• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Periodontal Berkaitan dengan Infeksi HIV/AIDS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyakit Periodontal Berkaitan dengan Infeksi HIV/AIDS."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2009

Bunga Prihatna

Penyakit Periodontal Berkaitan dengan Infeksi HIV/AIDS ix + 26 halaman

Manifestasi periodontal pada pasien terinfeksi HIV pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Ada tiga penyakit periodontal yang berkaitan dengan infeksi HIV yaitu eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis. Penyakit periodontal ini dapat dihubungkan dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh pasien.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Setelah terinfeksi HIV, pasien tidak langsung menimbulkan gejala klinis AIDS, tetapi pasien akan mengalami beberapa tahapan infeksi HIV sampai akhirnya timbul gejala-gejala klinis AIDS seperti infeksi oportunistik, penyakit neurologi dan kanker.

(2)

Sebagai petugas kesehatan dokter gigi merupakan profesional pertama yang dapat mengenali gambaran klinis dan gejala dari panyakit periodontal berkaitan dengan infeksi HIV. Dengan mengetahui gambaran klinis dan gejala dari penyakit periodontal tersebut, maka dokter gigi dapat menentukan perawatan yang tepat kepada pasien. Dalam melakukan perawatan, dokter gigi harus selalu mengupayakan tindakan pencegahan. Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi HIV bagi pasien maupu n diri sendiri.

(3)

PENYAKIT PERIODONTAL BERKAITAN DENGAN

INFEKSI HIV/AIDS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

BUNGA PRIHATNA NIM : 050600061

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 2 September 2009

Pembimbing Tanda Tangan

1. Zulkarnain, drg., M. Kes ... NIP : 19551020 198503 1 001

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 2 September 2009

TIM PENGUJI

Ketua : Zulkarnain, drg., M. Kes ... Anggota : 1. Irma Ervina, drg.,Sp.Perio ... 2. Saidina Hamzah Daliemunthe,drg.,Sp.Perio(K) ... 3. Irmansyah, drg., Ph.D ...

Disetujui Kepala Departemen,

Zulkarnain, drg., M. Kes NIP : 19551020 198503 1 001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Pencipta, Pemelihara dan Pemberi rizeki kepada seluruh makhluk karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini telah selesai disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua tercinta, Ayahanda Drs. Syukri Hasan dan Ibunda Maphilinda atas segala kasih sayang, do’a, dan dukungan serta segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Serta adik penulis Fazril Saputra dan Tria Mairizka yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini..

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. H. Ismet Danial Nasution, drg., Sp. Pros(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(7)

3. Irma Ervina, drg., Sp.Perio selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya, memberikan semangat, motivasi, bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Siti Bahirrah, drg., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh staf pengajar serta karyawan Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya selama penulisan skripsi ini.

6. Dosen penguji skripsi atas saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.

7. Teman-teman terbaikku Putri, Mia, Anna, Riris, Nita, Fania, Ivna, dan teman – teman stambuk 2005 lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas semangat dan bantuannya selama penulisan skripsi ini.

8. Bang Irhas, Bang Otto, Kak Dian, Hesty, Denita, Kak Mely atas bantuannya.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Periodonsia serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan yang diberikan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan memberikan kemudahan kepada kita.

(8)

fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat. Semoga Allah SWT selalu meridhoi kita semua.

Medan, 18 Agustus 2009 Penulis,

NIM : 050600061

(9)

DAFTAR ISI

BAB 3 PENYAKIT PERIODONTAL BERKAITAN DENGAN INFEKSI HIV/AIDS 3.1 Eritema gingiva linear ... 12

3.2 Gingivitis ulseratif nekrosis ... 13

3.3 Periodontitis ulseratif nekrosis... 14

BAB 4 PERAWATAN TERHADAP PENYAKIT PERIODONTAL BERKAITAN DENGAN INFEKSI HIV/AIDS ... 17

BAB 5 DISKUSI DAN KESIMPULAN ... 22

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Struktur HIV ... 4

2 Siklus hidup HIV ... 6

3 Hubungan antara jumlah RNA HIV dengan jumlah limfosit T CD4, selama infeksi HIV tidak diobati ... 8

4 Eritema Linear Gingiva ... 13

5 Gingivitis ulseratif nekrosis ... 14

6 Periodontitis ulseratif nekrosis ... 16

(11)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2009

Bunga Prihatna

Penyakit Periodontal Berkaitan dengan Infeksi HIV/AIDS ix + 26 halaman

Manifestasi periodontal pada pasien terinfeksi HIV pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Ada tiga penyakit periodontal yang berkaitan dengan infeksi HIV yaitu eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis. Penyakit periodontal ini dapat dihubungkan dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh pasien.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Setelah terinfeksi HIV, pasien tidak langsung menimbulkan gejala klinis AIDS, tetapi pasien akan mengalami beberapa tahapan infeksi HIV sampai akhirnya timbul gejala-gejala klinis AIDS seperti infeksi oportunistik, penyakit neurologi dan kanker.

(12)

Sebagai petugas kesehatan dokter gigi merupakan profesional pertama yang dapat mengenali gambaran klinis dan gejala dari panyakit periodontal berkaitan dengan infeksi HIV. Dengan mengetahui gambaran klinis dan gejala dari penyakit periodontal tersebut, maka dokter gigi dapat menentukan perawatan yang tepat kepada pasien. Dalam melakukan perawatan, dokter gigi harus selalu mengupayakan tindakan pencegahan. Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi HIV bagi pasien maupu n diri sendiri.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

Lesi rongga mulut sering ditemukan pada pasien Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan pada sistem

kekebalan tubuh pasien AIDS dan pasien akan rentan terhadap infeksi oportunistik.1 Eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis merupakan penyakit periodontal yang sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.

Dengan mengetahui gambaran klinis dari penyakit periodontal berkaitan dengan infeksi HIV/AIDS, dokter gigi dapat menentukan perawatan yang tepat diperlukan terhadap lesi tersebut sehingga dapat mengurangi kerusakan yang lebih parah terhadap jaringan periodonsium. Dan dalam melakukan perawatan dokter gigi harus melakukan tindakan pencegahan terjadinya penularan HIV di prakteknya.

1,2,3,4,5,6,7,8,9

Pada bab 2 akan dijelaskan mengenai etiologi AIDS yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan patogenesis AIDS yang terjadi dalam tubuh manusia. Serta dibahas juga mengenai gejala-gejala klinis setelah terjadinya infeksi HIV sampai tahap AIDS.

(14)

Dan pada bab 4 akan dijelaskan prinsip perawatan pada penyakit periodontal berkaitan dengan infeksi HIV/AIDS. Pada akhir tulisan ini ditutup dengan diskusi dan kesimpulan yang terdapat pada bab 5.

(15)

BAB 2

PENGENALAN HIV/AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).10,11 Virus ini akan merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita akan rentan terhadap infeksi oportunistik.11,12

2.1 Etiologi AIDS

Barre-Sinoussi, Montagnier, dkk dari Institut Pasteur Perancis, pada tahun 1983 telah menemukan penyebab AIDS yang disebut Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) karena virus ini dapat menyebabkan limpadenopati pada penderita.

Penelitian mengenai virus penyebab AIDS kemudian dilanjutkan oleh Robert Gallo, yang menemukan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan produktif pada pasien setelah infeksi virus, disebut Human T-cell Lymphotropic Virus Type III (HTLV-III). Pada 1986, komisi Taksonomi WHO (The International Community on Taxonomy of Viruses) sepakat untuk memberikan nama baru untuk virus penyebab

AIDS, yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV).

HIV terutama akan menginfeksi sel penting dari sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T helper (khususnya CD4 sel T), makrofag, dan sel dendritik.

10

1,2,6,10

(16)

membunuh CD4 sel T yang terinfeksi dengan limfosit cytotoxic CD8 yang mengenali infeksi sel. Bila jumlah CD4 merosot di bawah level kritis, hilangnya imunitas sel sebagai mediator, dan tubuh secara cepat menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik.

Virus ini berbentuk sferikal dengan diameter 120 nanometer dan sekitar 60 kali lebih kecil dibandingkan sel darah merah.

12

12

HIV terdiri atas dua bagian besar yaitu: bagian inti yang terdiri atas rantai RNA, protein inti dan enzim reverse transcriptase yang memungkinkan virus untuk mengubah informasi genetiknya yang

berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang10 dan bagian selubung virus yang terdiri dari lipid, dan glikoprotein gp 120 dan gp 41.12

Gambar 1. Struktur HIV

(17)

HIV dapat ditemukan pada darah, air susu ibu, sekresi vagina dan sperma. Pada cairan-cairan inilah virus dapat ditularkan. Selain itu, HIV juga dapat ditemukan pada saliva, air mata, urin, cairan serebrospinal, dan cairan amnion, tapi tidak bersifat menularkan.11,12,13 Penularan HIV dapat terjadi melalui kontak atau pencampuran dengan cairan tubuh yang mengandung virus seperti: melakukan hubungan seksual dengan penderita yang terinfeksi HIV, menggunakan jarum suntik yang telah terkontaminasi HIV, kontak kulit atau membran mukosa yang terluka dengan darah dan produk darah yang telah terkontaminasi HIV, menerima transplatasi organ atau jaringan termasuk tulang atau transfusi darah dari penderita HIV, dan penularan dari ibu hamil pengidap HIV kepada janin saat kehamilan, proses kelahiran maupun saat menyusui.13

2.2 Patogenesis AIDS

Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV terutama akan menginfeksi CD4 limfosit, juga menginfeksi makrofag, sel dendritik, serta sel mikroglia. Selubung protein yaitu gp120 memanfaatkan antigen CD4 sebagai reseptor untuk perlekatan awal. Kemudian terjadi perubahan bentuk dimana gp120 membutuhkan koreseptor (biasanya ko-reseptor chemokine CCR5), sehingga memungkinkan selubung protein kedua yaitu gp41 untuk berinteraksi dengan membran sel pejamu dan memungkinkan HIV masuk ke dalam sel.

RNA dari HIV kemudian akan membentuk DNA serat ganda oleh enzim reverse transcriptase. Setelah DNA virus yang dibentuk masuk ke dalam inti sel

(18)

pejamu dan berintegrasi dengan DNA dari sel pejamu akan ikut mengalami replikasi pada setiap terjadi proliferasi sel. Setiap hasil replikasi DNA ini selanjutnya akan menghasilkan virus baru. Kemudian virus baru ini akan berkembang di dalam membran sel.14

Gambar 2. Siklus hidup HIV

(19)

Setelah HIV masuk ke dalam tubuh, rangkaian terjadinya penyakit AIDS dimulai. Tahap-tahap terjadinya penyakit AIDS meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organ limfoid, masa laten, penyakit klinis dan kematian. Waktu antara infeksi primer berkembang menjadi penyakit klinis sekitar 10 tahun.

Setelah infeksi primer, terdapat empat sampai sebelas hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan, viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-12 minggu. Virus akan menyebar ke seluruh tubuh melalui organ limfoid. Pada tahap ini terdapat penurunan jumlah CD4 sel T yang beredar secara signifikan. Respon imun terhadap HIV terjadi satu minggu sampai tiga bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat. Tetapi, respon imun tidak mampu menyingkirkan infeksi antara secara sempurna, dan sel-sel yang terinfeksi HIV menetap dalam kelenjar limfe.

15

Masa laten bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa laten, terjadi banyak replikasi virus. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Akhirnya penderita akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis yang nyata seperti infeksi opportunistik atau kanker.

15

(20)

Gambar 3. Hubungan antara jumlah RNA HIV dengan jumlah limfosit T CD4, selama infeksi HIV tidak diobati

2.3 Gejala-gejala klinis HIV/AIDS

The Centers of Disease Control (CDC) mengeluarkan sistem klasifikasi yang

lengkap, yang dapat digunakan untuk mengkategorikan pasien dengan infeksi HIV sesuai dengan karakteristik klinis tertentu.13 Tahapan infeksi HIV menurut sistem klasifikasi CDC, yaitu tahap infeksi HIV akut, infeksi HIV asimtomatik (masa laten), limpadenopati (radang kelenjar getah bening) yang persisten dan menyeluruh, sampai akhirnya timbul tanda-tanda penyakit HIV, yaitu tahap AIDS.

a. Infeksi HIV akut

13

(21)

pembengkakan kelenjar limfe, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, depresi), maupun gangguan saluran cerna (anoreksia, nausea, diare, jamur di mulut).10,13,14 Setelah dua sampai enam minggu, gejala dapat menghilang disertai serokonversi, dengan atau tanpa pengobatan.10 Pada tahap ini jumlah CD4 berada pada tahap normal yaitu 500 ml/sel.

b. Infeksi HIV asimtomatik (masa laten) 10

Terdapat jeda waktu yang panjang pada pasien, dimana pasien tetap memilki anti-HIV positif, tapi pasien tidak mengalami manifestasi fisik dari infeksi.13 Sebagian besar pengidap HIV-positif berada pada fase laten ini.10 Tidak terlihat gejala pada pasien, pasien terlihat sehat, dapat melakukan aktifitas secara normal, namun sudah dapat menularkan virus kepada orang lain.10 Masa laten klinis ini dapat terjadi selama 10 tahun atau lebih.

c. Limpadenopati persisten yang menyeluruh 15

Limpadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening didefinikan dengan adanya nodus limfe yang berdiameter lebih dari satu sentimeter pada dua atau beberapa daerah ekstra inguinal selama lebih dari tiga bulan.

d. Infeksi HIV simtomatik (AIDS)

13

(22)

- Subgrup A : Penyakit Konstitusional

Gejala – gejala seperti demam atau diare yang persistensi selama lebih dari satu bulan atau penurunan berat badan yang lebih besar dari 10% dari berat badan ideal pasien sebelum sakit.

- Subgrup B : Penyakit Neurologi 13

Banyak pasien yang mengalami simtom neurologi sebelum mengalami tanda infeksi HIV lainnya. Kompleks demensi AIDS , merupakan gejala neurologis yang paling sering dan ditandai oleh ingatan yang buruk, ketidakmampuan berkonsentrasi, apatis, kemunduran psikomotor, dan perubahan perilaku.

- Subgrup C : Infeksi Oportunistik

15

Penyebab utama kematian pada pasien HIV tahap lanjut adalah infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik yang sering dijumpai antara lain Mycobacterium tuberculosis, Toxoplasma gondii, infeksi Sitomegalovirus, Kandidiasis dan lain

sebagainya.

- Subgrup D : Kanker Sekunder 15

Pasien AIDS menunjukkan perkembangan kanker yang mencolok, ini merupakan akibat lain dari supresi imun. Kanker yang disebabkan oleh AIDS meliputi limfoma non-Hodgkin, sarkoma Kaposidan Limfoma Burkitt.

- Subgrup E : Keadaan lain pada infeksi HIV

15

(23)

Intersisial limfoid kronis dan simtom-simtomnya dan penyakit infeksi sekunder dan neoplasma lain yang tidak tercantum diatas. 13

(24)

BAB 3

PENYAKIT PERIODONTAL BERKAITAN DENGAN INFEKSI HIV/AIDS

Lesi gingiva dan periodontal dengan gambaran yang khusus sering ditemukan pada penderita yang terinfeksi HIV/AIDS. Banyak lesi yang tidak normal ditemukan pada penderita terinfeksi HIV atau penderita yang mengalami gangguan imunitas. Eritema Gingiva Linear, Gingivitis Ulseratif Nekrosis dan Periodontitis Ulseratif Nekrosis pada umumnya sering dilaporkan pada penderita yang terinfeksi HIV dalam literature.16

3.1 Eritema Gingiva Linear

Eritema gingiva linear atau red band gingivitis merupakan gambaran pita merah di sepanjang gingiva margin6 meluas kira-kira 2-3 mmtanpa disertai ulseratif dan tanpa kehilangan level perlekatan.4,5 Eritema yang muncul disertai oleh warna kemerahan yang difus atau petechia yang meluas ke arah apikal.

Eritema yang menetap, berbentuk linear, mudah berdarah, eritematous gingivitis merupakan gambaran pada beberapa pasien HIV positif. Eritema gingiva linear kemungkinan dapat berkembang cepat menjadi periodontitis ulseratif nekrosis.

3,4,5

7

(25)

Eritema gingiva linear paling sering terlihat pada gigi anterior, namun bisa meluas ke gigi posterior. Dapat juga terjadi pada gingiva cekat dan gingiva bebas seperti bintik-bintik petechia. Beberapa fakta menunjukkan hubungan antara koloni sub-gingiva spesies candida dengan periodontal yang berkaitan dengan HIV termasuk eritema gingiva linear.6

Gambar 4. Eritema Linear Gingiva

3.2 Gingivitis Ulseratif Nekrosis

Beberapa laporan menunjukkan mengenai peningkatan insiden gingivitis ulseratif nekrosis pada pasien terinfeksi HIV, tetapi belum ada penelitian yang menjelaskanbagaimana terjadinya peningkatan gingivitis ulseratif nekrosis tersebut.

(26)

sering tanpa rangsangan. Gejala klinis pada penderita adanya ulseratif, “punch out” papila, nyeri dan perdarahan merupakan pathognomonic dari gingivitis ulseratif nekrosis. Pada penderita juga terdapat oral malodor, limpadenopati yang terlokalisir, demam dan malaise.16

Gambar.5 Gingivitis Ulseratif Nekrosis

3.2Periodontitis Ulseratif Nekrosis

Periodontitis ulseratif nekrosis merupakan gambaran perluasaan dari gingivitis ulseratif nekrosis, ditandai dengan terjadinya kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan. Pada pasien HIV positif sering dijumpai adanya nekrosis, ulseratif, dan berkembang cepat menjadi periodontitis, walaupun beberapa lesi dapat ditemukan sebelum terjadinya AIDS.

Periodontitis ulseratif nekrosis memiliki karakteristik adanya nekrosis pada jaringan lunak, kerusakan jaringan periodontal yang cepat dan kehilangan tulang interproksimal. Lesi dapat terjadi dimana saja pada lengkung rahang dan biasanya

(27)

terlokalisir pada beberapa daerah gigi, walaupun periodontitis ulseratif nekrosis generalisata kadang-kadang muncul setelah terjadi penurunan sel CD4.6 Jaringan tulang yang biasanya ikut terlibat pada periodontitis ulseratif nekrosis dapat berakhir dengan nekrosis dan berlanjut menjadi sequester.

Periodontitis ulseratif Nekrosis memiliki gambaran penyakit yang sama dengan gingivitis ulseratif nekrosis. Namun yang membedakan antara kedua penyakit tersebut adalah gingivitis ulseratif nekrosis mengalami destruksi yang cepat pada jaringan lunak sedangkan periodontitis ulseratif nekrosis pada jaringan keras.

7

6

Periodontitis ulseratif nekrosis merupakan tanda terjadinya gangguan terhadap sistem imun yang parah.6 Kondisi ini memiliki gambaran seperti nyeri yang hebat, kehilangan gigi, perdarahan, halitosis, ulseratif pada papila gingiva, dan kehilangan tulang dan jaringan lunak yang cepat. Pasien sering merasakan nyeri yang dalam pada rahang.5,6

Periodontitis ulseratif nekrosis biasanya diawali dengan rasa sakit yang hebat dan diperlukan penanganan yang segera. Namun pasien yang mengalami pengurangan lesi nekrosis secara spontan, tanpa adanya rasa sakit, krater interproksimal yang dalam akan sulit untuk dibersihkan dan dapat menyebabkan terjadinya periodontitis konvesional.

Periodontitis ulseratif nekrosis mempengaruhi strukrur tulang dari periodonsium. Ciri klinis Periodontitis ulseratif nekrosis termasuk rasa sakit, nekrosis interproksimal gingiva dan terbentuk krater pada jaringan lunak.

7

5

(28)

Jika tidak dirawat, periodontitis ulseratif nekrosis dapat meluas dan tersingkapnya tulang alveolar dan palatal. Ketika ini terjadi, keadaan tersebut disebut dengan stomatitis nekrosis.5

Gambar 6. Necrotizing Ulcerative Periodontitis

2009

(29)

BAB 4

PERAWATAN TERHADAP PENYAKIT PERIODONTAL BERKAITAN

DENGAN PENDERITA TERINFEKSI HIV/AIDS

Lesi rongga mulut sering dijumpai pada penderita Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Hal ini disebabkan karena pada penderita AIDS terjadi gangguan pada sistem imun dan cenderung menjadi infeksi oportunistik.1 Dokter gigi merupakan profesional pertama yang dapat mendiagnosa lesi rongga mulut yang berkaitan dengan HIV.

Keahlian dokter gigi dibutuhkan untuk menangani secara tepat komplikasi rongga mulut pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Klinisi harus mampu mengenali penyakit rongga mulut berkaitan dengan HIV, menentukan perawatan yang tepat dan merujuk pasien ke dokter spesialis.

7

Profesi dokter gigi mempunyai resiko yang tinggi untuk tertular infeksi ketika sedang melakukan perawatan terhadap pasien terinfeksi HIV.

6

13

Karena dalam perawatan tersebut dokter gigi selalu berkontak dengan saliva dan darah. Untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada waktu perawatan, dokter gigi harus melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi pasien dan melindungi dirinya sendiri.17 Dokter gigi dapat menggunakan teknik pelindung yang akurat meliputi pemakaian sarung tangan, masker, kacamata pelindung, pakaian klinis, dan isolator karet pada pasien.

Perawatan periodontal berkaitan dengan infeksi HIV biasanya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap perawatan akut dan tahap perawatan pemeliharaan. Pada tahap

(30)

perawatan akut perhatian utama yang dilakukan dokter gigi adalah pengendalian rasa sakit pada pasien. Sedangkan pada tahap perawatan pemeliharaan, berkenaan langsung dengan penyingkiran agen penyebab, pencegahan terhadap destruksi jaringan lebih lanjut, dan mempercepat penyembuhan.

Pada bab ini akan dibahas mengenai prinsip perawatan periodontal pada eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis.

1

4.1 Eritema gingiva linear

(31)

Penting diingat bahwa eritema gingiva linear dapat menjadi refraktori terhadap perawatan. Oleh karena itu, pasien harus terus dimonitor terhadap perkembangan kondisi periodontal yang lebih parah seperti gingivitis ulseratif nekrosis, periodontitis ulseratif nekrosis atau stomatitis nekrosis. Pasien harus menjalani terapi pemeliharaan dengan interval kunjungan berkala dua hingga tiga bulan dan apabila diperlukan dapat dilakukan perawatan ulang.7

4.2Gingivitis Ulseratif Nekrosis

Perawatan gingivitis ulseratif nekrosis pada pasien HIV positif tidak berbeda dengan gingivitis ulseratif nekrosis pada pasien yang tidak terinfeksi HIV.7 Kemudian dilakukan perawatan lokal berupa pembersihan dan debridemen pada daerah yang terlibat dengan bulatan kapas (cotton pellet) yang direndam dengan peroksida setelah dilakukan aplikasi anastesi topikal.Pasien harus berkunjung setiap hari pada minggu pertama dan setiap kali kunjungan dapat dilakukan debridemen pada daerah yang terlibat serta diintruksikan prosedur kontrol plak secara bertahap. Prosedur kontrol plak sebaiknya diajarkan secara cermat dan dimulai secepat mungkin untuk daerah yang sensitif. Setelah terjadi penyembuhan inisial, dapat dilakukan prosedur penskeleran dan penyerutan akar pada pasien.

Pasien harus menghentikan penggunaan tembakau dan alkohol. Antimikroba diberikan sebagai obat kumur seperti klorheksidin glukonat 0.12%. Antibiotika sistemik seperti metronidazol atau amoksisilin dapat diresepkan untuk pasien dengan kerusakan jaringan peridonsium tingkat sedang sampai dengan parah, yang disertai

(32)

gejala limfadenopati lokalisir maupun sistemik atau keduanya. Penggunaan antijamur sebagai propilaksis dapat dipertimbangkan jika ada pemberian antibiotika.

Jaringan periodonsium dievalusi kembali setelah satu bulan masa penyembuhan gejala akut untuk memeriksa hasil akhir perawatan dan menentukan terapi lanjutan yang diperlukan.

7

7

4.3Periodontitis Ulseratif Nekrosis

Perawatan periodontitis ulseratif nekrosis mencakup debridemen lokal, penskeleran dan penyerutan akar, irigasi dengan menggunakan antimikroba yang efektif seperti klorheksidin glukonat atau povidin iodin (Betadine) serta pengendalian higiena oral, termasuk pemakaian antimikroba untuk obat kumur atau irigasi di rumah.7 Irigasi povidin iodin disarankan dilakukan selama proses debridemen karena memiliki efek anastesi dan antiseptik.Pada dasarnya klorheksidin sebagai obat kumur sangat dianjurkan sebagai terapi yang efektif untuk mengurangi gejala akut dari eritema gingiva linear dan periodontitis ulseratif nekrosis serta mencegah lesi kambuh kembali.

Pada periodontitis ulserasi nekrosis yang parah, terapi antibiotik sangat diperlukan tetapi harus diberikan secara hati-hati kepada pasien HIV untuk mencegah terjadi infeksi oportunistik yang berpotensi serius, seperti kandidiasis lokal atau candidal septicemia.

3

7

(33)

Antibiotika sistemik seperti metronidazol, tetrasiklin, klindamisin, amoksisilin, dan amoksisilin klafulanat potassium, dapat dikombinasikan dengan debridemen pada jaringan nekrosis. Penggunaan antibiotika sistemik dapat meningkatkan resiko perkembangan Candida pada pasien, sehingga perlu diberikan bersama-sama dengan penggunaan antijamur.5

(34)

BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini akan merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita akan rentan terhadap infeksi oportunistik. HIV menginfeksi sel penting dari sistem kekebalan tubuh manusia yaitu CD4 limfosit T. HIV dapat ditemukan pada darah, sperma, air susu ibu, sekresi vagina, saliva, air mata, urin, cairan serebrospinal, dan cairan amnion

Perjalanan awal infeksi HIV pada tubuh terjadi melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada reseptor CD4. Kemudian virus masuk ke dalam sel pejamu melalui fusi antara membran virus dengan membran sel pejamu dengan bantuan gp 41, yang terdapat pada permukaan membran virus. Setelah terinfeksi HIV, penderita tidak langsung menimbulkan gejala klinis AIDS.

(35)

Pada pasien terinfeksi HIV sering dijumpai lesi-lesi rongga mulut, salah satunya berkenaan dengan penyakit periodontal. Penyakit periodontal yang sering dijumpai pada pasien terinfeksi HIV adalah eritema gingiva linear, gingivitis ulseratif nekrosis, dan periodontitis ulseratif nekrosis. Ketiga penyakit periodontal tersebut memiliki gambaran klinis yang berbeda.

Pada eritema gingiva linear adanya gambaran seperti pita merah sepanjang gingiva margin disertai petechia yang difus pada gingiva cekat yang dapat meluas ke mukosa alveolar. Pada lesi ini tidak dijumpai adanya ulserasi dan kehilangan level perlekatan. Adapun perawatan yang dilakukan meliputi penskeleran dan pemolesan, dilakukan kumur-kumur dengan klorheksidin dua kali sehari selama dua minggu dan pasien harus memperbaiki higiena oral di rumah. Kadang-kadang eritema gingiva linear tidak memberi respon terhadap perawatan, namun lesi akan berkurang secara spontan.

Pada gingivitis ulseratif nekrosis memiliki karakteristik adanya daerah ulserasi dan nekrosis didaerah papila interdental yang ditutup oleh pseudomembran. Lesi ditandai dengan rasa sakit dan mudah berdarah. Perawatan yang dilakukan mencakup pembersihan dan debridemen pada daerah lesi, pemakaian obat kumur antimikroba seperti klorheksidin glukonat 0,12% di rumah, pemberian antibiotika dan instruksikan prosedur kontrol plak pada pasien.

(36)

sangat dalam pada rahang. Perawatan yang dilakukan berupa debridemen dengan hati-hati, penskeleran dan penyerutan akar. Pemakaian antimikroba seperti klorheksidin glukonat atau povidin iodin (betadine) di tempat praktek dokter gigi dan di rumah. Metronidazol adalah obat pilihan jika diperlukan terapi antibiotika sistemik. Pemakaian antibiotika sistemik harus diberikan bersama-sama dengan antijamur.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

1. Murray PA. Peridontal disease in patients infected by human immunodeficiency virus. J Periodontology 2000, 1994; 6: 50-67.

2. Vastardis SA, Yukna RA, Fidel PL, Leigh JE, Mercante DE. Periodontal disease in HIV-positive individuals: association of periodontal indices with stages of HIV disease. J Periodontol, 2003; 74(9): 1336-1341.

3. Ryder MI. Periodontal management of HIV-infected patients. J Periodontology 2000, 2000; 23: 85-93.

4. Vaseliu N, Kamiru H, Kabue M. Oral manifestations of HIV infection. 2002: 173-185.

5. Agins BD, Abel SN. Oral health care for people with HIV infection. AIDS institute: New York State Department of Health, 2001: 31-34.

6. Reznik. Oral manifestations of HIV disease. Perspective, 2005/2006; 13(5): 143-148.

7. Rees TD. Pathology and management of periodontal problems in patients with HIV infection. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA eds.

Clinical Periodontology. 10th

8. Pascoe GP, McDowell J, Springer LB. A case based self study module for dental health care personnel. 2002.

ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co., 2006: 513-538

(38)

10. Pusat Data dan Informasi. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006.

11. Anonymous. AIDS. <http:en.wikipedia.org/wiki/AIDS>(9 Maret 2009) 12. Anonymous. HIV. <http:en.wikipedia.org/wiki/HIV>(9 Maret 2009)

13. Cottone JA, Terezhalmy GT, Molinari JA. Mengendalikan Penyebaran Infeksi pada Praktik Dokter Gigi. Alih Bahasa. Juwono, Lilian. Jakarta: Widya

Medika, 2000: 62-90.

14. Gupta G. Current Concepts in HIV Pathogenesis and Treatment. J Calif Dent Assoc 2001.

15. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Medical microbiology. Lange medical book, 2002: 516-529.

16. Klokkevold PR. Necrotizing ulcerative periodontitis. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA eds. Clinical Periodontology. 10th

17. Phair JP. Medical management HIV-infected patients. J Periodontology 2000, 2000; 23: 78-84.

Gambar

Gambar 1.  Struktur HIV (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://spiritia.or.id/Ref/Struktu
Gambar 2.  Siklus hidup HIV  (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://spiritia.or.id/Ref/Siklus
Gambar 3. Hubungan antara jumlah RNA HIV dengan jumlah limfosit T CD4, selama infeksi HIV tidak diobati (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/4/49/Hiv-timecourse-id.png)<25 April 2009>
Gambar 4.  Eritema Linear Gingiva    (http://www.hivdent.org/_PictureGallery_/Images/linear_gingival_erythema1.jpg) <15 Mei 2009>
+3

Referensi

Dokumen terkait

Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis struktur lembaga perwakilan yang memiliki dua kamar atau lebih (multikameral), walaupun sebuah lembaga perwakilan terdiri

Kajian yang digunakan dalam skripsi ini adalah kajian yang bersifat analisis, yaitu analisis terhadap prakiraan daya beban listrik yang tersambung pada Gardu

Hasil wawancara terhadap Ibu Su menyimpulkan bahwa terdapat dinamika kesulitan hidup berupa pelabelan teroris pada anaknya. Seperti biasa penuduhan tanpa bukti oleh pihak

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaiakan

Pada kesempatan ini saya meng- ucapkan terima kasih kepada (1) para pengurus yayasan dan para pendiri Pendidikan Islam Abu Bakar Yogya- karta; (2) para pimpinan

Siswa yang berkomunikasi dengan anggota kelompok untuk menyelesaikan demonstrasi pada baseline sebesar 41,38% dari jumlah siswa yang hadir ada peningkatan pada

Bila Anda melakukan pemesanan di Amway2u, transaksi Anda akan dienkripsi dengan menggunakan teknologi enkripsi Secure Socket Layer (SSL). Enkripsi merangkai informasi yang

Seorang perempuan usia 26 tahun baru melahirkan 1 minggu yang lalu datang ke klinik dengan keluhan nyeri pada puting susu.. Ia mengatakan bahwa ia belum tahu mengenai