• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN AKHLAK MELALUI TAHFIDH AL-QUR’AN : Studi Deskriptif Analitis di PesantrenPersatuan Islam Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINAAN AKHLAK MELALUI TAHFIDH AL-QUR’AN : Studi Deskriptif Analitis di PesantrenPersatuan Islam Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

i

KATA PENGANTAR ...

ii

DAFTAR ISI ...

iv

DAFTAR TABEL DAN BAGAN...

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Fokus dan Rumusan masalah ...

9

C.

Tujuan Penelitian ...

10

D.

Manfaat Penelitian ...

10

E.

Metode Penelitian ...

12

F.

Lokasi dan Sampel Penelitian ...

12

BAB II

PEMBINAAN AKHLAK DI PONDOK PESANTREN

MELALUI TAHFIDH AL-QURAN

A.

Konsep Pendidikan Agama Islam ...

14

B.

Komponen Pendidikan Agama Islam ...

25

C.

Penelusuran tentang Tahfidh Al-Quran ...

46

D.

Konsep Islam tentang Akhlak ...

51

E.

Korelasi Tahfidh dengan Akhlak ...

57

F.

Tahfidh Al-Quran dan Pendidikan Umum ...

61

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Metode Penelitian ...

69

B.

Pendekatan Penelitian ...

70

C.

Objek Penelitian ...

72

D.

Teknik dan Intrumen Pengumpulan Data ...

73

E.

Prosedur Pengumpulan Data ...

77

F.

Pengolahan dan Teknik Analisis Data ...

80

G.

Sumber Data ...

82

H.

Gambaran Umum Objek Penelitian ...

85

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Tujuan Kegiatan Tahfidh ... 96

B.

Kegiatan Tahfidh Al-Qur’an ...

97

C.

Faktor Penghambat dan Pendukung

Tahfidh Al-Quran ...

103

D.

Evaluasi Kegiatan Tahfidh Al-Quran ...

105

(2)

v

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A.

Kesimpulan ...

136

B.

Saran dan Implikasi ...

142

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN :

A.

ALAT PENGUMPUL DATA

(3)

vi

[image:3.595.118.507.244.626.2]

DAFTAR TABEL BAGAN

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Akhlak merupakan cerminan jati diri seseorang dia beriman atau tidak, dan

menjadi salah satu yang menjadi perhatian bangsa ini yaitu pembinaan karakter atau

pembinaan akhlak. Akhlak sangat penting diperhatikan baik di kalangan orang tua,

keluarga ataupun guru di sekolah. Kemunduran di bidang akhlak atau karakter telah

menyebabkan banyak hal, hal tersebut disebabkan orientasi keberhasilan pendidikan

hanya diukur oleh tingkat intelektualitas siswa saja.

Dewasa ini orang sudah mendewakan otak. Manusia terlalu bangga dengan

kepintaran saja dan kita sering melihat orang tua senang melihat prestasi anaknya

bagus sedangkan ahklaknya jelek. Sementara itu pembinaan akhlak yang membentuk

pribadi berkarakter kurang mendapat perhatian. Contoh, tidak sedikit orang tua

bahkan guru menilai keberhasilan pendidikan adalah dengan lulusnya Ujian Nasional.

Mereka tidak memperhatikan pola fikir dan tingkah laku anak didik tersebut di luar

lembaga. Misalnya, mereka terlibat geng anak sekolah yang kerap kali meresahkan

masyarakat karena melakukan tawuran dan pencurian secara kolektif dan atau

perusakan fasilitas umum. Kasus video porno yang melibatkan siswa SMP sampai

mahasiswa merupakan kesekian dari kasus kenakalan remaja yang terlihat. Kasus di

atas tentu saja merupakan kasus yang sangat memperihatinkan dan sekaligus

(5)

Mengubah masyarakat ternyata tidak mudah. Bangsa Indonesia ini sejak lama

ingin mengubah diri, menjadi maju. Perubahan itu memang telah terjadi, tetapi tidak

merata secara keseluruhan dan juga tidak selalu cepat. Apalagi perubahan yang

dimaksudkan itu menyangkut perilaku, watak atau karakternya.

Al-Quran sebagai wahyu terakhir dan menjadi kitab umat Islam di dunia yang

sering terlupakan ternyata memberikan petunjuk, bagaimana melakukan perubahan

pada tingkat yang mendasar ini. Petunjuk itu sedemikian komprehensif dan

mendalam. Dan hal itu sebenarnya telah dilakukan oleh Rasulullah sejak diangkat

menjadi Rasul, dan akhirnya diteruskan dari generasi ke generasi. Sedemikian

tangguh konsep perubahan itu, hingga api atau semangat yang dihasilkan tidak

pernah padam dan bahkan selalu menyala dan membakar jiwa atau semangat hati

umat hingga pada saat ini.

Melalui perenungan yang mendalam dari membuka-buka sejarah turunnya Al

Qurán, penulis mendapatkan rumusan tahap-tahap perubahan itu adalah sebagai

berikut. Pertama, perubahan itu harus dimulai dari proses membaca. Oleh karena

itulah maka ayat pertama yang diturunkan oleh Allah adalah perintah membaca, atau

“Iqra” merupakan fiil amr (bentuk perintah) dari bahasa Arab yang kata dasarnya

adalah qara’a. Membaca terhadap lingkungan yang luas, lengkap dan mendalam akan

melahirkan kesadaran.

Kegiatan membaca secara seksama, oleh siapapun dan apalagi bagi orang-orang

yang cerdas, akan menghasilkan pengertian, pemahaman, wawasan yang luas dan

(6)

atau tidak mengerti. Al-Qurán juga mengatakan begitu. Betapa pentingnya kegiatan

membaca harus dilakukan oleh setiap orang, karena rupanya membaca adalah

merupakan pintu dan bahkan kunci utama dari semua keberhasilan hidup ini.

Kedua, adalah penyadaran. Orang yang memiliki kesadaran penuh terhadap

diri, alam, dan juga Tuhannya, akan melakukan gerakan perjuangan. Oleh karena itu,

Al-Qurán menyeru kepada orang-orang dengan sebutan berselimut sebagaimana

Allah berfirman dalam surat Al-Mudatsir ayat 1-2 sebagai berikut:

֠

!

"#

$

Artinya : (Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah

peringatan!)

Berselimut menggambarkan orang yang pasif, tidak bergerak dan bahkan juga

terbelenggu, yaitu terbelenggu oleh selimutnya itu. Seruan itu membangkitkan

orang-orang yang terbelenggu agar bangkit dan bergerak setelah melakukan bacaan yang

seksama.

Hal itu bisa ditangkap bahwa sedemikian penting kesadaran itu terbangun pada

diri setiap orang. Kesadaran itu akan tumbuh dan berkembang, jika aktivitas

membaca dimotivasi untuk memahami ciptaan Allah. Kegiatan membaca tentu

beraneka ragam motifnya. Membaca hingga melahirkan gerakan berupa amal shaleh

dan perubahan adalah membaca yang didasari oleh semangat ibadah, yaitu

(7)

Fase ketiga, adalah kebangkitan. Dalam Al-Qurán terdapat perintah qiyam atau

bangkit dan perintah itu segera disusul dengan perintah selanjutnya, yaitu memberi

peringatan. Kebangkitan berhasil melahirkan gerakan peradaban, manakala

dilakukan oleh orang-orang yang bersih, yaitu bersih hatinya, pikirannya, jiwanya dan

juga semua anggota badannya. Oleh karena itu, fase selanjutnya, atau keempat,

adalah perintah melakukan penyucian diri. Menjaga kesucian itu penting, sehingga

dalam Al-Qurán perintah itu dinyatakan secara jelas, dengan kalimat watsiyabaka

fathohhir, atau maka pakaianmu bersihkanlah.

Perubahan hingga berhasil dilakukan jika syarat penting tersebut dipenuhi,

yaitu ada kesediaan melakukan kegiatan bersuci, yaitu bersuci secara menyeluruh

mulai dari yang tampak hingga yang tidak mungkin diketahui, yaitu pada wilayah

qalb atau hati. Para pelaku perubahan harus berhati bersih. Orang yang terlibat dalam

perubahan peradaban, namun tidak mampu menghilangkan aspek-aspek subyektifitas

dan bahkan berpikiran jangka pendek, maka perubahan peradaban itu tidak akan

berhasil diraih.

Pada umumnya titik lemah dalam membangun peradaban unggul, hingga

mengalami kegagalan, adalah disebabkan oleh ketidak-mampuan dalam bersuci ini.

Dalam Al-Qurán surat Al-Mudatsir ayat 5-6 Allah Berfirman :

%&'(

)

*+-

"#

.

/0)

1 2&☺"3

5

27 8

9:;

(8)

Ayat Al-Qurán di atas jika diterjemahkan secara bebas menjadi hindarilah

angkara murka dan jangan bersikap subyektif, berharap untuk mendapatkan sesuatu

secara berlebihan. Rupanya, hambatan dalam melakukan perubahan menuju

peradaban yang mulia dan unggul, adalah adanya orang-orang yang tidak mampu

menahan diri, berbuat aniaya, dan orang-orang yang selalu bersifat subyektif, yaitu

mengharap keuntungan diri sendiri yang berlebih.

Mengkaji secara mendalam ayat-ayat Al-Qurán yang turun pada fase-fase

awal, maka akan mendapatkan petunjuk, bagaimana perubahan sosial menuju

peradaban mulia dan unggul itu bisa dijalankan. Saya tidak bermaksud menafsirkan

rangkaian ayat-ayat Al-Qurán tersebut, tetapi dengan berulang-ulang membacanya,

saya mendapatkan pengertian yang sedemikian jelas, komprehensif dan indah.

Bahwa perubahan itu selalu dimulai dari proses membaca. Kegiatan membaca

yang cukup akan melahirkan kesadaran. Selanjutnya kesadaran itu akan mendorong

untuk bangkit. Kekuatan untuk bangkit akan melahirkan perjuangan. Hanya saja

perjuangan itu akan berhasil manakala diikuti oleh kesediaan untuk mensucikan diri,

yaitu suci dari perbuatan angkara murka dan sifat-sifat subyektif yang merusak.

Kegagalan kebangkitan dalam pendidikan adalah ketika produk didik tidak lagi

memiliki kepekaan nurani yang berlandaskan moralitas, Sense of humanity. Padahal

substansi pendidikan adalah memanusiakan manusia, menempatkan manusia pada

derajat yang tertinggi dengan memaksimalkan karya dan karsa. Ketika tidak lagi

peduli, bahkan secara tragis, berusaha menafikan eksistensi kemanusiaan orang lain,

(9)

diterapkan bukannya mengeliminir kekerasan, bahkan membakukan secara sistematik

praktek-praktek dehumanisasi di lembaga pendidikan tersebut.

Dunia pendidikan kita sampai hari ini masih “sakit” dan tidak mensucikan

manusia, tetapi sebaliknya mengajarkan keburukan dan kecurangan. Pendidikan yang

seharusnya membuat manusia menjadi manusia, pendidikan justru seringkali tidak

memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem

pendidikan yang ada. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang

antara belajar yang berfikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif).

Unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. padahal

belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika seorang sedang belajar, maka orang tersebut

melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan,

meragukan, menyukai dan berbagai macamnya.

Penyebab hal tersebut salah satunya karena masyarakat terlalu mementingkan

dunia. Apektif yang tidak dibina, moral yang tidak terjaga, akhlak yang liar

seolah-olah tidak ada pembatas. Masyarakat sudah melupakan tujuan hidup. Akibatnya, visi

terhadap akhirat dilupakan. Padahal dalam Islam antara dunia dan akhirat tidak bisa

dipisahkan sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashas ayat 77.

< 8 =

)

>

ִ☺ #

@

3

)A

B>

)

C

>

:

DEFִ

G

/0)

☯2"3

ִI IJDK !

< L

) !

G

1D9&M N)

>

ִ☺/O

E1P9&M N

B>

@ "

.Q

G

/0)

< I"3

ִJ

P9⌧S

T.U

V

FW

G

XY.Q

Z>

/0

[\

A]

U^

D9 S ☺

__

(10)

di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah

berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.

Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

disebutkan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara”.

Yang harus ditekankan dari undang-undang tersebut adalah kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketertampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat bangsa dan keluarga. Dari

point-point tersebut di atas seyogyanya pemerintah lebih menekankan pada

pembinaan moral dan atau akhlak di samping kecerdasan intelektualnya.

Kementrian agama dan kementrian pendidikan nasional pada dasarnya telah

peduli pada pendidikan di Indonesia, namun kepedulian untuk mengarah pada

pembinaan akhlak dan spiritual keagamaan sepertinya masih sangat minim dilakukan.

Apa yang diharapkan oleh tujuan kegiatan pendidikan yaitu berkembangnya

kepribadian anak didik masih jauh dari harapan. Untuk itu, dibutuhkan sebuah

konsep baru dalam merekontruksi konsep pendidikan formal yang ada saat ini untuk

mengarah pada pembinaan karakter dan atau akhlak, sehingga akan bermunculan nilai

(11)

Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut, pesantren sudah lebih dulu

menyikapinya dengan serius. Hal ini bisa terlihat dari program-program

pembelajaran berbasis ke-pesantrenan sangat ditekankan. Seperti tadarus Al-Qur’an

dan baca kitab akidah akhlak. Pesantren sudah dari dahulu melakukan pembinaan

akhlak, pembinaan mental, spiritual, dan kepribadian. Mereka tidak hanya

memonitoring di dalam lembaga pendidikan saja, lebih dari itu pembinaan dilakukan

ketika mereka berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Tidak telihat adanya degradasi

moral pada anak didik ketika berinteraksi dengan masyarakat karena mereka telah

dibekali dengan nilai-nilai Al-Qur’an yang telah mereka hapal.

Berawal dari cara menanamkan nilai akhlak pada siswa, salah satu lembaga

pendidikan menerapkan tahfidh Al-Qur’an sebagai upaya menanamkan nilai-nilai

akhlak pada spiritual yang diyakini dapat mengantisifasi anak didik tidak terkontrol

dalam perilaku sehari-harinya. namun tidak melepaskan identitas kecerdasan sebagai

seorang muslim, sehingga peneliti mencoba untuk menganalisa salah satu lembaga

pendidikan yang melakukan metode tahfidh Al-Qur’an sebagai pembinaan pada

akhlak siswa.

Adalah Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam Karangpawitan Garut berupaya

untuk memaksimalkan interaksi pendidikan tidak parsial kognitifnya saja, namun

jauh dari itu mereka mencoba untuk menginternalisasikan nilai-nilai Al-Qur’an

sebagai wahyu Allah untuk diterapkan dalam perilaku atau akhlak.

Dari permasalahan tersebut di atas penulis mencoba untuk mengamati kegiatan

(12)

sebagai upaya merekontruksi pendidikan berbasis akhlak dan nilai spiritual peserta

didik menarik untuk dikaji dan diwujudkan dalam sebuah judul tesis.

Pembinaan Akhlak Melalui Tahfidh Al-Qur’an (Studi Deskriptif Analitis di

Pesantren Persis Tingkat Tsanawiyah Karangpawitan Garut).

B.

Fokus dan Rumusan Masalah

1.

Fokus Masalah

Penelitian ini memfokuskan pada upaya untuk mendapatkan gambaran atau

fenomena dalam pembinaan akhlak melalui Tahfidz Al-Quran yang terjadi di

Pesantren Persis Tingkat Tsanawiyah Karangpawitan Garut .

2.

Rumusan Masalah

Masalah pokok di atas dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan

sebagai berikut:

a.

Apa tujuan kegiatan Tahfidz Al-Quran di Pondok Pesantren Persis

Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut?

b.

Bagaimana kegiatan belajar Tahfidz Al-Quran dalam membina akhlak di

Pondok Pesantren Persis Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut?

c.

Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat proses pendidikan

Tahfidz Al-Quran di Pesantren Persis Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah

Garut?

d.

Bagaimana hasil & evaluasi kegiatan Tahfidz Al-Quran di Pesantren Persis

(13)

C.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari

pembinaan akhlak yang dilakukan Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam

Karangpawitan Garut melalui Tahfidz Al-Quran.

Sedangkan untuk lebih jelasnya penulis menentukan tujuan-tujuan khusus yaitu

untuk mengetahui, memahami serta mengidentifikasi:

a.

Tujuan kegiatan Tahfidz Al-Quran (menghafal Al-Qur’an) di Pesantren Persis

Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut.

b.

Belajar Tahfidz Al-Quran di Pesantren Persis Karangpawitan Tingkat

Tsanawiyah Garut.

c.

Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat proses pendidikan Tahfidz

Al-Quran di Pesantren Persis Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut.

d.

Hasil dan Evaluasi kegiatan Tahfidz Al-Quran di Pesantren Persis

Karangpawitan Tingkat Tsanawiyah Garut.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan praktis sebagai

berikut:

a.

Manfaat teoritis

Kegunaan secara teoritis penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk

memperkaya konsep pembelajaran Pendidikan Islam di sekolah-sekolah khususnya

(14)

Pendidikan Umum sebagai ikhtiar Pendidikan Nilai (pembentukan jati diri

manusia sebagai makhluk individu, sosial, sekaligus hamba Allah Swt). Pada saat

dilahirkannya, manusia telah dibekali dengan seperangkat potensi yang meliputi

kesadaran indrawi, kesadaran akal, dan kesadaran rohani (Dawam Rahardjo,

1999:51). Dengan kata lain, potensi yang diwujudkan dalam taksonomi kognitif,

afektif dan psikomotorik harus dikembangkan untuk mencapai tujuan yang lebih

tinggi yakni insan kamil. Dalam hal pembinaan akhlak melalui Tahfidz Al-Quran ini

peran Pendidikan Umum adalah “membentuk manusia seutuhnya atau manusia

utuh”. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan nilai akhlak berperan aktif dalam

mewujudkan sasaran dan tujuan Pendidikan Umum.

Dalam Pendidikan Umum sudah terakumulasi di dalamnya pendidikan

agama, sehingga Pendidikan Umum tidak dapat dipisahkan dari pendidikan Agama

Islam. Artinya Pendidikan Umum sangat berperan aktif sebagai orientasi pendidikan

di Indonesia di lembaga pendidikan Pesantren yang diteliti khususnya.

b.

Manfaat praktis

Kegunaan praktis mendorong penulis untuk motivasi bagi Madrasah

Tsanawiyah khususnya untuk terus meningkatkan kualitas hapalan Al-Qur’an atau

program unggulan, menjadikan Tahfidz Al-Quran suatu upaya peningkatan mutu

Pendidikan Agama Islam bagi sekolah-sekolah/ madrasah lainnya, dapat

memberikan solusi tepat terhadap kendala-kendala kenakalan remaja yang dihadapi

(15)

bahan koreksi serta evaluasi sehingga pelaksanaan proses pendidikan agama Islam

berjalan efektif dan efisien.

E.

Metode Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data

yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif lebih berupa kata-kata daripada

angka-angka. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan fenomenologis

kualitatif.

Pendekatan fenomenologis yang penulis gunakan mengarah pada dwi

fokus pengamatan, yaitu : 1) apa yang tampil dalam pengamatan yang berarti bahwa

seluruh kegiatan merupakan objek studi. 2) apa yang langsung diberikan (given)

dalam pengalaman itu secara langsung hadir (present) bagi yang mengalaminya

(neoma). Adapun langkah-langkah pendekatan fenomenologis terdiri dari dua

langkah yaitu:

epoche menangguhkan data atau menahan diri dari mengambil

keputusan. Ideation adalah menemukan esensi dari realitas kegiatan Tahfidh

Al-Quran yang menjadi sasaran pengamatan reduksi objek.

F.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Situgede Kecamatan Karangpawitan,

Kabupaten Garut Jawa Barat. penelitian ini dilakukan di lembaga swasta yang di

bina oleh salah satu organisasi keagamaan (Persatuan Islam). Salah satu pendorong

(16)

pendidikan di lembaga swasta seringkali mempunyai kelebihan tertentu dibanding

dengan negeri.

Adapun sampel penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, tata usaha sekolah,

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Metode

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode desriptif analitis, sebuah

metoda yang efektif untuk tujuan mendeskripsikan atau menggambarkan

fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena yang bersifat alamiah maupun fenomena-fenomena hasil

rekayasa.

Menurut Margono(2005: 74),

Penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dan kurikulum pengajaran merupakan

hal yang cukup penting, mendeskripsikan fenomena-fenomena tentang kegiatan

pendidikan, pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan

satuan pendidikan.

Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi atau

memberikan perlakuan-perlakuan tertentu, semua kegiatan, keadaan, kejadian, aspek

komponen atau variabel berjalan apa adanya. Seperti dikatakan John, W

(Sukmadinata, 2005:74) bahwa penelitian deskriptif tidak hanya berhenti pada

pengumpulan data, pengorganisasian, analisis dan penarikan interpretasi serta

penyimpulan, tetapi dilanjutkan dengan perbandingan, mencari kesamaan-perbedaan

(18)

B.

Pendekatan Penelitian

Penelitian inidilakukan dengan pendekatan fenomenologis kualitatif.Metode

dan pendekatan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa masalah yang dikaji berkaitan

dengan masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan, khususnya di Madrasah

Tsanawiyah Persatuan Islam.Melalui pendekatan fenomenologi, diharapkan deskripsi

atas fenomena yang ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan makna dan isinya

secara lebih mendalam.

Menurut Mulyana (2006 : 61) bahwa

“Pendekatan fenomenologi merupakan salah satu rumpun yang berada dalam rumpun

penelitian kualitatif.Fenomenologi adalah suatu ilmu tentang fenomena atau yang

dapat diamati untuk menggali potensi esensi mana yang terkandung di dalamnya”.

Melalui pendekatan fenomenologis, diharapkan deskripsi atas fenomena yang

ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan makna dan isinya secara lebih

mendalam.

Pendekatan fenomenologis yang penulis gunakan mengarah pada dwi focus

pengamatan, yaitu : 1) apa yang tampil dalam pengamatan yang berarti bahwa seluruh

kegiatan merupakan objek studi. Hal ini berarti bahwa yang menjadi objek studi dari

penelitian ini adalah seluruh kegiatan pembinaan akhlak pada siswa melalui

TahfidAl-quran baik dalam jam formal (kegiatan sekolah) atau di luar sekolah. 2) apa yang

langsung diberikan (given) dalam pengalaman itu secara langsung hadir (present)

bagi yang mengalaminya (neoma).

Adapun langkah-langkah pendekatan fenomenologis terdiri dari dua langkah

(19)

Pertama: epoche ialah mengangguhkan data atau menahan diri dari mengambil

keputusan, hal ini penting artinya agar yang ditemukan di Madrasah Tsanawiyah

dapat diungkapkan makna esensialnya. Reduksi yang dilakukan adalah sesuai apa

yang nampak dari pengamatan kebetulan atau aksidental tampil dalam pengamatan

peneliti. Oleh karena itu ketajaman dan kecermatandalam mengamati sasaran menjadi

tanggung jawab secara fenomenologis.

Kedua, ideation adalah menemukan esensi dari realitas kegiatan Tahfidul

Al-Quran yang menjadi sasaran pengamatan reduksi objek (1) karakteristik umum yang

dimiliki semua benda atau hal-hal yang sejenis MTs. Persatuan Islam; (2) Universal,

yaitu mencakup sejumlah benda atau hal-hal yang sejenis yang dimiliki oleh MTs

Persatuan Islam; (3) kondisi yang harus dimiliki benda-benda atau hal-hal tententu

untuk dapat digolongkan dalam jenis yang sama.

Berdasarkan hal tersebut maka ketika menyaksikan kegiatan Tahfidul

Al-Quran, yang dilakukan oleh peneliti tidak secara langsung menyimpulkan (epoche),

melainkan mencoba mencari makna sejati dibalik kegiatan tersebut (ideation).

Dalam pendekatan rumpun kualitatif, langkah-langkah fenomenologis tidak

terlepas dari ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.Data

yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif, lebih berupa kata-kata daripada

(20)

Berdasarkan hal itu peneliti akan lebih memusatkan perhatian pada ucapan dan

tindakan subjek penelitian, serta situasi yang dialami dan dihayati, dengan berpegang

pada kekuatan data hasil wawancara mendalam.

Melalui metode penelitian tersebut penelitian diarahkan untuk memahami latar

alamiah secara utuh, yang tidak terlepas dari konteksnya, sebab hanya dengan

keutuhan itu dapat dipahami permasalahan yang diteliti.

C.

Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian dan sumber informasi

adalah kepala sekolah, kurikulum, TU, dua orang siswa dari kelas tujuh, delapan dan

sembilan.Wawancara untuk pengumpulan data dilakukan kepada Kepala Madrasah,

Guru (khususnya pembina Tahfidul Al-Quran) dan para santri. Jumlah nara sumber

yang harus diwawancarai sebanyak delapan orang, yaitu adalah kepala sekolah,

kurikulum, TU, dua orang siswa dari kelas tujuh, delapan dan sembilan mereka

adalah: (D. K), laki-laki, lulusan Sekolah Tinggi Musadadiyah. Saat ini ia menjabat

kepala sekolah sejak tahun 2000, spesialisasi mata pelajaran Al-Quran. (I. M) seorang

lulusan Mualimin setara dengan SMA tahun 1990, kini ia sebagai guru pembina

Tahfidh Al-Qur’an dan E. R, Sebagai Kurikulum lulusan UNPAD 1997, telah

mengajar sejak 2005.

(G), seorang santri kelas IX Tempat Tanggal Lahir di Garut 16 Agustus 1995 kini

menjabat sebagai ketua OSIS berasal dari SDN Situgede Karangpawitan. Dia tinggal

(21)

prestasinya sedang dan tinggal di pondok. (N), Perempuan kelas IX Tempat Tanggal

Lahir di Garut 10 juni 1995 menjabat sebagai Sekretaris OSIS berasal dari SDN

Cijambe Karangpawitan. Dia tinggal di pondok. (J), santri laki-laki kelas VIII

Tempat Tanggal Lahir di Garut kelahiran 8 Juli 1996 rajin menghapal Al-Quran dan

termasuk berprestasi. Dia tinggal di pondok. (S B), santri laki-laki kelas VIII lahir di

Garut 31 Oktober 1996 nilai prestasi raportnya sedang. Tinggal di pondok. T,

perempuan kelas VII lahir di Garut 27 Mei 1998. Tidak tinggal di pondok.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah teknik observasi, teknik

wawancara dan teknik dokumentasi. Dalam bentuk teknik dan instrumen yang

digunakan dalam penelitian tergantung dari objek penelitian, sumber data, waktu dan

dana yang tersedia, jumlah tenaga yang meneliti dan teknik yang akan digunakan

untuk mengolah data. (Arikunto,2006:160).

Secara lebih jelas, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan

di bawah ini.

1.

Teknik Observasi

Observasi merupakan alat yang sangat ampuh yang dibutuhkan dalam jenis

penelitian kualitatif.

Teknik ini memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal

(22)

diamati. Lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang

tidak terucapkan (tacit understanding).(Alwasilah, 2009 : 155)

Teknik observasi ini digunakan dalam penelitian karena mempunyai

alasan-alasan antara lain :

a.

Keuntungan yang diperoleh melalui observasi adalah pengalaman yang

diperoleh secara mendalam dimana peneliti berhubungan secara langsung

dengan subjek penelitian.Observasi menggunakan observasi Moderat.

Yaitu dalam observasi terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi

orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut

observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

b.

Data yang dikumpulkan dapat diamati dengan jelas

Dalam hal ini Sugiyono (Nasution;1998) menyatakan bahwa observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh

melalui observasi.

Sugiyono (Marshal: 1990) menyatakan bahwa “trought observation the

reseachers learn about behavior and the meaning attached to those

behavior”. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna

dari perilaku tersebut. Selanjutnya mengklasifikasikan observasi menjadi

observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara

(23)

2. Teknik Wawancara

Dengan menggunakan teknik wawancara, data utama yang berupa ucapan,

pikiran, gagasan, perasaan dan tindakan guru yang ditugaskan sebagai

Pembina Tahfid AlQuran, siswa, kepala Madrasah; diharapkan dapat

terungkap oleh penelitian secara lebih teliti dan cermat.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara berstruktur karena

wawancara tipe berstruktur adalah wawancara dengan bantuan alat berupa

catatan yang tersusun. Penggunaan alat bantu ini penting mengingat data

yang dikumpulkan bersifat verbal dan non verbal.

Menurut Singarimbun (1989 : 192), Wawancara merupakan suatu proses

interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh

beberapa faktor yang berinteaksi dan mempengaruhi arus informasi.

Faktor-faktor tersebut adalah : pewawancara, responden, topik penelitian yang

tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.

Berbeda dari survai yang lebih meminta waktu dan kesungguhan dari subjek,

interviu atau wawancara meminta waktu dan kesungguhan dari sang peneliti.

Interviu dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak

mungkin diperoleh lewat observasi. Alwasilah (2009 : 154)

Setelah dilakukan wawancara, informasi yang diperoleh diolah dan

dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dan member check.Hal ini

dilakukan untuk memperoleh masukan kesesuaian data tersebut.

(24)

Dalam literatur paradigma kualitatif ada dibedakan istilak document dari

record (bukti catatan). Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 155) dengan

singkat membedakannya sebagai berikut: record segala catatan tertulis yang

disiapkan seseorang atau lembaga untuk pembuktian sebuah peristiwa atau

menyajikan perhitungan, sedangkan dokumen adalah barang yang tertulis

atau terfilmkan selain record yang tidak disiapkan khusus atas permintaan

peneliti.

Pula selanjutnya Menurut Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009 : 157) bahwa

dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan pemerkaya bagi informasi

yang diperoleh lewat interviu atau observasi.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang berlalu. Dokumen

berbentuk tulisan, catatan merupakan sumber informasi yang sangat berguna,

bahwa sumber informasi yang berupa dokumen dan rekaman cukup

bermanfaat, karena antaran lain: a) merupakan sumber data yang stabil dan

kaya, b) berguna sebagai bukti pengujian, c) bersifat alamiah, d) relative

murah dan mudah diperoleh, e) tidak reaktif.

Data yang bersifat dokumenter itu berupa: (1) Arsip-arsip MTs. Persatuan

Islam Karangpawitan, (2) Program Madrasah, (3) Visi dan Misi, (4) Buku

Catatan Prestasi, (5) Sarana dan prasarana, (6) foto-foto kegiatan, (7) jadwal

(25)

E.

Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menurut Nasution dalam

(repository.upi.edu.2011) melalui tiga tahap yaitu :orientasi, eksplorasi dan member

check:

1.

Tahap orientasi.

Merupakan tahap awal penelitian yang dilakukan untuk memperoleh

gambaran yang jelas dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini antara lain :

a.

Melakukan studi pendahuluan dan penjajakan lapangan ke lingkungan

MTs Persatuan Islam untuk identifikasi masalah dan fokus penelitian.

b.

Mempersiapkan berbagai referensi seperti buku, website, majalah artikel

dan referensi lainnya yang berkeitan dengan penelitian.

c.

Menyusun kisi-kisi penelitian dan pedoman wawancara, observasi dan

dokumentasi

d.

Mengurus perijinan untuk melaksanakan penelitian.

2.

Tahap eksplorasi.

Tahap ini merupakan tahap awal kegiatan penelitian yang bertujuan menggali

informasi dan pengumpulannya dengan fokus dan tujuan penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat ijin dari pihak sekolah.

Kegiatan-kegiatan eksplorasi antara lain :

a.

Menerima penjelasan dari pihak sekolah darn guru yang berkaitan dengan

(26)

b.

Melakukan wawancara secara lisan pada objek penelitian untuk

memperoleh tentang perencanaan kegiatan tahfidh, pelaksanaan tahfidh,

dan evaluasi tahfidh.

c.

Melakukan observasi terhadap kegiatan-kegiatan yang bekaitan dengan

tahfidh Al-Quran.

d.

Membuata catatan kasar hasil data yang terkumpul dari objek penelitian.

e.

Memilih, menyusun dan mengklasifikasikan data sesuai dengan

penelitian.

3.

Tahap member check.

Tahap ini digunakan untuk mengecek kebenaran dari informasi hasil

wawancara, observasi dan dokumentasi yang telah terkumpul agar peneliti

memiliki tingkat kepercayaan yang cukup baik. Pengecekan informasi dan

data dapat dilakukan dengan teknik yaitu :

a.

Menyusun hasil wawancara berdasarkan item-item pertanyaan, menyusun

hasil observasi yang kemudian mengkonfirmasikan hasil wawancara dan

observasi pada nara sumber agar tidak ada kesalaha interpretasi dalam

mendeskripsikan data.

b.

Meminta koreksi hasil yang telah dicatat dri observasi pada nara sumber.

c.

Peningkatan validitas dilakukan dengan triangulasi akan kebenaran

(27)

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagi teknik pengumpulan

data dan sumber data yang telah ada. Sugiyono (2006: 270).

Dalam penelitian ini yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti.

Peneliti adalah “key Instrument” , artinya alat penelitian utama. Sebagaimana

diungkapkan oleh Nasution dalam tesis(2008:57).

1.

Peneliti sebagai alat peka dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi

penelitian.

2.

Peneliti dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat

mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. Tidak ada alat penelitian seperti

yang digunakan kualitatif yang dapat menyesuaikan diri sesuai dengan

macam-macam situasi serupa itu.

3.

Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa alat

test atau angket yang dapat menangkap seluruh situasi kecuali manusia,

hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami situasi dalam segala

hal atau seluk beluknya.

4.

Suatu situasi yang dapat melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu merasakan,

(28)

5.

Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisa data yang diperoleh. Ia

dapat menafsirkan, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan

arah pengamatan untuk men-tes hipotesis yang timbul seketika.

6.

Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulan berdasarkan

data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai

bahan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

Adapun beberapa alasan yang dikemukakan antara lain :

a.

Informan telah secara sadar memahami makna penelitian ini sehingga mereka

bersedia membantu sepenuhnya

b.

Peneliti untuk meneliti sesering mungkin berada di lapangan.

F.

Pengolahan dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak pengumpulan data

dikerjakan secara seksama selam di lapangan maupun setelah dari lapangan.Model

analisis yang digunakan adalah model analisis interaktif. Langkah-langkah yang

dirumuskan Nasution dalam (repository.upi.edu.2011), dalam model meliputi: 1)

koleksi data (data collection), 2) penyederhanaan data (data reductional), 3)

penyajian data (data display), dan 4) pengambilan keputusan serta verifikasi

(conclusion, drawing verivying).

Berdasarkan pendapat tentang model analisis data dalam penelitian kualitatif di atas,

(29)

a.

Koleksi data (data collection), yaitu hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi yang dilakukan peneliti dari objek penelitian dan sumber

informasi, merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Dalam

mengoleksi data, peneliti melakukan observasi dengan objek penelitian dan

sumber informasi serta mencarai dokumentasi hasil dari kegiatan tahfidh

Al-Quran. Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan segera

dituangkan peneliti dalam bentuk tulisan dan di analisa.

b.

Penyederhanaan data (data reductional), yaitu penelaahan kembali seluruh

catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan demikian

tahapan ini akan diperoleh hal-hal pokok yang berkaitan dengan fokus

penelitian.

c.

Penyajian data (data display ), merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok

yang sudah dirangkum secara sistematis, sehingga diperoleh tema dan pola

secara jelas tentang hal yang diteliti agar mudah diambil kesimpulan.

d.

Pengambilan kesimpulan dan verifikasi (conclusion; drawing verivying),

merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dan

memantapkan kesimpulan dengan meber check atau triangulasi yang

dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan. Dengan demikian proses

verifikasi merupakan upaya mencari makna dari data yang dikumpulkan

dengan mencari pola, tema hubungan , persamaan, perbedaan-perbedaan,

(30)

G.

Sumber Data

Sumber dalam penelitian ini adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan

pembinaan akhlak melalui Tahfid Al-Quran, yang ditentukan melalui observasi awal

untuk diwawancara.Keutuhan kehidupan kegiatan yang melibatkan seluruh warga

sekolah MTs Persatuan Islam Karangpawitan dimaksudkan untuk mengamati secara

umum melalui observasi.

Untuk memperoleh data melalui wawancara ditentukan subjek penelitian yaitu:

1.

Kepala MTs. Persatuan Islam dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab

akademik maupun administratif di lingkungan sekolah. Dalam menjalankan

tugasnya kepala sekolah dibantu oleh dua orang PKS (pembantu kepala sekolah)

Bidang Kurikulum dan Kesiswaan. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai

staf pimpinan yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

2.

Guru MTs. Persatuan Islam Karangpawitan khususnya yang ditugaskan dalam

pembinaan Tahfid Al-Quran ditetapkan dua orang beserta pembimbing kegiatan

tahfidh.

3.

Siswa MTs. Persatuan Islam Karangpawitan ditetapkan enam orang untuk

perwakilan tingkatan kelas VII, VIII dan IX.

Data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara dan observasi dibagi empat

alur data, yaitu a) data dari kepala sekolah terhadap siswa dan atau sebaliknya, b).data

(31)

sekolah dan guru-guru. Alur perolehan data primer, data yang hendak diperoleh dari

penelitian ini dilukiskan dalam bagan berikut:

Bagan 3.1

Alur Perolehan Data Primer

Dari Gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa garis (

) menunjukan

jalur pembinaan Akhlak melalui kegiatan Tahfidul Al-Quran melibatkan kepala

Madrasah dan guru.Adapun garis (

) adalah interelasi data

kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi di lapangan.

Kepala Sekolah

Guru Pembina

Pembinaan Akhlak

Melalui Tahfidul

Al-Quran

(32)

Penelitian ini memilih Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam yang berlokasi di Jalan

Raya Karangpawitan No 35 Kabupaten Garut, didasari dengan pertimbangan sebagai

berikut:

1.

Menurut pendapat tim penilai Akreditasi dari Kanwil Kementrian Agama

Provinsi Jawa Barat bahwa Pondok Pesantren Persatuan Islam Tingkat

Tsanawiyah di Kecamatan Karangpawitan yang dikelola oleh swasta memiliki

kualitas dengan memiliki unggulan yaitu kegiatan Tahfid Al-Quran yang

jarang dimiliki oleh pendidikan formal. Tetapi hasil pengamatan dan

informasi dari beberapa guru Madrasah Tsanawiyah ini tidak terlepas dari

permasalahan.

2.

Salah satu hasil dari seminar Pendidikan Umum tanggal 28 Juli 2010 yang

dihadiri oleh pakar Pendidikan Nilai yaitu suatu keharusan bagi para ilmuwan

Pendidikan Umum untuk memahami gejolak nilai yang terjadi dalam

kehidupan. Mereka tidak boleh hanyut dalam pergumulan nilai (War of

Values). Mereka harus mampu menempatkan diri untuk ikut menata,

membina, mengembangkan dan ikut mengendalikan nilai-nilai baik yang

paling utama dan terpenting bagi ahli Pendidikan Nilai adalah memahami dan

mampu mengemban misi dalam mengembangkan kepribadian secara utuh

dengan cara memupuk qalbu dengan siraman spiritual yaitu dengan membaca

(33)

3.

Siswa pada usia di sekolah tingkat Madrasah Tsanawiyah sedang mengalami

masa remaja, yakni dia di tuntut untuk menentukan pilihan-pilihan (nilai,

norma dan moral) yang tepat untuk kehidupan masa depannya.

H.

Gambaran Umum Obyek Penelitian

1.

Sejarah Pondok Pesantren Persatuan Islam Karangpawitan Garut

Untuk memperoleh gambaran tentang keberadaan pondok pesantren tingkat

Madrasah Tsanawiyah, peneliti telah melakukan observasi dan wawancara dengan

sesepuh pondok pesantren.Dari hasil kegiatan tersebut peneliti memperoleh data yang

merupakan gambaran obyek penelitian sebagai berikut.

Berawal dari seorang pemuda Kristen katolik sekitar tahun 1965 bertempat

tinggal di Jakarta, masuk Islam (mualaf) kemudian termarjinalkan oleh anggota

keluarga yang lain. Sehingga dia pindah ke daerah Garut untuk menemui

saudara-saudaranya, kemudian waktu berjalan dan dia seorang diri, berusaha untuk tetap

hidup dengan bekerja sebagai kuli pada sebuah perusahaan kayu dan perlengkapan

rumah tangga.

Beberapa tahun berjalan, dia berniat untuk mencoba usaha kayu dari gajinya

sendiri setelah mencoba belajar sebagai tukang kuli kayu dan bangunan pada

perusahaan. Lambat laun perekonomian dia membaik dan mampu membeli sebuah

rumah di Garut Kota, beberapa tahun berjalan kemudian menjual rumahnya dan

mendirikan rumah baru di daerah Karangpawitan, banyak orang memperhatikan

(34)

Persatuan Islam mendekatinya dan mulai secara bertahap belajar mengenai Islam.

Seiring perjalanan waktu dia belajar Islam lebih dalam, dia terinsprirasi untuk

mengembangkan Islam lewat pendidikan, hal itu seirama dengan organisasi persatuan

Islam pada penyebaran paham Islamnya melalui Dakwah dan Pendidikan. Maka

didirikanlah Pondok Pesantren pada tahun 1980 dengan dana pribadi tanpa bantuan

pemerintah dan swadaya masyarakat, dan tentu saja menjadi cemooh di berbagai

kalangan masyarakat yang kurang suka dengan keberadaan pesantren.Hal tersebut

tidak menyurutkan niat untuk berjuang menyebarkan Islam lewat pendidikan.Pada

tahun 1996, akhirnya atas ijin Allah SWT keluarga mualaf sepakat pesantren secara

resmi di wakafkan ke organisasi keagamaan yaitu Persatuan Islam. Pada tahun 1998

sang pendiri meninggal dunia di masjid jami pesantren yang dia bangun bersama

pesantrennya.Berjalannya zaman tidak meredupkan perjuangan muwakif hingga saat

ini, dalam hal pendanaan saja, muwakif menjadi penopang nomor satu dalam

pembangunan.

Mayoritas penduduk masyarakat sekitar kebanyakan penganut agama permai

(agama sunda karuhun) dan desa ini merupakan desa yang tingkat pendidikannya

sangat rendah, dan tingkat kesejahteraannya relative rendah dalam tingkat minimum

dengan mata pencaharian sebagai buruh kuli batu bata, ternak dan bertani.

Dalam hal ini dibutuhkan suatu tekad untuk mencoba memecahkan masalah

yang ada dan membuat proyeksi pembinaan umat kedepan secara Islami yang

dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan segala aspek tancangan dan

(35)

Sebagai lembaga yang melaksanakan ajaran Islam serta mengarahkan dakwah

pada kesatuan umat yang sadar bahwa setiap muslim mempunyai kewajiban terhadap

muslim lainnya untuk melakukan amarma’ruf nahyi munkar, menjalankanibadah

sesuai tuntunan Al-Quran dan As-Sunah. Keberadaan pesantren sebagai basis

regenerasi umat Islam yaitu membina kesadaran dan rasa tanggung jawab umat

terhadap ajaran Islam melalui pendidikan, dakwah, kesejahteraan dan lingkungan

hidup dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya.

Setelah diwakafkan pada organisasi keagamaan Persatuan Islam, Pesantren

akhirnya dikelola secara penuh oleh organisasi, dan dibantu secara managemen dan

pendanaan oleh keluarga muwakif.Saat ini, keberadaan pondok pesantren sebagian

orang masih beranggapan bahwa organisasi persatuan Islam belum maksimal

memberdayakan semua SDM organisasi sekolahnya.

Para santri mengikuti kegiatan belajar mengajar pada pagi, sore dan malam

hari, sebagian ada yang menginap dan sebagian ada yang tinggal dirumah

masing-masing. Kebanyakan para santri yang sekolah di pesantren ini adalah warga dari

kecamatan lain.

Mengenai klasifikasi pesantren, jika merujuk pada klasifikasi pesantren yang

dikemukakan oleh Zamakhsyari (Mas’ud, 2007: 20) Pesantren yang santrinya kurang

dari seribu orang termasuk kategori pesantren kecil disamping itu pengaruhnya pun

hanya sekitar kecamatan dan kabupaten, walaupun ada beberapa orang santri dari luar

(36)

Penyelenggaraan pendidikan di lembaga pesantren ini menggunakan 100%

kurikulum Nasional dan 100% kurikulum kepesantrenan (agama), sehingga banyak

orang memberikan nama sebagai sekolah pendidikan plus. Kegiatan belajar mengajar

formal berlangsung pada pagi, ketika sore siswa yang tinggal di asrama di bebaskan

melakukan aktifitas. Sedangkan pada waktu subuh, ada kalanya santri melanjutkan

membaca dan menghapal Al-Quran atau ceramah dari pihak pesantren. Kegiatan

tersebut walaupun belum maksimal dalam arti pembinaan yang melibatkan seluruh

guru dari jam formal atau pun pembina khusus tahfidh, namun pesantren terus

berupaya untuk memaksimalkan kegiatan pembinaan akhlak ini dari berbagai lini,

termasuk lini pendidikan formal.Waktu belajar pada jam formal, terdapat

muatan-muatan yang menekankan bahwa siswa atau santri harus hapal atau mengulang

beberapa ayat sebelum jam pelajaran dimulai, hal ini bertujuan siswa ditekan-kan

untuk selalu ingat dan terekam muatan ayat-ayat Al-Quran sebagaimana dipahami

oleh beberapa pengurus sekolah atau Madrasah bahwa dengan pengulangan

terus-menerus mereka yakin bahwa akan tumbuh kebiasaaan yang baik dan pula membantu

kecerdasan dan kemampuan berfikir anak. Hal inilah salah satunya yang mendorong

bahwa Al-Quran adalah kitab suci yang dapat membantu mencerdaskan, kuat ingatan,

berakhlak baik, dengan tujuan itulah para siswa di tuntut untuk menghafal Al-Quran

(37)

2.

Profil Pondok Pesantren Persatuan Islam Karangpawitan Garut

Pondok Pesantren Persatuan Islam tingkat Tsanawiyah beralamat di Jl.

Karangpawitan No. 35 Gang Pesantren. Berdiri sejak tahun 1983 dan diresmikan oleh

Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Barat, H. Mumuh A.

Muhdiyat BA pada tahun 1987.

Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam ini letaknya sangat strategis mengingat

berada pada batas Kecamatan Karangpawitan dan Kecamatan Sucinaraja dan cukup

kondusif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar karena lokasinya tidak

berada di pinggir jalan melainkan masuk gang pesantren sekitar 150 meter.

a.

Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah

Visi Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam adalah membentuk Insan yang ber

akhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,serta menjadi kader

Ulul Albab.

Adapun misi Madrasah yaitu :

a.

Meningkatkan kualitas peserta didik menjadi manusia yang berbudi pekerti

luhur, berkepribadian mandiri, maju, kreatif, cerdas, disiplin dan bertanggung

jawab.

b.

Membekali IMTAQ dan IPTEK

c.

Menyiapkan kader Ulul Albab

Selanjutnya penjabaran Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah Perstuan Islam adalah:

(38)

b.

Menyempurnakan kurikulum baik kurikulum baku maupun lokal

c.

Meningkatkan kualitas staf pengajar

d.

Meningkatkan sarana dan prasarana pembelajaran

e.

Melakukan kegiatan mentoring agama

f.

Memberikan keterampilan kepada santriwan dan santriwati untuk menjadi

mandiri

g.

Memberikan bekal pengetahuan dalam bidang keagamaan dan teknologi.

Jumlah santri di Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam Karangpawitan selalu

mengalami fluktuatif setiap tahunnya. Saat ini terdapat 60 orang santri yang terdiri

terdiri dari 35 perempuan dan 25 laki-laki. Jumlah ini terhitung sedikit dibanding

beberapa tahun ke belakang. Padahal, sejak dibangun oleh muwakif madrasah ini

selalu ramai dan menjadi perhatian para orang tua untuk menyekolahkan di Madrasah

ini. Pada saat itu tercatat terdapat dua rombongan belajar untuk kelas VII saja.

Namun pada tahun 1999 jumlah santri mengalami penurunan, hal ini disebabkan

adanya Sekolah Menengah Pertama atau SMP yang dibangun sangat berdekatan,

berjarak sekira 200 meter dengan madrasah ini. Selain hal tersebut, banyak orang tua

yang beranggapan bahwa lulusan madrasah akan sulit mendapat kerja sedangkan

SMP merupakan sekolah negeri yang lulusannya akan mudah mendapat kerja.

Sesuatu yang khusus dan dimiliki oleh pondok pesantren Madrasah Tsanawiyah

adalah memiliki tempat yang dirawat dengan baik sehingga selalu tampak bersih dan

(39)

hoak yang melindungi gedung sekolah kususnya asrama dari panas matahari secara

langsung.

Seragam Madrasah Tsanawiyah ini juga berdeda, untuk santri perempuan

memakai rok berwarna coklat, baju kurung warna krem serta kerudung warna kuning

tua dengan cara dililit. Mereka menamakannya “kerudung hoas”.Sementara untuk

santri laki-laki memakai celana berwarna coklat dengan baju berwarna putih dan

memakai peci berwarna hitam. Seragam seperti ini cukup unik dan memiliki identias

sendiri karena berbeda dengan madrasah lain pada umumnya yang memakai seragam

berwarna putih dan biru.

Ada beberapa istilah yang juga berbeda dengan madrasah lain pada umumnya.

Untuk penamaan siswa, madrasah ini menggunakan istilah santriwan untuk siswa

laki-laki dan santriwati untuk siswa perempuan.Untuk penamaan guru, biasa

memanggil dengan sebutan Ustadz untuk guru laki-laki dan Ustadzah untuk guru

perempuan.Dan untuk penamaan organisasi intra sekolah yang lebih dikenal dengan

istilah OSIS, madrasah ini menggunakan istilah Rijaalul Ghad untuk santri laki-laki

dan Ummahaatul Ghad untuk santri perempuan.

b.

Kurikulum yang digunakan Pondok Pesantren

Pondok pesantren Persatuan Islam tingkat Madrasah Tsanawiyah Persatuan

Islam dengan nomor statistik 21.2.32.07.18.012 menggunakan kurikulum dari

Kementrian Agama yaitu KTSP dan Kurikulum Pesantren yang dibuat oleh internal

(40)

pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai santri, penilaian,

kegiatan belajar mengajar dan sumber daya pendidikan dalam pengembangan

kurikulum sekolah, santri lebih proaktif serta posisi guru hanya sebagai fasilitator

saja.

Lain halnya dengan kurikulum lokal.Kurikulum ini berfungsi sebagai acuan

materi agama yang terdapat di internal Persatuan Islam yang harus dipahami oleh

santri pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah

Aliyah.Kurikulum ini menjadi kewajiban bagi pondok pesantren yang berada dalam

binaan organisasi masyarakat Persatuan Islam.Hal ini dilakukan supaya pesantren

tidak kehilangan identitasnya sebagai lembaga pendidikan yang berbasis Agama

Islam.

Kurikulum lokal ini merupakan acuan yang lebih menekankan pada

pengetahuan agama yang terdapat dalam kitab berbahasa Arab dan gundul (tidak

berharokat) maka dibutuhkan suatu ilmu (alat untuk membacanya), keterampilan, dan

nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak, dalam arti

memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Adapun materi dalam kurikulum pesantren ini adalah sebagai berikut:

Nahwiyah, Sharf (semacam ilmu alat untuk membantu cara membaca arab gundul

atau bacaan arab tanpa harokat), dasar-dasar Ilmu Mustholah (sebagai Ilmu untuk

menelusuri sebuah hadist, apakah hadist tersebut shahih, dlaif, layin atau lembek atau

bahkan tertolak, tahfidh Al-Qur’an, ilmu aqidah dan akhlak, serta bahasa arab

(41)

Materi-materi tersebut menjadi fokus utama daripada materi-materi umum.

Karena selama ini kurikulum KTSP yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap

kurang efektif digunakan di madrasah ini dibanding dengan kurikulum tahun 1994.

Kurikulum yang dipergunakan di Madrasah Tsanawiyah saat ini memuat mata

pelajaran khusus pondok pesantren yang dilaksanakan di luar jam formal seperti

waktu sore hari magrib dan subuh, sedangkan mata pelajaran baku yang dikeluarkan

oleh pemerintah dilaksanakan mulai dari jam tujuh tigapuluh pagi sampai jam satu

siang.

Adapun kegiatan ekstrakurikuler di madrasah ini di antaranya, malam bina

iman dan taqwa atau MABIT, membaca Al-Quran sebelum jam pelajaran formal di

mulai dan latihan membaca arab gundul.

Dengan menggunakan kurikulum lokal dan keberadaan kegiatan ekstrakurikuler

ini pemerintah sebenarnya terbantu dalam hal meningkatkan mutu pendidikan dan

pemahaman terhadap agama Islam. Sehingga menghasilkan lulusan yang memahami

dasar-dasar agama yang kuat, mampu bersaing dengan lulusan-lulusan yang lain

serta ber akhlakul karimah.

c.

Sarana dan Prasarana

Pondok Pesantren Persatuan Islam tingkat Tsanawiyah ini memiliki tujuh lokal

bangunan.Satu lokal untuk kantor yang juga digunakan untuk perpustakaan, tiga lokal

untuk ruang kelas, satu lokal untuk laboratorium komputer dan laboratorium IPA, dan

(42)

Selain itu, di pesantren terdapat satu buah MasjidJami, satu lokal asrama

santriwati, dua lokal asrama santriwan, dua lokal toilet putri, dualokal toilet putra,

dan satu toilet asatidz.

d.

Prestasi yang pernah diraih

Madrasah ini selalu berupaya berpartisipasi mengikuti berbagai lomba yang

diadakan berbagai lembaga atau instansi.Bagi pondok pesantren, menang atau kalah

tidak jadi masalah yang penting berani bertanding. Kepada para santrinya selalu

ditanamkan nilai-nilai percaya diri ketika berhadapan di depan masyarakat. Madrasah

ini patut berbangga karena walaupun hanya madrasah swasta yang relatif kecil, tapi

manajemennya di tata dengan baik sehingga prestasi yang diraih pun tidak kalah

Madrasah Negeri.

Berdasarkan data yang ada di madrasah ini, beberapa santri pernah meraih

prestasi di bidang MTQ, Kaligrafi, Pidato Bahasa Inggris, dan Pidato Bahasa Arab.

Namun sangat disayangkan, fasilitas kantor seperti komputer tiga unit, Televisi,

peralatan Laboratorium IPA dan piala-piala penghargaan perlombaan hilang pada

tahun 2005. Termasuk bukti fisik yang menyangkut perlombaan tidak ada.Adapun

(43)
[image:43.595.104.520.244.629.2]

Tabel 4.1

Daftar Prestasi MTs. Persatuan Islam Karangpawitan.

Sumber (record pesantren-2009)

No

Jenis Prestasi

Penyelenggara Tingkat /Waktu

Juara

Ket

1

Pidato Bahasa

Arab

Ponpes

Al-Hidayah

Pondok se Garut.

1995

III

Tropi

2

Pidato Bahasa

Indonesia

Ponpes

Al-Hidayah

Pondok se Kab.

Garut.1995

III

Tropi

3

Kaligrafi Arab

MTs. 19

Bentar

Pondok Persis

se-Garut. 1997

II

Tropi

4

Adzan

Unisba

Jabar.1998

II

Tropi

5

Kaligrafi Arab

MTs.

Cisurupan

Kecamatan.1999

III

Tropi+

piagam

6

MTQ

Depag

Kecamatan.2000

Harapan Tropi

7

Puisi

MTs Arohmah

Kecamatan.2001

III

Tropi

8

Kaligrafi

MTs Arohmah

Kecamatan. 2003 II

Tropi+piaga

m

9

Putsal

Depag

Kecamatan

Kecamatan.2005

III

Tropi

10 Kaligrafi

MTs.

Babakanloa

Antar Pesantren.

2008

II

Tropi

11

Pidato

B.Inggris

MTs.

Arrahmah

Antar

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, pada

bagian akhir ini, penulis menarik beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari

perumusan masalah, tujuan penelitian dan hipotesis yang penulis tetapkan berkaitan

dengan kegiatan tahfidh Al-Quran dalam pembinaan akhlak di Madrasah Tsanawiyah

Persatuan Islam Karangpawitanantara lain:

1.

Kesimpulan Umum

Berdasarkan sejumlah temuan di lapangan, tampak bahwa pendidikan akhlak

melalui tahfidh Al-Quran yang dilakukan Madrasah adalah sebagai upaya pembinaan

karakter (akhlak) siswa untuk tetap terjaga dari hal-hal yang buruk dan terarah sangat

bagus karena berupaya mencari langkah untuk melakukan perubahan sosial dengan

pendekatana agama (Al-Quran). Diharapkan pola pendidikan dengan menekankan

pada pendekatan dengan Al-Quran, pendidikan secara terpadu terhadap segala jenis

tantangan peserta didik itu sendiri. Tidak parsial, sehingga tidak ada yang tertinggal

dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya

secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya. Artinya, dalam

pembinaan akhlak melalui tahfidh Al-Quran memandang manusia secara totalitas

untuk beribadah, mengembalikan fitrah manusia itu sendiri dengan melakukan

(45)

serta menjadikannya al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan utama, berjalan sinergi

dengan landasan yuridis formal Pancasila dan UUD 1945 dan undang-undang sistem

pendidikan nasional tahun 2003.

Pendidikan Nilai merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi

nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui “value based

education”. Dan pengembangan nilai-nilai bangsa di Madrasah Tsanawiyah

Persatuan Islam Garut dibentuk melalui pembinaan akhlak dengan pendekatan pada

Al-Quran dengan menginternalisasi nilai-nilai islami melalui pendekatan interventif

dan habituasi yang dilakukan di sekolah.

Kriteria akhlak yaitu: kekuatan ilmu, marah yang terkontrol oleh qolb, kekuatan

nafsu syahwat, dan kekuatan keadilan dapat dirasakan dengan mendekatkan diri pada

sang pencipta yaitu agama

.

Pendidikan akhlak di peroleh dengan meneladani sifat

Rasulullah karena beliau adalah uswah al-hasanah. Perbaikan akhlak melalui

beberapa tahap yaitu takhalli (pengosongan diri dari sifat tercela), tahalli (pengisian

diri dengan akhlak mulia dan ketaatan), dan tajalli (penampakan buah prilaku mulia).

Dalam hal ini di perlukan seorang guru atau mursyid untuk membimbing murid

dalam menapak jalan spirituaL.

Maka tampak dalam revitalisasi nilai akhlak melalui tahfidh Al-Quran dapat

dirinci sebagai berikut:

a.

Tujuan yang diharapkan dengan mengintegrasikan disiplin ilmu agama

(46)

muda muslim yang memiliki budi pekerti yang mulia (akhlak

al-karimah),keluasan ilmu, keunggulan amal, yang berdedikasi tinggi demi

kemajuan agama Islam, bangsa, dan negara. Maka pola guru/ murabbi dan

memberikan penanaman nilai akhlak kepada siswa dengan cara

menginternalisasikan nilai-nilai Qur’ani melalui proses keteladanan (uswah

hasanah) dengan mengedepankan prinsip-prinsip kasih sayang, sejarah

perjuangan para Rasul yang terkandung dalam Al-Quran dan sejarah para

sahabat rasul yang berdedikasi tinggi terjaga akhlaknya dengan Al-Quran.

1.

Berupaya membina akhlak santri dengan menanamkan nilai-nilai Agama

Islam yaitu Al-Quran sehingga batin mereka terasa terikat dengan Al-

Quran.

2.

Memiliki akhlak terpuji baik perkataan maupun perbuatan yang

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dikeluarga, disekolah maupun

dimasyarakat.

3.

Mampu menyaring pengaruh negatif dari luar.

4.

Mampu membaca Al-Quran dengan baik dan menjaga hapalannya,

memahami isi kandungan ayat yang telah dihapalnya dan mampu untuk

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

5.

Mampu menjalankan amar ma’ruf dan nahyi munkar.

(47)

b.

Tujuan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Persatuan Islam Karangpawitan

diantaranya adalah untuk menanamkan nilai Akhlak. Nilai yang dimaksud

adalah nilai yang terkandung dalam Al-Quran yang selalu terjaga (qur’ani)

sebagaimana nilai yang teraplikasikan dalam pribadi Rasulullah SAW

dengan akhlaqul karimah. Sementara aplikasi akhlak yang ditanamkan

sekolah diharapkan dilakukan siswa di lingkungan sekolah, asrama maupun

di masyarakat luas.

c.

Proses

pembelajaran

di

Madrasah

Tsanawiyah

Gambar

Tabel 4.1 Bagan 3.1
Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Senyawa metabolit sekunder dari kelompok fenolik dan flavonoid merupakan senyawa yang berkontribusi pada aktivitas biologis dari suatu tanaman. Kelompok senyawa flavonoid dan

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi kegiatan guru, lembar observasi kegiatan siswa, lembar observasi kegiatan kelas, lembar observasi kegiatan

Pihak Badan Pertanahan Lampung Tengah bersikukuh tidak akan memproses pendaftaran tanah wakaf bagi tanah-tanah yang diwakafkan yang belum memiliki sertifikat sebagai hak

1. Tulisan/naskah belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain, berupa: a. Kajian yang ditambah pemikiran penerapannya pada kasus tertentu, atau c.

Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan kepadatan populasi dan aktivitas menggigit Anopheles farauti yang merupakan vektor malaria di ekosistem pantai (Kabupaten

Menurut Iskandar, Yen, &amp; Anwar (2011), auditing adalah suatu proses pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen

membawa pulang sepeda yang sudah saya impikan sejak dulu, akan tetapi ketika sudah sampai rumah, ternyata saudara saya bilang bahwa merk sepeda yang saya beli

Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi factor atau multi kriteria menjadi suatu bentuk hirarki,Dari hasil pengujian tersebut rengking dan