• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata cara khitbah dan walimah pada masyarakat Betawi Kembangan Utara Jakarta Barat menurut hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata cara khitbah dan walimah pada masyarakat Betawi Kembangan Utara Jakarta Barat menurut hukum Islam"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

M. IRFAN JULIANSAH NIM: 104043101283

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT BETAWI KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT MENURUT

HUKUM ISLAM Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk memenuhi Persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )

Oleh :

M. IRFAN JULIANSAH NIM : 104043101283

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I

Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA NIP. 150 294 051

Pembimbing II

Dr. Asrorun Ni’am Sholeh, MA NIP. 150 315 026

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

MENURUT HUKUM ISLAM telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (Perbandingan Mazhab Fiqih).

Jakarta, 22 Desember 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 1955 0505 1982 031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. MH ( )

NIP. 1957 0312 1985 031003

Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag. M.Si ( ) NIP. 1974 1213 2003 121002

Pembimbing I : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. ( ) NIP. 150 294 051

Pembimbing II : Dr.Asrorun Ni’am Sholeh, MA. ( ) NIP. 150 315 026

Penguji I : Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag ( ) NIP. 1965 1119 1998 031002

(4)

i

ميحرلا نمرلا ها مسب

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, tak ada kata yang pantas Penulis ucapkan selain ungkapan puja dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang diberikan Allah SWT, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

TATA CARA KHITBAH (MEMINANG) & WALIMAH MENURUT IMAM MAZHAB’ ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Penghulu Para Nabi, Nabi Muhammad saw, juga kepada keluarga, sahabat dan ummatnya yang senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amiin.

Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan, akhirnya skripsi ini selesai juga tulis. Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka dengan tulus dan ikhlas penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A.,M.M., selaku Dekan

Fakultas Syari’ah dan Hukum

2. Bapak DR. H. Ahmad Mukri Aji, MA, MH, dan Dr. H. Muhamad Taufiki, MAg selaku Kepala dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

3. Bapak Dr. Sudirman Abbas MA. Dan Dr. Asrorun Ni’am Sholeh MA, selaku Dosen Pembimbing, yang telah dengan sabar membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki Mag. Dan Dr. KHA Juaini Syukri Lc, MA. selaku dosen penguji skripsi.

(5)

ii

sekarang. Terutama H. Mahrum & HJ. Rukiah Selaku kakek-nenek penulis yg telah memberi dorongan agar penulis jangan putus asa dan terus berjuang sampai berhasil,Tak lupa kepada kepada adik-adik ku yang manis Resha Delillah, Sahida Amalia (Dea), lewat senyum-senyumnya yang ceria Penulis merasa selalu bersemangat menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga besar majelis Ta’lim Nurul Habib & Riyadhul Jannah, MTMI kembangan Utara (tempat Penulis membaktikan diri), khususnya M. Izzih, Muhidin dan Irwansyah (tepong), Kushadi, Fajar, Ubay, Yoga selaku teman setia untuk begadang mengerjakan skripsi ini.

8. Teman seperjuangan menuntut ilmu di UIN Jakarta Suwardi, Iwan Kurnia, Viki, Bahreni, Nurul Huda dan lain sebagainya yang membantu penulis mengumpulkan data dalam selesainya sekripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik sangat Penulis harapkan demi perbaikan ke depan.

Jakarta, 18 Maret 2011 M

(6)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 7

E. Tinjauan kajian terdahulu ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 10

G. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II KHITBAH DAN WALIMAH DALAM PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Khitbah (peminangan) ... 16

1. Syarat-Syarat Khitbah (peminangan) ... 22

2. Etika Khitbah (peminangan) ... 29

3. Tujuan Khitbah (peminangan) ... 32

B. Walimah (perjamuan)... 33

1. Hukum dan Waktu Pelaksanaan Walimah ... 34

2. Hukum Menghadiri Undangan Walimah ... 36

(7)

iv

B. Keadaan Demografis ... 45

C. Keadaan Sosiologis ... 47

D. Bidang Keagamaan...48

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT BETAWI KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT A. Prosedur Pernikahan Adat Betawi Kembangan Utara Jakarta Barat ... 51

B. Pendapat Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Adat Betawi Mkembangan Utara Jakarta Barat ... 54

C. Hal-hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Dalam Proses Khitbah Dan Walimah Menurut Hukum Islam ... 56

D. Walimah ... 62

E. Biaya Pernikahan ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68

B. Saran-saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesungguhnya agama Islam ini sudah sempurna dan sudah cukup sebagai pedoman hidup manusia di dunia. Sebab Allah SWT, telah menerangkan kepada umat manusia kaidah-kaidah agama dan kesempurnaannya yang meliputi segala aspek kehidupan. Firman Allah SWT dalam Q.S Al Maidah (5): 3





































)

5

3

(

Artinya :“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu”)Q.S Al Maidah : 3(

Ayat tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa agama Islam itu telah sempurna dan tidak memerlukan tambahan secara pengurangan sedikitpun juga. Apapun bentuk atau alasannya dari tambahan-tambahan tersebut meskipun disangka baik oleh sebagian manusia, atau dari siapa saja datangnya meskipun dianggap besar oleh sebagian manusia, adalah satu perkara yang sangat di benci oleh Allah dan rasul-Nya, tetapi sangat dicintai oleh iblis dan bala tentaranya. Dan pelakunya secara tidak langsung telah membantah firman Allah di atas dan telah menuduh Rasulullah SAW. Berkhianat dalam menyampaikan risalah. 1

1

(9)

beberapa Hadits, di antaranya :

2

Artinya : Berkata Abu Dzar : Rasulullah SAW. Telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidak seekor burungpun yang terbang membalik-balikan kedua sayapnya di udara melainkan beliau telah menerangkan ilmunya kepada kami. Abu Dzar berkata pula : Beliau telah bersabda:

”Tidak tinggal sesuatupun yang mendekatkan kamu ke surga dan menjauhkan kamu dari neraka melainkan sesungguhnya telah

dijelaskan kepada kamu.” (HR. Thobrani).

Selain menjelaskan tentang kesempurnaan agama Islam, Allah SWT juga sangat menekankan kepada umat manusia untuk mengikuti jalan-Nya yang ada di dalam Al- Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW, disertai ancaman bahwa sekiranya manusia tidak berpegang pada jalan-Nya maka manusia tersebut pastilah akan menemui kesesatan dan akan mendapat perpecahan di kalangan mereka sendiri. Firman Allah SWT dalam Q.S An Nisa (4): 115























































Artinya :“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu, dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (Q.S An Nisa 4: 115)

2

(10)

3

Dalam ayat lain Allah berfirman dalam Q.S Al-An’am ayat 153





































6

153

Artinya : “ Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya”.(Q.S Al-An’am 6: 153)

Senada dengan firman Allah SWT di atas, Imam Ahmad dan jama’ah meriwayatkan sebuah Hadits dari Ibnu Mas’ud Ra yang menyatakan:

3

Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud : Rasulullah SAW menggaris satu garis lurus kemudian beliau bersabda : “ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau mmembuat lagi garis menyebelah ke kanan dan garis-garis menyebelah ke kiri, lalu beliau bersabda : ”Ini adalah jalan-jalan perpecahan, dan di dalam tiap-tiap jalan-jalan itu terdapat syaitan yang mengajak kepadanya”, kemudian beliau membaca ayat: kemudian jika kamu sekalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah hal tersebut kepada Allah dan Rasul (HR. Ahmad dan Jama’ah).

3

(11)

































































































Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisa/4: 59)

(12)

5

Bertitik tolak dari kenyataan di atas, penulis ingin menemukan deskripsi yang shahih dan valid mengenai konsep Islam dalam mengatur tentang proses dan tata cara pelaksanaan pernikahan yang sesuai dengan tuntunan yang telah diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta terhindar dari campur tangan dan budaya manusia.

Dalam mencermati permasalahan tersebut, penulis sengaja mengambil sudut pandang dari pendapat imam mazhab, karena pendapat (jalan, cara, metode) ini sangat berhati-hati dan tegas dalam menentukan suatu hukum, terutama yang merujuk pada hadits – hadits Rasulullah SAW. dan atsar sahabat. Ditambah lagi dalam menentukan dan menjabarkan suatu hukum, imam mazhab yang mulai berkembang pesat di Indonesia ini sangat berpegang teguh kepada Al-qur’an dan As-sunah sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi, dan sangat tegas dalam menentang segala macam bid’ah .

Dan oleh karnanya itu, maka skripsi ini diberi judul : TATA CARA

KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT BETAWI

KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT MENURUT HUKUM ISLAM

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

(13)

lain.

Oleh karena masalah – masalah tersebut cukup banyak cakupanya, maka analisa yang direncanakan akan dikaji oleh penulis dibatasi hanya masalah khitbah, walimah dan biaya pernikahan dalam pandangan Imam mazhab. Agar masalah – masalah di atas lebih jelas dan sistematis, maka penulis rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses dan tata cara pelaksanaan pernikahan, khususnya dalam hal khitbah, walimah dan biaya pernikahan menurut ketentuan fiqih ?

2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap proses rernikahan pada amasyarakat betawi kembangan Utara Jakarta barat, dan tata cara pelaksanaan pernikahan yang sesuai dengan ketentuan fikih dalam hal khitbah, walimah.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, penulis ingin mendeskripsikan tentang :

1. Pandangan hukum Islam tentang tata cara dalam hal khitbah, walimah pada masyarakat betawi kembangan Utara Jakarta Barat.

(14)

7

Dengan mengetahui hal-hal tersebut , maka penulis mengharapkan akan menemukan acuan yang jelas tentang proses dan tata cara pelaksanaan pernikahan yang sesuai ajaran Islam sehingga kaum muslimin dapat merujuk kepadanya tanpa harus berkiblat kepada budaya – budaya lain yang bertentangan dengan syari’at Islam.

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Setelah selesainya penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi :

1. Untuk memperluas wawasan dan cakrawala berfikir dalam bidang studi hukum Islam , khususnya yang berkenaan dengan masalah penulisan .

2. Diharapkan dapat menambah dan Memperkaya wawasan ke Islaman terutama yang berhubungan dengan masalah pernikahan.

3. Bagi dunia pustaka hasil ini dapat dijadikan sebagi tambahan koleksi dalam ruang lingkup karya ilmiah

4. Dan bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai referensi penulisan dan pembahasan lebih lanjut yang lebih luas dan kritis.

(15)

Dari data katalog yang penulis cari, karya mengenai tata cara khitbah dan walimah dalam pernikahan menurut imam mazhab, belum dibahas karena penulis belum menemukan judul seperti yang diangkat oleh penulis dan penulis berasumsi bahwa judul yang diangkat adalah baru.

Ada beberapa karya ilmiah yang mempunyai korelasi dengan permasalahan yang akan diangkat oleh penulis antara lain :

1. Skripsi Hoirum Kodriasih (102044225087) Tahun 2007 dengan judul

”Tradisi Khitbah Di Kalangan Masyarakat Betawi Menurut Hukum Islam

(studi kasus di kelurahan Rawa Jati kecamatan pancoran Jakarta Selatan)”. Skripsi ini membahas tentang tradisi perkawinan di masyarakat betawi di daerah pancoran yang memfokuskan tentang adat kebiasaan masyarakat betawi di daerah pancoran yang melakukan khitbah (meminang) dengan cara adat atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam skripsi ini hanya diuraikan tentang pengertian khitbah dan kebiasaan masyarakat betawi di daerah tersebut, sedangkan tentang tata cara dan proses khitbah menurut hukum Islam kurang begitu di jelaskan.

(16)

acara-9

acara tertentu misalkan walimah atau pesta pernikahan. Dalam masyarakat kerawang tari jaipong merupakan adat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka dan menjadikan kesenian tersebut sebagai salah satu syarat untuk acara-acara tertentu. Penulis melihat bahwa dalam skripsi tersebut tidak di jelaskan bagaimana pandangan hukum islam tentang mengadakan walimah (pesta pernikahan) dengan mengadakan acara tari-tarian. Dan menggabungkan acara pernikahan dengan acara adat.

3. Shamsidah binti Abdul Rahman A.Bukhari (105044103540) Tahun 2007 dengan judul ”Pelaksanaan Walimah Menurut Adat Malaysia (tinjauan hukum Islam terhadap adat yang berlaku di Malaysia)”

(17)

mengadakan walimah yang sesuai dengan hukum Islam.

Karya-karya ilmiah diatas membahas tentang pengertian khitbah dan walimah secara singkat hanya membahas tentang pengertian dan penjelasan tentang khitbah dan walimah secara singkat. Padahal sumber hukum yang mereka gunakan sebagai referensi adalah hukum Islam yang sangat luas penjelasannya.

Untuk itu penulis bermaksud menjelaskan secara jelas tentang proses tata cara khitbah dan walimah dalam hukum Islam yang bersumber dari para imam mazhab yang menjadi refrensi dalam mengambil suatu keputusan atau hukum yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas, dan akan di jelaskan bagaimana tata cara hukum Islam dari mulai memilih pasangan sampai mengadakan acara pernikahan (walimah Al-urs).

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Pendekatan Penelitian

(18)

11

adat betawi dalam acara khitbah dan walimah pada masyarakat di daerah tersebut.

2. Sumber Data

Lazimnya sebuah penelitian dapat di bedakan anatar data yang diperoleh dari lapangan dan dari bahan perpustakaan antara lain sebagai berikut.

a. Sumber Primer atau data dasar adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, baik syang dilakukan dengan wawancara, observasi atau yang lainnya. Data yang langsung dari sumbernya yakni prilaku masyarakat melalui penelitia, kemudian diamati dan di catat untuk penelitian oleh penulis yang yang berhubungan dengan obyek penelitian yang dihadapi.

b. Sumber Skunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari bahan skripsi atau pustakaan biasanya untuk melengkapi data primer, mengingat bahwa data primer dapat dikatakan sebagai data praktek yang ada secara langsung dan praktek lapangan secara teori. Dan buku penunjang lainnya yang membahas tentang pernikahan. Kitab hadits, fiqih dan lain sebagainya dan

(19)

Dalam upaya mengumpulkan data ini untuk menguraikan pembahasan dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data sebagi berikut: a. Wawancara

Wawancara dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan kepada masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan informasi dengan kaitannya langsung pada responden yaitu tokoh-tokoh masyarakat adat betawi di kelurhan kembangan Utara Jakarta Barat tentang tata cara khitbah dan walimah yang dilakukan pada masyarkaaat betawi.

b. Observasi

Observasi merupakan sebuah peroses pendekatan secara mendalam untuk mengetahui tradisi perkawinan yang terjadi di masyarakat betawi kembangan utara. Untuk observasi penulis menggunakan pedoman bservasi dengan tujuan agar penelitian lebih terarah

c. Studi dokumentasi

Penelitian dalam hal ini pengumpulan data melalui berkas-berkas, arsip, majalah, dan serta dokumentasi lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

(20)

13

4. Metode Analisi Data

Agar diperoleh pemecahan dalam masalah ini maka dilakukan beberapa proses dalam menyajikan data untuk selanjutnya diperoleh kesimpulan – kesimpulan , digunakan metode sebagai berikut :

a. Deskriptif : Analisa Data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif , yaitu penulis menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan dalam adat betawi daerah kembangan Utara Jakarta Barat

b. Sedangkan dalam penulisan skripsi ini Penulis menggunakan buku “Pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi” yang diterbitkan oleh

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Pembahasan

Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, metode pembahasan dan teknik penulisan serta sistematika penyusunan.

(21)

Barat. Dalam bab ini akan dijelaskan letak geografis wilayah kembangan utara. Serta keadaan demografis serta keadaan sosiologis dan keadaan keagamaan wilayah kembangan utara Jakarta barat. Bab IV: Pandangan hukum Islam tentang tatacara khitbah dan walimah pada

masyarakat betawi kembangan utara jakarta barat. Dalam bab ini di jelaskan tentang prosedur pernikahan pada masyarakat betawi di daerah kembangan utara. Serta di jelaskan pendapat tokoh masyarakat adat betawi. Dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan menurut syari’at Islam.

(22)

15 BAB II

KHITBAH DAN WALIMAH DALAM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM

Perkawinan merupakan salah satu sunantullah yang umumnya berlaku pada makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1. Firman Allah:

51

49

Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (Az- Zariyyat 51 /49)

Namun demikian, Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti mahkluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dalam berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki. 2Allah berfirman pula:













)

30

21

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”( Ar-Rum 30/21).

1

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa Moh. Thalib, dari buku fiqh sunnah, (bandung: PT. Al-Ma’arif), jilid 6, h. 7.

2

(23)

Islam sebagai agama yang lengkap, sempurna dan memiliki rincian yang jelas tentang tatanan kehidupan manusia dalam segala bidang termasuk masalah pernikahan, tidak membiarkan masalah pernikahan ini berjalan menurut kemauan hawa nafsu manusia. 3

Islam memberi garis tertentu yang membedakan antara pernikahan menurut Islam dan pernikahan menurut selain Islam. Garis yang ditetapkan Islam ini sejalan dengan fitrah manusia yang diridahi oleh Allah SWT. Kita dilarang keluar dari garis tertentu Islam ini. Oleh karena itu, kita tidak boleh melakukan cara pernikahan yang diproduksi oleh budaya dan tradisi non- Islam yng menyalahi ketentuan Islam.4

Untuk mengetahui petunjuk cara pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam, maka berikut ini akan dipaparkan tentang proses dan tata cara pelaksanaan pernikahan yang Islami dalam hal khitbah, walimah, dan biaya pernikahan.

A. Khitbah (peminangan).

Islam dan Syari’atnya yang bersifat tolerans dan benar telah memberikan pola kidah-kaidah dan dasar-dasar praktis yang harus ditaati bagi seorang peminang, yang ingin melakukan pernikahan. Kaidah-kaidah ini bila ditaati oleh seorang laki-laki atau seorang wanita dalam melakukan pernikahan, maka pernikahan akan bahagia dan kecintaan serta kasih sayang antara suami dan istri. Allah menggariskan agar masing-masing pasangan yang hendak menikah, terlebih

3

Muhammad Thalib, Tuntunan Meminang Islami, (Bandung, Irsyad Baitus Salam,1999), cet I. h-09

4

(24)

17

dahulu saling mengenal (ta’aruf) sebelum dilakukan akad nikah sehingga

pelaksanaan pernikahannya nanti benar –benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas.5 Bahkan semuanya akan hidup di bawah naungan pernikahan yang bahagia dan sempurna serta saling mengerti dan memahami satu sama lain.

Kata “Peminang” berasal dari kata “ pinang atau meminang” (kata kerja)6. Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa arab disebut

“khitbah”. Menurut etimologi meminang atau melamar artinya (antara lain) “meminta wanita untuk dijadikan isteri (bagi diri sendiri atau orng lain)’’.

Menurut terminologi perminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita’’7

atau seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya. Dengan cara-cara yang umum berlaku ditengah-tengah masyarakat, dalam pelaksanan lamaran (khitbah) biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan keadaan dirinya atau keluarganya.8 Tujuannya tidak lain untuk menghindari terjadinya kesalapahaman diantara kedua belah pihak.

Khitbah merupakan pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan, disyari’atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar memasuki

perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran

5

Abdurahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.73.

6

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta:Akademika Pressindo, 1992), edisi pertama, h. 113.

7

Dahlan Idhamy, Azas-Azas Fiqh Munakahat, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1984), h.15.

8

(25)

masing-masing pihak, adakalanya pernyataan keinginan tersebut disampakan dengan bahasa yang jelas dan tegas (sharih) atau dapat juga dilakukan dengan sindiran (kinayah).

Adapun dasar nash al-quran tentang lamaran (khitbah):

1

235

Artinya : “Tidak dosa bagimu meminnag wanita-wanita dengan sindiran atau menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu, Allah SWT mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dari pada itu jangalah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia kecuali sekedar mengucapkan kepada mereka

perkataan ma’ruf (sindiran)…” (Qs, Al-Baqarah ; 235).

Dasar nash Hadits, yaitu Hadits jabir bin Abdullah riwayat Abu Daud :

9

Artinya: “Dari ibnu Jabir r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda Apabila seseorang di antara kamu meminang seorang perempuan, jika ia dapat melihat apa yang dapat mendorongnya semakin kuat untuk

menikahinya , maka laksanakanlah”. (HR. Abu Daud ).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa khitbah (meminang) adalah langkah awal ke arah pernikahan berupa ungkapan ataupun perkataan yang berisi permintaan seorang laki-laki kepada seorang wanita untuk

9

(26)

19

menjadi istrinya10. khitbah di tinjau dari segi bahasa arab adalah lamaran atau permohonan seorang laki-laki kepada seorang wanita yang dipinang untuk dinikahinya.

Jadi hal ini hanya sebatas permohonan saja, terlepas dari diterima atau tidak oleh wanita yang dipinang atai wali wanita yang dipinang atau permohonan tersebut. Pinangan dalam pandangan syari’at Islam bukanlah suatu taransaksi (akad) antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau dengan walinya, akan tetapi pinangan itu tidak lebih dari pada lamaraan atau permohonan untuk menikah.

Dengan diterimanya suatu, pinangan baik oleh wanita yang bersangkutan maupun oleh seorang walinya, tidaklah berarti telah terjadi akad nikah di antara kedua belah pihak. Akan tetapi kata terima itu hanya berarti bahwa laki-laki tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita tersebut pada masa yang akan datang.

Khitbah (meminang) pada lazimnya dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita, tetapi tidak ada larangan wanita terhadap laki-laki.11 Sebagaimana di bolehkan pula bagi wali wanita itu untuk menawarkan pernikahannya pada laki-laki. Sama saja apakah laki-laki yang dipinang itu jejaka atau beristeri. Sejarah telah mencatat adanya seorang wanita yang menghibahkan (menyerahkan diri

10

M. Nasih Ulwan, Tata Cara Meminang Dalam Islam, alih bahasa, Ahmad Al-Wakidy, (Solo: CV. Pustaka Manthiq, 1995),cet ke-4, hal 31

11

(27)

untuk dinikahi) kepada Rasulullah SAW dan Nabi tidak mengingkari perbuatan itu.12

Melakukan khitbah pada dasarnya adalah mubah (boleh) selama tidak ada larangan syara’. Sementara bagi Mazhab Imam Malik bahwa hukum khitbah

adalah sunnah13. Namun kadang ada pula pinangan itu menjadi makruh, seperti pinangan yang berlangsung pada waktu ihram haji maupun ihram umrah. Dalam sebuah hadits yang telah diriwayatkan dari aban bin Utsman r.a:

14

Artinya: “Bersabda Rasulullah SAW, bahwa Seorang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan serta tidak boleh pula melakukan pinangan” (HR. Muslim).

Senada dengan Imam Gurunya Imam al-Syafi’i juga memberi alasan yang sama yaitu sunnah melakukan khitbah tetapi makruh bagi muhrim laki-laki yang ihram atau muhrimah perempuan yang ihram dilarang melakukan aqad nikah15. Dasar laranganya itu adalah hadits Ustman bin affan berbunyi :

12

Abd Nashir Taufiq Al-Athar, Saat Anda Meminang, (Jakarta: Pustaka Azzam,2001),h.25.

13

Ahmad Sudirman Abaas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antara Mazhab,

(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), hal. 92.

14 Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu’aziim al-Mundziriy,

Mukhtasar Shahih Muslim,

(Riyadh: Darussalam, 1996), cet. 1, h.407

15

(28)

21

16

Artinya : “Dari Ustman bin affan RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : seorang laki-laki yang sedang berihram (memakai pakaian ihram dalam berhaji dan umrah) tidak dapat (dilarang) melakukan akaq nikah, tidak dapat (dilarang) dinikahkan dan dilarang melakukan

lamaran atau dilamar.” (HR. Muslim)

Ulama yang lain berpendapat bahwa hukum pinangan itu disesuaikan dengan hukum pernikahan, sebab pinangan merupakan pintu gerbang menuju pernikahan17 . Apabila pernikahan tersebut hukumnya mubah, maka pinangan yang dilakukan juga mubah dan jika pernikahan itu hukumnya wajib maka pinangan yang dilakukan berstatus wajib. Sedangkan bila pernikahan itu hukumnya sunnah, maka pinangan hukumnya sunnah. Demikian pula jika pernikahan itu pernikahan yang diharamkan, maka pinangan yang dilakukan pun haram, dan bila pernikahan itu hukunya makruh, maka pinangan tersebut juga menjadi makruh. Tetapi pendapat ulama yang mengatakan hukum pinangan disesuaikan dengan hukum pernikahan dapat dibantah karena pinangan itu tidaklah selamanya mengikuti hukum pernikahan.

Islam membolehkan pembatalan pinangan, dengan syarat dalam melakukan pembatalan pinangan harus didasarkan dengan alasan yang rasional,

16

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram

17

(29)

tidak boleh bila pembatalan pinangan dilakukan tanpa alasan yang tidak sesuai dan tidak dibenarkan oleh syara, karena akan mengecewakan salah satu pihak.18

1. Syarat-syarat Khitbah (peminangan) Ada dua syarat meminang, yaitu19 :

a. Syarat Muhtasinah. Yang dimaksud syarat muhtasinah adalah syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang wanita agar ia meneliti terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya tersebut, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga kelak. Yang termasuk ke dalam syarat muhtasinah adalah:

1) Wanita yang akan dipinang itu hendaklah sejodoh (sekufu) dengan laki-laki yang meminangnya.

2) Wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan wanita yang peranak. 3) Wanita yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang akan

meminangnya.

4) Hendaklah mengetahui keadaan-keadaan jasmaninya, budi pekertinya dan sebagainya dari wanita yang akan dipinangnya dan sebaliknya, yang dipinangn sendiri harus mengetahui lelaki yang dipinangnya.20

18

Subki Djunaedi, Pedoman Mencaridan Memilih Jodoh, (bandung:CV. Sinar baru, 1992), h.118.

19

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang 1993), cet, III, h. 33.

20

(30)

23

5) Misi advokasi, jika dalam poin satu disebutkan syarat setara (sekufu) yang menitik beratkan pada kesamaan seperti starata, pendidikan, agama, dan tidak menutup kemungkinan pada masalah-masalah fisik, maka dalam misi advokasi berlaku kebalikan. Orang yang berharta dianjurkan untuk menikahai orang miskin, karena untuk membantunya. Yang berpendidikan dianjurkan untuk menikahi orang yang kurang berpendidikan dengan tujuan untuk mendidiknya. Bagi yang beragama Islam dianjurkan untuk menikahi non muslim dengan tujuan untuk mengislamkanya. Bagi yang berpangkat di anjurkan untuk menikahi dengan kaum sudera, dengan alasan untuk menghilangkan sekat-sekat strata. Inilah yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan menikahi para janda21.

b. Syarat Lazimah. Yang dimaksud dengan syarat lazimah adalah syarat yang harus dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Yang termasuk kedalam syarat ini adalah

1) Wanita yang akan dinikahi tidak sedang ada dalam pinangan orang lain. Namun laki-laki yang meminangnya telah melepaskan hak pinangannya, Berdasarkan hadits:

21

(31)

22

Artinya :“Dari Umar r.a. Berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda: Janganlah seorang laki-laki meminang pinangan saudaranya, hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau mengizinkannya (melakukan pinangan)”. (HR. Bukhari).

Disebutkan pula dalam Hadits lain:

23

Artinya : “Dari Abdurrahmann Bin Syumasah, bahwa dia telah mendengar

Uqbah bin Amir r.a. berkata dia atas mimbar, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, „Seorang mukmin tidak boleh membeli sesuatu yang masih dalam penawaran saudaranya, juga tidak boleh melamar perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya

kecuali jika ia telah meninggalkannya atau melepasnya”. (HR.

Muslim).

Dari dua buah hadits di atas jelas menunjukan kepada adanya larangan bagi seorang laki-laki muslim untuk meminang wanita yang secara resmi telah dipinang oleh laki-laki lain. Adapun hikmah larangan meminang perempuan yang telah dipinang yang dengan jelas menerima pinangan tersebut. Karena

22ِِ

Abii Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr), juz-3, h. 251.

23

(32)

25

perbuatan tersebut merusak hati dan memberi kemudharatan kepada peminang pertama, sedangkan merusak perasaan seseorang itu hukumnya adalah haram.

Di antara ada yang merasa perlu untuk memberi pengajaran bagi pelaku perbuatan ini dengan suatu hukuman ta’zir. Hukuman itu ditetapkan oleh sang Imam atau putusan qadhi (hakim) seperti membayar denda, hukuman dera atau mempermalukannya, hukuman ini ditetapkan karena orang tersebut telah melakukan perbuatan maksiat.

Jumhur Ulama berpendapat jika seseorang meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain dan wanita tersebut menerimanya, lalu melangsungkan akad nikah dengan peminang yang terahir, maka pernikahannya dianggap sah dan tidak boleh dibatalkan24. Karena peminangan tidak ada sangkut pautnya dengan akad nikah dan peminangan bukan termasuk salah satu rukun dan bukan pula termasuk dalam syarat sah pernikahan.

Sementara sebagian ulama berpendapat, apabila terjadi akad nikah dengan wanita yang berada dalam pinangan orang lain, maka pernikahan tersebut dibatalkan, alasannya adalah karena larangan meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain hukumnya adalah haram25

24

Abd. Nashir Taufiq Al-Athar, h. 79-81.

25

(33)

Tetapi alasan dapat dibantah, karena larangan untuk meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain, hanya sebatas pada pinangan, tidak termasuk haran untuk menikah.

Dengan demikian, larangan untuk meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain adalah larangan yang menitik beratkan pada adab-adab Islam dan tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan26.

Alasan yang membolehkan bagi seseorang untuk meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain adalah ketidak tahuan terhadap pinangan terlebih dahulu atau dia mengetahui pinangan namun tidak tahu bahwa pinangan itu diterima. Namun sebaiknya jika seseorang laki-laki ingin meminang seorang wanita terlebih dahulu menyelidiki status wanita tersebut.

Jumhur Ulama berpendapat, bahwa meminang wanita yang telah dipinang orang lain hukumnya haram berkata Al-Khatibi, bahwa larangan disini adalah adab sopan santun bukan larangan haram27. Menurut Imam Syafi’I dan Imam Hanbali, bahwa meminang itu haram jika telah diterima

pinangaan yang pertama oleh pihak wanita. Tetapi apabila pinangan ditolak, maka tidaklah haram meminangnya.

Menurut Jumhur Ulama (termasuk Imam Syafi’i dan Imam Malik),

bahwa meminang wanita yang dipinang oleh laki-laki yang meminang pertama itu bukan orang Islam, maka haram juga orang Islam meminangnya,

26

Abd. Nashir Taufiq Al-Athar, h. 81.

27

(34)

27

karena menjaga pergaulan dan hubungan baik sesama warga Negara meskipun berlainan agama28.

Menurut Amir Husain dalam kitabnya as-Syifa sesungguhnya boleh meminang wanita sholehah yang dipinang oleh orang fasik29. Pendapat demikian dikutip juga dari Ibnu Qasim, sahabat Malik dan diperkuat oleh Ibnu Arabi dan pendapat itu lebih dekat kepada kebenaran, apabila wanita yang dipinang itu adalah wanita suci lagi sholehah dengan demikian orang fasik itu jelas tidak sekufu dengan wanita suci lagi sholehah itu.

2) Wanita yang tidak dalam masa iddah. Haram hukumnya meminang seorang wanita yang dalam masa talak raj’i. Apabila wanita yang dalam masa iddah

raj’i yang lebih berhak mengawininya kembali adalah bekas suaminya.

Kaitannya dengan hukum haram lamaran atau pinangan, dibagi menjadi tiga30:

a) Boleh dilamar atau dipinang wanita yang dicerai dan wanita belum disetubuhi, sebab wanita tersebut sama sekali tidak masuk dalam hitungan iddah menurut kesepakatan para Ulama, yang didasarkan kepada firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab (33): 49.

28

Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: tp, 1995), h. 11-12.

29

Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulus as-Salaam,., h.413.

30

(35)























33

49

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”.(QS. Al-Ahzab 33: 49).

b) Wanita yang tidak boleh dilamar atau dipinang baik isyarat maupun secara terang-terangan, yaitu wanita yang ditalak raj’i, karena masih dalam hukum wanita yang diperistri.

c) Wanita yang boleh dilamar atau dipinang dengan isyarat, tapi tidak boleh terang-terangan, yaitu wanita pada masa iddah karena suaminya meninggal dunia31.

d) Wanita yang dilamar atau dipinang itu tidak berada dalam ikatan pernikahan dengan laki-laki lain32. Contoh dari ucapan terang-terangan dan sindiran dalam pinangan seperti, bahasa terus terang yaitu : “Bila

kamu dicerai oleh suamimu saya akan mengawini kamu”, atau dengan

31

Butsainan as-Sayyid al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h.54-55.

32

(36)

29

bahasa sindiran seperti “Jangan khawatir dicerai suamimu, saya akan melindungimu”.

Dalam hukum Islam, ada wanita-wanita yang boleh dinikahkan dan ada pula yang tidak boleh di nikahkan. Wanita yang tidak boleh dinikahkan tentu jelas tidak boleh dipinang. Wanita yang boleh di nikahkan tentu jelas wanita tersebut boleh dipinang.

2. Etika meminang (khitbah)

Membicarakan etika peminangan tidak dapat dipisahkan dengan syaratnya. Kerena dilihat dari arti etika peminangan itu sendiri adalah tata cara atau sopan santun di dalam peminangan antara peminang dengan yang dipinang atau walinya yang dipinang, tentu merupakan rangkaian yang bersamaan dengan syaratnya. Seorang laki-laki yang akan meminang seorang wanita dianjurkan meneliti terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Hal ini termasuk kedalam syarat mustahsinah33, yaitu:

a. Wanita yang akan dipinang tidak sedang ada dalam pinangan orang lain, ataupun dalam pinangan orang lain namun laki-laki yang meminangnya telah melepaskan hak pinangannya. Bedasarkan Hadits:

33

(37)

34

Artinya : “Dari Umar RA. Berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda: janganlah seorang laki-laki meminang pinangan saudaranya, hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau

mengizinkannya (melakukan pinangan)” (HR. Bukhari).

Disebutkan pula dalam hadits lain :

35

Artinya : “Dari Abdurrahman bin Syumasah, bahwa dia telah mendengar

Uqbah bin Amir RA berkata di atas mimbar, “Sesungguhnya

Rasulullah SAW bersabda, „Seorang mukmin itu saudara mukmin

yang lain. Oleh karena itu seorang mukmin tidak boleh membeli sesuatu yang masih dalam penawaran saudaranya, juga tidak boleh melamar perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya kecuali jika ia telah meninggalkannya”. (HR. Bukhari).

Dari dua buah hadits di atas jelas menunjukan kepada adanya larangan bagi seorang laki-laki muslim untuk meminang wanita yng secara resmi telah dipinang oleh laki-laki lain. Di antaranya ada yang merasa perlu untuk memberi pengajaran bgi pelaku perbuatan ini dengan suatu hukuman ta’zir. Hukuman itu ditetapkan oleh sang imam atau putusan hakim (qadhi) seperti membayar denda, hukuman dera atau mempermalukannya, hukuman ini ditetapkan karena orang tersebut telah melakukan perbuatan maksiat.

34ِ

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, h.251.,

35

(38)

31

Sementara sebagian ulama berpendapat, jika terjadi akad nikah dengan wanita dengan wanita yang berada dalam pinangan orang lain, maka pernikahan tersebut di batalkan, alasannya adalah karena larangan meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain adalah haram hukumnya. Tetapi alasan dapat dibantah, karena larangan untuk meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain, hanya sebatas pada pinangan, tidak termasuk haram untuk menikah.

Dengan demikian, larangan untuk meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain adalah larangan yang menitik beratkan pada adab-adab Islam dan tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan. Alasan yang membolehkan bagi seseorang untuk meminang wanita yang berada dalam pinangan orang lain adalah ketidak tahuan terhadap pinangan terlebih dahulu atu dia mengetahui pinangan namun tidak tahu bahwa pinangan itu diterima. Namun sebaliknya jika seorang laki-laki ingin meminang seorang wanita terlebih dahulu menyelidiki status wanita tersebut.

b. Wanita yang sedang dalam sedang masa iddah, kaitannya dengan hukum haram lamaran atau pinangan sampai habis masa iddahnya.36

c. Wanita yang dilamar atau dipinang tersebut tidak berada dalam ikatan pernikahan dengan laki-laki lain37.

36

Butsainan as-Sayyid al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, h. 54-55.

37

(39)

d. Wanita yang berlainan Agama (musyrikah) sebagai mana firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Baqarah ; 2: 221.











2

221

Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS. Al-baqarah : 221)

e. Wanita yang sedang berihram dalam ibadah haji atau umrah. Dilarang melakukan aqad nikah dan melakukan lamaran.

Dalam hukum Islam, ada wanita-wanita yang boleh dinikahkan dan ada pula yang tidak boleh dinikahkan. Wanita yang tidak boleh dinikahkan tentu jelas tidak boleh dilamar atau dipinang, wanita yang boleh dinikahkan tentu jelas boleh dipinang.

3. Tujuan meminang (khitbah)

Setiap orang yang melakukan peminangan sebelum akad pernikaha, adalah untuk merealisasikan tujuan yang sangat banyak, diantaranya adalah:38

38

(40)

33

a. Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dengan yang dipinang serta keluarga kedua belah pihak. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang (mawaddah) selama masa peminangan, setiap salah satu dari kedua belah pihak akan memanfaatkan momen ini secara maksimal dan penuh kehati-hatian dalam mengenal pihak yang lain, berusaha untuk menghargai dan berinteraksi dengannya.

b. Ketentraman jiwa, karena sudah merasa cocok dengan masing-masing calon pasangannya, maka memungkinkn bagi keduanya merasa tentram dan yakin dengan calon pasangan hidupnya.

B. Walimah (Perjamuan )

Walimah berasal dari kata( َمِلَوْلَأ ) yang artinya pesta pengantin atau bisa juga di sebut sebagai makanan yang disediakan khusus dalam acara perkawinan39.

Kata urus digunakan untuk “akad” dan “menggauli”. Akan tetapi Ulama fiqh para ahli fiqh menggunakan istilah tersebut untuk yang kedua, yaitu menggauli. Maka yang dimaksud dengan “walimah al-urus” menurut mereka adalah undangan untuk menghadiri perjamuan yang diadakan ketika hendak menggauli seorang wanita (yang diperistri)40.

39

Slamet Abidin & H. Aminudin, fiqih munakahat, (Bandung, cv. Pustaka Setia, 1999), cet ke-1

40

(41)

Adapula yang mengartikan walimah dengan pesta, perayaan, upacara, jamuan atau kenduri yang dimaksudkan untuk melahirkan kegembiraan dan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada dirinya.41

Yang terpenting dari adanya walimah adalah pengumuman atas telah berlangsungnya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat serta teman-temannya. Sekaligus untuk memasukan kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam jiwa mereka42.

1. Hukum dan Waktu Pelaksanaan Walimah

Adapun hukum walimah, yaitu walimah al-urus (pesta perkawinan) dengan mengundang orang-orang, hukumnya sunnah muakkad. Sunnah mengadakan perjamuan pernikahan yang dapat menenangkan jiwanya dan sebatas yang dimampukan orang setara dengannya. Jika ia mampu menyembelih hewan bagi mereka, maka disunnahkan tidak kurang dari seekor kambing, karena itulah batas minimal yang diminta bagi yang mampu, bedasarkan sabda Rasulullah SAW kepada Abdurrahman bin „Auf :

43

41

M. Abdul Majid, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-14 h. 417.

42

Mahmud Mahdi al-Istanbuli, kado perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, (Jakarta, Pustaka Azzam 2000), cet ke-4 h. 467.

43

(42)

35

Artinya: “Dari Abdurrahman bin Auf, Rasulullah SAW bersabda: Rayakanlah walimah sekalipun dengan memotong seekor kambing”. (HR. Bukhari).

Sedangkan apabila tidak mampu, maka cukup dengan apa yang ia mampukan. Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan:

44

Artinya: “Bahwa Nabi SAW pernah merayakan pernikahan dengan salah seorang istrinya dengan dua mudd gandum”(HR. Bukhari).

Syafi’iyah berpendapat bahwa, disunahkan membuat makanan dan

mengundang orang setiap kali mendapat kebahagiaan atau kesenangan, baik berupa perkawinan (walimah al-Urus), sunatan (khitan) atau datang dari berpergiaan jauh dan lain sebagainya. Akan tetapi pesta dalam acara jamuan pernikahan tentu lebih besar. Mengadakan perjamuaan ketika dating dari perjalanan itu disunnahkan hanyalah bila perjalanan itu memakan waktu yang lama secara „urf’ ke daerah-daerah yang jauh. Sedangkan apabila perjalanan

itu singkat atau ke daerah-daerah yang dekat, maka tidak disunnahkan mengadakan perjamuan. Sedangkan wadhimah (jamuan ketika ada kematian ), maka disunnahkan dari tetangga mayit.

Malikiyah berpendapat bahwa walimah (pesta perkawinan) hukumnya mandub, bukan wajib dan bukan pula sunnah bedasarkan pendapat yang shahih, mandub hanyalah pesta pernikahan (walimah al-„urus). Sedangkan

44

(43)

selain pesta pernikahan, seperti jamuan khitan, hukumnya boleh, bukan wajib dan tidak juga mustahab.

Hanafiyah mereka berpendapat bahwa yang sunnah hanyalah pesta pernikahan (walimah al-urus). Yakni ketika seorang laki-laki hendak menggauli istrinya maka di sunnahkan mengundang sanak keluarga, tetangga dan teman-temannya dengan menyediakan makanan serta menyembelih hewan untuk mereka. Sedangkan undangan pesta selain pernikahan, seperti undangan pesta khitanan dan lain sebagainya itu boleh selama tidak mengandung sesuatu yang dilarang agama.

Hanabilah berpendapat bahwa yang sunnah hanyalah undangan jamuan perkawinan saja. Sedangkan macam-macam undangan lainya yang telah disebutkan tadi, hukumnya boleh selain undangan jamuan kematian, maka yang demikian itu makruh.

2. Menghadiri Undangan Walimah

Menghadiri undangan walimah, yaitu perjamuan pernikahan secara khusus, adalah fardu. Maka bagi yang diundang menghadiri undangan selain walimah , yaitu seperti perjamuan-perjamuan khitan, perjamuan ketika datang dari bepergian jauh dan lain sebaginya hukumnya sunnah. Menghadiri walimah hukumnya wajib atau sunnah hanyalah dengan beberapa syarat45 :

45

(44)

37

Malikiyah berpendapat bahwa hukum menghadiri undangan walimah adalah wajib dengan alasan sebagai berikut :

a. Yang diundang itu tertuju secra eksplisit (langsung) atau inplisit (tidak langsung ). Contoh pertama, yaitu orang yang punya hajat (shahib al-walimah) mengundang orang tersebut secara langsung maupun lewat utusannya sekalipun utusan itu masih anak-anak.

b. Walimah itu tidak mengandung sesuatu yang munkar dalam pandangan syari’at, misalnya memakai permadani sutera, menggunakan tempat

makan dan minuman dari emas atau perak, ataun terdapat sesuatu yang haram didengar seperti nyanyian yang mengandung hal-hal yang tidak di bolehkan oleh syari’at.

c. Di tempat walimah itu tidak dipajang patung manusia atau hewan

Syafi’iyah berpendapat, syarat wajib menghadiri undangan walimah

al-nikah dan syarat sunnah menghadiri undangan lainnya, antara lain46 : a. Yang mengundang tadi tidak mengkhususkan undangan untuk

orang-orang kaya saja, tetapi termasuk juga orang-orang-orang-orang miskin.

b. Undangan tersebut pada hari pertama dari hari-hari walimah. Jika dirayakan selama tiga hari atau lebih, misalnya sampai tujuh hari, maka yang wajib hanyalah yang pertama.

46

(45)

c. Yang mengundang itu seorang muslim . jika ia kafir, maka menghadiri undanganya hukumnya tidak wajib. Akan tetapi jika ia kafir dzimmi sunnah untuk menghadiri.

d. Yang mengundang itu mempunyai hak penuh dalam membelanjakan hartanya. Jika yang mengundang tadi belum cukup usia, maka menghadiri undangan tersebut haram, tetapi jika yang mengundang itu walinya dari harta sendiri, maka menghadririnya wajib.

e. Yang mengundang memutuskan sendiri orang yang akan diundangnya tau lewat utusannya.

f. Ia mengundang bukan karena takut kepadanya karena pangkat atu kedudukan seseorang.

g. Yang mengundang bukan orang fasik, jahat dan sombong.

h. Sebagian banyak dari hartanya yang mengundang itu tidak haram. Jika demikian, maka menghadiri undangannya makruh. Jika ia tahu bahwa makanan yang dihidangkan itu dari harta haram, maka haram memakannya, karena harta yang di dapat dari hasil yang haram maka haram untuk dimakan.

Hanafiyah mereka berpendapat bahwa menghadiri undangan tidak sunnah kecuali dengan beberapa syarat 47:

a. Yang mengundang bukan orang yang suka berbuat kefasikan (kemaksiatan) dengan terang-terangan. Maka menghadiri undangan orang

47

(46)

39

fasik dan zalaim tidak sunnah, karena memang selayaknya kita menjaga diri untuk tidak makan-makanan orang zalim.

b. Hendaklah sebagian besar dari hartanya itu tidak haram. Jika diketahui demikian, maka tidak wajib menghadiri undangannya, dan ia tidak boleh makan sebelum yang mengundang tadi memberi tahu bahwa harta yang digunakan untuk membuat makanan itu halal yang diperoleh dari harta waris dan sebagainya. Jika sebagian besar harta itu halal, maka tidak apap-apa menghadirinya.

c. Walimah itu tidak mengandung kemaksiatan, seperti khamar dan lain sebgainya. Barangsiapa memndapat undangan walimah, tidak disunnahkan hadir bila tahu bahwa walimah itu mengundang kemaksiatan, jika tidak tahu, maka tuntutan menghadiri walimah itu tidak gugur. Bila ia hadir dan tahu lalu mendapatkan kemaksiatan seperti minum khamar dan memajang patung, maka jika berada di tempat hidangan, ia tidak boleh duduk bahkan wajib keluar.

d. Yang diundang tidak mempunyai uzur yang bersifat syar’i, seperti sakit dan lain sebagainya.

e. Yang mengundang menujukan secara langsung atau tidak langsung orang yang di undangnya.

f. Undangan walimah itu pada waktunya yang disyari’atkan.

(47)

a. Undangan itu tertuju langsung (eksplisit) kepada dirinya. Jika ia diundang secar tidak langsung (implisit) bersama orang-orang. Misalnya orang yang mengundang tadi mengumumkan kepada orang lain untuk menyampaikan undangannya.

b. Yang mengudang itu muslim maka haram ditinggalkan. Jika yang mengundang seorang zimmi (orang bukan islam yang berada di bawah lindungan pemerintah islam), maka menghadiri undangan tersebut hukumnya makruh. Demikian juga apabila yang mengundang orang zalim, fasik, ahli bid’ah atau mengundang karena kesombongan, maka

menghadiri undangan tersebut tidak wajib, bahkan makruh.

c. Mata pencarian orang yang mengundang itu bersih. Jika seluruh mata pencariannya kotor, maka tidak wajib menghadiri undangannya, bahkan haram.

d. Orang yang diundang mampu menghadiri undangan tersebut. Jika sakit atau dapat menyebabkan orang lain sakit, atau sedang sibuk menjaga hartanya sendiri atau harta orang lain, atau ketika cuacanya yang tidak menentu.

(48)

41

f. Diundang pada hari pertama. Jika di undang pada hari kedua, maka tidak wajib hadir, melainkan sunnah, jika diundang pada hari ketiga maka hukumnya makruh.

Dapat disimpulkan bahwa menghadiri walimah al-nikah terdapat beberapa ketentuan bedasarkan pendapat dari imam mazhab di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Yang mengundang bukan orang yang jelas-jelas fasik atau dzalim atau ia mempunyai tujuan tertentu yang tidak baik, seperti membanggakan dirinya sendiri dan kesombongan, atau untuk mempengaruhi yang diundang agar dapat memberikan dukungannya dalam kemaksiatan, seperti undangan seorang hakim agar orang tersebut menjadi di lancarkan dalam urusan keputusannya.

b. Yang diundang tidak berhalangan karena berhalangan suatu alasan yang bersifat syar’i yang membolehkannya mengundurkan diri dari para

undangan, seperti sakit dan lain sebagainya. Jika mengundangnya melalui utusan maka undangan tersebut itu tidak wajib tetapi sunnah.

(49)

C. Biaya Pernikahan

Yang dimaksud dengan biaya pernikahan di sini ialah sejumlah harta yang dikeluarkan untuk membiayai pelaksanaan walimah. Syari’at islam mnganjurkan

untuk bersederhana dalam penyelenggaraan walimah, dan menjauhi perihal yang bermewah-mewahan, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan walimah pernikahan Nabi SAW dan para sahabat yang jauh dari membebani diri. Anas bin Malik menceritakan, “Tidaklah Nabi SAW berpesta walimah atas sesuatupun dari

istri-istrinya, tiadalah walimah terhadap zainab selain seekor kambing.48

49

Artinya : Dari Syafiah puteri syaibah Ra, ia berkata : Rasulullah SAW, mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya dengan dua mud gandum (HR. Imam Bukhari)

Dalam riwayat lain diceritakan dari Anas, ia berkata:

50

48

Syekh Ali Makhfudz, Bahaya Bid’ah Dalam Islam, Alih Bahasa Ja’far Sujarwo, (Surabaya Pustaka Porogresif 1985), cet ke-2, h. 467.

49

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, h.533

50

(50)

43

Artinya : Dari anas Ra, “Rasulullah SAW tinggal diantara Khaibar dan Madinah selama tiga malam, ketika menikah dengan Shafiah. Saya mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimahnya. Dalam walimah itu tak terdapat roti dan daging. Kulit yang sudah disamak digelar (tikar) dibentangkan, lalu diletakkan kurma, keju dan samin diatasnya. Kemudian tamu memakan dengan puas.51 (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitulah gambaran kesederhanaan yang diperaktekan oleh Rasulullah SAW dalm menyelenggarakan walimah atas pernikahannya. Kesederhanaan tersebut juga dicontoh oleh para sahabat, diantaranya ketika Fatimah putri Rasulullah SAW menikah dengan Ali bin Abi Thalib, makanan yang dihadapi pada saat walimah adalah satu baki kurma.52

51

Muhammad Nashiruddin Albani, Bagaimana Anda Menikah, Alih Bahasa : Salim Basyarahil (Jakarta, Gema Insani Press, 1993), cet ke-13, h. 48.

52

(51)

44

A. Letak Geografis Kelurahan Kembangan Utara

Wilayah kelurahan kembangan utara kecamatan kembangan jakarata barat. Adalah suatu wilayah yang berbatasan dengan batas-batas wilayah :

Sebelah Utara : Kelurahan Kedaung Kali Angke Sebelah Timur : Kelurahan Kedoya

Sebelah Selatan : Kelurahah Kembangan Selatan Sebelah Barat : Kelurahan Rawa Buaya

Sedangkan secara orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan) jarak dari pusat pemerintah propinsi DKI Jakarta. Jarak dari pusat pemerintahan kotamadya dan jarak dari kecamatan.

[image:51.612.117.541.55.418.2]
(52)

45

B. Keadaan Demografis

Keadaan Demografis kelurahan kembangan utara Jakarta barat bahwa pada dasarnya pemerintahan kelurahan atau desa telah diatur dalam bentuk perundang-undangan yang tertuang dalam UU No.5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa atau kelurahan dan penjabaran UU tersebut terutama dalam bidang tata kerja pemerintahan desa atau kelurahan di daerah kembangan utara Jakarta barat telah diatur dalam bentuk peraturan daerah 228 tahun 2004.

Wilayah kembangan utara Jakarta barat sama halnya dengan wilayah lainnya, kelurahan kembangan utara sebagiah besar wilayah untuk pemukiman. Sehingga tidak heran apabila tiap tahun jumlah penduduk kelurahan kembangan utara bertambah dan pembangunan fisik pun terus berkembnag mengikuti arus jaman. Hal ini dapat dilihat dari table dibawah ini:

[image:52.612.145.522.439.641.2]

Tabel I

MOBILITAS PENDUDUK JUMLAH KET

Datang Pindah

Datang dalam satu kecamatan

Datang dari luar kecamatan Datang dari dalam propinsi Datang dari luar propinsi Pindah dari dalam kecamatan

Pindah dari luar kecamatan Pindah keluar propinsi

69 orang 28 orang 9 orang 85 orang 39 orang 307 orang

38 orang 19 orang 9 orang

(53)

dan teratur. Ini dapat dilihat dari lengkapnya para staf kelur4ahan yang ada, hal ini terbukti dari ketertiban pelayanan kepada masyarakat di kelurahan kembangan utara. Seperti dalam pengurusan kartu tanda penduduk (KTP), surat keterangan berkelakuan baik dan penyaluran bantuan berupa beras miskin (raskin).

Kuantitas penduduk kelurahan kembangan utara Jakarta barat termasuk wilyah yang populasinya sangat cepat, sehingga jumlah penduduk makin meningkat menurut data yang ada jumlah penduduk secara keseluruhan 30.463 jiwa yang terdiri dari 16.000 jiwa berjenis kelamin laki-laki, hanya 14463 jiwa berjenis kelamin perempuan, dari 16. 000 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki hanya 11. 300 yang wajib KTP dan 14. 463 yang bekum. Perempuan hanaya 10.200 yang wajib KTP selebihnya belum wajib KTP dan terdiri dari 73.62 KK.

Dalam meningkatkan kesejahtraan keluarga pemerintah kelurahan kembangan utara Jakarta barat mengadakan kegiatan-kegiatan seperti:

1. Memanfaatkan pekarangan rumah atau lahan kosong untuk ditanami tumbuh-tumbuhan obat sesuai dengan program pemerintah

Gambar

GAMBARAN UMUM WILAYAH KELURAHAN KEMBANGAN UTARA
MOBILITAS PENDUDUK Tabel I JUMLAH
Tabel II
Table III NO  SARANA PENDIDIKAN
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru (selain itu misalkan dalam bentuk lembar kerja, tugas mencari materi dari buku paket atau buku-buku penunjang

Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa kinayah adalah suatu ungkapan yang biasa dipakai oleh suatu kaum (dalam hal ini orang arab sebagai penutur asli bahasa Arab) dan

Hal ini bisa dipahami bahwa disiplin pasar di Indonesia berlaku bukan atas dasar rasio biaya bunga, karena persyaratan rasio bunga yang se- makin tinggi atau tingkat bunga

Perbedaan bobot basah tajuk ini terjadi karena pada bahan tanaman dengan panjang slip 30 cm masih tersimpan banyak cadangan makanan yang dapat dialirkan ke

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk merancang aplikasi media pembelajaran dengan mempertimbangkan aspek usabilitas aplikasi sehingga dapat dirancang aplikasi

Pada tahap ini akan dilakukan analisa dari hasil perhitungan dan kesimpulan diantaranya adalah jumlah konsumsi hidrogen dan oksigen, kapasitas tangki hidrogen dan

Dengan 2 strategi ini berhasil dalam meningkatkan muzakki pada Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah Nahdlatul Ulama Lampung, dengan penghimpunan yang selalu meningkat,

241 Berdasarkan hasil observasi aktivitas Guru dan siswa serta hasil akhir tindakan diatas maka peneliti merencanakan Siklus II agar pembelajaran dengan metode STAD ini lebih