UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGUMPULAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODDAQOH PADA
BADAN AMIL ZAKAT DAERAH SUMUT
SKRIPSI
Diajukan oleh Niken Fidyah Ramadhani
070501019
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan karunia-Nya, kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat, Infaq dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Daerah SUMUT ”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu pelaksanaan akademis untuk memenuhi syarat perkuliahan dijenjang studi strata-1 dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, yang di sebabkan keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis memohon maaf serta meminta kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak yang membaca dan membantu serta memotivasi penulis agar lebih baik dimasa yang akan datang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta yaitu Bapak Suparman Saleh
dan Ibunda terkasih Rus Andriani yang telah membesarkan dan
mengorbankan segala sesuatunya serta dengan penuh kesabaran,
keikhlasan membimbing penulis demi keberhasilan studi penulis serta adik
penulis yaitu Ichsan Ramadhan, M. Firza Putra dan M. Nabil Fairuz,
terima kasih atas kasih sayangnya, doa serta dukungan moril, dan materil
2. Bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.
Syahrir Hakim Nasution selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program S1
Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi
Hidayat, SE, MSi selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi selaku dosen pembimbing penulis yang
telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini, memberikan saran dan masukannya serta petunjuk
yang sangat berarti bagi penulis.
6. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, MSi selaku selaku dosen pembanding
penulis yang telah memberikan kritik,saran, dan masukan bagi penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Walad Altsani, MEc selaku dosen pembanding penulis yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
8. Seluruh staf pengajar (dosen) Departemen Ekonomi Pembangunan yang
telah memberikan pendidikan yang sangat bermanfaat bagi penulis yang
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak
membantu penulis selama menjalani perkuliahan.
9. Seluruh staf dan karyawan Badan Amil Zakat Daerah SUMUT yang telah
banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi yang
penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
masukan bagi seluruh pihak yang membaca dan memerlukan skripsi ini.
Wassalammualaikum Wr.Wb
Medan, February 2011 Penulis
ABSTRACT
This study aims to determine how the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh on BAZDA SUMUT and factors influencing it.
The design of this study is a descriptive study using primary data and secondary data. Data was collected by interview techniques, questionnaires and documentation. The respondents in this study is Muzakki who pay zakat, and shoddaqoh infaq BAZDA SMUT on as many as 85 people.
The results showed that the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh has increased from year to year. While the factors that affect the collection is the moment in religious, income and age Muzakki. Reason Muzakki prefer to pay zakat, infaq and shoddaqoh in Amil Zakat Agency Region North Sumatra because BAZDA SUMUT is a formal or legal institutions of the Government. And most Muzakki expressed his satisfaction towards services and the benefits gained so Muzakki continue to pay zakat, infaq and shoddaqoh in BAZDA SUMUT in each year. To increase public awareness in the tithe,berzakat, berinfaq and bershoddaqoh, BAZDA SUMUT must continue to disseminate comprehensive charity through social activities and religious.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adapun desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah muzakki yang membayar zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT sebanyak 85 orang.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia muzakki. Alasan Muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah institusi yang resmi atau legal milik Pemerintah. Dan sebagian besar muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh sehingga muzakki tetap membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di BAZDA SUMUT di setiap tahunnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara komprehensif melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.
DAFTAR ISI
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 37
3.3. Penentuan Populasi dan Sampel ... 37
3.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 39
3.5. Pengolahan Data ... 39
3.6. Metode Analisis Data ... 40
3.7. Defenisi Operasional ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 41
4.1.1. Gambaran Umum Badan Amil Zakat ... 41
4.1.2. Visi, Misi, Azas dan Tujuan Badan Amil Zakat SUMUT... 44
4.1.3. Strukur Organisasi BAZDA SUMUT……….45
4.2. Perkembangan Badan Amil Zakat Daerah SUMUT ... 47
4.3. Karakteristik Responden ... 49
4.4. Penyajian dan Analisis Deskriptif Data ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60
5.2. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No.Tabel Judul Halaman
2.1. Nishab dan Zakat Unta... 22
2.2. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau………. ... 23
2.3. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau………. ... 23
2.4. Nishab dan Zakat Kambing………... 24
2.5. Nishab dan Zakat Domba dan Kacangan……… ... 24
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... ... 50
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan…... ... 50
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul
Halaman
4.1. Bagan Struktur Hierarki BAZ ... 42
4.2. Bagan Struktur Organisasi BAZ SUMUT…………. 46 4.3. Perkembangan Jumlah Pendapatan Zakat,
Infaq dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat
Sumatera Utara tahun 1993 s/d 2007………. 48 4.4. Alasan Muzakki Memilih Memilih Membayar Zakat,
Infaq dan Shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah
Sumatera Utara………... 52
4.5. Membandingkan dengan Lembaga Zakat lain sebelum
Memilih BAZ………... .. 53
4.6. Sumber Mengetahui Keberadaan BAZDA SUMUT… 53 4.7. Cara Penyaluran Zakat, Infaq dan Shoddaqoh pada BAZ
Daerah SUMUT………. 54
4.8. Pelayanan Pengumpulan Zakat, Infaq dan Shoddaqoh Dengan Manfaat yang diperoleh dari BAZ Daerah
SUMUT………. 55
4.9. Usia Muzakki………... 55 4.10. Pendapatan Muzakki Perbulan………... 56 4.11. Pemilihan Bulan dalam Membayar Zakat, Infaq dan
Shoddaqoh di BAZDA Sumatera Utara………. … 57 4.12. Jenis Zakat/Harta yang diberikan Muzakki……… 58 4.13. Kendala yang dihadapi Selama Menjadi Muzakki di BAZ
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
ABSTRACT
This study aims to determine how the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh on BAZDA SUMUT and factors influencing it.
The design of this study is a descriptive study using primary data and secondary data. Data was collected by interview techniques, questionnaires and documentation. The respondents in this study is Muzakki who pay zakat, and shoddaqoh infaq BAZDA SMUT on as many as 85 people.
The results showed that the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh has increased from year to year. While the factors that affect the collection is the moment in religious, income and age Muzakki. Reason Muzakki prefer to pay zakat, infaq and shoddaqoh in Amil Zakat Agency Region North Sumatra because BAZDA SUMUT is a formal or legal institutions of the Government. And most Muzakki expressed his satisfaction towards services and the benefits gained so Muzakki continue to pay zakat, infaq and shoddaqoh in BAZDA SUMUT in each year. To increase public awareness in the tithe,berzakat, berinfaq and bershoddaqoh, BAZDA SUMUT must continue to disseminate comprehensive charity through social activities and religious.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adapun desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah muzakki yang membayar zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT sebanyak 85 orang.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia muzakki. Alasan Muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah institusi yang resmi atau legal milik Pemerintah. Dan sebagian besar muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh sehingga muzakki tetap membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di BAZDA SUMUT di setiap tahunnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara komprehensif melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Kemiskinan ini sudah ada sejak lama dan telah menjadi kenyataan dalam kehidupan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 telah melipatgandakan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2002 (Februari) jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di pedesaan. Indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan meningkat dari 2,55 pada 1996 (sebelum krisis) menjadi 4,35 pada 1998 (saat krisis), dan di pedesaan meningkat dari 3,55 menjadi 0,51. Sementara itu indeks keparahan kemiskinan di perkotaan meningkat dari 0,71 menjadi 1,27 dan di pedesaan meningkat dari 0,96 menjadi 1,48. Peningkatan kedua indeks kemiskinan tersebut mengindikasikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi telah memperdalam dan memperparah kemiskinan di Indonesia. (Sumber : www.bps.go.id)
Dengan adanya data tersebut tidak dapat dibantah lagi bahwa kemiskinan merupakan masalah besar bagi umat manusia, begitu juga bangsa Indonesia. Kemiskinan dari waktu yang lama telah menyebabkan Bangsa Indonesia menjadi sangat terpuruk terlebih pasca krisis moneter tahun 1997, sehingga untuk menanggulangi masalah yang sangat serius ini harus ada langkah-langkah yang sistematis secara terpadu.
fakta dan kenyataan di atas jelas bahwa hanya mengandalkan APBN tidak akan pernah bisa mengentaskan kemiskinan yang ada, untuk itu perlu ada suatu upaya dalam bentuk penggalangan dana yang bersumber dari dalam negeri melalui bentuk-bentuk instrument seperti zakat,infaq dan shoddaqoh (Mohammad, 2010 : 311-312).
Perkembangan ekonomi syariah di tanah air semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang perlunya melaksanakan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariah. Terlepas dari success story di industri perbankan dan keuangan syariah sejauh ini ada sebuah kritikan yang sering dilontarkan yaitu bahwa ekonomi syariah bukan hanya terbatas pada industri perbankan dan keuangan saja. Masih banyak sisi-sisi ekonomi syariah lainnya yang juga perlu mendapat perhatian, seperti bisnis yang berlandaskan syariah, perilaku konsumsi yang islami,termasuk perilaku memberi (giving behavior) atau filantropi (kedermawanan).
Syari’at Islam tidak hanya berdimensi ibadah, tetapi juga mengandung dimensi sosial kemanusiaan. Zakat, infaq dan shoddaqoh adalah ibadah yang bermuatan dua dimensi sekaligus, ibadah kepada Allah dan hubungan kemanusiaan. Pada perkembangan pengamalan zakat tidak hanya memenuhi kewajiban semata,
Indonesia, berbicara tentang ekonomi Islam, akan mengarah kepada pelaksanaan zakat,infaq dan shoddaqoh (Agustianto, 2002).
Islam merupakan agama yang rahmatan lil’alamin, yaitu memberikan rahmat bagi semua mahluk, sehingga dari makna tersebut dapat di artikan bahwa Islam sangat peduli terhadap kaum dhuafa. Sebagai bentuk kepedulian islam terhadap kaum tidak berpunya, Islam menghadirkan lembaga zakat, infaq dan shoddaqoh yang berfungsi mengumpulkan dan mendistribusikan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Islam sangat concern kepada pembangunan sosioekonomi rakyat (umat). Lembaga-lembaga zakat,infaq dan shoddaqoh ini lebih dikenal dengan nama filantropi (Mohammad, 2010: 312).
Islam mempunyai perhatian yang tinggi untuk melepaskan orang miskin dan kaum dhu’afa dari kemiskinan dan keterbelakangan. Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana yang efektif untuk memberdayakan ekonomi umat. Potensi itu bila digali secara optimal dari seluruh masyarakat Islam dan dikelola dengan baik dengan manajemen amanah dan profesionalisme tinggi, akan mewujudkan sejumlah dana yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan memberdayakan ekonomi umat( Agustianto, 2002 : 210).
saja misalnya. Di negara yang jumlah penduduk muslimnya hanya 15% (kurang lebihnya 450.000), perolehan ZISnya pada tahun 1997 mencapai 14,5 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 58 milyar (kurs Rp 4000). Kalau dibandingkan dengan Singapura, setidaknya umat Islam Indonesia dapat mengumpulkan dana zakat setahun Rp 17 trilyun, tapi nyatanya baru Rp 217 milyar. Menurut perhitungan di Indonesia pertahun baru terkumpul sekitar Rp 200-300 milyar. Padahal masih banyak sumber zakat yang belum tergali seperti zakat perusahaan,zakat profesi, zakat saham, dsb ( Agustianto, 2002: 210).
Zakat sebagai bagian integral dari sistem hukum Islam, dimungkinkan untuk diaplikasikan secara totalitas di Indonesia. Sebab bagaimanapun juga eksistensi hukum Islam diakui sebagai bagian dari hukum nasional, sebab mayoritas rakyat Indonesia adalah Muslim. Jumlahnya kurang lebih 87,21% dari keseluruhan rakyat Indonesia. Kondisi objektif ini menyebabkan setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai aspek, tidak terkecuali aspek ekonomi, akan langsung dirasakan dampaknya oleh umat Islam, sebagai penduduk mayoritas di negeri ini. Dan ini terbukti dengan munculnya undang-undang zakat Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang disahkan Presiden Habibie ( Zulfahmi, 2007: 567).
Pengelolaan zakat, infaq dan shoddaqoh agar mendayagunakan hasil pengelolaannya untuk kepentingan kelangsungan pendidikan Islam, dan hal-hal lain yang mendukung pengembangan da’wah Islam. Ketentuan terakhir yang dikeluarkan Pemerintah mengenai zakat adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI. Surat Keputusan Bersama tersebut bernomor 29 dan 47 tahun 1991, tanggal 19 Maret 1991. Mengenai petunjuk teknis operasionalnya diatur dalam Instruksi Menteri Agama No. 5 tahun 1991, yang isinya membahas tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shoddaqoh (Zulfahmi, 2007: 567-573).
Islam menyediakan seperangkat ajaran yang komprehensif untuk
memecahkan masalah kemiskinan, di antaranya melalui lembaga zakat,infaq dan
shoddaqoh (ZIS) tersebut. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan zakat,infaq dan
shoddaqoh tersebut dibutuhkan sebuah lembaga Amil yang bekerja secara
professional. Satu hal yang perlu disadari bersama bahwa pelaksanaan ZIS bukanlah
semata-mata diserahkan kepada muzzaki saja, akan tetapi tanggung jawab memungut
dan mendistribusikannya dilakukan oleh amilin. Zakat bukan pula memberikan
bantuan yang bersifat konsumtif kepada para mustahiq, akan tetapi lebih jauh dari itu,
untuk meningkatkan kualitas hidup para mustahik ,terutama fakir miskin atau kualitas
sumberdaya muslim,misalnya untuk pendidikan. Karena itu amil zakat harus
meningkatkan profesionalisme kerjanya hingga menjadi amil yang amanah, jujur,
sungguh-sungguh mengerti masalah amil zakat dan kapabel dalam melaksanakan
tugas keamilan. Hal yang mengembirakan adalah kesadaran berzakat dikalangan
kaum muslimin di Indonesia telah mengalami kemajuan. Ini dapat dilihat dengan
munculnya lembaga-lembaga atau badan amil zakat, baik yang dikelola oleh
Pemerintah maupun swasta. Namun perkembangan yang mengembirakan ini belum
Badan amil zakat tidak hanya harus berfokus pada pengelolaannya saja tetapi
juga bagaimana agar pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh itu sendiri berjalan
dengan lancar. Untuk itu penulis meneliti apakah yang menjadi faktor pengumpulan
zakat. Pengumpulan zakat itu sendiri menurut penulis dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain pendapatan, usia dan moment bulan keagamaan. Dengan
pendapatan yang tinggi dari seorang muzakki maka zakat harta yang diberikannya
menurut penulis juga akan lebih tinggi dari muzakki yang berpendapatan rendah.
Faktor usia juga ikut menjadi faktor penentu pengumpulan zakat. Apabila usia
dari muzakki berada pada usia produktif maka zakat, infaq dan shoddaqoh yang
diberikan muzakki itu juga tinggi. Begitu juga dengan moment bulan keagamaan
yang menjadi faktor ketiga yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan
shoddaqoh. Moment bulan keagamaan menjadi penting dimana muzakki memberikan
sebagian hartanya yaitu zakat, infaq dan shoddaqoh pada bulan-bulan tertentu yang
menurut para muzakki pada bulan yang di pilih untuk membayar zakat adalah waktu
yang tepat untuk beramal. Pakar zakat, infaq dan shoddaqoh banyak mengeluhkan
bahwa dana “ZIS” tersebut belum secara optimal terealisasi dan terjadi sebagaimana
harapan kita sebagai kaum muslimin. Dari sekian banyak lembaga amil zakat jika
diperhatikan baru beberapa di antara saja yang sudah dikelola dengan baik dan
optimal. Sedangkan keberadaan lembaga ZIS masih dipandang sebagai cara yang
paling efektif untuk mendapatkan surga sehingga orientasi ZIS sebagi sarana untuk
mensejahterakan umat belum terwujud. Dan apabila zakat dikelola dengan benar
secara professional, amanah dan transparan, maka ia merupakan sumber pendapatan
negara yang cukup besar. Dan bagi Daerah zakat sangat potensial menjadi sumber
Penulis memilih Badan Amil Zakat Sumatera Utara karena sebagai lembaga
pengumpul dan penyaluran zakat, infaq dan sedeqah lembaga ini menurut penulis
lebih terprogram,terencana, terukur, transparan, amanah, obyektif, berdasarkan skala
prioritas dan sangat potensial sebagai salah satu lembaga zakat yang dikelola oleh
pihak pemerintah. Badan Amil Zakat berbeda dengan lembaga amil zakat yang
lainnya. Dengan misi untuk membangun kemandirian dan pelayanan masyarakat,
Badan Amil Zakat kini ada pada tingkat yang lebih tinggi, yakni sebagai
organisasi sosial keagamaan di bawah pengawasan pemerintah.
Menghadapi kenyataan ketidaksuksesan pengumpulan zakat di kalangan
umat islam dan juga pendayagunaannya untuk pemberdayaan umat dan juga
mengurangi masalah kemiskinan, maka menjadi penting kini untuk mengetahui
faktor-faktor apa yang memotivasi masyarakat untuk membayar zakat,infaq dan
sedeqah kepada lembaga zakat yang dikelola oleh pihak pemerintah dan
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya dana zakat,infaq
dan shoddaqoh itu terkumpul khususnya zakat di Badan Amil Zakat . Untuk ini,
para ulama terpercaya harus dilibatkan dalam struktur BAZ bersama pemerintah
dan ahli manajemen keuangan. Bila BAZ telah berdiri, namun belum berhasil
menghimpun zakat secara optimal, maka harus diteliti faktor penyebab kegagalan
pengumpulan dana BAZ dari para muzakki selama ini.
Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis
berbagai variabel yang menentukan pengumpulan zakat,infaq dan shoddaqoh di
Indonesia, untuk itu penulis mengambil judul: “Analisis faktor-faktor yang
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan studi litelatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
2. Sebagai bahan studi dan litelatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Zakat
2.1.1. Pengertian Zakat
Dilihat dari sudut bahasa, perkataan zakat berasal dari kata zaka, yang artinya tumbuh dengan subur. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (Daud, 1998 : 38-39).
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengolaan Zakat menyatakan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Sedangkan menurut istilah Fikih Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara’ (Abdul, 2006: 12).
Mahzab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta yang khusus yang telah mencapai nishab ( batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Wahbah, 2000: 83).
harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakat itu hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam Al-Quran.
Menurut Nawawi, jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu “menambah banyak, membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan dari kebinasaan”. Sedangkan menurut Ibnu Taymiyah, jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya menjadi lebih bersih pula dan bertambah maknanya. (Thahir,et.al, 2000: 57)
Hal ini berarti bahwa makna tumbuh dan berkembang itu hanya diperuntukkan buat harta kekayaan tetapi lebih jauh dari itu. Dengan mengeluarkan zakat itu menjadi bersih. Hal ini disesuaikan dengan Al-Quran Surat At-Taubah ayat 103, yang artinya sebagai berikut : “ Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka”. Berdasarkan pengertian secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan reaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama. Jadi, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu. (Didin, 2002: 7).
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan pengertian menurut istilah, adalah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah,tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.
2.1.2. Klasifikasi Zakat
Ahli fiqh membagi zakat kepada dua macam, pertama zakat fitrah, kedua zakat maal (harta). Dalam fiqih zakat, ditentukan harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (al-amwal az-zakawiyah). Macam-macam zakat dijelaskan sebagai berikut:
1. Zakat Nafs (Jiwa) atau Zakat Fitrah
a. Pengertian
Zakat fitrah adalah suatu zakat yang dikeluarkan oleh orang-orang
muslim sebagai pembersih dirinya dan menjadi tanggungannya, disamping
untuk menghilangkan cela yang terjadi selama puasa pada bulan
Ramadhan (Ahmad,1996: 81).
Zakat tersebut wajib atas setiap individu muslim, kecil, besar,
laki-laki, wanita, merdeka, maupun budak.(Syaikh,2005:203).
Zakat fitrah sering disebut sedekah fitrah. Fitrah sendiri berarti asal
kejadian. Abu Muhammad al-Abrari menyebut, zakat fitrah seolah-olah
merupakan zakat bagi badan. Beberapa ulama lain menyebut zakat fitrah
sebagai zakat kepala. Kata fitrah yang ditunjuk para fuqaha memang
terhubung dengan pemaknaan tersebut (Aditia, 2005: 123).
Oleh karena kemudian zakat fitrah disepakati merupakan zakat
bagi pribadi-pribadi yang berfungsi menyucikan badan dan perbuatan. Ini
berbeda dengan zakat lain yang persyaratannya disebabkan oleh kekayaan.
Menurut jumhur ulama, zakat fitrah itu harus dibayarkan dengan
makanan pokok setempat dan tidak sah dibayar dengan uang. Kadar wajib
yang dibayarkan itu, menurut mereka, sebanyak satu sha’ menurut ukuran
yang berlaku di Irak, yakni sekitar 2,751 kg (Aditia,2005:81).
Kadar zakat fitrah di ukur dengan takaran, yaitu satu sha’ bahan
makanan pokok masyarakat, atau sekitar 2,25 kg. Berdasarkan hal ini,
seorang muslim wajib mengeluarkan satu sha’ bahan makanan pokok di
negerinya, atau seberat timbangan yang setara dengannya. Namun imam
Hanafi memperbolehkan mengganti nilai satu sha yang berupa makanan
itu dengan uang. Karena jika ditarik tujuan zakat fitrah sebagai pemenuhan
bagi kebutuhan orang fakir dan miskin di hari raya maka uang dapat
memerankan fungsi itu. Jadi umumnya para ulama juga membolehkan
membayar zakat fitrah dengan uang seharga makanan pokok itu. Di
Indonesia membayar zakat fitrah dengan beras atau uang, mashur adanya
(Aditia, 2005: 125).
Para ulama sepakat bahwa kewajiban zakat fitrah tidak gugur
meskipun sudah lewat dari waktunya. Ia tetap merupakan hutang yang
menjadi tanggungan orang yang bersangkutan sehingga dia membayarnya,
meskipun di akhir umurnya.
1. Zakat Maal (Harta)
a. Pengertian
Zakat Maal atau zakat harta adalah zakat yang harus dikeluarkan
yang berkaitan dengan pemilikan sejumlah harta yang ada bagi orang
yaitu umur didapatnya harta tersebut (haul) dan ukuran minimal untuk
menilai jumlah harta sehingga harta dapat dikeluarkan zakatnya (nishab).
b. Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
Dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Pasal
1 ayat (2) harta yang wajib dikenakan zakat adalah:
1. Emas,perak dan uang
2. Perdagangan dan perusahaan
3. Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan
4. Hasil pertambangan
5. Hasil peternakan
6. Hasil pendapatan dan jasa
7. Rikaz
Di bawah ini akan dijelaskan delapan harta kekayaan yang wajib
dikeluarkan zakatnya:
1) Zakat Emas,Perak dan Uang
Emas, perak dan uang wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah
dipunyai (dimiliki secara pasti) selama satu tahun penuh dan mencapai
nisabnya. Nisab untuk emas, perak dan uang adalah sebagai berikut :
• Emas nisabnya adalah 20 dinar, lebih kurang sama dengan 96 gram
emas murni. Setelah dimiliki selama satu tahun, wajib dikeluarkan
zakatnya sebesar 2,5 %.
• Perak nisabnya adalah 200 dirham, beratnya sama dengan lebih kurang
672 gram. Setelah dimiliki selama satu tahun, wajib dikeluarkan
yang menjadi perhiasan wanita yang cukup senisab dan dimiliki cukup
setahun pula, hendaklah dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 %.
• Untuk uang giral maupun kartal, nisabnya adalah sama dengan nilai
atau harga 96 gram emas, bila disimpan cukup setahun, zakatnya
adalah 2,5 %.
• Adapun barang sebangsa permata, seperti intan, berlian, yakut, zamrud
dan segala jenis batu mulia, bebas tidak terkena zakat. Kecuali apabila
barang-barang tersebut merupakan barang dagangan. Sehingga
zakatnya bukan zakat dari jenis benda-benda tersebut melainkan
karena benda dagangan yang sudah tentu nilai uang yang
diperhitungkan dan sudah sampai satu tahun atau haul (Syamsuri,
1988:62).
2) Zakat perdagangan dan perusahaan
Zakat perdagangan yang dimaksud bukanlah zakat profesi sebagai
pedagang, melainkan zakat yang dihasilkan dari keuntungan berniaganya
selama satu tahun (masa haul) yang dihitung sejak waktu pembelian
barangnya. Besarnya nishab barang perniagaan ini sama dengan nishab
emas dan perak, senilai 85 gram emas, zakatnya sebesar 2,5 %.
Zakat perdagangan ini didasarkan atas potensial berkembangnya
suatu harta kekayaan (usaha). Segala benda yang dapat dijadikan potensial
berkembangnya terhadap suatu harta, maka dapat dikenakan zakat. Tetapi
tidak semua benda yang berda dalam suatu tempat perniagaan dapat
dikenakan pajak, misalnya : timbangan barang, takaran, etalase tempat
perkakas perniagaan. Sebab tidak berpotensi untuk berkembang, juga sejak
semula penjual tidak mempunyai niat menjual perkakas tersebut.
Para pakar zakat menganalogikan zakat perindustrian sama dengan
zakat perdagangan. Sehingga nishabnya juga sama dengan nishab emas
yaitu 85 gram emas, kadar zakatnya sebesar 2,5 persen. Mencapai nishab
pada setiap akhir tahun, atau pada saat Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) bagi para pemegang saham.
Secara umum pola pembayaran dan penghitungan zakat
perusahaan adalah sama dengan zakat perdagangan. Sedangkan nisab
untuk zakat perusahaan menurut Didin Hafidhuddin adalah senilai 85
gram emas. Pola perhitungan zakat perusahaan , didasarkan pada laporan
keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar
atau seluruh harta (di luar sarana dan prasarana) ditambah keuntungan,
dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5
% sebagai zakatnya (Didin,2002: 102).
3) Zakat Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
Para ahli membuat istilah penyebutan zakat pertanian beraneka
ragam. Ada yang menyebutkan, zakat hasil bumi, zakat tanaman dan
buahan, zakat biji-bijian dan buahan, serta zakat tanaman dan
buah-buahan, serta zakat tanaman dan buah-buah-buahan, serta zakat
tumbuh-tumbuhan (nabat). Namun dari semua istilah tersebut pada intinya adalah
sama, yakni zakat yang dikeluarkan dari hasil bumi. Di tanah air kita,
selain hasil bumi juga terdapat hasil laut yang perlu di keluarkan zakatnya
Untuk menentukan masa wajib zakat pertanian dan masa
mengambilnya, beberapa ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda.
Menurut Imam Malik adalah ketika diambil sesudah dituai dan menjadi
biji. Menurut Syafi’I, masa wajib zakat kurma dan anggur adalah ketika
sudah menjadi keras. Sedangkan Ibnu Hazam sesudah kering terhadap
buah-buahan dan sesudah dibersihkan terhadap biji-bijian. Misalnya,
anggur setelah menjadi kismis, kurma setelah menjadi tamar, padi setelah
menjadi beras (Abdul,2006: 63).
Menurut Didin Hafidhuddin, pengeluaran zakat hasil bumi tidak
harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus dilakukan setiap kali
panen atau menuai.
Nishab zakat pertanian adalah mulai 5 wasaq. Hal ini sebagaimana
Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Al-jama’ah, Dari Said Al-khudri,
Rasulullah SAW bersabda : “hasil tanaman yang kurang dari lima wasaq
tidak dikenai zakat”.
Untuk menentukan nishab hasil pertanian yang lain seperti kopi,
cengkih, panili, lada, apel, kapas, dan sebagainya, diperhitungkan harga
nishab hasil tanaman yang menjadi bahan makanan pokok tersebut. Untuk
ukuran di Indonesia yang digunakan sebagai acuan harga nishab adalah
beras. Karena semakin besar makanan pokok bangsa Indonesia adalah
beras, di samping sagu dan jagung.
Jumhur ulama berpendapat bahwa, hasil lautan baik berupa
mutiara, merjan, zabarzad ikan, ikan paus dan lain-lain tidak wajib
hasil lautan wajib dikeluarkan zakatnya, apabila sampai satu nishab (Tahir,
2000: 76).
Pendapat di atas nampaknya memang wajar, karena hasil ikan yang
telah digarap oleh perusahaan-perusahaan besar dengan peralatan modern
saat ini memang menghasilkan uang yang sangat banyak. Bagi para ulama
yang berpendapat bahwa ikan harus dikeluarkan zakatnya adalah apabila
nisab ikan senilai 200 dirham. Sedangkan hasil laut lain di dalam suatu
riwayat pernah disebutkan bahwa ambar dan mutiara laut wajib dizakati
sebesar 20 % (Tahir, 2000: 77).
Mengenai zakat hasil laut ini memang tidak ada landasannya yang
tegas, sehingga di antara para ulama sendiri terjadi perbedaan pendapat.
Namun jika dilihat dari surat Al- Baqarah ayat 267 sebagaimana sudah
disebutkan di atas, jelas bahwa setiap usaha yang menghasilkan uang dan
memenuhi syarat baik nisab dan haulnya wajib dikeluarkan zakatnya. Dan
pada umumnya mengenai harta yang diperdagangkan itu nisabnya sama
nilainya dengan nisab emas dan perak dan kadar zakatnya juga 2,5 %.
Adapun waktu mengeluarkan zakatnya seperti tanaman, yaitu disaat hasil
itu diperoleh.
4) Zakat Pertambangan
Zakat pertambangan adalah segala yang dikeluarkan dari hasil
bumi yang dijadikan Allah di dalamnya dan berharga, seperti timah, besi
dan sebagainya (Teungku, 2006 : 149).
Harta makdin (pertambangan) yang berupa besi, baja, tembaga,
oleh negara. Adapun yang berupa batu-batuan, emas dan perak, oleh
pemerintah masyarakat masih diperbolehkan menambangnya. Makdin
inilah yang dikenakan zakat, ialah dua setengah persen. Adapun nishabnya
seharga nisab emas ialah 20 dinar atau 94 gram (Syukri, 2001 : 149).
Zakat makdin tidak mempergunakan syarat haul. Artinya, zakatnya
wajib dikeluarkan pada saat didapatkan, seperti zakat hasil pertanian
(Syaikh, 2005: 113).
5) Zakat Peternakan
Syarat wajib zakat atas pemilik binatang tersebut antara lain :
a. Islam
Orang yang bukan Islam walupun mempunyai binatang
tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
b. Merdeka
Artinya hamba sahaya yang kemerdekaannya atas dirinya
dipegang oleh orang lain, tidak wajib berzakat.
c. Milik sempurna
Sesuatu yang dimiliki belum sempurna tidak wajib zakatnya.
Misalnya belum dibayar. Meskipun belum dibayar. Meskipun
telah mencapai nishab dan masa haulnya, pemegang piutang
tidak dapat merasakan penuh keberadaan hartanya, maka dalam
keadaan seperti ini dikatakan harta tersebut belum cukup
sempurna.
Nishab zakat peternakan apabila telah mencapai suatu jumlah
tertentu sehingga pemilik peternakan wajib mengeluarkan
zakatnya.
Nishab tersebut antara lain : Nishab dan zakat unta
Tabel 2.1. Nishab dan Zakat Unta
Nishab Bilangan dan Jenis zakat Umur 5-9 1 ekor kambing biasa/ 1
Mulai dari 121 ini, dihitung tiap-tiap 40 ekor unta, zakatnya 1 ekor
anak unta yang berumur 2 tahun atau lebih. Dan tiap-tiap 50 ekor unta zkatnya 1
ekor unta yang berumur 3 tahun lebih. Jadi, 130 ekor unta, zakatnya 2 ekor anak
unta berumur 2 tahun dan 1 ekor anak unta berumur 2 tahun dan 2 ekor anak unta
berumur 3 tahun, dan seterusnya menurut perhitungan di atas. Umur-umur
Nishab dan zakat sapi dan kerbau. Nishab untuk kerbau sama
dengan sapi demikian juga dengan kadar zakatnya.
Tabel 2.2. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau Nishab Bilangan dan Jenis zakat Umur 30 - 39 1 ekor anak sapi atau seekor kerbau dan seekor anak sapi
atau seekor kerbau
2 tahun lebih 1 tahun lebih
Seterusnya, tiap-tiap 30 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak
sapi atau kerbau umur 1 tahun lebih dari tiap-tiap 40 ekor sapi atau kerbau
zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun lebih, zakat 100 sapi atau
kerbau, 2 ekor umur 1 tahun lebih dan 1 ekor umur 2 tahun.
Sedangkan menurut Pedoman perhitungan zakat, zakat untuk sapi
atau kerbau adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3. Nishab dan Zakat Sapi atau Kerbau
Nishab Bilangan dan Umur Keterangan
30 1 ekor umur 1 tahun Setiap bertambah 30
ekor zakatnya bertambah 1 ekor 1 umur tahun
40 1 ekor umur 2 tahun Setiap bertambah 40
ekor zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun
• Nishab dan zakat kambing
Tabel 2.4. Nishab dan Zakat Kambing Nishab Bilangan dan jenis zakat Umur
ekor kambing domba betina 1 tahun lebih 121-200 2 ekor kambing betina atau2 ekor
kambing domba betina
2 tahun lebih 1 tahun lebih 201-399 3 ekor kambing betina atau 3
ekor kambing domba betina
2 tahun lebih 1 tahun lebih 400-… 4 ekor kambing betina atau 4
ekor kambing domba betina
2 tahun lebih dan 1 tahun lebih
Mulai dari 400 kambing, dihitung tiap-tiap 100 kambing zakatnya 1
ekor kambing biasa atau domba umur sebagai tersebut di atas. Seterusnya jadi 500
ekor kambing zakatnya 5 ekor kambing, 599 ekor kambing zakatnya juga 5 ekor,
karena belum sampai 600 ekor, 600 zakatnya 6 ekor, dibandingkan seterusnya.
Sedangkan menurut Pedoman Perhitungan Zakat, zakat untuk
kambing, domba dan kacangan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5. Nishab dan Zakat Domba dan Kacangan
Nishab Bilangan dan Umur Keterangan
40-120 ekor 1 ekor domba umur 1 tahun atau kacangan umur 2 tahun
tahun atau kacangan umur 2 tahun
e. Sampai setahun lampaunya
Artinya, pemilik ternak telah memiliki binatang ternak tersebut
selama 1 tahun.
f. Digembalakan di rumput yang mubah
Artinya, binatang tersebut makan dari makanan rumput liar
makan oleh pemiliknya sedangkan binatang yang diberi makan
(diambil makannya), tidak wajib dizakati.
g. Anak binatang setelah lahir sampai nishabnya menurut tahun
ibunya atau kelahirannya, apabila ditambah dengan binatang
lain dengan jalan dibeli atau dipusakai atau sebagainya,
dipisahkan perhitungan tahunnya dari binatang yang telah
cukup nishabnya itu.
h. Binatang yang dipakai untuk membajak sawah atau menarik
gerobak, tidak wajib dizakati. Sebagaimana juga kain yang
dipakai atau perkakas rumah tangga yang sengaja dipakai
sendiri.
6) Zakat Pendapatan dan Jasa profesi
Zakat profesi (penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil
profesi (pekerjaan) seseorang, baik dokter, arsitek, notaris, ulama/dai,
karyawan, guru, dan lain-lain.
Menurut Yusuf Qardhawi, profesi (pekerjaan) yang menghasilkan
uang ada dua macam. Pertama, pekerjaan yang dikerjakan sendiri
tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan maupun
otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan
penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur,
advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan
lain-lainnya.(Abdul,2006:86).
Kedua, pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik
upah, yang diberikan, dengan telapak tangan, otak, ataupun
kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah,
ataupun honorarium.
Pada masa Rasulullah, zakat profesi/penghasilan ini memang belum
ada karena pada saat itu orang mencari penghasilan dengan pertanian,
peternakan dan perniagaan. Namun pada saat ini orang mempunyai
penghasilan bukan dari yang tiga hal itu saja, tetapi juga dari
profesinya.
Ada tiga kemungkinan kesimpulan dalam menentukan nishab, kadar
dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini sangat bergantung pada
Qiyasi (analogi) yang dilakukan (Didin,2002: 96-98):
a. Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan
waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama juga dengan
zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar
zakatnya 2,5 % dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah
dikurangi kebutuhan pokok. Contoh : Bila A berpenghasilan Rp.
5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya Rp.
3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkannya adalah 2,5 %
X 12 X Rp.2.000.000,00 atau sebesar Rp. 600.000,00 per tahun
atau Rp. 50.000,00 per bulan.
b. Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653
kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5% dan dikeluarkan
pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan
sebesar 5 % X Rp. 2.000.000,00 atau sebesar Rp. 1.200.000,00 per
tahun atau Rp. 100.000,00 per bulan.
c. Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 %
tanpa adanya nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.
Pada contoh di atas, maka A mempunyai kewajiban zakat sebesar
20 % X Rp. 5.000.000,00 atau sebesar Rp. 1.000.000,00 setiap
bulan.
Didin hafiduddin berpendapat bahwa zakat profesi bisa
dianalogikan kepada dua hak sekaligus, yaitu pada zakat pertanian
dan zakat emas dan perak. Dari segi nishab dapat di analogikan
pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima wasaq atau senilai 653 kg
padi/ gandum dan keluarkan pada saat menerimanya.
7) Barang Temuan (Rikaz)
Dalam kitab-kitab hukum (fiqih) Islam barang yang wajib dizakati
hanyalah emas dan perak saja. Demikian juga dengan barang temuan,
yang dizakati terbatas pada emas dan perak saja. Nisab untuk barang
tambang adalah sama dengan nisab emas (96 gram) dan perak (672
gram), kadarnya pun sama, yaitu 2,5 %. Kewajiban untuk menunaikan
zakat barang-barang tambang adalah setiap kali barang itu selesai
dibersihkan (diolah) (Daud, 1998: 47).
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat, yang berkewajiban membayar zakat adalah:
a. Setiap WNI yang beragama Islam
Dan syarat-syarat mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Pemilikan yang pasti. Harta benda yang akan dizakatkan ada
dalam kekuasaan pemberi zakat.
2. Berkembang. Harta berkembang baik secara alami berdasarkan
sunatullah dan karena usaha manusia.
3. Melebihi kebutuhan pokok. Harta yang dizakatkan harus
melebihi dari kebutuhan pokok.
4. Bersih dari utang. Harta yang akan dizakatkan harus bersih dari
utang kepada Allah (nazar) maupun utang kepada manusia.
5. Mencapai nisab, yaitu mencapai jumlah minimal yang wajib
dikeluarkan zakatnya.
6. Mencapai haul, yaitu harus mencapai waktu tertentu untuk
dikeluarkan zakatnya.
Adapun delapan asnaf termasuk ke dalam golongan yang berhak
menerima zakat, sedangkan yang tidak masuk ke dalam delapan asnaf tersebut,
termasuk ke dalam golongan yang tidak behak menerima zakat.
1. Golongan yang Berhak Menerima Zakat
a. Golongan Fakir
b. Golongan Miskin
c. Amil Zakat
d. Golongan Muallaf
e. Riqab (Memerdekakan budak)
f. Al- Gharimin (Orang-Orang Yang Berhutang)
h. Ibnussabil
2. Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat
a. Keturunan Nabi Muhammad SAW.
b. Kelompok orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan
penghasilan .
c. Keluarga Muzakki yakni keluarga orang-orang yang wajib zakat
mengeluarkan zakat.
d. Orang yang sibuk beribadah sunnah untuk kepentingan dirinya
sendiri, tetapi melupakan kewajibannya mencari nafkah untuk
diri sendiri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi
tanggungannya.
e. Orang yang tidak mengetahui adanya tuhan dan menolak ajaran
agama.
f. Hamba sahaya
2.1.3. Tujuan Pengelolaan Zakat
Zakat yang mengandung pengertian bersih, suci, berkembang dan
bertambah mempunyai makna yang penting dalam kehidupan manusia, baik
sebagai individu maupun masyarakat. Dengan demikian lembaga zakat itu
diwajibkan untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan-tujuan yang di inginkan.
Yang dimaksud dengan tujuan dalam hubungan ini adalah sasaran praktisnya.
Tujuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para
gharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam
dan manusia pada umumnya.
4. Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta
5. Membersihkan diri dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial)
dalam hati orang-orang miskin.
6. Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dan yang miskin
dalam suatu masyarakat.
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta kekayaan. Dan
menghindari penumpukan kekayaan perseorangan yang dikumpulkan
di atas penderitaan orang lain.
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan
sosial.
Dalam konsideran huruf B UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat dikatakan bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam
Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber adana
yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dan zakat juga
dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu
umtuk mencapai hal tersebut diperlukan penyempurnaan sistem pengelolaan zakat
2.2. Infaq
2.2.1. Pengertian Infaq
Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali
memperoleh rezeki sebanyak yang dikehendakinya.
Infaq sesunguhnya lebih dari zakat dan merupakan kewajiban kaum Muslim
yang kaya. Kaum Muslim tidak akan mendapat ridha dari Allah SWT. Jika tidak
mau berinfaq kepada kaum miskin (Mohammad Hidayat, 2010: 316).
Pengertian lain, Infaq adalah amal/pemberian seseorang Muslim atau badan
hukum karena sesuatu kebutuhan yang didasari rasa taqarrub kepada dan
mengharapkan pahala dari Allah SWT. Yang dalam prakteknya dapat berbentuk
kupon atau selainnya, seperti Gebu Minang, Infaq Ramadhan Rp. 1.000,-, infaq
masjid, infaq sekolah dan lain-lain ( Nukthoh, 2005: 18-19).
Jadi infaq ini dikaitkan dengan adanya suatu kebutuhan tertentu, yang
berarti manakala kebutuhan tersebut telah terpenuhi atau tercukupi, maka
permintaan infaq itu dihentikan, misalnya membangun masjid, apabila masjid
tersebut sudah berdiri, rampung, tuntas dan sudah bisa dilaksanakan shalat di situ,
maka permintaan infaq dihentikan.
2.3. Shoddaqoh
Selanjutnya shoddaqoh (sedekah) dalam pengertian umum adalah
memberikan harta atau nilainya dan juga manfaatnya kepada yang berhak atau
patut diberi, karena perintah Allah/ Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun
perintah sunnah, yang merupakan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan
Menurut H. Nukthoh Arfawie Kurde bahwa shoddaqoh itu adalah
pemberian/amal sukarela dari seseorang muslim dan tidak tertentu jumlahnya,
seperti kotak amal, list derma, shalawat Jum’at/pengajian, permintaan dan
lain-lain. Karena itu shoddaqoh(sedekah) lebih luas cakupannya, karena tidak terbatas
jumlahnya dan untuk keperluan yang tidak terbatas pula.
Dalam kasus shoddaqoh, ibadah privat sekaligus menjadi ibadah publik;
sebuah individual yang berwujud dalam bentuk sosial. Dengan demikian, nilai
shoddaqoh terbagi dua:
Nilai spiritual (vertikal) dan Nilai sosial(horizontal)
Lembaga shoddaqoh sangat digalakkan oleh ajaran Islam untuk
menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Bentuk
shoddaqoh tidak hanya berupa materi, tetapi dapat juga berupa jasa yang
bermanfaat bagi orang lain (Mohamad Hidayat,2010: 317).
2.4. Pendapatan
Menurut kebiasaan masalah pendapatan, mengandung 2 hal utama, yakni:
1. Pendapatan dari hasil kerja seseorang.
2. Pendapatan yang datangnya dari milik
Pendapatan pribadi( personal income) dapat diartikan sebagai semua
jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan
suatu kegiatan apa pun,yang diterima oleh penduduk suatu negara. Dalam
pendapatan pribadi telah termasuk juga pembayaran pindahan yang
merupakan pemberian-pemberian yang dilakukan oleh pemerintah kepada
memberikan balas jasa atau usaha apa pun sebagai imbalannya.
Pembayaran pindahan ini antara lain uang pensiun yang dibayarkan
kepada pegawai pemerintah yang tidak bekerja lagi, bantuan-bantuan
kepada orang cacat, bantuan kepada veteran dan berbagai beasiswa yang
diberikan pemerintah. Pembayaran pindahan ini lazim disebut dengan
istilah subsidi atau bantuan.
Sedangkan pendapatan disposebel yaitu pendapatan pribadi yang
dikurangi oleh pajak yang harus dibayar oleh para penerima pendapatan.
Pendapatan disposebel adalah pendapatan yang digunakan oleh para
penerimanya untuk membeli barang dan jasa yang mereka inginkan.
Tetapi tidak semua pendapatan ini dapat digunakan untuk tujuan konsumsi
melainkan sebagian ditabung dan membayar bunga pinjaman yang
digunakan untuk membeli barang-barang secara mencicil.
Tingkat pendapatan juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
membayar zakat tinggi, tingkat pendapatan tinggi seseorang maka semakin
tinggi pula kemampuannya membayar zakat hartanya.
Sumber pendapatan dan penerima menurut BPS dibedakan dalam:
1. Pendapatan yang bersumber dari:
a. Penghasilan gaji dan upah
b. Penghasilan dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas
c. Penghasilan dari pemilikan harta
2. Transfer yang bersifat redistributif, terutama terjadi dari transfer
imbalan atau penyerahan barang, jasa atau harta milik. (Sumber:
2.5. Usia
Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu tahunan atau yang
disebut juga umur tunggal (single age), dan yang dikelompokkan dalam lima
tahunan. Dalam pembahasan demografi pengertian umur adalah umur pada saat
ulang tahun terakhir.
Informasi tentang jumlah penduduk kelompok usia tertentu penting
diketahui agar pembangunan dapat diarahkan sesuai kebutuhan penduduk sebagai
pelaku pembangunan. Dengan mengetahui jumlah dan persentase penduduk ditiap
kelompok umur, dapat diketahui berapa besar penduduk yang berpotensi sebagai
beban yaitu penduduk yang belum produktif (usia 0-14 tahun) termasuk kategori
bayi dan anak berusia (0-4 tahun) dan penduduk yang di anggap kurang produktif
(65 tahun ke atas). Juga dapat dilihat berapa persentase penduduk yang berpotensi
sebagai modal dalam pembangunan yaitu penduduk usia produktif atau yang
berusia 15-64 tahun. (Sumber:www.bps.go.id)
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1965, seseorang dianggap lansia bila berusia
55 tahun. Hal ini sesuai dengan usia pensiun seorang pegawai negri, terutama
seorang pegawai negeri sipil (PNS). Namun, dalam perjalanan zaman,
Undang-undang No.13 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Dalam Undang-Undang
tersebut dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas. Persetujuan batas usia lansia ini atas pertimbangan kondisi sosial
(masyarakat yang mungkin membaik) dan usia harapan hidup makin meningkat,
2.6. Moment Bulan Keagamaan
Moment bulan keagamaan merupakan waktu khusus yaitu bulan-bulan suci
yang utama bagi umat islam dimana pada bulan yang penting tersebut Allah
menurunkan Rahmatnya dan umat islan menjalankan perintahnya untuk
mendapatkan pahala. “ Jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan,
tersebut dalam kitab Allah SWT pada saat Allah SWT menciptakan langit dan
bumi.Pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan yang lainnya dan tidak
ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan dengan bulan- bulan lain.
Diantara kedua belas bulan itu ada beberapa bulan yang disucikan dua diantara
beberapa bulan yang suci adalah bulan Ramadhan, Syawal, Zulqaidah, Zulhijjah,
Muharram dan Rajab. Bulan suci Ramadhan adalah moment yang tepat bagi
kaum muslim untuk memperbaiki kehidupan keagamaannya, karena bulan Suci
tersebut baik suasana hati maupun suasana lingkungan di sekitar kita begitu
berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hampir Dalam segala aspek mendukung
Bulan suci ini. (Sumber: www.wikipedia.co.id)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat,infaq,shodaqoh yang dilakukan di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara yang beralamatkan di Jl. Williem iskandar Medan Estate.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang di gunakan penulis dalam penelitian ini.
1. Data primer, di peroleh dari wawancara cara langsung yaitu para muzakki
Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara melalui daftar pertanyaan atau
kuesioner yang telah di sediakan.
2. Data sekunder, data yang diperoleh dari pihak yang berwenang pada Badan
Amil Zakat Daerah Sumatera Utara, buku, litelatur, media internet serta bahan
bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.3. Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa
orang, objek, atau transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk
mempelajarinya atau menjadi objek penelitian ( Kuncoro,2001:bab 3 ).
Populasi yang dipilih oleh penulis yaitu para muzakki pada Badan Amil
Zakat Daerah Sumatera Utara yang tinggal di daerah Medan. Jumlah dari populasi
ini sendiri adalah sebanyak 550 muzakki . Sampel adalah sebagian / himpunan
menentukan sampel menggunakan metode pengambilan sampel dengan Simple
Random Sampling yaitu salah satu metode pemeriksa sampel probabilitas
dilakukan dengan cara acak sederhana dan setiap responden memiliki
kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Muhammad Teguh,1999:
160).. Dimana dalam menentukan ukuran sampel populasi, penulis menggunakan
rumus Slovin yaitu sebagai berikut :
n = 2
E= nilai kritis (Batas kesalahan) yang diinginkan
n = 2
n = 84,6 maka dibulatkan menjadi 85
Dari rumus diatas diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 85 muzakki.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan di teliti, dalam hal ini pengamatan langsung ke Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara mengenai pengumpulan jumlah Zakat, Infak dan Shoddaqoh.
3. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui telaah berbagai litelatur yang relevan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada di dalam penlisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku, internet dan lain-lain.
4. Kuesioner, penulis membuat daftar pertanyaan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Kuesioner ini di tujukan kepada muzakki yang membayarkan zakat ke Badan Amil Zakat. Jawaban atas pertanyaan ini digunakan sebagai pelengkap dan pendukung kebenaran data-data yang ada.
3.5 Pengolahan Data
Penulis melakukan pengolahan data dengan cara tabulasi data , chart dan grafik. 3.6. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif, dimana data-data yang diproleh dianalisis dengan cara tabulasi, sehingga diperoleh jumlah dan persentase dari variabel yang diteliti. Disamping itu dilakukan pula dengan bentuk analisis lain seperti tabel,chart maupun grafik . Sehingga diperoleh berbagai gambaran informasi yang menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada lembaga Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.
3.7. Definisi Operasional
2. Pendapatan adalah penerimaan keseluruhan atau uang kontan yang diperoleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) (Rupiah per Bulan).
3. Usia muzakki adalah usia dimana awal masyarakat menjadi muzakki di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Badan Amil Zakat
Islam sangat concern kepada pembangunan sosio-ekonomi rakyat (umat). Islam mempunyai perhatian yang tinggi untuk melepaskan orang miskin dan kaum dhu’afa dari kemiskinan dan keterbelakangan, tanpa harus didahului oleh gerakan revolusi kaum miskin dalam menuntut perubahan nasibnya. Perhatian Islam terhadap kaum dhu’afa tidak bersifat insidentil, tetapi regular dan sistimatis.
No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa pengelola zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah.
Jika dikaitkan dengan konsep jaringan masjid chart hierarki organisasi secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Struktur Organisasi BAZ
Gambar 4.1. Struktur Hierarki BAZ
Berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia tentang pelaksana Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan pada Pasal 2 mengenai susunan hierarki mulai dari BAZ Nasional yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZ provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi, BAZ daerah berkedudukan di
BAZ Nasional
MASJID
BAZ Daerah kabupaten
MASJID MASJID
BAZ Kecamatan BAZ Kecamatan
BAZ Provinsi
ibu kota kabupaten, dan terakhir BAZ kecamatan yang berkedudukan di ibu kota kecamatan.
Kehadiran Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 451.7.05/ 53620/K tanggal 23 April 2001 sebelumnya bernama Badan Amil Zakat, Infaq dan Shoddaqoh (BAZIS) Provinsi Sumatera Utara bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat Islam dalam pelaksanaan zakat sesuai dengan tuntutan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial serta meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat di Sumatera Utara.
Kemudian BAZIS berkembang menjadi Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Undang-Undang Zakat Nomor 38 Tahun 1999 yang merupakan institusi resmi pengelola zakat dimana BAZDA dalam tugas, pokok dan fungsinya (TUPOKSI) merupakan mitra pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara dalam pengumpulan ZIS dari masyarakat Islam khususnya Sumatera Utara dan didayagunakan kembali untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam sesuai dengan syari’at Islam. Dalam kinerjanya BAZDA Sumatera Utara tidak membawahi BAZ Kabupaten /Kota yang ada di Sumatera Utara, namun hanya sebatas koordinasi, begitu juga dengan LAZ yang ada di Sumatera Utara yang merupakan mitra informasi dan komunikasi penghimpun zakat.
sebesar 34%, dimana BAZ mengumpulkan dana sebesar 1,2 milyar lebih. Untuk tahun 1997/1998, BAZ Sumatera Utara, menargetkan akan mencapai angka 1,5 milyar.
4.1.2. Visi, Misi, Azas dan Tujuan Badan Amil Zakat Sumatera Utara
Visi Badan Amil Zakat Sumatera Utara adalah menjadi lembaga pengelola zakat yang amanah, professional dan transparan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi ummat. Dan yang menjadi misi dari Badan Amil Zakat Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengumpulan dan pendistribusian dana zakat secara merata. 2. Memberikan pelayanan prima dalam penerimaan dan penyaluran dana zakat. 3. Mengembangkan managemen modern dalam pengelolaan zakat.
4. Mendorong peningkatan ekonomi umat. 5. Merubah mustahik menjadi muzzaki.
Sedangkan azas BAZDA SUMUT adalah sebagai berikut: 1. Iman dan amal sholeh
2. Terbuka dan bertanggung jawab 3. Di percaya
Tujuan dari BAZDA SUMUT adalah menjadikan lembaga pengelola zakat yang amanah, profesional, dan transparan.
4.1.3. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat SUMUT
Pengorganisasian badan amil zakat perlu di atur sebaik-baiknya agar pelaksana zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan dengan tepat. Ini perlu dilakukan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat bagi badan amil zakat tersebut.
Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang susunan kepengurusannya diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi. Susunan kepengurusan BAZDA terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada Gubernur setelah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendekia, tenaga profesional, praktisi pengelola zakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintahan.
b. Menyusun kriteria calon Badan Amil Zakat Daerah Provinsi.
c. Mempublikasikan rencana pembentukan Badan Amil Zakat Daerah Propinsi sesuai dengan keahliannya.
d. Calon pengurusnya diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan Amil Zakat Daerah Provinsi.
Gambar 4.2. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Daerah
Badan Amil Zakat SUMUT dipimpin oleh Badan Pelaksana yang di ketuai oleh Drs. H. Amansyah Nasution, MSP. Ketua Badan Amil Zakat Sumatera Utara dibantu oleh wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara dan wakil bendahara.
Ketua Badan Amil Zakat Sumatera Utara membawahi 4 bidang, yakni bidang pengumpulan, bidang pendistribusian, bidang pendayagunaan dan bidang pengembangan. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang kepala. Dan masing- masing kepala tersebut terbagi lagi menjadi beberapa anggota.
4.2. Perkembangan Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara
Badan Amil Zakat Sumatera Utara berdiri pada tahun 1992 dengan nama Bazis, dengan keluarnya SK. GUBSU No.119 Tahun 1981 tanggal 30 Juni 1981 ditetapkan pengurus. Penyaluran zakat di bagi:
Dewan Pertimbangan
Komisi Pengawas
Badan Pelaksana
Bidang Pengumpulan
Bidang Pendistribusian
Bidang Pendayagunaan
a. Propinsi 80% Sabilillah 10% Muallaf 10% Amil b. Kab./ Kota 10% Gharim
50% Sabilillah 10% Muallaf 10% Amil 10% Ibnu Sabil 10% Provinsi c. Kecamatan 10% Gharim
10% Muallaf 40% Sabilillah 10% Amil
10% LHAI Provinsi 20% Kab./ Kota d. Kelurahan 30% Fakir
Dan pada tahun 1993 di tetapkan tidak ada setoran kepada Provinsi. Kemudian BAZIS berkembang menjadi Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Undang-Undang Zakat Nomor 38 Tahun 1999. Dalam usianya yang relatif muda, BAZ Sumatera Utara telah berkembang dari tahun ke tahun dan menujukkan peningkatan yang menggembirakan. Berikut ini adalah data perkembangan jumlah pendapatan zakat,infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara periode tahun 1993 s/d 2007.
Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Pendapatan Zakat,Infaq
dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara Periode Tahun 1993 s/d 2007
Sumber : Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara
dana sebesar 1,2 milyard lebih. Tahun 1998 pendapatan dana BAZ yang terkumpul meningkat menjadi Rp 1,6 milyar. Tahun 2000/2001 pendapatan yang terkumpul menurun menjadi Rp 900 juta. Lalu pada tahun 2006-2007 kembali meningkat sebesar Rp 2,5 milyar lebih dan inilah titik tertinggi dalam pendapatan yang diperoleh Badan Amil Zakat.
Dana yang sudah terkumpul tersebut telah disalurkan kepada para mustahaqnya, diantaranya untuk beasiswa mulai dari SD sampai mahasiswa S3, berjumlah 1545 orang, bantuan modal usaha pengusaha kecil tanpa bunga sejumlah 300 orang, pembangunan rumah ibadah, pembangunan sarana pendidikan islam, honor da’i BAZ di daerah ( Karo, Dairi, Nias, Taput, Tapteng, Langkat, Deli Serdang dan Tapsel), juga untuk pembangunan kebun kelapa sawit BAZDA seluas 105 Ha di langkat, membantu fakir miskin, ibnu sabil, gharimin (berhutang) dan muallaf.
4.3. Karakteristik Responden
a. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2010
Jenis kelamin
muzakki Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 53 62,3
Perempuan 32 37,6
Jumlah 85 100
Sumber : Data Primer diolah berdasarkan kuesioner
Berdasarkan tabel 4.1., terlihat bahwa dari 85 muzakki yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase sebesar 62,3 % dari keseluruhan responden. Sedangkan muzakki yang berjenis kelamin perempuan memiliki persentase sebesar 37,6% dari keseluruhan responden.
b. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Muzakki
Tabel 4.2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Tahun 2010
Pendidikan Muzakki
Frekuensi Persentase (%)
Tamat SD 0 0
Tamat SMP 0 0
Tamat SMA 24 28,2
Diploma 19 22,3
Sarjana 42 49,4
jumlah 85 100
Sumber: Data Primer diolah
keseluruhan responden. Muzakki yang mengenyam pendidikan hingga Diploma memiliki persentase sebesar 22,3% dari keseluruhan responden. Dan persentase tertinggi adalah muzakki yang menyelesaikan pendidikan hingga Sarjana yaitu jumlah persentasenya adalah 49,4% dari keseluruhan responden.
c. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Muzakki Frekuensi % Persentase
PNS 47 55,2
Pegawai Swasta 3 3,5
Wirausaha 9 10,5
Bidang Jasa 16 18,8
Lain-lain 10 11,7
Jumlah 85 100
Sumber: Data Primer olahan