HUBUNGAN ANTARA CROWDED PERCEPTION DI JALAN RAYA DENGAN KECENDERUNGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA
PENGENDARA MOTOR REMAJA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
Robbian Ferdiansyah B77213094
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengendara motor remaja. Crowded perception merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan aggresssive driving. Penelitian ini memiliki variabel bebas dan terikat yaitu crowded perception dan kecenderungan aggressive driving. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala crowded perception dan skala kecenderungan aggressive driving yang disusun oleh peneliti sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian sampel. Subjek penelitian berjumlah 80 orang remaja yang dalam kegiatan sehari-hari menggunakan sepeda motor dan memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis product moment dengan taraf signifikansi 0.05. Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi p = 0.000 < 0.05 dan r = 0.546 > 0.220 artinya Ha diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengendara motor remaja. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dipahami bahwa korelasinya bersifat positif sehingga menunjukkan adanya hubungan yang searah, artinya semakin tinggi crowded perception di jalan raya maka semakin tinggi pula kecenderungan aggressive driving pada pengendara motor remaja. Hasil analisis juga menunjukkan laki-laki cenderung lebih agresif daripada perempuan saat mengemudi. Selain itu, tingkat agresivitas juga menunjukkan perbedaan berdasarkan usia. Pada usia 19 tahun, perilaku aggressive driving muncul lebih tinggi daripada usia lain.
ABSTRACK
The purpose of this research is to determine the relationship between crowded perception on the highway with the tendency of aggressive driving on teenage motorcyclists. Crowded perception is a factor that affects a person so aggresssive driving. This research has independent and bound variable that is crowded perception and aggressive driving tendency. This research is a quantitative correlation research using data collection technique in the form of crowded perception scale and aggressive driving tendency scale composed by the researcher itself. This research is a sample research. The subject of research is 80 teenagers who in daily activities use motorcycle and have SIM (Driver License). Data analysis technique used is product moment analysis with significance level of 0.05. The results showed correlation value p = 0.000 <0.05 and r = 0.546> 0.220 means Ha accepted. This means that there is a relationship between crowded perception on the highway with the tendency of aggressive driving on teenage motorists. Based on these results can also be understood that the correlation is positive to indicate a unidirectional relationship, meaning that the higher crowded perception on the highway, the higher the tendency of aggressive driving on teenage motorists. The analysis also shows men tend to be more aggressive than women while driving. In addition, the degree of aggressiveness also shows differences by age. At age 19, aggressive driving behavior appears higher than other ages.
DAFTAR ISI Halaman Sampul
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Halaman Pernyataan ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... x
Intisari ... xi
Abstrack ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kecenderungan Aggressive Driving 1. Definisi Aggressive Driving ... 13
2. Jenis-Jenis Aggressive Driving ... 14
3. Faktor-Faktor Penyebab Aggressive driving ... 18
4. Pengemudi Remaja ... 21
B. Crowded Perception Di Jalan Raya 1. Perception a. Definisi Perception ... 24
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perception ... 25
c. Aspek-Aspek Perception ... 27
2. Crowded a. Definisi Crowded ... 28
b. Teori-Teori Crowded ... 29
c. Aspek-Aspek Crowded ... 32
d. Faktor-Faktor Penyebab Crowded ... 33
3. Jalan Raya ... 37
C.Hubungan Antara Crowded Perception Di Jalan Raya Dengan Kecenderungan Aggressive Driving ... 38
D.Landasan Teoritis... 40
E. Hipotesis Penelitian ... 42
vii
2. Definisi Operasional... 44
B. Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 45
2. Sampel ... 46
3. Teknik Sampling ... 47
C. Teknik Pengumpulan Data ... 47
D. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Data 1. Uji Validitas ... 52
2. Uji Reliabilitas ... 58
E. Analisis Data ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek ... 61
1. Pengelompokan Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61
2. Pengelompokan Subyek Berdasarkan Usia ... 61
3. Pengelompokan Subyek Berdasarkan Lama Menggunakan Sepeda Motor ... 62
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data ... 62
2. Reliabilitas Data ... 66
3. Uji Prasyarat ... 67
a. Uji Normalitas ... 67
b. Uji Linieritas ... 68
C. Hasil Penelitian ... 69
D. Pembahasan ... 71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 75
Daftar Pustaka ... 78
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 (Anonim, 1992). Transportasi di jalan raya merupakan salah satu bentuk transportasi yang tidak dapat dipisahkan dari moda trasportasi lain dan ditata dalam sistem transportasi nasional yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Kunarto, 1995, dalam Prasetiyo & Septiningsih, 2011) mengemukakan bahwa tujuan diselenggarakannya transportasi adalah untuk mewujudkan lalu lintas dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, dan efisien, serta mampu memadukan moda trasportasi lainnya, menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas.
2
peran dominan. Sepeda motor merupakan jenis kendaraan biaya murah dan lebih banyak digunakan oleh manusia termasuk di Indonesia (Lulie & Hatmoko, 2005).
Menurut Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Shindhuwinata, laju pertambahan jumlah pengguna motor di Indonesia sudah dianggap tidak rasional lagi karena telah mencapai sebanyak 85 juta unit dari jumlah masyarakat Indonesia yang kira-kira 250 juta orang (Viva.co.id, 2016). Dari data Satlantas Polrestabes Surabaya pada tahun 2014 tercatat ada 3.625.999 kendaraan roda dua yang ada di Surabaya. Jumlah kendaraan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dari penduduk Surabaya yang hanya 2.844.782 jiwa. Setiap bulannya, diperkirakan jumlah sepeda motor di Surabaya bertambah 13.441 unit. “Pesatnya pertambahan jumlah kendaraan di Kota Pahlawan dan di tambah banyaknya kendaraan bernomor polisi dari luar Surabaya membuat jalanan semakin hari justru kian sesak dan macet”, ungkap
Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Raydian Kokrosono (Jawa Pos, 2014).
3
Namun, dibalik keuntungan menggunakan sepeda motor, meningkatnya jumlah pengguna sepeda motor juga menimbulkan banyak permasalahan seperti persoalan keamanan, ketertiban, kelancaran, tindak pidana pencurian sepeda motor dan keselamatan lalu lintas (Susilo, 2008, dalam Utami, 2010). Kelemahan lain dari penggunaan sepeda motor yaitu kurang stabil dan mudah terjadi kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin serius. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas dari setiap tahunnya. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya melibatkan kendaraan bermotor seperti mobil, angkutan, truk, bus, dan sepeda motor (Sulistianingsih, 2014).
Dilansir dari The Washington Post, menurut data terbaru Global Burden, di negara berkembang kecelakaan lalu lintas termasuk lima besar penyebab utama kematian di dunia, melampaui HIV/AIDS, malaria, TBC dan penyakit pembunuh lainnya. Angka kematian global akibat kecelakaan lalu lintas saat ini tercatat mencapai angka 1,24 juta per tahun. Diperkirakan, angka tersebut akan meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 3,6 juta per tahun pada 2030 (Republika, 2017).
4
mengalami kenaikan sekitar 148 persen atau 74 kejadian. Dibanding angka kecelakaan di tahun 2015 yang mencapai 50 kejadian, dengan korban meninggal dunia mencapai 20 jiwa, dan kerugian material mencapai Rp. 182.150.000. World Health Organization (WHO) juga mengungkapkan 48 persen korban yang meninggal merupakan usia produktif yaitu 15-44 tahun (Metrotvnews.com, 2016).
Tentang kecelakaan di jalan raya dikemukakan oleh wakil presiden Yusuf Kalla ketika menyampaikan pengarahan pada pencanangan Pekan Nasional II Keselamatan Transportasi Jalan di Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Minggu 20 April 2008 pagi. Dikatakannya bahwa kecelakaan jalan raya di tanah air telah menelan 30.000 korban per tahun, jauh diatas korban flu burung di Indonesia yaitu 100 orang. Pernyataan wakil presiden tidak memerinci kecelakaan tersebut dari jenis kendaraan yang mana, apakah mobil atau sepeda motor (Mashuri & Zaduqisti, 2009).
5
mayoritas merenggut usia-usia produktif. Hampir 70% korban kecelakaan sepeda motor merupakan usia 16-30 tahun (Surabayaonline.co, 2015).
Usia muda merupakan salah satu segmen penyumbang kecelakaan lalu lintas. Usia 13 - 18 tahun adalah usia remaja awal dimana mereka baru merasakan ketertarikan untuk mencoba mengendarai motor. Remaja berpikir bahwa mereka cukup dewasa untuk mengendarai kendaraan di jalan, tetapi dengan pengetahuan tentang berkendara yang dangkal sering menyebabkan terjadinya kecelakaan (Sammara, 2009).
Menurut Sundari (2009) masa remaja merupakan masa dimana emosi sedang meluap-luap sehingga berdampak pada perilaku remaja yang cenderung melakukan tindakan yang melanggar norma, sehingga pengetahuan yang didapatkannya tidak semena-mena langsung dapat diadopsi dalam perilakunya sehari-hari, padahal banyak remaja itu belum genap usia 17 tahun. Selain tidak memiliki SIM (surat izin mengemudi) kebanyakan remaja juga sering melakukan aksi ugal-ugalan dijalan, tanpa mereka sadari perbuatan mereka tersebut dapat membahayakan diri orang lain, karena pada fase remaja ini merupakan masa yang menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan perannya yang menentukan kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Yusuf, 2012, dalam Utari, 2016).
6
kegiatan sehari-hari mengakibatkan meningkatnya jumlah pengendara, terutama pengendara sepeda motor. Kepadatan yang terjadi di jalan raya ini berdampak pada perilaku pengendara yang seringkali menimbulkan tingkah laku agresif. Perilaku agresif muncul akibat dari kesesakan yang dirasakan para pengendara di jalan raya (Halim, 2008). Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975).
Seperti yang terjadi di Jalan Raya Kletek-Bundaran Waru. Kemacetan lalu lintas terjadi pada jam-jam sibuk yaitu jam 07.00 WIB -10.00 WIB. Kemacetan tidak dapat dihindari karena masyarakat terus melakukan berbagai aktivitas diantaranya berangkat kerja, berangkat sekolah, berangkat kuliah, dan keperluan lainnya. Dari kemacetan tersebut banyak sekali pengendara yang melakukan perilaku agresif ke pengendara lainnya, seperti memaki pengendara lain karena tiba-tiba memotong jalan kendarannya. Ada juga pengendara yang membunyikan klakson berkali-kali dengan intensitas yang cukup tinggi dengan tujuan agar ia segera mendapat jalan dan terbebas dari kemacetan tersebut. Selain itu, tak jarang kita temui pengendara yang naik trotoar dan semakin cepat memacu kendaraannya pada saat lampu kuning menyala (Observasi pada Maret, 2017).
7
lain menerobos jalur bus Transjakarta koridor dua rute Pulogadung-Harmoni bersama sejumlah pengendara mobil di kawasan itu (Antara News, 2014).
Di persimpangan Senen, Jakarta, saat lampu merah menyala, belasan pengemudi menempatkan kendaraan mereka sampai menutupi zebra cross yang seharusnya menjadi tempat para pejalan kaki menyeberang. Belasan pengendara sepeda motor lainnya mencoba terus melaju meski lampu lalu lintas yang masih menyala merah. Di sisi lain, beberapa pengendara sibuk berusaha menyebrangkan sepeda motor mereka dari separator jalur bus Transjakarta untuk menghindari petugas yang berdiri di perempatan jalan raya itu (Antara News, 2014).
Perilaku-perilaku para pengemudi motor, seperti pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah, menyalip atau mendahului, berkecepatan tinggi, dan melanggar lalu lintas, termasuk ke dalam perilaku mengemudi agresif atau disebut juga dengan aggressive driving. Harris & Houston (2008) menjelaskan,
aggressive driving adalah bentuk perilaku mengemudi yang tidak aman yang bisa diukur tanpa mengacu pada kondisi emosi dan motivasi, karena banyak penyebab lainnya antara lain stres, pola berfikir pengemudi dan coping
terhadap kondisi lingkungan.
8
nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, teman sebaya, dan lingkungan.
Salah satu faktor yang menyebabkan pengemudi sepeda motor berperilaku aggressive driving adalah lingkungan. Lingkungan sangat berperan dalam pembentukan perilaku individu. Tasca (2000) menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan dan perilaku agresif pada saat mengemudi. Pengemudi yang lebih sering mengemudi dalam kemacetan jalan cenderung lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi. Tasca (2000) menambahkan bahwa kemacetan yang tidak terduga atau tidak bisa diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang berakibat pengemudi tersebut melakukan aggressive driving.
9
Altman (1975) menjelaskan bahwa kesesakan (crowded) merupakan suatu situasi di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, aggressive driving
dapat dipengaruhi oleh crowded perception individu pada saat terjadi kemacetan di jalan raya.
B.Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengemudi motor remaja ?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengemudi motor remaja.
D.Manfaat Peneltian 1. Manfat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan psikologi di Indonesia serta memperkaya khazanah keilmuan, khususnya psikologi sosial.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
10
Lalu Lintas sebagai informasi lebih lanjut mengenai kondisi psikologis pengemudi sepeda motor.
b. Keluarga maupun pelaku korban aggressive driving untuk lebih memahami kondisi psikologis pengemudi sepeda motor sehingga tidak melakukan perilaku aggressive driving di jalan raya.
c. Pemerhati atau peneliti lain sebagai referensi guna melakukan penelitian serupa yang lebih komprehensif.
E.Keaslian Penelitian
Berdasarkan penulusuran terhadap variabel yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu variabel Crowded Perception dan Kecenderungan Aggressive Driving, berikut akan dipaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti terkait dengan Crowded Perception dan Kecenderungan Aggressive Driving.
Penelitian yang dilakukan oleh Nadiyya Utami (2010) berjudul Persepsi Resiko Kecelakaan dengan Aggressive Driving Pengemudi Motor Remaja. Memaparkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi resiko kecelakaan dengan aggressive driving pengemudi motor remaja.
11
0,000. Hal ini berarti semakin tinggi intensi mahasiswa mematuhi rambu lalu lintas maka akan semakin rendah aggressive driving yang dilakukan.
Penelitian yang dihasilkan oleh Wisnu Eko Prasetyo & Dyah Siti
Septiningsih (2011) berjudul Studi Deskriptif tentang Aggressive Driving
Sepeda Motor di Jalan Raya pada Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 2 Ajibarang. Memaparkan hasil bahwa terdapat agresivitas pada semua peserta didik dalam berkendaraan di jalan raya.
Penelitian yang dihasilkan oleh Wakhidati Maimunah & Sugeng Hariyadi (2016) tentang Hubungan antara Kesesakan dengan Privasi pada Mahasiswa yang Tinggal di Pondok Pesantren. Memaparkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara kesesakan (crowded) dengan privasi pada mahasiswa yang tinggal di Pondok Pesantren Durrotu Aswaja.
Penelitian yang dihasilkan oleh Fitri Zuhriyah (2007) tentang Hubungan antara Kesesakan dan Kelelahan Akibat Kerja pada Karyawan Bagian Penjahitan Perusahaan Konveksi PT. Mondrian Klaten Jawa Tengah. Memaparkan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara kesesakan dengan kelelahan akibat kerja pada karyawan bagian penjahitan pada PT. Mondrian Klaten.
12
Penelitian yang dihasilkan oleh Sinha & Nayyar (2000) tentang Crowded Effects of Density and Personal Space Requirements Among Older People: The
Impact of Self-Control and Social Support. Memaparkan hasil bahwa kontrol diri dan dukungan sosial mampu melemahkan efek kesesakan dari kepadatan.
Penelitian selanjutnya yang dihasilkan oleh Elena Costantinou, dkk, (2011) yang berjudul Risky and Aggressive Driving in Young Adults: Personality Matters. Memaparkan hasil bahwa pengaruh langsung dari kepribadian pada perilaku mengemudi itu sedikit, meskipun kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku mengemudi yang menyimpang dari kebiasaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepribadian memiliki pengaruh sedikit terhadap prediktor yang penting dari hasil perilaku mengemudi yang negatif.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah dipaparkan, penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian-penelitian diatas yaitu untuk mengetahui penelitian kecenderungan aggressive driving dalam satu aspek dan
crowded perception dalam satu aspek.
Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah ingin meneliti mengenai kecenderungan aggressive driving
dengan menggunakan variable crowded perception.
Maka dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A.Kecenderungan Aggressive Driving
1. Definisi Aggressive Driving
Dula & Geller (2003) mendefinisikan aggressive driving sebagai perilaku agresif yang disangaja untuk menyerang, emosi negatif pada saat mengemudi dan perilaku mengemudi yang tidak aman dan membahayakan orang lain. Tasca (2000) menambahkan bahwa, aggressive driving
dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko kecelakaan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu.
National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) mengartikan aggressive driving sebagai suatu pengoperasian kendaraan bermotor yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau mungkin membahayakan seseorang, atau properti. Pengemudi bersikap tidak sabar dan kurang peduli sehingga memancing emosi pengguna jalan lain di sekitarnya. Sependapat, Hennessy and Wiesenthal (2000) mendefinisikan
aggressive driving sebagai suatu perilaku yang direncanakan untuk menyerang secara fisik, emosi atau psikologi di lingkungan mengemudi atau jalan raya.
14
agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu menangani tingkat risiko yang sama, dan mengasumsikan bahwa seseorang berhak meningkatkan risiko orang lain untuk terkena bahaya. Sedangkan menurut (Houston, Harris dan Norman, 2003) aggressive driving merupakan pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik.
Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aggressive driving merupakan perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu meningkatkan risiko yang sama serta mengganggu keamanan publik.
2. Jenis-Jenis Aggressive Driving
Tasca (2000), mengemukakan beberapa tingkah laku yang dapat dikategorikan sebagai mengemudi agresif, antara lain :
15
d. Memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat;
e. Menyalip dari bahu jalan;
f. Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda; g. Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip;
h. Tidak mau memberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke dalam jalur;
i. Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur;
j. Melewati (melanggar) lampu merah;
k. Melewati tanda yang mengharuskan berhenti sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.
Selanjutnya, James dan Nahl (2000) membagi perilaku aggressive driving menjadi beberapa kategori, yaitu : Impatience and inattentiveness, Power Struggle, Recklessness and Road Rage.
Kategori 1: Impatience (ketidaksabaran) dan Inattentiveness
(ketidakperhatian)
a. Menerobos lampu merah.
b. Menambah kecepatan ketika melihat lampu kuning. c. Berpindah-pindah jalur.
d. Mengemudi dengan kecepatan 5-15 km/jam diatas batas kecepatan aman maksimum.
16
f. Tidak memberikan tanda ketika dibutuhkan, seperti berbelok atau berhenti.
g. Menambah kecepatan atau mengurangi kecepatan secara mendadak. Kategori 2 : Power Struggle (adu kekuatan)
a. Menghalangi orang yang akan berpindah jalur, menolak untuk memberi jalan atau pindah.
b. Memperkecil jarak kedekatan dengan kendaraan di depannya untuk menghalangi orang yang mengantri.
c. Mengancam atau memancing kemarahan pengemudi lain dengan berteriak, membuat gerakan-gerakan yang memancing kemarahan dan membunyikan klakson berkali-kali.
d. Membunuti kendaraan lain untuk memberikan hukuman atau mengancam kendaraan tersebut.
e. Memotong jalan kendaraan lain untuk menyerang atau membalas pengemudi lain.
f. Mengerem secara mendadak untuk menyerang atau membalas pengemudi lain.
Kategori 3 : Recklessness (ugal-ugalan) dan Road Rage (kemarahan di jalan)
a. Mengejar pengemudi lain untuk berduel. b. Mengemudi dalam kondisi mabuk.
17
d. Menyerang pengemudi lain dengan menggunakan mobilnya sendiri atau memukul suatu objek.
e. Mengemudi dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Selain itu, Houston, Harris, dan Norman (2003) membagi perilaku
aggressive driving menjadi beberapa aspek, yaitu : a. Perilaku Konflik (Conflict Behavior)
Perilaku konflik melibatkan interaksi sosial langsung dengan pengemudi lain dan di tandai oleh tindakan yang tidak kompatibel yang memperoleh respon konflik.
Indikator dari perilaku konflik : 1) Membunyikan klakson. 2) Memberi isyarat kasar. 3) Menyalakan lampu jauh. b. Mengebut (Speeding)
perilaku mengebut termasuk kedalam perilaku beresiko (risk taking behavior), menurut Houston, Harris, dan norman (2003) perilaku mengebut tersebut tidak jelas merupakan perilaku yang memperhitungkan resiko, pembuatan keputusan secara impulsif atau hanyalah kecerobohan dari pengemudi.
Indikator dari mengebut :
1) Mengebut melewati batas kecepatan. 2) Membuntuti kendaraan lain.
18
3. Faktor-faktor Penyebab Aggressive Driving
Menurut Tasca (2000), faktor-faktor penyebab aggressive driving
adalah sebagai berikut : a. Usia dan Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan aggressive driving yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara usia 17-35 tahun, lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada rentang usia yang sama. Aggressive driving termasuk perilaku melanggar lalu lintas, pengemudi laki-laki cenderung meremehkan risiko yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas. Menurut mereka, peraturan lalu lintas adalah sesuatu yang menjengkelkan dan berlebihan. Sedangkan pengemudi perempuan cenderung memandang peraturan lalu lintas sebagai sesuatu yang penting, jelas dan masuk akal serta merasa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Oleh karena itu, pengemudi laki-laki lebih banyak terlibat perilaku aggressive driving dari pada pengemudi perempuan.
b. Anonimitas
Anonimitas biasanya mengacu pada seseorang, yang sering berarti bahwa identitas pribadi, informasi identitas pribadi orang tersebut tidak diketahui. Jalan raya, terutama pada malam hari, memberikan anonimitas dan kesempatan untuk melarikan diri. Keadaan tersebut memberikan kesempatan untuk “lolos begitu saja” dari diketahuinya seseorang
19
demikian, dapat dikatakan bahwa anonimitas merupakan suatu kondisi mengemudi yang memungkinkan seorang pengemudi tidak diketahui identitasnya.
c. Faktor Sosial
Aggressive driving merupakan pengaruh dari norma, reward, hukuman, dan model yang ada di masyarakat. Banyaknya kasus
aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku seperti ini normal dan diterima. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan para pengemudi merasa bahwa perilaku
aggressive driving yang dilakukannya tidak atau kurang dikontrol, sehingga para pengemudi tetap melakukan aggressive driving.
d. Kepribadian
Individu memiliki ciri yang menentukan mereka untuk berperilaku secara teratur dan terus-menerus dalam berbagai situasi. Sifat-sifat ini dikatakan membentuk kepribadian mereka. Faktor pribadi yang telah diidentifikasi sebagai berhubungan dengan kecelakaan kendaraan umumnya termasuk agresi tingkat tinggi dan permusuhan, daya saing, kurang kepedulian terhadap orang lain, sikap mengemudi yang tidak baik, mengemudi untuk pelepasan emosional, impulsif dan mengambil risiko.
e. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan salah satu faktor penyebab perilaku
20
berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan risiko tabrakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memiliki gaya hidup seperti minum minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang, merokok dan kelelahan karena bersosialisasi sampai larut malam. Dimana gaya hidup tersebut menyerap pada semua aspek kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara. Perilaku-perilaku tesebut termasuk ke dalam mengemudi dibawah gangguan emosional yang oleh disebut aggressive driving.
f. Tingkah Laku Pengemudi
Tingkah laku pengemudi dapat menjadi salah satu faktor penyebab
21
g. Faktor Lingkungan
Hubungan yang kuat antara kondisi lingkungan dan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi. Namun, kemacetan yang tidak diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving.
Faktor lingkungan yang juga mempengaruhi timbulnya perilaku
aggressive driving adalah faktor kepadatan. Sarwono (1997) menyatakan bahwa kepadatan seringkali memiliki dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku agresif. Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975).
Hennessy & Wiesenthal (2000) menambahkan, kondisi lingkungan jalan raya yang padat akan mempengaruhi tingkat stres individu, selanjutnya akan memungkinkan terjadinya perilaku agresif pada saat mengemudi. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressive driving yaitu kesesakan (crowded). Kesesakan merupakan penyebab yang sangat subjektif dan akan persepsikan berbeda-beda oleh setiap individu.
4. Pengemudi Remaja
Menurut PP No.43 tahun 1993, pengemudi adalah orang yang
22
mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan
bermotor. Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2002), menjelaskan bahwa pengemudi adalah orang yang (pekerjaannya) mengemudikan (perahu, mobil, pesawat terbang, sepeda motor, dsb). Oleh karena itu, pengguna sepeda motor remaja adalah orang yang mengemudikan sepeda motor dalam usia 12 tahun sampai 22 tahun (dalam Santrock, 2003).
Batasan usia remaja dikemukakan dalam berbagai pendapat, antara lain (Monks, dkk, 2002) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Sedangkan Santrock (2003) berpendapat bahwa usia remaja berada pada rentang usia 12-23 tahun. Berdasarkan pernyataan ahli di atas dapat diamati bahwa proses mulainya masa remaja relatif sama sedangkan masa berakhirnya berbeda-beda. Ada yang dipercepat dan ada yang diperlambat. Hal ini tergantung dari kondisi lingkungan tempat remaja tersebut berkembang. Monks, dkk, (2002) menambahkan pembagian masa remaja mulai dari remaja awal antara usia 12-15 tahun, remaja tengah antara usia 15-18 tahun dan remaja akhir antara usia 18-22 tahun.
Batasan usia pengemudi remaja sendiri telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Pengemudi remaja termasuk ke dalam golongan pengemudi usia muda. Tasca (2000) menyatakan bahwa perilaku aggressive driving
paling banyak ditampilkan oleh pengemudi yang berusia 17-35 tahun, yaitu
23
kendali alkohol, tidak mempunyai surat ijin yang valid. Selain itu situasi juga memicu terjadinya aggressive driving, diantaranya seorang remaja membawa penumpang sesama remaja, kondisi jalan padat pada pagi hari, dan batas kecepatan yang ada pada peraturan (Paleti, Eluru & Bath, 2010).
Beberapa studi juga menemukan penilaian subyektif pengemudi usia muda terkait kesesakan yang dialami di lalu lintas. Shinar (2004) menjabarkan dalam penelitiannya bahwa kodisi lalu lintas yang padat akan memicu aggressive driving. Respon yang muncul atara lain perilaku agresif, kompetitif dan perilaku negatif lainnya (Holahan, 1982). Holahan, (1982) menambahkan bahwa perilaku reaktif ditunjukkan pada individu dengan usia muda lebih banyak diabanding usia tua.
24
B.Crowded Perception di Jalan Raya
1. Perception atau Persepsi a. Definisi Perception
Menurut Robbins (2006) persepsi atau perception adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberi makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Individu-individu memandang satu benda yang sama, namun mempersepsikannya secara berbeda. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutarbalikkan persepsi. Faktor-faktor ini dapat berbeda dalam objek atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat.
Persepsi adalah proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Setiap orang memeberi arti sendiri arti sendiri terhadap rangsangan, individu melihat hal yang sama denga cara yang berbeda. Persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan, mengaturnya, dan menterjemahkannya atau mengtinterpretasikan rangsangan untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap (Gibson, 1996, dalam Utami, 2010).
25
mengartikan stimulus dari lingkungan sekitar. Sehingga persepsi setiap individu mungkin berbeda meskipun stimulus atau objeknya sama.
Berdasarkan penjelasan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses mengorganisasikan, menafsirkan, dalam rangka memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi muncul sesuai dengan pengalaman yang sudah ada dan setiap individu dapat menghasilkan persepsi yang berbeda-beda dari suatu stimulus atau objek yang sama.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perception
Menurut Robbins (2006), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:
1. Orang yang melakukan persepsi. Ada beberapa hal yang dapat memperngaruhi persepsi seseorang, antara lain:
a) Sikap individu yang bersangkutan terhadap obyek persepsi.
b) Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. c) Interest (ketertarikan). Fokus perhatian individu dipengaruhi oleh
ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan obyek persepsi yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu.
26
mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Target atau obyek persepsi, karakteristik dari obyek yang dipersepsikan dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Rangsang obyek yang bergerak di antara obyek yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang obyek yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya paling kuat. Karakteristik orang yang dipersepsi baik itu karaketrisitik personal sikap ataupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap orang yang mempersepsikannya karena manusia dapat saling mempengaruhi persepsi satu sama lain, orang tua yang berinteraksi dengan anaknya dengan penuh perhatian, hangat, selalu antusias, dan sebagainya akan berpengaruh terhadap persepsi anak akan orang tuanya.
3. Faktor situasi yaitu saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain :
a) Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan lingkungan sosialnya.
27
c) Waktu, pada saat objek persepsi tersebut dipersepsikan. c. Aspek-Aspek Perception
Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (1924) ada tiga yaitu:
1. Komponen kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
2. Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
3. Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Baron dan Byrne (2004) menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
28
2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
2. Crowded atau Kesesakan a. Definisi Crowded
Kesesakan ada hubungannya dengan kepadatan namun kepadatan bukanlah merupakan syarat yang mutlak untuk menimbulkan perasaan sesak. Secara teoritis perlu dibedakan antara kepadatan (density) dengan kesesakan (crowded). Kepadatan mengacu kepada jumlah orang dalam ruang (space) sehingga sifatnya mutlak, sedangkan kesesakan adalah persepsi seseorang terhadap kepadatan, sehingga sifatnya subjektif (Halim, 2008).
29
menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang telah diperoleh.
Veitch & Arkkelin (1995) mendefinisikan kesesakan sebagai suatu konsep psikologis yang menunjuk pada pengalaman subyektif terhadap kepadatan populasi seperti jumlah ruang fisik per orang atau jumlah orang per unit ruangan. Altman (1975) menambahkan penjelasan sebelumnya, kesesakan merupakan suatu situasi di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, kesesakan (crowded) adalah perasaan subjektif yang menekan dan tidak menyenangkan di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.
b. Teori-Teori Crowded
Beberapa psikolog lingkungan menjabarkan beberapa teori tentang kesesakan. Holahan (1982) menjelaskan teori-teori kesesakan dalam 3 model, yaitu
1) Teori Stimulus Berlebih (Information Overload Theory)
30
sekitarnya, sehingga memungkinkan individu untuk mengalami apa yang disebut sebagai stimulus berlebih.
2) Teori Kendala Perilaku (Behavioral Constrain Theory)
Beberapa psikolog lingkungan mengemukakan bahwa konsekuensi negatif dari kesesakan disebabkan oleh hambatan yang terjadi akibat kepadatan sosial dan spasial yang mempengaruhi kebebasan seseorang. Menurut pandangan ini, jumlah tekanan yang dialami akan mengganggu tergantung dari pemilihan perasaan terhadap situasi tersebut. Untuk menjelaskan proses psikologis ini, psikolog lingkungan mengemukakan suatu model untuk membantu dalam memahami bagaimana kesesakan mempengaruhi mood seseorang dan performansi mereka dalam mengerjakan berbagai tugas.
Efek psikologis dari kesesakan adalah pengalaman kebebasan memilih yang dialami dalam siatuasi kesesakan. Mereka berpendapat bahwa kesesakan sebagai suatu fenomena psikologi tidak secara langsung berhubungan dengan jumlah orang. Hal yang penting untuk mengalami kesesakan adalah perasaan bahwa orang lain menghalangi dirinya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
31
keadaan yang mengancam kebebasannya itu, yang disebut reaktansi psikologis (psychology reactance), yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memilih. Adapun bentuknya adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi yang hilang. Misalnya, seorang sedang belajar dikamar, sementara di luar kamar ada sekelompok orang yang sedang berbicara dengan suara keras, dan tidak mempunyai pilihan tempat lain untuk belajar, maka orang itu akan merasa terganggu oleh suara yang keras itu. Akan tetapi bila individu dapat pindah keruangan lain dan meneruskan belajar, individu tidak akan merasa bahwa suara keras itu mengganggu.
Model ini tergolong dalam konsep intervensi perilaku, yang memandang bahwa kepadatan yang tinggi saja tidak cukup untuk menimbulkan stres. Kesesakan akan timbul bila kepadatan yang tinggi mengganggu perilaku individu dalam usaha pencapaian tujuan.
3) Teori Model Ekologi (Ecological Model Theory)
32
kelompok sosial dan pengaruh kesesakan dalam proses sosial yang berlangsung dalam kelompok besar.
Individu bisa mentoleransi kepadatan yang tinggi dalam lingkungan karena pola organisasi sosial yang terlibat dalam menentukan ruang konseptual antar individu. Dengan kata lain, ketentuan sosial yang telah ditetapkan dapat membantu dalam membagi ruang sosial tanpa tindakan agresif. Teori ekologi tentang kesesakan membahas bagaimana pengaruh kesesakan terhadap organisasi kelompok sosial dan pengaruh kesesakan pada proses-proses sosial pada kelompok-kelompok yang besar.
c. Aspek-Aspek Crowded
Gifford (1987) menjelaskan bahwa kesesakan memiliki tiga aspek yakni :
1) Aspek Situasional
Kondisi pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang terhambat oleh kehadiran orang-orang yang terlalu banyak, ruangan/lokasi yang menjadi semakin sempit karena kehadiran orang baru.
2) Aspek Emosional
33
terjadi, namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil menangani rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.
3) Aspek Perilaku
Kesesakan menimbulkan respon yang jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan menjauhi situasi, tetap bertahan namun berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata, beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.
d. Faktor-Faktor Penyebab Crowded
Gifford (1987) menjelaskan 3 faktor yang menyebabkan kesesakan, yaitu faktor personal, sosial, dan faktor lingkungan. Berikut ini penjelasan faktor-faktor kesesakan tersebut :
1) Faktor Personal
Faktor yang berasal dari diri individu dapat berpengaruh besar terhadap perasaan sesak (crowded), hal ini terjadi karena kesesakan merupakan suatu pandangan subjektif yang akan berbeda-beda pada setiap individu. Fator-faktor personal ini terdiri dari :
a) Kontrol Pribadi (Locus Of Control)
34
mnghindari stimulus yang ada sehingga terlepas dari perasaan sesak (crowded).
Individu dengan locus of control internal, percaya bahwa keadaan yang akan terjadi pada dirinya akan mempengaruhi kehidupannya. Lebih dimungkinkan individu seperti ini mampu mengendalikan kesesakan daripada individu dengan locus of control
eksternal.
b) Budaya, Pengalaman dan Proses adaptasi
Budaya akan berpengaruh terhadap perilaku individu. Dibeberapa tempat dengan budaya yang berbeda akan menunjukkan perilaku individu yang berbeda terhadap suatu hal. Crowded Perception antara orang Asia dan Mediterania yang tinggal di Asrama di Amerika, hasilnya adalah orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang asia, demikian cukup membuktikan bahwa latar belakan budaya dapat menyebabkan perbedaan Crowded Perception
(crowded).
35
Semakin sering individu mengalami kepadatan sehingga merasakan kesesakan (crowded), akan semakin ada pembiasaan yang kemudian membuat individu semakin menganggap kepadatan tersebut tidak menyebabkan kesesakan. Apabila individu semakin sering dan konstan mengalami stimulus yang muncul, akan membentuk pembiasaan secara psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) yang akan melemahkan efek dari stimulus tersebut.
c) Jenis Kelamin dan Usia
Dalam beberapa penelitian, pria yang mengalami kesesakan akan lebih terlihat daripada wanita, karena pria akan lebih reaktif dengan kesesakan tersebut. Respon yang muncul atara lain perilaku agresif, kompetitif dan perilaku negatif lainnya . Holahan (1982) menambahkan bahwa perilaku reaktif ditunjukkan pada individu dengan usia muda lebih banyak diabanding usia tua.
2) Faktor Sosial
Pengaruh personal terhadap kesesakan akan semakin mudah terjadi apabila ada pengaruh juga dari pengaruh orang lain, atau keadaan lingkungannya. Faktor-faktor sosial adalah sebagai berikut : a) Kehadiran dan perilaku orang lain
36
juga merasa tidak nyaman terhadap ruangan, teman sekamar dan proses belajar mereka.
b) Formasi Koalisi
Berawal dari anggapan bahwa kepadatan sosial dapat meningkatkan kesesakan (crowded). Bertambahnya teman sekamar akan memicu kesesakan, karena akan terjadi koalisi atara suatu pihak dan kemudian menyebabkan pihak lain merasa terisolasi.
c) Kualitas Hubungan
Kesamaan tujuan dan kepentingan atau pandangan yang sama antara beberapa individu akan mengurang perasaan sesak. Seberapa baik individu dapat bergaul dengan orang lain akan mempengaruhi perasaan sesak individu dalam suatu lingkungan.
3) Faktor Lingkungan
a) Informasi yang Tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh bentuk dan jumlah informasi yang muncul sebelum mengalami kepadatan. Individu yang tidak mempunyai informasi sebelumnya akan merasa lebih sesak dibandingkan dengan individu yang sudah mempunyai informasi sebelumnya.
b) Faktor Fisik
37
karena ukuran ruangan dan penghuni dalam penjara tersebut. Penghuni asrama pada lantai atas lebih sedikit merasakan efek sesak karena keberadaan orang lain yang lebih sedikit dibanding lantai bawah. Yudha dan Christine, (2005) menambahkan bahwa ada hubungan atara kondisi pemukiman yang kumuh dan sesak dengan intensi perilaku agresif. Jadi faktor lingkungan secara fisik seperti, bentuk ruangan, ukuran ruangan, lebar wilayah, jumlah lantai, jumlah ruangan, tinggi atap, dan sebagainya mendukung munculnya efek sesak (crowded) pada individu.
3. Jalan Raya
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat (Oglesby, Clarkson H., 1999).
38
kondisi perekonomian dan pembangunan suatu daerah. Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas, sementara kapasitas jalan tetap. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas.
C.Hubungan antara Crowded Perception di Jalan Raya dengan Kecenderungan Aggressive Driving
Aggressive driving menurut Dula & Geller (2003) sebagai perilaku agresif yang disengaja untuk menyerang, emosi negatif pada saat mengemudi dan perilaku mengemudi yang tidak aman dan membahayakan orang lain. Tasca (2000) menambahkan bahwa, aggressive driving dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko kecelakaan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu.
Tasca (2000) mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi
aggressive driving adalah faktor usia dan jenis kelamin, anonimitas, faktor sosial, kepribadian, gaya hidup, tingkah laku pengemudi serta lingkungan. Faktor lingkungan menjadi fokus dalam penelitian ini sebagai pemicu munculnya aggressive driving. Kondisi lingkungan akan mempengaruhi perilaku individu termasuk salah satunya aggressive driving.
39
2007, (dalam Erlinda, 2016) mengungkapkan bahwa kesesakan merupakan perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif atau rasa sesak adalah keadaan psikologis yang menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang telah diperoleh.
Individu dapat mempersepsikan kesesakan secara berbeda-beda. Persepsi individu terhadap kesesakan dapat dipengaruhi oleh bentuk, jumlah, dan lokasi terjadinya stimulus. Selain itu proses adaptasi dan pengalaman akan mempengaruhi pula crowded perception oleh masing-masing individu.
Perasaan individu terhadap lingkungan sekitarnya yang padat dapat membuat kondisi psikologis individu di dalamnya mempersepsikan sebagai kesesakan yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat stres individu dan kemudian akan mempengaruhi perilaku individu. Pengaruh crowded perception tersebut dapat terlihat melalui perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu. Perilaku tersebut melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh yang disebut dengan aggressive driving.
40
individu, antaranya adalah ketidaknyamanan, stres, dan juga agresivitas. Oleh karena itu, kondisi lingkungan jalan yang padat, akan menimbulkan perasaan sesak pada pengemudi, kemudian akan mempengaruhi tingkat stres dan memunculkan aggressive driving. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressive driving yaitu kesesakan (crowded). Kesesakan merupakan penyebab yang sangat subjektif dan akan persepsikan berbeda-beda oleh setiap individu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, aggressive driving
dapat dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya kondisi jalan raya. Jalan raya yang padat akan dipersepsikan masing-masing individu secara berbeda-beda. Persepsi individu terhadap kesesakan (crowded) pada saat terjadi kemacetan di jalan raya, akan menetukan tinggi atau rendahnya perilaku aggressive driving
yang muncul. D.Landasan Teoritis
Landasan teori adalah suatu model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penelitian.
41
lalu lintas tenang. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu meningkatkan risiko yang sama serta mengganggu keamanan publik.
Kesesakan (crowded) adalah perasaan subjektif yang menekan dan tidak menyenangkan di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi aggressive driving yaitu faktor usia dan jenis kelamin, anonimitas, faktor sosial, kepribadian, gaya hidup, tingkah laku pengemudi serta lingkungan.. Faktor lingkungan menjadi fokus dalam penelitian ini sebagai pemicu munculnya aggressive driving.
Lingkungan sangat berperan dalam pembentukan perilaku individu. Kondisi lingkungan yang padat akan menimbulkan kondisi psikologis individu di dalamnya merasakan kesesakan dan kemudian akan mempengaruhi perilaku individu . Perilaku yang sering muncul akibat crowded perception di jalan raya salah satunya adalah aggressive driving. Hal ini didukung oleh penelitian dari (Macintyre & Homel, 2004), bahwa perilaku agresif muncul disebabkan salah satunya oleh kesesakan. Halim (2008) juga menambahkan bahwa perilaku agresif muncul akibat dari kesesakan yang dirasakan para pengendara di jalan raya. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressive driving yaitu kesesakan. Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975). Oleh sebab itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara crowded perception
42
[image:51.595.126.510.277.561.2]pppppe
Gambar 1. Skema Konsep Penelitian. E.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan hasil penemuan beberapa penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving.
Crowded Perception di Jalan Raya
Kecenderungan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. 1. Variabel Penelitian
Azwar (2011) menyatakan bahwa variabel adalah beberapa fenomena atau gejala utama dan beberapa fenomena lain yang relevan mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian. Sedangkan menurut Suryabrata (1998) variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.
Variabel memegang peranan penting dalam suatu penelitian, mengartikan variabel sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian itu sebagai faktor- faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
Pentingnnya identifikasi dan perumusan variabel penelitian adalah untuk mengarahkan, membatasi perhatian penelitian masalah yang hendak diteliti dengan segala hal yang terkait didalamnnya. Batasan- batasan variabel bebas dan variabel tergantung yang harus dipertegas. Hal ini masing- masing didefinisikan secara operasional agar dapat di ukur.
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka variabel yang diteliti adalah :
44
b.Variabel Terikat/Dependent Variable (Y) = Kecenderungan Aggressive Driving.
2. Definisi Operasional
Definisi Operasional variabel adalah definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik- karakteristik variabel tersebut dapat diamati (Azwar, 2004). Definisi operasional merujuk pada peneliti atas caranya dalam mengukur suatu variabel. Pada penelitian ini, peneliti mengoperasionalkan Crowded Perception dan Kecenderungan Aggressive Driving sebagai variabel alat ukur. Kedua variabel operasional ini diukur menggunakan dua skala dengan pemberian skor bergerak dari yang terendah 1 hingga tertinggi 4 disetiap pilihan jawaban per aitem. Skor tersebut digunakan untuk mengetahui respon dari subjek penelitian terhadap suatu pernyataan.
Aggressive driving merupakan perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu meningkatkan risiko yang sama serta mengganggu keamanan publik.
45
aspek perilaku konflik (conflict behavior) dan aspek mengebut (speeding). Yang mana hal ini dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berperilaku aggressive driving.
Sedangkan crowded perceptionadalah perasaan subjektif yang menekan dan tidak menyenangkan di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan. Peneliti menggunakan skala crowded perception sebagai alat ukur. Adapun peneliti gunakan sebagai pedoman pengukuran meliputi aspek situasional, aspek emosional, dan aspek perilaku.
B.Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Peneliti tidak bisa mendapatkan jumlah populasi yang pasti, dikarenakan pengemudi sepeda motor di Indonesia merupakan kelompok objek dengan ukurannya tidak terhingga (infinite) yang jumlah populasinya tidak terbatas (Reksoatmodjo, 2006, dalam Luthfie, 2014). Selanjutnya, populasi yang digunakan peneliti disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Oleh karena itu, peneliti menentukan karakteristik populasi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu sebagai berikut :
46
b. Memiliki SIM C.
c. Menggunakan sepeda motor dalam kegiatan sehari-hari.
Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paleti, Eluru & Bath, (2010) menunjukkan bahwa perilaku agresif di jalan didominasi oleh pengemudi usia muda (16-23 tahun), biasanya mereka tidak menggunakan sabuk pengaman, dibawah kendali alkohol, tidak mempunyai surat ijin yang valid. Selain itu, situasi juga memicu terjadinya aggressive driving, diantaranya seorang remaja membawa penumpang sesama remaja, kondisi jalan padat pada pagi hari, dan batas kecepatan yang ada pada peraturan. Berikutnya, Santrock (2003) berpendapat bahwa usia remaja berada pada rentang usia 12-23 tahun.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, apa yang dipelajari dari sampel kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2009). Karena populasi dalam penelitian ini tidak dapat diketahui secara pasti, maka dalam pengambilan sampel peneliti mengacu pada Bailey (dalam Hasan, 2002) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30 subjek. Untuk itu peneliti menentukan sampel sebanyak 80 orang agar lebih mewakili populasi.
47
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan bentuk accidental sampling sebagai teknik pengambilan data. Non probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana tidak semua unit populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian. Hal ini karena sifat populasi itu sendiri yang heterogen sehingga terdapat diskriminasi tertentu dalam unit-unit populasi (Bungin, 2008). Sedangkan accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tersebut ada di situ atau kebetulan penulis mengenal orang tersebut (Sugiyono, 2009).
C.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala yang digunakan untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. Secara umum, skala merupakan suatu alat pengumpulan data yang berupa sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek yang menjadi sasaran atau responden penelitian. Singkatnya, skala adalah suatu prosedur penempatan atribut atau karakteristik objek pada titik-titik tertentu sepanjang suatu kontinum (Azwar, 2013).
48
aggressive driving.Azwar (2013) menyebutkan bahwa karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi antara lain:
1. Stimulus berupa pertanyaan yang tidak langsung untuk mengungkapkan atribut yang hendak diukur, yaitu mengungkapkan indikator perilaku dan atribut yang bersangkutan.
2. Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagain dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur. Sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua aitem telah direspon.
3. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.
Dalam skala Likertterdapat pernyataan-pernyataan yang terdiri atas dua macam, yaitu pernyataan yang favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap), dan pernyataan yang unfavorable (tidak mendukung objek sikap). 1. Skala Crowded Perception
Skala crowded perceptionmenggunakan tiga aspek sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Gifford (1987) yaitu :
a. Aspek Situasional
49
orang-orang yang terlalu banyak, ruangan/lokasi yang menjadi semakin sempit karena kehadiran orang baru.
b. Aspek Emosional
Menjelaskan pada perasaan yang berkaitan dengan kesesakan yang dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang lain maupun pada situasi yang dihadapi. Perasaan positif dalam kesesakan masih mungkin terjadi, namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil menangani rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.
c. Aspek Perilaku
Kesesakan (crowded)menimbulkan respon yang jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan menjauhi situasi, tetap bertahan namun berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata, beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.
[image:58.595.137.513.278.560.2]Blue Print skala Crowded Perceptionadalah sebagai berikut : Tabel 1
Blue Print Skala Crowded Perception*
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah
50
1 Situasional
1.Situasi yang
tidak nyaman 5,20,41 8 4
2.Tujuan
terhambat 26,17,34 38 4
3.Ruangan/lokasi
yang sempit 44,11,23 4 4
2 Emosional
1. Tertekan 16,1,31 29 4
2. Menurunnya
toleransi 7,13,45 25 4
3. Mood
memburuk 30,2,10 36 4
4. Mudah
tersinggung 32,15,42 22 4
3 Perilaku
1.Mengeluh 3,14,33 18 4
2.Menghindari
situasi 43,6,9 27 4
3.Terlibat konflik dengan orang lain
19,35,12 21 4
4. Ceroboh saat
berkendara 40,28,37,24 39 5
Jumlah 34 11 45
*Rujukan membuat blue print diperoleh dari buku Penyusunan Skala Psikologi, Saifuddin Azwar 2015. 2. Skala Kecenderungan Aggressive Driving
Skala kecenderungan aggressive drivingmenggunakan dua aspek sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Houston, Harris, dan norman (2003) yaitu :
a. Perilaku Konflik (Conflict Behavior)
Perilaku konflik melibatkan interaksi sosial langsung dengan pengemudi lain dan di tandai oleh tindakan yang tidak kompatibel yang memperoleh respon konflik.
b. Mengebut (Speeding)
51
perilaku yang memperhitungkan resiko, pembuatan keputusan secara impulsif atau hanyalah kecerobohan dari pengemudi.
[image:60.595.135.530.219.541.2]Blue Print skala KecenderunganAggressive Drving adalah sebagai berikut Tabel 2
Blue Print Skala Kecenderungan Aggressive Driving*
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
1 Perilaku Konflik
1. Membunyikan klakson
1,7,11,18,19,
26 36,40 8
2. Memberi
isyarat kasar 4,8,16,22,27 33,41 7 3. Menyalakan
lampu jauh 5,10,14,24,31 38,45 7
2 Mengebut
1. Mengebut melewati batas kecepatan
2,9,15,20,21,
29,34 39,44 9
2. Membuntuti
kendaraan lain 3,12,23,30,35 37,43 7 3. Mempercepat
kendaraan saat lampu kuning menyala
6,13,17,25,28 32,42 7
Jumlah 33 12 45
*Rujukan membuat blue print diperoleh dari buku Penyusunan Skala Psikologi, Saifuddin Azwar 2015.
Untuk menentukan skor terhadap subjek maka ditentukan norma penskoran dengan empat alternatif jawaban. Menurut Arikunto (2006), ada kelemahan dengan lima alternatif jawaban, karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah R (ragu-ragu), karena jawaban dirasa paling aman dan paling gampang.
52
1. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya bisa diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu).
[image:61.595.121.513.275.554.2]2. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu atas arah jawabannya ke arah setuju ataukah ke arah tidak setuju. Oleh karena itu peneliti menghilangkan jawaban R (ragu-ragu) untuk meminimalisir ketidakvalidan aitem yang di uji. Sehingga pilihan alternatif jawaban hanya empat saja.
Tabel 3
Penilaian Pernyataaan Favorable dan Unfavorable
Kategori Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
D.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas
Validitas adalah pertimbangan yang paling utama dalam mengevaluasi kualitas tes sebagai instrumen ukur (Azwar, 2015). Pada perkembangan lebih lanjut, validitas lalu dipandang sebagai suatu karakteristik skor tes dan bukanlah karakterisitik tes ataupun karraakteristik skor tes.
53
masing-masing butir aitem pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pernyataan aitem (Azwar, 2013). Adapun syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat validitas adalah apabila nilai daya diskriminasi aitem sama dengan atau le