• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara stres akademik dan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara stres akademik dan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA STRES AKADEMIK DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING PADA MAHASISWA

Benedictus Yulivendra Wicaksana ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres akademik dan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara stres akademik dengan kecenderungan perilaku

impulsive buying pada mahasiswa. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 orang mahasiswa. Alat pengumpulan data yang digunakan ialah skala stres akademik dan skala kecenderungan

impulsive buying yang diadaptasi dalam bahasa indonesia oleh peneliti. Skala stres akademik memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,895 dan skala kecenderungan impulsive buying memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,920. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Spearman’s rho dikarenakan sebaran data pada kedua variabel bersifat tidak normal. Hasil penelitian ini menghasilkan r sebesar 0,216 dan nilai p sebesar 0,001 < 0,05. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara stres akademik dan kecenderungan impulsive buying. Hal ini berarti semakin tinggi stres akademik yang dialami oleh individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah stres akademik yang dialami individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin rendah.

(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN ACADEMIC STRESS AND IMPULSIVE BUYING TENDENCY IN COLLEGE STUDENT

Benedictus Yulivendra Wicaksana ABSTRACT

This research aimed to investigate the correlation between academic stress and impulsive buying tendency in college student. The hypothesis was that there was positive relationship between academic stress and impulsive buying tendency in college student. The subject in research were 200 college student. Data instrument be used were the scale of academic stress and impulsive buying tendency are adapted in Indonesian by researchers. The alpha reliability coefficient of academic stress scale was 0.895 and coefficient of impulsive buying tendency scale was 0.920. The technique of data analysis being used was Spearman's rho correlation test because data on both variables are not normal. The research showed that value of r was 0.216 with p 0.001 < 0.05. The results indicated a positive correlation between academic stress and impulsive buying tendency. It was means that the higher the academic stress experienced by college student, the impulsive buying tendency will be higher. On the contrary, the lower academic stress experienced by college student, the impulsive buying tendency will be lower.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA STRES AKADEMIK DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Benedictus Yulivendra Wicaksana 129114070

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“WHAT IS THE POINT OF BEING ALIVE IF YOU DON’T AT

LEAST TRY TO DO SOMETHING REMARKABLE”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya ilmiah ini kepada:

Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan serta kesempatan yang

senantiasa diberikan kepada saya.

Untuk Ayah, Bapak, Pak Bos, yang dengan sabar dan semangat melawan strokenya

agar dapat melihat anaknya yang nakal bertoga.

Untuk Ibuk yang senatiasa memberikan nasihat, semangat dan mendengarkan keluh

kesah penulis.

Untuk Mas Adit yang mau mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga untuk penulis.

Untuk semua orang-orang baik yang ada di sekitar penulis.

Dan untuk orang-orang yang sering memandang sebelah mata

mahasiswa-mahasiswa yang membutuhkan waktu lebih untuk menyelesaikan tugas akhir.

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA STRES AKADEMIK DAN KECENDERUNGAN IMPULSIVE BUYING PADA MAHASISWA

Benedictus Yulivendra Wicaksana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres akademik dan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara stres akademik dengan kecenderungan perilaku

impulsive buying pada mahasiswa. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 orang mahasiswa. Alat pengumpulan data yang digunakan ialah skala stres akademik dan skala kecenderungan

impulsive buying yang diadaptasi dalam bahasa indonesia oleh peneliti. Skala stres akademik memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,895 dan skala kecenderungan impulsive buying memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,920. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Spearman’s rho dikarenakan sebaran data pada kedua variabel bersifat tidak normal. Hasil penelitian ini menghasilkan r sebesar 0,216 dan nilai p sebesar 0,001 < 0,05. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara stres akademik dan kecenderungan impulsive buying. Hal ini berarti semakin tinggi stres akademik yang dialami oleh individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah stres akademik yang dialami individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin rendah.

(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN ACADEMIC STRESS AND IMPULSIVE BUYING TENDENCY IN COLLEGE STUDENT

Benedictus Yulivendra Wicaksana ABSTRACT

This research aimed to investigate the correlation between academic stress and impulsive buying tendency in college student. The hypothesis was that there was positive relationship between academic stress and impulsive buying tendency in college student. The subject in research were 200 college student. Data instrument be used were the scale of academic stress and impulsive buying tendency are adapted in Indonesian by researchers. The alpha reliability coefficient of academic stress scale was 0.895 and coefficient of impulsive buying tendency scale was 0.920. The technique of data analysis being used was Spearman's rho correlation test because data on both variables are not normal. The research showed that value of r was 0.216 with p 0.001 < 0.05. The results indicated a positive correlation between academic stress and impulsive buying tendency. It was means that the higher the academic stress experienced by college student, the impulsive buying tendency will be higher. On the contrary, the lower academic stress experienced by college student, the impulsive buying tendency will be lower.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M. Si Selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih ibu atas semua bantuan, bimbingan, waktu, saran, serta kesabaran yang telah diberikan.

4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si., selaku dosen pembimbing akademik 2012 yang selalu memberikan saran, dukungan dan bantuan selama penulis menempuh studi.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang telah berbagi ilmu dan memberikan semangat.

6. Mas Muji (Glory), Mas Gandung, Ibu Nanik, dan juga Pak Gik yang telah membantu penulis dalam berbagai urusan kuliah dan praktikum tes.

(13)

xi

8. Bapak, Ibu dan Mas Adit yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai. Terima kasih atas pikiran, tenaga dan biaya yang sudah banyak dicurahkan untuk saya, selalu bersyukur bisa berada ditengah-tengah kalian.

9. Terima kasih kepada Bapak Erik Hookom., M.Ed yang telah banyak memberikan masukan, saran dan membantu saya dalam proses adaptasi skala saya. Thank you sir.

10.Terima kasih Robert, Vita, Yosua, Zelda, Della, Mbak Lisa, Yuyun, Yatim, Agnes, Boncel, Made, Indun, Nia, Suci, Pamendes yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan, adaptasi skala, penyebaran skala dan analisis data. Terima kasih ndan. 11.Terima kasih kepada “Geng Cinta” Teteh, Yosu dan Vita yang

selalu mendengarkan segala curhat dan kebodohan saya, serta banyak membantu saya dalam hal akademik terutama japok. Makasih banyak Geng tercinta!!

12.Terima kasih kepada Grego, Gerald, Brada Rezki, Bayu, GM, Kelek, Dimas, Wewen, Delima, Ilona “micin”, Danar, Edo, Gempol, Yuda, Gede, Yosu. Terima kasih atas kekonyolan tak terkira yang sudah banyak kita lakukan di masa lalu, semoga di masa depan kita dapat berubah menjadi lebih baik.

(14)

xii

Terima kasih atas kesempatan untuk dapat berdinamika dan bekerja sama dengan kalian

14.Teman-teman “Crocodile Drug” Aji Ojek, Petuk, Aprek, Sinyo, Gempol, Anggung, Saktoy, dan Grego Gresek. Terima kasih atas segala hiburan dan aktifitas inap menginap yang senantiasa kita lakukan.

15.Teman-teman sepermainan di Tuban Triya, Nurul, Zukun, Aris, Sinco, Rangga, Mubin. Terima kasih atas dukungan yang senantiasa kalian berikan. Sukses selalu untuk kalian.

16.Teman-teman “Gagal ke Bali” Suci, Ema, Agata, Melani, Sakti, Duwek dan Kelek. Terima kasih atas dinamika kita bersama. Semoga dilain kesempatan kita bisa berkumpul bersama lagi dan merealisasikan rencana kita.

17.Teman-teman Komisi D Vita, Vero, Praba, David dan seluruh anggota DPMF Psikologi 2013/2014. Terima kasih telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar berorganisasi bersama kalian.

18.Keluarga besar UKF Psynema. Terima kasih sudah mengijinkan saya berkarya bersama kalian. Sukses selalu salam KNTT !!. 19.Teman-teman UK Bulutangkis Mas Ucil, Pika, Danar, Silvi, dll.

Terima kasih sudah mengijinkan saya berkeringat bersama kalian. 20.Teman-teman “070”, terima kasih karena saya bisa menjadi bagian

(15)
(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ASBTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II DASAR TEORI ... 11

A. Impulsive Buying (Pembelian Impulsif) ... 11

1. Definisi Impulsive Buying ... 11

(17)

xv

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulsive Buying ... 16

B. Stres Akademik ... 22

1. Definisi Stres ... 22

2. Definisi Stres Akademik ... 23

3. Pengukuran Stres Akademik ... 24

4. Dampak Stres ... 26

C. Mahasiswa ... 27

D. Dinamika Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying... 28

E. Skema Penelitian ... 32

F. Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Variabel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional... 35

1. Stres Akademik ... 35

2. Kecenderungan Impulsive Buying ... 36

D. Subjek Penelitian ... 36

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 37

1. Skala Stres Akademik ... 37

2. Skala Kecenderungan Impulsive Buying ... 39

F. Validitas dan Reliabilitas ... 41

1. Validitas ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

(18)

xvi

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 49

C. Deskripsi Data Penelitian ... 50

D. Hasil Penelitian ... 53

E. Analisis Tambahan ... 56

F. PEMBAHASAN ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Stres Akademik ... 38

Tabel 2. Skor Favorable Skala Stres Akademik... 39

Tabel 3. Distribusi Item Skala Kecenderungan Impulsive Buying ... 40

Tabel 4. Skor Favorable Skala Kecenderungan Impulsive Buying ... 41

Tabel 5. Skor Unfavorable Skala Kecenderungan Impulsive Buying ... 41

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Stres Akademik Setelah Seleksi Aitem 44 Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Impulsive Buying Setelah Seleksi Aitem ... 45

Table 8. Identitas Subjek Penelitian ... 50

Tabel 9. Deskripsi Data Variabel Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying ... 51

Tabel 10. Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Empiris Stres Akademik .. 51

Tabel 11. Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Empiris Kecenderungan Impulsive Buying ... 52

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying ... 53

Tabel 13. Hasil Uji Linearitas Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying ... 55

Tabel 14. Hasil Uji Hipotesis Variabel Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying ... 56

Tabel 15. Hasil Uji Perbedaan Stres Akademik Berdasarkan Uang Saku Perbulan... 57

(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 73

Lampiran 2. Reliabilitas Skala ... 84

Lampiran 3. Skala Penelitian ... 88

Lampiran 4. Deskripsi Subjek ... 98

Lampiran 5. Uji Asumsi ... 100

Lampiran 6. Uji Hipotesis ... 103

(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Impulsive buying (pembelian impulsif) merupakan suatu perilaku pembelian yang sudah tidak asing lagi. Berdasarkan penelitian pasar yang dilakukan LaRose (2001), diperkirakan 75% pembelian yang terjadi di Amerika Utara dilakukan secara impulsif. Bahkan menurut Lin & Chuang (2005) pembelian impulsif mencapai lebih dari 80% pada beberapa produk di Amerika. Park (dalam Heatharie, 2012), menyatakan bahwa diperkirakan lebih dari 4 Milliar US dolar penjualan tahunan di Amerika Serikat terjadi melalui pembelian impulsif. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat dengan budaya individualis seperti Amerika telah bergerak menjadi individu yang semakin impulsif.

(23)

menganggap pembelian impulsif sebagai suatu perilaku emosional yang cenderung individualis.

Akan tetapi dalam studi yang dilakukan oleh Nielsen terhadap konsumen Indonesia yang merupakan penganut budaya kolektif, ditemukan bahwa para konsumen tersebut telah menjadi semakin impulsif dalam berbelanja berdasarkan beberapa indikasi-indikasi yang menunjukkan hal tersebut. Survei ini diperoleh melalui wawancara terhadap 1.804 responden di 5 kota besar di Indonesia (AC Nielsen, 2013). Sebelumnya dalam studi yang sama yang dilakukan oleh Nielsen pada Desember 2010 sampai Januari 2011 ditemukan bahwa pebelanja di Indonesia telah menjadi lebih impulsif. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan sebesar dua kali lipat sejak tahun 2003 pembeli yang mengaku tidak pernah membuat rencana belanja saat melakukan proses berbelanja (Post Industrial, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu pembelian impulsif di Indonesia semakin meningkat.

(24)

berusaha dengan segera untuk memenuhi keinginan, sehingga kurang memperhatikan dampak negatif dari hal yang dilakukan (Kacen & Lee, 2002). Konsumen yang impulsif akan membeli suatu produk bukan dengan alasan yang penting ataupun untuk memenuhi kebutuhannya, melainkan untuk mencari kesenangan dan bagian dari gaya hidup modern (Herabadi, Verplanken & Knippenberg, 2009).

Pembelian impulsif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Secara umum faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari luar diri (eksternal) dan faktor dari dalam diri (internal). Faktor dari luar diri (eksternal) terdiri dari desain produk, harga menarik yang ditawarkan, dan media iklan (Cahyorini & Zalfiana, 2011; Muruganantham & Bhakat, 2003). Selain itu konformitas, lingkungan toko, dan promosi toko juga termasuk sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi pembelian impulsif (Marretha, 2013; Verplanken & Herabadi, 2001; Rook, 1987).

(25)

1987) yang merupakan faktor yang mendasari perilaku pembelian impulsif.

Perilaku pembelian impulsif lebih sering ditemukan pada individu-individu yang berusia muda. Mai, Jung, Lantz dan Loeb (dalam Ghani et al, 2011) berpendapat bahwa orang-orang muda lebih mungkin untuk menjadi pelopor dalam mengadopsi gaya hidup modern. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mengontrol ekspresi emosional yang dimiliki orang muda. Orang yang lebih tua akan cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosional dibandingkan dengan orang yang lebih muda (Lawton, Kleban, Rajogopal, & Dean, 1992; Mc Conatha 1994, dalam Lin & Chuang, 2005). Rook (1987) juga mengatakan bahwa rasionalitas dan kemampuan untuk menahan keinginan berbelanja meningkat seiring pertambahan usia.

(26)

Salah satu individu yang termasuk dalam rentang usia 18-39 tahun adalah mahasiswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia antara 18-30 tahun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institusi atau akademi ( www.kamusbahasaindonesia.org ). Mereka yang terdaftar sebagai murid di

perguruan tinggi juga disebut sebagai mahasiswa ( Takwin, 2008).

Dalam menjalani kehidupan perkuliahan, sebagai seorang mahasiswa mereka diharuskan untuk menempuh studi akademis yang meliputi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa. Mata kuliah yang terlalu banyak seringkali membuat mahasiswa sulit fokus dan tidak menguasai materi kuliah secara mendalam. Banyaknya jumlah mata kuliah di Indonesia, membuahkan kesan bahwa mahasiswa harus serba bisa (Republika.co.id). Hal ini membuat jumlah mahasiswa yang mengalami stres akademik meningkat setiap semester (Govaerst & Gregoire, 2004) dan hal ini dialami oleh sebagian besar pelajar dunia (Brown, 2006; Christie & MacMullin, 1998; Dodds & Lin, 1991; Gallagher & Millar, 1996; Huah, 2008; Tang & Westwood, 2007, dalam Deb, Strodl, & Sun, 2014).

(27)

seorang mahasiswa Universitas Indonesia melakukan aksi bunuh diri dikarenakan nilainya turun dan skripsi yang dia ajukan ditolak (www.bintang.com). Selain itu terdapat pula kasus mahasiswa Surya University, Tangerang yang melakukan gantung diri karena mengalami stres saat menjalani masa-masa ujian (www.harianterbit.com). Kasus lain juga ditemukan di Medan, dimana seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara melakukan pembunuhan terhadap dosennya sendiri, karena dosen tersebut sering memarahi dan memberikan nilai yang kurang baik (www.kompas.com). Tiga kasus yang telah disebutkan merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2016.

Stres akademik diartikan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi (Govaerst & Gregoire, 2004). Stres akademik juga diidentifikasi sebagai stress yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya tugas, persaingan dengan teman, kegagalan, kekurangan uang saku (Fairbrother & Warn, 2003), kurang baiknya hubungan dengan teman atau dosen, keluarga, atau masalah yang ada di rumah (Agolla & Ongori, 2009).

(28)

2004). Sumber stress akademik yang dialami oleh mahasiswa dapat terjadi dari beberapa sumber. Davidson (2001) menyatakan sumber stress akademik meliputi situasi yang monoton, kebisingan, tugas yang terlalu banyak, harapan yang mengada-ada, ketidakjelasan, kurang adanya kontrol, keadaan bahaya dan kritis, tidak dihargai, diacuhkan, kehilangan kesempatan, aturan yang membingungkan, tuntutan yang saling bertentangan, dan deadline tugas perkuliahan. Womble (2001) juga menambahkan bahwa stressor akademik meliputi manajemen waktu, masalah finansial, gangguan tidur dan aktivitas sosial.

(29)

karena diharuskan mengerjakan berbagai laporan dengan tenggang waktu yang menurut mereka terlalu singkat. Hal didasarkan pada beberapa gejala yang dialami oleh para mahasiswa tersebut seperti kurangnya nafsu makan sakit kepala, kurangnya konsentrasi di kelas, suasana hati mudah berubah, serta kurangnya sosialisasi dengan orang lain yang sesuai dengan gejala stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2008).

Stres yang dialami oleh para mahasiswa tersebut cenderung berdampak pada ketidakstabilan emosi yang mereka miliki. Ketidakstabilan emosi merupakan salah satu dampak yang paling terlihat ketika seseorang mengalami stress (Female.Kompas.com). Moksnes, Moljord, Espnes dan Byrne (2010) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa stres dalam hidup dapat mengakibatkan ketidakstabilan emosi. Pada tahun 2011 Shahjenan, Qureshi, Zeb & Saifullah dalam penelitiannya menemukan bahwa impulsive buying berkorelasi secara positif dengan salah satu ciri kepribadian big five yaitu neurotik (ketidakstabilan emosi) yang berarti individu yang mengalami ketidakstabilan emosi, kecemasan, suasana hati yang buruk dan kesedihan akan memiliki kecenderungan yang lebih dalam menampilkan perilaku impulsive buying.

(30)

atau untuk membuat diri merasa lebih baik. Youn (dalam Dawson & Kim, 2009) menambahkan bahwa keadaan emosional, suasana hati, dan perasaan diri yang merupakan keadaan afektif seseorang merupakan salah satu faktor internal dari kecenderungan pembelian impulsif. Hal ini terjadi karena dalam proses pengambilan keputusan impulsive buying yang dipengaruhi oleh kognisi dan afeksi, segi afeksi lebih mengemuka dibandingkan dengan segi kognitif (Coley & Burgess, 2003).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu apakah terdapat hubungan antara stress akademik dengan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stress akademik dengan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

(31)

2. Manfaat Praktis

(32)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Impulsive Buying (Pembelian Impulsif)

1. Definisi Impulsive Buying

Istilah impulsive buying mulai berkembang pada tahun 1950an. Clover (1950) dalam penelitiannya, menemukan bahwa kebijakan toko-toko ritel dalam memudahkan konsumen untuk melakukan pembelian secara impulsif membuat beberapa produk terjual secara lebih baik. Stern (1962) kemudian menemukan bahwa kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh toko-toko ritel tersebut merupakan salah satu faktor yang mendorong konsumen menampilkan perilaku membeli secara impulsif. Pada tahun 1967-1990 an istilah impulsive buying semakin berkembang dan banyak dipengaruhi serta berhubungan dengan beberapa faktor lain seperti, karakteristik dan demografi (Kollat & Willet, 1967), emosi (antusiasme, hiburan, sukacita) (Weinberg & Gottwald dalam muruganantham & Bhakat, (2013)) kontrol diri (Hoch & Loewenstein, 1991), suasana hati (Rook & Gardner 1993), gender (Dittmar, Beattie & Friese 1995) dan sosio-ekonomi (Wood, 1998).

(33)

berlangsung relatif cepat, serta bias subjektif dalam hal ingin memiliki suatu barang dengan segera. Bayley dan Nancarrow (1998) mendefinisikan perilaku pembelian impulsif sebagai perilaku yang tiba-tiba, menarik, perilaku pembelian hedonis yang kompleks dimana kecepatan dari proses keputusan pembelian impulsif menghalangi pertimbangan serta kebijaksanaan dan disengaja. Rook (1987) mendefinisikan Impulsive buying (pembelian impulsif) sebagai suatu aktivitas pembelian yang tidak terencana yang dilakukan tanpa adanya suatu pertimbangan dan penilaian atau evaluasi tertentu terhadap manfaat dari produk yang dibeli.

Rook (1987) menjelaskan bahwa terdapat tiga ciri utama yang memberikan definisi komprehensif mengenai pembelian impulsif yaitu pembelian yang tidak direncanakan, sulit untuk mengontrol, dan disertai dengan respon emosional. Kacen dan Lee (2002) juga menyatakan bahwa impulsive buying mempunyai sejumlah karakteristik seperti adanya perasaan yang berlebihan akan ketertarikan dari produk yang dijual, adanya perasaan untuk segera memiliki produk yang dijual, keinginan untuk mengabaikan segala konsekuensi dari pembelian sebuah produk, adanya perasaan puas yang dirasakan, serta adanya konflik yang terjadi antara pengendalian dengan kegemaran di dalam diri orang tersebut.

(34)

emosional lebih dari pada rasional (Thompson, dalam Semuel 2007). Hal ini senada dengan Rook (1987) yang menyatakan bahwa pembelian impulsif lebih cenderung dipengaruhi oleh emosional dibandingkan dengan rasional.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif merupakan pembelian yang tiba-tiba, cepat dan tidak direncanakan, tanpa pertimbangan yang matang serta mengabaikan konsekuensi yang ditimbulkan, pembelian ini bersifat mendesak dan lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk kesenangan akan kepemilikan suatu barang dengan segera.

2. Aspek-aspek Impulsive Buying

(35)

a. Spontanitas

Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagi respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.

b. Kekuatan, Kompulsi, dan Intensitas

Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

c. Kegairahan dan Stimulasi

Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan.” “menggetarkan,” atau “liar.”

d. Ketidakpedulian Akan Akibat

Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Pada tahun 2001 Verplanken dan Herabadi mengidentifikasi dua aspek utama yang membentuk perilaku pembelian impulsif (impulsive buying) yaitu aspek kognitif dan aspek afektif:

a. Aspek Kognitif

(36)

pembelian yang tampak tidak direncanakan, justu telah direncanakan jauh sebelumnya, atau dalam hal ini terjadi pengulangan dari kebiasaan membeli maka hal ini tidak dapat dinyatakan sebagai pembelian impulsif (Verplanken dan Aarts, dalam Verplanken dan Herabadi, 2001). Dalam aspek kognitif konsumen akan cenderung mudah terpengaruh oleh harga produk yang ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh ketika membeli produk tersebut (Herabadi et al, 2009). Selain itu Rook (1987) menyatakan pada aspek kognitif terdapat pembelian impulsif secara spontan yakni pembelian yang cenderung mendadak, dan cepat dikarenakan promosi atau pengaruh stimulus visual yang menarik dan pembelian impulsif seringkali mengabaikan atau cenderung tidak peduli terhadap konsekuensinya.

b. Aspek Afektif

(37)

impulsif, yaitu ketika menyadari telah banyak uang yang dibelanjakan (Ditmar & Drury, dalam Verplanken & Herabandi, 2001). Pada aspek ini, ketika seseorang sedang “merasakan dorongan tak tertahankan

untuk membeli” ia akan merasa harus melakukan pembelian impulsif

(Coley & Burgess, 2003).

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aspek kognitif merupakan kecenderungan individu dalam melakukan pembelian impulsif berdasarkan kurangnya perencanaan dan pertimbangan, serta lebih didasari akan ketertarikan dan keuntungan yang akan diperoleh. Sedangkan aspek afektif merupakan kecenderungan individu dalam melakukan pembelian impulsif berdasarkan dorongan tak tertahankan untuk membeli yang menimbulkan perasaan senang dan gembira sebagai bentuk respon emosional setelah melakukan pembelian impulsif.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Impulsive buying

Dalam melakukan perilaku pembelian impulsif (impulsive buying) konsumen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

(38)

(Karbasivar & Yarahmadi, 2011). Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ditemukan bahwa keadaan emosi seseorang dapat mempengaruhi pembelian impulsif seseorang (Kacen & Lee, 2002; Verpanken & Herabadi, 2001; Youn, 2000); Sneath, Lacey, & Kenneth, 2009). Konsumen yang lebih responsif terhadap keadaan afektif (keadaan emosi, mood, perasaan diri) (Youn & Faber, 2000) dan kurang responsif terhadap keadaan kognitif akan mengalami dorongan yang kuat untuk membeli dan lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku pembelian impulsif (Dholakia, 2000; Rook, 1987; Youn & Faber, 2000).

Keadaan emosi yang berbeda pada tiap individu, juga dapat menghasilkan perilaku pembelian impulsif yang berbeda (Hawkins, Roger, Coney, & Mookerjee, 2007). Individu dengan keadaan emosi yang tidak stabil, akan memiliki kecenderung yang lebih untuk melakukan perilaku pembelian impulsif. Hal ini dilakukan individu sebagai upaya untuk meningkatkan mood dan menghindari persepsi psikologis yang negatif (rendah diri dan perasaan atau suasana hati yang negatif) dengan perasaan senang dan gembira setelah melakukan pembelian impulsif (Sneat, Lacey, Kenneth-Hansel 2009; Verpanken & Herabadi, 2001).

(39)

(1995) mendefinisikan evaluasi normatif sebagai “penilaian yang dibuat oleh konsumen tentang kesesuaian pembelian impulsif dalam situasi pembelian tertentu”. Pandangan negatif cenderung muncul

tentang pembelian impulsif pada umumnya, seperti melihat perilaku pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional, tidak dewasa, boros, dan beresiko (Rook & Fisher, 1995). Konsumen mungkin merasakan penyesalan setelah melakukan pembelian impulsif (Dittmar & Drudy, dalam Verplanken & Herabandi, 2001). Akan tetapi, pada kenyataannya sebagian besar konsumen tidak menemukan bahwa pembelian impulsif yang mereka lakukan adalah perilaku yang tidak pantas dan tidak menilai itu salah (Rook, 1987; Hausman, 2000).

(40)

Fisher, 1995, dalam Karbasivar & Yarahmadi, 2011). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shahjehan et.al (2012) tentang hubungan antara kepribadian dengan perilaku pembelian impulsif dan kompulsif, dari peneliatian yang dilakukan ditemukan hasil bahwa terdapat hubungan antara pembelian impulsif dengan kepribadian.

(41)

remaja Taiwan, dari penelitian yang dilakukan ditemukan hasil bahwa pada subjek dengan rentang usia 15-19 tahun ditemukan hasil bahwa usia 19 tahun lebih impulsif dibandingkan usia lainnya.

Berdasarkan faktor-faktor yang disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif yaitu keadaan emosi, evaluasi normatif konsumen, kepribadian, serta demografi konsumen yang terdiri dari jenis kelamin dan usia.

b. Faktor Eksternal

(42)

membuat pembelian impulsif sebagai perilaku yang relevan dimiliki oleh konsumen saat ini (Schiffman & Kanuk, 2010). Berbagai rangsangan di dalam toko seperti pencahayaan, tata letak, presentasi barang, perlengkapan toko, penutup lantai, warna, suara, bau, dan pakaian serta perilaku penjual dan pelayan toko secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi konsumen ( Applebaum, dalam Muruganantham & Bhakat, 2013).

Konformitas juga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi pembelian impulsif. Semakin tinggi tingkat konformitas seseorang, maka semakin tinggi pula pembelian impulsif yang dilakukan (Maretta, 2013; Sitohang, 2009). Konformitas merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku membeli remaja menjadi semakin impulsif. Konformitas terbentuk dalam pribadi remaja karena remaja belajar dari lingkungan sosialnya, bagaimana caranya agar ia dapat diterima dan diakui oleh orang lain dengan kemampuan yang ia miliki, sehingga semua ciri khas remaja dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, dan lain sebagainya dipengaruhi pergaulan dengan teman-teman sebayanya (Swastha & Handoko, 2000).

(43)

dan format toko, serta berbagai strategi penjualan dan iklan serta konformitas yang dilakukan konsumen.

B. Stres Akademik

1. Definisi Stres

Menurut Sarafino (1990) stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial individu tersebut. Stres juga merupakan suatu keadaan ketika seseorang berespon terhadap perubahan yang terjadi dari situasi normal dan stabil dalam hidupnya (Kozier, 2004). Folkman dan Lazarus (1985) mendefinisikan stres sebagai segala peristiwa/kejadian baik berupa tuntutan-tuntutan lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/psikologis) yang menuntut, membebani atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu.

(44)

membagi stres menjadi tiga bentuk yakni, distres, eustres, dan neustres. Distres diasosiasikan sebagai respon terhadap stres yang bersifat tidak memuaskan dan merusak pada keseimbangan fungsi tubuh individu. Sedangkan eustres merupakan respons terhadap stres yang bersifat memuaskan yang dapat membangkitkan fungsi optimal tubuh, baik fungsi fisik maupun fungsi psikis individu. Adapun neustres mengacu pada respon stres individual yang bersifat netral, yang tidak memberi akibat negatif ataupun positif, namun menyebabkan tubuh berada pada fungsi internal yang mantap, tetap berada dalam keadaan homeostatis (Elmira, 1993; Sarafino, 1990; Brannon & Feist, 2000; dalam Desmita, 2009).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi hasil interaksi individu dengan lingkungan yang menjadi stressor bagi individu yang bersifat mengancam dan menganggu, yang melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu dan dapat menimbulkan tiga bentuk stres yaitu distres, eustres, dan neustres serta dapat berdampak positif dan negatif bagi individu yang mengalami stres.

2. Definisi Stres Akademik

(45)

kurikulum, guru, metode ulangan dan penilaian (Nanwani, 2009). Stres akademik juga diidentifikasi sebagai stres yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya tugas, persaingan dengan teman, kegagalan, kekurangan uang saku (Fairbrother & Warn, 2003), kurang baiknya hubungan dengan teman atau dosen, keluarga, atau masalah yang ada di rumah (Agolla & Ongori, 2009). Desmita, 2009 menambahkan definisi lain dari stres akademik atau school stress, yaitu suatu ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan di sekolah dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa, sehingga memunculkan reaksi-reaksi fisik, psikologis, dan tingkah laku yang berdampak pada penyesuaian psikologi dan prestasi akademik.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa stres akademik merupakan suatu keadaan hasil interaksi individu dengan lingkungan pendidikan yang menjadi stressor akademik bagi individu yang dapat berdampak pada penyesuaian psikologi dan prestasi akademik individu.

3. Pengukuran Stres Akademik

(46)

tinggi terdapat Academic Stress Scale (ASS; Kohn & Frazer, 1986), Student Stress Inventory (SSI; Zeidner, 1992), dan The Academic Stress Questionnaire (ASQ; Abouserie, 1994). Sementara untuk mengukur stres akademik dikalangan siswa SMP dan SMA terdapat School Stressors Inventory for Adolescent (SSIA; Fanshawe & Burnett, 1991) dan High School Stressors Scale (HSSS; Burnett & Fanshawe, 1997).

(47)

coding menjadi item kuesioner pre-test. Kemudian lima ahli diminta untuk memeriksa validitas isi, sebelum skala diuji coba kepada 400 mahasiswa. Setelah melakukan uji coba, dilakukan pengujian data statistik menggunakan SPSS for windows untuk melakukan analisis faktor eksploratori. Total varians yang didapat oleh skala Lin dan Chen adalah 70,91 %. Sedangkan nilai reliabilitas alfa cronbach yang dimiliki sebesar 0.90 dengan korelasi item total antara 0.631-0.857. Ini menunjukkan 7 faktor stres akademik (stres pengajar, stres hasil, stres ujian, stres belajar dalam kelompok, stres teman sebaya, stres manajemen waktu dan stres yang diakibatkan diri sendiri) skala pre-test memiliki keandalan dan mencapai level standar estimasi (George & Mallery, 2003).

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai pengukuran stres akademik, peneliti memilih untuk menggunakan skala yang dikembangkan oleh Lin dan Chen (2009). Hal tersebut dikarenakan skala tersebut memiliki nilai reliabilitas yang tergolong memuaskan dan kesesuaian subjek dalam penelitian ini dengan skala yang dipilih oleh peneliti.

4. Dampak Stres

(48)

yang terlalu tinggi dari kecemasan merupakan salah satu faktor penting munculnya tiga subtype gangguan kecemasan yaitu separation anxiety disorder, overanxious disorders, dan avoidant disorder (Kiselica, dalam Desmita 2009).

Selain itu, stres yang tinggi akan menunjukkan lebih banyak problem tingkah laku, tidak disukai oleh teman, konsep diri yang buruk, serta sikap terhadap sekolah dan prestasi akademis yang rendah (Kiselica, dalam Desmita 2009). Sejalan dengan hal tersebut, diperkirakan 10% hingga 30% pelajar yang mengalami stres akademik, mengalami penurunan prestasi belajarnya (Johnson, dalam Desmita 2009). Fiminian dan Cross (1987), juga menyatakan bahwa stres yang tinggi di sekolah lebih memungkinkan untuk menentang dan berbicara di belakang guru, membuat keributan dan kelucuan di dalam kelas, serta mengalami sakit kepala dan sakit perut.

Berdasarakan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, stres pada tingkatan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perilaku maladaptif dan kecenderungan akan gangguan kecemasan dalam diri individu. Selain itu stres juga dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik dan munculnya problem tingkah laku pada siswa.

C. Mahasiswa

(49)

pada perguruan tinggi tertentu. Sarwono (1978) menyatakan bahwa mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia antara 18-30 tahun. Selain itu mahasiswa adalah orang yang belajar diperguruan tinggi, baik universitas, institut, atau akademi (KBBI). Mahasiswa merupakan suatu golongan dari masyarakat atau bagian dari masyarakat yang mempunyai dua sifat manusia muda dan calon intelektual, dan sebagai calon intelektual, mahasiswa harus dapat atau mampu untuk berpikir secara kritis terhadap kenyataan sosial, sedangkan sebagai manusia muda, mahasiswa seringkali tidak mengukur resiko yang menimpa dirinya Sarwono (1978). Selain itu mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar secara resmi dan belajar di perguruan tinggi, universitas, insitut, maupun akademi dan termasuk dalam bagian masyarakat yang tergolong sebagai manusia muda dan calon intelektual.

D. Dinamika Hubungan antara Stres dengan Kecenderungan Impulsive Buying Pada Mahasiswa

(50)

yang melampaui kemampuan dirinya. Di Indonesia sendiri, banyaknya jumlah mata kuliah, membuahkan kesan bahwa mahasiswa harus serba bisa (Republika.co.id) sehingga jumlah mahasiswa yang mengalami stres akademik meningkat dalam tiap semester (Govaerst & Gregoire 2004). Beberapa studi yang dilakukan terhadap institusi pendidikan menunjukkan, adanya kesulitan yang berhubungan dengan proses belajar berada pada puncak daftar dalam hal prevalensi dan tingkat stres yang dirasakan oleh individu (De Andari et al., 2000; Dumont, 2000; Geisthardt & Munsch, 1996, dalam Govaerst & Gregoire 2004). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Liu (2005) kepada 368 siswa sekolah di Cina. Dalam penelitian tersebut diketahui 90% siswa mengalami stres akademik yang disebabkan oleh ujian, kurangnya prestasi di sekolah, tugas sekolah, iklim sekolah yang kurang mendukung serta ketatnya peraturan sekolah.

(51)

akan dapat meningkatkan kesadaran, kesiapan, kualitas diri dan prestasi belajar.

Individu yang mengalami tingkat stres tinggi akan menunjukkan kemunduran prestasi, kecemasan dan tingkah laku maladaptif, berbagai problem psikososial, dan ketidakstabilan emosi (Desmita, 2009; Kiselica, dalam Desmita 2009; Sarafino, 2008). Moksnes, Moljord, Espnes dan Byrne (2010) menambahkan bahwa stres dalam hidup dapat mengakibatkan ketidakstabilan emosi pada individu, dan hal tersebut juga sering dikaitkan dengan perilaku pembelian impulsif (Rook, 1987).

Shahjenan, et al (2011) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa ketidakstabilan emosi yang merupakan salah satu gejala stres dalam aspek psikososial dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam melakukan pembelian impulsif, sehingga individu yang sedang memiliki ketidakstabilan emosi lebih rentan untuk menampilkan perilaku pembelian impulsif. Beberapa penelitian yang dilakukan cenderung mengungkapkan bahwa sasaran utama iklan adalah mereka yang memiliki emosi yang masih kurang stabil, hal ini dilakukan karena mereka lebih mudah dipengaruhi untuk melakukan pembelian impulsif (Republika.co.id).

(52)

impulsif mengakibatkan pengambilan keputusan menjadi relatif cepat dan singkat (Dawson & Kim, 2009) dan hal ini menghalangi pertimbangan serta kebijaksanaan dalam melakukan pembelian (Bayley & Nancarrow, 1998). Selain itu dalam pembelian impulsif keputusan individu dalam melakukan pembelian lebih dipengaruhi oleh emosional daripada rasional (Rook, 1987). Keputusan yang diambil berdasarkan kondisi emosional ini juga menyebabkan individu dengan ketidakstabilan emosi lebih rentan untuk melakukan pembelian impulsif (Shahjenan et al, 2011)

(53)

Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Stres Akademik Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif Pada Mahasiswa

(54)

E. Hipotesis

(55)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistik (Azwar, 2004). Data yang berupa angka tersebut berasal dari pengukuran dengan skala terhadap variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kuantitatif korelasional yang menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel-variabel yang diukur dengan instrumen-instrumen penelitian (Creswell, 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara stress akademik dengan kecenderungan perilaku impulsive buying pada mahasiswa.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

(56)

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung merupakan variabel yang bergantung pada variabel bebas, dimana variabel tergantung merupakan outcome atau hasil dari pengaruh variabel bebas (Creswell, 2012) Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan perilaku impulsive buying.

C. Definisi Operasional

1. Stres Akademik

(57)

2. Kecenderungan Impulsive Buying pada Mahasiswa

Kecenderungan Impulsive buying (pembelian impulsif) merupakan kecenderungan pembelian yang tiba-tiba, cepat dan tidak direncanakan, tanpa yang matang pertimbangan serta mengabaikan konsekuensi yang ditimbulkan, pembelian ini bersifat mendesak dan lebih didasari oleh respon emosional yang bertujuan untuk kesenangan akan kepemilikan suatu barang dengan segera. Penelitian ini menggunakan aspek impulsive buying yang meliputi aspek kognitif dan aspek afektif. Kecenderungan pembelian impulsif akan diukur menggunakan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh Huwae (2009). Semakin tinggi skor pada skala kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki, maka menunjukkan semakin tinggi kecenderungan pembelian impulsif. Sebaliknya, semakin rendah skor kecenderungan pembelian impulsif, maka kecenderungan untuk melakukan pembelian impulsif semakin rendah.

D. Subjek Penelitian

(58)

didasari pada ketersediaan dan kemudahan dalam menemukan sampel. (Prasetyo, 2008).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran skala. Menurut Azwar (2009) metode skala merupakan suatu metode pengumpulan data yang berbentuk laporan diri sendiri berisi daftar atau kumpulan pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu.

Skala yang akan digunakan adalah skala stres akademik dan skala kecenderungan impulsive buying (pembelian impulsif) pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode Summarated Rating yang merupakan penskalaan model Likert. Penskalaan model ini merupakan skala yang disusun untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu objek sosial yang diperlakukan sebagai objek sikap( Azwar, 2009).

1. Skala Stres Akademik

(59)

dikembangkan oleh Lin dan Chen (2009) dilakukan analisis ulang karena terdapat beberapa aitem yang kurang menggambarkan stres akademik sehingga terpilih 14 aitem yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Distribusi Item Skala Stres Akademik

Pada skala Kecenderungan Stres Akademik setiap aitem memiliki empat alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh subjek yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai tertinggi 5 diberikan untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 4 diberikan untuk jawaban Sesuai (S), nilai 3 diberikan untuk jawaban Netral (N), nilai 2 diberikan untuk jawaban Tidak Sesuai (TS) dan nilai 1 diberikan untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS).

No. Stressor Nomor Aitem Jumlah Bobot

(60)

Tabel 2. Skor Favorable Skala Stres Akademik

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 5

Sesuai 4

Netral 3

Tidak Sesuai 2

Sangat Tidak Sesuai 1

2. Skala Kecenderungan Impulsive Buying

Skala kecenderungan impulsive buying terdiri dari 2 aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Skala ini terdiri dari 16 aitem pada tiap-tiap aspeknya. Pada tiap-tiap aitem terdapat 2 bentuk penyataan yaitu pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Skala ini mengacu kepada skala pembelian impulsif yang dikembangkan oleh Huwae (2009). Peneliti memilih untuk menggunakan skala ini karena memiliki nilai koefisien reliabilitas (α) sebesar 0,920 yang tergolong baik dan reliabel

(61)

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Impulsive Buying Nomor Aitem

No. Aspek Favorable Unfavorabl e

(62)

Tabel 4. Skor Favorable Skala Kecenderungan Impulsive Buying

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 4

Sesuai 3

Tidak Sesuai 2

Sangat Tidak Sesuai 1

Tabel 5. Skor Unfavorable Skala Kecenderungan Impulsive Buying

Jawaban Skor

Sangat Sesuai 1

Sesuai 2

Tidak Sesuai 3

Sangat Tidak Sesuai 4

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

(63)

untuk mengetahui kesesuaian aitem-aitem dalam tes dengan aspek-aspek yang hendak diungkap. Selain itu validitas isi dalam skala stres akademik yang merupakan skala adaptasi didapatkan oleh peneliti berdasarkan penilaian dari professional judgement. Setelah dilakukan tryout pada skala stres akademik, validasi dilakukan kembali terhadap aitem aitem dalam skala stres akademik melalui penilaian dari professional judgement karena terdapat beberapa aitem yang kurang dapat mengukur stres akademik secara spesifik dan cenderung lebih mengukur stressor akademik.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem merupakan tahap selanjutnya setelah dilakukan validitas isi oleh expert judgement dan setelah dilakukan tryout. Tryout dilaksanakan di beberapa tempat yaitu Universitas Sanata Dharma, Universitas Gajah Mada, dan UPN Veteran Yogyakarta. Tryout diberikan kepada 100 mahasiswa. Berdasarkan hasil tryout didapatkan 94 data subjek mahasiswa yang memenuhi kriteria dan 6 data subjek lainnya tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi kriteria penilaian.

(64)

yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012). Daya diskriminasi diperoleh dengan mengkorelasikan antara skor aitem dengan skor item total. Korelasi antara skor aitem dengan skor total disebut koefisien korelasi aitem total (rix). Besar koefisien korelasi aitem total berada antara 0 sampai dengan 1,00 baik positif maupun negatif. Skor yang semakin mendekati 1,00 memiliki daya diskriminasi yang tinggi dan apabila mendekati angka 0 maka aitem yang bersangkuran memiliki daya diskriminasi yang rendah (Azwar, 2010).

Pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total memiliki batasan rix ≥ 0,30. Aitem yang mencapai koefisien korelasi aitem total minimal

0,30 dapat dikatakan memiliki daya diskriminasi yang baik. Sebaliknya, aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total kurang dari 0,30 merupakan aitem yang berdaya diskriminasi rendah. Jika jumlah aitem yang lolos kurang memenuhi jumlah yang diharapkan, maka skor korelasi item total dapat diturunkan menjadi 0,25 (Azwar, 2009). Nilai rix 0,30 dan taraf signifikansi 0,05 yang digunkan dalam penelitian ini menunjukkan, bahwa aitem yang digunakan memiliki skor koefisien korelasi aitem total ≥ 0,30 pada taraf signifikansi 0,05. Pengujian ini menggunakan program

SPSS for windows.

(65)

Hasil dari pengujian data skala stres akademik menunjukkan bahwa terdapat 33 aitem yang memiliki nilai rix ≥ 0,30, sedangkan aitem yang memiliki nilai rix ≤ 0,30 adalah aitem nomor 12 dengan nilai rix sebesar 0,238. Akan tetapi dalam Supratiknya (2014) dikatakan bahwa alat ukur yang ideal, semua item harus memiliki koefisien korelasi item-total diatas 0,20. Selain itu dikarenakan nilai Alfa Cronbach (α) skala adaptasi berada diatas 0,70 dan dikatakan memuaskan (Guilford, dalam Supratiknya 2014) maka peneliti tidak menggugurkan aitem nomor 12. Sehingga total aitem yang digunakan dalam skala ini adalah 34 aitem.

Namun, peneliti kembali melakukan validasi terhadap aitem aitem dalam skala stres akademik melalui penilaian dari professional judgement karena terdapat beberapa aitem yang kurang dapat mengukur stres akademik secara spesifik dan cenderung lebih mengukur stressor akademik. Setelah dilakukan validasi terpilih 14 aitem yang digunakan dalam penelitian ini, dengan rentang rix 0,378 – 680. Sehingga dapat dikatakan aitem dalam penelitian ini memiliki daya diskriminasi yang baik (rix ≥ 0,30).

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Stres Akademik Setelah Seleksi Aitem

No. Variabel Nomor Aitem Jumlah Bobot

1. Stres Akademik 4, 5, 6, 7, 8, 13, 15, 17, 20, 21,

22, 23, 24, 27

14 100 %

(66)

Pada skala kecenderungan impulsive buying, terdapat 32 aitem, 16 aitem favorable dan 16 aitem unfavorable. Aitem aitem ini diseleksi dengan melihat rix-nya. Aitem yang memiliki rix ≥ 0,30 dikategorikan

sebagai aitem yang baik, sedangkan aitem yang memiliki nilai rix ≤ 0,30

dikategorikan sebagai aitem yang kurang baik sehingga akan digugurkan. Hasil dari pengujian data skala kecenderungan impulsive buying menunjukkan bahwa terdapat 28 aitem yang memiliki nilai rix ≥ 0,30, sedangkan aitem yang memiliki nilai rix ≤ 0,30 adalah aitem 7, 9, 15, 25.

Selanjutnya untuk menyeimbangkan aitem, peneliti melakukan penyeleksian kedua secara langsung dengan melihat skor terendah lainnya pada aspek afektif. Kemudian peneliti melakukan pengguguran pada skor rendah tersebut sehingga komposisi pada tiap aspek sama. Setelah melalui proses penyeleksian kedua, maka ditetapkan jumlah aitem yang tidak lolos adalah 6 aitem. Sehingga jumlah aitem yang lolos adalah 26 aitem

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Impulsive Buying Setelah Seleksi Aitem

Nomor Aitem

(67)

3. Reliabilitas

Menurut Noor (2011) reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana alat pengukur dikatakan konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang bertujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam tes. Untuk mencari estimasi reliabilitas konsistensi internal tersebut, digunakan rumus dari Alpha Cronbach (ɑ) (Azwar, 2009).

Teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis data SPSS 16.0 for windows. Koefisien reliabilitas berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Jika koefisien skala semakin mendekati 1 maka dapat dikatakan skala tersebut memiliki koefisien reliabilitas yang baik (Azwar, 2010). Koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas skala adalah 0,70. Dibawah angka tersebut sebuah skala menjadi kurang memadai untuk digunakan bagi perorangan sebab hal itu menunjukkan bahwa kesalahan baku skor tampak sedemikian besar sehingga interpretasi skor menjadi meragukan (Guilford, dalam Supratiknya 2014).

(68)

akademik secara spesifik diperoleh nilai (ɑ) sebesar 0,895. Pada skala kecenderungan impulsive buying nilai Alpha Cronbach yang diperoleh setelah mengalami seleksi aitem adalah 0,920.

G. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor, 2011). Menurut Santoso (2010) uji ini dilakukan karena perhitungan statistik memiliki asumsi normalitas sebaran. Jika nilai sig. atau p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak, karena distribusi sebaran data tidak memiliki perbedaan dengan data normal, atau data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya, jika p < 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak, yang berarti data memiliki distribusi yang berbeda dari data normal, atau data memiliki distribusi tidak normal.

b. Uji Linearitas

(69)

diikuti secara linear oleh penurunan kuantitas pada variabel lainnya. Uji linearitas digunakan untuk melihat bagaimana kekuatan hubungan antara dua variabel. Jika nilai sign atau p > 0,05 maka terdapat hubungan tidak linear atau hubungan antara dua varibel lemah (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

(70)

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek mahasiswa dengan kriteria rentang usia 18-30 tahun. Pengambilan data dilaksanakan di beberapa tempat di Yogyakarta yakni Universitas Sanata Dharma, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan di beberapa tempat yang berbeda berdasarkan ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh subjek penelitian. Pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 24 November 2016 sampai dengan 29 November 2016. Total subjek yang digunakan dalam penelitian sebanyak 200 orang.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

(71)

Tabel 8.

C. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil perhitungan mean teoritik stres akademik sebagai berikut:

Jumlah aitem : 14

(72)

Jumlah aitem : 26

Tabel 9. Deskripsi Data Variabel Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying

(73)

Pada tabel 4.3 hasil uji data dari one sample t test variabel stres akademik menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,002. Hasil data tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empiris variabel stres akademik. Hasil data menunjukkan bahwa mean teoritik dari variabel stres akademik sebesar 42, sedangkan mean empiris dari variabel stres akademik sebesar 43,65 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002. Data tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritik, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki stres akademik yang tergolong tinggi.

(74)

variabel kecenderungan impulsive buying sebesar 69,67 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Data tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritik, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki kecenderungan impulsive buying yang tergolong tinggi.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor, 2011). Uji ini dilakukan karena perhitungan statistik memiliki asumsi normalitas sebaran (Santoso,2010). Data dikatakan normal apabila memiliki p > 0,05 (Sarwono, 2006). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov Smirnov Test SPSS 16.0 for windows.

Tabel 12. Uji Normalitas Stres Akademik dan Kecenderungan Impulsive Buying

(75)

Kesimpulan yang diambil yaitu variabel stres akademik memiliki sebaran data mengikuti distribusi normal. Pada variabel kecenderungan impulsive buying, nilai p yang didapatkan sebesar 0,003 (p < 0,05). Kesimpulan yang diambil yaitu variabel kecenderungan impulsive buying memiliki distribusi data yang tidak normal.

Gambar 2. Scatter Plot Stres Akademik

(76)

2. Uji Linearitas

Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus (Santoso, 2010). Uji asumsi linearitas dilakukan menggunakan test for linearity SPSS 16.0 for windows. Kedua variabel dinyatakan linear jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hasil uji yang dilakukan menunjukkan variabel stres akademik dan variabel kecenderungan impulsive buying memiliki nilai signifikansi 0,003 (p < 0,05). Maka dapat disimpulkan kedua variabel memiliki hubungan yang linear. Tabel 13. Hasil Uji Linearitas Stres Akademik dan Kecenderungan

Impulsive Buying

(77)

0,05 maka hipotesis nol gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variabel (Trihendrardi, 2009).

Tabel 14. Hasil Uji Hipotesis Variabel Stres Akademik dan

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa variabel stres akademik berkorelasi secara positif dan signifikan dengan variabel kecenderungan impulsive buying (n = 200, r = 0,216, p = 0,001). Hal ini menunjukkan semakin tinggi stres akademik yang dialami oleh individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah stres akademik yang dialami individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin rendah.

E. Analisis Data Tambahan

(78)

mengetahui secara lebih mendalam adakah perbedaan antara stres akademik dengan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa berdasarkan jumlah uang saku perbulan yang dimiliki oleh mahasiswa. Uji perbedaan dilakukan pada uang saku perbulan mahasiswa dengan besaran 500 ribu-1 juta dan 1 juta-2 juta, dikarenakan pada dua kelompok tersebut perbedaan jumlah subjek tidak terlalu ekstrim. Analisis non parametrik digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi tidak normal. Analisis non parametrik menggunakan Two Independent Samples dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok data sekaligus (Trihendradi, 2009). Two Independent Samples sendiri diperoleh dengan Uji Mann Whitney melalui program SPSS 16 for windows.

(79)

uang saku perbulan 1 juta-2 juta. Akan tetapi, perbedaan uang saku perbulan yang dimiliki mahasiswa terhadap stres akademik tidak signifikan, karena nilai signifikansi yang dimiliki lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0.490.

Tabel 16. Hasil Uji Perbedaan Kecenderungan Impulsive Buying Berdasarkan Uang Saku Perbulan mahasiswa dengan uang saku perbulan 1 juta-2 juta. Hal ini menunjukkan bahwa subjek dengan uang saku perbulan 500 ribu-1 juta dalam penelitian ini memiliki kecenderungan impulsive buying yang lebih rendah dibandingkan subjek dengan uang saku perbulan 1 juta-2 juta. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara uang saku perbulan yang dimiliki mahasiswa dengan stres akademik, hal ini karena nilai signifikansi yang dimiliki kurang dari 0.05 yaitu sebesar 0.004.

(80)

perbedaan yang signifikan antara uang saku perbulan yang dimiliki mahasiswa dengan kecenderungan impulsive buying. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi yang didapat kurang dari 0.05 (0.004).

F. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres akademik dengan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara stres akademik dengan kecenderungan impulsive buying pada mahasiswa. Hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat positif dan signifikan (r = 0,216, p = 0,001). Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan semakin tinggi stres akademik yang dialami oleh individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah stres akademik yang dialami individu maka kecenderungan impulsive buying akan semakin rendah.

(81)

lingkungan sekitar, dan cenderung kurang berfikir ketika mengambil suatu tindakan (Hurlock, 1994). Hal ini juga turut mempengaruhi bagaimana perilaku individu dalam berbelanja karena ketika mudah dipengaruhi individu akan rentan terhadap stimulasi lingkungan dan akan melakukan pembelian impulsif (impulsive buying) (Republika.com, 2014).

Selain itu individu yang kurang berfikir sebelum bertindak juga memiliki kecenderungan melakukan impulsive buying. Hal ini dikarenakan individu cenderung dipengaruhi oleh emosional dibandingkan dengan rasional ketika memutuskan membeli suatu barang (Rook, 1987). Individu yang sedang memiliki ketidakstabilan emosi lebih rentan untuk menampilkan perilaku impulsive buying (Shahjenan, et al (2011).

(82)

mahasiswa memiliki stres akademik yang rendah, mereka akan memiliki kestabilan emosi yang baik dan kemungkinan melakukan impulsive buying cenderung rendah. Hal ini terjadi karena impulsive buying merupakan perilaku pembelian hedonis kompleks dimana kecepatan dari proses pengambilan keputusan impulsive buying menghalangi pertimbangan serta kebijaksanaan (Bayley & Nancarrow, 1998).

Dari penelitian ini, subjek memiliki stres akademik yang tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil data yang menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dari pada mean teoritik (43,65 ˃ 42) dengan nilai

signifikansi sebesar 0,002. Data tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empiris pada variabel stres akademik. Nilai mean empiris yang lebih besar dibandingkan nilai mean teoritik menunjukkan bahwa subjek penelitian termasuk orang yang memiliki tekanan stressor akademik yang tinggi. Mereka merasa dirinya memiliki sumber daya yang kurang memadai untuk menangani tuntutan akademik sehingga mereka mengalami stres akademik (Govaerst & Gregoire, 2004). Stres akademik yang dialami pada akhirnya menyebabkan ketidakstabilan emosi dalam diri subjek.

Gambar

Gambar 3. Scatter Plot Kecenderungan Impulsive Buying ...................... 54
Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Stres Akademik Dengan
Tabel 1. Distribusi Item Skala Stres Akademik
Tabel 2. Skor Favorable Skala Stres Akademik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan stres akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi UMS, artinya semakin tinggi kecerdasan

Hasil analisis penelitian ini ditemukan bahwa peran konformitas dalam hubungan antara harga diri dan impulsive buying pada remaja putri adalah sebagai moderator (B

Penelitian yang dilakukan oleh Youn dan Faber (2002; dalam Vohs &amp; Faber, 2007) menunjukkan bahwa keadaan terkontrol memiliki hubungan negatif dengan impulsive buying,

Dengan adanya kedua nilai pengalaman berbelanja tersebut yang diperkirak.an dapat mempengaruhi pelanggan dalam melakukan impulsive buying, mak.a permasalahan tersebut

Untuk dapat menangani stres akademik dan flow akademik yang optimal, mahasiswa diharapkan dapat merefleksikan performa akademik agar dapat mendorong dirinya

Stres akademik adalah stres pada mahasiswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, meliputi: tekanan untuk naik kelas,

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA BARU DI MASA PANDEMI COVID-19 Disusun Oleh: Maharani Anindhita Widyasanti 802018160 Dosen Pembimbing: Doddy

Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya dukungan sosial tidak memiliki peran dalam mempengaruhi stres akademik pada mahasiswa Papua program beasiswa PKP3N di Universitas Kristen Satya