• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving pengemudi motor usis remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving pengemudi motor usis remaja"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

NADIYYA UTAMI

NIM : 105070002247

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

NADIYYA UTAMI

NIM : 105070002247

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Lutfi, M.Psi Mulia Sari Dewi, M.Si.,Psi

NIP. 197307102005011006 NIP.197805022008012026

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

(3)

DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PENGEMUDI MOTOR USIA REMAJA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 9 Desember 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP.130 885 522 NIP. 19561223 198303 2001

Anggota:

M. Avicenna, M.HSc.Psy Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si

NIP. 197709062001122004 NIP. 19620724198902001

Ikhwan Luthfi, M.Psi Mulia Sari Dewi M.Si.,Psi

NIP. 19730710 200501 1006 NIP. 197805022008012026

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Nadiyya Utami

NIM : 105070002247

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Persepsi Risiko

Kecelakaan dengan Aggressive Driving Pengemudi Motor Usia Remaja” adalah

benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam dalam menyusun skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 30 Novemver 2010

Nadiyya Utami

Email : Nadiyyashinnodaa@gmail.com

(5)

Sabar dalam mengatasi

kesulitan dan bertindak

bijaksana dalam mengatasinya

adalah sesuatu yang utama.

(6)

Teruntuk ayahanda dan ibunda,

dan semua orang yang memiliki kepekaan dan

kepedulian sosial terhadap lingkungannya

(7)

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) November 2010

(C) Nadiyya Utami

(D) Hubungan persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving

pengemudi motor remaja

(E) Halaman : xv + 83 halaman + lampiran

(F)Meningkatnya jumlah pengendara motor menimbulkan persoalan dalam berbagai bidang, salah satunya persoalan kecelakaan lalu lintas. Pengemudi sepeda motor menjadi penyumbang kecelakaan lalu lintas terbesar, terutama pengemudi motor remaja. Pengemudi remaja terkenal dengan perilaku mengemudinya yang tidak aman, seperti ngebut, membuntuti kendaraan lain terlalu dekat dan menerobos lampu merah. Perilaku-perilaku tersebut merupakan perilaku aggressive driving, yaitu perilaku mengemudi yang dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan dan atau upaya untuk menghemat waktu (Tasca, 2000). Perilaku aggressive driving bermula dari adanya persepsi risiko kecelakaan pada diri remaja. Persepsi risiko kecelakaan adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan dan seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya (Sjoberg, Moen & Rundmo, 2004).

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving pengemudi motor remaja. Jenis penelitian ini adalah korelasional. Responden penelitian berjumlah 100 orang yang ditentukan dengan teknik non probability sampling dengan jenis

purposive sampling. Instrumen yang digunakan berbentuk skala likert yang terdiri dari dua skala. Skala persepsi risiko kecelakaan yang berjumlah 42 item dan skala aggressive driving yang berjumlah 20 item. Dari hasil uji validitas persepsi risiko kecelakaan, diperoleh skor validitas antara 0.312-0.670 dengan reliabilitas sebesar 0.9218. Sedangkan dari hasil uji validitas

aggressive driving diperoleh skor validitas antara 0.314-0.671 dengan reliabilitas 0.8393.

(8)

terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dengan

aggressive driving pengemudi motor remaja. Arah hubungan kedua variabel tersebut negatif, yang berarti semakin tinggi persepsi risiko kecelakaan seseorang, aggressive drivingnya cenderung rendah. Sebaliknya, semakin rendah persepsi risiko kecelakaan seseorang, maka semakin tinggi perilaku

aggressive drivingnya.

Dari hasil penelitian diperoleh persepsi risiko kecelakaan mayoritas responden tinggi yang dapat disebabkan karena kemampuan berpikir abstrak remaja dimana mereka sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi serta memikirkan akibat jangka panjang dari perilaku mereka. Sedangkan rendahnya aggressive driving mayoritas responden dapat disebabkan karena responden bukan aggressive driver melainkan merekan hanya melakukan aggressive driving, yaitu melakukan aggressive driving dengan frekuensi yang lebih jarang.

(G) Bahan bacaan : 21 Buku, 13 jurnal, 3 skripsi, 2 tesis, 11 pustaka online

(1982-2010)

(H) Kata kunci : persepsi risiko kecelakaan, aggressive driving, remaja.

(9)

Penuh rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah swt karena dengan pertolongan dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis curahkan kepada suri tauladan Rasulullah SAW. Selama penyusunan skripsi ini tidak sedikit tantangan dan rintangan yang penulis hadapi. Namun dibalik semua itu, keberhasilan menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari segenap bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala tantangan selama penulisan skripsi dapat penulis atasi. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang terpenting dalam hidupku, Bunda dan Ayah (Sri Noorhayati dan Muhammad Taufik), yang selalu mencurahkan segenap kasih sayang, selalu mejadi inspirasi bagi penulis dan memberikan dukungan moril & materiil yang tiada henti kepada penulis. Adik-adikku Tirza, Putra & Annisa yang selalu membantu penulis, berbagi canda tawa dan berantem ala adik-kakak yang selalu mewarnai hari-hari kita. I love my family.

2. Dekan Fakultas Psikologi bapak Jahja Umar, Ph.D dan para pembantu dekan, seluruh dosen, staff akademik dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. Terimakasih atas berbagai ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis berkuliah di Fakultas Psikologi.

3. Pembimbing I & II penulis, Bpk Ikhwan Lutfi, M.Psi & ibu Mulia Sari Dewi, M.Si.,Psi serta Penguji I & II penulis, Bpk Mavicenna, M.HSc.Psy & Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, yang bersedia meluangkan waktu, tenaga & pikiran untuk memberikan masukan, arahan dan waktu berdiskusi kepada penulis. 4. Dosen pembimbing akademik penulis, Ibu Dra. Diana Muti’ah, Msi & dosen

pembimbing penulis sebelumnya, ibu Dra. Agustyawati, M.Phil, Sne terimakasih atas bantuan dan perhatiannya selama ini.

(10)

dukungan yang tiada henti.

6. Teman-teman KKL ceria dan seperjuangan skripsi Risti, Lia, Rizka,

especially Dina dan Donna. Takan terlupakan canda, tawa, tangis, berantem yang kita lewati bersama selama kuliah dan KKL. Resume kita belum selesai! 7. Teman-teman Psikologi angkatan 2005 terutama kelas A yang kompak dan

solid, especially Nur, Novi, fika, Dalla & triple Indri. Teman-teman rumpi lovers, Hany, Putri, Ari, Rachma, Yulia, Irma, Achi, Pipit. Teman-teman non reguler, Didi, Retno, Niar, Nida. Semoga silaturahmi kita tetap terjaga.

8. Invivo Girls, Mommy Dayu, Nisa, Ani, ika dan juga iQi. Thaks for always being my best friend.

9. Teman-teman Paduan Suara Mahasiswa (PSM), khususnya angkatan Marziale. Trapara dan konser-konser adalah pengalaman berharga dan tak terlupakan. Terimakasih atas dukungan dan kepercayaan kepada penulis serta segala ilmu, kebersamaan dan keceriaan yang penulis dapatkan.

10.Big Thanks to teman-teman seperjuangan saat skripsiku, ka Nadia, Nidya, Mia, Dede, Nurul dan juga Chaca serta teman-teman YBPN yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan pengertiannya. God Bless Us forever. 11.Seluruh responden yang telah bersedia membantu penelitian penulis dan

semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan mahasiswa Psikologi lainnya yang ingin mengadakan penelitian dengan tema seperti yang penulis teliti.

Jakarta, 18 November 2010 Penulis

(11)

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Abstrak ... vii

Kata pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar tabel ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Aggressive Driving ... 10

2.1.1. Definisi Aggressive Driving ... 10

2.1.2. Faktor-faktor Penyebab Aggressive Driving ... 12

2.1.3. Jenis-jenis Aggressive Driving ... 15

2.1.4. Pengukuran terhadap Aggressive Driving ... 18

2.1.5. Pengemudi Remaja ... 19

(12)

2.2.2. Persepsi Risiko Kecelakaan ... 24

2.2.3. Kecelakaan Lalu Lintas ... 25

2.2.4. Faktor-faktor Persepsi Risiko Kecelakaan ... 27

2.2.5. Pengukuran terhadap Persepsi Risiko Kecelakaan ... 35

2.3.Kerangka Berpikir ... 36

2.4.Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Pendekatan dan Metode Penelitian ... 40

3.2.Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel ... 41

3.2.1.Variabel Penelitian ... 41

3.2.2.Definisi Konseptual ... 41

3.2.3.Definisi Operasional... 42

3.4.1.Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.4.2.Instrumen Pengumpulan Data ... 47

3.5.Teknik Uji Instrumen Penelitian ... 50

3.5.1.Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 50

3.5.2.Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 51

3.6.Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian... 52

3.6.1.Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Persepsi Risiko Kecelakaan ... 52

3.6.2.Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Aggressive Driving... 54

3.7.Uji Persyaratan. ... 56

(13)

BAB IV

PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

4.1.Gambaran Umum Responden ... 59

4.1.1.Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 59

4.1.2.Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

4.1.3.Gambaran Umum Responden Berdasarkan Lama Mahir Berkendara .. 61

4.1.4.Gambaran Umum Responden Berdasaarkan Lama Menggunakan Sepeda Motor. ... 62

4.2.Deskripsi Hasil Penelitian ... 62

4.2.1.Kategorisasi Skor Persepsi Risiko Kecelakaan ... 63

4.2.2.Kategorisasi Skor Aggressive Driving ... 64

4.3.Hasil Utama Penelitian ... 65

4.3.1.Uji Hipotesis ... 65

4.4.Hasil Tambahan ... 67

4.4.1.Uji One Way Anova berdasarkan Usia ... 68

4.4.2.Uji Beda berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 72

5.2.Diskusi ... 72

5.3.Saran ... 76

Daftar pustaka ... 79 LAMPIRAN

(14)

Tabel 2.1. Kerangka Berpikir ... 38

Tabel 3.1. Skor Skala Persepsi Risiko Kecelakaan ... 46

Tabel 3.2. Skor Skala Aggressive Driving ... 46

Tabel 3.3. Blue Print Skala Persepsi Risiko Kecelakaan ... 48

Tabel 3.4. Blue Print Skala Aggressive Driving ... 49

Tabel 3.5. Reliabilitas menurut Guilford ... 51

Tabel 3.6. Blue Print Revisi Skala Persepsi Risiko Kecelakaan ... 53

Tabel 3.7. Blue Print Revisi Skala Aggressive Driving ... 55

Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 59

Tabel 4.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Lama Mahir Berkendara ... 61

Tabel 4.4. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Lama Menggunakan Sepeda Motor ... 62

Tabel 4.5. Kategorisasi Skor Skala Persepsi Risiko Kecelakaan ... 64

Tabel 4.6. Kategorisasi skor skala Aggressive Driving... 65

Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi... 66

Tabel 4.8. One way Anova Persepsi Risiko Kecelakaan ... 68

Tabel 4.9. One Way Anova Aggressive Driving ... 69

Tabel 4.8. Hasil Uji Beda Persepsi Risiko Kecelakaan ... 69

Tabel 4.9. Hasil Uji Beda Aggressive Driving ... 71

(15)

Lampiran A : Try out

Skala Persepsi Risiko Kecelakaan Try Out Skala Aggressive Driving Try Out

Data Mentah Persepsi Risiko Kecelakaan Try Out Data Mentah Aggressive Driving Try Out

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Try Out Lampiran B : Field Test

Skala Persepsi Risiko Kecelakaan Field Test Skala Aggressive Driving Field Test

Data Mentah Persepsi Risiko Kecelakaan Field Test Data Mentah Aggressive Driving Field Test

Hasil Uji Korelasi Hasil Uji Normalitas

Hasil One way Persepsi Risiko Kecelakaan Hasil One way Aggressive Driving

Hasil Uji Beda Persepsi Risiko Kecelakaan Hasil Uji Beda Aggressive Driving

(16)
(17)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Laju pertambahan jumlah pengguna motor di Indonesia sudah dianggap tidak rasional lagi karena telah mencapai 75 persen dari total seluruh model kendaraan bermesin, termasuk kendaraan pribadi roda empat dan angkutan umum (Warta Kota, 2009, dalam Nugroho 2010). Data Mabes Polri menunjukkan bahwa jumlah sepeda motor tersebut pada akhir tahun 2008 tercatat 49 juta dengan pertambahan secara nasional 10 persen per tahun. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, sampai dengan November 2008 jumlah sepeda motor di DKI Jakarta tercatat 5.136.619 buah dengan angka pertambahan yang mencapai 1.035 unit per hari atau 31.050 buah per bulan (Kompas, 2009, dalam Nugroho 2010).

Menggunakan sepeda motor memang memiliki banyak keuntungan, yaitu seperti harga sepeda motor relatif terjangkau, selain itu juga karena uang muka cicilannya sangat rendah dan alasan yang paling akhir dan yang paling penting adalah karena sepeda motor merupakan sarana transportasi yang paling murah. Karena itulah jumlah pengguna sepeda motor menjadi meningkat saat ini (Kompas.com, 2010).

Namun, dibalik keuntungan menggunakan sepeda motor, meningkatnya jumlah pengguna sepeda motor juga menimbulkan banyak permasalahan seperti persoalan keamanan, ketertiban, kelancaran, tindak pidana pencurian sepeda motor dan keselamatan lalu lintas (Susilo, 2008). Saat ini motor ternyata menjadi

(18)

penyumbang kecelakaan lalu lintas terbesar di Indonesia. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2009, angka kecelakaan lalu lintas mencapai 19 ribu kasus sampai dengan bulan Juni. Menurut menteri perhubungan Jusman Syafii Djamil, jumlah ini naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 18 ribu kasus. Sebanyak 70 persen penyumbang kecelakaan tersebut adalah kendaraan roda dua (liputan 6.com, 2009).

Data Polri menyebutkan bahwa kecelakaan yang melibatkan sepeda motor masih dominan sepanjang bulan Januari-Oktober 2009. Selain itu, kecelakaan juga didominasi oleh pengendara usia muda. Dari 228 kasus kecelakaan sepeda motor, sebanyak 21,89% korban meninggal dunia dan selebihnya, 78,11% korban luka berat dan luka ringan. Korban kecelakaan yang melibatkan sepeda motor di kawasan Jakarta mayoritas merenggut usia-usia produktif. Hampir 66,7% korban kecelakaan sepeda motor merupakan usia 20-39 tahun. Sedangkan korban dari usia 10-19 tahun menempati posisi kedua terbanyak yakni 20,37% dan usia 40-69 tahun di posisi ketiga sekitar 12,96% (Rusyanto, 2009).

(19)

lalu lintas) dari jumlah 17 kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi (Kaltimpost, 2009).

Banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi tersebut dapat disebabkan karena padatnya kendaraan yang ada di jalan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah pengendara, terutama pengendara sepeda motor, yang seringkali menimbulkan tingkah laku agresif. Kepadatan seringkali memiliki dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku agresif (Sarwono, 1995). Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975, dalam Mann, dkk, 1982).

Kompas (2004) dan Kombes Polisi Sulistyo Ishak (dalam Lubis, 2006) menyatakan bahwa perilaku yang sangat menonjol pada pengemudi sepeda motor di Jakarta adalah kebiasaan mereka menggunakan jalur jalan yang berlawanan pada pagi dan sore hari, ketika lalu lintas di Jakarta sedang macet-macetnya, dan menguasai baris paling depan di setiap lampu merah, dimana meraka selalu ingin menjadi kendaraan pertama yang melesat setelah lampu hijau menyala. Pengemudi motor juga seringkali tidak mempedulikan lampu merah atau rambu lalu lintas lain, dan menyelip di antara arus lalu lintas yang padat.

(20)

Perilaku aggressve driving ini banyak dilakukan oleh pengemudi motor, salah satunya pengemudi motor usia remaja yang diindikasikan dengan mayoritas korban kecelakaan terbanyak yaitu pada pengemudi usia remaja. Perilaku

aggressive driving tidak selamanya berujung selamat karena berdasarkan data yang relah diuraikan, terbukti banyak sekali kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh perilaku aggressive driving. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tasca (2000) bahwa aggressive driving cenderung meningkatkan risiko tabrakan. Selain itu, berdasarkan pada pernyataan Tasca (2000) tersebut maka dapat pula dikatakan bahwa aggressive driving merupakan perilaku berisiko.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa pengemudi usia muda mengambil risiko yang lebih dibandingkan dengan pengemudi pada usia yang lebih tua. Misalnya, pengemudi yang lebih muda cenderung menerima celah sempit (antar kendaraan) ketika berada di jalur lalu lintas (Bottom & Ashworth, 1978; McKenna, Waylen, & Burkes, 1998, dalam Ferguson, 2003). Berkendara dengan celah (jarak) sempit dapat memberikan peluang yang lebih besar untuk mengalami kecelakaan, karena tidak memberikan ruang yang cukup bagi pengendara untuk bersiap-siap menginjak rem atau menghindari bahaya yang datang dari kendaraan lain. bahaya tersebut dapat datang dari depan, belakang, samping kanan atau kiri kendaraan yang sedang dikemudikan yang kebanyakan terjadi secara tiba-tiba.

(21)

lampu kuning, jarang menggunakan sabuk pengaman dan menerima celah sempit antar kendaraan ketika memasuki lalu lintas.

Pengambilan risiko ini didapatkan dari contoh perilaku aggressive driving

yang didapatkan dari lingkungan sosial. Model peran ini mengubah sikap tentang apa yang berbahaya, dan menyebabkan seseorang menjadi pengemudi agresif normal yang meningkatkan risiko bagi semua orang (Jamens dan Nahl, 2000). Hal ini yang akhirnya membentuk persepsi risiko kecelakaan pada diri remaja.

Menurut Ferguson (2003), pengambilan risiko pada pengemudi remaja dikarenakan pengemudi usia muda memiliki persepsi risiko yang berbeda terhadap kecelakaan. Persepsi risiko adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan dan seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya (Sjoberg, Moen, & Rundmo, 2004).

Perilaku aggressive driving merupakan perilaku berkendara yang tidak aman sebab dapat meningkatkan risiko terjadinya tabrakan (Tasca, 2000), yang tentu saja membahayakan dan merugikan orang lain. Berkendara aman maupun tidak aman tergantung pada persepsi pengendara terhadap kecelakaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ridwan Z. Syaaf (2008) dalam Kusumadani (2008) bahwa berkendara aman tergantung pada persepsi pengendara terhadap kecelakaan karena persepsi pengendara dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berkendara.

(22)

Risk perception yakni bagaimana persepsi besar kecilnya risiko yang dihadapi. Apabila persepsi risiko kecelakaan rendah, maka perilaku pengendara yang dapat menimbulkan bahaya semakin tinggi. Hal inilah yang dapat mempengaruhi agresivitas seorang pengendara jika persepsinya rendah terhadap kecelakaan. Hal tersebut berarti bahwa, semakin rendah persepsi risiko kecelakaan pada diri pengemudi, maka semakin besar keingingan untuk mengemudi secara agresif. Sebaliknya, semakin tinggi persepsi risiko kecelakaan pada diri pengemudi, maka semakin rendah keinginannya untuk mengemudi secara agresif.

Kenyataannya, tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas pada remaja, tidak membuat kebanyakan remaja menjadi jera untuk tidak melakukan aggressive driving. Data Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terus meningkat dengan jumlah kecelakaan mencapai 23.752 orang (Suara Karya, 2009). Namun, ditengah-tengah fakta banyaknya pengemudi pada usia remaja yang melakukan

aggessive driving dewasa ini, tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat remaja yang tidak melakukan aggressive driving, yaitu remaja yang berhati-hati dalam berkendara, memperhitungkan risiko perilakunya dalam berkendara secara tepat dan lebih mengutamakan keselamatan diri mereka serta orang lain. Hal ini menjadi penting dan menarik bagi penulis, sehingga penulis ingin melihat, apakah persepsi risiko kecelakaan dapat menentukan tinggi rendahnya aggressive driving. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai “Hubungan Persepsi

(23)

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Persepsi risiko kecelakaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan dan seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya. Untuk memahami risiko mencakup evaluasi probabilitas serta konsekuensi dari hasil negatif.

2. Aggressive driving yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku mengemudi yang dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk mengehemat waktu.

3. Pengemudi remaja yang dimaksud adalah pengemudi motor yang berada pada rentang usia 17 sampai 22 tahun, memiliki SIM, menggunakan sepeda motor dalam kegiatan sehari-hari dan merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.2.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dengan

(24)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving pada pengemudi motor remaja.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan psikologi di Indonesia serta memperkaya khazanah keilmuan, khususnya psikologi perkembangan remaja dan psikologi mengemudi (driving psychology).

2. Manfaat praktis

(25)

1.4. Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan, berisi : latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2 Kajian Teori, berisi : teori-teori mengenai persepsi risiko kecelakaan, aggressive driving, pengemudi remaja, kerangka berpikir dan hipotesis.

Bab 3 Metodologi Penelitian, berisi : jenis penelitian, yaitu pendekatan dan metode penelitian, definisi variabel dan operasional variabel, pengambilan sampel, yaitu populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data, yaitu metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen penelitian, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

(26)

LANDASAN TEORI

Bab ini akan menjelaskan empat subbab. Subbab pertama menjelaskan teori mengenai persepsi risiko kecelakaan yang terdiri dari definisi persepsi, persepsi risiko kecelakaan, kecelakaan lalu lintas, faktor-faktor persepsi risiko kecelakaan dan pengukuran terhadap persepsi risiko kecelakaan. Subbab kedua menjelaskan teori mengenai aggressive driving yang terdiri dari definisi aggressive driving, faktor-faktor penyebab aggressive driving, jenis-jenis aggressive driving, pengukuran terhadap aggressive driving dan pengemudi remaja. Subbab ketiga merupakan uraian mengenai kerangka berpikir dan subbab keempat merupakan uraian mengenai hipotesis.

2.1. Aggressive Driving

2.1.1. Definisi Aggressive Driving

Aggressive driving merupakan pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik. Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang (Houston, Harris dan Norman, 2003).

Menurut Tasca (2000) suatu perilaku mengemudi dikatakan agresif jika dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu.

(27)

Sedangkan menurut James dan Nahl (2000) mengemudi agresif adalah mengemudi dibawah pengaruh gangguan emosi, menghasilkan tingkah laku yang memaksakan suatu tingkat risiko pada pengemudi lain. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu menangani tingkat risiko yang sama, dan mengasumsikan bahwa seseorang berhak meningkatkan risiko orang lain untuk terkena bahaya.

Lebih lanjut, NHTSA, dalam Tasca (2000) bahwa aggressive driving

adalah menggunakan kendaraan bermotor dengan cara yang membahayakan atau cenderung membahayakan orang lain atau properti jalan.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli mengenai

(28)

2.1.2. Faktor-faktor Penyebab Aggressive Driving

Menurut Tasca (2000), faktor-faktor penyebab aggressive driving adalah sebagai berikut :

1. Usia dan Jenis Kelamin

Hasil penelitian Parry (1968) menunjukkan bahwa kebanyakan aggressive driving

yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara usia 17-35 tahun, lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada rentang usia yang sama (dalam Tasca, 2000). Aggressive driving termasuk perilaku melanggar lalu lintas, menurut Tasca (2000) pengemudi laki-laki cenderung meremehkan risiko yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas. Menurut mereka, peraturan lalu lintas adalah sesuatu yang menjengkelkan dan berlebihan. Sedangkan pengemudi perempuan cenderung memandang peraturan lalu lintas sebagai sesuatu yang penting, jelas dan masuk akal serta merasa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Oleh karena itu, pengemudi laki-laki lebih banyak terlibat perilaku

aggressive driving dari pada pengemudi perempuan.

2. Anonimitas

(29)

demikian, dapat dikatakan bahwa anonimitas merupakan suatu kondisi mengemudi yang memungkinkan seorang pengemudi tidak diketahui identitasnya.

3. Faktor Sosial

Aggressive driving merupakan pengaruh dari norma, reward, hukuman, dan model yang ada di masyarakat (Grey, 1989, dalam Tasca, 2000). Banyaknya kasus

aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku seperti ini normal dan diterima (Novaco, 1998, dalam Tasca, 2000). Kondisi seperti inilah yang menyebabkan para pengemudi merasa bahwa perilaku aggressive driving yang dilakukannya tidak atau kurang dikontrol, sehingga para pengemudi tetap melakukan aggressive driving.

4. Kepribadian

(30)

5. Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan salah satu faktor penyebab perilaku aggressive driving. Beirness (1996) melakukan review terhadap berbagai penelitian yang berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan risiko tabrakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memiliki gaya hidup seperti minum minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang, merokok dan kelelahan karena bersosialisasi sampai larut malam. Dimana gaya hidup tersebut menyerap pada semua aspek kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara (dalam Tasca, 2000). Perilaku-perilaku tesebut termasuk ke dalam mengemudi dibawah gangguan emosional yang oleh James dan Nahl (2000) disebut aggressive driving.

6. Tingkah Laku Pengemudi

(31)

7. Faktor Lingkungan

Shinar (1999) dalam Taca (2000) melaporkan hubungan yang kuat antara kondisi lingkungan dan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi. Namun, kemacetan yang tidak diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving (Lajunen, 1998, dalam Tasca, 2000).

Faktor lingkungan yang juga mempengaruhi timbulnya perilaku

aggressive driving adalah faktor kepadatan. Sarwono (1995) menyatakan bahwa kepadatan seringkali memiliki dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku agresif. Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975, dalam Mann, dkk, 1982).

2.1.3. Jenis-jenis Aggressive Driving

James dan Nahl (2000) membagi perilaku aggressive driving menjadi beberapa kategori, yaitu : Impatience and inattentiveness, Power Struggle, Recklessness and Road Rage.

Kategori 1: Impatience (ketidaksabaran) dan Inattentiveness (ketidakperhatian) a. Menerobos lampu merah

(32)

d. Mengemudi dengan kecepatan 5-15 km/jam diatas batas kecepatan aman maksimum

e. Berjalan terlalu dekat dengan kendaraan di depannya

f. Tidak memberikan tanda ketika dibutuhkan, seperti berbelok atau berhenti

g. Menambah kecepatan atau mengurangi kecepatan secara mendadak

Kategori 2 : Power Struggle (adu kekuatan)

a. Menghalangi orang yang akan berpindah jalur, menolak untuk memberi jalan atau pindah

b. Memperkecil jarak kedekatan dengan kendaraan di depannya untuk menghalangi orang yang mengantri

c. Mengancam atau memancing kemarahan pengemudi lain dengan berteriak, membuat gerakan-gerakan yang memancing kemarahan dan membunyikan klakson berkali-kali

d. Membunuti kendaraan lain untuk memberikan hukuman atau mengancam kendaraan tersebut

e. Memotong jalan kendaraan lain untuk menyerang atau membalas pengemudi lain

(33)

Kategori 3 : Recklessness (ugal-ugalan) dan Road Rage (kemarahan di jalan) a. Mengejar pengemudi lain untuk berduel

b. Mengemudi dalam kondisi mabuk

c. Mengarahkan senjata atau menembak pengemudi lain

d. Menyerang pengemudi lain dengan menggunakan mobilnya sendiri atau memukul suatu objek

e. Mengemudi dengan kecepatan yang sangat tinggi

Sedangkan Tasca (2000), mengemukakan beberapa tingkah laku yang dapat dikategorikan sebagai mengemudi agresif, antara lain :

1. Membuntuti terlalu dekat; 2. Keluar-masuk jalur; 3. Menyalip dengan kasar;

4. Memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat;

5. Menyalip dari bahu jalan;

6. Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda; 7. Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip;

8. Tikak mau memberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke dalam jalur;

9. Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur;

(34)

11.Melewati tanda yang mengharuskan berhenti sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.

Penelitian ini akan menggunakan jenis-jenis aggressive driving yang dikemukakan oleh Tasca (2000) sebagai teori acuan pembuatan alat ukur. Hal ini dikarenakan jenis-jenis aggressive driving yang dikemukakan oleh Tasca (2000) lebih mewakili fenomena perilaku aggressive driving para pengendara motor saat ini.

2.1.4. Pengukuran terhadap Aggressive Driving

Pengukuran terhadap aggressive driving telah dilakukan dengan berbagai metode. Menurut Tasca (2000), penelitian terhadap aggressive driving dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: (1) survei driving public, berupa self-report

para responden, dan (2)eksperimen berskala kecil yang melibatkan sedikit sampel pengemudi, yang pada umumnya dirancang untuk memunculkan perilaku agresif dalam setting yang direncanakan.

(35)

digunakan oleh Bogle (1998) untuk melihat pengaruh penggunaan handphone

terhadap pengemudi. Desain penelitian yang digunakan adalah within-subject, yaitu setiap partisipan mendapat tiga manipulasi Variabel Bebas (mengemudi tanpa menggunakan handphone, mengemudi sambil melakukan percakapan telepon dan komunikasi sms). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan tugas ganda terhadap waktu reaksi menginjak rem.

Houston, Harris dan Norman (2003), mengembangkan alat ukur perilaku

aggressive driving dengan nama “Aggressive Driving Behavior Scale” (ADBS). Skala dibuat dengan cara melakukan self-report terhadap dua ratus orang responden berusia 18-24 tahun yang kemudian menghasilkan 11 item baru yang dapat dikatakan sebagai aggressive driving. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan uji validitas konvergen dengan tiga skala yang mengukur konstruk yang sama, yaitu Driving Aggression Scale, mengukur pengalaman pemikiran, emosi dan keadaan yang memicu agresif, Hypercompetitiveness Attitude Scale, mengukur kebutuhan kompetisi dan menang tingkat tinggi melalui segala cara, dan Cook Medley Hostility Scale, mengukur perilaku kekerasan yang stabil dan abadi untuk selamanya/seterusnya. ADBS memiliki dua subskala yaitu perilaku konflik dan ngebut (Speeding) (Houston, Harris dan Norman, 2003).

2.1.6. Pengemudi Remaja

(36)

Pengemudi harus memenuhi pesyaratan agar dapat mengemudikan kendaraan. Menurut Hamidan (2001) dalam Komariah (2007) persyaratan pengemudi adalah :

1. Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM 2. Cukup umur

3. Sehat jasmani dan rohani

4. Berpengetahuan tentang peraturan lalu lintas 5. Cakap mengemudikan kendaraan.

Sedangkan batasan usia remaja, menurut Desmita (2005) umumnya batasan yang digunakan oleh para ahli adalah antara usia 12 tahun hingga usia 21 tahun. Rentang waktu usia remaja tersebut biasanya dibedakan atas tiga periode, yaitu : 12-15 tahun = usia remaja awal, 15-18 tahun = usia remaja pertengahan dan usia 18-21 tahun = usia remaja akhir. Mengenai batasan usia remaja, Santrock (2003) menyatakan bahwa periode remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun.

Menurut Mappiare (1982) dalam Ali & Asrori (2009) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

(37)

rentang usia 18-24 tahun. Pengemudi pada usia ini cenderung untuk menilai situasi berbahaya kurang berisiko daripada pengemudi yang lebih tua (Ferguson, 2003). Sedangkan menurut James dan Nahl (2000) yang termasuk dalam kategori

young driver adalah pengemudi dengan rentang usia 18-25 tahun. Parry (dalam Tasca, 2000) menyatakan bahwa perilaku agresif driving paling banyak ditampilkan oleh pengemudi yang berusia 17-35 tahun, yaitu young driver atau pengemudi muda.

Fenomena tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas pada pengemudi remaja di berbagai negara, telah menjadikan dasar berbagai penelitian terhadap pengemudi remaja di berbagai negara. Diantaranya adalah penelitian mengenai persepsi risiko kecelakaan dan aggressive driving.

Berbagai penelitian mengenai persepsi risiko kecelakaan pada pengemudi remaja menunjukkan bahwa pengemudi remaja memiliki persepsi risiko kecelakaan yang rendah daripada pengemudi yang berusia lebih tua. Sebagian besar studi tentang persepsi risiko pengemudi usia muda menyimpulkan bahwa kesalahan mempersepsi bahaya sebagai salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas (Rundmo dan Iversen, 2004).

(38)

mengemudi lebih rendah dibandingkan perempuan (dalam Rundmo dan Iversen, 2004).

Aggressive driving sendiri telah dimasukkan menjadi salah satu pembahasan dalam psikologi perkembangan remaja. Beberapa diantaranya telah diuraikan oleh Santrock (1988) dan Papalia, Old, & Feldman (2009).

Kovar (1991), Millstein & Litt (1990) dan Takanishi (1993) menguraikan bahwa tiga penyebab utama kematian pada masa remaja adalah kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan (dalam Santrock, 2003). Lebih dari setengah dari seluruh kematian pada remaja usia 10-19 disebabkan karena kecelakaan, dan kebanyakan berupa kecelakaan kendaraan bermotor, terutama pada remaja yang lebih tua. Kebiasaan mengemudi berisiko yang sering menyebabkan kecelakaan pada usia remaja yaitu ngebut (speeding), membuntuti (tailgating), dan mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan (Santrock, 2003).

(39)

Pada penelitian ini, sampel penelitian yang digunakan adalah pengemudi pada usia remaja akhir, yaitu pengemudi yang memiliki rentang usia 17 sampai 22 tahun, karena izin memiliki SIM di Indonesia, yang merupakan salah satu syarat mengemudi, baru bisa didapatkan pada usia 17 tahun dan masa akhir usia remaja adalah usia 22 tahun.

2.2. Persepsi Risiko Kecelakaan

2.2.1. Definisi Persepsi

Menurut Robbins (2001) persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberi makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Individu-individu memandang satu benda yang sama, namun mempersepsikannya secara berbeda. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutarbalikkan persepsi. Faktor-faktor ini dapat berbeda dalam objek atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat.

(40)

Kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap suatu persitiwa atau objek (Saleh dan Wahab, 2004).

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa persepsi adalah proses mengorganisasikan, menafsirkan, membeda-bedakan, pengelompokkan dan juga proses perhatian terhadap satu stimulus atau objek rangsang. Setiap orang mempersepsi dengan cara yang berbeda-beda meskipun objeknya sama. Dengan adanya persepsi, dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap seseorang.

2.2.2. Persepsi Risiko Kecelakaan

Persepsi risiko merupakan konstruk yang telah diusulkan sebagai penjelasan untuk perilaku yang mengakibatkan insiden dan kecelakaan untuk pilot (Hunter, 2002c; O'Hare, 1990) dan pengemudi (Trankle, Gelau, & Metker, 1990) (dalam Hunter dan Hamilton, 2006). Persepsi risiko yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi risiko untuk perilaku yang mengakibatkan insiden dan kecelakaan untuk pengemudi, yaitu pengemudi motor usia remaja. Berikut ini beberapa definisi persepsi risiko :

(41)

Menurut Brown and Groeger (1988) dalam Ferguson (2003) persepsi risiko tidak hanya meliputi pemeriksaan potensi bahaya di lingkungan lalu lintas tetapi juga pemeriksaan kemampuan pengemudi dan kendaraan untuk mencegah potensi bahaya dari tabrakan yang sesungguhnya. Sedangkan Diamant & Brousand (2002) menyatakan bahwa persepsi risiko merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang relevan dan kemampuan untuk mengatasi risiko tersebut.

Berdasarkan definisi-definisi persepsi risiko diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa persepsi risiko adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan dan kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang meliputi pemeriksaan potensi bahaya di lingkungan lalu lintas, pemeriksaan kemampuan pengemudi dan kendaraan. Termasuk kemampuan untuk mengatasi risiko yang mungkin akan terjadi serta seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya.

2.2.3. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan menurut Djajoesman (1976) dalam Santoso (1990) adalah kejadian yang tidak disengaja atau disangka-sangka dengan akibat kematian, luka-luka atau kerugian benda. Sedangkan menurut Baker (1963) dalam Santoso (1990), kecelakaan adalah kejadian akhir daripada suatu rentetan peristiwa yang biasanya menyebabkan luka-luka, kematian atau kerugian materiil yang tidak diharapkan.

(42)

itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Ia membagi tiga kelompok kecelakaan, yaitu :

1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan 2. Kecelakaan lalu lintas

3. Kecelakaan di rumah

Bila dikaitakan dengan tujuan penelitian, maka yang dimaksud kecelakaan dalam penelitian ini adalah kecelakaan lalu lintas. Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai kecelakaan lalu lintas.

Abubakar, et. al (1996) dalam Damarintan (2008), menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan serangkaian kejadian yang pada akhirnya sesaat sebelum terjadinya kecelakaan didahului oleh gagalnya pemakai jalan dalam mengatasi keadaan sekelilingnya termasuk dirinya sendiri dan kecelakaan lalu lintas menimbulkan terjadinya korban atau kerugian harta benda. Dalam peristiwa kecelakaan tidak ada unsur kesengajaan, sehingga apabila terdapat cukup bukti ada unsur kesengajaan maka peristiwa tersebut tidak dianggap sebagai kasus kecelakaan.

Menurut PP No.43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan, kecelakaan lalu lintas diartikan sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.

(43)

jalan dalam mengatasi keadaan sekelilingnya. Dimana kecelakaan tersebut melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya serta menimbulkan terjadinya korban atau kerugian harta benda.

Berdasarkan penjelasan mengenai persepsi risiko dan kecelakaan di atas, maka peneletin menyimpulkan bahwa persepsi risiko kecelakaan adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan, dimana kecelakaan terjadi secara tidak terduga yang didahului oleh gagalnya pemakai jalan dalam mengatasi keadaan sekelilingnya termasuk dirinya sendiri dan seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya yang dapat menimbulkan terjadinya korban atau kerugian harta benda.

2.2.4. Faktor-faktor Persepsi Risiko Kecelakaan

Ropeik & Slovic (2003) menyebutkan bahwa faktor-faktor persepsi risiko terdiri dari 10 faktor, yaitu :

1. Ketakutan (dread) 2. Kontrol

3. Asal risiko (alam atau manusia) 4. Pilihan

5. Melibatkan anak-anak 6. Baru tidaknya risiko 7. Kewaspadaan

(44)

9. Pertukaran risiko keuntungan

10.Kepercayaan terhadap faktor yang menghindarkan kecelakaan

Faktor-faktor persepsi risiko tersebut merupakan faktor-faktor persepsi risiko secara umum, yang dapat digunakan dalam berbagai jenis persepsi risiko. Dalam jurnalnya, Ropeik & Slovic (2003) memberikan penjelasan dan contoh penggunaan faktor-faktor persepsi risiko tersebut dalam berbagai jenis, diantaranya seperti persepsi risiko dalam hal penyakit, persepsi risiko dalam hal kecelakaan, persepsi risiko dalam hal teknologi dan persepsi risiko dalam hal komunikasi. Persepsi risiko dalam hal penyakit seperti persepsi risiko tertularnya penyakit yang mewabah, seperti SARS, HIV AIDS, sapi gila dan sebagainya. Persepsi risiko dalam hal kecelakaan seperti persepsi risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas saat berkendara atau kecelakaan penerbangan. Persepsi riskio dalam teknologi seperti persepsi risiko dampak teknologi baru yang diciptakan, seperti teknologi nuklir. Persepsi risiko dalam hal komunikasi seperti merebaknya informasi mengenai teroris.

Bila dikaitkan dengan penelitian, maka faktor-faktor persepsi risiko tersebut akan digunakan sebagai faktor-faktor persepsi risiko dalam hal kecelakaan. Oleh karena itu, faktor-faktor persepsi tersebut menjadi faktor-faktor persepsi risiko kecelakaan dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Ketakutan (dread)

(45)

menimbulkan perhatian yang lebih dari individu. Dalam mengemudi, apabila individu menganggap bahwa akibat dari perilaku aggressive driving adalah terlibat dalam kecelakaan serta mengalami cara kematian yang menakutkan, maka risiko yang dipersepsi adalah besar.

2. Kontrol

Persepsi risiko dari suatu situasi akan dianggap lebih kecil apabila individu merasa memiliki kontrol (kendali) atas situasi yang dihadapinya. Akan tetapi, apabila individu merasa tidak memiliki kontrol atas situasi yang dihadapinya, maka individu akan merasa memiliki persepsi risiko yang besar terhadap situasi yang dihadapinya tersebut. Misalnya, posisi sebagai pengendara di dalam sebuah mobil akan dianggap oleh individu sebagai berisiko rendah, karena pengemudi merasa memiliki kontrol atas mobil yang dikemudikan tersebut terhadap segala hal yang akan terjadi selama mengemudi. Namun, apabila individu berposisi sebagai penumpang, maka ia akan mempersepi hal tersebut sebagai berisiko tinggi karena ia tidak dapat mengontrol kemudi kendaraan tersebut sewaktu menjadi penumpang (Ropeik & Slovic, 2003).

3. Asal risiko (alam atau manusia)

(46)

tumbang akibat hujan lebat dipersepsi lebih rendah daripada risiko terlibat dalam kecelakaan yang dikarenakan kecerobohan pengendara lain yang mengemudi ugal-ugalan (Budiastomo dan Santoso, 2007).

4. Pilihan

Suatu risiko yang dipilih oleh individu akan dipersepsi lebih rendah jika dibandingkan dengan apabila risiko tersebut dipaksakan oleh orang lain kepada diri kita. Misalnya, jika kita mengemudikan kendaraan sambil menggunakan telepon seluler, anda akan mempersepsi risiko terjadinya kecelakaan rendah karena anda merasa dapat mengontrol situasi yang akan terjadi. Tetapi jika anda melihat pengemudi lain mengemudi sambil menggunakan telepon seluler anda akan merasa marah dengan risiko yang dipaksakan oleh orang tersebut terhadap anda. Hal ini dikarena anda tidak dapat mengontrol situasi yang akan terjadi, sebab pengemudi lain tersebut yang memiliki kendali sehingga kita mempersepsi risiko terjadinya kecelakaan pada diri kita tinggi. Faktor kontrol turut berkontribusi dalam contoh ini, karena anda memiliki kendali atas kendaraan anda (Ropeik & Slovic, 2003).

5. Melibatkan Anak-anak

(47)

mempersepsi manuver-manuver yang dilakukan memiliki risiko yang besar apabila terdapat anak-anak di dalam mobil yang dikendarai. Akan tetapi, apabila individu mengemudikan mobil tanpa adanya penumpang anak-anak, maka individu cenderung akan melakukan manuver-manuver tersebut dan mempersepsi bahwa manuver-manuver yang dilakukannya tersebut memiliki risiko yang kecil.

6. Baru tidaknya risiko

Apabila individu menemui suatu situasi risiko yang baru, makan individu akan mempersepsi risiko pada situasi baru tersebut tinggi. Akan tetapi, apabila individu menemui situasi risiko yang sudah dikenali, maka individu akan mempersepsi risiko tersebut sebagai berisiko rendah walaupun individu tersebut berada pada suatu situasi risiko yang sama (Ropeik & Slovic, 2003). Misalnya, ketika seorang pengendara melewati suatu persimpangan yang belum pernah dilewati, seorang pengendara akan lebih berhati-hati karena mempersepsi risiko kecelakaan tinggi pada persimpangan tersebut. Tetapi, jika pengendara yang sama sudah sering melewati persimpangan tersebut, maka pengendara akan lebih ceroboh (misalnya menerobos lampu merah di persimpangan yang sering dilewati tersebut) karena ia mempersepsi risiko kecelakaan rendah (Budiastomo dan Santoso, 2007).

7. Kewaspadaan

(48)

semakin perhatian terhadap risiko tersebut (Ropeik & Slovic, 2003). Misalnya, semakin banyak informasi yang didapatkan oleh individu bahwa jalan “A” merupakan jalan rawan kecelakaan, maka kewaspadaan individu tersebut semakin tersedia ke dalam kesadarannya, sehingga individu tersebut semakin perhatian terhadap jalan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan individu tersebut akan lebih berhati-hati apabila ia melewati jalan tersebut karena menurut informasi yang ia dapat jalan tersebut rawan kecelakaan. Walaupun pada kenyataannya, seseorang dapat mengalami kecelakaan di jalan manapun yang mereka lewati akibat dari aggressive driving yang ia lakukan. Tetapi informasi tersebut meningkatkan kewaspadaan, sehingga ia lebih perhatian terhadap risiko kecelakaan yang akan ditimbulkan di jalan “A” tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia mempersepsi risiko terjadinya kecelakaan tinggi apabila ia tidak waspada memperhatikan informasi tersebut dan tidak mengemudi secara hati-hati.

8. Bias hal itu akan terjadi pada diri sendiri

(49)

kemungkinan akan terjadinya kecelakaan belum tentu terjadi pada setiap individu, baik dengan berkendara aman maupun tidak aman, walaupun jalan tersebut rawan kecelakaan. Hal ini menjelaskan mengapa kemungkinan statistik seringkali tidak relevan bagi kita dan merupakan bentuk komunikasi risiko yang tidak efektif (Ropeik & Slovic, 2003).

9. Pertukaran risiko keuntungan

(50)

10.Kepercayaan terhadap faktor yang menghindarkan kecelakaan

Penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil kepercayaan kita terhadap faktor-faktor (misalnya lembaga perlindungan, orang, ataupun benda) yang dapat melindungi diri kita, maka kita akan semakin takut terhadap risiko yang akan kita hadapi. Tetapi, semakin besar kepercayaan kita terhadap faktor-faktor yang dapat melindungi diri kita, semakin kecil rasa khawatir yang kita rasakan (Ropeik & Slovic, 2003). Apabila seorang pengemudi percaya bahwa kendaraan yang digunakannya aman dan layak untuk dikendarai, maka risiko yang dipersepsinya kecil. Namun, apabila pengemudi tersebut tidak percaya bahwa kendaraan yang digunakannya aman dan layak untuk dikendarai, maka risiko yang dipersepsinya besar sehingga ia tidak percaya bahwa kendaraan tersebut dapat digunakan untuk membawanya ke tempat tujuan dengan aman.

(51)

2.2.5. Pengukuran terhadap Persepsi Risiko Kecelakaan

Secara umum, pengukuran terhadap persepsi risiko kecelakaan yaitu berbentuk pemberian penilaian yang dilakukan oleh subjek penelitian berupa tinggi atau rendahnya risiko yang ada pada situasi yang diberikan kepada subjek penelitian. Pemberian kondisi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode.

Finn dan Bragg (1986) mengukur persepsi risiko kecelakaan dengan metode memperlihatkan foto-foto yang menggambarkan situasi mengemudi beserta deskripsi foto tersebut. Deskripsi foto tersebut diantaranya mengemudi dengan menggunakan ban gundul, mengemudi di jalur jalan raya yang dibagi delapan pada kecepatan 45 km/jam ketika kendaraan lainnya berpergian dengan kecepatan 55 km/jam, berkendara di jalan basah pada saat hujan dan membuntuti dengan jarak 1 dan satu setengah panjang mobil di belakang mobil lain ketika bepergian dengan kecepatan 30 km/jam. Pada penelitian ini, subjek diminta untuk menilai besar atau kecilnya risiko kecelakaan pada masing-masing foto situasi mengemudi yang ditampilkan tersebut.

(52)

Metode lain yang telah digunakan untuk mengukur persepsi risiko kecelakaan yaitu metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan skala sebagai alat ukurnya. Penelitian ini pernah dilakukan oleh Budiastomo dan Santoso (2006). Skala persepsi risiko kecelakaan pada penelitian yang dibuat dalam penelitian tersebut berupa skala Likert yang berisi item-item yang mendeskripsikan suatu situasi mengemudi. Kemudian, subjek diminta untuk menilai besar atau kecilnya risiko kecelakaan yang digambarkan pada item-item tersebut.

2.3. Kerangka Berpikir

Untuk membantu menjelaskan bagaimana proses persepsi risiko kecelakaan berhubungan dengan aggressive driving, peneliti menggunakan teori persepsi dan toeri perilaku agresi. Robbins (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah target/objek yang dipersepsikan, karakteristik dari target yang sedang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, mulai dari gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, serta kedekatan.

James dan Nahl (2000), menerangkan bahwa aggressive driving

(53)

Contoh atau model aggressive driving dari lingkungan sosial dijadikan objek yang dipersepsi dengan menilai peilaku tersebut dan memperhatikan konsekuensi yang akan terjadi. Dari sinilah persepsi risiko kecelakaan terbentuk yang kemudian menghasilkan perilaku berkendara.

Bila individu menilai aggressive driving sebagai perilaku mengemudi yang memiliki risiko kecelakaan yang tinggi karena memiliki konsekuensi negatif yaitu dapat mengakibatkan kecelakaan, maka persepsi risiko kecelakaan yang dimiliki individu tersebut tinggi, maka perilaku aggressive driving yang dihasilkan cenderung rendah.

Bila individu menilai aggressive driving sebagai perilaku mengemudi yang memiliki risiko kecelakaan yang rendah karena tidak memiliki konsekuensi negatif yaitu tidak menyebabkan kecelakaan, maka persepsi risiko kecelakaan yang dimiliki individu tersebut rendah, maka perilaku aggressive driving yang dihasilkan cenderung tinggi.

Aggressive driving secara langsung juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor usia. Kemunculan perilaku aggressive driving dapat dijelaskan melalui empat proses belajar melalui observasi dari Albert Bandura, yaitu pengamatan, representasi, produksi perilaku dan motivasi (Feist dan Gregory, 2008).

(54)

representasi tersebut ke dalam tingkah laku. Pembelajaran dengan mengamati tingkah laku aggressive driving orang lain tersebut akan efektif jika remaja termotivasi untuk melakukan tingkah laku yang dimodelkan.

Dalam proses belajar sosial, imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku yang mendapatkan reward daripada tingkah laku yang mendapatkan punishment. Apabila perilaku dengan melakukan aggressive driving remaja mendapatkan

reward berupa diterimanya remaja dalam pergaulan, mendapatkan kesenangan karena aggressive driving salah satu bentuk sensation seeking remaja dan sebagainya, aggressive driving yang sudah diamati akan ditiru sehingga remaja melakukan aggressive driving. Jika ternyata melakukan aggressive driving

mendapatkan punishment seperti terlibat dalam kecelakaan ataupun mendapatkan sanksi hukuman (karena aggressive driving salah satu bentuk pelanggaran lalu lintas), maka aggressive driving tidak akan ditiru oleh remaja.

Tabel 2.1

Kerangka Berpikir

Tinggi Aggressive driving rendah

Aggressive driving

tinggi Rendah

(55)

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving pengemudi motor remaja.

(56)

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan mengenai metodologi penelitian yang

terdiri dari beberapa subbab yang berisi mengenai jenis dan pendekatan penelitian, variabel penelitian, sampel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, hasil uji coba instrumen penelitian, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang informasi atau datanya dianalisis menggunakan teknik statistik. Dengan demikian, hipotesis pada penelitian kuantitatif diuji dengan prosedur pengujian statistik (Kountur, 2009).

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi yaitu penelitian yang mencari hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti (Hasan, 2002). Pengukuran dalam korelasi ini digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sevilla, 1993).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, yaitu penelitian yang mencari hubungan antara variabel-variabel yang diteliti yang datanya dianalisis menggunakan teknik statistik. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan dicari hubungannya yaitu persepsi risiko kecelakaan dengan

aggressive driving.

(57)

3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Variabel

3.2.1. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2009), variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu :

a. Variabel bebas (IV) : persepsi risiko kecelakaan b. Variabel terikat (DV) : aggressive driving

3.2.2. Definisi Konseptual

Definisi konseptual penelitian ini yaitu :

a. Persepsi risiko kecelakaan adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan dan seberapa besar perhatian individu akan konsekuensinya (Sjoberg, Moen & Rundmo, 2004).

(58)

3.2.3. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini yaitu :

a. Definisi operasional persepsi risiko kecelakaan

Persepsi risiko kecelakaan adalah hasil skor yang diperoleh dari respon terhadap skala persepsi risiko kecelakaan yang mengacu pada faktor-faktor persepsi risiko kecelakaan yang dikemukakan oleh Ropeik & Slovic (2003). Faktor-faktor persepsi risiko kecelakaan tersebut adalah ketakutan (dread), kontrol, asal risiko (alam atau manusia), pilihan, baru tidaknya risiko, kewaspadaan, bias hal itu akan terjadi pada diri sendiri, pertukaran risiko keuntungan dan kepercayaan

b. Definisi operasional aggressive driving

Aggressive driving adalah hasil skor yang diperoleh dari respon terhadap skala yang mengacu pada kategori aggressive driving yang dikemukakan oleh Tasca (2000). Indikator aggressive driving tersebut adalah :

1. Membuntuti terlalu dekat 2. Keluar-masuk jalur 3. Menyalip dengan kasar

4. Memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat

5. Menyalip dari bahu jalan

6. Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda 7. Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip

(59)

9. Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur

10.Melewati (melanggar) lampu merah

11.Melewati tanda yang mengharuskan berhenti sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.

3.3. Pengambilan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Peneliti tidak bisa mendapatkan jumlah populasi yang pasti. Namun, berdasarkan data yang didapatkan dari pusat data pengelola parkir UIN Syarif Hidayatullah per Juli 2010, mahasiswa pengendara motor yang terdaftar sebagai anggota kartu parkir sebanyak 3740 orang. Selanjutnya, peneliti membatasi populasi dalam penelitian ini yaitu dengan menentukan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah pengemudi motor remaja berusia 17 sampai 22 tahun yang berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.2. Sampel

(60)

secara pasti, maka dalam pengambilan sampel peneliti mengacu pada Bailey (dalan Hasan, 2002) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30 subjek. Untuk itu peneliti menentukan sampel sebanyak 100 orang agar lebih mewakili populasi.

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan bentuk

purposive sampling sebagai teknik pengambilan data. Non probability sampling

merupakan teknik pengambilan sampel dimana tidak semua unit populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian. Hal ini karena sifat populasi itu sendiri yang heterogen sehingga terdapat diskriminasi tertentu dalam unit-unit populasi (Bungin, 2008). Sedangkan purposive sampling teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Sampel yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Zuriah, 2007). Oleh karena itu, peneliti menentukan karakteristik sampel yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Mahasiswa UIN usia 17-22 tahun 2. Memiliki SIM C

3. Menggunakan sepeda motor dalam kegiatan sehari-hari

(61)

berpengalaman adalah pengemudi yang telah dapat mengemudi lebih dari enam bulan.

3.4. Pengumpulan Data

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan skala sebagai alat pengumpul data, yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga dapat lebih akurat, efisien dan komunikatif (Sugiyono, 2009).

(62)

Tabel 3.1

Skor skala persepsi risiko kecelakaan

Alternatif jawaban Skor

Tidak Berisiko 1 Berisiko sangat rendah 2 Berisiko rendah 3 Berisiko tinggi 4 Berisiko sangat tinggi 5

Sedangkan dalam merespon skala untuk pengukuran aggressive driving, subjek diminta untuk memilih jawaban yang paling mewakili dirinya dengan enam alternatif jawaban berupa “tidak pernah”, “hampir tidak pernah”, “kadang-kadang”, “agak sering”, “sangat sering”, dan “selalu”. Pemberian alternatif jawaban tersebut mengacu pada alternatif jawaban yang digunakan dalam

aggressive driving Behavior Scale (ADBS) yang dikemukakan oleh Houston, Harris dan Norman (2003). Skoring untuk merespon jawaban pada skala adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Skor skala aggressive driving

Alaternatif jawaban Skor

Tidak pernah 1

Hampir tidak pernah 2

Kadang-kadang 3

Agak sering 4

Sangat sering 5

(63)

3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data

1. Skala Persepsi Risiko Kecelakaan

(64)

Tabel 3.3

Blue print skala persepsi risiko kecelakaan

Faktor Indikator No. Item Jumlah

Ketakutan Ketakutan terhadap akibat

menakutkan yang akan ditimbulkan

Sumber pengambil risiko 2, 8, 13, 18, 23, 28, 33,

Kewaspadaan Waspada terhadap kemungkinan mengalami suatu risiko

Keuntungan / kerugian yang akan didapat dari suatu perilaku berisiko

(65)

2. Skala Aggressive Driving

Skala aggressive driving dibuat berdasarkan pada kategori perilaku aggressive driving yang dikemukakan oleh Tasca (2000). Hal ini dikarenakan kategori

aggressive driving yang dikemukakan oleh Tasca (2000) lebih mewakili fenomena perilaku aggressive driving para pengendara motor saat ini.

Tabel 3.4

Blue print skala aggressive driving

Indikator No. Item Jumlah

Membuntuti terlalu dekat 1, 10, 19 3

Keluar-masuk jalur 7, 15, 18,

24

4

Menyalip dengan kasar 6, 20, 25, 28

4

Memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat

2, 11, 23 3

Menyalip dari bahu jalan 8 1

Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda 3, 12, 21 3 Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip 4 1 Tidak mau memberikan kesempatan pengemudi

lain untuk masuk ke dalam jalur

13, 22 2

Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang

kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur

16, 26 2

Melewati (melanggar) lampu merah 17, 27 2 Melewati tanda yang mengharuskan berhenti

sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya

5, 9, 14, 3

(66)

3.5. Teknik Uji Instrumen Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu penulis melakukan uji coba (try out) instrumen penelitian. Adapun teknik yang digunakan dalam uji coba (try out) ini adalah teknik purposive sampling. Sugiyono (2009) menyatakan bahwa

purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Zuriah, 2007). Uji coba alat ukur dilakukan dengan maksud untuk :

1. Sejauh mana pemahaman sampel terhadap pernyataan atau item-item yang diberikan.

2. Mengetahui validitas instrumen, dimana item-item yang valid akan digunakan pada penelitian sebenarnya.

3. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen.

3.5.1. Uji Validitas Instrumen Penelitian

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan pengujian validitas. Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Kountour, 2009).

Hasil penelitian dikatakan valid jika terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dan data sesungguhnya terjadi pada subjek yang diteliti. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat pada hasil output SPSS 15.00 Kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation

(67)

3.5.2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Dalam uji alat tes dilakukan uji reliabilitas. Reliabitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2009). Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk melihat seberapa jauh alat ukur yang digunakan dalam penelitian memberikan hasil pengukuran yang konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap hal yang sama. Untuk menghitung reliabilitas peneliti menggunakan program SPSS 15.00.

Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada pada rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya semakin koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2009). Untuk menentukan koefisien reliabilitas alpha Croanbach maka digunakan kaidah reliabilitas menurut Guilford (dalam Kuncono, 2004) sebagai berkut :

(68)

3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen persepsi risiko kecelakaan yang terdiri dari 54 item dan aggressive driving yang terdiri dari 28 item. Uji instrumen dilakukan kepada 50 orang mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang mengendarai sepeda motor dalam aktivitas sehari-hari sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.6.1. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Persepsi Risiko Kecelakaan

Untuk menganalisis validitas butir item persepsi risiko kecelakaan dilakukan dengan menggunakan penghitungan SPSS 15.00 dengan memasukkan skor tiap butir item. Pemilihan item berdasarkan korelasi item-total, biasanya digunakan batasan r > 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2009).

(69)

Tabel 3.6

Blue print revisi skala persepsi risiko kecelakaan

Faktor Indikator No. Item Jumlah Valid

Ketakutan

(70)

3.6.2. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Aggressive Driving

Untuk menganalisis validitas butir item persepsi risiko kecelakaan dilakukan dengan menggunakan penghitungan SPSS 15.00 dengan memasukkan skor tiap butir item. Pemilihan item berdasarkan korelasi item-total, biasanya digunakan batasan r > 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2009).

Berdasarkan uji coba yang dilakukan terhadap 28 item pada instrumen

Gambar

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1
Tabel 3.3
Blue print skala Tabel 3.4 aggressive driving
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan hasil penelitian ini yaitu: (1) Ada hubungan antara intensitas bermain game balapan online dengan aggressive driving pada remaja. (2) Berdasarkan perhitungan

Hasil analisis dari penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis diterima, yaitu ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan aggressive

Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 tingkat kematangan emosi siswa berada pada kategori tinggi dengan presentase 68,5% yaitu 98 siswa; 2 tingkat aggressive driving

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap pengemudi diharuskan untuk mengikuti pelatihan safety driving yang dilaksanakan oleh perusahaan secara rutin, mealui

Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan rata-rata (46,57%) subjek sedang dalam kondisi stres dengan kategori normal dan kecenderungan aggressive driving

Tingkat persepsi resiko kecelakaan pengendara motor di UIN Maliki Malang yang paling tinggi berada pada kategori sedang dengan nilai sebesar 52,7% (79 orang),

Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan rata-rata (46,57%) subjek sedang dalam kondisi stres dengan kategori normal dan kecenderungan aggressive driving

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2021 HUBUNGAN SAFETY RIDING DENGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA KEJADIAN KECELAKAAN