SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL MAKRO EKONOMI DENGAN KESEHATAN PERUSAHAAN
(Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)
OLEH
MUHAMMAD ALFARIZA 110502297
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Muhammad Alfariza (2015) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)” (dibawah bimbingan Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, sebagai dosen pembimbing, Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi sebagai Ketua Program Studi Manajemen, Beby Kendida, SE, MSi, sebagai dosen pembanding).
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menngetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, dan pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi data inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, pengangguran, dan laporan keuangan perusahaan sektor industri barang konsumsi selama tahun 2004 sampai tahun 2013 per tahun.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria yaitu perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013, menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan perusahaan tahunan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian menunjukkan dari kelima variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, inflasi, nilai tukar, PDB, dan pengangguran) terdapat satu variabel makro ekonomi yang berhubungan signifikan secara parsial dengan kesehatan perusahaan yaitu Tingkat Pengangguran. Dengan nilai probabilitasnya 0,004 lebih kecil dari pada 0,05. sebesar 2,894 lebih besar dari sebesar 1,969.
ABSTRACT
Muhammad Alfariza (2015) "Analyze The Relationship Between Macroeconomic Variables and Corporate Health (Study on Consumer Goods Industrial Sector Company in Indonesia Stock Exchange Year 2004-2013)" (under the guidance of Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, as a mentor. Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi as Chairman of Management Studies. Beby Kendida, SE, MSi, as a lecturer comparison).
The purposes of this research are to know and analyze the relationship between macroeconomic variables which are inflation, exchange rates, BI rates, GDP, and unemployment rates with corporate health on consumer goods industrial sectors in Indonesia Stock Exchange. Type of data which been used in this research is based on secondary data including inflation, exchange rates, BI rates, GDP, unemployment rates, and financial statements of firms on consumer goods industrial sectors from 2004 to 2013 annually.
Population of this research is firms on consumer goods industrial sectors which are listed in Indonesia Stock Exchange. Data sampling in this research is based on criteria which is the firms on consumer goods industrial sectors that are listed in Indonesia Stock Exchange from 2004 to 2013 and published their annual financial statement from 2004 to 2013. Data analysis method in this research is using Pearson correlation test with 5% level of significant.
The result of this research shows that from all five macroeconomics variables (BI rates, inflation rates, exchange rates, GDP, and unemployment rates) there is only one variable that has a significant relationship partially with corporate health which is unemployment rates with the probability value is 0.004 which is smaller than 0.05. is 2.984 which is more than which is 1.969.
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak, Ca Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia SE., ME, selaku Ketua Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi., selaku sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., MSi selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE., MBA, AK selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kontribusi tenaga dan fikiran, guna memberikan bimbingan dan petunjuk serta pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.
6. Ibu Beby Kendida, SE., MSi selaku Pembaca Penilai.
7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang luar biasa dengan ketulusan hati memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
9. Buat Bapak Syamsurizal dan Ibunda Sakariyanti yang bekerja keras, selalu mendoakan tiada henti-hentinya, dan menjadi sosok inspirasi bagi penulis untuk terus menggapai cita-cita.
10.Buat Abang (Riski Rafsanjani) dan adik-adikku (Rendra Hanafi, Dinda Karina, dan Dhea Ayu Dzakira) yang selalu mendukung dan mendoakan penulis tiada henti-hentinya.
11.Buat Sahabat dan sekaligus akan menjadi partner bisnis penulis kelak “MOLOKO CREW” (Abdul Halim, Harry Pratama, dan Rizki Rahmadhani) yang telah berbagi pengalaman, motivasi, dan inspirasinya.
Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga kebaikan semua pihak yang telah memberikan bantuan mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa setiap karya manusia sesungguhnya hanya menuju kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga dapat menjadikan karya ini menjadi lebih baik. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya untuk perbaikan kehidupan manusia. Amin.
Medan, 22 Januari 2015
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 8
2.1.1 Variabel Makro Ekonomi ... 8
2.1.2 Nilai Tukar (Kurs USD/IDR) ... 9
2.1.2.1 Teori Nilai Tukar ... 9
2.1.2.2 Sistem Nilai Tukar ... 10
2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar ... 12
2.1.3 Suku Bunga ... 13
2.1.3.1 Teori Tentang Tingkat Bunga ... 14
2.1.3.2 Fungsi Suku Bunga ... 15
2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ... 16
2.1.4 Inflasi ... 18
2.1.4.1 Komponen Inflasi ... 18
2.1.4.2 Tingkat Inflasi ... 19
2.1.4.3 Metode Pengukuran Inflasi ... 19
2.1.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi20 2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB) ... 21
2.1.6 Tingkat Pengangguran ... 23
2.1.7 Kesehatan Perusahaan ... 24
2.1.7.1 Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan ... 26
2.1.7.2 Prediksi Kesulitan Keuangan Perusahaan 28 2.2 Penelitian Terdahulu ... 30
2.3 Kerangka Konseptual ... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 38
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
3.3 Batasan Operasional ... 38
3.4 Definisi Operasional ... 39
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 40
3.6 Jenis Data ... 42
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 43
3.8 Teknik Analisis Data ... 43
3.8.1 Analisis Deskriptif ... 43
3.8.2 Metode Analisis Statistik ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Deskriptif Variabel Penelitian …... 48
4.2 Hasil Korelasi Multivariate dengan Menggunakan Koefisien Korelasi Pearson ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Data Variabel Makro Ekonomi ... 2
2.1 Penelitian Terdahulu ... 33
3.1 Variabel-Variabel Penelitian ... 39
3.2 Populasi Penelitian ... 40
3.3 Sampel Penelitian ... 42
4.1 Statistik Deskriptif ... 48
4.2 Probabilitas Kesehatan Perusahaan (Pi) ... 50
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
ABSTRAK
Muhammad Alfariza (2015) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)” (dibawah bimbingan Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, sebagai dosen pembimbing, Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi sebagai Ketua Program Studi Manajemen, Beby Kendida, SE, MSi, sebagai dosen pembanding).
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menngetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, dan pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi data inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, pengangguran, dan laporan keuangan perusahaan sektor industri barang konsumsi selama tahun 2004 sampai tahun 2013 per tahun.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria yaitu perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013, menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan perusahaan tahunan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian menunjukkan dari kelima variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, inflasi, nilai tukar, PDB, dan pengangguran) terdapat satu variabel makro ekonomi yang berhubungan signifikan secara parsial dengan kesehatan perusahaan yaitu Tingkat Pengangguran. Dengan nilai probabilitasnya 0,004 lebih kecil dari pada 0,05. sebesar 2,894 lebih besar dari sebesar 1,969.
ABSTRACT
Muhammad Alfariza (2015) "Analyze The Relationship Between Macroeconomic Variables and Corporate Health (Study on Consumer Goods Industrial Sector Company in Indonesia Stock Exchange Year 2004-2013)" (under the guidance of Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, as a mentor. Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi as Chairman of Management Studies. Beby Kendida, SE, MSi, as a lecturer comparison).
The purposes of this research are to know and analyze the relationship between macroeconomic variables which are inflation, exchange rates, BI rates, GDP, and unemployment rates with corporate health on consumer goods industrial sectors in Indonesia Stock Exchange. Type of data which been used in this research is based on secondary data including inflation, exchange rates, BI rates, GDP, unemployment rates, and financial statements of firms on consumer goods industrial sectors from 2004 to 2013 annually.
Population of this research is firms on consumer goods industrial sectors which are listed in Indonesia Stock Exchange. Data sampling in this research is based on criteria which is the firms on consumer goods industrial sectors that are listed in Indonesia Stock Exchange from 2004 to 2013 and published their annual financial statement from 2004 to 2013. Data analysis method in this research is using Pearson correlation test with 5% level of significant.
The result of this research shows that from all five macroeconomics variables (BI rates, inflation rates, exchange rates, GDP, and unemployment rates) there is only one variable that has a significant relationship partially with corporate health which is unemployment rates with the probability value is 0.004 which is smaller than 0.05. is 2.984 which is more than which is 1.969.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Tujuan umum dari perusahaan adalah memperoleh pendapatan dan laba
sebesar-besarnya serta meningkatkan nilai perusahaan guna untuk meningkatkan
kesejahteraan investor atau pemegang saham perusahaan. Namun, pada
kenyataannya banyak faktor penting yang harus dipertimbangkan serta menjadi
perhatian penting bagi manajemen perusahaan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tersebut. Faktor- faktor yang menjadi pertimbangan tersebut termasuk
diantaranya adalah faktor variabel makro ekonomi.
Variabel makro ekonomi merupakan faktor eksternal atau faktor diluar
perusahaan yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. Menurut Tandelilin
(2010:341) lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi
operasi perusahaan sehari-hari. Jadi, begitu pentingnya bagi perusahaan untuk
memperhatikan variabel-variabel makro ekonomi. Untuk itu negara dalam hal ini
Indonesia harus dapat menjaga stabilitas perekonomian agar dapat memberi
kepastian kepada perusahaan ataupun para pelaku ekonomi lainnya dari stabilnya
perekonomian Indonesia dilihat dari indikator variabel makro ekonomi. Berikut
ini adalah data variabel makro ekonomi sepuluh tahun terakhir atau pada tahun
2004 sampai dengan tahun 2013 beserta pergerakan variabel makro ekonomi yang
Tabel 1.1
Data Variabel Makro Ekonomi
(Pada Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun 2013)
Tahun
Sumber: www.bi.go.id dan www.bps.go.id (diolah) (2014)
Variabel Makro Ekonomi
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Sumber: www.bi.go.id dan www.bps.go.id (diolah) (2014)
Gambar 1.1
Variabel Makro Ekonomi
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Sumber: www.bi.go.id (diolah) (2014)
Gambar 1.2
Grafik Variabel Makro Ekonomi (Kurs USD/IDR)
Berdasarkan data pada Tabel 1.1 beserta Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 diatas,
terlihat bahwa pergerakkan variabel makro ekonomi berfluktuasi. Beberapa
variabel makro ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2006 dimana suku bunga SBI
sebesar (11,87%), inflasi sebesar (13,33%), dan pengangguran sebesar (10,4%).
Sementara PDB mengalami penurunan sebesar (5,5%) dan nilai tukar stabil
sebesar (Rp 9.162,-). Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006 perekonomian
Indonesia mengalami penurunan. Sementara pada tahun 2007 sampai dengan
tahun 2012 kondisi variabel makro ekonomi dalam kondisi yang membaik dimana
pada tahun 2012 suku bunga SBI sebesar (4,42%), inflasi sebesar (4,28%), PDB
sebesar (6,3%), pengangguran sebesar (6,23%), dan nilai tukar sebesar (Rp
9.384,-). Tetapi, pada tahun 2013 kondisi variabel makro ekonomi mengalami
(6,97%), PDB sebesar (5,8%) dan nilai tukar Rupiah bahkan melemah terhadap
Dolar sebesar (Rp 10.459,-). Sementara pengangguran menurun sebesar (6,1%).
Kondisi variabel makro ekonomi yang berfluktuasi inilah yang
memungkinkan terdapat hubungan antara variabel makro ekonomi dengan
kesehatan perusahaan. Dimana perusahaan yang tidak sehat akan mengalami
kesulitan keuangan dan bahkan bangkrut akibat yang timbul dari variabel makro
ekonomi. Untuk meminimalisir terjadinya kebangkrutan, perusahaan dapat
mengawasi kondisi keuangan dengan penggunaan teknik analisis laporan
keuangan. Dimana perusahaan dapat memprediksi potensi kebangkrutan dini pada
perusahaan.
Untuk itu peneliti ingin mengetahui hubungan variabel makro ekonomi
dengan kesehatan perusahaan lebih rinci. Maka dilakukan penelitian dengan judul
”Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2013).”
1.2 Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara inflasi dengan kesehatan perusahaan
pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah terdapat hubungan antara nilai tukar dengan kesehatan perusahaan
3. Apakah terdapat hubungan antara suku bunga dengan kesehatan
perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa
Efek Indonesia?
4. Apakah terdapat hubungan antara PDB dengan kesehatan perusahaan pada
perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia?
5. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengangguran dengan kesehatan
perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa
Efek Indonesia?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara inflasi dengan
kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang
konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara nilai tukar
dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang
konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara suku bunga
dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang
4. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara PDB dengan
kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang
konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara tingkat
pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor
industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
1.3.2Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak
yaitu:
1. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan dalam usaha manajemen untuk mengurangi resiko dan
memperhatikan kondisi keuangan perusahaan dalam rangka
mengantisipasi faktor ekonomi makro yang dapat menimbulkan
kebangkrutan.
2. Bagi Peneliti
Sebagai informasi tambahan dan bahan rujukan bagi yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan variabel makro
ekonomi (nilai tukar, suku bunga, inflasi, PDB, dan tingkat
pengangguran) dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan
3. Bagi Penulis
Sebagai penambah ilmu dan pengetahuan serta wawasan tentang
hubungan variabel makro ekonomi dengan kesehatan perusahaan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Variabel Makro Ekonomi
Menurut Mankiw (2004:4) ilmu ekonomi makro (macroeconomics)
merupakan ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena dalam perekonomian
secara luas, seperti inflasi, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi. Titik
berat analisis makro ekonomi terletak pada bagaimana segi permintaan dan
penawaran menentukan tingkat kegiatan dalam perekonomian, masalah utama
yang selalu dihadapi setiap perekonomian dan peranan kebijakan dan campur
tangan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi (Sukirno,
2008).
Menurut Tandelilin (2010:343-344) terdapat beberapa variabel makro
ekonomi yang memperlihatkan hubungan dan dampaknya terhadap
profitabilitas perusahaan yaitu:
1. PDB (Produk Domestik Bruto)
2. Inflasi
3. Tingkat suku bunga
4. Kurs Rupiah
5. Anggaran defisit
6. Investasi swasta
2.1.2 Nilai Tukar (Kurs USD/IDR)
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang asing negara lainnya (Sukirno 2004:397).
2.1.2.1 Teori Nilai Tukar
Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar
valuta asing (Berlianta, 2004:18-21):
1. Balance of Payment Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar
valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan
terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk
mengukur kekuatan penawaran dan permintaan adalah balance of
payment.
2. Teori Purchasing Power Parity
Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya
beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini
menggunakan apa yang disebut law of one price sebagai dasar.
Dalam Law of one price disebutkan bahwa dengan asumsi
tertentu, dua barang yang identik haruslah mempunyai harga
yang sama.
Ada dua versi teori ini yaitu:
a. Versi absolut yang menyatakan bahwa nilai tukar adalah
digunakan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh barang
yang ada di negara tersebut.
b. Versi relatif yang mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar
valuta dua negara adalah sama dengan selisih kenaikan harga
barang di kedua negara tersebut pada periode tertentu.
3. Fisher Effect
Teori Fisher Effect diperkenalkan oleh Irving Fisher. Teori ini
mengatakan bahwa tingkat suku bunga nominal suatu negara
akan sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah tingkat
inflasi di negara itu.
4. International Fisher Effect
Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect bahwa pergerakan nilai
mata uang suatu negara dibanding negara lain (pergerakan kurs)
disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di
kedua negara tersebut.
2.1.2.2 Sistem Nilai Tukar
Menurut Triyono (2008) terdapat lima jenis sistem kurs utama yang
berlaku, yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)
Kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya
campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui
maka sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed
floating exchange rate).
2. Sistem kurs terlambat (pegged exchange rate)
Suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan sesuatu
atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan
negara mitra dagang utama dari negara yang bersangkutan, ini
berarti mata uang negara tersebut bergerak mengikuti mata uang
dari negara yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs terlambat merangkak (crawling pegs)
Dimana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata
uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak ke arah
suatu nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan
utama dari sistem ini adalah negara dapat mengukur penyelesaian
kursnya dalam periode yang lebih lama jika dibanding dengan
kurs terlambat.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies)
Keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi mata
uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar
dalam sekeranjang mata uang. Mata uang yang dimasukkan
dalam keranjang biasanya ditentukan oleh besarnya peranannya
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate)
Dimana negara menetapkan dan mengumumkan sesuatu kurs
tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara
membeli atau menjual valas dalam jumlah yang tidak terbatas
dalam kurs tersebut. Bagi negara yang memiliki ketergantungan
tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan seperti
sering mengalami gangguan alam, menetapkan kurs tetap
merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang
selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh
banyak faktor seperti yang diuraikan dibawah ini (Sukirno, 2004:402):
1. Perubahan dalam citarasa masyarakat, perubahan citarasa
masyarakat merupakan perubahan corak konsumsi mereka ke
atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun
yang diimpor.
2. Perubahan harga barang ekspor dan impor, harga sesuatu barang
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah
sesuatu barang akan diimpor atau diekspor. Karena perubahan
harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan
perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang
3. Kenaikan harga umum (inflasi), berpengaruh sangat besar kepada
kurs pertukaran valuta asing.
4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi,
sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal.
5. Pertumbuhan ekonomi, merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kurs tergantung corak pertumbuhan ekonomi
yang berlaku.
2.1.3 Suku Bunga
Suku bunga merupakan sebuah pembayaran di masa yang akan datang
atas perpindahan uang di masa lampau. Akibatnya, suku bunga selalu
melibatkan perbandingan jumlah uang pada waktu yang berbeda (Mankiw,
2004:42). Suku bunga yang dibayarkan oleh bank disebut suku bunga nominal
(nominal interest rate), dan suku bunga yang telah dikoreksi terhadap inflasi
disebut suku bunga riil (real interest rate) (Mankiw, 2004:43).
Suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah suku bunga yang
diberlakukan Bank Indonesia selaku bank sentral dengan mengeluarkan
Sertifikat Bank Indonesia. Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) itu
sendiri adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem
diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank
Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI.
Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat
mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005. BI
menggunakan mekanisme ”BI rate” (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan
target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa
periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para
pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
(www.wikipedia.sertifikat-bank-indonesia.com)
2.1.3.1 Teori Tentang Tingkat Bunga
Menurut Sunariyah (2006:81-93) ada beberapa teori dalam
penentuan tingkat suku bunga yaitu:
1. Teori Klasik
Menurut teori klasik, permintaan dan penawaran investasi pada
pasar modal menentukan tingkat bunga.
2. Teori Preferensi Likuiditas Tingkat Tabungan
Menurut Keynes, teori klasik hanya untuk tingkat bunga jangka
panjang, Keynes mengembangkan teori preferensi likuiditas
untuk menjelaskan tingkat suku bunga jangka pendek. Tingkat
suku bunga diartikan sebagai harga yang dikeluarkan debitur
untuk mendorong kreditur memindahkan uang tersebut. Tetapi
uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut mempunyai resiko
berupa tidak diterimanya tingkat suku bunga tertentu.
3. Teori Dana Pinjaman
Teori ini berasumsi bahwa tingkat bunga ditentukan oleh
mempengaruhi permintaan dana pinjaman dalam perekonomian
antara lain:
a. Permintaan pinjaman untuk konsumsi.
b. Permintaan pinjaman oleh unit bisnis.
c. Permintaan pinjaman untuk pemerintah.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dana
pinjaman adalah:
a. Tabungan domestik yang dilakukan baik oleh perusahaan,
masyarakat dan pemerintah.
b. Pengeluaran kelebihan uang oleh masyarakat.
c. Dana dari sistem perbankan domestik: pengeluaran kartu
kredit dari bank menciptakan rekening kredit pada bank dan
meningkatkan penawaran untuk dana pinjaman.
d. Meminjam dana luar negeri.
Perpotongan antara permintaan dan penawaran dana pinjaman
akan menentukan tingkat bunga di pasar dan kuantitas dana
pinjaman.
2.1.3.2 Fungsi Suku Bunga
Menurut Sunariyah (2006:80-81) suku bunga memiliki beberapa
fungsi dalam perekonomian antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi maupun
2. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi
pemerintah terhadap dana langsung atau investasi pada
sektor-sektor ekonomi.
3. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam
rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang
beredar dalam suatu perekonomian.
4. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk
meningkatkan produksi, sebagai akibatnya tingkat suku bunga
dapat digunakan untuk mengontrol tingkat inflasi.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Brigham dan Houston (2006:191), menyatakan ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat bunga yaitu:
1. Kebijakan Bank Sentral
Bank sentral mengambil peranan penting dalam mengendalikan
jumlah uang yang beredar. Jika bank sentral ingin merangsang
perekonomian. Bank sentral akan meningkatkan pertumbuhan
penawaran uang. Dampak awal dari langkah ini adalah
menurunkan tingkat suku bunga. Akan tetapi, jumlah uang yang
beredar yang tinggi juga akan menyebabkan terjadinya
peningkatan ekspektasi tingkat inflasi yang selanjutnya akan
dapat mendorong naiknya tingkat suku bunga. Dengan demikian
kebijakan yang dilakukan bank sentral mempengaruhi tingkat
2. Surplus atau Defisit Anggaran Negara
Surplus atau defisitnya anggaran negara mempengaruhi suku
bunga. Jika suatu negara membelanjakan uang lebih banyak
daripada yang diperoleh melalui pajak, maka akan terjadi defisit,
dan defisit tersebut harus ditutupi dengan cara melakukan
pinjaman atau mencetak uang. Jika pemerintah melakukan
pinjaman, maka hal ini akan menambah permintaan dari sumber
dana untuk mendorong naik tingkat suku bunga. Jika pemerintah
mencetak uang, maka hal ini akan meningkatkan ekspektasi
tingkat inflasi dimasa depan yang juga akan mendorong naiknya
tingkat suku bunga.
3. Faktor-faktor Internasional
Faktor-faktor internasional misalnya neraca perdagangan asing
dan tingkat suku bunga dari negara-negara lain. Jika suatu negara
lebih banyak melakukan impor daripada ekspor maka negara
tersebut mengalami defisit neraca perdagangan. Ketika defisit
neraca perdagangan terjadi, defisit tersebut harus didanai dan
sumber pendanaan yang utama adalah utang. Oleh sebab itu,
semakin besar defisit perdagangan, maka semakin besar jumlah
yang harus dipinjam, dan seiring dengan meningkatnya
4. Tingkat Aktivitas Bisnis
Ketika perekonomian suatu negara berkembang, perusahaan akan
membutuhkan modal dan negara cenderung akan meningkatkan
jumlah uang yang beredar sebagai usaha untuk merangsang
perekonomian. Dengan demikian permintaan modal akan
menambah jumlah uang yang beredar yang akan mendorong
naiknya tingkat suku bunga.
2.1.4 Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga
produk-produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan
dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi
ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas
penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan.
Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang
(purchasing power of money) (Tandelilin, 2010:342).
2.1.4.1 Komponen Inflasi
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah
terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2004:203):
1. Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi
daripada harga periode sebelumnya.
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi
jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum
naik.
3. Berlangsung secara terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan
memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan
inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.
2.1.4.2 Tingkat Inflasi
Kondisi inflasi di tinjau dari parah tidaknya inflasi menurut Waluyo
(2007:172) yaitu:
1. Inflasi ringan
Inflasi yang besarnya < 10 persen /tahun.
2. Inflasi sedang
Inflasi yang besarnya 10-30 persen/tahun.
3. Inflasi berat
Inflasi yang besarnya 30-100 persen /tahun.
4. Hyper inflation
Inflasi yang besarnya > 100 persen/tahun.
2.1.4.3 Metode Pengukuran Inflasi
Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan
menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat
1. Consumer Price Index (CPI)
Suatu ukuran atas keseluruhan biaya pembeliaan barang dan jasa
oleh rata-rata konsumen.
2. ProduserPrice Index (PPI)
Ukuran biaya barang dan jasa keseluruhan yang dibeli oleh
perusahaan.
3. GNP Deflator
GNP deflator merupakan ukuran tingkat harga yang dihitung
sebagai perbandingan PDB nominal terhadap PDB riil dikalikan
100.
2.1.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi
Menurut Sukirno (2004:333-338), ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya inflasi:
1. Demand Pull Inflation (Inflasi Tarikan Permintaan)
Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik
harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan
agregat.
2. Cost Push Inflation (Inflasi Desakan Biaya)
Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode
pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi
tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost
Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh:
1. Domestic Inflation
Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan
harga barang secara umum di dalam negeri.
2. Imported Inflation
Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan
harga-harga barang import secara umum.
2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar dari semua barang dan
jasa akhir (final) yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode
(Mankiw, 2004:6). Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran produksi
barang dan jasa total suatu negara. Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan
indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi
membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat, dan ini
merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan
penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan, maka
kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin
Adapun komponen-komponen PDB, Mankiw (2004:11-13):
1. Konsumsi (consumption)
Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh
rumah tangga, dengan perkecualian membeli rumah baru.
2. Investasi (investment)
Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan
digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.
Investasi adalah jumlah dari pembelian peralatan modal, persediaan,
dan bangunan atau struktur. Investasi pada bangunan mencakup
pengeluaran untuk mendapatkan tempat tinggak baru.
3. Belanja Pemerintah (government purchases)
Belanja pemerintah (government purchases) mencakup
pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara
bagian, dan pusat (federal). Belanja pemerintah mencakup upah
pekerja pemerintah dan pembelanjaan untuk kepentingan umum.
4. Ekspor Neto (net exports)
Ekspor neto (net exports) sama dengan pembeliaan produk dalam
negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembeliaan produk luar
negeri oleh warga negara (impor).
Terdapat dua cara untuk mengukur PDB. PDB nominal, menggunakan
harga saat ini untuk menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam
menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian (Mankiw,
2004:15).
2.1.6 Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran ditunjukan oleh persentase dari total jumlah
tenaga kerja yang masih belum bekerja (meliputi pula pengangguran tak
kentara maupun pengangguran kentara). Tingkat pengangguran ini
mencerminkan sejauhmana kapasitas operasi ekonomi sutau negara bisa
dijalankan. Semakin besar tingkat pengangguran di suatu negara, berarti
semakin besar kapasitas operasi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara
penuh. Jika hal ini terjadi maka tenaga kerja sebagai salah satu faktor
produksi utama tidak termanfaatkan secara penuh (Tandelilin, 2010:342).
Adapun jenis-jenis pengangguran menurut Mankiw (2004:135-141):
1. Pengangguran siklis (cyclical unemployment)
Tingkat pengangguran normal, yang di sekitarnya jumlah
pengangguran berfluktuasi, disebut tingkat pengangguran alamiah
(natural rate of unemployment), dan deviasi dari tingkat alamiahnya
disebut pengangguran siklis (cyclical unemployment).
2. Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran yang terjadi karena mencari pekerjaan yang sesuai
dengan keahlian dan selera masing-masing pekerja memerlukan
3. Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran yang terjadi karena banyaknya pekerjaan yang
tersedia di berbagai pasar tenaga kerja tidak cukup bagi semua orang
yang ingin bekerja.
2.1.7 Kesehatan Perusahaan
Tingkat kesehatan keuangan perusahaan dapat dilihat dari prediksi
kebangkrutan yang berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak
tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan
keuangan atau tidak dimasa mendatang. Menurut Brigham dan Daves (2003)
dalam Fachrudin (2008:2) kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan
tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat
memenuhi kewajibannya. Menurut Brigham dan Gapenski (1997) dalam
Fachrudin (2008:2-3) ada beberapa definisi kesulitan keuangan, sesuai
tipenya, yaitu:
1. Economic failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk
biaya modalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang
kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima
tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun
tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti,
2. Business failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan
operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.
3. Technical insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency
jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo.
Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukan
kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi
waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive.
Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan
ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana
keuangan (financial disaster).
4. Insolvent in bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvent in bankruptcy
jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih
serius daripada technical insolvency karena umumnya, ini adalah
tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi
bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak
perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.
5. Legal bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan
2.1.7.1 Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan
Lizal (2002) dalam Fachrudin (2008:6-7) mengelompokkan
penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar
Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Menurut beliau,
ada tiga alasan yang mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:
1. Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya
tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan
mempunyai campuran aset yang salah. Mengetimasi kesulitan
dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya
profit/assets (untuk mengukur profitabiltas), dan
liabilities/assets.
2. Financial model
Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan
liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa
walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang
tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan
dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal
yang inherited menjadi pemicu utama dalam kasus ini. Tidak
dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini
kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini
mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator
ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash
flow/total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves),
current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily
operating expenses, gearing ratio, turnover per employee,
coverage of fixed assets, working capital, total equity per share,
EPS ratio, dan sebagainya.
3. Corporate governance model
Disini, kebangkrutan mempunyai campuran asset dan struktur
keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the
market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola
perusahaan yang tidak terpecahkan. Model ini mengestimasi
kesulitan dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan
berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill
perusahaan.
Penyebab umum keggalan juga dikemukakan oleh Dylan (1996)
dalam Fachrudin (2008:11). Penyebab-penyebab tersebut diuraikan berikut
ini:
1. Pasar
a. Penurunan pasar (atau terlalu optimis)
b. Peningkatan persaingan
2. Keuangan
a. Overtrading (perdagangan berlebih) atau satu proyek besar
b. Banyak hutang
c. Kurang modal
d. Pengurusan kas yang tidak memadai
e. Pengawasan tidak memadai
f. Pengambilan uang berlebihan
3. Operasional
a. Lokasi bisnis
b. Terlalu ambisi dalam memulai bisnis
c. Estimasi biaya terlalu optimis
4. Manusia
a. Bidang pengurusan tidak seimbang atau tidak memadai
b. Kurang perhatian atau dorongan dari pemilik-manajer
c. Rekruitmen tidak memadai atau tidak tepat
2.1.7.2 Prediksi Kesulitan Keuangan Perusahaan
Menurut Fachrudin (2008:83) ada dua model prediksi yang
digunakan, yaitu model prediksi kesulitan keuangan dengan rasio pinjaman
bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah aset, dan model
prediksi kesulitan keuangan dengan rasio hutang terhadap jumlah aset.
Menurut Fachrudin (2007) dalam Fachrudin (2008:104:105), model prediksi
satu tahun sebelum kesulitan dengan rasio jumlah kewajiban terhadap
dengan rasio hutang bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah
aset yang memberikan ketepatan prediksi sebesar 93,1% pada penelitian
tersebut dapat bermanfaat bagi manajer perusahaan sebagai pedoman untuk
menaksir kondisi perusahaannya. Pedoman tersebut bukan sesuatu yang
mutlak karena model prediksi ini dibuat sehubungan dengan kondisi akibat
krisis 1997 yang mungkin berbeda dengan kondisi perusahaan yang ditaksir,
selain itu jenis industri, lingkungan, dan masa penelitian ini dibuat juga
tidak sama. Model yang dapat dijadikan pedoman tersebut adalah:
= 1 / [1 + exp (-4,254 + 15,272xa1i - 35,828xa2i)], dan
= 1 / [1 + exp (-5,472 + 9,555xa8i – 32,347xa2i)]
Fungsi distribusi logistik tersebut dapat lebih disederhanakan menjadi:
= 1 / [1 + 2,71828 – (-4,254 + 15,272xa1i – 35,828xa2i)], dan
= 1 / [1 + 2,71828 – (-5,472 + 9,555xa8i – 32,347xa2i)]
Dimana:
= probabilitas kesulitan keuangan, nilainya terletak antara 1 dan 0.
Ekstrim 1 menunjukan kesulitan keuangan, sedangkan ekstrim 0
menunjukan tidak kesulitan keuangan.
xa1i = rasio hutang bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah
aset
xa2i = rasio pendapatan bersih terhadap jumlah aset
Bila probabilitas mencapai angka 1 berarti perusahaan sudah memasuki
status kesulitan keuangan yang paling parah, sedangkan bila mencapai
angka 0 berarti perusahaan tidak kesulitan keuangan.
2.2 Penelitian Tardahulu
Beaver (1966) yang melakukan studi tentang financial ratios as predictors of
failure. Dalam studinya ini menggunakan analisis univariat yaitu rasio keuangan
untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Pemilihan rasio didasarkan
pada kepopuleran rasionya dalam berbagai literature, kinerja rasio-rasio tersebut
dalam penelitian sebelumnya dan kedekatannya dengan konsep arus kas (cash
flow). Menggunakan 30 rasio keuangan, yang dikelompokkan dalam 6 kelompok
besar (cash flow ratio, net income ratio, debt to total asset ratio, liquid asset to
total asset ratio, liquid assets to current debt ratio, turnover ratio). Hasil
penelitian terdapat lima rasio keuangan yang memiliki tingkat kesalahan dibawah
24% yaitu: arus kas/total hutang, asset bersih/total asset, total hutang/total asset,
modal kerja/total asset dan rasio lancer.
Altman (1968) mempelopori penggunaan teknik statistik multivariat
melalui analisis diskriminan linear. Dalam penelitiannya, teknik statistik
multivariat ini menggabungkan efek dari beberapa variabel dalam model yang
mengklasifikasikan perusahaan yang pailit dan perusahaan yang tidak pailit.
Menggunakan 33 sampel perusahaan yang pailit dan 33 perusahaan yang tidak
pailit dalam kurun waktu 20 tahun (1946 sampai dengan 1965). Hasil penelitian
yaitu dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio tersebut adalah working capital/total assets
(WC/TA), retained earning/total assets (RE/TA), earning before interst and
taxes/total assets (EBIT/TA), market value equity/book value of total debt
(MVE/BVD), dan sales/total assets (S/TA).
Luciana (2004) tujuan dari penelitiannya adalah untuk menguji
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress. Faktor-faktor yang diteliti
tersebut adalah rasio keuangan, rasio relatif industri, sensitivitas perusahaan
terhadap variabel makro ekonomi, reputasi auditor dan underwriter. Sampel terdiri
dari 19 perusahaan dalam kondisi financial distress sebagai kondisi perusahaan
yang delisted pada tahun 1999-2002 dan 41 perusahaan listed. Sampel dipilih
berdasarkan purposive sampling approach. Menggunakan analisis regresi logistic
untuk menguji hipotesis yang dirumuskan. Hasil empiris menunjukkan bahwa
rasio relatif industri memiliki klasifikasi lebih tinggi. Penelitian ini juga
menemukan bahwa sensitivitas perusahaan terhadap variabel ekonomi makro dan
reputasi auditor adalah variabel yang signifikan dalam memprediksi kondisi
kesulitan keuangan perusahaan.
Fachrudin (2007) melakukan studi tentang kesulitan perusahaan secara
longitudinal terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
sejak sebelum krisis 1997 sampai setelah 2005 setelah krisis berlalu. Penelitian
tersebut memprediksi kesulitan keuangan, menguji hubungan tata kelola
perusahaan dengan perusahaan sedang kesulitan keuangan, dan mengestimasi
kualitatif. Observasi dilakukan terhadap 30 perusahaan kesulitan keuangan dan 28
perusahaan tidak kesulitan keuangan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian yang menggunakan regresi logistik tersebut tidak dilakukan
pengambilan sampel, seluruh populasi sasaran (target population) yang
diobservasi. Untuk prediksi digunakan uji regresi logistik prosedur stepwise. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada perusahaan kesulitan keuangan yang tetap
kesulitan keuangan sampai tahun 2005 (46,67%), namun ada yang dapat survive
sebagai perusahaan independent (53,33%). Kesulitan keuangan perusahaan tidak
selalu berakhir dengan kebangkrutan. Penelitian juga menemukan bahwa model
prediksi terbaik adalah model prediksi dengan rasio hutang bank dan lembaga
keuangan lainnya terhadap jumlah asset. Prediktornya adalah rasio hutang tersebut
dan rasio profitabilitas berupa pendapatan bersih terhadap jumlah asset. Model ini
menghasilkan ketepatan prediksi sebesar 94,8% dan mampu menjelaskan peluang
terjadinya kesulitan keuangan dengan baik.
Mishra (2013) dengan tujuan penelitiannya adalah untuk menguji
hubungan antara faktor-faktor ekonomi makro dan indikator kesehatan perusahaan
dalam bentuk Z-score. Variabel makro yang diambil adalah suku bunga bank,
GDP, inflasi, dan trade openness diukur sebagai rasio ekspor ditambah impor
terhadap GDP. Hubungan jangka panjang yang diidentifikasikan dengan
menggunakan panel unit root test, panel cointegration analysis, dan panel long
run causality. Sampel penelitian adalah 73 perusahaan selama tahun 1990 sampai
2009. Temuan penelitian mengungkapkan adanya hubungan kausal dua arah
bank, kesehatan perusahaan dan inflasi, dan kesehatan perusahaan dan trade
openness. Efek tanda mengungkapkan tanda positif untuk semua panel untuk
lambda pearson test. Adapun penelitian lainnya juga yang mengaitkan variabel
makro ekonomi dengan kondisi keuangan perusahaan yang disajikan pada tabel
berikut:
Variabel makro ekonomi yang terdiri dari nilai tukar, suku bunga, dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap risiko kebangkrutan perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia
(1) Pada tahun 1999 sampai tahun 2000 kinerja keuangan mengalami peningkatan sebesar 48%. Pada tahun 2003 sampai tahun 2008 kinerja keuangan mulai mengalami peningkatan yang cukup baik. (2) pertambangan batu bara pada tahun 1999 sampai tahun 2000 mengalami posisi ambang kebangkrutan. Sedangkan pada tahun 2001
besar dari Ftabel sebesar
PT. Bumi Resources Tbk. (4) Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dominan terhadap antisipasi risiko kebangkrutan yaitu suku bunga SBI. Dengan nilai probabilitasnya 0,03 hampir
Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel independen kurs, tingkat suku bunga, return on asset (ROA), debt to total asset (DTA), dan free
cash flow (FCF) secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap financial
distress dan non financial distress. Sedangkan hasil uji t pada kategori non distress menunjukkan bahwa hanya variabel return on asset (ROA), debt to total asset (DTA), dan free cash flow (FCF) yang berpengaruh secara parsial terhadap non financial distress.
2.3 Kerangka Konseptual
Variabel makro ekonomi penting bagi investor maupun perusahaan menjadi
pertimbangan dalam menentukan kebijakan maupun keputusan yang akan diambil
pada masa yang akan datang. Menurut Syahyunan (2013:171) risiko sistematis
karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat
mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya perubahan tingkat suku bunga,
kurs valuta asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi
perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan
kondisi ekonomi makro di masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan
keputusan investasi yang menguntungkannya. Untuk itu, seorang investor harus
memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka
dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro (Tandelilin,
2010:341-342).
Menurut Tandelilin (2010:343) Faktor-faktor ekonomi makro secara empiris
telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa
negara. Tandelilin (1998) dalam Tandelilin (2010:343) merangkum beberapa
faktor ekonomi makro yang berpengaruh terhadap investasi di suatu negara,
sebagai: tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), laju pertumbuhan
inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang (exchange rate).
Ada banyak variabel yang mempengaruhi kinerja perusahaan diantaranya
adalah kondisi perusahaan itu sendiri, kondisi industri, dan kondisi ekonomi
makro. Akan tetapi, pada penelitian ini akan dilihat lima variabel yang dianggap
memiliki hubungan yang cukup signifikan dan cukup dominan diantaranya inflasi,
nilai tukar, suku bunga, PDB, dan tingkat pengangguran dengan kesehatan
perusahaan. Berdasarkan latar belakang dan teori yang dikemukakan, maka
Suku Bunga SBI
Inflasi
PDB
Tingkat Pengangguran
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teoritis, penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual
yang telah diuraikan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara suku bunga SBI dengan
kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di
Bursa Efek Indonesia.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai inflasi dengan kesehatan
perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa
Efek Indonesia.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan kesehatan
perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa
Efek Indonesia.
Nilai Tukar
Kesehatan Perusahaan
Kesehatan Perusahaan
Kesehatan Perusahaan
Kesehatan Perusahaan
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara PDB dengan kesehatan
perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa
Efek Indonesia.
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengangguran dengan
kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian bersifat kuantitatif. Penelitian ini bermaksud menjelaskan
hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji hubungan variabel makro ekonomi (inflasi, nilai tukar, suku bunga,
PDB, dan tingkat pengangguran) dengan kesehatan perusahaan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dilakukan di Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan Bursa Efek
Indonesia melalui media internet dengan situs www.bi.go.id,
www.bps.go.id, dan www.idx.co.id.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai September 2014 sampai dengan Januari 2015.
3.3 Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dalam penelitian ini yaitu:
1. Data inflasi, nilai tukar, suku bunga, PDB, dan tingkat pengangguran
selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.
2. Data laporan keuangan perusahaan tahunan selama periode tahun 2004
3.4 Definisi Operasional
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 3.1 secara ringkas dibawah ini:
Tabel 3.1
Variabel-Variabel Penelitian
Variabel Definisi Variabel Pengukuran
Kesehatan
Inflasi Kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan.
Rata-Rata = Jumlah Inflasi Bulanan 12 Bulan
Nilai Tukar Harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang asing negara lainnya.
Rata-Rata = Jumlah Kurs USD/IDR Bulanan 12 Bulan
Rata-Rata = Jumlah Suku Bunga SBI Bulanan 12 Bulan
Tingkat
Rata-Rata = Jumlah Pengangguran Semesteran 2 Semester
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
yaitu sebanyak 38 perusahaan yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.2 Populasi Penelitian No Kode
Saham Nama Emiten Tanggal IPO
1 ADES PT. Akasha Wira International Tbk 13 Januari 1994 2 AISA PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 11 Januari 1997
3 ALTO PT. Tri Banyan Tirta Tbk 10 Juli 2012
4 CEKA PT. Cahaya Kalbar Tbk 9 Juli 1996
5 DAVO PT. Davomas Abadi Tbk 22 Desember 1994 6 DLTA PT. Delta Djakarta Tbk 12 Februari 1984 7 ICBP PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 7 Oktober 2010 8 INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk 14 Juli 1994 9 MLBI PT. Multi Bintang Indonesia Tbk 17 Januari 1994
10 MYOR PT. Mayora Indah Tbk 4 Juli 1990
11 PSDN PT. Prashida Aneka Niaga Tbk 18 Oktober 1994 12 ROFI PT. Nippon Indosari Corporindo Tbk 28 Juni 2010
13 SKBM PT. Sekar Bumi Tbk
PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading
Company Tbk 2 Juli 1990
17 GGRM Gudang Garam Tbk 27 Agustus 1990
25 MERK PT. Merck Tbk 23 Juli 1981 26 PYFA PT. Pyridam Farma Tbk 16 Oktober 2001 27 SCPI PT. Schering Plough Indonesia Tbk 7 Oktober 2010 28 SIDO PT. Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul Tbk 18 Desember 2013 29 SQBB PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk 29 Maret 1983 30 TSPC PT. Tempo Scan Pasific Tbk 17 Januari 1994 31 MBTO PT. Martina Berto Tbk 13 Januari 2011
32 MRAT PT. Mustika Ratu Tbk 27 Juli 1995
33 TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 23-Sep-93
34 UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk 11 Januari 1982 35 CINT Chitose International Tbk 27 Juni 2014 36 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 29 Juli 1996 37 KICI PT. Kedaung Indah Can Tbk 28 Oktober 1993 38 LMPI PT. Langgeng Makmur Industry Tbk 17 Oktober 1994 Sumber: www.sahamok.com (diolah) (2014)
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Adapun kriteria penentuan sampel pada penelitian ini adalah:
a. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.
b. Menerbitkan dan mempubikasikan laporan keuangan perusahaan tahunan
pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.
Berdasarkan kriteria pengambilan sampel tersebut maka jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 28 perusahaan, periode waktu tahun 2004 sampai dengan
2013. Sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini adalah 10 tahun observasi
dikali 28 sampel adalah sebanyak 280 observasi. Adapun daftar nama perusahaan
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai
Tabel 3.3 Sampel Penelitian No Kode
Saham Nama Emiten Tanggal IPO
1 ADES PT. Akasha Wira International Tbk 13 Januari 1994 2 AISA PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 11 Januari 1997
3 CEKA PT. Cahaya Kalbar Tbk 9 Juli 1996
4 DAVO PT. Davomas Abadi Tbk 22 Desember 1994 5 DLTA PT. Delta Djakarta Tbk 12 Februari 1984 6 INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk 14 Juli 1994 7 MLBI PT. Multi Bintang Indonesia Tbk 17 Januari 1994
8 MYOR PT. Mayora Indah Tbk 4 Juli 1990
9 PSDN PT. Prashida Aneka Niaga Tbk 18 Oktober 1994
10 SKLT PT. Sekar Laut Tbk 8-Sep-93
11 STTP PT. Siantar Top Tbk 16 Desember 1996
12 ULTJ
PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading
Company Tbk 2 Juli 1990
13 GGRM Gudang Garam Tbk 27 Agustus 1990
14 HMSP Handjaya Mandala Sampoerna Tbk 15 Agustus 1990 15 RMBA Bentoel International Investra Tbk 5 Maret 1990 16 DVLA PT. Darya Varia Laboratoria Tbk 11-Nov-94 17 INAF PT. Indofarma (Persero) Tbk 17-Apr-01 18 KAEF PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 4 Juli 2001
24 TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 23-Sep-93
25 UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk 11 Januari 1982 26 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 29 Juli 1996 27 KICI PT. Kedaung Indah Can Tbk 28 Oktober 1993 28 LMPI PT. Langgeng Makmur Industry Tbk 17 Oktober 1994 Sumber: www.idx.co.id (diolah) (2014)
3.6 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
bersumber dari data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
penelitian dan literatur penelitian lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan
dalam penelitian.
Data sekunder pada penelitian ini meliputi data inflasi, nilai tukar, suku
bunga, PDB, tingkat pengangguran, dan laporan keuangan perusahaan manufaktur
sektor industri barang konsumsi.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui
studi dokumentasi berupa literatur jurnal penelitian-penelitian, serta
laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan masalah yang akan diteliti
termasuk laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), Badan
Pusat Statistik (BPS), Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui media internet.
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Analisis Deskriptif
Meotode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data
yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterprestasikan secara
objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang
3.8.2 Metode Analisis Statistik
1. Analisis Korelasi Multivariate dengan Menggunakan Koefisien
Korelasi Pearson
Korelasi ini ditemukan oleh karl person. Korelasi ditujukan untuk
pasangan pengamatan data rasio yang menunjukkan hubungan yang
linear. Korelasi ini sering juga disebut Korelasi Product Moment
(Situmorang dan Lufti, 2011:91). Pengujian dilakukan dengan
menggunakan alat bantu SPSS versi 17.0 for windows untuk
menghitung koefisien Korelasi Pearson.
Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan
hubungan antara dua rangkaian data yang dihubungkan. Dengan kata
lain, koefisien korelasi adalah ukuran atau indeks dari hubungan antara
dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai +1. Tanda
positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien
korelasi tersebut.
Korelasi positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai menjelaskan
bahwa apabila suatu variabel naik maka akan menyebabkan kenaikan
pada variabel yang lainnya dan sebaliknya. Korelasi negatif nilainya
berada antara -1 sampai 0, nilai tersebut menjelaskan bahwa apabila
suatu variabel naik maka variabel yang lainnya akan turun, dan
sebaliknya (Situmorang dan Lufti, 2011:92).
Menghitung nilai koefisien Korelasi Pearson dapat dilakukan dengan
r =
Dimana:
r = Koefisien korelasi
x = Derivasi rata-rata variabel X
= X -
y = Derivasi rata-rata variabel Y
= Y - (Situmorang dan Lufti, 2011:92)
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk menguji signifikansi dari koefisien
korelasi yang diperoleh. Pengujian signifikansi menggunakan rumus
sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004:466):
t = r
Dimana:
t = Nilai
r = Nilai koefisien korelasi
n = Jumlah data pengamatan
Bentuk pengujian:
: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara suku
bunga SBI dengan kesehatan perusahaan.
: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara suku bunga
: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara inflasi
dengan kesehatan perusahaan.
: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara inflasi dengan
kesehatan perusahaan.
: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai
tukar dengan kesehatan perusahaan.
: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara nilai tukar
dengan kesehatan perusahaan.
: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara PDB
dengan kesehatan perusahaan.
: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara PDB dengan
kesehatan perusahaan.
: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pengangguran dengan kesehatan perusahaan.
: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pengangguran dengan kesehatan perusahaan.
Selanjutnya akan dilakukan uji signifikan dengan membandingkan
tingkat signifikan α (alpha) 5% dan derajat kebebasan (n-2) dengan
yang diperoleh. Dapat disimpulkan sebagai berikut:
diterima jika < <
diterima jika < <
diterima jika > >
diterima jika < <
diterima jika > >
diterima jika < <
diterima jika > >
diterima jika < <
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Deskriptif Variabel Penelitian
Adapun hasil statistik deskriptif dari variabel makro ekonomi dan kesehatan
perusahaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Suku Bunga SBI 280 4.42 11.87 7.6730 1.98806
Inflasi 280 4.28 13.33 7.3160 2.84693
Nilai Tukar 280 8776.01 10459.09 9473.8950 556.19998
PDB 280 4.63 6.50 5.8010 .57640
Pengangguran 280 6.10 10.40 8.2800 1.58981
Pi 280 .0000 1.0000 .156815 .2786658
Valid N (listwise) 280
Sumber: Hasil Penelitian (2014) (data diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.1 diketahui nilai rata-rata suku
bunga SBI sebesar 7,6730. Nilai suku bunga SBI terendah sebesar 4,42% pada
tahun 2012. Sedangkan nilai suku bunga tertinggi sebesar 11,87% pada tahun
2006. Inflasi memiliki nilai rata-rata sebesar 7,3160. Nilai inflasi terendah sebesar
4,28% pada tahun 2012. Sedangkan nilai inflasi tertinggi sebesar 13,33% pada
tahun 2006. Nilai tukar (USD/IDR) memiliki nilai rata-rata sebesar 9473,8950.
Nilai tukar (USD/IDR) terendah sebesar Rp 8.776,01,- pada tahun 2011.
Sedangkan nilai tukar (USD/IDR) tertinggi sebesar Rp 10.459,09,- pada tahun