek Pule Pandak pada Media Arang

Sekam ... 34

4. Rekapitulasi Data Pengaruh IBA dan NAA serta Media Zeolit dan

Arang Sekam terhadap Peubah Pertumbuhan... 34

5. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan dan Kelompok terhadap Panjang

Akar Stek Pule Pandak... 34

6. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan dan Kelompok terhadap

Pertambahan Daun Stek Pule Pandak... 35

7. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan dan Kelompok terhadap Tinggi

Stek Pule Pandak... 35

8. Rata-rata Panjang Akar (PA), Tinggi Tanaman (TT) dan

Pertambahan Daun (PD) Stek Tanaman Pule Pandak... 35

9. Data Suhu dan Kelembaban Relatif di Rumah Kaca ... 36

10. Perakaran Stek yang Berupa Akar Serabut dengan Perlakuan NAA

dan IBA serta Kontrol pada Media Zeolit dan Arang Sekam ... 38

11. Stek Pule Pandak dengan Perlakuan IBA 0.1 mg/l pada Media

Zeolit dan Arang Sekam ... 38

12. Stek Pule Pandak dengan Perlakuan IBA 0.1 mg/l; 0.5 mg/l dan 1.0 mg/l (kiri) dan Perlakuan NAA 0.1 mg/l; 0.5 mg/l dan 1.0 mg/l

(24)

13. Stek Pule Pandak yang Telah Dipindahkan ke Polybag ... 39

14. Indukan Stek Pule Pandak (kiri) dan Bunga Pule Pandak (kanan) ... 39

15. Stek yang Mengalami Busuk Batang dan Daun (kiri); Stek yang

(25)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu ata u obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan minuman. Tanaman obat yang digunakan biasanya dalam

bentuk simplisia. Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah, terna dan kulit batang (Syukur dan Hernani, 2002).

Jumlah spesies tumbuhan obat yang telah berhasil diidentifikasi tidak kurang dari 1.845 spesies tumbuhan obat. Dari jumlah tersebut, tidak kurang dari

95 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat liar yang saat ini dieksploitasi dalam jumlah besar dari hutan maupun dari laha n liar lainnya sebagai bahan baku industri obat tradisional Indonesia (Zuhud dan Siswoyo, 2001). Menurut Syukur dan Hernani (2002) dari 40.000 jenis flora yang tumbuh di dunia, 30.000 diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya

masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional.

Pule pandak sudah lama dikenal masyarakat sebagai tumbuhan yang berkhasiat obat. Akarnya bisa menurunkan tekanan darah dan sekaligus obat penenang. Akar tumbuhan ini memiliki senyawa aktif yang mampu menurunkan tekanan darah, yaitu reserpina. Selain reserpina, akar pule pandak juga

mengandung ajmalina, yang bersifat “tranquilizer” (penenang). Sifat ini bisa meniadakan kegelisahan da n kegugupan yang biasa dirasakan penderita tekanan

darah tinggi (Wahyono, 1989).

Seperti tumbuhan obat lainnya, kebutuhan bahan baku tanaman pule

pandak bagi keperluan industri jamu maupun farmasi juga meningkat. Menurut hasil olahan Balitro (1990) dalam Sandra dan Kemala (1994), rata-rata kebutuhan pule pandak pada tahun 1984-1990 adalah sebesar 1.579,86 kg. Pertambahan per

(26)

segera dilakukan tindakan penyelamatan (budidaya), maka dikhawatirkan akan

terjadi kepunahan dari spesies tersebut di alam.

Tingginya permintaan bahan baku dari jenis ini menyebabkan frekuensi pemanenan yang selama ini dilakukan di ala m semakin besar. Terjadinya

kelangkaan jenis, pada akhirnya menyebabkan suplai bahan baku dari tanaman ini semakin menurun. Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia pule pandak dan menyelamatkannya dari kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kehutanan

memudahkan kegiatan tersebut. Kultur in vitro sebagai salah satu altenatif penerapan teknologi dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya/ekonomis maupun konservasi. Kultur jaringan dan stek merupakan salah satu alternatif

pilihan dalam perkembangbiakan secara vegetatif. Melalui metode ini diharapkan dapat menghasilkan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas bahan baku simplisia pule pandak.

B. Tujuan

Mengetahui pertumbuhan stek mini pule pandak hasil kultur jaringan pada

media arang sekam dan zeolit setelah diberi zat pengatur tumbuh NAA dan IBA pada konsentrasi yang berbeda.

C. Hipotesis

1.Pemberian zat pengatur tumbuh akan memacu pertumbuhan akar, daun dan pertambahan tinggi.

2.Pengaruh zat pengatur tumbuh akan berbeda untuk setiap konsentrasi.

3.Media yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada proses

pertumbuhan stek tanaman.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk memproduksi pule pandak secara cepat bagi industri obat tradisional maupun modern, sehingga

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benth.)

1. Taksonomi dan Morfologi

Tanaman pule pandak (Rauwolfia serpentina BENTH.) atau sering disebut akar tikus termasuk famili Apocynaceae bersama dengan pulai, pulai pipit, tapak dara, alamanda serta jelutung. Taksonomi dari tanaman ini menurut Heyne (1987)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dycotyledonae Sub Kelas : Sympetalae Ordo : Contortae Famili : Apocynaceae

Genus : Rauwolfia

Spesies : Rauwolfia serpentina BENTH.

Secara morfologis tumbuhan ini memiliki ciri-ciri antara lain : habitus tanaman berupa perdu dengan tinggi 0,3-1,5 meter, bergetah putih, daun berpasangan atau tiga helaian, bunga putih dengan lebar 12 mm, buah 1-2,

membulat hitam (PT EISAI Indonesia, 1995). Menurut Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso (1985), pule pandak merupakan tumbuhan perdu, banyak bergetah, tinggi sampai 55 cm, daunnya berbentuk taji atau telur terbalik. Bunganya berwarna putih atau merah dalam payung tambahan. Kulit akar

tumbuhan ini mengandung zat-zat alkaloida ajmalin, ajmalinin, serpentin, serpentinin, fitosterol, asam-oleat dan alkohol tak jenuh.

2. Habitat dan Penyebaran

Pule pandak mulai tersebar dari India sampai Jawa; meliputi India,

(28)

Di alam terbuka, pule pandak yang terkenal sebagai “akar tikus” banyak

tumbuh liar di ladang-ladang dan hutan-hutan jati yang berhawa panas dan kering, pada ketinggian 40 – 100 m dpl, tumbuh di atas tanah regosol, mediteran dan litosol (Wahyono, 1989). Sifat kimia tanah pada habitat pule pandak antara lain

adalah pH berkisar antara netral sampai agak alkalis (7,4 – 7,7), kapasitas tukar kation tinggi sampai sangat tinggi (36,9 – 49,2 me/100 gr) dan persen kejenuhan basa sangat tinggi (81,4 – 100 %). Kandungan unsur hara tanah rata-rata berkisar antara rendah sampai sedang, terutama ketersediaan N, Mg, K dan Na. Kandungan P dan C sangat rendah sedangkan Ca sangat tinggi (Yahya, 2001).

3. Kandungan Alkaloid

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam pule pandak diantaranya reserpine, ajmalinine, rescinnamine, vinblastine, vincristine. Vinblastine,

vincristine dan reserpine termasuk mayor alkaloid (Lewis, 1977).

Persentase kandungan alkaloid akar pule pandak menurut Biswas (1956) dalam Basori (1993) adalah seperti yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Kimia pada Akar Pule Pandak dengan Presentase yang Dihasilkannya

14. Methyl reserpate 0.014

(29)

4. Manfaat

Pemanfaatan pule pandak sudah dilakukan sejak dulu kala untuk penawar

bisa ular (reptil), sengatan serangga, disentri, kolera, kejang perut, patah selera, nyeri rahim, antelmintik, radang usus, distosia, radang jantung, radang usus buntu, penyakit jiwa, penyakit kelamin, sesak napas, nyeri, anti emetik, sakit kepala, borok, koreng, demam, tekanan darah tinggi, malaria da n penyakit mata (PT EISAI Indonesia , 1995).

Menurut Rumphias dalam Heyne (1987), pule pandak secara tradisional digunakan sebagai obat sesak nafas, nyeri perut, murus, sakit kepala dan gigitan ular. Getah batangnya juga sering diteteskan pada mata untuk menghilangkan

bintik-bintik putih pada selaput bening.

5. Perbanyakan

Perbanyakan pule pandak dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, yaitu dengan biji, potongan batang dan potongan rimpangnya. Menurut hasil penelitian di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, diperoleh bahwa keberhasilan pembiakan tanaman pule pandak dengan menggunakan stek

ukuran panjang 1 – 5 cm serta dia meter penampang rata -rata 10 mm memiliki persen pertumbuhan sebesar 72.5 %, sedangkan dengan menggunakan biji dengan perlakuan direndam dengan H2SO4 pekat (90%) selama 5 menit memiliki persen

tumbuh sebesar 65.42% (Basori, 1993). Sedangkan hasil dari penelitian terakhir selama bulan Maret-Juli 2003 dengan perlakuan NAA dan IBA pada media campuran pasir dan arang sekam diperoleh jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 107 dari 260 ulangan dengan persentase stek yang

hidup adalah 41.15% (Ponganan, 2004).

B. Kultur Jaringan Pule Pandak

Budidaya in vitro adalah suatu budidaya di atas media dengan nutrisi dalam kondisi yang sangat steril. Budidaya in vitro juga dimaksudkan untuk

(30)

kepala sari, tepung sari dan protoplas da lam keadaan aseptik atau bebas dari

gangguan mikroba yang tidak dikehendaki (Suryowinoto , 1996).

Wattimena, Gunawan, Mattjik, Syamsudin, Wendi dan Ernawati (1992) mengemukakan bahwa kultur jaringan adalah suatu teknik mengisolasi

bagian-bagian tanaman (sel, protoplasma, tepung sari, ovari dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan aseptik dan terkendali.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan metamorfosis

tanaman dalam kultur jaringan dapat digolongkan menjadi 4 golongan utama, yaitu :

1. Genotipe dari sumber tanaman yang digunakan.

2. Media, yang mencakup tentang komponen penyusun media dan juga zat pertumbuhan tanaman yang digunakan.

3. Lingkungan tumbuh yaitu fisik tempat kultur ditumbuhkan. 4. Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan.

Faktor-faktor diatas dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya

(Wattimena et al., 1992).

C. Aklimatisasi

Masalah utama yang dihadapi dalam perbanyakan atau pengadaan bibit secara in vitro adalah usaha pemindahan dari media aseptik ke media non aseptik. Kegagalan terjadi karena tanaman yang dipindahkan mendapat lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya untuk pertumbuhan normal.

Setiap tumbuhan mempunyai mekanisme adaptasi yang memungkinkan tumbuhan tersebut dapat hidup secara berdampingan dengan lingkungannya.

Parameter lingkungan menentukan habitat ekologi bagi banyak jenis tanaman budidaya. Faktor-faktor yang berinteraksi dengan mekanisme fisiologi tumbuhan

untuk beradaptasi antara lain adalah suhu, lama penyinaran, angin dan kelembaban. Faktor -faktor utama tadi berikut fluktuasinya merupakan kendali pembatas bagi tumbuhan untuk dapat hidup dan berproduksi (Wilsie, 1962).

(31)

oleh pemilihan bahan tanaman, perlakuan terhadap stek dan kondisi lingkungan

selama pertumbuhan stek.

D. Stek Mini

Stek adalah teknik pembiakan vegetatif dengan cara memisahkan bagian batang, akar atau daun dari pohon induknya, bila ditanam pada kondisi yang menguntungkan dan telah muncul akarnya akan membentuk individu yang sama dengan induknya (Hartmann dan Kester, 1983). Stek bertujuan untuk memperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Sifat ini meliputi ketahanan

terhadap serangan penyakit, rasa buah, warna dan keindahan bunga. Stek dengan

kekuatannya sendiri akan menumbuhkan daun sampai menjadi tanaman sempurna (Wudianto, 2004).

Menurut Wattimena, Gunawan, Makmur, Suseno, Sutjahjo (1986) stek mikro dapat digunakan untuk pengadaan bibit dasar, penghasil bibit sebar atau

langsung sebagai propagula bagi petani. Stek mikro hasil kultur jaringan dapat dipanen sebagai stek mini dan ditanam di rumah kaca atau rumah kasa. Tunas-tunas dari tanaman berbatang lunak dapat dipindahkan secara langsung ke media

non aseptik.

Berdasarkan bagian tanaman yang dipergunakan, stek dibedakan menjadi 6 macam yaitu stek batang, stek akar, stek daun, stek mata (stek tunas), stek pucuk dan stek umbi. Tipe stek yang paling umum dipakai dalam perbanyakan tanaman

adalah stek batang (Wudianto, 2004).

Pada perkembangbiakan tanaman dengan stek batang, bagian tunas harus memiliki bagian batang yang menyamping atau menghasilkan sambungan pucuk dengan harapan meski dita nam dibawah kondisi yang pantas akar dapat tetap

tumbuh dan terus berkembang menjadi tumbuhan yang bebas.

(32)

1. Batang atau ranting dipotong dengan panjang antara 15 – 25 cm. Sebagian

daun pada batang dibuang dan batang harus tetap dalam kondisi basah untuk menjaga kemampuan tumbuhnya.

2. Bagian bawah batang dicelupkan kedalam larutan hormon untuk

merangsang pertumbuhan akar.

3. Ketika ditanam, batang ditempatkan dalam posisi tegak. 4. Temperatur tempat tumbuh diatur dalam kisaran 25 0C – 32 0C.

5. Setelah ditanam, bagian pucuk dijaga agar tetap basah dan dingin dengan menyemprotkan air sedikit demi sedikit. Karena kelebihan air akan

berdampak lebih buruk daripada kekurangan air.

Menurut Hartmann dan Kester (1983) perakaran stek dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya; media , suhu, kelembaban, oksigen, zat kimia dan

persiapan bahan stek. Media merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan perakaran stek.

Timbulnya akar merupakan indikasi berhasilnya stek dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyetekan dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu faktor tanaman, faktor lingkungan dan faktor pelaksanaan (Rochiman dan Harjadi,

1973).

E. Zat Pengatur Tumbuh dan Pengaruhnya terhadap Perakaran Stek

Zat pengatur tumbuh tanaman merupakan susunan organik, berbeda dengan nutrient, dimana hormon dihasilkan oleh tanaman dalam konsentrasi yang bisa mengatur proses fisiologi tanaman. Salah satu bahan sintetis yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman adalah zat pengatur tumbuh. Hartmann

dan Kester (1983) menyatakan bahwa hormon adalah pengatur pertumbuhan, tetapi tidak semua zat pengatur tumbuh adalah hormon. Menurut Heddy (1989)

hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme

dengan proses metabolik dan tidak berfungsi dalam nutrisi.

Istilah zat mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa buatan yang dapat mengubah tanaman dan perkembangan tumbuhan (Heddy,

(33)

organik yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat

mengatur proses fisiologis.

Berbagai uji coba yang dilakukan Departemen Kehutanan (1987), menunjukkan hasil bahwa penggunaan hormon tumbuh akar dapat mempertinggi

persen tumbuh bibit di lapangan dan meningkatkan pertumbuhan sistem perakaran, tinggi dan diameter tanaman sehingga setelah bibit ditanam lebih mampu dan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Menurut Zaerr dan Mapes (1982), beberapa hormon yang bisa digunakan dalam mengatur pertumbuhan tanaman adalah auksin, sitokinin dan gibberelin.

Departemen Kehutanan (1987) menyebutkan zat pengatur tumbuh adalah senyawa-senyawa organik selain nutrisi tanaman yang dalam jumlah sedikit dapat mendorong, menghambat atau mempengaruhi setiap proses fisiologi dalam

tanaman. Salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah auksin. Auksin selain terdapat dalam tanaman, dapat juga dibuat secara sintetik dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk memacu pembentukan dan pertumbuhan akar.

Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang

pertumbuhan adalah indolebutyric acid (IBA), indoleacetic acid (IAA) dan napthaleneacetic acid (NAA). IBA dan NAA lebih efektif daripada IAA, sebab

keduanya lebih stabil digunakan dalam penyetekan. IBA dan NAA lebih stabil terhadap oksidase dan cahaya (Zaerr dan Mapes, 1982). Menurut Salisbury dan Ross (1992), NAA lebih efektif dari IAA karena NAA tidak dapat dirusak oleh

IAA oksidase atau enzim lainnya, sehingga bertahan lebih lama. Sedangkan IBA lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya. IBA bersifat aktif.

Pada penelitian digunakan IBA dan NAA sebagai auksin. Menurut

(34)

(a) (b)

Gambar 1. (a) Rumus bangun indolebutyric acid dan (b) naphthaleneacetic acid

F. Media Tumbuh

Lingkungan yang baik akan mendukung keberhasilan perakaran stek. Hartmann dan Kester (1983) menyatakan faktor lingkungan yang mempengaruhi

keberhasilan stek adalah ketersediaan air,suhu, kelembaban, cahaya dan media

perakaran.

Media perakaran yang digunakan pada penelitian ini adalah arang sekam dan zeolit. Media tersebut diharapkan dapat bersifat porosis, remah, nutrisi tersedia dan pH yang sesuai yaitu 5,5 – 5,8 (Ponganan, 2004). Untuk

membebaskan media dari jamur dan bakteri, dilakukan sterilisasi media sebelum ditanami dengan cara mengukus media selama 8 jam. Media yang porosis diharapkan akan mempermudah proses perakaran, sedangkan media yang

memiliki nutrisi cukup akan membuat pertumbuhan stek lebih subur dan media yang bebas dari jamur dan bakteri akan membebaskan stek dari gangguan yang dapat menghambat proses pertumbuhan atau bahkan mematikan stek. Hartmann dan Kester (1983) menyatakan media perakaran mempunyai tiga fungsi yaitu: a)

menjaga stek tetap pada tempatnya selama masa perakaran; b) memberi kelembaban; c) memberi oksigen yang cukup pada perakaran stek.

1. Zeolit

Zeolit adalah kristalin dari aluminosilikat alkali dan/atau alkali tanah yang

terhidrasi, yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbuka yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral SiO44- dan AlO45- dengan atom O sebagai penghubung

antara atom Si dan atom Al membentuk rongga -rongga intrakristalin dan saluran-saluran yang teratur (Barrer dalam Jon, 2001). Menurut Gottardi dan Galli (1985), Secara umum zeolit mengandung SiO2 (40 %); Al2O3 (29 %); CaO (7 %); Na2O

(10 %); H2O (12 %); Fe2O3, MgO, SrO dan BaO (2 %). Zeolit mampu menyerap

(35)

yang terdapat dalam rongga saluran keluar, maka zeolit dapat menyerap kembali

air serta molekul lain. Zeolit mempunyai sifat sebagai penukar ion dan penyaring molekul, sehingga diharapkan hara-hara yang diberikan melalui pemupukan diikat dan tidak mudah hilang sebelum dimanfaatkan oleh tanaman (Prihartini e t al.,

1989, dalam Kusumawati, 2002)

2. Arang Sekam

Arang sekam adalah sekam bakar berwarna hitam yang dihasilkan dari proses pembakaran sekam yang tidak sempurna seperti pada abu sekam putih.

Menurut hasil analisis Japanese Society for Examining Fertilizers and Fodder, komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 sebanyak 58 % dan C sebanyak 31 %. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan Cu

(36)

III.METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Maret

sampai dengan bulan Mei 2005.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zat pengatur tumbuh indolebutyric acid (IBA), napthaleneacetic acid (NAA), fungisida,

hyponex, liquinox B1, liquinox fish emulsion, stek tanaman pule pandak (Rauwolfia serpentina BENTH.) umur tiga bulan hasil kultur in vitro yang telah

diaklimatisasi, tanah liat, arang sekam dan zeolit.

Alat yang diperlukan adalah silet, gunting, ember, gelas ukur, pipet, neraca analitik, pengaduk, bak kecambah, plastik, karet, kompor, minyak tanah, drum

untuk sterilisasi media, alat tulis, tally sheet, penggaris, thermometer, hygrometer dan kamera.

C. Metode Penelitian

1. Persiapan Penelitian

a. Persiapan Media Tumbuh

Media pertumbuhan stek berupa arang sekam dan zeolit yang telah disterilkan selama 8 jam dengan cara dipanaskan dalam drum. Setelah dingin,

(37)

b. Persiapan Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah NAA dan IBA yang dibuat terpisah dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang berbeda.

c. Penyediaan Bahan Stek

Bahan stek pule pandak diperoleh dari hasil kultur in vitro yang telah berumur 3 bulan dan telah diaklimatisasi.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Penanaman Stek

Sebelum ditana m, stek direndam dalam masing-masing zat pengatur

tumbuh selama 15 menit. Setelah itu bagian bawah stek ditutup dengan tanah liat yang juga diberi larutan zat pengatur tumbuh. Stek ditanam berdiri pada media yang berada dalam bak kecambah dengan kedalaman 1 cm., selanjutnya bak

kecambah ditutup dengan plastik dan diletakkan di rumah kaca.

b. Pengamatan dan Pengambilan Data

Pengamatan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan setiap minggu dan pada akhir penelitian. Peubah yang diamati setiap minggu adalah pertambahan daun stek, sedangkan peubah yang diamati di akhir penelitian adalah pertambahan

tinggi, jumlah total daun, persentase hidup dan persentase stek berakar. Data penunjang yang dikumpulkan selama penelitian yaitu suhu harian (0C) dan

kelembaban re latif (%). Masing-masing pengukuran dilakukan selama tiga kali sehari, pagi pada pukul 07.00 WIB, siang pukul 13.00 WIB dan sore pada pukul 17.00 WIB.

D. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Percobaan Satu Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap Kelompok. Pemberian perlakuan yaitu 11 taraf ,

yang terdiri dari 1 taraf kontrol, 5 taraf untuk zat pengatur tumbuh naphthaleneacetic acid (NAA) dan 5 taraf untuk zat pengatur tumbuh indolebutyric acid (IBA) dengan pengulangan tiga kali untuk masing-masing taraf. Media arang sekam dan zeolit sebagai kelompok/blok dari penelitian ini.

(38)

A0 = Kontrol A10 = IBA konsentrasi 2,0 mg/l

Media sebagai kelompok/blok yang digunakan (B) dalam penelitian ini adalah

seperti tersaji dibawah ini: B1 = Arang sekam B2 = Zeolit

Bentuk umum dari model linear dapat dituliskan sebagai berikut :

Yij = µ + ôi + âj + åij i=1,2,3,...,i

j=1,2

Dimana :

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i, kelompok ke-j

µ = Rataan umum

ôi = Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1,2,3,...,i)

âj = Pengaruh kelompok ke-j (j =1,2)

åij = Pengaruh acak pada perlakuan ke -i dan kelompok ke-j

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, maka dilakukan uji Duncan.

(39)

Kriteria uji: jika F hit > F tab maka terima H1 (tolak H0)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persentase Stek yang Hidup

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 352 dari 440 sampel atau sebesar 80,00%. Pada perlakuan dengan NAA jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan

berjumlah 158 dari 200 sampel atau sebesar 79,00%, sedangkan pada perlakuan dengan IBA jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 174 dari 200 sampel atau sebesar 87,00%. Pada media zeolit, jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 188 dari 220 sampel atau sebesar 85,46%. Sedangkan pada media arang sekam, jumlah stek yang hidup

sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 164 dari 220 sampel atau sebesar 74,55%. Pada kontrol, jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan

berjumlah 20 dari 40 sampel atau sebesar 50,00%.

Stek umumnya mengalami kematian pada 4 minggu setelah tanam (MST). Penyebab kematian diduga oleh bakteri, jamur dan serangga berukuran kecil.

Serangan bakteri ditunjukkan oleh membusuknya batang dan pangkal stek, kemudian tanaman mati. Serangan serangga ditunjukkan oleh rusaknya pangkal stek atau akar, kemudian batang membusuk dan mati, sedangkan serangan jamur ditunjukkan oleh adanya benang-benang halus yang ada di sekitar stek.

B. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan

Penggunaan NAA dan IBA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada seluruh peubah pertumbuhan yang diamati.

(40)

(P<0,05) pada peubah tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun. Rekapitulasi

analisis sidik ragam terhadap berbagai peubah pertumbuhan seperti yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Sidik Ragam terhadap Berbagai Peubah Pertumbuhan Stek Pule Pandak

Peubah Pertumbuhan Sumber Keragaman

Panjang Akar Pertambahan Daun Tinggi Tanaman

Perlakuan * ** *

Kelompok ** tn tn

Keterangan :

* = berbeda nyata pada taraf 5% ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berbeda nyata

1.Persentase Stek Berakar

Pembentukan akar pada stek dipengaruhi oleh perubahan aliran auksin

dalam bahan stek ketika terjadi pelukaan pada pangkal stek. Hal ini menyebabkan pengumpulan auksin di sekitar pangkal stek untuk pembentukan kalus. Saragih

(2001) menyatakan adanya kallus belum tentu merupakan tanda bahwa stek dapat menghasilkan akar, karena fungsi kalus untuk menutup luka dan mencegah pembusukan stek.

Pembentukan akar terjadi karena adanya pergerakan ke bawah dari karbohidrat, auksin dan rooting cofactor (zat yang berinteraksi dengan auksin) yang mengakibatkan terjadinya perakaran. Zat-zat ini akan mengumpul di dasar stek dan kemudian menstimulir pembentukan akar. Dengan adanya akumulasi

auksin tersebut sel kambium membelah lebih cepat membentuk kalus yang kemudian menjadi akar stek (Rochiman dan Harjadi, 1973).

Pemberian zat pengatur tumbuh pada pangkal stek sangat membantu proses pertumbuhan stek dalam pembentukan akar. Dengan terdapatnya zat

(41)

Munculnya akar merupakan indikator kemampuan stek untuk dapat

bertahan hidup. Tetapi ada beberapa stek yang tetap hidup sampai akhir pengamatan meski tidak berakar. Hasil pengamatan menunjukkan stek yang masih hidup 94,60% mempunyai akar atau sebanyak 333 stek. Sisanya tidak berakar,

tetapi masih menunjukkan pertumbuhan sampai dengan akhir pengamatan. Stek yang berakar seluruhnya membentuk aka r serabut, sedangkan stek yang tidak berakar membentuk kallus.

Stek yang diberi perlakuan NAA menunjukkan persentase stek berakar sebesar 91,14% atau sebanyak 144 stek, sedangkan pada stek dengan perlakuan

IBA persentase stek berakar sebesar 96,55% atau sebanyak 168 stek. Hal ini sesuai dengan Salisbury dan Ross (1992) yang mengatakan IBA lebih lazim digunakan untuk memacu perakaran dibanding dengan NAA atau auksin lainnya.

Hartmann dan Kester (1983) dengan percobaannya membuktikan bahwa aktivitas pertumbuhan akar tertinggi diperlihatkan oleh stek yang diberi perlakuan IBA dibanding stek yang diberi perlakuan NAA.

Gambar 2. Histogram Persentase Stek Berakar pada Perlakuan NAA dan IBA

2.Panjang Akar

Perakaran menjadi hal yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan stek.

Semakin cepat stek membentuk akar maka semakin cepat pula proses keseimbangan metabolisme dalam tubuh stek. Fungsi utama akar sebagai

penyerap air dan unsur hara dari dalam tanah atau media untuk disuplai ke dalam batang stek mempunyai peranan penting.

Pada berbagai perlakuan yang diberikan, sampai dengan 2 MST stek

belum berakar. Menjelang 3 MST sebagian stek sudah berakar dan pada 4 MST lima stek yang dipilih secara acak pada masing-masing perlakuan sudah berakar.

(42)

Beberapa stek yang bertahan hidup sampai akhir pengamatan meski tidak berakar

diduga karena menyerap mineral atau nutrisi yang diberikan melalui daun yang ada pada batang stek. Suplai makanan instan tersebut dapat diserap dengan mudah oleh stek yang belum berakar. Daun pada stek dapat mempengaruhi pemulihan

bagian yang luka dan pembentukan akar.

Nilai rata-rata panjang akar tertinggi diperoleh dari perlakuan tanpa zat pengatur tumbuh (kontrol) yaitu 3,38 cm, sedangkan nilai rata-rata panjang akar terendah diperoleh dar i perlakuan IBA 0,5 mg/l yaitu 1,99 cm.

Gambar 3. Histogram Rata-rata Panjang Akar Stek Pule Pandak dengan Perlakuan NAA, IBA dan Kontrol

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap panjang akar stek pule pandak dilakukan pengujian dengan statistik. Berdasarkan sidik ragam, perlakuan

berpengaruh nyata terhadap panjang akar stek pule pandak (P<0,05). Hasil analisis sidik ragam terlampir (Lampiran 5), dan hasil uji Duncan seperti tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Akar Stek Pule Pandak

No. Perlakuan Panjang Akar (cm) Persen terhadap Kontrol (%)

(43)

8. IBA 0,1 mg/l 3,02abc

89,35

9. NAA 1,5 mg/l 3,10abc 91,57

10. NAA 2,0 mg/l 3,27ab 96,75

11. Kontrol 3,38a 100,00

*) Nilai rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan IBA 0,5 mg/l memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata panjang akar stek pule pandak. Stek yang ditanam pada media kontrol memiliki akar yang lebih panjang

daripada stek yang diberi perlakuan. Meskipun panjang akar stek pada perlakuan kontrol tidak berbeda nyata dengan stek pada perlakuan NAA 2,0 mg/l, NAA 1,5 mg/l atau IBA 0,1 mg/l.

3.Pertambahan Daun

Pengamatan daun sangat diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan

juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomassa tanaman. Pengamatan daun dapat didasarkan pada fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis. Pada awal

pertumbuhan tanaman daun belum aktif berfotosintesis. Daun baru aktif berfotosintesis pada fase perkembangan selanjutnya dan memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan selama akar belum muncul. Daun mengantikan peran akar dalam menyerap mineral yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan

(Sitompul dan Guritno, 1995).

Pengamatan terhadap pertambahan daun dilakukan selama 8 minggu pengamatan, dimana setiap pengamatan dilakukan satu minggu sekali. Stek telah menampakkan pertumbuhan daun mulai pada 2 MST sampai dengan 8 MST.

Pengamatan mulai dilakukan pada 2 MST. Pada 2 – 4 MST, jumlah pertambahan daun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan IBA 2,0 mg/l yaitu masing-masing sebanyak 58, 84, dan 96 helai. Pada 5 MST jumlah pertambahan daun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan IBA 0,1 mg/l dan IBA 2,0 mg/l yaitu sebanyak 104

helai, dan pada pengamatan berikutnya (6 – 8 MST) jumlah pertambahan daun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan IBA 0,1 mg/l yaitu masing-masing sebanyak 130, 155 dan 200 helai. Jumlah pertambahan daun terendah pada 2 MST

(44)

sebanyak 10 helai. Pada 3 MST juga ditunjukkan oleh perlakuan NAA 2,0 mg/l

sebanyak 18 helai. Pada 4 MST, jumlah pertambahan daun terendah kembali ditunjukkan oleh perlakuan NAA 0,1 mg/l. Pada pengamatan berikutnya (5 – 8 MST) jumlah pertambahan daun terendah ditunjukkan oleh perlakuan NAA 1.5

mg/l masing-masing sebanyak 39, 46, 51 dan 81 helai.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah daun cenderung meningkat dengan lamanya waktu pengamatan, seperti tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Pertambahan Daun Stek Pule Pandak dengan Perlakuan NAA, IBA dan Kontrol

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertambahan daun stek

pule pandak dilakukan pengujian dengan statistik. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan jumlah daun

(P<0,01). Hasil analisis sidik ragam terlampir (Lampiran 6).

Tabel 4. Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Daun Stek Pule Pandak

No. Per lakuan Pertambahan Daun (helai) Persen terhadap kontrol (%)

(45)

10. IBA 1,5 mg/l 4,22ab

141,99

11. IBA 0,1 mg/l 5,02a 168,72

*) Nilai rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil uji Dunca n menunjukkan bahwa perlakuan NAA 1,5 mg/l dan IBA 0,1 mg/l memberikan pertambahan jumlah daun yang nyata, seperti tersaji pada Tabel 4.

4.Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diamati sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan

ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat. Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan seperti cahaya (Sitompul dan Guritno, 1995).

Gambar 5. Histogram Rata -rata Tinggi Tanaman dengan perlakuan NAA, IBA dan Kontrol

Histogram diatas menunjukkan bahwa tinggi stek pule pandak tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan IBA 0,1 mg/l yaitu 2,03 cm dan tinggi stek terendah pada perlakuan IBA 2,0 mg/l yaitu 0.9 cm.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tinggi stek pule pandak dilakukan pengujian dengan statistik. Berdasarkan sidik ragam, perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi stek pule pandak (P<0,05). Hasil Uji Duncan memperlihatkan bahwa stek tanaman pule pandak yang diberi perlakuan IBA 0,1 mg/l dan 2,0 mg/l menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan

(46)

perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam terlampir (Lampiran 7), dan hasil Uji

Duncan seperti yang tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Tinggi Stek Tanaman Pule Pandak

No. Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Persen terhadap kontrol (%)

1. IBA 2.0 mg/l 0,90d 83,33

2. Kontrol 1,08bc 100

3. NAA 1.5 mg/l 1,19bcd 109,72

4. NAA 0.5 mg/l 1,28cd 118,06

5. IBA 0.5 mg/l 1,36bcd 125,46

6. NAA 0.1 mg/l 1,51ac 139,81

7. IBA 1.5 mg/l 1,56abc 144,44

8. NAA 1.0 mg/l 1,59abc 146,76

9. NAA 2.0 mg/l 1,71ab 158,33

10. IBA 1.0 mg/l 1,77ab 163,43

11. IBA 0.1 mg/l 2,03a 187,96

*) Nilai rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

C. Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan

1. Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar pada akhir pengamatan untuk stek yang ditanam

pada media arang sekam sebesar 46,37% atau sebanyak 154 stek, sedangkan pada media zeolit sebesar 53,63% atau sebanyak 179 stek. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa stek yang ditanam pada media kontrol juga mampu berakar. Hal ini terjadi karena adanya peran auksin alami yang diproduksi pucuk dan yang terdapat pada bahan stek pada saat dipotong. Hormon yang dihasilkan pucuk

sebagian akan diangkut ke bagian basal stek melalui jaringan floem. Akumulasi hormon tersebut menjadikan sel kambium lebih cepat membelah membentuk

(47)

pertumbuhan stek yang baik dan langsung berkaitan dengan pertumbuhan dan

perkembangan akar (Afrizal, 2002).

Gambar 6. Histogram Persentase Stek Berakar pada Media Tumbuh

2. Panjang Akar

Gambar 7. Histogram Rata-rata Panjang Akar pada Media Tumbuh

Rata-rata panjang akar tertinggi ditunjukkan oleh stek pule pandak yang

ditanam pada media zeolit yaitu 3,09 cm dan terendah pada media arang sekam yaitu 1,92 cm. Hal ini diduga disebabkan oleh porositas zeolit yang lebih baik sehingga ruang untuk memanjangkan akar jadi lebih banyak. Sedangkan media arang sekam lebih padat karena masih menyimpan air siraman, sehingga akar tumbuh hanya disekitar batang. Menurut Prihartini et al. (1989) dalam

Kusumawati (2002), zeolit mampu mengikat hara-hara yang diberikan sebelum dimanfaatkan oleh tanaman dan mampu menyerap serta mengeluarkan air dan

(48)

kation secara reversible, sehingga apabila molekul air yang terdapat dalam rongga

saluran keluar, maka zeolit dapat menyerap kembali air serta molekul lain. Zeolit mampu mengalirkan air lebih baik daripada arang sekam yang lebih ba nyak menyerap air. Arang sekam juga menutupi lubang pada bak kecambah yang

berfungsi untuk membuang kelebihan air. Air yang tersimpan menyebabkan struktur media tumbuh lebih padat sehingga mengurangi ruang untuk memanjangkan akar.

Untuk mengetahui pengaruh kelompok terhadap panjang akar stek pule pandak dilakukan pengujian dengan statistik. Berdasarkan sidik ragam kelompok

berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar stek pule pandak (P<0,01). Hasil analisis sidik ragam terlampir (Lampiran 5).

3. Pertambahan Daun

Jumlah total daun pada stek pule pandak yang ditanam pada media zeolit sebanyak 697 helai dan jumlah total daun stek pule pandak yang ditanam pada media arang sekam sebanyak 718 helai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun (P<0,05). Hasil analisis sidik ragam terlampir (Lampiran 6). Histogram pertambahan daun

seperti tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram Jumlah Total Daun pada Media Arang Sekam dan Zeolit

Secara umum, pada 1 MST stek pada setiap perlakuan sudah memperlihatkan pertumbuhan tunas dan pada 2 MST sudah menjadi daun. Pada

awal pertumbuhan juga terlihat sifat stek yang melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Bentuk penyesuaian yang dilakukan stek adalah dengan

(49)

menggugurkan daun yang dilakukan umumnya pada 1 MST sampai 4 MST.

Bahkan sampai dengan akhir pengamatan, beberapa stek masih menggugurkan daunnya. Setelah melakukan penyesuaian stek kemudian menumbuhkan pucuk baru dari bagian atas tanaman.

4.Tinggi Tanaman

Gambar 9. Histogram Rata-rata Tinggi Tanaman pada Media Arang Sekam dan Zeolit

Dari histogram terlihat bahwa rata -rata tinggi tanaman tertinggi

ditunjukkan oleh stek yang ditanam pada media arang sekam yaitu 1,48 cm dan rata-rata tinggi terendah ditunjukkan oleh stek yang ditanam pada media zeolit

yaitu 1,42 cm.

Untuk mengetahui pengaruh kelompok terhadap tinggi stek pule pandak dilakukan pengujian dengan statistik. Berdasarkan sidik ragam, kelompok tidak

berpengaruh nyata terhadap tinggi stek pule pandak (P<0,05). Hasil analisis sidik ragam terlampir (Lampiran 7).

Suhu dan kelembaban rata -rata diukur untuk menunjang data penelitian. Pada penelitian ini kisaran suhu rata -rata selama penelitian berlangsung adalah

26-30 0C. Suhu terendah tercatat 23 0C dan suhu tertinggi 42 0C. Kisaran kelembaban rata-rata yang terjadi selama penelitian berlangsung adalah 65-97%. Kelembaban terendah tercatat 45% dan kelembaban tertinggi tercatat 100%. Data lengkap suhu dan kelembaban terlampir (Lampiran 9). Hartmann dan Kester

(1983) menyatakan bahwa temperatur yang paling baik bagi perakaran untuk semua jenis tumbuhan adalah 21-27 0C pada siang hari dan 15 0C pada malam

(50)

hari. Pengaruh suhu terlalu tinggi terhadap pertumbuhan stek menyebabkan stek

menjadi kering dan mati. Kekeringan disebabkan oleh transpirasi yang berlebihan. Transpirasi pada suhu tinggi terjadi lebih cepat dan tidak dapat mengimbangi transpirasi yang terjadi pada daun. Suhu yang tinggi juga menyebabkan terjadinya

peningkatan respirasi. Meningkatnya kegiatan respirasi menyebabkan peningkatan penggunaan cadangan makanan pada stek, sementara stek belum mampu mensintesa karbohidrat melalui fotosintesis dalam jumlah yang cukup. Kondisi ini akan mempercepat pengurangan cadangan makanan sebelum stek mampu berakar, sehingga stek menjadi layu dan akhirnya mati. Untuk mencegah hal tersebut maka

(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Secara keseluruhan, zat pengatur tumbuh IBA menunjukkan nilai rata-rata tertinggi pada peubah pertambahan daun dan tinggi tanaman serta persentase

stek hidup dan persentase stek berakar, sedangkan NAA menunjukkan nilai

rata-rata tertinggi hanya pada peubah panjang akar stek.

2. Media zeolit menunjukkan nilai rata -rata tertinggi pada peubah pertambahan daun, tinggi tanaman serta persentase hidup, sedangkan media arang sekam menunjukkan nilai tertinggi pada peubah persentase berakar dan panjang akar.

3. Secara umum IBA dapat memacu pertumbuhan lebih baik dibanding NAA. 4. Zat pengatur tumbuh IBA efektif memacu pertumbuhan pada konsentrasi

rendah, sedangkan NAA lebih efektif memacu pertumbuhan pada konsentrasi

lebih tinggi.

5. Jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan adalah 352 dari 440 sampel atau sebesar 80%. Pada perlakuan dengan NAA jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 158 dari 200 sampel atau

sebesar 79,00%, sedangkan pada perlakuan dengan IBA jumlah stek yang hidup sampai dengan akhir pengamatan berjumlah 174 dari 200 sampel atau sebesar 87,00%. Jumlah stek yang hidup pada media zeolit sebanyak 188 dari 220 sampel atau sebesar 85,46% dan jumlah stek yang hidup pada media

arang sekam sebanyak 164 dari 220 sampel atau sebesar 74,55%. Persentase stek berakar sebesar 94,6% dari stek yang masih hidup atau sebanyak 333 stek.

6. Stek yang diberi perlakuan NAA menunjukkan persentase stek berakar sebesar 91,14% atau sebanyak 144 stek, sedangkan pada stek dengan perlakuan IBA

(52)

arang sekam sebesar 46,37% atau sebanyak 154 stek, sedangkan pada media

zeolit sebesar 53,63% atau sebanyak 179 stek.

7. Rata -rata panjang akar tertinggi adalah 3,38 cm ditunjukkan oleh stek yang ditanam tanpa perlakuan (kontrol), sedangkan rata -rata panjang akar terendah

adalah 1,99 cm ditunjukkan oleh stek yang diberi perlakuan IBA 0,5 mg/l. 8. Rata-rata pertambahan daun tertinggi adalah 25,00 helai per minggu yang

ditunjukkan oleh stek dengan perlakuan IBA 0,1 mg/l, sedangkan rata-rata pertambahan daun terendah adalah 10,13 helai per minggu ditunjukkan oleh stek dengan perlakuan NAA 1,5 mg/l.

9. Rata -rata tinggi tertinggi adalah 2,03 cm yang ditunjukkan oleh stek dengan perlakuan IBA 0,1 mg/l, sedangkan tinggi rata-rata terendah adalah 0. 90 cm yang ditunjukkan oleh stek dengan perlakuan IBA 2.0 mg/l.

10. Rata -rata panjang akar tertinggi adalah pada media zeolit yaitu 3,50 cm, sedangkan rata -rata panjang akar terendah ditunjukkan oleh stek yang ditanam pada media arang sekam yaitu 2,13 cm.

11. Rata-rata pertambahan daun tertinggi sebesar 3,63 helai pada media arang sekam, sedangkan rata-rata pertambahan daun terendah adalah pada media

zeolit sebesar 3,45 helai.

12. Rata -rata tinggi tertinggi ditunjukkan oleh stek yang ditanam pada media

arang sekam yaitu 1,48 cm, sedangkan tinggi rata -rata terendah ditunjukkan oleh stek yang ditanam pada media zeolit yaitu 1,42 cm.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya tumbuh stek setelah dipindah ke polybag dan setelah ditanam di lapangan.

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Kimia pada Akar Pule Pandak dengan Presentase yang Dihasilkannya
Gambar 2. Histogram Persentase Stek Berakar pada Perlakuan NAA dan IBA
Gambar 3. Histogram Rata-rata Panjang Akar Stek Pule Pandak dengan Perlakuan NAA, IBA dan Kontrol
Gambar 4.  Grafik Pertambahan Daun Stek Pule Pandak dengan  Perlakuan NAA, IBA dan Kontrol
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengalaman-pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya, akan melahirkan berbagai kesadaran sosial pada anak. Kesadaran bahwa dalam bertingkah laku (dalam rangka

mereka tersedia hanya pada jam tertentu dan tidak fleksibel dalam bekerja keluar alternatif kali. Kesulitan lain untuk orangtua tunggal adalah bahwa mereka mungkin hanya

Dari Tabel 6.9, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, untuk pengujian dengan pembagian data 70%, algoritma nearest neighbour menghasilkan akurasi tertinggi untuk kedua mata kuliah,

Serta peran guru ekonomi yang senantiasa membantu peneliti jika menghadapi kesulitan ketika sedang mengajar dan tentu saja karakteristik para siswa yang mampu

Struktur data Hashtable ternyata dapat menjadi alternatif struktur data dan algoritma pada aplikasi kamus e-Acesia karena waktu pencarian yang konstan dan dapat

komunikasi VoIP. Pengujian jaringan dengan menggunakan aplikasi wireshark, ping dan traceroute. Pengujian sistem keamanan server VoIP setelah adanya penambahan aplikasi

Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan suatu bangsa dengan cara peningkatan perekonomian guna dalam proses membuka

yang disampaikan secara online melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk paket kegiatan: Pada hari ini Senin Tanggal Dua Bulan Juli Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami