• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara harga diri dengan kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara harga diri dengan kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir - USD Repository"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

PADA REMAJA AKHIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Nama : Ni Putu Laksmi Dewi NIM : 149114043

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Kamu Harus Berproses, Kamu Harus Berjuang, Kamu Harus Terus Berusaha. Ketika Jalan Yang Kamu Lalui Terasa

Susah, Kamu tidak Boleh Menyerah Merry Riana.

“Kehidupan Ini Tidak Seperti Guru Kita Di Sekolah, Yang Memberikan

Pelajaran sebelum Menguji. Kehidupan Ini Tidak Mengajar, Kehidupan

Memberikan Ujian, Lalu Menyerahkan Kepada Kita Untuk Mengambil

Pelajaran Dari Ujian Itu Atau Tidak”

-

Mario Teguh.

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan yang Maha Esa

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Bapak, ibu dan keluarga besar yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, kasih sayang, semangat dan motivasi agar skripsi ini dapat selesai dengan lancar.

Keluarga Jero Anyar Sari yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi yang saya buat.

I Dewa Ketut Artha Saputra Pasangan yang selalu mendengar keluh kesah saya ketika membuat skripsi ini dan selalu memberikan dukungan, semangat, doa dan

hiburan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Dosen Pembimbing, Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberikan waktu kepada saya hingga penelitian ini selesai

dibuat.

Sahabat, teman-teman, saudara-saudara yang selalu menyemangati, mendukung, mendoakan dan menemaniku dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Januari 2019 Peneliti,

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING PADA REMAJA AKHIR

Ni Putu Laksmi Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif dan signifikan antara harga diri (self esteem) dengan kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir dengan rentang usia 17 tahun hingga 21 tahun yang berjumlah 150 orang. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan impulsive buying dan skala harga diri (self esteem) dalam model Likert. Skala impulsive buying memiliki 28 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,871 dan skala harga diri (self esteem) memiliki 27 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,888. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan SPSS for Windows versi 21 dikarenakan sebaran data pada kedua variabel berdistribusi normal. Penelitian ini menghasilkan nilai korelasi r = -0,854 dan nilai signifikansi p= 0,000 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara harga diri (self esteem) dengan kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir. Hal ini berarti semakin rendah harga diri pada remaja akhir, maka kecenderungan impulsive buying akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir.

(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-ESTEEM AND IMPULSIVE BUYING TENDENCY IN THE LATE ADOLESCENCE

Ni Putu Laksmi Dewi

ABSTRACT

This study was aimed at determining the relationship between self-esteem and the impulsive buying tendency in the late adolescence. The hypothesis proposed in this study was that there is a negative and significant relationship between self-esteem and the impulsive buying tendency in the late adolescence. The subjects in this study were the late adolescence with the age ranging from 17 to 21 years as many as 150 people. The data collection tools used in this research were impulsive buying tendency scale and self-esteem scale in the Likert model. The impulsive buying scale has 28 items with a reliability coefficient of 0.871 and the self-esteem scale has 27 items with a reliability coefficient of 0.888. The data analysis technique used in this study was the Pearson Product Moment correlation test assisted by SPSS for Windows version 21 because the data distribution in both variables was normally distributed. This study resulted in a correlation value of r = -0.854 and a significance value of p = 0.000 <0.05. The results of this study indicate that there is a negative and significant relationship between self-esteem and the impulsive buying tendency in the late adolescence. It means that the lower self-esteem in late adolescence, the higher the tendency for impulsive buying. Likewise, the higher the self-esteem, the lower the tendency of impulsive buying in the late adolescence.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :

Nama : Ni Putu Laksmi Dewi

Nomor Mahasiswa : 149114043

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING PADA REMAJA AKHIR

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 28 Januari 2019

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, skripsi dengan judul “Hubungan Antara Harga Diri Dengan Kecenderungan Impulsive Buying pada Remaja Akhir” dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti menyadari mendapat banyak bantuan baik berupa moral maupun material dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih serta penghargaan kepada:

1. Ida Sang Hyang Widi Wasa dan Dewi Saraswati yang selalu memberikan kelancaran, kekuatan dan menyertai saya dalam proses pembuatan skripsi ini dari awal hingga selesai dibuat.

2. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi.,Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan ketelitian, kecermatan, dan kesabaran, selalu memotivasi dan memberikan arahan dengan penuh kehangatan serta profesionalitas yang tinggi dari awal sampai selesainya skripsi ini.

3. Dr. A. Priyono Marwan, S.J. dan Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam hal akademik kemahasiswaan.

4. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi.,Psi, Bapak Dr.Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. dan Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Psi selaku Dosen penguji yang memberikan masukan atau saran dan bimbingannya untuk menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.

(11)

xi

6. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang selalu membantu dalam administrasi kemahasiswaan serta selalu memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

7. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu peneliti dalam pengisian skala penelitian sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

8. Bapak I Ketut Bagiada dan Ibu Ni Nyoman Rini Wahyuni tercinta serta Keluarga Besar Jero Anyar Latu Sari yang selalu setia mendukung, mendoakan dan memberikan motivasi ketika saya mulai putus asa dan selalu memberikan semangat, nasihat serta kasih sayang hingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Terima kasih karena sudah memberikan kepercayaan untuk saya belajar mandiri, bertanggung jawab dan saya bersyukur memiliki kalian.

9. I Dewa Ketut Artha Saputra yang selalu menuntut saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah menemani dan mendengar keluh kesah yang saya alami selama mengerjakan skripsi ini serta selalu memberikan doa, semangat, bantuan dan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

10. Kinn Gema Yaktha sebagai penyemangat saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih selalu sabar dan memberikan semangat sehingga saya termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Ade Maheswari dan Sang Ayu Ketut Tri Semaraputri sebagai sahabat

sekaligus saudara saya yang selalu menyemangati, mendukung dan mendoakan saya agar saya termotivasi mengerjakan skripsi ini. Terima kasih karena selalu mendengar cerita saya dan memberikan waktu kepada ketika saya pulang.

(12)

xii

13. Amadea Ayusara, dan Arinda Ugang yang selalu berbagi cerita, memberikan semangat dan selalu mendukung satu sama lain sehingga saya termotivasi untuk mengerjakan skripsi ini.

14. Nur Dahlia Kadili sebagai teman seperjuangan yang selalu bersama ketika bimbingan, menjelaskan ketika saya tidak mengerti dan saling memberikan semangat satu sama lain. Terima kasih sudah membantu dan mendukung hingga skripsi ini selesai.

15. Dita Primantari, Venny Ardhana, Frila Grehastin, serta teman-teman

KMHD Sanata Dharma Yogyakarta yang memberikan saya tempat layakmya keluarga sehingga saya merasa tidak sendiri di kota ini. Terima kasih telah memberikan banyak pengalaman selama ini.

16. Seluruh teman-teman angkatan 2014 terkhusus teman-teman Psikologi kelas E yang telah memberikan saya pengalaman berharga baik suka maupun duka selama kurang lebih empat tahun saya menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi.

17. Teman-teman KKN angkatan 54 kelompok 7 yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih telah memberikan pengalaman berharga selama satu bulan di Dusun Suruh, Hargomulyo, Gunung Kidul.

18. Seluruh teman-teman seperjuangan bimbingan Bu Titik yang saling menyemangati, membantu dan menanyakan target penyusunan skripsi sehingga saya termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

19. Seluruh pihak lainnya yang belum peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu, memberikan doa dan semangat bagi peneliti sehingga bisa segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan memberikan karunia atas budi baik kalian.

(13)

xiii

apabila terdapat kesalahan kata-kata dalam penulisan skripsi ini. Terima Kasih.

Yogyakarta, 28 Desember 2018 Peneliti

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Impulsive Buying ... 11

1. Definisi Impulsive Buying ... 11

2. Aspek Impulsive Buying ... 13

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impulsive buying ... 14

B. Harga Diri (Self-Esteem) ... 20

(15)

xv

2. Aspek Harga Diri (Self-Esteem) ... 22

3. Karakteristik Harga Diri (Self-Esteem) ... 23

C. Remaja Akhir ... 24

1. Definisi Remaja Akhir ... 24

2. Ciri-Ciri Remaja Akhir... 25

3. Tugas Perkembangan Remaja Akhir ... 26

4. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja Akhir ... 26

D. Dinamika Hubungan Antara Harga Diri Dengan Kecenderungan Impulsive Buying Pada Remaja Akhir... 29

E. Skema ... 35

F. Hipotesis ... 36

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 37

1. Variabel Tergantung ... 37

2. Variabel Bebas ... 37

C. Definisi Operasional... 38

1. Kecenderungan Impulsive Buying ... 38

2. Harga Diri (Self-Esteem) ... 38

D. Subjek Penelitian ... 39

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 39

1. Skala Kecenderungan Impulsive Buying ... 40

2. Skala Self-Esteem Atau Harga Diri ... 44

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

(16)

xvi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Pelaksanaan Penelitian ... 59

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 59

C. Deskripsi Data Penelitian ... 62

D. Reliabilitas Data Penelitian ... 64

E. Hasil Penelitian ... 65

1. Hasil Uji Asumsi ... 65

2. Hasil Uji Hipotesis ... 67

F. Pembahasan ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

1. Kesimpulan ... 77

2. Keterbatasan Penelitian ... 77

3. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Kecenderungan Impulsive Buying ... 41

Tabel 2. Skor Respon Pada Variabel Kecenderungan Impulsive Buying ... 42

Tabel 3. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Sebelum Seleksi Item ... 43

Tabel 4. Blue Print Harga Diri (Self-Esteem)... 45

Tabel 5. Skor Respon Pada Variabel Harga Diri (Self-Esteem) ... 46

Tabel 6. Sebaran Item Skala Kecenderungan Harga Diri (Self-Esteem) Sebelum Seleksi Item ... 47

Tabel 7. Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying Setelah Seleksi Item ... 51

Tabel 8. Sebaran Item Skala Kecenderungan Harga Diri (Self-Esteem) Setelah Seleksi Item ... 53

Tabel 9. Tingkat Korelasi dan kekuatan Hubungan Koefisien Korelasi ... 58

Tabel 10. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

Tabel 11. Karakteristik Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 12. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan ... 61

Tabel 13. Karakteristik Berdasarkan Uang Saku per Bulan ... 61

Tabel 14. Hasil Statistik Deskriptif Variabel Kecenderungan Impulsive Buying dan Harga Diri (Self Esteem) ... 63

(18)

xviii

Tabel 16. Hasil Uji Normalitas Kecenderungan Impulsive Buying dan

Self-Esteem ... 65

Tabel 17. Hasil Uji Linearitas Variabel Kecenderungan Impulsive Buying dan

Self-Esteem ... 67

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Taraf Relevansi Peer Judgement dan Expert Judgement ... 86

Lampiran B. Skala Uji Coba ... 103

Lampiran C. Reliabilitas Skala Kecenderungan Impulsive Buying dan Seleksi Item ... 118

Lampiran D. Reliabilitas Skala Harga Diri (Self Esteem) dan Seleksi Item ... 121

Lampiran E. Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying ... 123

Lampiran F. Hasil Uji Reliabilitas Setelah Seleksi Item Skala Harga Diri (Self Esteem) ... 126

Lampiran G. Skala Penelitian ... 129

Lampiran H. Mean Teoritis dan Mean Empiris ... 140

Lampiran I. Reliabilitas Skala Penelitian Kecenderungan Impulsive Buying dan Harga Diri (Self Esteem) ... 141

Lampiran J. Hasil Uji Normalitas ... 142

Lampiran K. Hasil Uji Linearitas ... 143

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda dalam

hidupnya. Banyak upaya yang dilakukan manusia dalam memenuhi

kebutuhan dan keinginan tersebut, salah satunya yaitu kegiatan belanja.

Pada umumnya, seseorang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, namun saat ini ada banyak alasan seseorang melakukan kegiatan

belanja. Alasan orang berbelanja antara lain untuk memenuhi keinginan

semata, meningkatkan status sosial, ingin memanjakan diri, gengsi,

membeli sesuatu dengan alasan hari raya atau potongan harga, dan

menyenangkan orang lain. Kegiatan belanja ini biasanya juga didasari oleh

pemikiran takut menyesal ketika tidak membeli barang tersebut pada saat

itu.

Penelitian yang dilakukan Nielsen pada tahun 2013 menemukan

bahwa konsumen Indonesia termasuk konsumen yang bersifat konsumtif

dan memiliki keinginan yang besar untuk berbelanja jika dibandingkan

dengan Negara Asia lainnya seperti India dan Filipina. Dalam hal

berbelanja, 55% konsumen Indonesia menyatakan bahwa beberapa bulan

kedepan akan menjadi waktu yang baik untuk membeli barang-barang

yang mereka inginkan atau butuhkan (Baihaqi, 2013). Survei yang

(21)

membeli produk tanpa direncanakan, sedangkan jumlah konsumen yang

melakukan pembelian sesuai dengan rencana dan tidak terdorong untuk

membeli produk tambahan sekitar 15% saja (Nielsen dalam Adiputra,

2015).

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group

pada tahun 2012 menemukan hasil bahwa sekitar 15% hingga 20%

konsumen Indonesia melakukan impulsive buying lebih tinggi daripada

konsumen Amerika. Hal ini karena konsumen Indonesia memiliki pola

belanja yang tidak teratur dibandingkan konsumen luar negeri. Sebagian

konsumen Indonesia menganggap bahwa belanja dan rekreasi merupakan

hal yang sama (Zoel, 2012).

Setiap orang memiliki keinginan yang cukup tinggi dalam memenuhi

berbagai macam kebutuhan hidup, salah satu keinginan tersebut dapat

berupa pembelian suatu barang. Meskipun belum membutuhkan barang

tersebut, akan tetapi mereka tetap membelinya. Misalnya seseorang pada

awalnya tidak memiliki keinginan untuk membeli suatu barang tertentu

tetapi ketika masuk ke sebuah toko, ia tertarik untuk membeli suatu

barang. Ketertarikan tersebut biasanya tidak direncanakan. Pembelian ini

biasanya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada saat itu. Pembelian

tidak direncanakan ini biasanya diistilahkan dengan pembelian impulsif

atau impulsive buying. Impulsive buying merupakan tindakan atau

pembelian seseorang dalam melakukan pembelian suatu produk secara

(22)

bersifat mendadak serta diiringi dengan faktor keinginan bukan

berdasarkan kebutuhan terhadap produk tersebut. (Mowen & Minor, 2002;

Rook & Fisher, 1995; Sterns, 1962; Utami, 2010; Verplanken & Herabadi,

2001).

Perilaku impulsive buying menjadi salah satu faktor yang berkaitan

dengan lingkungan sosial individu. Ketika individu merasa minder, kurang

percaya diri, memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya dan merasa

kurang diterima dalam lingkungannya, maka individu cenderung

mengekspresikannya melalui penampilan, mengikuti tren saat ini, tidak

ketinggalan jaman dan selalu update. Hal ini didukung oleh riset yang

dilakukan oleh MARS Indonesia (2015) yang mengungkapkan bahwa

remaja masih dalam proses mancari identitas diri dan selalu ingin

menunjukkan eksistensi diri dilingkungannya, maka perilaku yang kerap

muncul dari remaja adalah keinginan untuk tampil beda. Hal ini

menunjukkan masa remaja merupakan masa terpenting dalam

perkembangan individu, karena ketika tidak mampu melaksanakan tugas

perkembangan pada masa remaja, maka masa dewasa tidak akan berjalan

semestinya (Hurlock, 2012).

Perilaku impulsive buying cenderung dilakukan oleh individu yang

memiliki rentang usia 18 tahun sampai 39 tahun dibandingkan dengan

individu yang berusia di atas 39 tahun (Wood, 1998). Rentang usia

tersebut merupakan masa dimana individu termasuk remaja akhir dan

(23)

kemampuan individu dalam mengontrol emosi, memiliki pandangan yang

lebih realistis serta menunjukkan kedewasaan dalam berpikir dan bersikap

(Ali & Asrori, 2009). Dengan memiliki ciri-ciri tersebut seharusnya remaja

akhir berpotensi lebih kecil untuk melakukan impulsive buying, serta dapat

lebih berpikir dan mempertimbangkan suatu keputusan dalam melakukan

kegiatan belanja. Namun pada kenyataannya masih banyak remaja akhir

yang melakukan impulsive buying.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, kebanyakan remaja

akhir merasa kurang percaya diri ketika berada dilingkungan sosialnya.

Mereka juga sering memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya jika

dibandingkan dengan orang-orang dilingkungan sosialnya, sehingga

mereka merasa perlu menyalurkannya melalui penampilan yang lebih

menarik, mengikuti tren, dan sosialita. Disamping itu juga media sosial

sangat berpengaruh terhadap penilaian diri remaja. Misalnya ketika teman

mengunggah foto bersama dirinya dalam keadaan kurang menarik, remaja

merasa kurang puas dan merasa ada yang kurang dalam dirinya. Hal

tersebut yang dapat mendorong remaja untuk melakukan pembelian yang

berlebihan atau tidak direncanakan demi menunjang penampilannya

(Laksmi, 2017). Hal ini didukung oleh survei Mark Plus Insight bertajuk

Youth Monitoring 2015 yang menyatakan bahwa belanja online

mengalami peningkatan yang cukup pesat dan konsumen terbesarnya

(24)

Pembelian impulsif dapat memberikan dampak negatif bagi

konsumen. Dari hasil wawancara yang dilakukan dampak negatif yang

dirasakan melakukan pembelian impulsif seperti uang bulanan habis,

dimarah orang terdekat karena membeli barang yang tidak diperlukan, dan

menyesal setelah melakukan pembelian (Laksmi, 2017). Hal ini didukung

oleh pernyataan Rook (1987) yang mengatakan bahwa konsumen yang

melakukan pembelian impulsif mengalami dampak negatif seperti

mengalami masalah dalam keuangan, merasa menyesal dengan produk

yang dibeli, merasa bersalah, dan tidak mendapatkan persetujuan oleh

orang sekitarnya terhadap produk yang dibeli. Namun bagi pelaku industri,

impulsive buying memiliki dampak positif seperti kontribusi pendapatan

pada toko. Hal ini karena konsumen melakukan pembelian secara spontan,

tanpa direncanakan sebelumnya dan tidak mempertimbangkan resiko yang

terjadi sehingga akan membawa keuntungan pada toko (Bong, 2011).

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying

dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi impulsive buying yaitu

lingkungan toko, desain toko, situasi di dalam toko, promosi pemasaran

produk, dan kartu kredit (Karbasivar & Yarahmadi, 2011; Loudon & Bitta

dalam Anin, 2008; Omar et al, 2014; Stern, 1962; Verplanken & Herabadi,

2001). Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi impulsive buying

antara lain gender, usia, kepribadian, keadaan emosi konsumen, kontrol

(25)

Hadjali, Salimi, Nazari & Ardestani, 2012; Karbasivar & Yarahmadi,

2011; Markunegara, 1998; Verplanken & Herabadi, 2001; Wood, 1998).

Impulsive buying sering dikaitkan dengan berbagai macam perasaan

individu seperti rasa menghargai tawaran orang, perasaan ingin diterima

oleh orang lain, dan lain sebagainya. Dalam keadaan yang mendesak

individu akan mudah untuk melakukan impulsive buying karena timbulnya

penilaian yang rendah terhadap dirinya. Sejalan dengan hal tersebut, salah

satu faktor internal yang berkaitan dengan perilaku impulsive buying ialah

harga diri. Harga diri atau self esteem didefinisikan sebagai suatu penilaian

yang dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri secara positif maupun

negatif dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan dirinya (Baron &

Byrne, 2012; Coopersmith, 1967; Feist & Feist, 2007; Santrock, 2011).

Individu yang memiliki harga diri positif akan merasa mampu melakukan

sesuatu, merasa puas dalam suatu keadaan, merasa bangga, mandiri,

percaya diri, bertanggung jawab, mampu menyesuaikan diri, mampu

menghadapi masalah dengan baik dan bersifat terbuka. Individu yang

memiliki harga diri negatif akan merasa tidak mampu melakukan sesuatu,

merasa kurang, merasa lebih rendah, malu, merasa diri kecil, rendah diri,

gelisah dan kesal hati.

Seseorang dinilai memiliki harga diri ketika ia dapat menghormati diri

sendiri dan menganggap dirinya penting dan berharga bagi hidupnya.

Harga diri juga dapat menunjukkan karakter seseorang, tingkat

(26)

sikap, perilaku dan penampilan seseorang tersebut. Misalnya ketika

seseorang ditawarkan suatu barang oleh pegawai di sebuah toko, seseorang

tersebut akan membeli tanpa ragu atau ketika bertemu kerabat yang

menawarkan suatu produk atau jasa maka seseorang bisa saja dengan

mudahnya membeli apa yang ditawarkan, tak jarang bahkan membeli lebih

dari yang ditawarkan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor munculnya

prilaku impulsive buying karena mereka memiliki perasaan malu yang

berlebih, penilaian diri yang rendah, merasa selalu ada yang kurang dalam

dirinya, sehingga seseorang akan membeli sesuatu yang ditawarkan

meskipun mereka belum membutuhkan produk tersebut.

Penelitian sebelumnya mengenai hubungan harga diri dengan

impulsive buying menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang

signifikan antara harga diri dengan impulsive buying. Artinya semakin

tinggi harga diri individu, maka akan semakin rendah perilaku impulsive

buying (Lestari, 2017; Permana & Kusdiyati, 2015). Selain itu, penelitian

lain yang dilakukan oleh Saputri (2016) menunjukkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara impulsive buying dengan harga diri pada remaja

di SMAN 2 Samarinda.

Pada penelitian selanjutnya peneliti ingin melihat hubungan harga diri

dengan kecenderungan impulsive buying pada remaja akhir dengan rentang

usia 17-21 tahun. Sasaran penelitian yang difokuskan pada remaja akhir

karena masih jarang dilakukannya penelitian mengenai harga diri dengan

(27)

fenomena impulsive buying cenderung dilakukan oleh individu yang

termasuk dalam perkembangan remaja akhir yang secara teoretis

seharusnya mereka mampu mengendalikan diri, mengontrol emosi agar

stabil dan lebih berpikir dalam mengambil suatu keputusan.

Dari pemaparan teoretis di atas, peneliti menduga bahwa terdapat

hubungan antara harga diri dengan kecenderungan impulsive buying pada

remaja akhir. Penelitian ini menarik untuk diteliti mengingat tidak hanya

terjadi di kalangan orang dewasa yang matang secara finansial, melainkan

juga melanda kehidupan remaja khususnya remaja akhir yang sebenarnya

masih mencari jati dirinya dan belum memiliki kemampuan finansial

untuk memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan permasalahan dan asumsi yang telah dipaparkan, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai hubungan

antara harga diri dengan kecenderungan impulsive buying yang terjadi

pada kalangan remaja akhir dengan judul penelitian “Hubungan Antara

Harga Diri Dengan Kecenderungan Impulsive buying pada Remaja Akhir”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan

masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat

hubungan antara harga diri dengan kecenderungan impulsive buying pada

(28)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara

harga diri dengan kecenderungan perilaku impulsive buying pada remaja

akhir.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini adalah dapat

menyumbangkan dan memberikan informasi dalam bidang psikologi

dan ilmu pengetahuan tentang perilaku konsumen khususnya mengenai

impulsive buying dan harga diri pada remaja akhir. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian lain yang

menunjukkan hubungan antara harga diri dengan impulsive buying

pada remaja akhir.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

evaluasi dan refleksi diri kepada para remaja, khususnya remaja

akhir mengenai harga diri yang dapat memengaruhi

kecenderungan impulsive buying sehingga remaja lebih tersadar

dalam melakukan pembelian produk atau jasa secara tidak

(29)

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran, referensi, dan sebagai bahan kajian bagi peneliti

(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. IMPULSIVE BUYING 1. Definisi Impulsive buying

Menurut Mowen dan Minor (2002), impulsive buying adalah tindakan

membeli secara tidak sadar untuk mempertimbangkan atau kemauan yang

dimiliki seseorang ketika memasuki toko. Singkatnya, perasaan positif

yang kuat akan sesuatu yang diikuti dengan tindakan pembelian.

Pembelian tidak terencana lebih banyak terdapat pada barang yang

diinginkan untuk dibeli dan kebanyakan dari barang yang dibeli tidak

diperlukan oleh konsumen. Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen

tiba-tiba memiliki keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli barang

secepatnya (Utami, 2010).

Rook dan Fisher (1995) mendefinisikan impulsive buying sebagai

kecenderungan individu untuk melakukan pembelian produk secara

spontan, segera, dan adanya rangsangan pada produk yang diinginkan

dengan didominasi oleh ketertarikan emosional serta keinginan untuk

merasakan kepuasan pada produk tersebut. Individu yang memiliki

kecenderungan impulsive buying tinggi biasanya akan lebih cepat

menerima gagasan pembelian yang baru, lebih cepat menerima rangsangan

yang tak terduga, memiliki daftar belanja serta memiliki keinginan secara

(31)

Sterns (1962) menyatakan impulsive buying is a purchase that made by

consumers without being intentionally planned before. Artinya pembelian

impulsif adalah suatu pembelian yang dilakukan konsumen tanpa

direncanakan sebelumnya. Verplanken dan Herabadi (2001)

mengungkapkan bahwa impulsive buying merupakan perilaku pembelian

yang ditandai dengan rendahnya kontrol kognitif dan memiliki aktivitas

emosional yang tinggi. Keadaan emosional individu biasanya lebih

mendominasi daripada kognitif ketika melakukan aktivitas belanja. Hal

tersebut menyebabkan individu tidak mempertimbangkan harga dan

produk yang akan dibeli, merasakan dorongan untuk segera membeli

produk, tidak melakukan perbandingan produk, dan merasa puas saat

berbelanja.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

impulsive buying merupakan tindakan atau pembelian seseorang dalam

melakukan pembelian suatu produk secara spontan tanpa

mempertimbangkan atau merencanakan sebelumnya dan bersifat

mendadak serta diiringi dengan faktor keinginan bukan berdasarkan

(32)

2. Aspek Impulsive buying

Verplanken dan Herabadi (2001) mengemukakan bahwa terdapat dua

aspek penting yang dapat membentuk kecenderungan impulsive buying,

yaitu:

2.1. Aspek Kognitif

Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) aspek kognitif dalam

impulsive buying ditunjukkan dengan kurangnya unsur perencanaan,

pertimbangan dan adanya pembelian suatu produk secara spontan atau

segera. Ketika individu melakukan aktivitas belanja biasanya tidak

adanya evaluasi dan kurang memikirkan konsekuensi yang akan

diterima setelah melakukan pembelian. Selain itu, individu tidak

melakukan perbandingan produk terlebih dahulu dan cenderung

enggan memberikan pendapat mengenai kualitas produk yang dibeli.

2.2. Aspek Afektif

Aspek afektif meliputi dorongan emosional yang muncul secara

bersamaan atau setelah melakukan pembelian secara spontan

(Verplanken & Herabadi, 2001). Individu yang membeli barang secara

impulsif seringkali didominasi oleh perasaan jatuh cinta (in love),

antusias, senang (excited). Menurut Verplanken dan Herabadi (2001)

individu tidak hanya memiliki perasaan senang saat melakukan

pembelian impulsive buying, melainkan muncul hasrat individu untuk

melakukan pembelian berdasarkan keinginan yang sifatnya mendesak

(33)

Selain tidak terkontrol hingga merasa puas, individu juga terkadang

akan merasa kecewa dan menyesal setelah melakukan pembelian

secara tiba-tiba. Hal ini karena individu menyadari bahwa banyak

uang yang telah dikeluarkan hanya untuk memuaskan dan memenuhi

keinginan semata (Dittmar & Drury, 2000).

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

terdapat dua aspek yang dapat membentuk kecenderungan impulsive

buying yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif pada

impulsive buying ditunjukkan dengan pemikiran secara spontan, tanpa

perencanaan atau pertimbangan dalam membeli sesuatu, tidak

melakukan perbandingan produk sebelumnya dan mengabaikan

konsekuensi yang akan terjadi setelah membeli barang tersebut.

Sementara itu, aspek afektif dalam melakukan impulsive buying dapat

ditunjukkan dengan adanya dorongan tiba-tiba untuk segera membeli,

didominasi oleh perasaan senang atau antusias dan individu akan

merasa menyesal setelah melakukan pembelian tanpa pertimbangan.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impulsive buying

Secara umum, impulsive buying dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor eksternal dan faktor internal.

3.1 Faktor Eksternal :

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu

(34)

1) Lingkungan Toko

Menurut Karbasivar dan Yarahmadi (2011) lingkungan

toko menjadi salah satu faktor penentu yang penting dari

impulsive buying. Hal ini karena situasi ini terbatas pada

spesifik ruang geografis di dalam toko seperti musik,

tampilan toko, aroma, promosi di dalam toko, harga,

kebersihan toko, dan kepadatan toko. Penelitian yang

dilakukan oleh Wusko (2014) menyatakan bahwa

lingkungan toko berpengaruh terhadap impulsive buying.

Hal ini karena lingkungan toko dapat memberikan daya

tarik pada individu untuk memasuki toko serta memberikan

rasa nyaman pada konsumen.

2) Desain Toko

Verplanken dan Herabadi (2001) menyatakan bahwa

tampilan produk secara fisik, cara menampilkan produk,

atau adanya tambahan seperti wewangian, warna yang

menarik, dan musik yang menyenangkan akan memberikan

kenyaman pada konsumen sehingga dapat memunculkan

suasana hati yang positif yang mampu meningkatkan

pembelian secara spontan.

3) Situasional dalam Toko

Stern (1962) mengungkapkan bahwa pelayanan yang

(35)

daripada pelayanan yang dilakukan oleh petugas toko. Hal

ini karena konsumen dapat mengambil produk yang

diinginkan secara cepat dan bebas. Sementara itu, pembeli

merasa tidak leluasa memilih produk yang akan dibeli dan

merasa kurang nyaman jika dilayani oleh petugas toko.

4) Promosi Pemasaran Produk

Loudon dan Bitta (dalam Anin, 2008) mengungkapkan

bahwa impulsive buying dapat dipengaruhi oleh pemasaran

atau marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah

banyak outlet yang self service, penayangan iklan melalui

media massa yang sangat sugestibel dan terus menerus,

iklan di titik penjualan, posisi display dan lokasi yang

menonjol. Penelitian yang dilakukan oleh Wauran dan

Poulan (2016) menyatakan bahwa promosi penjualan akan

berpengaruh terhadap impulsive buying. Strategi yang dapat

dilakukan seperti memberikan promosi secara rutin dan

terencana, memberikan potongan harga atau diskon, serta

adanya paket bonus.

5) Kartu Kredit

Menurut Omar et al (2014) kartu kredit dapat memengaruhi

terjadinya impulsive buying. Hal ini karena kartu kredit

dipandang cara yang mudah untuk melakukan pembayaran

(36)

dirasakan. Salah satu kemudahan menggunakan kartu kredit

dalam melakukan pembayaran dapat menghilangkan

kegunaan uang secara langsung untuk membeli sesuatu.

3.2. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri

individu yang dapat menyebabkan individu terlibat dalam impulsive

buying, yaitu:

1) Gender

Gender merupakan salah satu faktor yang dapat

memengaruhi kecenderungan impulse buying. Penelitian

yang dilakukan Gasiorowska (2011) menyatakan bahwa

perempuan cenderung memiliki tingkat pembelian yang

lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini karena

konsumen perempuan lebih lama dalam melihat berbagai

macam produk ketika berada di dalam toko dibandingkan

laki-laki. Selain itu, konsumen perempuan lebih memiliki

kesenangan dalam melakukan aktivitas berbelanja karena

menganggap belanja merupakan salah satu hobi dan

merupakan aktivitas yang wajar.

2) Usia

Wood (1998) mengungkapkan bahwa individu dengan

rentang usia 18 tahun hingga usia 39 tahun merupakan

(37)

impulsive buying. Hal ini karena individu yang memiliki

usia 39 tahun keatas atau yang lebih tua cenderung mampu

untuk mengendalikan ekspresi emosionalnya dibandingkan

individu yang lebih muda (Chien-Huang & Chuang, 2005).

3) Kepribadian

Menurut Rook dan Fisher (dalam Karbasivar & Yarahmadi,

2011) kepribadian merupakan salah satu faktor internal

yang dapat mempengaruhi individu dalam melakukan

impulsive buying. Ketika individu akan membeli produk, ia

akan memiliki nilai dan makna yang berbeda. Beberapa

produk yang berfungsi sebagai simbol misalnya dari gaya

hidup atau kepribadian tertentu (Belk, Dittmar, Higgins,

dalam Verplanken, Herabadi & Knippenverg, 2009).

4) Keadaan Emosi

Suasana hati atau mood yang dimiliki individu menjadi

faktor yang dapat memengaruhi terjadinya impulsive

buying. Individu yang memiliki suasana hati positif

cenderung lebih mudah tertarik, semangat, senang dan

merasa berharga ketika melakukan aktivitas berbelanja

dibandingkan dengan individu yang memiliki suasana hati

negatif (Verplanken & Herabadi, 2001). Sebaliknya

menurut Sneath et al (2009) dan Alagoz & Ekici (2011)

(38)

yang tidak stabil cenderung akan melakukan impulsive

buying.

5) Kontrol Diri

Kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang

berpengaruh terhadap impulsive buying. Individu yang

memiliki kontrol diri rendah menunjukkan kurang dapat

menahan stimulus yang dapat mendukung melakukan

impulsive buying, mudah terpengaruh dan tidak dapat

mengelola diri dengan baik. Sementara itu, orang yang

memiliki kontrol diri yang baik akan membeli produk

sesuai dengan kebutuhan jangka panjang (Baumeister,

2002).

6) Konsep Diri

Faktor lain yang mempengaruhi impulsive buying adalah

pengalaman belajar, sikap dan keyakinan serta konsep diri

(Mangkunegara, 1998). Hal ini juga sesuai dengan pendapat

Loudon & Bitta (dalam Anin, 2008); Dittmar et al., (1995)

yang menyatakan bahwa konsep diri dapat mempengaruhi

impulsive buying. Individu yang memiliki konsep diri

positif cenderung memiliki tingkat impulsive buying yang

rendah, begitu juga sebaliknya. Individu yang memiliki

konsep diri negatif, akan memiliki kecenderungan impulsive

(39)

7) Harga Diri

Faktor lain yang dapat memengaruhi impulsive buying

adalah harga diri. Penelitian yang dilakukan oleh Hadjali,

Salimi, Nazari dan Ardestani (2012) menunjukkan bahwa

semakin rendah tingkat harga diri seseorang maka semakin

tinggi kecenderungan impulsive buying yang dilakukan,

begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa impulsive buying

dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor eksternal meliputi lingkungan toko, desain toko,

situasional dalam toko, promosi pemasaran produk, dan kartu kredit.

Sementara itu, faktor internal meliputi gender, usia, kepribadian, keadaan

emosi, kontrol diri, konsep diri dan harga diri.

B. HARGA DIRI (SELF ESTEEM) 1. Definisi Harga Diri (Self esteem)

Menurut Kamus Psikologi, harga diri adalah taraf atau derajat

seseorang menilai dirinya sendiri. Harga diri juga berarti keseluruhan cara

yang digunakan untuk mengevaluasi diri kita sendiri (Santrock, 2011).

Harga diri adalah self judgement yang merupakan evaluasi diri yang dibuat

individu mengenai dirinya sendiri. Evaluasi ini mengenai sikap

(40)

percaya bahwa dirinya mampu, berarti, dan merasa berharga

(Coopersmith, 1967).

Baron & Byrne (2012) menyatakan bahwa harga diri adalah evaluasi

terhadap diri yang dibuat oleh setiap individu, sikap orang terhadap dirinya

sendiri dalam rentang dimensi positif hingga negatif. Individu yang

memiliki harga diri tinggi berarti menyukai dirinya sendiri. Penilaian

positif ini biasanya berdasarkan sebagian pendapat orang lain dan sebagian

berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Harga diri individu

dipengaruhi oleh sikap terhadap diri sendiri, yang dimulai dari interaksi

antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain dan perbedaan budaya.

Maslow (dalam Feist & Feist, 2010) mengungkapkan bahwa harga diri

adalah perasaan seseorang dimana dirinya merasa bernilai, bermanfaat dan

percaya diri. Harga diri menggambarkan sebuah keinginan untuk

memperoleh kekuatan, kepercayaan diri, kemandirian dan kebebasan.

Harga diri biasanya didasari oleh kemampuan nyata individu bukan dari

pendapat atau opini orang lain.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

harga diri merupakan suatu penilaian yang dibuat oleh individu mengenai

dirinya sendiri secara positif maupun negatif dengan tujuan untuk

(41)

2. Aspek Harga Diri (Self esteem)

Coopersmith (1967) mengungkapkan beberapa aspek harga diri, yaitu:

2.1 Kekuatan (Power)

Kekuatan berarti kemampuan individu untuk bisa mengatur

dan mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain yang

ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat, serta

penghargaan atau pendapat yang diterima individu dari orang

lain.

2.2 Keberartian (Significance)

Keberartian merupakan seberapa besar individu percaya

bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan,

kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima individu dari

orang lain. Hal ini menjadi suatu bentuk ekspresi ketertarikan

atau penghargaan dan kesukaan orang lain. Rasa penghargaan

dan ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan

istilah penerimaan.

2.3 Kebajikan (Virtue)

Kebajikan menyangkut kepatuhan atau ketaatan individu

dalam mengikuti prinsip, etika, moral, dan agama. Hal ini

ditandai dengan ketaatan individu untuk menjauhi tingkah

laku yang dilarang dan melakukan tingkah laku yang

diperbolehkan oleh moral, etika, dan agama.

(42)

Kemampuan berarti melaksanakan tugas atau memenuhi

tuntutan yang bervariasi dan cara individu mampu mengambil

keputusan dengan baik. Hal ini dapat ditandai dengan

keberhasilan individu dalam mengerjakan berbagai tugas atau

pekerjaan dengan baik dari level yang tinggi dan usia yang

berbeda.

3. Karakteristik Harga Diri (Self esteem)

Menurut Coopersmith (1967) karakteristik harga diri dibagi menjadi

dua golongan, yaitu :

3.1 Harga Diri Tinggi

Individu yang memiliki harga diri yang tinggi lebih aktif dan

dapat mengekspresikan diri dengan baik, mampu menjalin

hubungan dengan orang lain dan dapat menerima kritik atau

saran dari orang lain dengan baik. Selain itu, individu juga

memiliki keyakinan diri, kemampuan, dan kualitas diri yang

tinggi. Individu yang memiliki harga diri tinggi tidak berfokus

pada dirinya sendiri dan tidak terpengaruh oleh penilaian orang

lain sehingga individu akan merasa aman, lebih mudah

menyesuaikan diri dan tingkat kecemasannya lebih rendah.

3.2 Harga Diri Rendah

Individu yang memiliki harga diri rendah cenderung memiliki

(43)

orang lain sehingga mudah putus asa dan depresi. Selain itu,

individu merasa tidak diperhatikan dan merasa diasingkan,

kurang mampu mengekspresikan diri, kaku dan pasif mengikuti

lingkungan. Individu yang memiliki harga diri rendah biasanya

menggunakan banyak taktik atau defense mechanism untuk

dirinya, tidak konsisten, dan mudah mengakui kesalahan.

C. REMAJA AKHIR

1. Definisi Remaja Akhir

Menurut Konopka (dalam Jahja, 2011) masa remaja dibagi menjadi

beberapa tahap yaitu masa remaja awal, remaja pertengahan atau madya

dan remaja akhir. Remaja awal memiliki rentang usia 12-15 tahun, masa

remaja pertengahan memiliki usia 15-18 tahun dan usia 19-22 tahun

termasuk kategori masa remaja akhir. Sementara itu, menurut Mappiare

(1982) remaja dibagi menjadi dua kategori yaitu remaja awal dengan

rentang usia 13/14 tahun – 17 tahun dan remaja akhir 17 tahun – 21 tahun.

Masa remaja akhir biasanya disebut juga late adolescene yang terjadi pada

pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Hal yang lebih

menonjol pada masa remaja ini adalah minat, karir, pacaran dan eksplorasi

identitas diri dibandingkan remaja awal dan madya (Santrock, 2007).

Menurut Feist & Feist (2007) remaja akhir mulai bertukar pikiran

dengan orang lain dan mendapatkan gagasan atau keyakinan untuk hidup

(44)

diri sehingga mampu memutuskan pilihan mereka sendiri dalam

berperilaku. Selama periode ini, remaja mulai memandang dirinya sebagai

orang dewasa dan mulai menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang

semakin dewasa (Ali dan Asrori, 2009).

Menurut Sarwono (2007) remaja akhir merupakan masa konsolidasi

menuju periode dewasa dengan ditandai dengan lima pencapaian, yaitu

minat yang makin kuat dalam fungsi intelek, ego mencari kesempatan

untuk bersatu dengan orang lain dalam pengalaman baru, terbentuknya

identitas seksual, egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri

sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan

orang lain, dan tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private

self) dan masyarakat umum (the public).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

remaja akhir merupakan masa dimana seseorang mulai memiliki

pemikiran, sikap, dan perilaku yang menunujukkan kedewasaan, dan

berusaha memperoleh pengalaman baru melalui lingkungan sosialnya.

2. Ciri-Ciri Remaja Akhir

Menurut Mappiare (1982) remaja akhir memiliki ciri-ciri seperti :

2.1 Stabilitas mulai timbul dan meningkat

2.2 Citra diri dan sikap pandangan yang lebih realistis

2.3 Menghadapi masalah secara lebih matang

(45)

3. Tugas Perkembangan Remaja Akhir

Mappiare (1982) mengungkapkan tugas-tugas perkembangan

dalam masa remaja sebagai berikut :

3.1 Menerima keadaan fisik dan menerima peran sebagai pria atau

wanita

3.2 Menjalin hubungan baru dengan teman sebaya (laki-laki dan

perempuan)

3.3 Mendapatkan kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang

dewasa lainnya

3.4 Memperoleh kepastian dalam hal mengatur keuangan

3.5 Memilih dan mempersiapkan diri ke arah pekerjaan atau karir

3.6 Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual dalam

hidup

3.7 Mampu berperilaku yang diperbolehkan masyarakat

3.8 Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup bersama

4. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja Akhir 4.1 Perkembangan Kognitif

Menurut Mappiare (1982) remaja akhir diharapkan mampu

menyusun rencana, menyusun alternatif pilihan, membuat

perhitungan untung rugi dalam memilih, serta membuat

kesepakatan dengan orangtua sehingga remaja mampu

(46)

oleh remaja akhir seperti pemilihan jurusan, kelanjutkan studi,

pemilihan jabatan dan memilih pasangan. Sebagian besar remaja

akan mengalami kesulitan dalam menyusun rencana, menetapkan

pilihan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini

disebabkan oleh kondisi sosial, ekonomi atau aspek psikis lainnya

seperti sikap dan keadaan emosi. Bimbingan di sekolah yang

diikuti remaja diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan

remaja yang dialami.

4.2 Perkembangan Emosi

Menurut Mappiare (1982) perkembangan emosi remaja akhir

dapat dikatakan relatif stabil. Hal ini berarti bahwa remaja senang

atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap suatu obyek

tertentu yang didasarkan oleh dasar pemikirannya sendiri.

Meskipun begitu, remaja masih sering digoyahkan pendiriannya

oleh orangtua. Hal ini karena remaja masih bergantung keuangan

terhadap orangtua. Perasaan yang dialami remaja akhir juga lebih

tenang, namun belum berarti tidak adanya pertentangan dengan

orang lain. Pertentangan yang terjadi dengan orang lain biasanya

dihadapi dengan perasaan yang lebih teratur dan dibatasi oleh

norma-norma orang dewasa. Selain itu, remaja juga mulai tertutup

terhadap orang dewasa dalam memecahan masalah. Hal ini karena

remaja ingin menentukan sikap untuk menjadi independen dan

(47)

Dalam kelompok teman sebaya, remaja biasanya menghabiskan

waktu berjam-jam untuk membahas topik yang ingin mereka

bicarakan, seperti pandangan hidup, hal romantis, rekreasi, dan

terkadang perhiasan atau pakaian.

4.3 Perkembangan Pribadi, Sosial dan Moral

Mappiare (1982) mengungkapkan nama atau panggilan

seseorang memiliki pengaruh yang besar terhadap rasa percaya

diri. Remaja biasanya tidak senang terhadap nama yang

menjadikan mereka malu, sehingga banyak diantara remaja yang

mengganti nama atau panggilan mereka yang disesuaikan dengan

norma kelompok. Selain itu, pakaian dan perhiasan merupakan

standar lain bagi remaja akhir. Keadaan pakaian yang tidak

memuaskan sering membuat remaja menghindar dari pergaulan

teman sebayanya atau peer group. Teman sebaya sangat

berpengaruh terhadap citra diri seorang remaja seperti penerimaan

kelompok terhadap remaja, rasa ikut serta dalam kelompok,

memperkuat citra diri dan penilaian diri yang positif. Adanya

penolakan peer group mengurangi penilaian diri positif bagi

remaja. Keadaan keluarga, situasi rumah tangga, sikap mendidik

orangtua, pergaulan dan hubungan anggota keluarga merupakan

(48)

perkembangan pribadi, citra diri yang sehat, dan rasa percaya diri

pada remaja.

Perkembangan sosial saling berhubungan dengan

perkembangan pribadi dan moral remaja akhir. Pandangan remaja

terhadap masyarakat dan kehidupan bersama masyarakat, banyak

dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa

percaya diri. Remaja yang memiliki penilaian diri kurang dan

tidak diterima menyebabkan remaja sering memproyeksikan

penolakan diri pada keadaan masyarakat.

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING PADA REMAJA AKHIR

Tahap perkembangan remaja akhir dimulai dari rentang usia 17 tahun

hingga 21 tahun (Mappiare, 1982). Pada masa remaja akhir, individu akan

mengalami berbagai macam perkembangan. Lingkungan sosial menjadi

sangat penting bagi remaja akhir, hal ini karena remaja akhir ingin

memperoleh pengalaman baru dilingkungannya, serta ingin bertukar pikiran

dengan orang lain. Salah satu ciri dari remaja akhir ialah mereka sudah

mampu meyakinkan diri untuk mengambil suatu keputusan, akan tetapi tidak

semua remaja dapat melakukan hal tersebut dengan baik, teman sebaya juga

berperan penting dalam mempengaruhi pertimbangan dan keputusan remaja

akhir. Dalam kehidupan sosialnya teman sebaya dapat mempengaruhi

(49)

cara berpakaian yang menarik, selera musik atau film yang bagus (Conger,

1991). Hal ini karena masih banyak remaja yang merasa kurang percaya diri,

memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya, akhirnya timbul pemikiran

ingin menunjukkan penampilan yang lebih dewasa atau pergaulan yang lebih

dewasa pula. Jika remaja tidak menyalurkan keinginan-keinginan tersebut

melalui mode/penampilan maka akan timbul perasaan malu yang berlebihan

ketika bergaul dalam lingkungan sosialnya, minder, merasa ada yang kurang

dalam dirinya, sehingga hal tersebut berkaitan dengan harga diri remaja.

Harga diri merupakan suatu penilaian yang dibuat oleh individu

mengenai dirinya sendiri secara positif maupun negatif dengan tujuan untuk

meningkatkan kepercayaan dirinya (Baron & Byrne, 2012; Coopersmith,

1967; Feist & Feist, 2007; Santrock, 2011). Selain itu Stuart dan Sundeen

(1991) mengungkapkan bahwa harga diri (self esteem) merupakan penilaian

individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku memenuhi ideal dirinya dan menggambarkan sejauhmana individu

tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan,

keberartian, berharga dan berkompeten. Harga diri seseorang dapat

menentukan bagaimana cara seseorang berperilaku di dalam lingkungannya.

Peran harga diri dalam menentukan perilaku ini dapat dilihat melalui proses

berpikirnya, emosi, nilai, cita-cita, serta tujuan yang hendak dicapai

seseorang. Bila seseorang mempunyai harga diri yang tinggi, maka perilaku

yang dimiliki individu akan positif, sedangkan bila harga dirinya rendah, akan

(50)

maupun negatif dapat terjadi pada setiap orang salah satunya pada

perkembangan remaja akhir.

Saat ini remaja akhir yang modis, aktif di sosial media, memiliki kartu

kredit pribadi bukanlah hal yang aneh, pada kenyataannya hampir banyak

dijumpai remaja akhir yang demikian. Hal ini membuat remaja akhir

berkembang dan mencari kedewasaan dirinya baik dalam segi sikap maupun

penampilan mereka, karena remaja akhir merasa memiliki sikap kebebasan

penuh dan dapat mengambil suatu keputusan. Keputusan untuk menunjang

penampilan dalam kehidupan mereka bukan suatu hal yang buruk, namun hal

tersebut cenderung menimbulkan kesan negatif, karena kebanyakan remaja

akhir menjadi sibuk dalam memperhatikan penampilannya dan

menghambur-hamburkan uang orangtua agar mendapat tempat dan pengakuan di

lingkungannya yang menimbulkan kesan penampilan dewasa. Akhirnya

remaja akhir menjadi sangat terikat dengan penampilannya dan tidak mampu

melakukan aktivitas tanpa ditunjang penampilan. Hal tersebut menyebabkan

remaja akhir terpengaruh membeli produk-produk yang dapat menunjang

penampilan, melakukan pembelian spontan atau tanpa perencanaan meski

harus menanggung resiko seperti berhutang atau meminta uang tambahan

kepada orangtua. Perilaku seperti ini sering disebut dengan perilaku impulsive

buying.

Impulsive buying merupakan tindakan atau perilaku seseorang dalam

melakukan pembelian suatu produk secara spontan tanpa mempertimbangkan

(51)

faktor keinginan bukan berdasarkan kebutuhan terhadap produk tersebut

(Mowen & Minor, 2002; Rook & Fisher, 1995; Sterns, 1962; Utami, 2010;

Verplanken & Herabadi, 2001). Pembelian impulsif biasanya ditunjukkan

dari kurangnya perencanaan atau pertimbangan ketika membeli produk,

memiliki sifat spontan dan segera. Selain itu, individu juga biasanya tidak

memikirkan konsekuensi yang akan diterima setelah melakukan pembelian

sebelumnya dan tidak melakukan perbandingan produk terlebih dahulu.

Individu yang membeli barang secara impulsif biasanya akan didominasi oleh

perasaan senang, semangat dan antusias. Perasaan tersebut biasanya tidak

terkontrol hingga individu merasa puas. Individu yang telah melakukan

impulsive buying biasanya akan merasa menyesal karena banyak

mengeluarkan uangnya untuk memenuhi keinginannya (Verplanken &

Herabadi, 2001; Dittmar & Drury, 2000).

Aspek-aspek harga diri yang dimiliki individu tentu berkaitan dengan

kecenderungan perilaku impulsive buying. Individu yang memiliki prinsip

yang kuat dalam dirinya maka ia akan mampu mengontrol setiap tindakan

yang dilakukan, misalnya ketika ditawarkan suatu produk, individu akan

melakukan pertimbangan yang lebih sebelum menentukan/melakukan

pembelian. Seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti

dan berharga bagi orang lain, serta adanya penerimaan dalam lingkungannya

maka hal tersebut dapat meminimalisir perilaku impulsive buying.

Menyangkut kepatuhan atau ketaatan individu dalam mengikuti prinsip, etika

(52)

harga diri yang kuat dalam dirinya. Begitu juga dengan kemampuan dalam

mengambil suatu keputusan yang tepat, mengatasi diri, sehingga berhasil

dalam mengatasi masalah-masalah dalam lingkunganya. Namun sebaliknya,

ketika individu memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya maka

individu akan mudah untuk melakukan pembelian secara spontan atau

impulsive buying.

Sejalan dengan hal tersebut menurut Tremblay (dalam Mathai &

Shantaamani, 2016) harga diri memiliki hubungan terbalik dengan impulsive

buying. Hal ini juga sesuai dengan Verplanken & Sato (2011) yang

mengungkapkan bahwa impulsive buying dikaitkan dengan harga diri

individu yang rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi akan merasa

bahwa penilaian terhadap dirinya tinggi sehingga mampu mengontrol

tindakannya. Artinya dalam perilaku impulsive buying, individu mampu

melakukan pertimbangan terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian.

Begitu juga sebaliknya, individu yang memiliki harga diri rendah akan

merasa penilaian terhadap dirinya rendah sehingga tidak mampu mengontrol

tindakannya, artinya individu cenderung melakukan pembelian tanpa

pertimbangan dalam berbelanja.

Berdasarkan hal tersebut, tidak sedikit individu yang melakukan

impulsive buying khususnya pada rentang usia 17-21 tahun yang termasuk

dalam perkembangan remaja akhir. Pembelian secara spontan atau impulsive

buying yang dilakukan remaja akhir cenderung dilatar belakangi oleh

(53)

selalu merasa kuarng/ lebih rendah dari orang-orang dalam lingkungan

sosialnya. Hal ini yang mendorong remaja akhir untuk melakukan perilaku

impulsive buying dengan harapan mendapat pengakuan di lingkungan

(54)

E. SKEMA

Mampu menahan atau

mengendalikan keinginan untuk membeli

Tidak mampu menahan atau mengendalikan keinginan untuk membeli

Kecenderungan Impulsive buying yang rendah

Kecenderungan Impulsive buying yang tinggi

Kurang percaya diri

Kurang mampu mengekspresikan diri

Cenderung pasif dalam lingkungan

Penerimaan dan penghargaan diri yang negatif

Memiliki sikap percaya diri

Mampu mengekspresikan diri dengan baik

Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain

Penerimaan dan penghargaan diri yang positif

Harga Diri Tinggi Harga Diri Rendah

(55)

F. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif dan

signifikan antara harga diri (self esteem) dengan kecenderungan impulsive buying

pada remaja akhir. Semakin rendah harga diri pada remaja, maka kecenderungan

impulsive buying akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi

harga diri, maka semakin rendah kecenderungan impulsive buying pada remaja

(56)

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Penelitian ini menekankan analisisnya pada data-data

kuantitatif (angka) yang dikumpulkan melalui prosedur pengukuran dan

diolah dengan metode analisis statistika (Azwar, 2017).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk

mengetahui kekuatan dan arah hubungan yang ada diantara

variabel-variabel yang digunakan (Azwar, 2017).

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN 1. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan

impulsive buying atau pembelian impulsif.

2. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah harga diri atau self

(57)

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kecenderungan Impulsive buying

Kecenderungan impulsive buying merupakan tindakan atau

pembelian seseorang dalam melakukan pembelian suatu produk

secara spontan tanpa mempertimbangkan atau merencanakan

sebelumnya dan bersifat mendadak serta diiringi dengan faktor

keinginan bukan berdasarkan kebutuhan terhadap produk tersebut.

Kecenderungan impulsive buying akan diukur dengan

menggunakan skala yang terdiri dari dua aspek, yaitu aspek

kognitif dan aspek afektif. Skor kecenderungan impulsive buying

diperoleh dari jumlah keseluruhan skor dari semua item. Semakin

tinggi hasil yang didapat dalam skala tersebut, akan menunjukkan

bahwa subjek memiliki kecenderungan impulsive buying yang

tinggi, begitu juga sebaliknya. Semakin rendah hasil yang

diperoleh dalam skala tersebut, maka kecenderungan impulsive

buying subjek tergolong rendah.

2. Harga Diri (Self esteem)

Harga diri merupakan suatu penilaian yang dibuat oleh

individu mengenai dirinya sendiri secara positif maupun negatif

dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Harga diri

atau self esteem akan diukur dengan menggunakan skala yang

terdiri dari empat aspek yaitu keberartian (significance), kekuatan

(58)

harga diri diperoleh dari jumlah keseluruhan skor dari semua item.

Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh subjek maka

menunjukkan semakin tinggi harga diri yang dimiliki subjek.

Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh oleh subjek maka

menunjukkan bahwa semakin rendah harga diri yang dimiliki

subjek.

D. SUBJEK PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan sampel nonprobabilitas (nonprobability

sampling) yang berarti bahwa tidak semua anggota populasi memiliki

kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel (Noor, 2011). Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel dengan pertimbangan tertentu sehingga layak dijadikan sampel

(Noor, 2011). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja

akhir dengan rentang usia 17 tahun hingga 21 tahun.

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menyebarkan skala. Penyebaran skala merupakan suatu metode

pengumpulan data yang berbentuk laporan diri sendiri yang berisi daftar

atau kumpulan pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu

Gambar

Tabel 18 . Hasil Uji Hipotesis ...............................................................................
Tabel 1.  Blue Print Kecenderungan Impulsive buying
Tabel 2.  Skor Respon pada Variabel Kecenderungan Impulsive buying
Tabel 3.  Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulsive buying Sebelum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan gaya hidup hedonis pada mahasiswi di

Salah satu faktor dari pembelian impulsif adalah adalah harga diri.Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan impulsive

Hal ini diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan telah terbukti atau diterima yaitu terdapat hubungan negatif antara harga

Hasil dari penelitian ini diharap dapat memberikan evaluasi kepada mahasiswa mengenai stres akademik yang dapat mempengaruhi kecenderungan impulsive buying, sehingga

Hasil dari penelitian ini diharap dapat memberikan evaluasi kepada mahasiswa mengenai stres akademik yang dapat mempengaruhi kecenderungan impulsive buying, sehingga

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah hubungan yang terjadi antara harga diri dengan kemandirian pada remaja putri akhir.. Hipotesis yang diajukan

Selain itu, hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh yang tidak signifikan antara motivasi hedonik terhadap kecenderungan impulsive buying sehingga masih diperlukan

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, peneliti mengajukan sebuah hipotesis yaitu adanya hubungan negatif antara self esteem dengan kecenderungan kompulsif buying pada