KENAKALAN PADA REMAJA
Koleta Yovi Kusterisa
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Kesepian merupakan variabel bebas, dan kecenderungan kenakalan remaja merupakan variabel tergantung. Tekniksamplingyang digunakan adalah simple random sampling. Subjek terdiri dari 193 remaja sekolah swasta di Kota Yogyakarta yang berusia 15 sampai 18 tahun. Pengambilan
data dilakukan dengan pengisian skala kesepian (α=0,83) dan skala kecenderungan kenakalan remaja (α=0,93). Skala kesepian berjumlah 29 item yang terdiri dari item favorable dan
unfavorable. Sedangkan, skala kecenderungan kenakalan remaja berjumlah 31 item yang terdiri dari itemfavorable. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasiSpearman Rho. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja (r=0,174, p=0,15). Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini.
JUVENILE DELINQUENCY
Koleta Yovi Kusterisa
ABSTRACT
This research was a correlational quantitative study that aims to examine the correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency. The hypothesis of this research was the correlation between loneliness and juvenile delinquency. Loneliness was an independent variable, and tendency of juvenile delinquency was a dependent variable. The sampling technique that was used was simple random sampling. The subjects of this study were 193 students in Yogyakarta whose age was 15 to 18 years old. The data was collected by filling the loneliness scale (α=0,83)
and tendency of juvenile delinquency scale (α=0,93). The loneliness scale were 29 items,
consisting of favorable and unfavorable items. Whereas, the juvenile delinquency scale were 31 items, consisting of favorable items. In this research, the data was analyzed using the Spearman Rho. The analysis showed that there was not any significant correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency (r=0,174, p=0,15). Thus, the hypothesis in this research was rejected. The researcher concluded that there were other factors that influenced the result of this research.
i
PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Koleta Yovi Kusterisa
109114044
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
“Tuhan tidak berjanji kalau cuaca akan selalu cerah, tapi Dia berjanji akan selalu
menyertai kita di segala cuaca.”
-NN-“Ana mangsane. Wong arep seneng iku susah dhisik, wong arep mulya iku rekasa
dhisik.”
-Raden
Arjuna-“Sesuatu yangbaik, datang bagi mereka yang percaya. Sesuatu yang lebih baik,
datang bagi mereka yang bersabar. Dan sesuatu yang terbaik, pasti datang bagi
mereka yang tidak pernah menyerah.”
-NN-“Apa yang aku usahakan hari ini adalah bagian dari masa depanku nanti.”
K.-v
Saya persembahkan kerja keras ini untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Yang selalu setia dalam setiap langkah hidupku
Keluargaku
Yang merupakan bagian dari hidupku
Serta
Teman, Sahabat, dan Orang-Orang
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka yang sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Juni 2015
Penulis,
vii
HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA
Koleta Yovi Kusterisa
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Kesepian merupakan variabel bebas, dan kecenderungan kenakalan remaja merupakan variabel tergantung. Tekniksamplingyang digunakan adalah simple random sampling. Subjek terdiri dari 193 remaja sekolah swasta di Kota Yogyakarta yang berusia 15 sampai 18 tahun. Pengambilan
data dilakukan dengan pengisian skala kesepian (α=0,83) dan skala kecenderungan kenakalan remaja (α=0,93). Skala kesepian berjumlah 29 item yang terdiri dari item favorable dan
unfavorable. Sedangkan, skala kecenderungan kenakalan remaja berjumlah 31 item yang terdiri dari itemfavorable. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasiSpearman Rho. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja (r=0,174, p=0,15). Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini.
viii
THE CORRELATION BETWEEN LONELINESS AND TENDENCY OF JUVENILE DELINQUENCY
Koleta Yovi Kusterisa
ABSTRACT
This research was a correlational quantitative study that aims to examine the correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency. The hypothesis of this research was the correlation between loneliness and juvenile delinquency. Loneliness was an independent variable, and tendency of juvenile delinquency was a dependent variable. The sampling technique that was used was simple random sampling. The subjects of this study were 193 students in Yogyakarta whose age was 15 to 18 years old. The data was collected by filling the loneliness scale (α=0,83)
and tendency of juvenile delinquency scale (α=0,93). The loneliness scale were 29 items,
consisting of favorable and unfavorable items. Whereas, the juvenile delinquency scale were 31 items, consisting of favorable items. In this research, the data was analyzed using the Spearman Rho. The analysis showed that there was not any significant correlation between loneliness and tendency of juvenile delinquency (r=0,174, p=0,15). Thus, the hypothesis in this research was rejected. The researcher concluded that there were other factors that influenced the result of this research.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma
Nama : Koleta Yovi Kusterisa
Nomor Mahasiswa : 109114044
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN PADA REMAJA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Juni 2015
Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik dan lancar.
Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma.
3. Sylvia Carolina MYM, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu sabar dan perhatian dalam membimbing proses pengerjaan skripsi.
4. Dra. Lusia Pratidarmanastiti M. S., selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberikan perhatian, nasihat, dan semangat untuk segera
menyelesaikan skripsi.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan
berbagai pembelajaran bagi saya.
6. Karyawan Fakultas Psikologi : Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas
xi
7. Orangtuaku, Topo Kuspriyo Jati dan Veronica Setyowati, yang
memberikan dukungan baik secara materi maupun non-materi. Kedua
adikku tersayang Bonfilio Elyan Kusferyano dan Vinsensia Novi
Kusanditasari. Semoga perjuangan ini bisa membuat kalian bangga.
8. Romo Yos Bintoro, Pr. dan Prof. A. Supratiknya untuk saran dan
dukungannya.
9. Engger, Istri Candra Widita, Prisca Armilda Nugrahanti, Martha Yuli
Krismaheryanti, dan Hendrikus Mayang Kapita yang sudah banyak
membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini.
10. Pihak SMA Budya Wacana, SMA Pangudi Luhur, SMA Sang Timur, dan
para partisipan lainnya. Terima kasih untuk kemudahan dan dukungannya.
11. Teman-teman BEMF Psikologi 2012/2013, khususnya Divisi Sosial dan
Rohani, untuk Lala dan Putri. Terima kasih untuk semangatnya. Aku
sayang kalian.
12. Teman-teman Grup Kacangan : Mayang, Rio, Adi, Aloy, Amung, Anas,
Bertus, Irvan, Nico, Nining, dan Riris. Terima kasih untuk pertemanan,
penghiburan, dan dukungannya.
13. Teman-teman bimbingan Bu Sylvi : Maya, Tutut, Tyas, Riska, Iwan,
Pudji, Daning, Ninda, Sondra, Hoyi, Fiona, Catrin, Ester, Suster Marcel,
Melati, Yutti, Ela dan Lola. Terima kasih sudah berbagi dalam hal skripsi.
Semangat!
14. Para Staff dan teman-teman Mitra Perpustakaan Paingan : Mbak Odil,
xii
Mbak Herlina, Mas Agung, Erni, Mas Fandra, Mas Yoha, Natasya, Mita,
Septy, Singgih, Tuti, Witta dan Remma. Terima kasih untuk bantuan dan
semangatnya.
15. Semua teman-teman Psikologi angkatan 2010 dan 2011 : Maya, Riska,
Yovi Cowok, Fiona Mbah, Silvia, Anju, Sandi, Dita Mano, Nana Bali,
Septian, Natasya, Vienna, Vivin, Vian, Nani, Vica, Luna, Akeng, Tyas,
Novi Owe, Vania, Ratna, Acil, Pipin, dan teman-teman yang selalu
menanyakan progress skripsi dan kapan mau sidang. Terimakasih untuk
semangat dan dukungannya. Terima kasih untuk kehadiran kalian semua
dihidupku. Kalian luar biasa.
Yogyakarta, 19 Juni 2015
Penulis,
Koleta Yovi Kusterisa Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR TABEL ...xvii
DAFTAR GAMBAR ...xix
DAFTAR LAMPIRAN ...xx
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...7
C. Tujuan Penelitian ...8
D. Manfaat Penelitian ...8
1. Manfaat Teoritis ...8
xiv
a. Bagi Peneliti...8
b. Bagi Subjek Penelitian...8
c. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah ...9
BAB II LANDASAN TEORI ...10
A. Kesepian ...10
1. Pengertian Kesepian ...10
2. Manifestasi Kesepian ...11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian Remaja...12
4. Dampak Kesepian ...13
B. Kecenderungan Kenakalan Remaja ...14
1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja ...14
2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja ...15
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja ...17
C. Remaja ...19
1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja ...19
2. Masa Perkembangan Remaja ...20
a. Perkembangan Fisik ...20
b. Perkembangan Kognitif ...20
c. Perkembangan Sosioemosional ...21
D. Hubungan Antara Kesepian Dengan Kecenderungan Kenakalan pada Remaja ...22
E. Skema Penelitian ...24
xv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...25
A. Jenis Penelitian ...25
B. Identifikasi Variabel Penelitian ...25
1. Variabel Bebas ...25
2. Variabel Tergantung...25
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...26
1. Kesepian ...26
2. Kecenderungan Kenakalan Remaja...26
D. Subjek Penelitian ...27
E. Metode Pengambilan Sampel ...28
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...29
1. Skala Kesepian ...30
2. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja...31
G. Validitas, Skala Item, dan Reliabilitas Alat Ukur ...33
1. Validitas ...33
2. Seleksi Item ...33
a. Skala Kesepian ...33
b. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ...36
3. Reliabilitas...39
H. Metode Analisis Data ...39
1. Uji Asumsi ...39
a. Uji Normalitas ...39
xvi
2. Uji Hipotesis ...40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...41
A. Pelaksanaan Penelitian ...41
B. Analisis Data Penelitian ...41
1. Deskripsi Data Penelitian ...41
a. Jenis Kelamin...41
b. Usia ...42
c. Suku Bangsa ...42
d. Data Tambahan ...43
2. Statistik Deskriptif Penelitian ...44
3. Uji Asumsi ...46
a. Uji Normalitas ...46
b. Uji Linearitas ...47
c. Uji Hipotesis : Analisis Korelasional ...48
C. Pembahasan ...49
BAB V PENUTUP ...53
A. Kesimpulan ...53
B. Saran ...53
1. Bagi Subjek Penelitian ...53
2. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah ...53
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ...54
DAFTAR PUSTAKA ...55
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Blue PrintSkala Kesepian ... 30
Tabel 3.2. Pemberian Skor Pada Skala Kesepian ...31
Tabel 3.3. Blue PrintSkala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 32
Tabel 3.4. Pemberian Skor Pada Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja ... 32
Tabel 3.5. Distribusi Item Skala Kesepian Sebelum Tahap Uji Coba ...34
Tabel 3.6. Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Tahap Uji Coba ...35
Tabel 3.7. Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Sebelum Tahap Uji Coba...37
Tabel 3.8. Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Setelah Tahap Uji Coba...38
Tabel 4.1. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 42
Tabel 4.2. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 42
Tabel 4.3. Deskripsi Suku Bangsa Subjek Penelitian ... 43
Tabel 4.4. Deskripsi Orang tua Subjek Penelitian ... 43
Tabel 4.5 Deskripsi Tempat Tinggal Subjek Penelitian ... 44
Tabel 4.6 Hasil Statistik Deskriptif Penelitian...44
xviii
Tabel 4.8 Hasil Uji Linearitas...47
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kecenderungan
Kenakalan Remaja ... 24
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Uji Coba ...60
Lampiran 2 Skala Penelitian ...74
Lampiran 3 Reliabilitas Skala Penelitian ...85
Lampiran 4 Uji Asumsi : Uji Normalitas dan Uji Linearitas...90
Lampiran 5 Uji Hipotesis ...92
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain untuk
saling menunjang kebutuhan fisik maupun psikologis (Fiske dalam Taylor,
Peplau, & Sears, 2009). Oleh karena itu, keinginan diterima dalam membangun
hubungan interpersonal merupakan elemen penting bagi manusia yang setara
dengan kebutuhan makan dan minum (Baumeister & Leary, 1995). Ryff dan
Singer (dalam Baron & Byrne, 2005) juga mengatakan bahwa membangun ikatan
yang berkualitas dengan orang lain merupakan pusat kehidupan yang optimal.
Seseorang akan lebih sejahtera, bahagia, sehat secara mental dan fisik serta
berumur panjang (Berkman & Myers, dalam Wisnuwardhani & Mashoedi, 2012).
Namun, seseorang yang mengalami hambatan atau gagal membangun ikatan
dengan orang lain dapat mengalami kesepian yang menimbulkan berbagai dampak
negatif.
Secara umum, kesepian (loneliness) merupakan ketidaknyamanan subjektif
yang membuat seseorang merasa sendiri (APA, 2007). Perasaan sendiri yang
dimaksud bukan hanya keadaan terpisah dari orang lain secara objektif, tetapi
merupakan keadaan batin yang dialami oleh seseorang. Kesepian berkaitan
dengan pengalaman menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri. Hal ini terjadi
karena ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang sudah terjalin dengan
mengalami kesepian mempunyai harapan yang tinggi terhadap relasi sosialnya.
Apabila terjadi respon penguatan sosial yang tidak sesuai, maka seseorang yang
kesepian akan mengalami gejala-gejala tekanan psikologis, misalnya stres (Young
dalam Peplau & Perlman, 1982).
Belakangan ini terjadi peningkatan jumlah orang yang mengalami kesepian.
Kutipan Majalah Intisari tentang kesepian menyebutkan bahwa satu dari lima
orang di Amerika mengalami kesepian (Wardayati, 2012). Selain itu, kesepian
juga meningkatkan kasus bunuh diri yang terjadi di Korea. Sebanyak 10 persen
pemuda ingin melakukan bunuh diri karena merasa diabaikan dan tidak mampu
memenuhi harapan masyarakat (Syasya, 2011).
Kasus yang berkaitan dengan kesepian juga terjadi di Indonesia. Di Jawa Barat,
seorang pemuda yang berusia 17 tahun bunuh diri karena merasa dikucilkan oleh
teman-teman di lingkungan rumahnya. Selain itu, ia merasa malu karena sering
membuat masalah di lingkungan rumahnya (Priliawito, 2009). Fenomena artis
Indonesia yang terlibat kasus narkoba juga disebabkan oleh kesepian. Mereka
mengalami kekosongan jiwa, kejenuhan, dan merasa tidak bahagia. Menurut
Hawari (dalam Andriani, 2013), artis memang mempunyai pekerjaan menghibur
orang lain, tetapi tidak ada yang menghibur mereka. Berdasarkan kedua kasus
tersebut, kesepian di Indonesia mempunyai dampak yang besar. Hal ini
disebabkan karena masyarakat Indonesia masih berpegang pada budaya kolektif
dimana mereka melihat dirinya selalu berhubungan dengan orang lain.
dimana mereka terbiasa untuk hidup terpisah dan mempunyai kebebasan atas
dirinya sendiri (Matsumoto & Juang, 2008).
Kesepian dapat dialami oleh siapa saja, menurut data Survey Mental Health
Foundation (2013) diketahui bahwa kesepian dapat dialami oleh usia remaja,
dewasa, dan lansia. Peplau dan Perlman (1982) juga menyebutkan bahwa
kesepian dapat dialami, khususnya, oleh orang lanjut usia, istri tentara, remaja
bahkan anak-anak. Namun, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa remaja
berisiko lebih tinggi mengalami kesepian (Medora & Woodward dalam Page,
1990). Sejalan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Parlee (dalam
Taylor, Peplau, & Sears, 2009) menunjukkan bahwa 79 persen orang di bawah
usia 18 tahun sering mengalami kesepian.
Remaja berisiko lebih tinggi mengalami kesepian karena mereka mengalami
berbagai perubahan yang signifikan di dalam hidupnya. Perubahan dan proses
perkembangan yang terjadi secara biologis, kognitif serta sosial mempengaruhi
puncak pengalaman emosionalnya (Brennan dalam Page, 1990 & Berk, 2012).
Secara biologis, hormon pubertas remaja berada pada puncaknya. Menurut Berk
(2012), tingginya hormon pubertas yang didukung oleh aktivitas negatif (misalnya
kurang akrab dengan orang tua, tindakan kurang disiplin di sekolah, dan putus
dari pacar) berhubungan dengan perasaan murung yang terjadi pada diri remaja.
Di samping itu, remaja mengalami ketidakmatangan secara kognitif yang
membuatnya berasumsi mengenai berbagai karakteristik ideal. Remaja cenderung
membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain dan berpikir bahwa orang lain
Secara sosioemosional, remaja mempunyai dorongan untuk mengenal siapa
dirinya dan bagaimana dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya (Erikson
dalam Benner, 2011). Remaja mempunyai dorongan yang kuat untuk membangun
relasi, khususnya dengan teman sebaya. Hal ini membuat remaja lebih banyak
menghabiskan waktu bersama teman sebaya dibandingkan dengan keluarga.
Menurut pandangan remaja, hubungan pertemanan merupakan tempat
menemukan keintiman (intimacy), pengertian, dan kesetiaan yang melibatkan
keterbukaan diri (Berk, 2012). Namun, relasi pertemanan remaja tidak selalu
berjalan dengan baik. Apabila pertemanan remaja dipenuhi perasaan cemburu,
penolakan, dan agresi relasional, maka konsep diri, pengambilan perspektif,
identitas, dan kemampuan membangun hubungan dekat akan terganggu (Berk,
2012).
Kesepian mempunyai dampak negatif bagi kehidupan remaja. Salah satunya
memunculkan masalah perilaku yang mengarah pada tindakan kenakalan remaja.
Pada tahun 2001 di California, Amerika Serikat, terjadi kasus penembakan di
Santana High School yang dilakukan oleh remaja berusia 15 tahun. Remaja
tersebut melakukan penembakan terhadap beberapa orang temannya. Setelah
ditelusuri ternyata remaja tersebut mengalami kesepian karena orang tuanya
bercerai dan masing-masing sibuk bekerja. Selain itu, remaja ini mempunyai
pengalaman bullying yang dilakukan oleh teman-teman sekolahnya (Asyhad,
2014). Sedangkan hasil wawancara dengan salah seorang guru sekolah swasta di
Yogyakarta, menjelaskan bahwa remaja yang melakukan kenakalan cenderung
Menurut artikel tentang tawuran remaja di Indonesia, peran keluarga saat ini telah
berubah. Orang tua kurang memberikan perhatian secara emosional kepada
remaja (Ikhtiyarini, 2012). Remaja yang berada di kota-kota besar mengalami
disorganisasi dalam keluarga. Orang tua yang berasal dari berbagai kelas ekonomi
tidak mempunyai waktu untuk mengasuh anaknya karena sibuk mencari nafkah
(Soekanto, 2006).
Berdasarkan pemaparan di atas, pengabaian dari orang tua dan teman dapat
memunculkan perilaku negatif. Menurut penelitian Goswick & Jones (1982),
remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengalami perasaan terasing,
kurang diterima secara sosial, merasa inferior, mempunyai perilaku yang buruk di
sekolah, dan kurang menyatu dengan lingkungan sosialnya secara signifikan
berhubungan dengan kesepian. Perasaan gagal pada kemampuan berelasi
memunculkan perasaan inferior. Perasaan tersebut mempengaruhi kondisi
psikologis remaja sehingga menimbulkan kekacauan emosi dan suasana hati.
Tracy dan Robins (dalam Donnellan, Trzesniewski, Robins, Moffitt, & Caspi,
2005) mengatakan bahwa remaja melawan perasaan inferioritas dan malu dengan
cara externalizing blame, memusuhi, dan marah terhadap orang lain. Peplau dan
Perlman (1982) juga mengatakan bahwa seseorang yang kesepian mengalami
afek-afek yang negatif, salah satunya mempunyai sikap bermusuhan terhadap
orang lain. Dorongan kemarahan dan bermusuhan terhadap orang lain ini
merupakan bentuk dari externalizing problem yang mengarahkan remaja pada
Kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial,
melanggar hukum, dan termasuk tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang
yang berusia di bawah 18 tahun (Santrock, 2002 & Rice, 1996). Kenakalan remaja
dapat dilakukan secara pribadi ataupun berkelompok, spontan ataupun terencana,
melawan individu atau institusi (Thornburg, 1982). Sedangkan menurut Kartono
(2006), kenakalan remaja dapat dipicu oleh adanya pengabaian dari lingkungan
sosial yang muncul dalam bentuk tawuran, seks bebas, dan sebagainya.
Ketidakberartian sosial inilah yang mempengaruhi terjadinya kesepian pada
remaja (Brennan dalam Page, 1990).
Adanya perilaku menyimpang juga dipengaruhi oleh pemikiran egosentris.
Remaja menganggap dirinya tidak terkalahkan dan tidak pernah merasa
menderita. Menurut Dolcini dan kawan-kawan (dalam Santrock, 2007), remaja
yang mempunyai pemikiran egosentris cenderung terlibat dalam perilaku
menyimpang, seperti melakukan balap mobil liar, menggunakan obat terlarang,
bunuh diri, dan melakukan hubungan seks bebas, yang mengarah pada tindakan
kenakalan remaja.
Kasus kenakalan remaja di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Menurut catatan Polda Metro Jaya (2012), pada tahun 2011 terdapat 30
kasus kenakalan remaja, sedangkan pada tahun 2012 terjadi 41 kasus atau
meningkat sebesar 36,66 persen. Kemudian pada tahun 2014, 135 remaja terlibat
masalah hukum di wilayah Gunung Kidul dan Bantul. Kompol Jamila
mengungkapkan kasus tersebut banyak melibatkan remaja berusia di bawah 18
bahwa kenakalan yang sering terjadi di Indonesia, meliputi: tawuran atau
perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang, dan
minuman keras, hubungan seksual pra nikah, serta perilaku yang termasuk tindak
kriminal (membunuh, mencuri, dan merampok).
Menurut pemaparan di atas, kesepian berkaitan dengan pengalaman
menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri karena terjadi kesenjangan relasi sosial.
Apabila remaja mengalami ketidakbermaknaan diri, maka remaja tersebut berisiko
mengalami kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian tentang kesepian ini
diharapkan dapat memberi wawasan tentang pentingnya membangun relasi intim
dan bermakna dengan orang lain (Peplau & Perlman, 1982). Diketahui pula bahwa
penelitian ini akan mengungkapkan sisi lain dari dampak kesepian yang biasa
dikaitkan denganinternalizing problem, seperti depresi, keinginan bunuh diri, dan
sebagainya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan
pengetahuan bagi masyarakat luas bahwa kesepian dapat membawa remaja pada
perilaku kecenderungan kenakalan remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kecenderungan
kenakalan remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kecenderungan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan
kecenderungan kenakalan pada remaja.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu
Psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Perkembangan dan Sosial yang
berkaitan dengan kesepian dan kecenderungan kenakalan remaja. Selain itu,
dapat menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi media pembelajaran untuk menuangkan
gagasan ilmiah dan melatih kemampuan dalam penelitian serta menulis.
b. Bagi Subjek Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai
kesepian yang mungkin dialami dan berhubungan dengan kecenderungan
c. Bagi Orang tua dan Tenaga Pendidik di Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi
tentang kesepian dan kecenderungan kenakalan yang dialami remaja
sehingga dapat membantu orang tua dan tenaga pendidik dalam memahami
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kesepian
1. Pengertian Kesepian
Secara umum, kesepian adalah ketidaknyamanan subjektif yang
menyebabkan seseorang merasa sendiri (APA, 2007). Perasaan sendiri yang
dimaksud bukan hanya keadaan terpisah dari orang lain secara objektif, tetapi
merupakan keadaan batin yang dialami oleh seseorang. American
Psychological Association (2007) juga membedakan definisi kesepian menjadi
dua, yaitu menurut perspektif Psikologi Sosial dan Psikologi Kognitif.
Kesepian menurut perspektif Psikologi Sosial menekankan pada kesenjangan
kebutuhan intimasi dan persahabatan yang membuat ketidaknyamanan secara
emosi. Di sisi lain, perspektif Psikologi Kognitif menekankan kesepian pada
pengalaman tidak menyenangkan antara hasrat sosial seseorang dengan relasi
interpersonalnya.
Myers (2010) mendefinisikan kesepian sebagai pengalaman menyakitkan
yang berkaitan dengan ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang terbangun
dengan keinginan individu. Hal ini disebabkan oleh respon ketidakterlibatan
orang lain dalam suatu relasi nyata yang diinginkan individu tersebut (Weiss
dalam Peplau & Perlman, 1982). Apabila terjadi respon penguatan sosial yang
tidak sesuai, maka seseorang yang kesepian akan mengalami gejala-gejala
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepian
merupakan ketidaknyamanan secara subjektif karena terdapat kesenjangan
antara kebutuhan berelasi dengan kenyataan berelasi yang ada sehingga
mengakibatkan seseorang tertekan secara psikologis.
2. Manifestasi (Perwujudan) Kesepian
Menurut Peplau dan Perlman (1982), kesepian merupakan pengalaman
subjektif yang tidak menyenangkan sehingga termanifestasi atau terwujud ke
dalam tiga kategori, yaitu:
a. Manifestasi afektif
Seseorang yang kesepian memunculkan perasaan negatif kerena
pengalaman relasi interpersonalnya kurang menyenangkan. Perasaan negatif
yang muncul adalah kurang bahagia, kurang puas, pesimis, cemas, bosan,
mudah marah, dan mempunyai sikap bermusuhan terhadap orang lain.
b. Manifestasi kognitif
Seseorang yang kesepian cenderung memikirkan dirinya sendiri karena
takut dinilai negatif oleh orang lain. Mereka berpikir negatif tentang orang
lain, waspada, dan sensitif. Selain itu, mereka memberikan respon yang
sedikit pada interaksi interpersonal.
c. Manifestasi perilaku
Manifestasi perilaku pada orang yang mengalami kesepian muncul dalam
tiga bentuk. Pertama, orang yang kesepian cenderung tidak terbuka
mendengarkan orang lain. Kedua, orang yang kesepian cenderung berfokus
pada dirinya sendiri. Ketiga, orang yang kesepian cenderung malu dan
rendah diri dalam mengambil risiko sosial sehingga mereka mempunyai
asertifitas yang rendah dalam berinteraksi.
Secara umum, manifestasi merupakan perwujudan atau bentuk dari sesuatu
yang tidak terlihat. Peneliti menggunakan penjelasan manifestasi karena
kesepian merupakan variabel psikologis yang tidak tampak. Selain itu,
penjelasan manifestasi ini lebih spesifik sehingga dapat membantu dalam
pembuatan skala penelitian.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian Remaja
Menurut Brennan (dalam Page, 1990) terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi kesepian pada remaja, yaitu:
a. Perubahan dan proses perkembangan (developmental changes and
processes)
Proses perkembangan merupakan awal perubahan sosioemosional yang
terjadi pada remaja. Perubahan ini membuat remaja mempunyai keinginan
yang kuat atau harapan akan hubungan sosial yang tidak mudah puas
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kesepian.
b. Karakteristik personal (personal traits)
Karakteristik personal yang membuat remaja mengalami kesepian adalah
rasa malu, rendahnya harga diri, kurangnya keterampilan sosial yang
c. Faktor struktur sosial(social structural factor)
Lingkungan sosial merupakan bagian yang penting dari kehidupan
remaja. Lingkungan sosial yang mempengaruhi kesepian pada remaja
adalah pergaulan kompetitif di sekolah, ketidakberartian peran sosial,
stigmatisasi yang berlebihan dan pelabelan negatif dalam lembaga sosial,
pembimbingan proses sosial yang kurang kuat, dan kebingungan nilai yang
terdapat dalam masyarakat.
4. Dampak Kesepian
Menurut Peplau dan Perlman (1982), kesepian mempunyai dampak sebagai
berikut:
a. Menimbulkan perilaku membolos, bunuh diri, dan masalah perilaku lainnya
pada remaja.
b. Mempengaruhi kesehatan mental terutama yang berhubungan dengan
depresi dan kecemasan.
c. Mempengaruhi kesehatan fisik yang berkaitan dengan perilaku makan, pola
tidur, sakit kepala, ataunausea.
d. Kecenderungan untuk mengkonsumsi alkohol.
Berdasarkan dampak kesepian di atas, kesepian dapat menimbulkan perilaku
menyimpang yang tergolong dalam perilaku kenakalan remaja, yaitu
kecenderungan untuk mengkonsumsi alkohol, membolos, dan masalah perilaku
B. Kecenderungan Kenakalan Remaja
1. Pengertian Kecenderungan Kenakalan Remaja
Pada umumnya, kenakalan merupakan konflik antara remaja dengan
masyarakatnya. Menurut Thornburg (1982), kenakalan remaja merupakan
perilaku pribadi ataupun berkelompok, spontan ataupun terencana, melawan
individu atau institusi. Sejalan dengan itu, kenakalan remaja meliputi perilaku
yang tidak dapat diterima secara sosial, melanggar hukum, dan merupakan
tindakan kriminal (Santrock, 2002). Hal ini dipicu oleh pengabaian dari
lingkungan sosialnya (Kartono, 2006).
Rice (1996) mengatakan bahwa kenakalan remaja berhubungan dengan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak muda yang berumur di bawah 18
tahun. Perilaku tersebut termasuk ilegal yang dapat dilakukan juga oleh orang
dewasa, seperti perusakan, pemerkosaan, penyalahgunaan obat-obatan, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
kenakalan remaja adalah kecenderungan perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial karena melanggar hukum dan dilakukan oleh individu di bawah
2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja
Gunarsa (2009), kenakalan remaja digolongkan ke dalam dua kelompok
besar, yaitu:
a. Kenakalan remaja yang tidak diatur dalam undang-undang
Kenakalan remaja ini sulit untuk diklasifikasikan sebagai pelanggaran
hukum karena sifatnya melanggar moral dan nilai-nilai sosial, misalnya :
membohong, membolos, kabur, keluyuran, menyontek, memiliki dan
membawa benda yang membahayakan orang lain, bergaul dengan teman
yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora tanpa pengawasan, membaca
bacaan porno dan menggunakan bahasa yang tidak sopan, melakukan
pelacuran, berpakaian tidak pantas, serta mengkonsumsi minuman keras dan
obat-obatan terlarang.
b. Kenakalan remaja yang penyelesaiannya diatur dalam undang-undang dan
hukum yang berlaku
Kenakalan remaja ini sifatnya yang melanggar hukum, misalnya :
perjudian, pencurian, pencopetan, perampasan, penggelapan barang,
penipuan dan pemalsuan, pemerkosaan, pembunuhan, serta aborsi.
Menurut Jensen (dalam Sarwono, 2008), kenakalan remaja terbagi ke dalam
empat jenis, yaitu:
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, yaitu:
perkelahian, perkosaan, perampokan, dan pembunuhan.
b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, yaitu: perusakan, pencurian,
c. Kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, yaitu:
pelacuran dan penyalahgunaan obat.
d. Kenakalan yang melawan status, yaitu: membolos, melarikan diri dari
rumah, dan membantah perintah orang tua.
Menurut Kartono (2006), bentuk dari perilaku kenakalan remaja sebagai
berikut :
a. Melakukan kebut-kebutan di jalan umum yang merugikan diri sendiri dan
orang lain.
b. Melakukan tawuran antargank, antarkelompok, antarsekolah, ataupun
antarsuku.
c. Membolos sekolah.
d. Melakukan kriminalitas, seperti : mengancam, memeras, dan sebagainya.
e. Melakukan pesta pora sambil mengkonsumsi minuman keras dan
obat-obatan terlarang.
f. Melakukan tindakan seksual yang menyimpang, seperti : pemerkosaan, seks
bebas, homoseksualitas disertai tindakan sadistik, dan komersialisasi seks.
g. Melakukan perjudian ataupun permainan lain dengan taruhan.
Berdasarkan pemaparan jenis-jenis kenakalan di atas, semua tindakan
kenakalan yang dilakukan oleh remaja memberikan dampak negatif bagi orang
lain maupun remaja itu sendiri. Selain itu, kenakalan yang dilakukan oleh
remaja terbagi dalam kenakalan yang tidak melanggar hukum dan kenakalan
yang termasuk dalam pelanggaran hukum. Oleh karena itu, peneliti memilih
kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, kenakalan yang
menimbulkan korban materi, kenakalan yang tidak menimbulkan korban di
pihak orang lain, dan kenakalan yang melawan status. Peneliti menggunakan
teori Jensen karena teori tersebut lebih spesifik dan mewakili aspek-aspek dari
kenakalan remaja.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2006) terdapat empat faktor yang menyebabkan
kenakalan remaja, yaitu :
a. Faktor biologis
Kenakalan remaja dapat muncul karena pengaruh dari elemen fisiologis
dan struktur jasmaniah. Elemen fisik ini dapat berpengaruh langsung atau
tidak langsung terhadap tindakan kenakalan remaja. Hal ini dapat terjadi
karena dipengaruhi gen, kecenderungan abnormal, dan kelemahan tubuh
akibat sakit atau penyakit.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi kenakalan remaja meliputi
hubungan remaja dengan orang tua dan faktor kepribadian remaja tersebut.
Pengabaian dan penolakan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya
sebelum masa remaja akan mempengaruhi keadaan emosional pada masa
remaja. Di samping itu, faktor kepribadian juga menjadi penyebab
kenakalan remaja meliputi harga diri yang rendah, kurangnya kontrol diri,
kekurangan kasih sayang, dan kecenderungan psikopatologis.
c. Faktor sosiologis
Faktor sosiologis merupakan faktor eksternal yang dapat mendukung
terjadinya kenakalan remaja. Hal ini meliputi latar belakang keluarga,
komunitas di mana remaja berada, dan lingkungan sekolah. Keadaan sosial
ekonomi, kesempatan pendidikan dan jabatan, kekayaan dan gaya hidup
hedonistik, pemakaian alkohol dan obat-obatan terlarang, tekanan dari
teman sebaya, pengaruh lingkungan sekitar komunitas, perubahan budaya
yang cepat dan konflik nilai, serta performansi sekolah dapat mempengaruhi
munculnya kenakalan remaja.
d. Faktor subkultur
Faktor ini mengaitkan sistem nilai, kepercayaan, dan ambisi tertentu
(ambisi materiil, hidup bersantai, pola kriminal, dan relasi heteroseksual
bebas) yang memunculkan kelompok-kelompok remaja berandalan dan
kriminal. Selain itu, kenakalan remaja dapat terjadi karena meningkatnya
jumlah kejahatan, kekerasan, dan kekejaman yang menyebabkan kerugian
dan kerusakan secara umum.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja
dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri remaja maupun dari
lingkungan sekitar remaja. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi
kenakalan remaja, yaitu: faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosiologis,
C. Remaja
1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan individu dari anak-anak menuju ke
masa dewasa yang meliputi aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Remaja juga
mengalami pubertas yang merupakan proses menuju kematangan secara
seksual (Papalia, Olds, & Feldman, 2008; Santrock, 2002). Sedangkan,
Sarwono (2011) mengatakan bahwa remaja merupakan masa transisi dari
anak-anak menuju dewasa yang menunjukkan perilaku cenderung sulit diatur dan
mudah terangsang perasaannya.
Rousseau (dalam Sarwono, 2008), usia 15 sampai 20 tahun disebut sebagai
masa kesempurnaan remaja (adolescence proper). Masa ini merupakan puncak
dari perkembangan emosi karena timbul gejala memperhatikan orang lain,
memperhatikan harga diri, dan munculnya dorongan seks. Menurut WHO
(World Health Organization) batasan usia remaja adalah 10 sampai 20 tahun.
Sedangkan, Santrock (2007) mengatakan bahwa rentang usia remaja sekitar 10
sampai 22 tahun.
Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa remaja
adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang dimulai sejak umur
11 sampai 20 tahun. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan secara
2. Masa Perkembangan Remaja
a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik yang terjadi pada remaja berlangsung cepat karena
remaja mengalami masa pubertas. Pada masa tersebut remaja mengalami
kematangan seksual, pertambahan tinggi, dan berat tubuh (Santrock, 2011).
Berk (2012) mengatakan bahwa kematangan seksual remaja ditandai dengan
perkembangan fisik primer dan sekunder. Perkembangan fisik primer
meliputi organ reproduksi (ovarium, rahim, dan vagina pada perempuan;
penis, skrotum, dan testis pada laki-laki). Sedangkan, perkembangan fisik
sekunder meliputi bagian luar tubuh yang menandai kematangan seksual
(payudara pada perempuan dan munculnya bulu ketiak serta rambut
kelamin, baik pada laki-laki maupun perempuan). Perkembangan fisik yang
terjadi ini memunculkan perasaan canggung sehingga remaja harus
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarwono,
2007).
b. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif merupakan salah satu yang mempengaruhi
remaja. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), remaja memasuki tahap
operasional formal, yaitu mulai berpikir abstrak, idealistik, dan logis. Pada
fase ini, remaja mampu menciptakan hipotesis sehingga mereka mulai
menggunakan kemampuan logisnya.
Sedangkan menurut Elkind (dalam Papalia, 2008), remaja mempunyai
idealis dan mengkritik orang lain, selalu berusaha menunjukkan kemampuan
bernalar yang dimiliki, ragu-ragu dalam menentukan sesuatu, kurang
menyadari perbedaan dalam mengekspresikan sesuatu yang ideal,
menganggap orang lain mempunyai pemikiran yang sama dengan dirinya,
serta menganggap dirinya sebagai pribadi yang unik dan istimewa. Di
samping itu, pemikiran idealis remaja memunculkan anggapan tentang diri
ideal (ideal self) menurut standar orang lain. Hal ini membuat remaja
mengalami kebingungan dan tidak sabar dalam memilih berbagai standar
ideal yang ada.
c. Perkembangan sosioemosional
Pada masa remaja, seseorang mempunyai dorongan yang kuat untuk
membangun relasi, khususnya dengan teman sebaya. Hal ini membuat
remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya
dibandingkan dengan keluarga. Menurut pandangan remaja, hubungan
pertemanan merupakan tempat menemukan keintiman (intimacy),
pengertian, dan kesetiaan yang melibatkan keterbukaan diri (Berk, 2012).
Di sisi lain, tugas utama yang dihadapi remaja adalah memecahkan krisis
dari tahap perkembangannya, yaitu identitas versus kekacauan identitas atau
identity versus role confusion (Erikson dalam Papalia, 2008). Remaja
dituntut untuk menjadi individu dewasa yang unik dan mampu memahami
peran nilai dalam masyarakat. Pembentukan identitas diri ini dilakukan
dengan cara mengelaborasi kemampuan, kebutuhan, ketertarikan, dan hasrat
D. Hubungan Antara Kesepian dengan Kecenderungan Kenakalan pada Remaja
Kesepian adalah ketidaknyamanan subjektif yang berkaitan dengan
pengalaman menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri karena terjadi
ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang dibangun dengan keinginan
seseorang untuk berelasi (Myers, 2010). Seseorang yang kesepian mempunyai
harapan yang tinggi terhadap relasi sosial. Oleh karena itu, respon penguatan
sosial yang tidak sesuai akan membuat seseorang yang kesepian mengalami
gejala-gejala tekanan psikologis, misalnya stres (Young dalam Peplau & Perlman,
1982).
Kesepian dapat dialami oleh berbagai rentang usia, baik usia remaja, dewasa,
maupun lansia. Namun, salah satu kelompok usia yang paling berisiko adalah
remaja yang sedang mengalami masa pubertas. Pada masa pubertas terjadi
perubahan dan proses perkembangan secara biologis, psikologis serta sosial.
Selain itu, remaja mempunyai dorongan untuk membangun relasi dengan
siapapun, khususnya dengan teman sebaya (Berk, 2012). Oleh karena itu, remaja
mempunyai harapan yang tinggi ketika menjalin relasi. Apabila harapan remaja
dalam membangun relasi tidak terpenuhi, maka remaja dapat mengalami
ketidaknyamanan subjektif yang membuatnya tertekan secara psikologis.
Remaja yang kesepian cenderung memandang segala sesuatu secara negatif.
Remaja menjadi kurang bahagia, kurang puas, dan pesimis. Afek-afek negatif
yang muncul mempengaruhi kondisi psikologis remaja sehingga menimbulkan
kecenderungan evaluasi negatif tentang tubuh, seksualitas, kesehatan, penampilan,
perilaku, dan fungsional (Jones dalam Ponzetti, 1990). Oleh karena itu, remaja
berusaha melawan perasaan inferioritas dan malu dengan cara externalizing
blame, memusuhi, dan marah terhadap orang lain (Tracy & Robins, dalam
Donnellan, Trzesniewski, Robins, Moffitt, & Caspi, 2005). Peplau dan Perlman
(1982) juga mengatakan bahwa seseorang yang kesepian mengalami afek-afek
yang negatif, salah satunya mempunyai sikap bermusuhan terhadap orang lain.
Dorongan kemarahan dan bermusuhan terhadap orang lain ini merupakan bentuk
dariexternalizing problemyang mengarahkan remaja pada perilaku kenakalan.
Kecenderungan kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak dapat
diterima secara sosial. Menurut Kartono (2006), kenakalan remaja dapat dipicu
oleh adanya pengabaian dari lingkungan sosial yang muncul dalam bentuk
tawuran, seks bebas, dan sebagainya. Pengabaian sosial yang dialami remaja akan
mengarahkan perilakunya pada kenakalan remaja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kesepian berkaitan dengan
kecenderungan kenakalan remaja. Remaja yang merasa kesepian diduga
Kesepian Ketidakpuasan Relasi
Inferior
Melawan Orang Lain Remaja
Perkembangan Fisik
Perkembangan Kognitif
Perkembangan Psikososial
Internalizing Problem Externalizing Problem E. Skema Penelitian
Gambar 2.1 Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kecenderungan
Kenakalan Remaja
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas tentang kesepian dan kecenderungan kenakalan
remaja, maka peneliti menetapkan hipotesis penelitian: ada hubungan antara
kesepian dengan kecenderungan kenakalan pada remaja.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang akan mengukur data-data
numerik dari variabel kesepian dan kecenderungan kenakalan pada remaja. Selain
itu, penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian korelasional.
Penelitian korelasional merupakan penelitian yang digunakan untuk mengukur
hubungan alami antar variabel dengan tujuan untuk mengidentifikasi hubungan
prediktif (Shaughnessy, Zechmeister, & Zechmeister, 2003). Sejalan dengan itu,
Sangadji dan Sopiah (2010) mengatakan bahwa peneliti tidak melakukan
manipulasi keadaan variabel yang ada, tetapi mencari keberadaan tingkat
hubungan variabel yang terlihat pada koefisien korelasi.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Pada penelitian ini digunakan dua variabel yang terdiri dari:
1. Variabel Bebas atau Variabel Independen
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kesepian.
2. Variabel Tergantung atau Variabel Dependen
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kecenderungan kenakalan
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional merupakan definisi yang didasarkan pada suatu variabel
dengan cara memberikan spesifikasi kegiatan atau perilaku supaya dapat diukur
(Sangadji & Sopiah, 2010). Definisi operasional pada penelitian ini, yaitu:
1. Kesepian
Kesepian adalah ketidaknyamanan subjektif yang disebabkan oleh
ketidakpuasan berelasi dengan orang lain. Kesepian pada penelitian ini akan
diukur dengan menggunakan skala kesepian yang didasarkan pada manifestasi
kesepian yang dikemukakan oleh Peplau dan Perlman (1982), yaitu
manifestasi afektif, manifestasi kognitif, dan manifestasi perilaku. Peneliti
menggunakan manifestasi kesepian karena manifestasi kesepian yang
dikemukakan oleh Peplau dan Perlman lebih spesifik dalam menampakkan
kesepian yang terjadi pada diri seseorang. Pada penelitian ini, perolehan skor
yang tinggi pada skala kesepian menunjukkan bahwa subjek mempunyai
perasaan kesepian yang tinggi, sedangkan perolehan skor yang rendah pada
skala kesepian menunjukkan bahwa subjek mempunyai perasaan kesepian yang
rendah.
2. Kecenderungan Kenakalan Remaja
Kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan perilaku yang tidak
dapat diterima secara sosial karena melanggar hukum dan dilakukan oleh
individu di bawah 18 tahun yang dipicu oleh pengabaian sosial. Alat ukur yang
digunakan didasarkan pada bentuk kenakalan remaja yang dikemukakan oleh
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, yaitu:
perkelahian, perkosaan, perampokan, dan pembunuhan.
b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, yaitu: perusakan, pencurian,
pencopetan, dan pemerasan.
c. Kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, yaitu:
pelacuran dan penyalahgunaan obat.
d. Kenakalan yang melawan status, yaitu: membolos, melarikan diri dari
rumah, dan membantah perintah orang tua.
Perolehan skor yang tinggi pada skala kecenderungan kenakalan remaja
menunjukkan bahwa subjek mempunyai kecenderungan kenakalan yang tinggi,
sedangkan perolehan skor yang rendah pada skala kecenderungan kenakalan
remaja menunjukkan bahwa subjek mempunyai kecenderungan kenakalan
yang rendah.
D. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah remaja berusia 15 sampai 18 tahun yang
berada di sekolah swasta Kota Yogyakarta. Peneliti memilih usia remaja karena
pada masa remaja seseorang mengalami masa peralihan dari anak-anak menuju ke
masa dewasa yang meliputi aspek fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, Olds,
& Feldman, 2008; Santrock, 2002). Pada masa peralihan tersebut remaja juga
mengalami berbagai konflik dalam dirinya. Sarwono (2011) mengatakan bahwa
remaja menunjukkan perilaku cenderung sulit diatur dan mudah terangsang
Peneliti memilih remaja dengan rentang usia antara 15 sampai 18 tahun.
Menurut Rousseau (dalam Sarwono, 2008), usia 15 sampai 20 tahun disebut
sebagai masa kesempurnaan remaja (adolescence proper). Pada masa tersebut
remaja mengalami puncak perkembangan emosi karena timbul gejala
memperhatikan orang lain, memperhatikan harga diri, dan munculnya dorongan
seks.
Di samping itu, peneliti memilih sekolah swasta karena sekolah swasta di
Yogyakarta mempunyai persentase melakukan kenakalan remaja lebih banyak
dibandingkan dengan sekolah negeri. Peneliti juga mengamati bahwa siswa-siswi
dari sekolah swasta cenderung heterogen sehingga kemungkinan mengalami
konflik cenderung lebih besar.
E. Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling. Teknik probability
samplingadalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang sama bagi
setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sangadji &
Sopiah, 2010). Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan teknik simple
random sampling, yaitu pengambilan sampel yang ditentukan secara acak pada
sampel pertama dan sampel berikutnya diambil berdasarkan satu interval tertentu
(Sangadji & Sopiah, 2010). Sampel penelitian ini adalah remaja sekolah swasta
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan proses yang sangat penting dalam
penelitian meliputi pengumpulan data primer dan sekunder, yang kemudian akan
digunakan sebagai jawaban penelitian (Siregar, 2013). Metode pengumpulan data
pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan skala kesepian dan skala
kecenderungan kenakalan remaja kepada subjek penelitian.
Jenis skala yang digunakan pada penelitian ini adalah Skala Likert. Peneliti
menggunakan Skala Likert karena skala tersebut dapat mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi subjek mengenai fenomena tertentu (Siregar, 2013). Sejalan dengan
itu, Azwar (1998) mengatakan bahwa Skala Likert dapat mengungkapkan
distribusi respon sikap pro dan kontra (setuju dan tidak setuju) terhadap suatu
objek sosial.
Pernyataan sikap pada Skala Likert dibagi menjadi dua macam item, yaitu
favorable dan unfavorable. Item favorable berisi pernyataan-pernyataan yang
mendukung objek sikap atau indikator variabel yang akan diteliti. Sedangkan,
itemunfavorableberisi pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung objek sikap
atau indikator yang akan diteliti (Azwar, 1998). Namun, pada skala
kecenderungan kenakalan remaja pernyataan hanya terdiri dari item favorable.
Hal ini dilakukan untuk menghindari faking good dan terjadinya negasi pada
Kedua skala pada penelitian ini akan dijadikan satu kesatuan dalam bentuk
booklet. Adapun rincian dari kedua skala tersebut adalah sebagai berikut:
1. Skala Kesepian
Skala kesepian digunakan untuk mengukur tingkat kesepian yang dialami
oleh subjek penelitian. Item-item pada skala ini terdiri dari dua macam, yaitu
item favorable dan unfavorable. Item favorable didasarkan pada pernyataan
yang mendukung manifestasi kesepian. Sedangkan, item unfavorable
didasarkan pada pernyataan yang tidak mendukung manifestasi kesepian.
Manifestasi kesepian antara lain manifestasi afektif, kognitif, dan perilaku.
Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Jumlah
item pada penelitian ini adalah 50 buah, yang terdiri dari 25 itemfavorabledan
25 itemunvaforable.
Tabel 3.1
Blue Print Skala Kesepian
No. Aspek
Item
Total %
Favorable Unfavorable
1. Manifestasi afektif 8 8 16 33,3% 2. Manifestasi kognitif 8 8 16 33,3 % 3. Manifestasi perilaku 9 9 18 33,4%
Tabel 3.2
Pemberian Skor Pada Skala Kesepian
2. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja
Skala kecenderungan kenakalan remaja digunakan untuk mengukur
kecenderungan kenakalan yang dialami oleh subjek penelitian. Item-item pada
penelitian ini hanya berisi pernyataan favorable sehingga tidak ada item yang
diberi penilaian terbalik. Item favorable didasarkan pada bentuk kenakalan
remaja yang dikemukakan oleh Jensen (dalam Sarwono, 2008), yaitu
kenakalan yang menimbulkan korban fisik bagi orang lain, kenakalan yang
menimbulkan korban materi, kenakalan yang tidak menimbulkan korban di
pihak orang lain, dan kenakalan melawan status. Skala ini terdiri dari empat
alternatif jawaban “Sangat Setuju” (ST), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Jumlah item pada penelitian ini adalah 32
buah itemfavorable.
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Tabel 3.3
Blue Print Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja
No. Aspek
Item
Total %
Favorable
1. Kenakalan yang menimbulkan korban
fisik bagi orang lain
8 8 25%
2. Kenakalan yang menimbulkan korban
materi
8 8 25%
3. Kenakalan yang tidak menimbulkan
korban di pihak orang lain
8 8 25%
4. Kenakalan yang melawan status 8 8 25%
Total Item 32 100%
Tabel 3.4
Pemberian Skor Pada Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja
Alternatif Jawaban Favorable
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
G. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana suatu alat ukur yang digunakan mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011). Validitas yang
digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dilakukan
berdasarkan pendapat profesional (professional judgment), yaitu dosen
pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi memeriksa kesesuaian antara
item-item skala dengan aspek-aspek yang akan diukur (Suryabrata, 2008).
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk menguji karakteristik masing-masing item
pada sebuah skala (Azwar, 2003). Seleksi item dilakukan menggunakan SPSS
for Windows versi 16.00 dan didasarkan pada daya diskriminasi item yang
menghasilkan koefisien item total (rit). Batasan pemilihan item yang digunakan pada penelitian ini adalah (rit≥0,30). Hal ini disebabkan karena item-item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap mempunyai daya beda
yang memuaskan (Azwar, 2007).
a. Skala Kesepian
Berdasarkan hasil uji coba skala kesepian yang dilakukan pada 54
partisipan diperoleh hasil sebanyak 18 item lolos seleksi dari 50 item total
awal, yang memenuhi koefisien korelasi item total (rit)≥0,30. Namun item
yang dinyatakan lolos seleksi tergolong sedikit, maka peneliti melakukan
(rit)≥ 0,20 (Azwar, 2007), yaitu pada item nomor 4, 5, 6, 8, 16, dan 25.
Setelah direvisi item-item tersebut mengalami kenaikkan nilai koefisien
korelasi item total (rit)≥ 0,30. Berikut ini merupakan distribusi item skala kesepian setelah tahap uji coba:
Tabel 3.5
Distribusi Item Skala Kesepian Sebelum Tahap Uji Coba
Aspek Sub Aspek Item Jumlah
Item Keterangan : Nomor item yang diberi tanda bintang (*) merupakan nomor
Tabel 3.6
Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Tahap Uji Coba
Aspek Sub Aspek Item Jumlah
Item Keterangan : Nomor item yang diberi tanda bintang (*) telah melalui revisi
Pada salah satu aspek manifestasi perilaku terdapat item skala yang tidak
terwakilkan. Hal ini disebabkan karena ritpada item tersebut tidak mencapai standar nilai rit yang diinginkan oleh peneliti, yaitu ≥ 0,30. Setelah dilakukan revisi, item-item pada aspek tersebut tidak memenuhi standar
yang diinginkan sehingga peneliti memutuskan untuk mengosongkan
b. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja
Berdasarkan hasil uji coba skala kecenderungan kenakalan remaja yang
dilakukan pada 54 responden diperoleh hasil bahwa keseluruhan item
sebanyak 31 item dinyatakan lolos seleksi dari 32 item total awal. Item yang
dinyatakan lolos seleksi adalah item dengan koefisien korelasi item total (rit)
≥0,30. Berikut ini adalah distribusi item skala kecenderungan kenakalan
Tabel 3.7
Distribusi Item Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Sebelum Tahap Uji Coba
Tabel 3.8
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi atau kepercayaan pada hasil alat ukur dari
waktu ke waktu. Koefisien reliabilitas berada dari rentang 0 sampai dengan
1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitasnya atau mendekati 1,00 maka
semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 1999).
Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha (α) dari
program SPSS for Windows versi 16.00. Berdasarkan perhitungan didapatkan
koefisien reliabilitas pada skala kesepian sebesar 0,83. Sedangkan, pada skala
kecenderungan kenakalan remaja didapatkan koefisien reliabilitas sebesar
0,93. Kedua skala tersebut mempunyai hasil koefisien reliabilitas mendekati
angka 1,00 yang menunjukkan bahwa kedua skala mempunyai reliabilitas yang
baik.
H. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas mempunyai tujuan untuk menguji apakah data penelitian
yang ada berasal dari populasi yang sebarannya normal. Hasil sebaran data
dapat dilihat melalui nilai signifikansi atau nilai p (Santoso, 2010). Apabila
nilai p>0,05 maka data berdistribusi normal. Namun, apabila nilai p<0,05
maka data berdistribusi tidak normal (Priyatno, 2010). Uji normalitas
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah hubungan antarvariabel
yang sedang diteliti menyerupai garis lurus (Santoso, 2010). Hasil uji
linearitas dapat dilihat melalui nilai signifikansi atau nilai p. Apabila nilai
p<0,05 maka hubungan kedua variabel dinyatakan linier. Namun, apabila
nilai p>0,05 maka hubungan kedua variabel dinyatakan tidak linier
(Priyatno, 2010). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program
SPSSfor windowsversi 16.00.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Teknik
korelasi digunakan untuk mengetahui kecenderungan pola satu variabel
terhadap variabel lainnya. Jika satu variabel mempunyai kecenderungan naik
apakah variabel lain juga mempunyai kecenderungan naik atau turun, atau
tidak menentu. Kedua variabel dinyatakan mempunyai hubungan atau korelasi
apabila kecenderungan dalam satu variabel diikuti oleh kecenderungan dalam
variabel yang lain (Santoso, 2010). Pengujian hipotesis penelitian dilakukan
dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.00 untuk menguji hipotesis
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 8-28 November 2014
kepada siswa-siswi kelas X, XI, dan XII, baik jurusan IPA, IPS, maupun Bahasa
di tiga sekolah swasta Kota Yogyakarta. Subjek diminta mengisi dua buah skala
penelitian, yaitu Skala Kesepian dan Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja.
Skala yang disebarkan pada penelitian ini berjumlah 215. Sebanyak 22 skala
gugur karena pengisian skala yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kriteria,
sehingga hanya 193 skala yang dianalisis oleh peneliti.
B. Analisis Data Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian
a. Jenis Kelamin
Subjek penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Subjek berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 114 orang. Sedangkan, subjek berjenis kelamin
perempuan berjumlah 79 orang. Berikut ini tabel deskripsi jenis kelamin
Tabel 4.1
Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian Jenis Kelamin
Total
Laki-laki Perempuan
114 79 193
b. Usia
Subjek penelitian ini memiliki rentang usia antara 15-18 tahun. Berikut
ini tabel deskripsi usia subjek penelitian:
Tabel 4.2
Deskripsi Usia Subjek Penelitian Usia (th)
Total
15 th 16 th 17 th 18 th
46 50 72 25 193
c. Suku Bangsa
Subjek penelitian ini berasal dari beberapa suku bangsa, yaitu : Jawa,
Tionghoa, Batak, Papua, Ambon, Dayak, Betawi, Manado, dan Sunda.
Tabel 4.3
Deskripsi Suku Bangsa Subjek Penelitian
Suku Bangsa Jumlah
Jawa 118
Tionghoa 33
Batak 12
Papua 9
Ambon 7
Dayak 6
Betawi 3
Manado 4
Sunda 1
Total 193
d. Data Tambahan
Subjek penelitian ini berasal dari latar belakang keluarga yang
berbeda-beda. Berikut ini data tambahan yang berhubungan dengan latar belakang
keluarga subjek penelitian:
Tabel 4.4
Deskripsi Orang tua Subjek Penelitian Orang tua
Total
Lengkap Bercerai Meninggal