• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program empowerment dan training center dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa:studi kasus di rumah Gemilang Indonesia LAZ AL-Azhar peduli Ummat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Program empowerment dan training center dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa:studi kasus di rumah Gemilang Indonesia LAZ AL-Azhar peduli Ummat"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KAUM DHUAFA (Studi Kasus di Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: Hilman Budiman

105054102072

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PROGRAM EMPOWERMENT DAN TRAINING CENTER DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KAUM DHUAFA (Studi Kasus di Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Hilman Budiman NIM.105054102072

Pembimbing

Ahmad Zaky, M.Si NIP.150411158

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Januari 2011

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skiripsi yang berjudul “Program Empowerment dan Training Center dalam

Meningkatkan Kualitas Kaum Dhuafa (Studi Kasus di Rumah Gemilang Indonesia

LAZ Al-Azhar Peduli Ummat)” telah diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada tanggal 11 Januari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Strata 1 (S-1) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta, 11 Januari 2011 Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Pembimbing

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Ahmad Zaky, M.Si

NIP. 19520422 198103 1 002 NIP. 150411158

Anggota:

Penguji I Penguji II

Nurhayati Nurbus, M.Si Siti Napsiyah, MSW

(5)

HILMAN BUDIMAN NIM. 105054102072

PROGRAM EMPOWERMENT DAN TRAINING CENTER DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS KAUM DHUAFA (Studi Kasus di Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat)

Kesejahteraan merupakan impian bagi setiap orang dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, masih banyaknya kaum dhuafa merupakan indikasi masih jauh tingkat kesejahteraan yang ada, Sehingga perlu adanya upaya peningkatan kualitas kaum dhuafa. Namun dalam pelaksanaannya perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk lembaga sosial agar dalam upaya meningkatan kualitas kaum dhuafa dapat dilaksanakan dengan profesional. Seperti halnya yang dilakukan oleh RGI LAZ Al-Azhar Peduli Ummat yang berperan aktif dalam upaya peningkatan kualias kaum

dhuafa dengan berbagai program salah satunya program Empowerment dan Training

Center (PETC) yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Adapun yang menjadi alasan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui tahapan PETC dalam upaya peningkatan kualitas kaum dhuafa, sedangkan yang menjadi rumusan masalah lebih terfokus pada bagaimana tahapan pelaksanaan PETC, kegiatan apa saja yang dilakukan dalam PETC dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa, serta mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan program.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang yang terlibat dalam pelaksanan progam tersebut. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam hal ini peneliti mengamati berbagai kegiatan yang terkait dalam pelaksanaan PETC yang dilakukan oleh RGI. Serta mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan program tersebut.

Dari hasil penelitian secara umum pelaksanaan PETC di RGI dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi tahap persiapan (engagement), tahap assessment, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (implementasi), tahap evaluasi dan tahap terminasi. PETC RGI merupakan suatu program pemberdayaan yang bertujuan meningkatkan kualitas kaum dhuafa dengan berbagai bentuk kegiatan yakni

memberikan keterampilan (skill) dalam berbagai bentuk pelatihan seperti menjahit,

tata busana, teknik komputer informatika, fotografi videografi, desain grafis dan animasi yang dikhususkan kepada kaum dhuafa yang berasal dari berbagai latar keadaan seperti anak yatim, anak jalanan, pengamen, pengasong dan pemulung. Adapun yang menjadi faktor pendukung dari keberlangsungan program tersebut sangat dipengaruhi dari manajemen organisasi yang baik hal tersebut dapat dilihat dari beberapa unsur pelatihan yang ada dalam program tersebut yakni; peserta, instruktur, alokasi waktu, media serta sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan.

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur serta Puji-pujian yang setinggi-tingginya penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan pengengam Alam raya semesta ini, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini penuh dengan tanda-tanda kebesaran dan KekuasanNya, Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk Nabi besar Muhammad SAW, beserta

keluarga, sahabat dan para pengikut ”Ummat” setianya.

Suatu kenikmatan yang laur biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kausa kata setelah selesainya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah hambatan-hambatan yang ada.

Skripsi ini berjudul “Program Empowerment Dan Training Center dalam

Meningkatkan Kualitas Kaum Dhuafa (Studi kasus di Rumah Gemilang Indonesia

LAZ Al-Azhar Peduli Ummat)”. Judul ini lahir dari munculnya kekaguman penulis terhadap peningkatan kualitas kaum dhuafa yang telah dilakukan Rumah Gemilang Indonesia (RGI) LAZ Al-Azhar Peduli Ummat.

Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orang tua penulis, Ibunda Hindun dan Ayahanda Mahpudin, berkat do‟a Cintanya,

serta Pepatah-pepatahnya penulis mampu memecahkan kebuntuan dalam menghadapi permasalahan hidup. Buat My Brother N Sisters; Anas-tehMery, tehLomrah-Ada2ng,

(7)

Ponakan2; Ramdhan, Lisa, Faujan, Faujiah (Alm), Ramlan, Rasyid, Kesya Arisanti.

Richa rachma fadillah dan keluarga H. Supardi terimakasih atas Amanahnya kepada penulis. Dukungan moril dan materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi, Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang mereka berikan dengan balasan yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Ahmad Zaky, M.Si. Pembimbing sekaligus Sekertaris Prodi Ilmu

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas bimbingan yang tulus memberikan pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. H Mahmud Jalal, MA, Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Siti Nafsiyah, MSW ketua Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

(8)

6. Dosen-dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah mendidik dan memberikan keilmuannya.

7. Keluarga Besar Rumah Gemilang Indonesia (RGI) LAZ Al-Azhar peduli

Ummat.

8. KMPLHK RANITA UIN JAKARTA supertim adalah perjuangan kita Again

Of Change rumahku, bumiku. Salam lestari!

9. RIMASI (Riungan Mahasiswa Sukabumi), Studia Holistika, eRsous, HIMA

Persis, HIMA PUI, WALHI, Greenpeace, PMI Kota Tangsel

10.Kepada teman-teman BEM Program Studi Kesejahteraan Sosial periode

2008-2009, BEM Fakultas Dakwah periode 2010-2011, KOMFAKDA periode 2007-2008, AIC (Aula Insan Cita) era 2007-2008, Room Sanggar Ayu.

Akhirnya, segala kebenaran hanya milikNya, semoga Allah SWT membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan mudah-mudahan skripsi ini menjadi inspirasi terhadap berbagai permasalahan sosial yang berkembang.

Ciputat, 11 Januari 2011

Penulis

(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Metode Penelitian ... 7

G. Tinjauan Pustaka ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Program ... 17

(10)

1.Pengertian Program ... 17

2.Macam-macam Program ... 18

3.Tujuan Program ... 18

B. Empowerment ... 19

1. Pengertian Empowerment ... 19

2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat ... 20

3. Proses Pemberdayaan Masyarakat ... 22

4. Tahapan Intervensi Dalam Proses Pemberdayaan ... 22

C. Pengertian Training ... 26

D. Pengertian Keterampilan (Skill) ... 36

E. Pengertian Kualitas ... 38

F. Pengertian Dhuafa ... 38

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH GEMILANG INDONESIA LAZ AL-AZHAR PEDULI UMMAT A. Latar Belakang LAZ Al-Azhar Peduli Ummat ... 40

B. Rumah Gemilang Indonesia... 44

1. Sejarah Rumah Gemilang Indonesia ... 44

2. Visi dan Misi Rumah Gemilang Indonesia ... 45

3. Penyelenggraan Program ... 45

4. Struktur Managemen RGI ... 46

C. Materi Pelatihan RGI ... 47

1. Materi Pelatihan Khusus ... 47

(11)

D. Program Pelatihan ... 49 BAB IV PELAKSANAAN PROGRAM EMPOWERMENT DAN TRAINING

CENTRE DI RGI

A. Pelaksanaan Program Empowerment Dan Training

Center RGI ... 53

B. Kegiatan PETC Dalam Meningkatkan Kualitas Kaum Dhuafa di Rumah Gemilang Indonesia. ... 66 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran 74 ... DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Kerangka dan Jumlah Informan ... 14

2. Tabel 2 Siswa RGI Periode Agustus-Desember 2010 ... 56

3. Tabel 3 Waktu Pelatihan ... 63

4. Tabel 4 Pendidikan Pengalaman Instruktur ... 70

(13)

DAFTAR BAGAN

1. Bagan Tahapan Model Pemberdayaan Masyarakat ... 24

2. Bagan Struktur RGI ... 46

(14)

DAFTAR ISTILAH

SDM : Sumber Daya Manusia

BPS : Badan Pusat Statistik

YPI : Yayasan Pendidikan Islam

LAZ : Lembaga Amil Zakat

RGI : Rumah Gemilang Indonesia

PETC : Program Empowerment Training Center

UUPZ : Undang-undang Pendayagunaan Zakat

NGO : Non Government Organisation

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Surat Keterangan Pengesahan Pembimbing

2. Lampiran 2 Surat keterangan Pengantar Penelitian Dari Fakultas

3. Lampiran 3 Surat keterangan Izin Penelitian Dari RGI

4. Lampiran 4 Hasil Transkip Wawancara

5. Lampiran 5 Photo-photo Kegiatan Penelitian

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan sosial dalam tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan bathin, yang merupakan kebutuhan bagi setiap warga Negara untuk pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, serta masyarakat

dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia.1

Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai tingkat penduduk yang padat tidak luput dari masalah, terlebih lagi masih rendahnya tingkat SDM. Tentunya sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahtraan. Hal tersebut dapat dilihat dari masih tingginya tingkat kemiskinan Indonesia Maret 2010 mencapai 31,02 juta.2

Sebagaimana hasil Survei BPS mengenai perkembangan tingkat kemiskinan pada periode Maret 2009 sampai Maret 2010 diketahui bahwa presentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak berubah dimana pada Maret 2009 sebagian besar (63, 38%) penduduk miskin berada di pedesaan begitu juga pada Maret 2010 yaitu sebesar 64, 32%.3

1

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memperdayakan Rakyat, ( Bandung: PT. Repika Adi Tama 2005), h. 2.

2

BPS, Data Kemiskinan Indonesia, http://bps.go.id. diakses 02 November 2010.

3 Ibid.

BPS, Data Kemiskinan di Indonesia

(17)

Mengacu pada data BPS tersebut, jika setiap orang tidak mempunyai SDM yang baik maka bisa dipastikan tingkat kesejahtraan manusia Indonesia akan semakin jauh tertinggal oleh bangsa lain. Dampak dari krisis global yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia akan dirasakan bertambah parah jika tidak di imbangi dengan

peningkatan kualitas sumber daya manusia yang baik.

Oleh karena itu perlu adanya jaminan bagi setiap warga Negara Indonesia untuk dapat meningkatkan kualitas SDM sebagaimana yang tertuang dalam. UUD RI 1945

Pasal 28C ayat 1 yang berbunyi:

”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

(18)

Terlebih Indonesia merupakan mayoritas penduduk muslim tentunya upaya peningkatan Kualitas SDM merupakan salah satu ajaran pokok Islam yang diwajibkan bagi setiap Muslim sebagaimana sabda Rasullah SAW dalam sebuah hadist Shaih yang diriwayatkan oleh Ibu Majah yakni:

ط

Artinya: Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. (HR. Ibnu Majah)

Dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas yang mempunyai kualitas SDM yang baik tentunya harus di lakukan oleh berbagai pihak yang terkait yakni pemerintah termasuk organisasi maupun berbagai lembaga sosial lainnya yang mempunyai peran aktif dalam masalah tersebut dengan berbagai cara diantaranya melakukan peningkatan profesionalisme dalam penanganannya dengan harapan dapat mengatasi masalah yang

ada serta merealisasikan aspirasi dan harapan dalam peningkatan kualitas hidupnya.

Oleh karena itu perlu adanya peningkatan SDM sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan baik serta adanya dukungan pemerintah stakeholder serta dari berbagai kelembagaan agar dalam pelaksanaan program meningkatan SDM dapat dilaksanakan dengan profesional sesuai dengan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas dan kesinambungan program.4

Dalam hal ini, kesejahteraan sosial berkaitan dengan organisasi atau institusi pelayanan. Artinya, dengan adanya lembaga atau institusi yang ada di masyarakat dapat menciptakan atau meningkatkan sumber daya manusia melalui pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh institusi atau lembaga tersebut.

4

Bachtiar Chamsyah, Reinventing Departemen Sosial, (Jakarta: Rakyat Merdeka Books, 2006), h. 40.

(19)

Misalnya saja kaum dhuafa mereka sangat minim sekali dalam hal akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Melalui lembaga atau institusi sosial yang ada maka masyarakat dapat meningkatkan kulitas SDM melalui pelayanan-pelayanan yang diberikan. Pelayanan inilah yang nantinya dapat memaksimalkan akses masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Hal ini juga dijelaskan dalam UU Kesejateraan Sosial No.11 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa lembaga sosial

menyelenggarakan kesejahteraan hidup masyarakat.5

Dalam hal ini LAZ Al-Azhar Peduli Ummat sebagai salah satu lembaga sosial yang memberikan berbagi pelayanan kepada masyarakat khususnya kaum dhuafa melalui berbagi pengelolaan program yang produktif dan vareatif dalam meningkatkan sumber daya Manusia. Salah satunya Program Empowerment dan Training Center (PETC) di Rumah Gemilang Indonesia.

Untuk itu dalam penelitian ini penulis ingin lebih jauh mengetahui bagaimana pelaksanaan PETC serta peranannya dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa yang di laksanakan di Rumah Gemilang Indonesia pada PETC. Dari beberapa uraian di atas, maka penulis akan menelitinya dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul.

”PROGRAM EMPOWERMENT DAN TRAINING CENTER DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS KAUM DHUAFA“ (Studi kasus di Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat).

(20)

B. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti, agar lebih terfokus dan efektif dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang terkait dengan penelitian.

Diantaranya terkait dengan banyaknya program yang dilaksanakan yang ada di LAZ Al-Azhar Peduli Ummat, peneliti membatasi hanya pada PETC dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa di Rumah Gemilang Indonesia (RGI) Al-Azhar

Peduli Ummat.

C. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam pembahasan penelitian skripsi ini adalah:

1. Bagaimana tahapan pelaksanaan Program Empowerment dan Training Center yang dilakukan di Rumah Gemilang Indonesia?

2. Kegiatan apa saja yang dapat meningkatkan kualitas kaum dhuafa dalam Program Empowerment dan TrainingCenter di Rumah Gemilang Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan tahapan pelaksanaan program Empowerment dan Training Center dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia kaum dhuafa di Rumah Gemilang Indonesia (RGI) LAZ Al-Azhar Peduli Ummat.

(21)

2. Untuk mengetahui Kegiatan apa saja yang dapat meningkatkan kualitas kaum dhuafa dalam Program Empowerment dan TrainingCenter di Rumah Gemilang Indonesia. E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan ialah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam kajian ilmu sosial.

b. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai program Empowerment dan TrainingCenter dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa.

c. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi kompetensi pekerjaan sosial di bidang pelayanan sosial.

2. Manfaat Praktis

a. Menginformasikan hasil program Empowerment dan Training Center di Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat.

(22)

F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena penelitinya bermaksud meneliti secara mendalam. Dan Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.6

Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.

Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.7

Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran tentang cara pemberian pelaksanaan PETC dalam meningkatkan kualitas kaum Dhuafa di Rumah Gemilang Indonesia (RGI) LAZ Al-Azhar Peduli Ummat.

6

Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30.

7

Hadari Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), h. 209.

(23)

2. Sumber Data

a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari partisipan atau sasaran penelitian. Data primer yang penulis gunakan adalah observasi berperan serta dengan penulis merasakan sendiri dan terlibat langsung tinggal bersama para perserta. Dan interview atau wawancara kepada setiap unsur pelatihan/ Kegiatan. b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari berbagai

literatur, buku-buku, internet atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah pada penelitian ini. Seperti brosur tentang profil RGI, Web RGI dan buku panduan penyelenggaraan program diterbitkan oleh Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

(24)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Observasi

Salah satu teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.8 Dengan kata lain observasi yaitu pengamatan langsung pada suatu objek

yang diteliti, dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap

proses pelaksanaan PETC di RGI diantaranya yang dilakukan pada:

1. Pada tanggal 02 Agustus 2010

Penulis melakukan pengamatan awal ke RGI yakni mencari informasi berbagai kegiatan yang dilakukan sebagai bahan dalam menyusun skripsi.

2. Pada tanggal 11 Agustus 2010

Penulis mengamati dan terlibat dalam kegiatan bimbingan mental spiritual meliputi kegiatan sholat dhuha berjamaah, kultum, dan membaca al-Quran yang dilakukan setiap hari sebelum melakukan kegiatan pelatihan.

3. Pada tanggal 16 Oktober 2010

Penulis mengikuti kegiatan materi pelatihan photografi.

4. Pada tanggal 18 Oktober 2010

Penulis mengikuti kegiatan materi pelatihan menjahit dan tata busana.

5. Pada tanggal 23 Oktober 2010

Penulis mengikuti kegiatan materi pelatihan computer dan informatika.

8

Husaini Usaman dan Purnomo Setiadi Akabar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakrta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 53.

(25)

6. Pada tanggal 06 November 2010

Penulis mengikuti kegiatan materi pelatihan disain grafis dan animasi.

7. Pada tanggal 13 November 2010

Penulis mengikuti sholat berjamaah dzuhur, kultum dan makan siang bersama.

8. Pada tanggal 22 November 2010

Penulis mengikuti tausiyah dan do‟a bersama yang dilaksanakan setelah sholat

berjamaah.

9. Pada tanggal 10 Desember 2010

Penulis mengamati berbagai sarana yang ada di RGI seperti, perpustakaan, ruang rapat, ruang galeri, ruang kelas.

b. Wawancara

Wawancara (Interview) merupakan suatu alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.9 Dan alat yang digunakan dalam pencatatan

data berupa alat tulis dan Tape Recorder . Pada waktu pencatatan data keberadaan peneliti diketahui oleh pihak lembaga dan peneliti menamakan teknik tersebut dengan wawancara dan pengamatan berperan serta. Dalam hal ini penulis akan melakukan wawancara atau pendekatan dari berbagai narasumber, selain itu wawancara dalam penelitian ini lebih diarahkan kepada bagaimana cara pelaksanaan serta pemberian pelatihan keterampilan. Adapun objek yang di jadikan sumber dalam wawancara ialah

9

(26)

orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan tersebut yaitu dilakukan diantaranya pada;

1. Tangal 11 Agustus 2010

Penulis mewawancarai bapak Agus Nafi selaku Manager dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai berbagai kegiatan mengenai program-program RGI.

2. Tangal 16 Oktober 2010

Penulis mewawancarai Ibu Siti Syarifah yang merupakan bagian keuangan RGI dengan tujuan mengetahui informasi menganai Administrasinya.

3. Tangal 22 November 2010

Penulis mewawancarai empat instruktur yang mewakili masing-masing pelatihan yakni Ibu Inayah dan Ibu Siti Syarifah.

4. Tangal 2 Desember 2010

Penuli mewawancarai siswa siswi RGI dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai respon siswa terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan di RGI, yang meliputi lima orang siwa yang mewakili di 5 kelas pelatihan yakni: Astrid, Fahmi, Tedi, Irmawati, dan Yoyo.

c. Dokumentasi,

Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen tertulis. Dalam hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan observasi dan interview, tetapi hanya diperoleh

(27)

dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet.10

Adapun data dan sumber yang penulis gunakan yaitu; jurnal RGI, foto kegiatan, majalah, buku induk siswa RGI. Draf jadwal kegiatan RGI dan lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis.

5. Teknik Analisis Data

Pada saat menganalis data hasil observasi dan wawancara, peneliti menginterpretasikan data yang ada kemudian menyimpulkannya. Dimana peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya kemudian disimpulkan.11 Nasir mengemukakan analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisa data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam masalah penelitian.12

Analisis data melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dari analisa ini diperoleh berdasarkan fenomena yang tampak pada pelaksanaan PETC di Rumah Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat.

6. Teknik Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria, yaitu :

10Ibid

, h.73.

11

UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, h. 34.

12

(28)

a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.13 Misalnya, membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Kemudian juga membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini penulis melakukan perbandingan wawancara dari informan satu ke informan lain dan juga melakukan wawancara terhadap hasil dari obsevasi yang penulis lakukan.

b. Ketekunan/keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci,14 atau dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja. Dalam teknik keabsahan ketekunan ini penulis melakukan pengamatan hanya kepada masalah yang sedang diteliti yaitu proses kegiatan dan dasar penilaian terhadap para peserta pelatihan yakni kaum dhuafa yang dilakukan oleh Rumah Gemilang Indonesia.

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi, maka peneliti menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2007.

13

Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 330.

14Ibid.,

h. 329.

(29)

8. Teknik Pemilihan Informan

Berkenaan dengan teknik dalam pemilihan informan, penulis menentukan informasi kunci (Key Information) tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Untuk memilih sample lebih tepat dilakukan dengan sengaja (Purposive Sampling) yaitu peneliti memilih dan menentukan orang-orang yang menjadi informan untuk di wawancarai. Untuk lebih jelasnya peneliti menggambarkan dalam

tabel sebagai berikut15:

Tabel 1.1

Kerangka dan Jumlah Informan

NO Informasi yang dicari Informan Jumlah

1.

Kegiatan Sisiwa setelah mengikuti pelatihan RGI membandingkannya dengan judul yang akan diteliti yaitu “Program Empowerment Dan Training Center Dalam Meningkatkan Kualitas Kaum Dhuafa (Studi Kasus Di Rumah

Gemilang Indonesia LAZ Al-Azhar Peduli Ummat).” Adapun beberapa kajian pemberdayaan yang pernah diteliti diantaranya ialah skripsi yang berjudul “Upaya Balai Latihan Kerja Daerah Jakarta Selatan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya

Manusia”, yang disusun oleh Dini Apriani

15

(30)

mahasiswi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Pada penelitian tersebut penulis melihat bahwa dalam pembahasannya lebih fokus pada penanganaan anak jalanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah, kemudian tinjauan pada skripsi yang berjudul “Pemberdayaan ekonomi umat melalui intensifikasi zakat (studi kasus Dusun Karanggan

Kulon Jatinegara, Bekasi)” yang disusun oleh Indriyani Permata Sari angkatan 2002, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Dalam skripsi tersebut peneliti lebih menekankan pada bagaimana pengelolaan zakat harta, dapat memperdayakan ekonomi umat.

Dari penelitian di atas penulis menilai penelitian tersebut mempunyai fokus yang berbeda walaupun sama-sama membahas mengenai pemberdayaan. Dengan demikian penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang penulis kaji dengan harapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan terhadap perkembangan ilmu sosial, khususnya mengenai pemberdayaan.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan teoritis. Berisikan pembahasan mengenai Program, Macam-macam program, Tujuan program, pengertian Empowerment yang membahas didalamnya mengenai strategi pemberdayaan Masyarakat,

(31)

proses pemberdayaan masyarakat, tahapan intervensi Dalam proses pemberdayaan. Membahas pengertian Training (pelatihan) pengertian keterampilan (Skill), pengertian Kualitas, dan Pengertian Dhuafa.

BAB III Gambaran Umum Rumah Gemilang Indonesia. Menguraikan tentang latar belakang LAZ Al-Azhar Peduli Ummat, program kegiatan LAZ Peduli Ummat, program Kegiatan LAZ Al-Azhar Peduli Ummat, Rumah Gemilang Indonesia (RGI) Al-Azhar Peduli Ummat, sejarah Rumah Gemilang Indonesia, Visi dan Misi RGI, penyelenggaraan program, Struktur manajemen RGI, Materi

pelatihan RGI, Program pelatihan.

BAB IV Membahas tahapan pelaksanaan Program Empowerment Dan Training Center RGI menguraikan tentang tahapan persiapan, assessment, perencanaan, evaluasi, terminasi pelaksanaan Program Empowerment Dan Training Center yang dilakukan di RGI serta membahas berbagai bentuk kegiatan PETC dalam meningkatkan kualitas kaum dhuafa, membahas faktor penghambat Dan Pendukung Pelaksanaan Program Empowerment Dan Training Center serta menganalisa PETC terhadap peningkatan kualitas Kaum Dhuafa.

(32)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Program

1. Pengertian Program

Program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok organisasi, lembaga, bahkan Negara. Jadi seseorang, sekelompok organisasi, lembaga bahkan Negara memiliki suatu program. Suharismi Arikunto, mengungkapkan sebagai berikut: Program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai

kegiatan tertentu.16

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh

departemen pendidikan dan kebudayaan (1988), definisi program adalah acara.

Maksudnya, program adalah seperti pertunjukan siaran, pagelaran, dsb.17

Dari kedua pengertian program di atas dapat penulis pahami bahwa program adalah kumpulan kegiatan-kegiatan nyata, yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa bagi lembaga tertentu ataupun dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

1

Suharismi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998), h.. 34.

2

Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 1998). h. 702.

(33)

2. Macam-Macam Program

Macam atau jenis program dapat beragam wujud, jika ditinjau dari berbagai aspek, program ditinjau dari:

a. Tujuan, ada yang bertujuan mencari keuntungan, maka ukurannya adalah

seberapa banyak program tersebut telah memberikan keuntungan, dan jika program tersebut bertujuan sukarela, maka ukurannya adalah seberapa banyak program tersebut bermanfaat bagi orang lain,

b. Jenis, ada program pendidikan, program pemberdayaan, program koperasi,

program kemasyarakatan, dan sebagainya. Klasifikasi tersebut tergantung dari jangka yang bersangkutan,

c. Jangka waktu, ada program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka

panjang,

d. Keluasan ada program sempit dan program luas,

e. Pelaksanaannya ada program kecil ada program besar,

f. Sifatnya, ada program penting ada program tidak penting.18

3. Tujuan Program

Tujuan program adalah sasaran atau maksud yang harus dicapai dalam

proses pelaksanaan kegiatan yang direncanakan.19 Merupakan suatu yang

pokok dan harus dijadikan pusat perhatian oleh evaluator. Jika suatu program memiliki tujuan yang tidak bermanfaat maka program tersebut tidak perlu dilaksanakan. Tujuan program dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum

18

Suharismi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: bina aksara, 1998) , h. 2.

(34)

dan khusus. Tujuan umum biasanya menunjukkan output dari program jangka

panjang, sedangkan jangka khusus outputnya jangka pendek.20

B. Empowerment

1. Pengertian Empowerment

Empowerment berasal dari bahasa Inggris yang berarti,

”Pemberdayaan” yang secara harfiah mengandung arti pemberkuasaan.

Sedangkan menurut Lili Bariadi kata pemberdayaan diartikan sebagai upaya pendayagunaan, pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang

memuaskan.21

Beberapa ahli mendefinisikan Pemberdayaan (Empowerment) dengan definisi yang berbeda-beda. Berikut ini definsi-definisi dari beberapa ahli:

a. Menurut Payne (1997:266) :

“Pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya untuk

mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurai efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkataan, kemampuaan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari

lingkungannya”.22

b. Menurut Shardlow (1998:32): definisi pemberdayaan yang diberikan para

ahli secara umum membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupaan mereka sendiri dan

20

Ibid, h. 45. 21

Lili bariadi, Zakat Dan Wira Usaha, (Jakarta:CED,2005), h. 53.

22

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakaat Dan Intervensi

Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran Dan Pendekatan Praktis,( Jakarta: Lembaga penerbit fakultas

Ekonomi UI, 2003), h. 54.

(35)

mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan

mereka.23

c. Target dan tujuan pemberdayaan masyarakat dapat berbeda sesuai dengan

bidang pembangunan yang digarap meskipun pada akhirnya akan membentuk satu cita-cita yang sama yaitu kesejahtraan sosial. Bidang- bidang tersebut ialah politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, ekologi dan spiritual.24

Dari pengertian di atas dapat penulis pahami bahwa Empowerment atau pendayagunaan merupakan upaya untuk membangun eksistensi seseorang dalam kehidupannya dengan memberi dorongan agar memiliki kemampuan dengan tujuan untuk mencapai kesejahtraan dan kemandirian sesuai apa yang di harapkan.

2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Strategi menurut Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai ilmu/seni

menggunakan sumber daya untuk melaksanakan strategi kebijakan tertentu.25

Jika dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat maka strategi adalah bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan dan sumber daya sehingga dapat

mengaplikasikannya dilapangan. Dalam konteks pekerjaan sosial,

pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra Pemberdayaan (Empowerment Setting):

23

Isbandi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahtraan Sosial (Jakarat:Fakultas ekonomi UI, 2002), h.162.

24Ibid,

h.165.

25

(36)

Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, Stress Management, Crisis Intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (Task Centred Approach).

Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekolompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi system

belajar (Large System Strategy), Karena sasaran perubahan diarahkan pada

system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian, masyarakat, manajemen konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompentensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi

yang tepat untuk bertindak.26

26Ibid

, h.21.

(37)

3. Proses Pemberdayaan Masyarakat

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pendekatan kesejahteraan sosial yakni meningkatkan tarap hidup yang lebih baik sangatlah sulit dalam mewujudkannya, proses yang panjang harus dilewati setahap demi setahap. Hogan (2000:20) menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu

siklus yang terdiri dari lima tahapan utama yaitu:27

a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memperdayakan dan tidak

memperdayakan (Recall Depowering/Empowering Experices);

b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan

pentidakberdayaan (discuss reason for depowerment/empowerment);

c. Pengindentifikasian suatu masalah atau proyek (Identify One Problem Or

Project);

d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (Identify Useful Power

Bases);

e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya

(Develop And Implemend Action Plans).

4. Tahapan Intervensi Dalam Proses Pemberdayaan

Dalam ilmu kesejahtraan sosial yang dilakukan dalam pemberdayaan

masyarakat. Menurut Rothman, Tropman dan Elinch interpensi yaitu.28

a. Intervensi mikro merupakan intervensi yang digunkan dalam lingkup kecil

dan memusatkan pada dua metode yaitu bimbingan sosial perorang (Social

Casework) dan bimbingan sosial kelompok (Social Groupworking).

27

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memperdayakan Rakyat, h.73.

28

(38)

b. Intervensi makro mencakup berbagai metode profesional yang digunakan untuk mengubah system sasaran yang lebih besar dari individu, kelompok dan keluarga, yaitu organisasi, komunitas baik ditingkat lokal regional maupun nasional secara utuh. Praktek makro berhubangan dengan aspek pelayanan masyarakat yang pada dasarnya bukan hal yang bersifat klinis, tetapi lebih memfokuskan pada pendekatan sosial yang lebih luas dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik di masyarakat. Intervensi

makro mencakup pengembangan masyarkat local (Locality Development)

perencanaan sosial (Social Planning) kebijakan (Social Policy), dan

administrasi dan manajemen (Administrations and Management).

Menurut the Gulbenkian Foundation (1970:3-34), intervensi makro dapat diidentifikasikan pada tingkatan yang menggambarkan cakupan

komunitas, yang berbeda dimana intervensi makro dapat di terapkan melalui:29

1. Grass Root ataupun Neightbourhood work (agen perubahan melakukan intervensi terhadap individu, keluarga, dan kelompok masyarakat yang berada di daerah tersebut misalnya saja dalam satu kelurahan ataupun (rukun tetangga);

2. Lokal Agency dan Inter-lokal Agency Work (agen perubahan melakukan

intervensi terhadap organisasi „payung‟ ditingkat local, provinsi ataupun

ditingkat yang lebih luas, bersama jajaran pemerintahan yang berminat terhadap hal tersebut);

3. Regional dan national community planning work (misalnya saja, agen perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait dengan pembangunan ekonomi, ataupun isu mengenai perencanaan lingkungan yang mempuyai cakupan lebih luas dari bahasan ditingkat lokal).

Tahapan-tahapan yang harus dilewati sebagai proses yang panjang dari

sebuah pemberdayaan mempunyai dua model, dan keduanya bersifat Cyclical

yaitu siklus yang tidak terputus. Salah satu dari model tersebut akan disajikan

dalam bagan berikut ini.30

29 Ibid

.,h.60-61.

30

Isbandi, Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahtraan, h. 181.

(39)

Bagan 4.1

Tahapan Model dalam Pemberdayaan Masyarakat Model 1

Persiapan (Engagement)

Pengkajian (assessment)

Perencanaan alternatif program

atau kegiatan Performulasian rencana aksi Implementasi

Evaluasi Terminasi

Untuk memperjelas bagan di atas maka dibawah ini akan diuraikan penjelasannya.

1. Tahap Persiapan (Engagement)

Pada tahap persiapan ini ada 2 tahapan yang harus dikerjakan, yaitu pertama. Penyiapan petugas yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang

bisa juga dilakukan oleh community worker, dan penyiapkan lapangan

(40)

2. Tahapan Pengkajian (Assessment)

Proses assessment dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh

masyarakat (key-personal), tetapi dapat juga melalui kelompok-kelompok

dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha

mengidentifikasikan masalah kebutuhan yang dirasakan (felt Needs) dan

juga sumber daya yang dimiliki klien.

3. Tahapan Perencanaan Alternative Program Atau Kegiatan (Designing)

Pada tahap ini petugas sebagai agen perubahan (change Agent) secara

partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara penyelesaiannya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternative dan kegiatan yang dapat dilakukan.

4. Tahap Pemformulasian Rencana (Designing)

Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk memformulasikan gagasan mereka kedalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal, kepada pihak penyandang dana.

5. Tahap Pelaksanaan Program Atau Kegiatan (Implementasi)

(41)

6. Tahapan Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari instruktur kepada siswa terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan. Dengan keterlibatan instruktur tersebut diharapakan para siswa didik dalam jangka pendek dapat bisa terbentuk suatu system komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

7. Tahap Terminasi

Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan petugas tidak meninggalkan komunitas dengan tiba-tiba walaupun proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin, kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran.

C. Pengertian Training(Pelatihan)

Istilah Training berasal dari bahasa Inggris yang berarti pusat pelatihan.

Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik meskipun didasari pengetahuan dan sikap.31

Ife, di dalam Isbandi Rukminto Adi menyatakan bahwa pelatihan merupakan peran edukasional yang paling spesifik, karena secara mendasar

31

(42)

memfokuskan pada upaya mengajarkan pada komunitas sasaran bagaimana untuk

melakukan sesuatu.32

Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpul bahwa Training Center

merupakan sebuah sarana untuk memperbaiki atau meningkatakan performa atau

kualitas seseorang dalam hal tertentu dalam hal ini penulis mengartikan Training

Center sebagai usaha dalam meningkatakan kualitas sumber daya manusia.

Sebagaimana yang dilakukan dalam program Empowerment dan Training

Center di Rumah Gemilang Indonesia (RGI) disiapkan sebagai pusat

pemberdayaaan dan pelatihan sehingga menjadi manusia yang mempunyai sumber daya manusia yang baik sehingga dapat menuju kehidupan yang mapaan dan sejahtera.

Dalam melakukan pelatihan terdapat beberapa unsur yang diperlukan,

antara lain sebagai berikut.33

a. Peserta Pelatihan

Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan pelatihan yang pada gilirannya menentukan efektivitas pelatihan. Karena itu perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik berdasarkan kriteria antara lain :

1. Akademik, yaitu jenjang dan keahlian.

2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan

ditempatkan pada pekerjaan tertentu.

32

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial

(Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2002), h. 213.

33

Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Pendekatan Terpadu:

Pengembangan SDM (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 35.

(43)

3. Pengalaman kerja, pengalaman yang diperoleh dalam pekerjaan.

4. Motivasi dan minat yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.

5. Pribadi yaitu aspek moral, moril dan sifat-sifat untuk pekerjaan tertentu.

6. Intelektual, tingkat berpikir dan pengetahuan yang dapat diketahui melalui

tes seleksi.

b. Pelatih atau Instruktur

Pelatih memegang peranan penting dalam setiap pelatihan keterampilan. Karena itu ada beberapa persyaratan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pelatih atau instruktur, yaitu :

1. Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih yang ahli dalam bidang

spesialisasi tertentu.

2. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya sebagai

pelatih.

3. Pelatih berasal dalam organisasi atau lembaga sendiri lebih baik

dibandingkan dengan yang dari luar.

c. Lamanya Pelatihan

Lama tidaknya pelatihan harus didasari pada:

1. Jumlah banyaknya suatu kemampuan yang hendak dipelajari dalam

pelatihan tersebut lebih baik dan bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama waktu yang diperlukan.

2. Kemampuan belajar peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan.

(44)

3. Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan ikut mengurangi lamanya pelatihan tersebut.

Dalam strategi pemberian pelatihan, dikenal adanya trilogi latihan kerja,

yaitu sebagai berikut34:

a. Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan

kerja.

b. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

c. Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses,

kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang lain.

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat melakukan pelatihan. Metode tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metode ceramah, adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru

terhadap kelas. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar. Metode ini pada dasarnya berhubungan dengan interaksi berbicara antara narasumber dan peserta.

b. Metode tanya jawab, dalam metode ini narasumber umumnya berusaha

menanyakan apakah peserta mengetahui fakta tertentu yang sudah

34

Basir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke 7, h. 98-99.

(45)

diajarkan, dapat juga dilakukan dengan cara apresepsi, tanya jawab selingan dan tanya jawab di akhir sesi. Hal ini diharapkan terjadi interaksi di dalam kelas yang aktif sehingga peserta mempunyai peran di dalam kelas.

c. Metode demonstrasi, adalah mempraktekkan hal-hal yang terkait dengan

materi. Tujuan dari metode ini adalah membuat suasana kelas aktif dan dinamis karena proses pelatihan akan menjemukan apabila hanya dilakukan dengan cara ceramah. Demonstrasi merupakan kegiatan yang melibatkan peserta aktif sehingga partisipasi peserta akan berjalan secara maksimal.

d. Metode sosiodrama, adalah bermain peran. Dalam hal ini peserta

memainkan sebuah kasus bersama, kemudian peserta diharapkan dapat mendiskusikan apa saja yang harus dimunculkan, setelah selesai peserta diharapkan dapat merefleksikan permainan drama tersebut dalam materi yang akan disampaikan atau telah disampaikan.

e. Metode diskusi, adalah memusyawarahkan masalah-masalah yang ada di

lapangan untuk dicarikan solusinya. Format dari diskusi ini dapat

dilakukan secara kelompok maupun individual.35

Dalam melakukan pelatihan terdapat prinsip-prinsip yang harus

diketahui, yaitu sebagai berikut36 :

1. Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran

tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbol-simbol rumus.

35

Ibnu Anshori, Modul Pelatihan, h. 10-12.

36

(46)

Latihan tidak dilakukan terhadap pengertian atau pemahaman, sikap dan penghargaan.

2. Peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya.

3. Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh peserta,

misalnya fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru dipelajari.

4. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca

berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul,

latihan juga merupakan self-guidance dan mengembangkan pemahaman

dan kontrol.

5. Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: latihan dilakukan

untuk mendapatkan ketepatan, selanjutnya keduanya dicari keseimbangan antara pelatihan dan ketepatan.

6. Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat,

misalnya: latihan untuk penguasaan dan latihan untuk mengulang hasil belajar.

7. Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenangkan.

8. Latihan juga dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya

secara insidental. Maksudnya latihan dapat dilakukan dengan semaunya dan kapan saja dalam kapasitas lebih kecil untuk mengulang suatu materi.

9. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang

tinggi.

10. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat

mungkin dikurangi.

(47)

Pemahaman mengenai pelatihan dan keterampilan dapat disimak dari penjelasan Henry Minamora yang mengatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan kinerja individu dan

seluruh organisasi.37

d. Peran Pelatih atau Instruktur

Dalam setiap pelatihan, unsur dari setiap pelatih sangat berperan dalam menciptakan baik buruknya hasil dari pelatihan tersebut. Pelatih bukan hanya sebagai pemberi materi bagi peserta tetapi juga harus dapat melakukan bimbingan dengan baik. Dr. Oemar Hamalik menjelaskan peran pelatih adalah

sebagai berikut:38

1. Peranan sebagai pengajar, menyampaikan pengetahuan dengan cara

menyajikan berbagai informasinya. Diperlukan berupa konsep-konsep, fakta-fakta dan informasi lainnya yang memperkaya wawasan pengetahuan para peserta.

2. Peranan sebagai pemimpin kelas, maka setiap pelatih perlu menyusun

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian selama

berlangsungnya proses pembelajaran.

3. Peranan sebagai pembimbing, pelatih perlu memberikan bantuan kepada

peserta yang mengalami kesulitan atau masalah khususnya dalam kegiatan

37

Henry Sinamora, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994), h. 49.

38

(48)

belajar, yang pada gilirannya diharapkan peserta lebih aktif membimbing dirinya sendiri.

4. Peranan sebagai fasilitator, berperan menciptakan kondisi lingkungan

yang memungkinkan peserta belajar aktif.

5. Peranan sebagai peserta aktif, pelatih sering melaksanakan diskusi

kelompok dan kerja kelompok dalam rangka memecahkan masalah, misalnya: merumuskan masalah, mencari data dan membuat kesimpulan.

6. Peranan sebagai ekpeditor, melakukan pencarian, penjelajahan dan

penyedian mengenai sumber-sumber yang diperlukan oleh kelas atau kelompok peserta.

7. Peranan sebagai pembelajaran, berperan menyusun perencanaan

pembelajaran, mulai dari rencana materi pelatihan disusun berdasarkan garis besar pedoman pendidikan pelatihan, perencanaan harian dan perencanaan satuan acara pertemuan.

8. Perananan sebagai pengawas, pelatih harus mengawasi kelas secara terus

menerus supaya pembelajaran senantiasa terarah.

9. Peranan sebagai motivator, pelatih perlu terus menggerakkan motivasi

belajar para peserta, baik selama berlangsungnya proses pembelajaran maupun di luar kelas pada setiap kesempatan yang ada.

10. Peranan sebagai evaluator, pelatih berkewajiban melakukan penilaian pada

awal pelatihan dan selama berlangsungnya proses pelatihan.

(49)

11. Peranan sebagai konselor, jika diperlukan dan memungkinkan maka pelatih dapat juga memberikan penyuluhan tentang kesulitan pribadi dan sosial.

12. Peranan sebagai penyidik sikap dan nilai, sistem nilai yang dijadikan

panutan hidup dan sikap para peserta pelatihan perlu diselidiki.

e. Manfaat Pelatihan

Banyak hal yang bisa didapat dalam melakukan pelatihan. Baik untuk peserta pelatihan maupun penyelenggara pelatihan. Ada sedikitnya tujuh manfaat yang dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan

pengembangan, yaitu :39

1. Peningkatan produktifitas kerja organisasi.

2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.

3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat.

4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dan organisasi.

5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui paparan gaya

manajerial yang partisipatif.

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif.

7. Menyelesaikan konflik secara fungsional.

Sedangkan menurut Dr. Oemar Hamalik, kegiatan pelatihan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang menimbulkan

39

(50)

perubahan aspek-aspek kognitif, keterampilan-keterampilan dan sikap.40

Contoh kemampuan tersebut antara lain:

a. Kemampuan membentuk dan membina hubungan antar perorangan dan

organisasi.

b. Kemampuan menyesuaikan diri dengan keseluruhan lingkungan kerja.

c. Pengetahuan dan kecakapan untuk melakukan suatu pekerjaan.

d. Kebiasaan, pikiran, dan tindakan serta sikap dalam pekerjaan.

Dalam hal ini, tujuan pelatihan secara umum adalah pengembangan kualitas sumber daya manusia yang bersumber dari kualitas manusia seperti

yang diharapkan antara lain dari aspek-aspek sebagai berikut.41

a. Meningkatan semangat kerja.

b. Pembinaan budi pekerti.

c. Meningkatan taraf hidup.

d. Meningkatkan kecerdasan.

e. Meningkatkan keterampilan.

f. Meningkatkan derajat kesejahteraan.

g. Meningkatkan lapangan pekerjaan.

h. Meningkatkan pembangunan dan pendapatan.

i. Meningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

40

Oemar Hamilik, Manajemen Pelatihan, h. 12.

41Ibid.,

h.14.

(51)

D. PengertianKeterampilan (Skill)

Keterampilan disebut juga Skill yaitu kata serapan dalam bahasa Inggris yang berarti: keterampilan, kemampuan dan pengetahuan yang memampukan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Skill juga bisa diartikan sebagai

keterampilan/how-to atau cara untuk melakukan sesuatu, landasan dari skill

adalah pengalaman dan pembelajaran secara praktek lapangan. Skill mempunyai

karakter bisa ditransfer dari individu ke individu lainnya melalui proses pembelajaran bertahap. Praktek dan pengulangan merupakan dua kunci utama bagi seseorang untuk menguasai skill yang baru.

Menurut W. Gulo, keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan suatu

ketautan yang utuh.42

Sudirman A. M. menjelaskan bahwa keterampilan ada 2 macam, yaitu sebagai berikut:

1. Keterampilan jasmani.

Yaitu keterampilan yang dapat dilihat, diamati sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau keterampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.

42

(52)

2. Keterampilan rohani.

Yaitu keterampilan yang menyangkut persoalan-persoalan penghayatan. Keterampilan berfikir serta kreatif untuk menyelesaikan dan merumuskan masalah.

Di zaman yang semakin maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan dianjurkan untuk memiliki life skill sehingga dapat bersaing dengan yang lain.

Secara umum ada dua macam life skill yaitu: personal life skill (kecakapan

personal) dan social life skill (kecakapan sosial). Kecakapan mengenal diri

meliputi kesadaran sebagai makhluk tuhan, kesadaran eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri. Kecakapan berfikir meliputi menggali informasi, mengolah informasi mengambil keputusan dan kecakapan memecahkan masalah. Kecakapan sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tulisan dan kecakapan kerjasama.(Depdiknas, 2003:8)

Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life skill ini berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut:

a. Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan) b. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat/bekerja) c. Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna)

d. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain).43

43

Artikel di akses pada 10 Desember 2010 dari Andreas 04 oleh Andreas Viklund, WordPress.com.

(53)

E. Pengertian Kualitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “kualitas” berarti tingkat

baik buruknya sesuatu, sedangkan berkualitas adalah mempunyai kualitas,

bermutu baik.44

Davis dalam Yamit membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia

dan produk yang berkualitas.45

Dari uraian di atas dapat penulis pahami bahwa kulitas adalah tingkat baik buruknya atau taraf sesuatu. Adapun pengertian dalam penelitian ini lebih kepada baik buruknya atau tinggi rendahnya keadaan SDM yang dimiliki kaum dhuafa.

F. Pengertian Dhuafa

Perkataan Dhuafa dalam kosa kata Al-Quran merupakan bentuk jama dari

perkataan dari kata dha’fa, yadhu’ufu, dhua’fan atau dha’fa yang secara umum

mengandung dua pengertian, lemah dan berlipat ganda. Tentu saja yang

44

Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 502.

45

(54)

dimaksudkan dalam konteks pembahasan ini dhua‟fa secara literal berarti orang

-orang yang lemah.46

Dari pengertian di atas, lebih banyak kategori dha”if fi al-hadi yang

terjadi di Indonesia yakni lemah karena keadaan sosial ekonomi yang dihadapinya, ini semata-mata terjadi bukan karena keterbatasan yang dimiliki masing-masing individu masyarakat secara fisik maupun intelektual.

1. Kriteria Dhuafa

Adapun beberapa penyebab kemiskinan.47

a. Kemiskinan yang disebabkan oleh kelemahan fisik yang menjadi

penghalang dirinya dalam mendapatkan penghasilan yang besar.

b. Kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mencari

pekerjaan, karena ditutupnya pintu-pintu pekerjaan yang halal sesuai dengan keadaan para fakir miskin tersebut.

c. Kemiskinan ketiga ini bukan disebabkan karena pengangguran atau karena

ia tidak menemukan pekerjaan yang sesuai, tetapi pada kenyataanya ia bekerja dan mendapatkan penghasilan tetap. Namun sayangnya penghasilan dan pemasukan tidak seimbang dengan pengeluaran. Pendapatannya tidak mampu memenuhi semua kebutuhannya dan tidak

mampu mewujudkan kecukupan.48

46

Asep Usman Ismail, Pengamalan Al-Quran Tentang Pemberdayaan Dhua’fa,(Jakarta :Dakwah Press UIN Syarief Hidayatullah, 2008 ), cet-1. h. 11.

47

Ibid, h. 10.

48

Qardhawi, Sprektrum Zakat, h 30-34

(55)

GAMBARAN UMUM RUMAH GEMILANG INDONESIA LAZ AL-AZHAR PEDULI UMMAT

A. Latar belakang LAZ Al-Azhar Peduli Ummat

Al-Azhar Peduli Ummat adalah lembaga amil zakat yang dibentuk oleh pesantren Islam Al-Azhar untuk mengelola dana zakat, infak, dari muzaki untuk disalurkan kepada Mustahik sebagai hak mereka lembaga ini resmi dibentuk oleh badan pengurus Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar pada tanggal 1 Desember 2004 melaluli SK Nomor 079/XII/KEP/BPYPIA/1425. 2004 yang ditanda tangani oleh ketua badan pengurus YPI Al-azhar yaitu oleh bapak H. Rusydi Hamka dan sekertaris bapak H. Nasroulah Hamzah. yang beralamat di Jl. Sisingamaharaja, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Sesuai dengan Undang-Undang No.38 tahun 1999, tentang pengelolaan Zakat dilakukan oleh pemerintah yaitu:

a. Pusat oleh menteri Agama

b. Daerah Provinsi oleh Gubernur atas usul kepala kantor wilayah Departemen

Agama Provinsi

LAZ Al-Azhar “Menjadi institusi pengelola zakat yang amanah dan

profesional dalam penyelenggaraan berbagai program pemberdayaan ummat dan mempunyai misi untuk menyalurkan zakat, infak dan shadaqah, menghimpun dana pengelola ZIS secara profesional dan transfaran, menjadikan jembatan

(56)

antara muzaki dan mustahik, penyelenggara berbagai program pendidikan, dakwah, sosial, dan kemaslahatan umat dan menyelenggarakan berbagai program pemberdayaan program ekonomi umat berbasis pendidikan dan dakwah

Adapun strategi umum dari LAZ Al-Azhar Peduli Ummat yakni memanfaatkan seoptimal mungkin citra YPI Al-Azhar dalam merealisasikan muzaki yang potensial, baik internal maupun external secara individu maupun lembaga, menciptakan program pendistribusian zakat yang tepat sasaran dengan prioritas mustahik yang secara ekonomi paling tidak berdaya, untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait, menggunakan teknologi informasi terkini dan mengoptimalkan SDM yang tersedia.

Dan mempunyai sasaran mewujudkan LAZ Al-Azhar Peduli Ummat sebagai insititusi pengelola zakat yang dikukuhkan pemerintah dalam kuruan waktu 2 tahun. Memiliki unit pengumpul zakat di setiap sekolah universitas dilingkungan YPI Al-Azhar dalam tahun pertama. Memiliki kerja sama dengan

bank-bank syari‟ah dalam pengumpulan zakat, sekurang-kurangnya 3 Bank dalam

tahun pertama dan memiliki SDM yang berkualitas dalam jumlah yang memadai sesuai kebutuhan Mempunyai program pendistribusian zakat yang menjangkau 8 Asnaf dengan sebaran lebih dari 10 provinsi dalam waktu 2 tahun, memiliki program pendayagunaan zakat dan non-zakat yang teransfaran dan memiliki jaringan kemitraan dengan BMT, sekurang-kurangnya 20 BMT dalam kurun dua tahun.

Gambar

tabel sebagai berikut15:
Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait