HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN
KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Program Studi Psikologi
oleh :
Theresia Sherly C. A
NIM : 059114014
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO
“JADIKAN SEMUA MASALAH ITU
PETUALANGAN SAMPAI KITA
MENEMUKAN KEBAHAGIAANNYA”
SKRIPSI ini kupersembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas penyertaannya dalam hidupku
2. Orangtua terhebat yang kumiliki
3. Sahabat-sahabatku tersayang
4. Almamaterku Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KEMANDIRIAN PADA
REMAJA PUTRI AKHIR
Theresia Sherly Chandrasari Aitara
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah hubungan yang terjadi antara harga diri dengan kemandirian pada remaja putri akhir. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara harga diri dengan kemandirian pada remaja putri akhir. Subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswi dari beberapa Universitas di Yogyakarta, yaitu mahasiswi Universitas Sanata Dharma, Universitas Negeri Yogyakarta, dan mahasiswi Universitas Gadjah Mada. Subjek penelitian ini berjumlah 100 mahasiswi. Alat pengumpulan data pada variabel harga diri dengan menggunakan skala harga diri sedangkan pada variabel kemandirian dengan menggunakan skala kemandirian. Dalam skala harga diri terdapat 25 aitem yang sah dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,922. Sedangkan pada skala kemandirian terdapat 60 aitem yang sah dengan koefisien reliabilitas 0,950. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Korelasi dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil anallisis pada data penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,815 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (P<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel harga diri dengan kemandirian. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa semakin tinggi harga diri remaja putri maka kemandiriannya akan tinggi, sedangkan apabila harga diri remaja putri rendah maka kemandirian yang dimiliki pun rendah.
CORRELATION BETWEEN SELF ESTEEM WITH AUTONOMY
ON FEMALE LATE ADOLESCENCE
Theresia Sherly Chandrasari Aitara
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine how the correlation between self-esteem with autonomy in female late adolescence. The hypothesis of this study is that there is a positive relationship between self-esteem with autonomy in female late adolescence. The subjects in this study is an undergraduate students of some university in Yogyakarta, namely undergraduate student of Sanata Dharma University, Yogyakarta State University, and an undergraduate student at Gadjah Mada University. The subject of this research were 100 undergraduate students . Means of collecting data on the variables of self-esteem by using a scale of self-esteem, while the autonomy variables using the scale autonomy. In the self-esteem scale there are 25 legitimate aitem with reliability coefficient of 0.922. While the scale of autonomy there were 60 legitimate aitem with a reliability coefficient 0.950. Hypothesis testing used in this study are correlation test using Pearson Product Moment Correlation. Analysis results on the data of this study indicate that the correlation coefficient of 0.815 with a significance level of 0.000 (P <0.05). These results indicate that there is a positive relationship between the variables of self-esteem with autonomy. From these results we can say that the higher the self-esteem female late adolescence that autonomy will be high, whereas if the female late adolescence low self esteem then autonomy was held low.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Theresia Sherly Chandrasari Aitara
Nomor Mahasiswa : 059114014
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN KEMANDIRIAN PADA
REMAJA PUTRI AKHIR
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 30 Agustus 2012
Yang menyatakan
KATA PENGANTAR
Syukur Puji Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan karunia-Nya
sehingga bisa terselesaikannya Skripsi dengan judul “ Hubungan Antara Harga
Diri dengan Kemandirian Pada Remaja Putri Akhir” dengan baik.
Tidak terasa sudah lama penulis berada di Universitas ini, tak terasa pula 2
tahun yang penulis lalui dalam pembuatan skripsi ini. Begitu banyak hambatan
dan juga rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian skripsi ini.
Selama menyelesaiakan Skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu
banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan, sehingga Skripsi ini
bisa diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Tuhan yang Maha Kuasa. TanpaMu aku bukan apa-apa.
2. Dr. Christina Siwi. H., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang juga banyak memberikan dorongan untuk
menyelesaikan Skripsi ini.
3. Ibu Titik Kristiyani., S. Psi., M. Psi., selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Y. Heri Widodo., S. Psi., M. Psi., selaku Dosen Pembimbing skripsi.
5. Ibu Tanti Arini., S. Psi., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
8. Bapak dan Ibu tersayang yang dengan sabar terus mendukungku untuk
menyelesaikan Skripsi ini.
9. Kakakku Lia dan adikku Galuh yang selalu memberikan semangat untukku untuk
tetap bisa menyelesaikan Skripsi ini sampai titik darah penghabisan.
10.Para sahabat di Psikologi : Sinto, Ucie, Rindi, Agnes, Joana, Kriwil, Budi, Silvi,
Fera, Via, Andre dan sahabat-sahabat lainnya. Terima kasih atas kesempatan yang
diberikan kepadaku untuk belajar menjadi pribadi yang apa adanya. Maaf apabila
selama bersama kalian ada sikapku yang tidak berkenan.
11.Para sahabat kontrakan 2005 : Tristan, Arya, Hanes, Lucky, Bagus, A’an, Yosan.
Bersahabat dengan kalian merupakan kebahagiaan yang tak bisa terhapuskan.
12.Teman-teman seperjuangan skripsi ini : Novi, Nana, Putri, Lusi. Terima kasih atas
kerjasama yang luar biasa dan tiada hentinya.
13.Sahabat-sahabat lainnya dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu. Terima kasih atas bantuan, dukungan, bimbingan, kritik, saran dan doa
kalian semua.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai kritik dan saran untuk perbaikan skripsi
ini sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Yogyakarta, 30 Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KERANGKA TEORITIS ... 7
A. Remaja Akhir ... 7
2. Ciri-ciri Masa Remaja Akhir ... 8
3. Tugas Perkembangan Remaja Akhir………... 10
B. Kemandirian ... 13
1. Aspek-aspek Kemandirian ... 14
2. Tipe-tipe Kemandirian Remaja ... 16
3. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja ... 17
C. Harga Diri... 18
1. Aspek-aspek Harga Diri ... 20
2. Karakteristik Harga Diri ... 22
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 23
D. Dinamika Harga Diri dan Kemandirian pada Remaja Putri Akhir 24 E. Hipotesis Penelitian ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Jenis Penelitian ... 29
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 29
C. Definisi Operasional ... 29
a. Harga Diri ... 29
b. Kemandirian ... 30
D. Subjek Penelitian ... 31
E. Alat Pengumpulan Data ... 32
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 40
1. Estimasi Validitas ... 40
3. Seleksi Aitem ... 41
G. Uji Coba Alat Ukur ... 42
1. Uji Validitas Alat Ukur ... 42
2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 44
3. Seleksi Aitem ... 45
H. Uji Coba Alat Pengumpulan Data ... 46
I. Metode Analisis Data ... 46
1. Uji Asumsi ... 47
a. Uji Normalitas ... 47
b. Uji Linearitas ... 47
2. Uji Hipotesis ... 48
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
A. Pelaksanaan Penelitian ... 49
1. Proses Penelitian ………. 49
2. Data Demografi ……….. 50
B. Hasil Uji Asumsi ... 50
a. Uji Normalitas ... 50
b. Uji Linearitas ... 51
C. Hasil Uji Hipotesis ... 52
D. Uji Tambahan ... 53
E. Pembahasan ……….. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Blue Print Skala Harga Diri ... 34
Tabel 3.2. Skor Untuk Pilihan Jawaban ... 35
Tabel 3.3. Blue Print Aitem yang Bertahan ... 36
Tabel 3.4. Blue Print Skala Kemandirian... 38
Tabel 3.5. Skor Untuk Pilihan Jawaban ... 39
Tabel 3.6. Blue Print Aitem yang Bertahan ... 40
Tabel 3.7. Aitem- aitem Dalam Skala Harga Diri Sebelum Di Ujicoba ... 43
Tabel 3.8. Aitem-aitem Dalam Skala Kemandirian Sebelum Di Ujicoba 44
Tabel 3.9. Aitem pada Skala Harga Diri yang Lolos Seleksi Aitem ... 45
Tabel 3. 10 Aitem pada Skala Kemandirian yang Lolos Seleksi Aitem ... 46
Tabel 4.1. Data Subjek Berdasarkan Usia ... 50
Tabel 4.2. Uji Normalitas Variabel Harga Diri dan Kemandirian ... 51
Tabel 4.3. Hasil Uji Linearitas ... 52
Tabel 4.4. Hasil Uji Hipotesis ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Harga Diri ... 61
Lampiran 2. Skala Kemandirian ... 79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan jaman yang semakin maju banyak
membutuhkan keterlibatan peran remaja dalam kehidupan bermasyarakat.
Remaja atau adolescence berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan
yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga
kemantangan sosial dan psikologisnya (Widyastuti dkk, 2009). Tahapan
dalam remaja yang paling stabil secara sosial dan psikologisnya yaitu remaja
akhir. Hal ini berarti bahwa remaja senang atau tidak senang, suka atau tidak
suka terhadap suatu objek, didasarkan oleh hasil pemikirannya sendiri.
Walaupun dalam banyak hal remaja sering masih digoyahkan pendiriannya
oleh orang tua mereka yang mungkin disebabkan oleh masih adanya
kebergantungan ekonomi pada orang tua mereka (dalam Mappiare, 1982).
Dalam perkembangannya, remaja memiliki perbedaan peran
berdasarkan jenis kelaminnya. Secara umum, remaja putra dan remaja putri
akan terlihat memiliki peran yang berbeda di dalam perkembangan kondisi
sosial-ekonomi, sosial kultural, dan juga penilaian pada diri mereka (R. C
Soreson, 1974). Remaja putri dalam perkembangannya mengalami masalah
dalam pencapaian tugas perkembangannya, terutama dalam perkembangan
sifat ketergantungan terhadap orang lain (Steiberg, 1995). Remaja putri dalam
masyarakat terbatas dalam mengembangkan kemandiriannya karena adanya
batas antara peran putra dan putri yang diakibatkan perbedaan pertumbuhan
dan peran jenis kelamin dimana dalam perkembangannya remaja putra lebih
kuat secara fisik dan juga psikis dibandingkan dengan remaja putri
(Mappiare, 1982).
Perubahan jaman yang semakin maju menuntut remaja putri untuk
mampu mengembangkan kemandiriannya dengan baik. Menurut Masrun dkk
(Masrun, 1986), kemandirian adalah sikap yang memungkinkan seseorang
untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk
kebutuhan diri sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta
berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu
berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu
mempengaruhi lingkungannya, menghargai keadaan diri sendiri dan
memperoleh kepuasan dari usahanya.
Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang
terjadi antara remaja dan teman sebaya. Hurlock (Hurlock, 1991) mengatakan
bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara
mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima serta menolak pandangan
dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang
diterima di dalam kelompoknya.
Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama
anggota keluarganya. Ini dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan
pengakuan dan juga penerimaan kelompok teman sebayanya sehingga
tercipta rasa aman. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan
hal yang sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan
keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Dalam mencapai
keinginannya untuk mandiri sering kali remaja mengalami
hambatan-hambatan yang disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk tetap tergantung.
Rendahnya kemandirian remaja putri banyak kita lihat dalam
lingkungan kita. Secara umum, remaja putri lebih terbatas dalam
mengembangkan kemandiriannya karena masih tergantung pada orang tua
atau aturan keluarga. Ada larangan-larangan yang wajib dilakukan remaja
putri dalam keluarga, contoh umumnya seperti tidak boleh pulang larut
malam. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Nandang Budiman (2010) yang
menyatakan kemandirian sering disalahtafsirkan sebagai pemberontakan.
Keadaan tersebut membuat remaja putri sulit mengembangkan kemandirian
dalam dirinya.
Dalam perkembangannya, terdapat hubungan yang sangat dekat antara
pencapaian kemandirian dengan harga diri pada remaja putri. Kemandirian
sangat dipengaruhi oleh harga diri seseorang. Seorang remaja yang
memandang dirinya positif maka akan memiliki kemandirian yang positif.
Harga diri merupakan evaluasi yang komprehemsif oleh individu terhadap
dirinya sendiri (Gray Little dalam Fuhrmann, 1990), dan evaluasi ini
individu terhadap diri sendiri sebagai orang yang mampu, penting, berhasil,
dan berharga ataukah tidak (Coopersmith, 1967). Harga diri seseorang akan
tampak dalam perilaku keseharian karena merupakan objek kesadaran diri
dan penentu perilaku (Brown dalam Handayani, 1997).
Secara umum dapat diketahui bahwa keberhasilan dari proses
pencapaian kemandirian seorang remaja putri akan didukung oleh harga diri
yang dimiliki. Ketika harga diri remaja putri tersebut tinggi maka
kemandirian yang dimilikinya tinggi, dimana remaja putri merasa sanggup
dan mampu mencapai kesuksesan. Hal ini akan membuat perasaan bangga
terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, ketika harga diri yang dimiliki remaja
putri tersebut rendah, maka kemandiriannya pun rendah. Remaja tersebut
akan cenderung lebih menutup diri dan merasa tidak mampu melakukan
sesuatu dengan baik tanpa orang lain.
Pada penelitian Reda Prininda (2011) yang meneliti mengenai
hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada siswa di SMPN 252
Jakarta Timur memiliki hasil korelasi 0,720 menunjukkan hasil yang positif
bahwa adanya hubungan antara harga diri dengan kemandirian. Hal ini
mendukung teori Steinberg yang menyatakan bahwa harga diri yang baik
akan menciptakan kemandirian yang baik.
Dari uraian diatas, maka dilakukanlah suatu penelitian yang dilakukan
untuk melihat ada tidaknya hubungan antara harga diri dengan kemandirian
pada remaja putri akhir, serta memberikan sumbangan efektifnya terhadap
Penelitian ini nantinya akan memberikan gambaran seberapa besar hubungan
antara harga diri dengan kemandirian pada remaja putri akhir.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan
masalah penelitian yaitu, “Adakah hubungan antara harga diri dengan
kemandirian pada remaja putri?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris tentang
ada tidaknya hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada remaja
putri, serta memberikan sumbangan efektifnya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dalam bidang psikologi terutama pada psikologi
perkembangan dan psikologi sosial, yaitu dalam pengelolaan kualitas
diri remaja putri dalam pencapaian harga diri dan kemandiriannya.
Hasil penelitian ini mendukung teori-teori yang sudah ada.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
pada orang tua dan masyarakat luas bagaimana mengembangkan
wawasan bagi para remaja putri sendiri untuk dapat memperbaiki dan
juga mengembangkan harga dirinya sehingga memiliki kemandirian
BAB II
KERANGKA TEORITIS
Dalam bab ini peneliti akan menyajikan beberapa teori yang dapat membantu
mengungkap apakah terdapat “Hubungan antara harga diri dengan kemandirian
pada remaja putri akhir”.
A. Remaja Akhir
1. Pengertian Remaja Akhir
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescare
(kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah adolescence,
seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup
kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara
12-22 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak
ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18
tahun masa remaja pertengahan dan 18-22 tahun masa remaja akhir.
Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja
awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17
tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh
Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
Menurut Turner dan Helms (1995) yang menyatakan bahwa fase
remaja akhir merupakan masa pada tahap perkembangan dewasa awal
(young adulthood). Menurut seorang ahli psikologi perkembangan,
Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi
secara fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive
trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).
2. Ciri-ciri Perkembangan pada Masa Remaja Akhir
Pada masa remaja akhir merupakan masa yang memiliki kematangan
fisik dan psikologis. Berikut beberapa ciri-ciri perkembangan pada masa
remaja akhir, antara lain :
a. Segi fisik
Menurut Santrock (1999) diketahui bahwa masa ini sedang mengalami
peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini,
seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik),
tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar
dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak
atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa
lain-nya. Penampilan fisiknya benar-benar matang dan pada masa ini
ditandai dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu
b. Segi Intelektual
Menurut Piaget (dalam Santrock, 1999) kapasitas kognitif masa remaja
akhir tergolong masa operational formal, bahkan kadang-kadang
mencapai masa post-operasi formal (Turner & Helms, 1995). Taraf ini
mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas
berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual, sebagian
besar dari mereka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi
(universitas/akademik). Kemudian, setelah lulus tingkat universitas,
mereka mengembangkan karier untuk meraih puncak prestasi dalam
pekerjaannya. Namun demikian, dengan perubahan zaman yang makin
maju, banyak di antara mereka yang bekerja, sambil terus melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi, misalnya pascasarjana. Hal ini mereka
lakukan sesuai tuntutan dan kemajuan perkembangan zaman yang
ditandai dengan masalah-masalah yang makin kompleks dalam
pekerjaan di lingkungan sosialnya.
c. Segi kepribadian dan peran sosial
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah
pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri
adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting
dalam hidup (Erikson dalam Santrock, 1999). Pada diri remaja,
pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.
Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang
memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan
kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Sebagai anggota masyarakat,
mereka pun terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial, misalnya dalam
kegiatan pendidikan kesejahteraan keluarga (PKK) dan pengurus
RT/RW.
3. Tugas Perkembangan Remaja Akhir
Beberapa tugas perkembangan bagi remaja menurut Gunarsa & Gunarsa
(2003) yaitu sebagai berikut :
a. Menerima keadaan fisiknya
Pada masa ini remaja mengalami berbagai macam perubahan
fisik. Perubahan fisik berhubungan dengan pertumbuhannya dan
kematangan seksual. Pertumbuhan fisik menghasilkan panjang lengan
dan tungkai maupun tinggi badan yang tidak selalu sesuai dengan
harapan remaja maupun lingkungan. Penampilan yang tidak sesuai
dengan penampilan yang diidamkannya dapat merintangi usaha
memperluas ruang gerak pergaulannya.
b. Memperoleh kebebasan emosional
Remaja harus memperoleh latihan dalam mengambil
keputusan seacara bertahap dan bijaksana. Remaja perlu meregangkan
ikatan emosional dengan orangtua supaya memilih sendiri dan
mengambil keputusan sendiri. Remaja seringkali meninggalkan rumah
dan menggabungkan diri dengan teman sebaya yang mungkin juga
senasib dalam usaha pemaksaan pembebasan emosional secara
Orangtua lain di luar lingkungan keluarga mungkin dapat
membantu dalam melakukan pilihan dan mengambil tindakan yang
bijaksana. Sebaliknya remaja yang meninggalkan rumah dan keluarga
dan tidak memperoleh penampungan yang menunjang
perkembangannya, mudah terkena pengaruh kurang baik yang
menjerumuskannya. Remaja yang mempunyai bekal “kebebasan
emosional” berlandaskan kemampuan membedakan mana yang baik,
mana yang tidak baik, apa yang patut dipilih, apa yang harus
dihindari, tujuan mana yang harus dikejar dan tindakan atau keputusan
mana yang sebaiknya diambil, remaja dapat bergaul dan menjalankan
tugas perkembangan selanjutnya.
c. Mampu bergaul
Remaja harus belajar dengan teman sebaya dan tidak sebaya,
sejenis maupun tidak sejenis untuk mempersiapkan diri di masa
depan. Remaja sering menghadapi berbagi macam keadaan,
mengalami pengaruh lingkungan baik yang mengarahkan untuk
memperluas pergaulannya.
d. Menentukan model untuk identifikasi
Remaja pada masa ini sedang meregangkan diri dari ikatan
emosional dengan orangtuanya. Mereka sedang membongkar landasan
hidup yang sudah diletakkan orangtuanya sepanjang masa anak.
Menurut Erikson (dalam Gunarsa, 2003) pada masa ini remaja harus
menemukan identitas diri. Ia harus memilki gaya hidup sendiri, yang
perubahan. Dengan demikian gaya hidup yang khas baginya akan jelas
terlihat dari terbentuknya “identitas diri” dalam menduduki tempatnya
di masyarakat.
e. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Pada masa ini terlihat juga perubahan dalam cara berpikir
remaja yang menunjukkan bertambahnya minat terhadap peristiwa
yang tidak langsung dan hal-hal yang tidak konkrit. Pikirannya
menjangkau jauh ke masa depan, mengenai pilihan bidang pekerjaan,
pilihan calon istri/suami dan bentuk kehidupan masyarakat lainnya.
Untuk mencegah timbulnya perilaku yang sangat menghambat
perkembangan remaja, maka remaja perlu melakukan refleksi diri
untuk mengetahui kemampuan, sejauh mana jangkauan
kesanggupannya mencapai kesempatan yang diperolehnya secara
nyata.
f. Memperkuat pengusaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan luar dan
dalam. Lingkungan luar dan pengaruhnya kadang-kadang perlu
dihambat dan dicegah, supaya tidak terlalu besar perangsangannya
terutama bila bersifat negatif. Demikian pula lingkungan dalam diri
yang mempengaruhi munculnya perilaku yang tidak bisa
ditoleransikan oleh umum, masyarakat harus mengendalikan dan
mencegah kemunculannya.
Konopka (dalam Gunarsa, 2003) menyatakan bahwa masa
nilai. Pembentukkan nilai merupakan suatu proses emosional dan
intelektual yang sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial.
g. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan
Seorang anak bersifat egosentris. Segala hal dipandang dari
sudut pandangnya sendiri, terpusat pada keinginan dan kebutuhan
sendiri. Reaksi dan tingkah lakunya sangat dipengaruhi oleh emosi
dan kebutuhannya, sehingga sulit menangguhkan terpenuhinya suatu
kebutuhan tertentu. Sebaiknya seorang remaja diharapkan bisa
meninggalkan kecenderungan, keinginan untuk menang sendiri.
Sepanjang masa peralihan ini, remaja harus belajar melihat dari sudut
pandang orang lain. Belajar mengingkari kesenangan diri sendiri,
menangguhkan hal-hal yang menyenangkan dan mendahulukan
pelaksanaan tugas dan kewajiban.
Remaja harus belajar menyesuaikan diri dalam hubungan
sosial yang lebih luas dan tugas perkembangan yang lebih majemuk.
Tugas perkembangan dan kesulitan yang dialami remaja perlu
dukungan penuh dari orangtua. Bimbingan dan uluran tangan dari
orangtua yang sering ditolak oleh remaja perlu tetap ditawarkan
dengan kesabaran.
B. Kemandirian
Masrun, dkk (Masrun, 1986) mengungkapkan kemandirian adalah
modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan perbuatan
dan berkreasi sehingga menjadi makhluk yang produktif, efisien dan
membawa diri ke arah kemajuan.
Seorang remaja yang dikatakan mandiri berbeda dengan anak usia
tiga tahun yang dapat melakukan apa saja keinginannya. Secara kognitif,
remaja telah mampu berpikir dengan sudut pandang orang lain dan
membandingkan dengan sudut pandangnya sendiri sehingga ia mampu
memutuskan mana solusi terbaik untuk masalahnya.
1. Aspek – aspek Kemandirian
Menurut Robert Havighurst (1972) bahwa kemandirian terdiri dari
beberapa aspek, yaitu:
a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol
emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.
b. Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur
ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang
tua.
c. Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau
menunggu aksi dari orang lain.
Menurut Steinberg (1993) terdapat tiga aspek pada kemandirian
1) Emotional authonomy
yang mengacu kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang
yang serba tahu, tidak bergantung pada orang dewasa, individual
dengan pertimbangan sendiri.
2) Behavioural authonomy
perubahan kedekatan emosional, yaitu mampu membuat keputusan
berdasarkan pertimbangan sendiri, mencapai keputusan yang
bebas, berfikir semakin abstrak.
3) Value authonomy
ditandai dengan mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan
tidak penting, keyakinan pada prinsip ideologi, keyakinan pada
nilai-nilai sendiri. Remaja yang memiliki kemandirian akan dapat
menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh
pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan
yang diambilnya
Menurut Masrun dkk (1986), komponen – komponen utama
kemandirian, antara lain :
a) Bebas
Bebas ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak
b) Progresif dan ulet
Progresif dan ulet ditunjukkan dengan adanya usaha untuk
mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan serta
mewujudkan harapan-harapan.
c) Inisiatif
Inisiatf merupakan kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara
original, kreatif dan penuh inisiatif.
d) Pengendalian dari dalam (internal locus of control)
Pengendalian dari dalam yaitu adanya perasaan mampu untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya atau kemampuan
mengendalikan tindakannya serta kemampuan mempengaruhi
lingkungannya atas usahanya sendiri.
e) Kemantapan diri
Kemantapan diri mencakup aspek rasa percaya terhadap
kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh
kepuasan dari usahanya
2. Tipe-tipe Kemandirian pada Remaja
Steinberg (Steinberg, 1999) membagi kemandirian dalam tiga
tipe, yaitu kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian
behavioral (behavioral autonomy), dan kemandirian nilai (values
autonomy).
Kemandirian emosional (emotional autonomy) pada remaja ialah
hubungan emosional remaja dengan orang lain, terutama dengan
orangtua. Oleh karena itu, kemandirian emosional didefinisikan
sebagai kemampuan remaja untuk tidak tergantung terhadap dukungan
emosional orang lain, terutama orangtua.
Kemandirian behavioral (behavioral autonomy) pada remaja ialah
dimensi kemandirian yang merujuk kepada kemampuan remaja
membuat keputusan secara bebas dan konsekuen atas keputusannya
itu.
Kemandirian nilai (value autonomy) pada remaja ialah dimensi
kemandirian yang merujuk pada kemampuan untuk memaknai
seperangkat prinsip tentang benar dan salah, serta penting dan tidak
penting.
3. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja
Memperoleh kebebasan atau mandiri merupakan suatu tugas
bagi remaja. Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk
melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis
orangtua. Remaja mengharapkan untuk diperlakukan dan dihargai
sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (dalam
Hurlock, 1992) yang menamakan proses tersebut sebagai proses
mencari identitas ego, atau pencarian identitas diri. Dalam proses ini
remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam
Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses
sosialisasi yang terjadi antara remaja dan teman sebayanya. Hurlock
(Hurlock, 1992) mengatakan melalui hubungan dengan teman
sebaya, remaja berpikir secara mandiri, mengambil keputusan
sendiri, menerima dan juga menolak pandangan dan nilai yang
berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima
dalam kelompoknya. Kelompok teman sebaya merupakan
lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup
bersama dengan orang lain yang bukan keluarganya. Ini dilakukan
remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan
penerimaan kelompok teman sebayanya sehingga tercipta rasa aman.
Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan hal yang
sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan
keyakinan untuk dapat diterima kelompoknya. Dalam mencapai
keinginannya untuk mandiri seringkali remaja mengalami
hambatan-hambatan yang disebabkan oleh masih adanya kebutuhan tergantung
pada orang lain.
C. Harga Diri
Salah satu faktor yang paling penting dalam perkembangan remaja
adalah harga diri. Baron Byrne (Baron, 1994) mengatakan bahwa harga diri
adalah bagaimana cara kita mengevaluasi diri kita. Seorang yang memiliki
seseorang yang memiliki harga diri rendah memandang dirinya sebagai
orang yang tidak berguna, tidak berkemampuan dan tidak berharga.
Harga diri merupakan bagian dari konsep diri seperti yang diutarakan
oleh Beane dan Lipka (Beane dan Lipka, 1996) bahwa harga diri adalah
penilaian yang individu berikan pada konsep dirinya. Coopersmith
(Asmaradewi, 2002) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian yang
dilakukan individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut
mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa
jauh tentang diri dan perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan
suatu penilaian terhadap diri sendiri baik positif maupun negatif.
Individu yang mampu menilai dirinya sendiri sebagaimana adanya
menunjukkan yang baik pada dirinya. Individu yang dapat menghargai
dirinya sendiri adalah individu yang memiliki harga diri yang positif.
Individu yang memiliki harga diri yang positif mampu menghargai dirinya
dengan baik dalam kelebihan maupun keterbatasan yang dimilikinya serta
mampu mengembangkan dirinya. Sedangkan individu yang memiliki harga
diri yang negatif biasanya akan merasa kurang puas, kurang mampu, kurang
berharga, kurang berdaya, dan rendah diri serta merasa bersalah, malu dan
depresi (Asmaradewi, 2002).
Menurut Hurlock (Hurlock, 1999), harga diri merupakan evaluasi
diri yang dibuat dan dipertahankan seseorang yang berasal dari interaksi
sosial dalam keluarga serta penghargaan, perlakuan, dan penerimaan dari
Dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri
adalah suatu evaluasi diri seseorang yang terjadi dari proses interaksi sosial
yang meliputi penilaian positif maupun negatif untuk memperoleh
penghargaan dan penetimaan dari orang lain sehingga menghasilkan konsep
diri bagi individu tersebut.
1. Aspek-aspek Harga Diri
Menurut Coopersmith (Coopersmith, 1967), terdapat empat
aspek yang menjadi sumber pembentukan harga diri, antara lain :
a. Keberartian (significance)
Keberartian ini biasanya tampak pada penerimaan, penghargaan
dan perhatian serta kasih sayang dari lingkungan dan orang lain
terhadap seorang individu. Penerimaan dan perhatian biasanya
ditunjukkan dengan adanya dukungan dari keluarga serta
lingkungan sekitar. Semakin banyak perhatian, penerimaan serta
kasih sayang yang diterima oleh seorang individu maka dapat
dikatakan bahwa individu tersebut akan merasa semakin berarti.
b. Kekuatan (power)
Kekuatan merupakan suatu kemampuan untuk mempengaruhi serta
mengontrol diri sendiri serta orang lain. Kebutuhan seorang
individu akan kekuatan ini biasanya akan ditunjukkan dengan
adanya kebutuhan akan penghargaan serta pernghormatan dari
orang lain. Dalam hal ini, wibawa seorang individu menjadi sebuah
petunjuk bahwa individu tersebut memiliki kekuatan. Selain itu,
munculnya sifat asertif serta explanatory action yang tinggi dalam
dirinya.
c. Kompetensi (competence)
Kompetensi merupakan suatu penampilan pada diri individu yang
prima untuk mencapai keberhasilan serta kesuksesan. Penampilan
yang prima ini ditunjukkan dengan adanya kemampuan yang
merata pada diri individu dalam setiap usia dimana dengan adanya
kemampuan ini individu akan merasa yakin dengan kemampuan
yang dimilikinya untuk mencapai harapan serta cita-citanya. Selain
itu individu juga merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang
cukup untuk mengatasi masalah yang dihadapinya di lingkungan
sekitarnya.
d. Kebajikan (virtue)
Kebajikan ini ditunjukkan dengan adanya nilai-nilai etika, moral,
serta prinsip-prinsip religiusitas dalam diri individu. Hal ini dapat
dicapai oleh seorang individu melalui kesesuaian dirinya terhadap
lingkungan dan nilai-nilai yang ada di lingkungannya tersebut serta
diadaptasi dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua.
Kebajikan ini tidak dapat terlepas dengan adanya norma serta
nilai-nilai yang berlaku di lingkungan yang berkaitan dengan nilai-nilai
2. Karakteristik Harga Diri
Setiap individu memiliki karakteristik harga diri
masing-masing. Hal ini dikarenakan berbagai macam penyebab yang
membentuk karakteritik harga diri pada setiap individu. Menurut
Coopersmith (dalam Self Esteem, 2009) ada dua karakteristik harga
diri, antara lain:
a. Harga Diri Tinggi
Seseorang yang memiliki karakteristik harga diri yang tinggi biasanya
akan mampu untuk mengekspresikan dirinya dengan baik serta dapat
menerima kritik yang diberikan orang lain padanya. Selain itu,
individu dengan karakteristik harga diri yang tinggi akan memiliki
keyakinan pada kemampuan dan kapasitas dalam dirinya. Ia
mampu secara mandiri untuk mengambil keputusan terhadap dirinya
sendiri.
b. Harga Diri Rendah
Dalam sebuah artikel disebutkan bahwa harga diri yang rendah
merupakan sebuah penilaian yang negatif terhadap diri sendiri
ataupun kemampuan yang dimilikinya. Seseorang yang memiliki
karakteristik harga diri rendah biasanya memiliki rasa
ketidakmampuan untuk menghadapi frustasi dalam dirinya. Selain
itu, ia juga merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan oleh orang
lain. Dalam mengambil keputusan, akan mudah dipengaruhi oleh
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga
diri seseorang (Dusek, 1996), yaitu :
a. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian mengatakan bahwa remaja putri mudah
terkena gangguan terhadap bentuk tubuh dibanding dengan
kelompok usia lainnya. Secara khusus, harga diri mereka
cenderung rendah (Rosenberg & Simmons, dalam
Asmaradewi, 2000). Sebagai contoh sering kita lihat remaja
putri lebih merasa khawatir terhadap kondisi tubuhnya,
terutama berat badannya. Penyebabnya adalah sangat
berharganya harga diri fisik agar dapat diterima oleh
kelompoknya.
b. Kelas Sosial
Kelas sosial remaja merupakan peran penting dari harga diri
seseorang, khususnya individu yang mengalami transisi dari
tahap remaja tengah menuju remaja akhir. Pada umumnya,
remaja dengan kelas sosial menengah keatas memiliki harga
diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja kelas sosial
yang menengah kebawah.
c. Pengasuhan
Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
harga diri seorang individu adalah cara pengasuhan. Dari
ditemukan bahwa individu yang diasuh dengan penerimaan
dan kehangatan serta memiliki suasana rumah yang memahami
dan toleran memiliki harga diri yang tinggi dibandingkan
dengan remaja yang diasuh oleh orangtua yang permisif dan
otoriter.
E. Dinamika Harga Diri dan Kemandirian pada Remaja Putri Akhir
Setiap individu memiliki harga diri yang berbeda. Ada individu
yang memiliki harga diri yang tinggi, ada pula individu yang memiliki
harga diri yang rendah. Harga diri yang dimiliki individu akan
mempengaruhi kemandirian dirinya. Seorang remaja yang sedang
melakukan proses pencarian identitas diri serta mendapatkan penerimaan
dari orang lain juga mengembangkan harga diri yang ada pada dirinya.
Selain itu, proses penentuan harga diri remaja dilakukan saat mereka
sedang mengembangkan aspek-aspek yang ada dalam dirinya.
Menurut Coopersmith (Burn, 1998), harga diri memiliki beberapa
karakteristik, yaitu sebagai sesuatu yang bersifat umum, harga diri
bervariasi dalam berbagai pengalaman, dan evaluasi diri. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menunjukkan perilaku menerima dirinya apa
adanya, percaya diri, serta puas dengan karakter dan kemampuan diri.
Remaja dengan tingkat harga diri tinggi salah satunya dicirikan
mampu untuk mencapai target dengan baik. Hal ini didorong oleh adanya
self reliance (pengandalan diri). Pengandalan diri yang kuat pada seorang
sesuatunya dengan kemampuan yang dimilikinya (Steinberg, 2001).
Steinberg mengemukakan bahwa remaja yang memiliki self reliance kuat
pada dirinya maju akan memiliki harga diri yang tinggi dan perilaku
bermasalah yang rendah. Hal ini menjadikan remaja tersebut menjadi
remaja yang mandiri, dan pengandalan diri mereka tersebut membuat
remaja cenderung meningkatkan kemandiriannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Hal lain yang menunjukkan seorang remaja yang memiliki harga
diri tinggi merupakan seorang remaja yang memiliki percaya diri yang
baik (Masrun, 1986). Kepercayaan diri yang tinggi menjadikan remaja
yang lebih mandiri dan mampu berdiri sendiri dalam menyelesaikan
masalah-masalahnya.
Selain harga diri tinggi, ada pula remaja yang memiliki harga diri
rendah. Menurut Di Vista dan Thompsom (1998), seorang remaja dengan
harga diri rendah ditunjukkan dengan kurangnya kepercayaan dirinya
terhadap kemampuannya. Ketidakpercayaan diri pada kemampuannya itu
mengakibatkan remaja tersebut cenderung pesimis dalam menghadapi
hal-hal yang ada dalam kehidupannya. Perasaan pesimis tersebut menjadikan
remaja tersebut menolak untuk mencoba hal-hal yang baru sehingga
cenderung kurang mampu untuk mengembangkan kemampuannya
(Widodo, 2004). Seorang remaja dengan ciri seperti ini biasanya akan
memiliki kemandirian yang rendah pula.
Seorang remaja dengan harga diri yang rendah akan menjadi
memperjuangkan kehidupannya. Remaja ini tidak memiliki daya juang
yang tinggi untuk memperoleh apa yang diinginkannya (Self Esteem,
2009). Remaja dengan karakteristik tersebut memiliki tingkat kemandirian
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara harga diri
dengan kemandirian pada remaja putri akhir. Semakin tinggi harga diri remaja
putri tersebut maka kemandiriannya akan tinggi. Sebaliknya, jika semakin
rendah harga diri remaja putri tersebut maka kemandiriannya pun akan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian
korelasional, yang di dalamnya mencoba meneliti mengenai hubungan antara
harga diri dengan kemandirian pada remaja putri akhir. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan dan membuat suatu kesimpulan antara dua
variabel. Variabel tersebut adalah harga diri dan kemandirian pada remaja putri
akhir.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yang diidentifikasi sebagai berikut :
1. Variabel prediktor : Harga Diri
2. Variabel kriterium : Kemandirian
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu :
a. Harga diri
Harga diri merupakan salah satu kepribadian yang dimiliki individu dimana
individu melakukan evaluasi mengenai dirinya sendiri. Harga diri dilihat dari
dan indikasi besarnya terhadap kemampuan, kesuksesan, dan keberhargaan.
Salah satu sikap yang ditunjukkan tersebut dapat dilihat dari cara
mengandalkan diri individu pada dirinya sendiri sehingga individu tersebut
memiliki kemandirian. Dalam penelitian ini, harga diri dilihat dari skala
penelitian. Aspek-aspek harga diri yang ada pada penelitian ini yaitu :
1. Keberartian (Significance)
2. Kekuatan (Power)
3. Kompetensi (Competence)
4. Kebajikan (Virtue)
Skala harga diri dalam penelitian ini merupakan skala harga diri yang bersifat
akumulatif. Hal ini terjadi karena aitem-aitem yang terdapat dalam skala ini
merupakan aitem yang mengindikasikan perilaku-perilaku sepanjang
kehidupan subjek. Dari pengukuran skala tersebut dapat diketahui apabila
skor aitem skala tersebut rendah maka harga diri subjek rendah, sedangkan
apabila skor aitem tinggi maka harga dirinya tinggi.
b. Kemandirian
Kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat
bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan diri
sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk
melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak
original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya,
Kemandirian diungkapkan menggunakan skala kemandirian yang disusun
berdasarkan lima aspek menurut Masrun (1986) , yaitu :
1. Bebas
2. Gigih
3. Inisiatif
4. Percaya diri
5. Pengendalian diri
Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa kemandirian subjek
tinggi, sebaliknya apabila skor yang dihasilkan rendah maka menunjukkan
kemandirian subjek rendah.
D. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan 2 tahap pengumpulan data yaitu
tahap try out dan tahap penelitian. Dalam tahap try out peneliti memilih subjek
yaitu 50 mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma semester 1.
Sedangkan pada tahap penelitian, peneliti memilih subjek yaitu mahasiswi
Universitas Sanata Dharma, mahasiswi Universitas Gadjah Mada, dan
mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini dipilih
menggunakan teknik purposive sampling dimana dengan menggunakan teknik
ini maka akan diperoleh subjek dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti. Adapun kriteria dari subjek dalam penelitan ini yaitu mahasiswa yang
Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan berjumlah kurang
lebih 100 subjek. Adanya pemilihan jumlah subjek tersebut karena peneliti
merasa jumlah tersebut telah mewakili populasi dari kriteria yang menjadi
sasaran subjek dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti menggunakan
jumlah subjek untuk sampel penelitian ini dengan jumlah 100 subjek.
E. Alat Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan 2 skala psikologi, yaitu :
1. Skala Harga Diri
2. Skala Kemandirian
Pengumpulan data ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu try out dan
penelitian. Pada tahap try out, peneliti melakukan penyebaran skala pada
tanggal 10 November 2010 dengan subjek yaitu 50 mahasiswi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skala psikologi ini digunakan agar seluruh variabel yang ada dalam
penelitian ini dapat diukur secara tepat. Dalam skala penelitian ini data
dikumpulkan dengan menggunakan skala model Likert. Pernyataan yang
digunakan dalam skala merupakan data terstruktur, dimana jawaban sudah
disediakan dan subjek hanya memilih jawaban yang sesuai dengan kondisi diri
subjek.
Adapun skala yang digunakan dalam masing-masing variabel penelitian
1. Skala Harga Diri
Penyusunan skala harga diri disusun berdasarkan 4 aspek yang
dikemukakan oleh Coopersmith, yaitu :
a. Kekuasaan (Power)
yaitu kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku
diri sendiri dan orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan
adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari
orang lain.
b. Keberartian (Significance)
yaitu adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima
individu dari orang lain.
c. Kemampuan (Competence)
yaitu sukses memenuhi tuntutan prestasi.
d. Kebajikan (Virtue)
yaitu ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh
ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.
Berdasarkan empat aspek tersebut, selanjutnya peneliti menyusun pernyataan 60
butir pernyataan yang terdiri dari 32 pernyataan favorabel dan 28 pernyataan
unfavorabel. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dilihat dari tabel sebagai
Tabel 3.1
Blueprint Skala Harga Diri
Konteks
Favorable 1,2,23,50,51,54,57,60 8 25%
Unfavorable 3,6,24,25,33,34,41 7
Kekuatan (power)
Favorable 4,5,19,31,32,35,36,42 8 25%
Unfavorable 7,8,11,26,39,40,48 7
Kompetensi (competence)
Favorable 9,10,17,18,27,37,38,43 8 25%
Unfavorable 12,20,21,29,30,46,47 7
Kebajikan (virtue)
Favorable 13,14,16,22,28,44,45,49 8 25%
Unfavorable 15,52,53,55,56,58,59 7
Total Bobot 60 100%
Jawaban-jawaban atas pernyataan-pernyataan dari semua skala terdiri dari 4
alternatif, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak
Setuju). Dalam skala ini, terdapat perbedaan penskoran antara aitem favorable dan
unfavorable. Pada aitem favorabel skor aitem bergerak dari 1 ke 4 sedangkan pada
aitem unfavorable skor bergerak dari 4 ke 1. Dalam pengerjaan skala ini, subjek diminta
untuk mengisi seluruh aitem dalam skala ini sesuai dengan kondisi dari subjek. Dalam
skala ini tidak ada jawaban benar atau salah. Subjek diminta untuk menjawab seluruh
pernyataan tanpa ada yang terlewatkan.
Salah satu contoh aitem untuk Skala Harga Diri pada aspek kompetensi
Pernyataan SS S TS STS Nilai-nilai tugas saya memuaskan
Berikut ini merupakan tabel skor pada aitem favorable dan unfavorable :
Tabel 3.2
Skor Untuk Pilihan Jawaban
Pilihan Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Setelah dilakukan pengujian aitem dan penyeleksian aitem, maka dihasilkan
aitem-aitem yang bertahan dengan daya diskriminasi aitem 0,3. Berikut ini adalah
Tabel 3.3
Unfavorable 3,5,17,22 4
Kompetensi (competence)
Favorable 4,12,19 4 32%
Unfavorable 6,9,14,16,21 5
Kebajikan
Penyusunan skala kemandirian disusun berdasarkan lima aspek yang
dikemukakan oleh Masrun dkk, yaitu :
a. bebas yang ditunjukkan dengan tindakan yang disesuaikan dengan
keinginan sendiri tanpa pengaruh dan paksaan orang lain, dan juga
tanpa bantuan orang, jadi tidak lagi tergantung pada orang lain.
b. inisiatif ditunjukkan dengan munculnya ide untuk menghadapi dan
c. gigih berarti tanpa putus asa mereka berusaha dengan tekun untuk
mengejar prestasi dan merealisasikan harapan-harapannya.
d. percaya diri artinya dengan mantap dan dengan penuh kepercayaan
terhadap kemampuan sendiri mereka berusaha mencapai kepuasaan
diri.
e. pengendalian diri ditunjukkan dengan adanya kemampuan diri untuk
menyesuaikan keinginan sendiri dan mempengaruhi lingkungan atau
memperhatikan norma-norma yang berlaku dalam rangka
penyelesaian problem yang dihadapi.
Berdasarkan lima aspek tersebut, selanjutnya peneliti menyusun 75
pernyataan yang terdiri dari 40 pernyataan favorable dan 35 pernyataan unfavorable.
Tabel 3.4
63, 44, 42,40, 37 unfavorable
Inisiatif
Dalam skala kemandirian ini dilakukan cara penghitungan skor yang sama.
Jawaban-jawaban atas pernyataan-pernyataan dari semua skala terdiri dari 4 alternatif,
yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
Dalam skala ini, terdapat perbedaan penskoran antara aitem favorable dan unfavorable.
Pada aitem favorabel skor aitem bergerak dari 1 ke 4 sedangkan pada aitem unfavorable
skor bergerak dari 4 ke 1. Dalam pengerjaan skla ini, subjek diminta untuk mengisi
seluruh aitem dalam skala ini sesuai dengan kondisi dari subjek. dalam skala ini tidak
ada jawaban benar atau salah. Subjek diminta untuk menjawab seluruh pernyataan tanpa
ada yang terlewatkan.
Pernyataan SS S TS STS Saya bebas mengatur jadwal kegiatan saya
setiap hari.
Berikut ini merupakan tabel skor pada aitem favorable dan unfavorable :
Tabel 3.5
Skor Untuk Pilihan Jawaban
Pilihan Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Setelah dilakukan pengujian aitem dan penyeleksian aitem, maka dihasilkan
aitem-aitem yang bertahan dengan daya diskriminasi aitem 0,3. Berikut ini adalah
Tabel 3.6
Unfavorable 44, 42,40, 37
Inisiatif Favorable 35, 32, 31, 22, 20 10 16,66%
F. Valliditas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data
1. Estimasi Validitas
Uji validitas adalah pengujian alat ukur untuk melihat seberapa jauh
suatu alat ukur memiliki ketepatan dan kecermatan dalam melakukan
fungsinya (Azwar, 1997). Validitas yang ingin dicapai oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dalam penelitian ini dilakukan
oleh Professional Judgement yang menunjukkan bahwa dalam skala
penelitian ini telah mencakup aspek-aspek yang seharusnya ada dalam
dari blueprint aspek-aspek yang telah diukur dalam penelitian ini, sehingga
batasan-batasan yang ada dalam penelitian ini terlihat dalam skala.
2. Estimasi Reliabilitas
Reliabilitas merupakan titik temu sejauh mana hasil dari suatu
pengukuran itu dapat dipercaya. tinggi rendahnya suatu reliabilitas dalam
penelitian dinyatakan dalam suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas.
Reliabilitas dalam penelitian ini diperoleh menggunakan metode Alpha
Cronbach. Data dari penelitian ini diperoleh dengan menyajikan skala
penelitian satu kali saja kepada kelompok responden (Azwar, 1999).
3. Seleksi Aitem
Seleksi aitem dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menguji
karakteristik dan kualitas masing-masing aitem yang menjadi bagian tes.
Seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan daya beda atau daya
diskriminasi aitem. Dari hasil daya diskriminasi aitem inilah ditunjukkan
aitem-aitem mana saja yang konsisten dan mampu menunjukkan perbedaan
antar subjek pada aspek yang akan diukur. Daya diskriminasi aitem ini
diukur dengan menggunakan koefisien korelasi aitem total (Rix). Batasan
yang digunakan dalam daya diskriminasi aitem ini adalah 0,3. Aitem yang
memiliki korelasi aitem total diatas 0,3 (>0,3), aitem tersebut dianggap baik
korelasi aitem total dibawal 0,3 (<0,3), aitem tersebut dianggap memiliki
daya diskriminasi rendah (Azwar, 1999).
G. Uji Coba Alat Ukur
1. Uji Validitas Alat Ukur
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Pada pengujian tentang validitas isi dilakukan oleh Profesional Judgement
yang dilakukan secara subyektif. Pengujian validitas isi ini dilakukan sesuai
dengan aspek-aspek yang ada pada landasan teori yang digunakan dalam
penelitian ini.
Pada pengujian validitas isi ini, peneliti meminta dosen pembimbing
skripsi untuk memeriksa aitem-aitem pada skala yang dibuat oleh peneliti.
Kemudian didapatkan aitem-aitem yang dapat dijadikan aitem pada skala
yang akan disebar (Supratiknya, 1998).
a. Hasil Uji Coba Skala Harga Diri
Berikut ini adalah aitem-aitem yang terdapat dalam skala harga
Tabel 3.7
Aitem-aitem dalam Skala Harga Diri Uji Coba
Konteks
Favorable 1,2,23,50,51,54,57,60 8
Unfavorable 3,6,24,25,33,34,41 7
Kekuatan (power)
Favorable 4,5,19,31,32,35,36,42 8
Unfavorable 7,8,11,26,39,40,48 7
Kompetensi (competence)
Favorable 9,10,17,18,27,37,38,43 8
Unfavorable 12,20,21,29,30,46,47 7
Kebajikan (virtue)
Favorable 13,14,16,22,28,44,45,49 8
Unfavorable 15,52,53,55,56,58,59
7
Setelah dilakukan pengujian validitas, maka dilakukan uji coba pada
skala harga diri yang dilakukan dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti.
b. Hasil Uji Coba Skala Kemandirian
Berikut ini adalah aitem-aitem yang terdapat dalam skala
Tabel 3.8
Aitem-aitem dalam Skala Kemandirian Sebelum Uji coba
Aspek Nomor Item Jumlah 66, 44, 42,40, 37 unfavorable
Inisiatif
2. Uji Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 16 for Windows. Dari hasil pengujian reliabilitas pada skala
Harga Diri, menunjukkan bahwa dari 60 aitem yang diuji cobakan terdapat 25
aitem yang dapat digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini
dengan daya beda antara 0,324 – 0,758. Sedangkan pada hasil pengujian
reliabilitas skala Kemandirian, menunjukkan bahwa dari 75 aitem yang diuji
cobakan terdapat 60 aitem yang dapat digunakan dalam pengambilan data
3. Seleksi aitem
Seleksi aitem ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16
for Windows. Dalam penyeleksian aitem skala harga diri ini terdapat 33 aitem
yang gugur. Aitem-aitem yang gugur tersebut memiliki daya diskriminasi
aitem kurang dari 0,3. Berikut adalah aitem-aitem yang lolos dalam
penyeleksian aitem dan ada pada skala harga diri.
Tabel 3.9
Aitem pada Skala Harga Diri yang Lolos Seleksi Aitem
Konteks
Unfavorable 3,5,17,22 4
Kompetensi (competence)
Favorable 4,12,19 4
Unfavorable 6,9,14,16,21 5
Kebajikan (virtue)
Favorable 7,10,20,23 4
Unfavorable 8,25 2
Dalam penyeleksian aitem skala kemandirian terdapat 15 aitem yang gugur.
Aitem-aitem yang gugur tersebut juga memiliki daya diskriminasi aitem yang kurang
dari 0,3. Berikut adalah aitem-aitem yang lolos dalam penyeleksian aitem pada skala
Tabel 3.10
Aitem pada Skala Kemandirian yang Lolos Seleksi Aitem
Aspek Nomor Item Jumlah Item
Bebas 14, 13, 11, 7, 6, favorable 10
18, 15, 12, 9, 8 unfavorable
Progresif dan Ulet 66, 62, 61, 45, 43, 41, 38, 36, 16 favorable 13
44, 42,40, 37 unfavorable
Inisiatif 35, 32, 31, 22, 20 favorable 10
H. Uji Coba Alat Pengumpulan Data
Sebelum skala digunakan untuk mengumpulkan data, maka terlebih
dahulu peneliti melakukan uji coba pada kedua skala ini. Uji coba dilakukan
pada mahasiswi semester 1 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta di mana sampel pada uji coba ini dipilih sesuai dengan kriteria dari
subjek penelitian ini yaitu mahasiswi atau perempuan yang memiliki usia
perkembangan remaja akhir. Subjek yang digunakan dalam uji coba alat
pengumpulan data ini berjumlah 50 subyek.
I. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis data kuantitatif dengan
dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Teknik ini dapat
digunakan oleh peneliti untuk menjelaskan keeratan hubungan antar dua variabel
(Hadi, 2000). Penghitungan statistik yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Dalam penelitian ini, uji asumsi yang pertama kali dilakukan adalah uji
normalitas di mana uji normalitas ini digunakan untuk melakukan pengecekan
pada data penelitian apakah data penelitian ini berasal dari populasi sebaran yang
normal. Uji normalitas ini dilakukan karena semua perhitungan statistik
parametrik memiliki asumsi sebaran normalitas (Santoso, 2010).
Peneliti melakukan uji normalitas pada data penelitiannya dengan
menggunakan analisis Kolmogrof-Smirnov. Uji asumsi dengan menggunakan
analisis Kolmogrof-Smirnov ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 for
Windows.
b. Uji Linearitas
Uji asumsi lain yang dilakukan oleh peneliti adalah uji linearitas. Uji
linearitas ini digunakan untuk menyatakan hubungan antar variabel yang hendak
dianalisis dalam penelitian mengikuti garis lurus. Dengan uji linearitas ini,
peningkatan atau penurunan kuantitas disatu variable akan diikuti secara linear
oleh peningkatan atau penurunan kuantitas variable lainnya (Santoso, 2010).
Windows. Selain itu, linearitas penelitian ini dilihat dengan menggunakan scatter
plot.
2. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini, uji hipotesis atau analisis data dilakukan dengan
menggunakan uji korelasi (Supratiknya, 2000). Uji korelasi dilakukan pada dua
variabel dalam penelitian ini yaitu harga diri dengan kemandirian. Rumus uji
korelasi yang digunakan adalah:
∑ ∑ ∑
√{ ∑ (∑ ) } { ∑ (∑ ) }
Keterangan:
= korelasi antara variabel X dan variabel Y
= variabel X
= variabel Y
Analisis data penelitian ini dengan menggunakan SPSS 16 for Windows.
SPSS ini digunakan guna mempermudah menganalisis data dan juga
BAB IV
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Proses Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan try out atau uji coba untuk
melakukan pengguguran aitem. Uji coba dilakukan pada tanggal 10 November
2010 kepada 50 mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Setelah didapatkan hasil dari pengguguran aitem maka dilakukanlah penelitian.
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu melakukan perizinan
pada pengambilan data. Perizinan dilakukan untuk pengambilan data pada skala
harga diri dan skala kemandirian yang diberikan pada 100 subyek penelitian.
Izin untuk penyebaran skala ini dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2010 pada
mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, mahasiswi Universitas
Gadjah Mada, dan mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta dimana
keseluruhan subjek merupakan mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan
pada semester 3. Alat pengumpulan data yang berupa skala ini telah memenuhi
syarat di mana seluruh aitem yang ada dalam skala ini telah diisi secara lengkap
oleh subjek penelitian sehingga skala yang disebar dapat dipergunakan sebagai