Boarding School Depok
)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun oleh:
MIRA KHUMAIROH
108011000147
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PEMBINAAN AKTILAK SISWA
MELALUI PROGRAM BOARDING SCHOOL
(studi kasus
di MTs Al-Hidayah
Boarding
School
Depok)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana pendidikan Islam (S.pd.I)
Disusun oleh:
Mira Khumairoh
NrM. 10801t000r47
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
: 195809181987012001LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul "Pembinaan Akhlak Siswa Melalui Program Boarding
School (studi kasus di MTs Al-Hidayah Boarding School Depok)" disusun oleh
Mira Khumairoh, Nomor Induk Mahasiswa 108011000147, Jurusan pendidikan
Agama Islam. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang
berhak untuk diujikan pada sidan g Munaqasaft sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
Fakultas.
Jakarta, 13 April20l3
Yang Mengesahkan,
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudur: o'pembinaan Akhrak siswa Merarui program Boarding school (studi kasus di MTs Al-Hidayah Boarding Schoor Depok),, diajukan kepada Fakultas Irmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) uIN syarif Hidayatuilah Iakarta dan terah dinyatakan lurus daram ujian munaqosah pada tanggar 14 Mei 2013 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penuris berhak memperoreh gerar sarjana sl (s.Pd.I) daram bidang pendidikan Agama Isram.
panitia sidang Munaqasan Jakarta' 16 Mei 2013
Tanggal
P/r.tus
Sekertaris (Sekertaris Jurusan/program Studi)
Tanda Tangan Ketua Panitia
Bahrissalim" MA
NIP. 19680307 199803 1 002
r\rr. ryoluJt6'2tJtJ033 1 001
Penguji I
M. Zuhdi. Ph. D
NIP. 19720704 199703 | 002
Penguji 2
Drs. HA. Gholib. MA NrP. 19s4101s 1979021
19670328 200033
trb/t
/akB
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama . Mira Khurnairoh N I M : 1 0 8 0 1 1 0 0 0 1 4 7 Jurusan : pendidikan Agama Islam Angkatan Tahun :200g/2009
Alamat : Jl. Rawadenok
RT. 02101 No. 52 Kel. Rangkapan aya Baru Kec. pancoran Mas Depok.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
skripsi ini berjudul "Pembinaan Akhlak Siswa Melalui progrant Boarding school (studi kasus di MTs Ar-Hidayah'Boarding schoor Depok),, adarah benar hasir karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama NIP
Dosen Jurusan
: Dra. Djunaidatul Munawaroh, M.A : 1 9 5 8 0 9 1 8 1 9 8 7 0 1 2 0 0 1
: Pendidikan Agarna Islam
Demikian surat pemyataan ini saya menerima segala konsekuensi apabila
buat dengan sesungguhnya dan saya siap skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, l3 April20l3 Yang Menyatakan,
i
SCHOOL (Studi Kasus di MTs Al-Hidayah Boarding School Depok)
Akhir-akhir ini dunia pendidikan menyajikan fakta yang memprihatinkan. Persoalan penyimpangan perilaku siswa sampai pada titik yang mencengangkan, di mana lembaga pendidikan formal mengalami kegagalan membentuk sikap dan perilaku siswa. Tawuran antar sekolah, siswa masuk dalam pengaruh narkoba yang mematikan, terjebak pola hidup yang jauh dari nilai-nilai sosial dan agama. Fakta demikian mengharuskan lembaga pendidikan memikir ulang proses pembelajaran di sekolah dan di rumah.
Keprihatinan kondisi pendidikan kemudian banyak disikapi oleh pendidikan Islam, termasuk sekolah Al-Hidayah Boarding School. Untuk menanggulangi kenakalan-kenakalan siswa, HBS menawarkan program sekolah berbasis asrama agar mampu memantau secara langsung untuk membentuk perilaku siswa agar mampu bertindak sesuai dengan tuntutan lingkungan dan nilai-nilai islami.
Program sekolah berasrama HBS kemudian dikaji dengan pendekatan deskriptif untuk merekam bagaimana pengembangan kualitas pribadi siswa dengan nilai-nilai islam yang dilakukan oleh HBS. Penelitian yang dilakukan di sekolah Al-Hidayah Boarding School menggunakan pendekatan kualitatif sehingga mampu menjelaskan perubahan perilaku siswa dan mengetahaui kendala dan hambatan yang dihadapi HBS dalam melakukan pengembangan akhlak siswa.
Pendidikan berbasis asrama yang terdapat pada sekolah HBS di Depok Jawa barat ini menunjukkan hasil yang efektif untuk melakukan pembinaan akhlak siswa. Program-program yang diselenggarakan mampu mempengaruhi sikap siswa meskipun harus diawali dengan usaha pembiasaan. Dan tidak bisa dinapikan juga usaha pengembangan perilaku siswa juga harus berhadapan dengan hambatan yang luar biasa seperti keterbatasan guru untuk memonitoring dengan ketat karena hanya sebagain kecil saja guru yang menetap di lingkungan asrama sekolah. Akan tetapi secara umum berdasarkan parameter yang tersedia terdapat perubahan yang sangat signifikan pada akhlak siswa dengan sistem boarding school.
ii
menyelesaikan skripsi ini. Juga şalawat dan salam penulis haturkan kepada sayyidina Muhammad Saw. sebagai uswah hasanah suluruh umat manusia.
Dalam menulis skripsi ini tentu tidak selamanya berjalan mulus, banyak
terdapat hambatan-hambatan yang didapati penulis namun semua itu dapat dilalui
oleh penulis atas rahmat dan kehendak dari Allah Swt serta dukungan-dukungan
dari orang-orang yang turut memberikan semangat dan motivasi sehingga penulis
dapat bangkit kembali dan menyelesaikan skripsi ini dengan penuh semangat.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Rif‟at Syauqi Nawawi M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bahrissalim M.Ag. dan Drs. Sapiudin Shidiq M.Ag. selaku Ketua dan Sekretaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah membimbing penulis dalam
perkuliahan sampai selesai
3. Dra. Djunaidatul Munawaroh, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi, penulis
ucapkan banyak terimakasih atas kesediannya meluangkan waktu disela-sela
kesibukan beliau untuk membimbing serta mengarahkan penulis dengan penuh
ketelitian dan kesabaran selama proses penyusunan skripsi.
4. Tanenji, M.A. selaku dosen Penasihat Akademik yang telah membimbing serta
memberikan motivasi, saran dan nasihat kepada penulis untuk tetap semangat dan
bersungguh-sungguh dalam menjalani setiap fase-fase dalam perkuliahan.
5. Segenap Dosen, Staff dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meberikan
kemudahan kepada penulis dengan fasilitas dan pelayanan yang baik.
6. Segenap Staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
iii
8. Terkhusus orang tua tercinta; Ayahanda Saipudin Zuhri S.Ag dan Ibunda Ida
Farida S.Pd serta adik-adikku Miftahul Rizki dan M. Zaid An-Nashohi,
terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan atas doa, nasihat, dukungan
serta kasih sayang yang tiada henti mereka curahkan kepada penulis. Juga kepada
keluarga besar H. Mugni bin H. Hanafi dan H. M. Nur bin H. Nipan yang telah
memberikan banyak dukungan serta doa kepada penulis.
9. Kepada Deden Supriadi S.Pd.I yang telah dengan setia mendampingi penulis serta
memberikan dukungan, motivasi dan bantuan kepada penulis dengan penuh
ketulusan, penulis ucapkan banyak terimakasih.
10.Terimakasih kepada Armidis S.Pd yang telah memberikan inspirasi serta bantuan
kepada penulis.
11.Terimakasih kepada para sahabat: Devi Febrina, Siti Rahimah, Epip Yukhopipah,
Ade Sri Rahayu dan seluruh sahabat PAI C yang penulis tidak dapat sebutkan
namanya secara keseluruhan. Teman-teman PAI Angkatan 2008. Juga kepada
sahabat PPKT. Serta Sahabat IKMD. Semoga tali silaturrahim kita tetap terjaga
selamanya. Amin.
Tentu masih banyak lagi pihak-pihak yang turut membantu dalam
penulisan skripsi ini namun penulis tidak dapat menyebutkannya secara
keseluruhan penulis ucapkan banyak terimakasih. Jazakallah Khairon Kaśiron.
Tangerang, 13 April 2013
Penulis,
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Peran pendidikan dalam membangun peradaban manusia tidak diragukan
lagi. Pendidikan menjadi alat yang efektif untuk membangun kesadaran manusia
agar mampu menciptakan kehidupan sosial yang tentram. Hal utama yang mesti
diperhatikan dari usaha membangun kehidupan yang damai itu adalah membentuk
perilaku manusia agar bertindak sesuai dengan ketentuan dan nilai yang berlaku
dalam masyarakat. Dengan demikian dalam rangka membina akhlak siswa
tersebut, pendidikan juga dijadikan lembaga dalam menyemai nilai-nilai islami
sehingga bisa tercipta kehidupan sosial yang harmonis baik hubungannya dengan
dunia sekitarnya atau pun hubungan dengan sang pencipta atau yang dikenal
dengan hubungan vertikal.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia, baik sebagai individu
maupun masyarakat dan bangsa menempati posisi penting, sebab jatuh bangunnya
suatu masyarakat tergantung kepada akhlak yang dimiliki. Jika akhlaknya baik,
maka sejahteralah lahir dan batinnya. Tetapi, jika akhlaknya rusak, maka akan
rusak pula kehidupan masyarakat tersebut.1
Usaha pembinaan akhlak pun mesti digalakkan baik melalui lembaga
pendidikan mapun lembaga sosial lainnya melalui. Hal ini dikarenakan akhlak
merupakan tujuan dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan yang
1
sungguh-sungguh. Pembinaan ini bertujuan membentuk pribadi-pribadi muslim
yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat pada kedua orang
tua, serta sayang pada sesama makhluk Tuhan. Sebaliknya, kalau anak-anak
terlepas dari pembinaan orang tua, sekolah dan lingkungan sosial maka akan
menghasilkan anak-anak yang nakal, berperilaku menyimpang, melakukan
berbagai perbuatan tercela.
Upaya pembentukaan akhlak manusia juga selaras dengan tujuan
pendidikan nasional seperti tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Pasal 3 bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
Pembinaan semacam ini semakin diperlukan mengingat besarnya
tantangan lingkungan dan tuntutan global yang menghadang kehidupan. Dampak
dari kemajuan IPTEK misalnya sangat sangat mempengaruhi perilaku manusia.
Kecanggihan teknologi saat ini memudahkan orang dalam berkomunikasi tanpa
mengenal ruang dan waktu. Peristiwa yang terjadi dibelahan dunia mana pun
dalam hitungan menit dapat dilihat diberbagai Negara melalui internet, faximile,
film, buku-buku. Tentu dengan segala konsekuensi dan dampak negatifnya.
Begitu pula produk obat-obat terlarang, minuman keras dan pola hidup
materialistik dan hedonistik semakin menggejala dan menjadi trend hidup yang
dalam lingkungan kita dewasa ini.3 Ini semua adalah ekses dari kemajuan
teknologi yang terkadang merongrong akhlak dan nilai timur yang selama ini kita
anut.
Pada sisi yang lain, fenomena yang sering disajikan seperti kurangnya
waktu bersama keluarga karena sibuk dengan beban kerja yang menumpuk
sehingga mengabaikan peran vitalnya sebagai orang tua yang seharusnya
membimbing anaknya. Kurangnya alokasi waktu untuk keluarga berakibat negatif
pada pertumbuhan anak. Anak sering mengekspresi kekesalannnya melalui
2
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005) Cet ke-4, h. 310
3
tindakan-tindakan yang melampaui batas-batas kewajaran hanya untuk mencari
perhatian keluarga. Oleh karena itu, dengan perubahan lingkungan sosial yang
begitu pesat meningkatkan tantangan dan pengaruh yang tidak kecil bagi
perkembangan pribadi anak. Tantangan seperti meluasnya peredaran obat
terlarang, narkotik, pergaulan bebas, tawuran remaja sehingga menumbuhkan
kekhawatiran pada para orang tua.4
Salah satu contohnya yaitu perkelahian antar individu, atau antar
kelompok (tawuran) sering terjadi di antara pelajar belakangan ini. Bahkan tidak
hanya antar pelajar SMU, tapi mahasiswa antar kampus pun sering terlibat dalam
tawuran seperti ini. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan,
tawuran ini sering terjadi. Di Jakarta misalnya tawuran terjadi antar sekolah SMK,
menewaskan seorang pelajar berumur 17 tahun menderita luka karena terkena
lemparan batu dibagian kepala, luka tusuk di selangkangan paha kiri. Pada
akhirnya meninggal dunia.5
Peristiwa itu menambah daftar korban akibat tawuran pelajar. Data
Komnas Perlindungan Anak mencatat jumlah tawuran pelajar pada 2012
mencapai 339 kasus dan 82 orang tewas. Jumlah itu meningkat 165% dari 128
kasus pada tahun sebelumnya. Jika mengacu pada data tersebut menyajikan fakta
bahwa angka tawuran semakin meningkat.6
Dari data-data di atas, perilaku siswa mengkhawatirkan masyarakat,
khususnya para orang tua yang mengharapkan anak-anak berperilaku baik dan
berakhlak terpuji. Para orang tua berupaya mencari jalan keluar dari kekhawatiran
itu dengan menyerahkan tanggung jawab pembinaan anak-anaknya pada lembaga
pendidikan dan melakukan pembinaan akhlak anak-anaknya kepada lembaga
sekolah. Dalam rangka menjawab persoalan tersebut sistem pendidikan
menawarkan pendidikan formal di sekolah sekaligus adanya sistem pengawasan
terpadu di luar sekolah atau biasa dikenal dengan sistem boarding school.
Boarding school sendiri merupakan sebuah lembaga pendidikan yang menerapkan
4
Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan, (Jakarta: Rajawali,Pers, 2009), h.152-153.
5
http://www.harianterbit.com/2012/09/13/pembunuh-pelajar-diburu-polisi/ 6
pola pendidikan seperti pondok pesantren. Para siswanya tinggal di asrama dan
diasuh langsung dari Pembina asrama dan guru. Model ini menerapkan pola
pendidikan terpadu antara penekanan pada pendidikan agama yang di kombinasi
dengan kurikulum pengetahuan umum yang menekankan pada penguasaan sains
dan teknologi.
Fenomena baru dalam lingkungan sekolah formal kita menyita perhatian
penulis untuk mengetahui lebih dalam tentang proses-proses program yang
dilakukan di sekolah Al–Hidayah Boarding School Depok, dalam membina
akhlak peserta didiknya.
Dari latar belakang masalah di atas, peneliti bermaksud mengangkatnya ke
dalam penulisan skripsi dengan judul “PEMBINAAN AKHLAK SISWA MELALUI PROGRAM BOARDING SCHOOL (studi kasus di MTs
Al-Hidayah Boarding School Depok)”.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
masalah-msalah dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Keterbatasan orang tua dalam memberikan perhatian dan pengawasan
kepada anak selama masa pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Kesibukan orang tua menjadikan kurangnya kasih sayang yang akhirnya
anak melampiaskan perilakunya sesuai keinginanannya sendiri tanpa
mempedulikan etika dan sopan santun.
3. Meningkatnya kenakalan anak karena dampak dari perkembangan teknologi
dan akses informasi yang pesat sehingga mempengaruhi perilaku dan
kehidupan mereka.
4. Timbulnya kekhawatiran orang tua terhadap perubahan lingkungan sosial
C.Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan memudahkan pokok persoalan dalam penelitian
ini, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Pembinaan akhlak yang dimaksud adalah pembinaan sikap dan perilaku
siswa terhadap Allah, Rasul-Nya, Orangtua (termasuk Kyai/Ustadz) dan
santun dalam pergaulan melalui program yang diselenggarakan di
Al-Hidayah Boarding school Depok di luar kegiatan kurikuler.
2. Strategi pembinaan akhlak dalam boarding school yang dibahas mencakup
tujuan dan kegiatan tentang peran dan tanggung jawab.
3. Perilaku moral siswa sebagai hasil dari strategi pembinaan akhlak, faktor
pendukung dan penghambat serta jalan yang ditempuh untuk
menyelesaikannya.
4. Siswa yang menjadi obyek penelitian adalah siswa HBS tahun 2012/2013.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang akan diteliti dan
dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pembinaan akhlak siswa MTs
Al-Hidayah Boarding School melalui program Boarding School. Berikut di
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara yang dilakukan oleh sekolah
dalam melakukan pembinaan akhlak anak MTs Al-Hidayah Boarding School
melalui program Boarding School.
1. Untuk mengetahui program Boarding School dalam pembinaan akhlak
siswa yang dilaksanakan di MTs Al-Hidayah.
2. Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab yang dilakukan oleh
pengasuh, pengurus, siswa dalam pembinaan akhlak.
3. Untuk mengetahui strategi dan alat pendidikan yang dikembangkan dalam
pembinaan akhlak.
4. Untuk mengetahui perilaku moral siswa MTs Al-Hidayah sebagai wujud
dari pembinaan akhlak.
5. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
pembinaan akhlak.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi S1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bagi Guru Al-Hidayah Boarding School
Untuk dapat dijadikan informasi bagi para pendidik dalam pembinaan
akhlak anak.
3. Bagi Siswa Al-Hidayah Boarding School
Untuk memberikan pengetahuan tentang pembinaan akhlak agar melekat
dalam dirinya.
4. Bagi masyarakat
Untuk memberikan tambahan pengetahuan tentang pembinaan akhlak
iv
KATA PENGANTAR ……….ii
DAFTAR ISI ………iv
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah………1
B. IdentifikasiMasalah ………..4
C. PembatasanMasalah……….5
D. PerumusanMasalah ………..5
E. TujuanPenelitian ………..6
F. ManfaatPenelitian ………6
BAB II KAJIAN TEORI DAN HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN A. PembinaanAkhlakdalamPendidikanIslam 1. PengertianPembinaanAkhlak ………7
2. RuangLingkupAkhlak ………..11
3. StrategiPembinaanAkhlak………...18
4. Alat yang EfektifdalamPembinaanAkhlak ……….24
B. Boarding School 1. Pengertian Boarding School ………..29
2. Unsur-unsur Boarding School………30
3. Program Boarding School ……….32
4. AspekPositif Boarding School ……….34
C. KerangkaBerfikir ………36
v
B. Setting Penelitian………39
C. MetodePenelitian ……...….………40
D. ProsedurPengumpulan Data ……….…..41
E. ProsedurPengolahan Data danAnalisis Data………..45
BAB IV HASIL PENELITIAN A. ProfilMTsAl-HidayahBoarding SchoolDepok ………51
B. Program PembinaanAkhlak Boarding School ………...56 C. PerandanTanggungjawabPengelola Boarding School dalamPembinaanAkhlak……… …..66
D. StrategidanalatpendidikandalampembinaanAkhlak ……..69
E. Sikapdanperilakusiswasebagaiwujuddaripembinaanakhlak ………..77
F. FaktorPendukungdanPenghambatpembinaanakhlak……… ………...80
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….81
B. Saran ………82
DAFTAR PUSTAKA …..…………..….………83
7
BAB II KAJIAN TEORI
A.Pembinaan Akhlak dalam Pendidikan Islam
1. Pengertian Pembinaan Akhlak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pembinaan didefinisikan
sebagai kegiatan membangun, mendirikan, mengusahakan supaya menjadi lebih
baik.Secara etimologi pembinaan berarti proses dan cara; penyempurnaan,
pembaharuan, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif
untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.1
Sedangkan secara terminologi pembinaan diartikan sebagai upayakegiatan
yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan dan
mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar mampu menghayati
dan mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat.2
Dari pengertian di atas dapat dirangkum pengertian pembinaan merupakan
usaha sungguh-sungguh yang dilaksanakan secara sadar, sistematis dan terencana
dalam membentuk kepribadian sesuai dengan potensi dan tujuan yang diharapkan.
Sedangkan akhlak berasal dari kata arab, yang kemudian diserap menjadi
bahasa Indonesia. Kalau ditinjau menurut bahasa akhlak adalah bentuk jamak dari
kata khuluq (khuluqun), padanan kata tersebut dalam dalam bahasa Indonesia
adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at.Secara sederhana, akhlak
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Edisi 3, h. 152
2
bisa didefinisikan sebagai sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah
laku), mungkin baik mungkin buruk.”3
Pada dasarnya, banyak pendapat para ahli mencoba merangkum pengertian
akhlak dalam sebuah definisi sesuai perspektifnya. Seperti yang dilakukan oleh
Abdul Hamid Yunus yang membuat definisi akhlak sebagai berikut:
ّب أْا اسْناْا ا ِّ ىه قاْخأا
4
“Sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan.”
Selain Abdul Hamid Yunus, ada pula pengertian yang ditulis oleh Ibrahim Anis dalam al-Mu’jam al-Wasith sebagai berikut:
ىلا جاح ّْغ ْ م ش ْ ا ّْخ ْ م ّاعْفاْا ر ْصت ا ْع سار سْ لل ّاح ل ْلا
يْؤر ْكف
5
[Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan].
Tidak jauh berbeda dengan pengertian yang didefinisikan oleh dua tokoh sebelumnya, Imam al-Ghazali mengartikan akhlak sebagai berikut:
ْ م ْسي لْ سب ّاع ْناْار ْصت ا ْع سار سْ لا ىف ّْه ْ ع را ع ل ْلا
يْؤر ْكف ىلا جاح ّْغ
6
[Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah dengan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan].
Walaupun masing-masing ahli mendefinisikan akhlak dengan beragam
redaksi namun semuanya masih diikat dalam satu kesamaan paradigma dalam
memandang akhlak.Ketiga ahli ini masih menekan pengertian akhlak dalam pada
usaha reflektif atau sudah menjadi kebiasaan dalam bertingkah laku.Semuanya
dipandang sebagai kebiasaan yang sering dilakukan sehingga untuk
melakukannya tidak perlu pertimbangan akal.Semuanya dilakukan dengan
sistematis tanpa perintah dari akal.
3
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 346
4
Abd. Hamid Yunus, Da’irah al-Ma’arif, II, (Cairo: Asy‟syab, t.t), h. 436.
5
Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Darul Ma‟arif, 1972), h. 202.
6
Abuddin Nata dalam bukunya Pendidikan Dalam
PersfektifHaditsmenjelaskan lima ciri bisa digolongkan dengan dalam perbuatan
akhlak. Diantaranya Pertama perbuatan akhlak tersebut sudah menjadi
kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang.Kedua perbuatan akhlak
merupakan perbuatan yang dilakukan dengan acceptable dan tanpa pemikiran.
Ketiga, perbuatan akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan. Keempat,
perbuatan dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur sandiwara. Kelima,
perbuatan dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah.7 Penjelasan ini tidak jauh
berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh ahli etika sebelumnya, dimana
penekanan masih terdapat pada sikap spontanitas yang melekat pada seseorang
untuk melakukan sebuah tindakan.
Kalau diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak
sebagaimana tersebut di atas tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi,
yaitu suatu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan
lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan
sudah menjadi kebiasaan.Oleh karena itu wujud akhlakadalah keadaan yang
melekat pada jiwa manusia.Ini sesuai dengan pendapat Muhammad Daud Ali pada
kutipan berikut ini:
Suatu perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak, apabila telah memenuhi beberapa syarat diantaranya adalah (1) dilakukan berulang-ulang, apabila dilakukan sekali saja atau jarang-jarang maka tidak dapat dikatakan akhlak.(2) Timbul dengan sendirinya, tanpa dipikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi kebiasaan baginya. Apabila suatu perbuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apabila terpaksa, perbuatan itu bukanlah pencerminan akhlak.8
Tentang istilah akhlak dalam bahasa Indonesia sering dipakai dengan
moral atau etika. Istilah moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yangartinya
adalah adat kebiasaan. Dalam kamus Bahasa Indonesia moral artinya ajaran
tentang baik buruk yang di terima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,
7
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000).h. 274. 8
budi pekerti, akhlak.Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas suatu sifat, perangai, perbuatan yang layak dikatakan benar, salah,
baik, buruk. Sedangkan etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya
kebiasaan.Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan
buruk.9Penjelasan ini sesuai pula dengan apa yang dikemukakan Ibnu Maskawih
yang memandang persoalan akhlak tidak dibatasi pemaknaannya pada etika baik
saja, tetapi berdasarkan pada nilai yang berkembang di dalam masyarakat itu
sendiri. Maka persepsi tentang akhlak pun sangat flexible. Banyak nilai yang
berkembang dalam masyarakat justru berlawanan dengan nilai arab bahkan islam
itu sendiri, namun Maskawih dapat mengakomodirnya dalam bingkai konsep
akhlak seperti yang dijelaskannya.
Meskipun demikian, ada ahli yang cenderung membedakan akhlak dengan
etika.Umumnya pembedaannya dapat dilihat terutama dari sumber yang
menentukan yang baik dan yang buruk. Yang baik menurut akhlak adalah segala
sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai dan norma agama, nilai serta
norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang
lain. Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan
nilai dan norma agama serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat
dan diri sendiri. Penentuan baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang melahirkan
perilaku atau perbuatan manusia, di dalam agama dan ajaran Islam adalah
al-Qur’an yang dijelaskan dan dikembangkan oleh Rasulullah dengan sunnah beliau
yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadis.
Penentuan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat disuatu masa.Oleh karena itu, dipandang dari sumbernya, akhlak Islami bersifat tetap dan berlaku untuk selama-lamanya, sedang moral dan etika berlaku selama masa tertentu disuatu tempat tertentu.Konsekuensinya, akhlak Islam bersifat mutlak, sedang moral dan etika bersifat relatif (nisbi).10
Uraian diatas dapat dipahami bahwa pembinaan akhlak merupakanusaha
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
9
ibid, h. 353-354.
10
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia dibina
secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Menurut Ali Daud, Jika
program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik,
sistematik,dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepatserta
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan anak-anak atau
orang-orang yang baik akhlaknya.11
2. Ruang Lingkup Akhlak
Dalam islam, Al-Qur’an dan hadist yang menjadi sumber pelajaran bagi
seorang muslim telah menjelaskan nilai-nilai etika islam. Sebagian akhlak baik
tersebut misalnya dapat diklasifikasi sebagai berikut:
a. Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan
sebagai khalik.
Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empatalasan
manusia perlu berakhlak kepada Allah.Pertama, karena Allah yang telah
menciptakan manusia. Allah menciptakan manusia dari air yang
ditumpahkan keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. Dengan
demikian, sudah sepantasnya manusia berterimakasih kepada yang
menciptakan-Nya. Kedua, karena Allah yang telah memberikan
perlengkapan panca indera, penciptaan yang sempurna. Ketiga, karena Allah
yang telah menyediakan berbagai bahan yang diperlukan bagi kelangsungan
hidup manusia. Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan
diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.
Meskipun Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada
manusia sebagaimana disebutkan diatas, bukanlah menjadi alasan Allah
perlu dihormati. Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi
11
kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah
sewajarnya manusia menunjukkan sikap akhlak yang pas kepada Allah.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan
kegiatan menanam nilai-nilai akhlak kepada Allah. Diantara nilai-nilai hal
yang dituntut untuk berakhlak kepada Allah seperti 1) Iman, yaitu sikap
batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. 2) Ihsan, yaitu kesadaran
yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau bersama
manusia dimanapun manusia berada. 3) Takwa, yaitu sikap yang sadar
bahwa kita selalu diawasi olehNya. Itu dapat dimanifestaikan dalam sikap
menjauhi diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya.4) Ikhlas, yaitu sikap
murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh
keridhaan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan bathin, tertutup maupun
terbuka.5) Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan
penuh harapan kepada-Nya.6) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih
atas nikmat yang diberikanNya. 7) Sabar, sikap tabah menghadapi segala
kepahitan dan cobaan dariNya.12
Sementara itu menurut Quraish Shihab mengatakan bahwa:
―titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran
bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.13
Berdasarkan pernyataan diatas, berkenaan akhlak kepada Allah
dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya. Selanjutnya sikap tersebut
diteruskan dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya, yaitu menjadikan
Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai diri manusia.
b. Akhlak terhadap Rasulullah SAW
Akhlak terhadap Rasul adalah beriman kepada Rasul. Dikatakan iman
bukan hanya sekedar percaya terhadap sesuatu yang diyakini, akan tetapi
harus dibuktikan dengan amal perbuatan. Amal perbuatan yang dijelaskan di
12
Muhammad Alim, Pendiidkan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. ke-2, h. 152-154.
13
dalam Al-qur’an dan Al-hadis, tentang bagaimana bersikap kepada
Rasulullah SAW, itulah yang dinamakan akhlak kepada Rasulullah SAW.
Dalam hal beriman kepada Rasul, Allah memerintahkan manusia agar
meneladani yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sebagai Nabi penutup,
Nabi Muhammad ditugasi membawa wahyu dan risalah yang berisi
pokok-pokok aqidah, ibadah dan akhlak yang berlaku sepanjang masa yang wajib
diteladani setiap muslim.
Diantara perilaku atau macam-macam akhlak yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah terhadap Rasulullah SAW, ialah sebagai berikut:
1) Ikhlas beriman kepada Nabi Muhammad SAW 2) Mengucapkan shalawat dan salam
3) Taat kepada Rasulullah SAW 4) Cinta kepada Rasulullah SAW
5) Percaya atas semua berita yang disampaikan Rasulullah SAW 6) Tidak boleh mengabaikan Rasulullah SAW
7) Menghidupkan sunnah Rasulullah SAW 8) Menghormati pewaris Nabi Muhammad SAW
9) Laksanakan hukum Allah SWT dan Rasulullah SAW
10) Berhadaqah sebelum bertanya kepada Rasulullah SAW (pada masa hidupnya)
11) Jangan berumpah, tetapi amalkan ajaran Rasulullah SAW 12) Berbicara dengan suara rendah
13) Bermusyawarah dengan Rasulullah SAW (pada masa hidupnya).14
c. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-quran berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia, diantaranya:
1) Akhlak terhadap orang tua
Sebagai seorang anak wajib patuh dan taat terhadap perintah
orang tua dan tidak durhaka kepada kepada mereka. Terutama, kepada
ibu yang telah berjuang mengandung, melahirkan serta membesarkan
anak-anaknya dengan kasih sayang yang tidak terbatas. Begitu pula
seorang Ayah yang berperan besar, ia bertanggung jawab untuk
hal-hal yang bersifat financial dan harus menghidupi keluarganya
14
sertapendidikan anak-anaknya. Oleh karena itu, seorang anak dituntut
untuk tidak mengecewakannya dan berbakti kepada kedua orang tua,
bersikap baik meskipun ia kurang menyenangkan hatinya, berkata
halus dan mulia, berkata lemah lembut, berbuat baik kepada kedua
orang tua yang sudah meninggal dengan cara mendoakan kedua orang
tua, menempati janji kedua orang tua, memuliakan teman-teman orang
tua dan bersilaturrahmi dengan orang yang mempunyai hubungan
dengan orang tua. Seperti yang diajarkan kitab suci kita yang
mengajarkan bahwa kita harus berbicara dengan tutur kata yang
lembut, sesuai dengan berfirmaNya dalam al-Qur’an:
―Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".(Q.S. Al-Isra, 17: 23-24).15
Oleh karena itu, berdasarkan firman Allah diatas, kita sebagai
anak harus patuh kepada kedua orang tua, berkata halus dan mulia
serta jangan sampai sekali-kali membentak kedua orang tua, karena
kedua orangtualah yang membesarkan dari kecil hingga dewasa.
15
2) Akhlak Terhadap Guru
Akhlak terhadap guru merupakan cerminan seorang murid yang
patuh dan taat terhadap perintah dan menjalankan segala aturan yang
terdapat di dalam lingkungan sekolah yang harus diperhatikan
siswa-siswi terhadap guru nya adalah ―sikap murid sebagai pribadi dalam
menuntut ilmu murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar
dapat dengan mudah dan benar dalam menangkap pelajaran,
menghafal dan mengamalkannya.‖16 Dalam Islam posisi guru adalah
sebagai orang tua, akhlak yang harus dimiliki siswa terhadap guru
diantaranya:Menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya
dengan tulus dan ikhlas,tundukdan patuh terhadap semua perintah dan
nasihat guru, jujur dan setia bersama guru, bersikap rendah hati,
lembut dan santun kepada guru, tidak berjalan di depan guru ketika
berjalan bersamanya, tidak meninggikan suara ketika berbicara
dengan guru.17
Dengan demikian seorang siswa harus menghormati dan patuh
terhadap guru, karena guru merupakan orang tua kedua disekolah.
3) Akhlak terhadap Teman
Manusia sebagai makhluk hidup individual juga makhluk sosial
yaitu manusia tidak dapat hidup seorang diri, tetapi membutuhkan
orang lain.Rasulullah telah memberikan pedoman dalam pergaulan
tersebut.Dari Abu Musa radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata:
كْسمْلا لماحك ءْ سلا حلاصلا سّلجْلا لثم ّا ملس هّلع ها ىلّ ِّ لا ع
هْم جت ْ أ امإ هْم عاتْت ْ أ امإ كي ْحي ْ أ امإ كْسمْلا لماحف ّْكْلا خفان
ثّ خ احير جت ْ أ امإ كباّث ق ْحي ْ أ امإ ّْكْلا خفان ِّط احير
“Perumpamaan teman yang baik dan yang buruk seperti penjual
minyak wangi dan pandai besi.Penjual minyak wangi mungkin ia
16
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. 1, h. 102
17
Fidella Devina Aggrippina, Akhlak Terhadap Guru (http://fidela19salju.blogspot.com/), (Diakses pada tgl 11 Januari 2013. Pukul: 19:35). Lihat juga terjemahan Ta’limul muta’allim:
memberi hadiah minyak wangi kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan aroma yang wangi sedangkan pandai besi mungkin akan mengakibatkan bajumu terbakar atau kamu akan
mendapatkan aroma yang tidak sedap darinya.” (H.R Muslim)18
Akhlak terhadap teman dapat dilakukan dengan cara sebaagai
beikut:
a) Hendaklah memilih teman yang baik serta berakhlaq yang terpuji
b) Berkunjung kerumahnya, serta bergaul bersamanya dengan baik
c) Merasa kehilangan ketika temannya tidak ada, dan menanyakan
keberadaannya kepada orang lain
d) Menjenguknya dan menghiburnya ketika terkena musibah
e) Menolongnya ketika membutuhkan
f) Ikut merasakan kesedihan serta kesusahan yang dialami oleh teman
g) Hendaklah menutup aib temannya
h) Bila temannya berbuat salah, maafkanlah dan tetap berbaik sangka
kepadanya
i) Tidak terlalu banyak bergurau dengan teman karena hal itu dapat
menyakitkan hatinya dan membuat permusuhan
j) Selalu menghormati teman, dan memanggilnya dengan nama
terbaiknya
k) Selalu memberikan masukan kepada teman dan meluruskan
kesalahannya
l) Selalu mengucapkan terima kasih atas kebaikannya
m)Menepati janji dan tulus dalam menjalin tali persahabatan karena
hal itu dapat mewujudkan rasa cinta kasih dan saling saying
menyayangi serta penuh pengertian dalam persahabatan
n) Sahabat sejati adalah sahabat yang mencintai sahabatnya seperti
mencintai dirinya sendiri.
18‘Abdurrahman bin Nashir As
4) Akhlak kepada lingkungan hidup
Alam merupakan segala sesuatu yang ada dilangit dan di bumi
beserta isinya, selain Allah.Allah melalui al-Qur’an mewajibkan
kepada manusia untuk mengenal alam semesta beserta seluruh isinya.
Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk
mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini.Manusia diturunkan
ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam
seisinya.Oleh karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban
terhadap alam sekitarnya, yaitu melestarikan dan memeliharanya
dengan baik.Bahkan dengan sangat terang Tuhan memberikan catatan
kepada manusia untuk tidak membuat kerusakan di
bumiNya.Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al
-Qashash ayat 77:
Artinya: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S. al-Qhashash: 77)
Oleh karena itu, akhlak terhadap lingkungan hidup antara lain
sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan
memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, flora dan fauna
(hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk
kepentingan manusia dan makhluk lainnya serta sayang terhadap
sesama makhluk.19
19
3. Strategi Pembinaan Akhlak
Strategi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitustrategia yang
berarti ilmu perang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia strategi diartikan
sebagai ilmu dan seni menggunakan sumber daya bangsa-bangsauntuk
melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai. Sedangkan
menurut Syaiful Bahri Djamarah, strategi merupakan sebuah cara atau metode
yang secara umum memiliki pengertian garis besar haluan untuk bertindak dalam
usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.20 JR. David, juga mengartikan
bahwa strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.21
Secara sederhana strategi adalah upaya yang terencana untuk mencapai
tujuan. Dalam bahasa yang lain penggunaan strategi biasa disamakan dengan
siasat atau cara. Maka dapat dipahami bahwa strategi kalau dirincikan dapat
diterjemahkan dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh seseorang untuk
mencapai tujuannya.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa strategi adalah
suatu cara yang bersifat umum digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan agar terjadi kesesuaian dengan teknik danoutput yang
diinginkan.Strategi juga dapat disimpulkan sebagai suatu rencana tindakan dan
rangkaian kegiatan yang termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai
sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu.Strategi dapat juga diartikan sebagai
siasat melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang mencakup metode dan teknik.
Adapun yang dimaksud dengan metode adalah cara itu sendiri. Sedangkan yang
dimaksud dengan teknik adalah cara melakukan kegiatan khusus dalam
menggunakan suatu metode tertentu.atau dapat diartikan dengan tindakan praktis
yang diterjemahkan dari strategi berupa langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam menacapai tujuan.
Dalam pembinaan akhlak, strategi harus menyentuh kepada aspek-aspek
manusia atau unsur-unsur insaniyah yang terdiri dari akal, amarah dan syahwat.
20
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 5. 21
Sebagai yang dikemukakan oleh Ibnu Al-Jauzi bahwa di dalam diri manusia
mempunyai tiga unsur penting;1) unsur akal (juz’ ‘aqli), 2)unsur amarah (juz’
ghadhabi),3) unsur hawa bafsu (juz’ syahwani).22
Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali, struktur kerohanian manusia
menjadi empat unsur, yaitu nafs, qalb, ruh dan akal.23Al-nafs menurut Imam
Al-Ghazali mempunyai dua arti, pertama adalah kekuatan hawa marah dan syahwat
yang dimiliki oleh manusia.Dan pengertian inilah menurut mayoritas ulama’
tasawuf. Mereka berkata sebagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh
Ibn Abbas yang artinya―Musuhmu yang paling membahayakan adalah nafsumu
yang terletakdiantara dua lambungmu‖.24
Apabila nafs menenggelamkan diri dalam kejahatan, mengikutinafsu
amarah, syahwat dan godaan syetan, maka dinamakan nafs al-ammarah.Bahkan
dalam hal ini Imam Al-Ghazali mengatakan ―jadikanlahsebuah kekalahan dalam
jiwamu (nafs).Maksudnya adalah himbauan agarmemposisikan jiwa pada poros
bawah, sehingga jiwa (nafs) tidak merajalelamenerjang syari’at.
Sedangkan nafs dalam pengertian yang kedua adalah merupakanhakikat,
diri, dan dzat manusia karena mempunyai sifat yang latif, rabbani,dan rohani.
Nafs dalam pengertian yang pertama di atas merupakanbentuknya yang tidak
kembali pada Allah swt dan jauh dari Allah swt,sedang dalam pengertian yang
kedua adalah merupakan nafs al-muthmainnahyang diridloi oleh Allah swt.25
Qalb (hati), Imam Al-Ghazali membagi menjadi duabagian.Pengertian
bagian pertama adalah berupa fisik, maksudnya adalahjantung yang merupakan
segumpal daging yang terletak pada dada sebelahkiri. Sedangkan pengertian
bagian kedua adalah hati dalam pengertianmetafisik yang merupakan karunia
Tuhan yang halus (latifah) bersifatruhaniah, menjadi sasaran perintah, hukuman
dan tuntutan Tuhan.Pengertian inilah yang menjadi hakikat manusia dan yang
berhubungandengan ilmumukasyafah.26
22
Abdurrahman Ibnu Al-Jauzi, Terapi Spiritual,Terj. A. Khosla Asy’ari Khatib, (Jakarta:
Zaman, 2010), h. 14. 23
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah,2002), juz III, h. 45. 24
ibid,h. 4. 25
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, juz III, h 5. 26
Selanjutnya tentang al-ruh, jenis ini juga mempunyai banyak arti.Jika
dalam bahasa Arab, ruh diartikan sebagai nyawa dan jiwa. Begitu jugadalam
bahasa Indonesia ruh dipahami sebagai lawan dari kata jasmani, yaituruhani.
Namun jika dikaitkan kembali dalam bahasa Arab, ruh dapat berartisemua
makhluk yang tidak berjasad, seperti jin, malaikat, dan setan.
Sebagaimana mendefinisikan kata al-qalb dengan pengertianmetafisik,
Imam Al-Ghazali juga memaknai ruh sebagai sesuatu yang indah,bersifat
ketuhanan yang mengalahkan akal dan pemahaman dalammenentukan hakikat
kebenaran.27Sehingga dengan adanya ruh ini menjadifaktor penting dalam
mendukung aktifitas manusia, sebab tanpa adanya ruh,manusia tidak akan dapat
berpikir dan merasa.
Istilah keempat adalah al-aql (akal).Pada umumnyaakal diartikan sebagai
pusat segala kecakapan yang dimiliki manusia,karena akal dapat menjadi tolak
ukur kecakapan manusia. Ada pula yangmengartikan akal dengan otak.Imam
Al-Ghazali juga membagi pengertianakal menjadi dua bagian.Pertama akal
merupakan pengetahuan mengenaihakikat segala sesuatu, dalam hal ini akal
diibaratkan sebagai sifat ilmuyang terletak dalam hati. Adapun pengertian yang
kedua adalah akal rohaniyang memperoleh ilmu pengetahuan itu sendiri
(al-mudrik li al-ulum) yangtak lain adalah jiwa (al-qalb) yang bersifat halus dan
menjadi esensimanusia.28
Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur insaniyah yang menjadi objek
pembinaan akhlak merupakan prosesmenghilangkan atau membersihkan sifat-sifat
tercela yang ada pada diri danmenanamkan atau mengisi jiwa dengan sifat-sifat
terpuji sehinggamemunculkan tingkah laku yang sesuai dengan sifat-sifat Tuhan.
Menurut Imam Al-Ghazali, strategi pembinaan akhlak dapat dilaksanakan
dengan jalan tazkiyah al-nafs, mujahadah dan riyadlah.29Tazkiyah al-nafs
memiliki arti penyucian diri atau jiwa. Secara bahasa, tazkiyah al-nafs berasal dari
dua kata yakni tazkiyah dan nafs. Tazkiyah berasal dari kata
27
Ibid.
28
Al-Ghazali,Isi Pokok Ajaran Al-qur’an., h. 5. 29
tazkiyah yang maknanya sama dengan tathir yang berasal dari kata
thahhara-yuthahhiru-tathir[ah] yang berarti pembersihan, penyucian atau pemurnian.30
Tazkijah al-nafs bisa dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan
tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai, seperti shalat, infaq,
puasa, haji, dzikir, fikir, tilawah al-Qur’an, renungan, muhasabah dan
dzikrul-maut. Pada saat itulah terealisir dalam hati sejumlah makna dan dampak bagi
seluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga dan Iainnya. Hasil yang paling
nyata ialah adab dan mu’amalah yang baik kepada Allah dan manusia. Kepada
Allah berupa pelaksanaan hak-haknyatermasuk di dalamnya adalah jihad di
jalan-Nya. Sedangkan kepada manusia, sesuai dengan ajaran, tuntutan maqam dan taklif
Ilahi.
Dampak lain yang dapat dirasakan adalah terealisirnya tauhid ikhlas,
sabar, syukur, harap, santun, jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya, di dalam
hati. Dan terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan semua hal tersebut
seperti riya’, ‘ujub, ghurur marah karena nafsu atau karena syetan. Dengan
demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada
terkendalikannya anggota badan sesuai dengan perintah Allah dalam berhubungan
dengan keluarga, tetangga, masyarakat dan manusia.
Selanjutnya strategi pembinaan akhlak menurut al-ghazaliadalah
Mujâhadah dan Riyâdhah.Istilahmujâhadah dan riyâdhah dikenal sebagai strategi
dalam melahirkan akhlak yang baik. Mujâhadah menurut bahasa artinya
bersungguh-sungguh agar sampai kepada tujuan.Secara lebih luas, mujâhadah
adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu
(keinginan-keinginan) serta segala macam ambisi pribadi supaya jiwa menjadi
suci bersih bagaikan kaca yang segera dapat menangkap apa saja yang bersifat
suci, sehingga ia berhak memperoleh pelbagai pengetahuan yang hakiki tentang
Allah dan kebesaran-Nya.31
Dengan demikian, mujâhadah merupakan tindakan perlawanan terhadap
nafsu, sebagaimana usaha memerangi semua sifat dan perilaku buruk yang
30
Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Al-Asri, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 496
31
ditimbulkan oleh nafsu amarahnya, yang lazimdisebut mujâhadah
al-nafs.32Berkaitan dengan ini, Allah SWT. Berfirman:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Ankabut, 29: 69).
Indikator dari keberhasilan mujâhadah adalah munculnya kebiasaan dari
seseorang untuk menghiasi dirinya dengan dzikrullah sebagai cara untuk
membersihkan hatinya dan sebagai upaya untuk mencapai musyahadah
(merasakan adanya kehadiran Allah).33
Adapun riyâdhah artinya ―latihan‖. Maksudnya adalah latihan rohaniah
untuk menyucikan jiwa dengan memerangi keinginan-keinginan jasad (badan).
Proses yang dilakukan adalah dengan jalan melakukan pembersihan atau
pengosongan jiwa dari segala sesuatu selain Allah, kemudian menghiasi jiwanya
dengan zikir, ibadah, beramal saleh dan berakhlak mulia. Pekerjaan yang
termasuk kedalam amalan riyâdhah adalah mengurangi makan, mengurangi tidur
untuk salat malam, menghindari ucapan yang tidak berguna, dan berkhalwat yaitu
menjauhi pergaulan dengan orang banyak diisi dengan ibadah, agar bisa terhindar
dari perbuatan dosa.34
Tujuan riyâdhah adalah untuk mengontrol diri, baik jiwanya maupun
badannya, agar roh tetap suci.35Oleh karena itu, riyâdhah haruslah dilakukan
secara sungguh-sungguh dan penuh dengan kerelaan.Riyâdhah yang dilakukan
dengan kesungguhan dapat menjaga seseorang dari berbuat kesalahan, baik
terhadap manusia ataupun makhluk lainnya, terutama terhadap Allah Swt. Bagi
seorang sufi riyâdhah merupakan sarana untuk mengantarkan dirinya lebih lanjut
pada tingkat kesempurnaan, yaitu mencapai hakekat.36
32
Achmad Suyuti, Percik-Percik Kesufian,(Jakarta: Pustaka Amani, 2006), h. 125. 33
Labib MZ, Memahami Ajaran Tasawuf, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2001), h. 39. 34
Achmad Suyuti, op.cit., h.125-126. 35
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafndo, 1994), h. 17. 36
Mujâhadah dan riyâdhah yang dilakukan akan mendatangkan cahaya di
dalam kalbu seseorang. Dengan kesungguhan ber-mujâhadah dan ber-riyâdhah,
Allah akan menumbuhkan rasa manisnya amal ibadah di hati, sehingga ia semakin
tekun beribadah. Iabenar-benar akan merasakan nikmatnya shalat, puasa, zikir,
dan ketaatan lainnya. Dan akhirnya Allah akan menumbuhkan dalam dirinya
sifat-sifat terpuji, seperti ikhlas, tuma’ninah, sabar, jujur, istiqamah dan selalu gemar
beribadah. Bagi seseorang yang sudah bersungguh-sungguh melakukan
mujâhadah dalam ibadahnya, biasanya akan menerima nur dari Allah yang datang
ke hatinya, sehingga hati itu mengalami keadaan (hâl) yang bermacam-macam.
Ada yang merasakan keresahan dan ketakutan yang sangat kepada Allah, atau rasa
cinta yang besar kepada Allah, atau munculnya rasa kasih sayang kepada semua
makhluk Allah, atau menimbulkan gairah menegakkan agama Allah, dan bahkan
ada yang mendapatkan kasyf (tersingkapnya rahasia batin) atau musyâhadah.
Sebagaimana menurut al-Ghazali di atas, tazkiyah al-nafs, mujâhadah dan
riyâdhahadalah strategi dalam melahirkan akhlak yang mulia juga merupakan
latihan rohaniah dalam rangka menyucikan jiwa, agar hati diliputi nur Ilahiah,
tersingkapnya rahasia batin (mukâsyafah), merasakan nikmat dan lezatnya
beribadah.
Dalam buku Berbisnis Dengan Allah, al-Ghazali mengemukakan,
sesungguhnya tujuan mujahadah dan riyadlah dengan melakukan amal shalih
adalah untuk menyempurnakan dan mensucikan jiwa serta untuk mendidik
akhlak. Jiwa dan tubuh bersifat saling mempengaruhi, apabila jiwa sempurna dan
suci maka perbuatan tubuh akan baik, begitu juga apabila tubuh baik maka jiwa
akan baik.37Jadi, strategi untuk menyucikan jiwa adalah dengan membiasakan diri
untuk melakukan perbuatan yang dilakukan oleh jiwa yang suci dan sempurna.
Apabila hal tersebut dilakukan dengan terus-menerus, maka jiwa akan terbiasa
dan selalu terdorong untuk melakukan perbuatan yang baik dan sempurna dan
akan menjadi perangai dan akhlak baginya.
37
Setiap orang dalam hidupnya bercita-cita memperolehkebahagiaan.Salah
satu dari kebahagiaan adalah orang yang menyucikandirinya, yaitu suci dari sifat
dan perangai buruk, suci lahir dan bathin.Sebaliknya, jiwa yang kotor dan
perangai yang tercela membawakesengsaraan di dunia dan di akhirat.Dengan
melaksanakan strategi pembinaan akhlak ini diharapkan segala kebahagiaan dapat
diraih baik kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat.
4. Alat yang Efektif dalam Pembinaan Akhlak
Menurut Al-Ghazali, Ibnu Sina, dan Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa
akhlak adalah hasil usaha (Muktasabah). Pada kenyataan di lapangan, usaha-usaha
pembinaan akhlak melalui berbagai macam cara terus dikembangkan. Ini
menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina dan pembinaan ini membawa
hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi Muslim yang berakhlak mulia, taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, sayang kepada sesama
makhluk Tuhan.38
Di kalangan ahli tasawuf dikenal sistem pembinaan mental, dengan istilah
takhalli, tahalli, dan tajalli.Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan
jiwa dari sifat-sifat tercela, karena sifat itulah yang dapat mengotori jiwa
manusia.Tahalli adalah mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji
(mahmudah).39Jadi, dalam rangka pembinaan mental atau terapi kesehatan,
penyucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang
dilakukan adalah pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela, kemudian jiwa yang
bersih diisi dengan sifat-sifat terpuji, hingga akhirnya sampailah pada tingkat
yang berikutnya yang disebut dengan tajalli, yaitu tersingkapnya tabir sehingga
diperoleh pancaran Nur Ilaahi.40
Dalam pendidikan Islam banyak metode yang diterapkan dan digunakan
dalam pembinaan akhlak.Menurut Abdurrahman An-nahlawy alat yang efektif
38
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003)h. 156-157 39
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:Amzah, 2007), h. 38
40
untuk pembinaan akhlak diantaranya yaitu keteladanan, pembiasaan, nasihat dan
mendidik melalui kedisiplinan.
a. Keteladanan
Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber
dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia.
Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa
merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan
kelompok lain (empati) sehingga dalam peniruan ini, anak-anak
cenderung meniru orang dewasa, kaum lemah cenderung meniru kaum
kuat, serta bawahan cenderung meniru atasannya.41
Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan
memberikan contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir, dan
sebagainya. Mayoritas ahli pendidikan berpendapat bahwa pendidikan
dengan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil.Hal ini
disebabkan karena pada umumnya dalam belajar lebih mudah
menangkap yang konkrit dibandingkan yang abstrak.42
Abdullah Ulwan mengatakan bahwa pendidik akan merasa lebih
mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Akan tetapi anak
didik akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu jika melihat
pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang
disampaikannya.43
Untuk itu Allah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai hamba
dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan
pendidikan Islam44, melalui firman-Nya ini:
41
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Sekolah, Rumah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995)h. 263
42
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 178 43
Abdullah Alwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, (Beirut: Dar-al-Salam, 1978), h. 633 44
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik……”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
b. Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan.Yang
dimaksud dengan kebiasaan adalah cara-cara bertindak dan
hampir-hampir otomatis (hampir-hampir-hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya).
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat
penting, terutama bagi anak-anak, karena belum mengenal mana yang
baik dan buruk. Seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu
akan dapat melaksanakannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan
segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk
diubah dan tetap berlangsung sampai hari tua.Untuk mengubahnya sering
kali diperlukan terapi dan pengendalian diri yang serius.45
Metode ini biasanya diterapkan pada ibadah-ibadah amaliah,
seperti jamaah shalat, kesopanan terhadap guru, pergaulan terhadap
sesama siswa, sehingga tidak asing dijumpai disekolah, sebagaimana
seorang siswa begitu hormat pada guru dan kakak seniornya, maka siswa
dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.
Metode ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan
kepribadian, jika seorang anak telah terbiasa dengan sifat-sifat terpuji,
lalu tersimpan dalam sistem otak sehingga aktifitas yang dilakukan oleh
siswa tercover secara positif.
c. Memberi Nasihat
Secara etimologi, kata nasihat berasal dari bahasa arab yaitu nashaha
yang artinya bersih dari noda dan tipuan. Sedangkan yang dimaksud
dengan nasihat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan
dengan tujuan menghindarkan seseorang yang dinasihati dari bahaya
45
serta menunjukkannya kejalan yang mendatangkan kebahagiaan dan
manfaat.46
Memberi nasihat merupakan salah satu metode penting dalam
pendidikan Islam.Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan
pengaruh yang baik kedalam jiwa.Dengan metode ini pula, pendidik
mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik
kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan.Cara yang dilakukan
hendaknya nasihat lahir dari hati yang tulus.47Menurut Abdu