• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA YANG AKTIF DI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA YANG AKTIF DI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN

MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI

PADA MAHASISWA YANG AKTIF DI BADAN EKSEKUTIF

MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SKRIPSI

Gesit Ikrar Negarawan 201110230311140

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN

MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI

PADA MAHASISWA YANG AKTIF DI BADAN EKSEKUTIF

MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Gesit Ikrar Negarawan 201110230311140

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Hubungan kecerdasan emosi dan manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Nama Peneliti : Gesit Ikrar Negarawan NIM : 201110230311140 Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Waktu Penelitian : 5-19 Januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 5 Februari 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dra.Tri Dayakisni, M.Si ( )

Anggota Penguji : 1. Tri Muji Ingarianti M.Psi ( )

2. Hudaniah, S. Psi, M.Si ( )

3. Istiqomah, S.Psi, M.Si ( )

Pembimbing I

Dra.Tri Dayakisni, M.Si

Pembimbing II

Tri Muji Ingarianti M.Psi

Malang, 5 Februari 2016 Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra.Tri Dayakisni, M.Si

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapatmenyelesaikan skripsi dengan judul “hubungan kecerdasan emosi dan manajemen konflik pada mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam proses penyusunanskripsiini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnyakepada :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si dan Ibu Tri Muji Ingarianti, M.Psi. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si selaku dosen wali yang telah member dukungan dan pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku yang tercinta, kakak dan adikku yang tersayang serta seluruh keluarga, yang selalu memberikan dukungan,do’a,dan kasih sayangnya sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 khususnya kelas C yang memberikan semangat, dukungan serta berbagi ilmu dan saling melengkapi kekurangan masing-masing. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan

pada penulis dalam menyelesaikanskripsi ini, dan semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.

(6)

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan sara demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 30 Januari2015 Penulis,

Gesit Ikrar Negarawan

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

TINJAUAN TEORI ... 6

METODE PENELITIAN... 14

RancanganPenelitian ... 14

SubyekPenelitian... 14

VariabeldanInstrumenPenelitian ... 14

Prosedur danAnalisa Data ... 15

HASIL PENELITIAN ... 15

DISKUSI ... 18

SIMPULAN DAN IMPLIKASI... ... 20

REFERENSI... ... 20

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.DeskripsiSubyekPenelitian ... 15

Tabel 2. Deskripsi Data Penelitian... 16

Tabel 3. Perhitungan t-score manajemen konflik kompromi... 17

Tabel 4. Perhitungan t-score kecerdasan emosi ... 18

Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi ... 18

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Blue print dan Skala Try Out ... 23

Lampiran 2. Output Validitas dan Reliabilitas ... 29

Lampiran 3. Hasil Try Out ... 35

Lampiran 4. Blue Print Valid Penelitian ... 37

Lampiran 5. Skala Penelitian ... 39

Lampiran 6. Tabulasi data Penelitian ... 43

Lampiran 7. Analisis Korelasi Product Moment ... 54

(10)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA YANG AKTIF DI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Gesit Ikrar Negarawan

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Manajemen konflik kompromi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu dengan melibatkan bebarapa pihak untuk memcahkan masalah yang dihadapi dengan mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik. Tinggi rendahnya manajemen konflik kompromi mahasiswa juga ditentukan oleh tinggi rendahnya kecerdasan emosi mahasiswa. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dan manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Desain yang digunakan adalah penelitian kualitatif korelasional dengan metode analisis korelasi product moment. Subjek penelitian ini berjumlah 120 mahasiswa aktif yang ada di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala manajemen konflik kompromi dan kecerdasan emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif di badan eksekutif mahasiswa universitas muhammadiyah malang, dengan koefisiensi korelasi sebesar 0,297 dan tingkat signifikansi 0,001 (p<0,05). Sedangkan koefisien determinasi sebesar 0,088, yang menunjukkan bahwa variabel bebas memberikan pengaruh terhadap variabel terikat sebesar 8,8%.

Kata kunci: Manajemen konflik kompromi, kecerdasan emosi

Compromise conflict management is an activity undertaken by individuals involving some parties to suss out the problems faced by directing the dispute towards a particular outcome that may or may not produce a final form of conflict resolution. The level of conflict management compromise the student is also determined by the level of emotional intelligence of students. The study also aimed to determine the relationship of emotional intelligence and conflict management compromise on active students in the Student Executive Board of Muhammadiyah University of Malang. The design was a qualitative study correlation product moment correlation analysis method. Subjects of this study were 120 active students in the Student Executive Board of Muhammadiyah University of Malang, East Java. The data collection is done by using a scale of compromise conflict management and emotional intelligence. The results showed that there was a significant positive relationship between emotional intelligence and conflict management compromise on students who are active in the executive body of the university students of Muhammadiyah Malang, with a correlation coefficient of 0.297 and a significance level of 0.001 (p <0.05). While the determination coefficient was 0.088, which indicates that the independent variable influence on the dependent variable of 8.8%.

(11)

Mahasiswa yang sedang kuliah tidak hanya menekuni dunia pendidikan terus menerus, tetapi perlu mengembangkan kemampuan personal melalui kegiatan ekstra, yaitu keorganisasian. Dengan mengikuti organisasi tertentu,di harapkan mahasiswa dapat mempunyai kemampuan leadership yang mempuni. Untuk itu Universitas Muhammadiyah Malang membebaskan mahasiswa untuk bergabung ke organisasi, baik intra maupun ekstra kampus. Organisasi intra yang tersedia sangat banyak, mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa, Senat Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusasn, maupun Himapro. Sedangkan organisasi ekstra kampusyang sudah berkembang baik antara lain Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Himpuinan Mahasiswa Islam, GMNI, KAMMI, dan lain-lain. Di universitas muhammadiyah malang banyak terdapat paguyuban atau komunitas mahasiswa luar daerah, yaitu dari : Mataram, Kalimantan, Sumatra, bali, Sulawesi, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Papua, dan lain-lain, yang tergolong dalam badan eksekutif mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Badan eksekutif mahasiswa merupakan satu dari bagian sistem struktur perguruan tinggi yang diberikan peran untuk melakukan proses rekayasa intelektual, rekayasa gerakan, rekayasa kreatifitas bahkan rekayasa batin kepada seluruh masyarakat mahasiswa dalam rangka untuk menggapai cita-cita universitas sebagai sistem makro. Dilain hal seringkali badan eksekutif mahasiswa dianalogikan sebagai state miniatur yang diperkecil dengan kondisinya sebagai organisasi mahasiswa dalam wilayah perguruan tinggi. Dengan demikian maka tentunya badan eksekutif mahasiswa sudah selayaknya melakukan konsolidasi struktural dengan mengaplikasikan sistem state administration.

Fungsi dan peranan badan eksekutif mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang adalah : 1. Merencanakan, menyusun, membuat, yang selanjutnya merekomendasikan peraturan pokok tentang Lembaga Intra dalam bentuk Konstitusi Lembaga Intra; 2. Menyelenggarakan program dan aktivitas untuk memupuk soliditas dan kebersamaan antar lembaga intra, dan lembaga kemahasiswaan lainnya dalam hal posisi dan pelaksanaan peran organisasi pengembangan kemahasiswaan di universitas muhammadiyah malang dan;3. Responsibiliti terhadap berbagai kebijakan kampus yang memang tidak mampu merepresentasikan kepentingan mahasiswa.Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi. Organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang digariskan dapat berjalan dengan baik.

Membangun organisasi yang kokoh sering dihadapkan pada berbagai situasi konflik. Konflik bisa bersumber dari perbedaan atau keanekaragaman latar belakang komunitas, aturan-aturan yang sangat ketat, beban kerja personil organisasi yang cukup berat, karakter kepimpinanan yang otoritatif, atau adanya aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan baru pimpinan organisasi yang di pandang kurang aspiratif, akomodatif, atau sepihak. Konflik oleh sebagian besar orang dianggap selalu berdampak negatif. Padahal, dalam kondisi tertentu konflik perlu dimunculkan untuk kepentingan perubahan dan pengembangan organisasi sekolah.Oleh karena itu, pengetahuan tentang teknik dan cara mengelola konflik organisasi secara efektif begitu penting dikuasai oleh pimpinan organisasi.

(12)

menyebabkan adanya kesalah pahaman diantara anggota yang dapat menyebabkan terlantarnya atau kacaunya suatu program yang telah dijalankan, dapat menyebabkan sifat iri yang terjadi pada sesama anggota yang dapat memecah keutuhan suatu organisasi. Kasus ini dapat menyebabkan terjadinya overlapping dimana anggota ataupun struktur organisasi lainya mengerjakan programyang sudah ditentukan tetapi yang lainnya lagi tidak mengerjakan program yang sudah dijalankan dan disepakati bersama, hal ini sering kali memicu rasa ketidak adilan diantara anggota yang dapat berpengaruh pada terganggunya rasa pertanggung jawaban terhadap tugas – tugas yang telah disepakati bersama. Masalah ini sangat kompleks sehingga dapat menjangkau semua kalangan, dari mulai atasan sampai anggota yang terkecil, yang lebih kompleksnya lagi jika permasalah ini sudah terjadi pada pemimpin organisasi tersebut, jika masalah tersebut sudah terjadi dalam pimpinan maka sangat berbahaya karena dapat menyebabkan bubarnya suatu system organisasi, baik dalam skala kecil maupun skala besar sekalipun.

Padahal para pemimpin selain berhubungan dengan pelaksanaan program kerja seharusnya mereka memiliki ikatan cultural, ketika terjalin komunikasi diantara mereka agar tidak terjadi kesalah pahaman yang diantaranya : pengkarderandanrecruitment. Bagi sebagian organisasi, masalah pengkarderan ini menjadi permasalahan yang lumayan berarti karena pengkaderan ini dapat menentukan suksenya suatu organisasi yang didirikan, karena tidak memungkiri jika anggota banyak dapat memberikan dampak positif yang salah satunya adalah memperingan tugas – tugas. Tetapi masalah pengkarderan ini sering kali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi pembangunan kemajuan suatu organisasi. Maka dapat dikatakan bahwa kesuksesan organisasi dapat di lihat dari banyaknya anggota dalam organisasitersebut mempertahankan kader–kader. Tak heran jika mempertahankan para kader atau anggota dalam organisasi itu lebih sulit dari pada merekrutnya karena jika tidak pandai dalam memperthankanya maka para kader atau anggota dapat pergi dengansendirinya karena seleksi alam yang berujung dengan perginya atau keluarnya anggota dalam organisasi tersebut, sehingga menyebabkan hancurnya atau terjadi kemunduran suatu organisasi.

Apalagi, dalam berorganisasi individu akan berhubungan dan bekerjasama yang begitu lama, intim, dan erat satu sama lain, kiranya cukup beralasan untukmengasumsikan bahwa seiring dengan perjalanan waktu, niscaya akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka (Wexley & Yukl, 1984; Winardi, 1994). Akan tetapi, apabila konflik menjadi semakin meningkat, meluas, dan persisten, bukan mustahil akan berpengaruh negatifterhadap efektivitas kerja organisasi, bahkan bisa terjadi situasi keos.

Dalam situasi inilah, peran pimpinan sebagai mediator situasi konflik sangat penting. Fungsi pimpinan sebagai manager meniscayakan adanya kemampuan mengelola situasi konflik antarpersonil organisasi agar tidak berkembang dan persisten. Kepemimpinan transformasional dalam manajemen konflik dengan pendekatan kecerdasan emosional, sangat cocok untuk pemimpin pada organisasi, dengan intensitas konflik yang kental oleh faktor-faktor psikologis.

(13)

merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, di mana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.

Dalam aktivitas organisasi, dijumpai bermacam -macam konflik yang melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Pada hakekatnya konflik terdiri atas lima bentuk, yaitu: 1) konflik dalam diri individu, 2) konflik antar individu, 3) konflik antar anggota dalam satu kelompok, 4) konflik antar kelompok, 5) konflik antar bagian dalam organisasi, dan konflik antar organisasi. Suatu konflik merupakan hal wajar dalam suatu organisasi. Sering kali konflik tidak dapat dihindari dalam organisasi, karena konflik dapat menjadi kekuatan positif dan negatif, sehingga tidak perlu menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan saja yang perlu dihilangkan. Beberapa jenis atau tingkatan konflik mungkin terbukti bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi.Dengan demikian konflik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, tetapi merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat memberikan kontribusinya bagi pencapaian tujuan organisasi.

Dalam Robbins (1996) "organizational behavior" menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. sedangkan menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.

Keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja individu karyawan. Setiap organisasi selalu berusaha meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan. Kinerja masih merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh pihak manajemen, sehingga ma- najemen perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Salah satu ukuran kinerja karyawan adalah kemampuan intelektual, yang didukung dengan kemampuan menguasai, mengelola diri sendiri serta kemam- puan dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2000)

Pola penyelesaian konflik yang kurang konstruktif, melahirkan konflik yang berkepanjangan, dan tak terselesaikan akan berdampak pada lingkungan keluarga yang kurang sehat untuk tumbuh kembang anak (Handayani dkk., 2008). Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan ataupun penggunaan gaya manajemen konflik pada individu, seperti yang diungkapkan dalam penelitian Lee Fen Ming (dalam Wirawan, 2010), bahwa kesuksesan manajemen konflik memerlukan keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri mengenai kecerdasan emosional, memanajemeni emosi, empati, serta membina hubungan berdasarkan kecerdasan emosional.

(14)

Dalam penelitian West (2002) membuktikan bahwa kerjasama secara berkelompok mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan kerja yang dilaksanakan oleh perorangan. Setiap tim maupun individu sangat berhubungan erat dengan kerja sama yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan kinerja.

Dalam Darling and Walker (2001) berpendapat, bahwa kunci untuk menjadi pemimpin organisasi yang sukses adalah manajemen konflik yang efektif. Mereka juga menekankan pada peranan kecerdasan emosional dalam mempengaruhi konflik. Mereka juga menyimpulkan bahwa ahli sosial telah membuat istilah baru buat kemampuan untuk lebih baik dengan orang lain, khususnya di situasi konflik. Istilah itu adalah kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi. Kedua istilah tersebut baru-baru ini disimpulkan bahwa kecerdasan sosial atau kecerdasan emosi mungkin saja menjadi sama pentingnya seperti kecerdasan akademik untuk sukses di lingkungan bisnis saat ini.

Penelitian yang dilakukan Meliana (2015) menyatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan pada gaya manajemen konflik kolaborasi dan kompromi. Gaya manajemen konflik kolaborasi dan kompromi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja karyawan.Gaya manajemen konflik kolaborasi dan kompromi mampu memediasi hubungan kecerdasan emosional pada kinerja karyawan pada organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mary dan Adhikari (2012), menjelaskan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pada perkawinan antara pasangan yang telah menikah. Hubungan ini lebih tampak pada kecerdasan emosi istri dan kualitas perkawinan yang dirasakan. Hasil penelitian dari Veshki, dkk. (2012) wanita dengan kecerdasan emosional yang lebih tinggi mengelola konflik perkawinan mereka secara efisien. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan konflik perkawinan, perlu mengatur untuk memperkuat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosi dapat menjadi salah satu unsur yang berpengaruh dalam pemilihan gaya manajemen konflik pada dewasa awal yang telah menikah. Seperti dalam artikel yang ditulis oleh Atkinson (1983) bahwa percaya adanya cara yang benar hanya akan menyebabkan perselisihan perkawinan dan ketidakbahagiaan. Hal ini lebih baik untuk mengelola reaksi negatif yang intens pada pasangan dengan mengasumsikan bahwa ada alasan yang baik untuk tindakan mereka dan berusaha untuk mengetahui prioritas pribadi di balik perilakunya.

Seorang karyawan yang dapat mengontrol emosinya dengan baik akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meyer (2000), kecerdasan emosional merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Selain itu, salah satu aspek lain yang berperan dalam ke- cerdasan emosional adalah motivasi.

Ada banyak faktor penentu pembentukan konflik, termasuk kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kepribadian, sikap, kepercayaan komunal, dan penilaian nilai. Namun, faktor-faktor penentu dapat memiliki hubungan timbal balik yang kompleks, yang mempengaruhi dan mendorong konflik. Konflik timbul antara orang-orang atau kelompok, karena perbedaan mereka dalam sikap, keyakinan, nilai-nilai atau kebutuhan (Hoban, 2005).Pilihan strategi manajemen konflik tergantung pada hubungan yang kompleks dari penentu konflik dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan manusia dan melekat pada struktural variabel.

(15)

kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sisanya, 80 persen bergantung pada kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Bahkan dalam hal keberhasilan kerja, kecerdasan intelektual hanya berkontribusi empat persen.

Hasil identik juga disimpulkan dari penelitian jangka panjang terhadap 95 mahasiswa Harvard lulusan tahun 1940an. Puluhan tahun kemudian, mereka yang saat kuliah dulu mempunyai kecerdasan intelektual tinggi, namun egois dan kuper, ternyata hidupnya tidak terlalu sukses (berdasar gaji, produktivitas, serta status bidang pekerjaan) bila dibandingkan dengan yang kecerdasan intelektualnya biasa saja tetapi mempunyai banyak teman, pandai berkomunikasi, mempunyai empati, tidak temperamental sebagai manifestasi dari tingginya kecerdasan emosi, sosial dan spiritual (Yosep, 2005)

Sebelum Daniel Goleman mempublikasikan hasil-hasil penelitian Dr. Peter Salovey (Universitas Yale) dan Dr. John Mayer (Universitas New Hamsphire) tentang kecerdasan emosional, banyak pimpinan organisasi yang mengabaikan aspek emosi dalam menjalankan tugasnya. Namun, kini perhatian terhadap aspek emosi ini sudah menjadi kata kunci dalam manajemen organisasi modern. Bahkan, para ahli telah memasukkan konsep kecerdasan emosional ini ke wilayah kecerdasan, bukan hanya melihat emosi dan kecerdasan sebagai istilah atau ranah yang kontradiksi secara inheren. Goleman (1995) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional sebagai pencegah terjadinya konflik.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara manajemen konflik dan kecerdasan emosi pada mahasiswa yang aktif pada badan eksekutif mahasiswa di universitas muhammadiyah malang. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara manajemen konflik dan kecerdasan emosi pada mahasiswa yang aktif pada badan eksekutif mahasiswa di universitas muhammadiyah malang. Manfaat dalam penelitian ini adalah pertama, memberikan sumbangsih gagasan, pikiran pada bidang psikologi industri dan organisasi, kedua, sebagai salah satu instrumen evaluasi berkaitan dengan manajemen konflik dan kecerdasan emosional pada mahasiswa yang aktif pada badan ekskutif mahasiswa universitas muhammadiyah malang.

Manajemen Konflik

(16)

Dr. Wiraman (2010) : Manajemen konflik merupakan proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Dalam memenejemenkan konflik, ada beberapa gaya yang dapat dipakai individu dalam pemenejemenannya. Gaya ini diungkapkan dalam beberapa teori yang dijelaskan dibawah ini (Wirawan, 2010:138) :

Model manajemen konflik ini mengidentifikasi 5 gaya resolusi konflik, yaitu: gaya integrasi

(collaborating style), gaya akomodasi(accomodating style), gaya dominasi (competing style),

gaya menghindar (avoiding style) dangaya kompromi (compromising style). Gaya integrasi menunjukkan individu yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap diri sendiri dan orang lain, memiliki kepribadian yang tegas dan kooperatif, serta bersifat kolaborasi antarpihak. Individu yang terbuka, memiliki kemampuan bertukar informasi, mampu menguji perbedaan antara pihak dalam konflik demi mencapai solusi bersama sehingga menghasilkan win-win outcome. Individu ini berusaha untuk bekerjasama membangun beberapa alternatif solusi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan semua pihak yang terlibat. Mereka belajar dari wawasan antarpihak untuk mempelajari perselisihan yang terjadi, menyimpulkan dan kemudian mencoba untuk menemukan solusi kreatif untuk masalah antarpribadi(Rahim & Magner, 1995; Vokić & Sontor, 2010).

Individu dengan gaya akomodasimemiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain namun rendah terhadap diri sendiri, berkepribadian asertif dan kooperatif. Mereka memakai model pengorbanan diri, yang rela mengorbankan kepentingan diri untuk memenuhi kebutuhan orang lain, bersedia menempatkan kepentingan lawan di atas diri sendiri, memiliki sikap untuk menampung dan menerima keinginan lawan, sehingga gaya ini akan menghasilkan

lose-win outcome. Individu akan meminta dan mendapatkan persetujuan, dan bersemangat untuk membantu dan mendukung orang lain, serta memungkinkan untuk mengambil bentuk kemurahan hati tanpa pamrih atau amal, mematuhi perintah orang lain ketika salah satu akan memilih untuk tidak, atau menyerah ke sudut pandang orang lain(Rahim & Magner, 1995; Vokić & Sontor, 2010).

Gaya dominasi menggambarkan individu dengan kepedulian yang tinggi terhadap diri sendiri dan orang lain, memiliki kepribadian tegas namun tidak kooperatif. Mereka memiliki dorongan yang agresif untuk memaksimalkan keuntungan seseorang atau memuaskan kepentingan mereka meskipun dengan mengorbankan orang lain, terlepas dari dampak yang akan diterima oleh pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Merupakan individu yang akan mempertahankan posisi yang mereka yakini benar atau bahkan hanya karena ingin menang, sehingga mereka memiliki win-win outcome. Mereka memiliki orientasi terhadap kekuatan demi memenangkan posisinya, termasuk kemampuan untuk berdebat, jabatannya, sanksi ekonomi, atau bahkan memunculkan perilaku memaksa jika perlu(Rahim & Magner, 1995; Vokić & Sontor, 2010).

(17)

yang tegas dan kooperatif. Individu yang cenderung memberi dan menerima atau berbagi yang jalan tengah terhadap konflik yang terjadi, sehingga mereka menghasilkan no-win/no-lose outcome. Kedua belah pihak memberikan sesuatu untuk mencapai solusi yang dapat diterima bersama dan atau mencegah mereka untuk memenuhi semua kebutuhannya masing-masing(Rahim & Magner, 1995; Vokić & Sontor, 2010).

Gaya manajemen konflik adalah strategi-strategi atau cara-cara yang digunakan oleh setiap individu untuk menghadapi situasi konflik. Strategi-strategi ini terdiri dari gaya akomodator, kolaborator, kompromiser, penghindar, dan pendominasi. Tidak ada satu pun pendekatan yang efektif untuk semua situasi. Karena itu, individu perlu mengembangkan kemampuan menggunakan setiap gaya sesuai dengan situasi. Ada gaya yang tepat dan adaptif bagi seseorang, ada yang tidak, gaya yang tepat dan adaptif itu cocok dengan kepribadian orang tersebut. Kita dapat mengidentifikasi situasi mana yang cocok untuk gaya yang mana, dan situasi yang tidak cocok, serta menilai kekuatan dan kelemahan dari gaya manajemen konflik kita sendiri (Suparto, 2007).

Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis.

Jenis-Jenis manajemen konflik

Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar ada dua jenis manajemen konflik, yaitu :1) Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict engagement (menyerang dan lepas control), with drawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang kadangkadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme pertahan diri, dan compliance(menyerah dan tidak membela diri). 2) Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya sedangkan negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Manajemen Konflik

Individu ketika memilih untuk menggunakan suatu gaya dalam memanajemen konflik didorong oleh faktor-faktor tertentu. Terdapat empat belas faktor yang menurut Dr. Wirawan (2010:135)

(18)

akan lebih cenderung mempertahankan keinginannya. 6. Pengalaman menghadapi situasi konflik. Para pihak yang terlibat konflik memiliki proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu. 7. Sumber yang dimiliki. Dipengaruhi oleh kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang. 8. Jenis kelamin. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa gaya manajemen wanita berbeda dengan konflik laki-laki. 9. Kecerdasan emosional. Beberapa dimensi kecerdasan emosional, antara lain: memanajemeni emosi, empati, dan membangun hubungan berdasarkan kecerdasan emosionalnya. 10. Kepribadian. Mempengaruhi gaya manajemen konflik, karena setiap pribadi memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dimana yang kepribadiannya pemberani cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi. 11. Budaya organisasi sistem sosial. Mendorong individu untuk memilih gaya manajemen konflik yang berbeda. 12. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik. Dalam suatu organisasi mapan, gaya manajemen komflik pimpinan dan anggota organisasi akan tercermin. 13. Situasi konflik dan posisi dalam konflik. Gaya manajemennya bisa berubah menjadi gaya manajemen konflik kompromi dan kolaborasi. 14. Keterampilan berkomunikasi. Akan memperngaruhi dalam memilih gaya manajemen konflik, karena orang yang kemampuan komunikasinya rendah, maka akan kesulitanjika menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, maupun kompromi.

Tujuan Manajemen Konflik

Saat muncul sebuah konflik, dan konflik tersebut bisa dimanjemen, akan terlihat beberapa tujuan manajemen konflik (Wirawan, 2010:132) . 1. Menfokuskan anggota pada visi, misi dan tujuan organisasi. 2. Saat dalam suatu organisasi terdapat manajemen konflik, secara tidak langsung konflik tersebut akan mempengaruhi kinerja dari masing-masing anggotanya, yang pada akhirnya mengarah pada visi, misi, dan tujuan organisasi. 3. Memahami orang lain dan memahami keberagaman. 4. Bahwa saat melakukan pekerjaan, akan ada saatnya muncul bantuan dari pihak-pihak lain. Saat kita berusaha memahami orang lain yang dalam hal ini telah membantu kita, dan kita menemukan perbedaan antara diri dan orang p-tersebut, manajemen konflik digunakan untuk memahami keberagaman yang ada. 4. Meningkatkan kreativitas. 5. Dalam usaha manajemen konflik, akan muncul berbagai upaya untuk mengurangi konflik. Upaya tersebut memunculkan kreativitas dan bahkan inovasi, yang selanjutnya akan berpengaruh kepada produktivitas. 6. Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan. 7. Dalam pemecahan konflik, akan selalu dihadapkan kepada sebuah pertimbangan. Manajemen konflik yang ada memfasilitasi terciptanya alternatif, yang pada akhirnya membantu menentukan keputusan yang bijak dalam sebuah pertimbangan. 8. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan. 9. Peran serta, pemahaman bersama, dan kerja sama adalah salah satu kunci yang bisa dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan. Seluruh unit-unit yang ada saling mendukung untuk mencapai tujuan tertentu. 10 Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik. 11. Organisasi dalam perjalanannya akan selalu menemui konflik yang harus dihadapi. Konflik yang ada sebelumnya menjadi pembelajaran bagi sebuah organisasi untuk kedepannya menciptakan prosedur untuk menyelesaikan konflik berikutnya.

(19)

hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik.

Kecerdasan Emosi

Menurut (Kaizi, 2013) perkembangan emosi di tempat kerja diawali oleh temuan thorndike selama tahun 1921, yang menjadi psikolog pertama yang mengeskplorasi ide intellengence sosial. Konsep kecerdasan emosional mulai lebih dikenal ketika peneliti seperti gardner menjelaskan kecerdasan emosi dalam hal kecerdasan pribadi dan selama tahun 1990-an topik ini menjadi sangat populer ketikaSsalovery & Mayer memperkenalkan teori kemampuan berbasis emotional intellengence. Teorinya ini menarik karena fokus pada kecerdasan emosional dalam konteks kinerja.

Menurut ( Salovery & Mayer dalam brakett & Salovery, 2006 ) Kami menggunakan istilah emotional intellegence (EI) untuk merujuk pada proses mental yang terlibat dalam pengakuan, penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan sendiri dan keadaan emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur perilaku. Artinya, kita melihat kecerdasan emosi sebagai kemampuan yang berbasis kompetensi yang dibedakan berdasarkan pada atribut kepribadian (Saarni dalam Brackett & Salovery, 2006). Kcerdasan emosional ini mengacu pada kapasitas individu berkaitan dengan emosi dan memproses informasi emosional dalam rangka meningkatkan proses kognitif.

Menurut ( Goleman dalam Agustias & Mukri, 2008), kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami dan mengerti orang lain. Goleman juga menambahkan orang bisa menjadi sukses itu Cuma 20 % lantara memiliki IQ yang tinggi, dan 80 % ditentukan kecerdasan lain salah satunya kecerdasan emosi.

Aspek Kecerdasan Emosi

Menurut (Goleman dalam Ismail, Yao, Yeo, Kuan, & Yew, 2010), Emotional Intellegence

secara khusus memiliki lima komponen yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Kesadaran ini mengacu pada kemampuan individu untuk mengenali kekuatan mereka, emosi, nilai dan kemampuan. Self- regulasi sering dianggap sebagai kemampuan individu untuk menolak keinginan emosional ( berpikir sebelum bertindak). Motivasi sering terkait dengan kekuatan pendorong internal yang memungkinkan individu untuk memahami perasaan orang lain dan hal ini dapat membantu mereka untuk bertindak atas perasaan dan memenuhi kebutuhan orang lain. Keterampilan sosial dibutuhkan untuk mengembangkan dan memelihara hubungan kerja yang baik.

Untuk menjelaskan Goleman mendefinisikan kelima aspek kecerdasan emosi sebagai berikut: a. Kesadaran diri, aspek ini merupakan dasar dari seluruh aspek-aspek lainnya dimana

(20)

b. Kemampuan mengelola emosi (managing emotion), yaitu kemampuan individu untuk mengelola, menyeimbangkan emosi, emosi yang dialami dan menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.

c. Optimism ( motivating on self) yaitu kemampuan individu untuk memotivasi dirinya sendiri ketika berada dalam keadaan putus asa, mampu berpikir positif, dan menumbuhkan optimism dalam hidupnya. Kemampuan ini akan membuat individu mampu bertahan, tidak putus asa dan kehilangan harapan ketika menghadapi masalah. d. Emphaty (emphaty) yakni kemampuan untuk memahami perasaan, pikiran dan tindakan orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut. Emphaty berkaitan dengan kemampuan individu untuk memahami perasaan terdalam orang lain sehingga seorang individu dapat merasakan dan mampu membaca, memahami perasaan orang lain hanya bahasa nonverbal, ekspresi wajah atau intonasi orang tersebut.

(21)

Hubungan Kercerdasan Emosi dan Manajemen Konflik Kompromi

 Bertanggung jawab terhadap rasa.  Menggunakan rasa mereka untuk

membantu dalam membuat suatu keputusan. terhadap rasa yang dimiliki, tetapi lebih menyalahkan orang lain terhadap hal yang terjadi pada dirinya

 Berlebihan ataupun menekan rasa yang dimilikinya.

 Cenderung menyerang, menyalahkan, menilai orang lain. Merasa tidak nyaman apabila berada disekitar orang lain.

 Kurang memiliki rasa empati.

 5.Cenderung kaku, kurang fleksibel,cenderung membutuhkan suatu aturan yang sistematis agar merasa nyaman.

 Menghindari tanggung jawabnya dengan menyatakan tidak ada pilihan lain.

Individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi cendrung menggunakan gaya manajemen konflik kompromi dalam menyelesaikan masalah.

(22)

Uraian di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat kecerdasan emosi dalam diri seseorang. Masing-masing individu mempunyai kecerdasan emosi yang berbeda-beda, ada yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tinggi dan tingkat kecerdasan emosi yang rendah. Individu tertentu menunjukkan perbedaan kecerdasan emosi dengan sikap mereka dalam masalah yang mereka hadapi. Kecerdasan emosi mempengaruhi individu yang sedang menghadapi masalah dalam organisasi dalam memilih gaya manajemen konflik untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

Hubungan kecerdasan emosi dengan gaya manajemen konflik kompromi. Banyak artikel danpenelitian yang yang berkesimpulan bahwa dalam memanajemeni konflik diperlukan kecerdasan emosional. Sebagai contoh, Lee Fen Ming (2003) dalam disertasinya mengemukakan telaah literatur yang menjelaskan bahwa kesuksesan manajemen konflik memerlukan keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Dari telaah ini, ia mengemukakan beberapa dimensi kecerdasan emosional,yaitu kesadaran diri mengenai kecerdasan emosional, memanajemeni emosi, empati dan membangun hubungan berdasarkan kecerdasan emosional. Berdasarkan dimensi tersebut, ia mengukur 290 dosen dengan menggunakan dua instrumen: “Organizational Conflicy Inventory” yang dikembangkan oleh Rahim dan “Emotional Intelligence Questionnaire” yang dikembangkan oleh Wu. Hasil penelitiannya menunjukkan gaya manajemen konflik integrating dan compromising mempunyai hubungan positif dengan kecerdasan emosional dan memanajemeni emosi dan kesadaran diri atas kecerdasann emosional merupakan predictor signifikan dari gaya manajemen konflik integratingdan compromising (compromising). Gaya manajemen konflik tengah atau menengah, dimana tingkat keasertifan dan kerja sama sedang. Dengan menggunakan strategi memberi dan mengambil (give and take), kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Gaya manajemen konflik kompromi berada di tengah antara gaya kompetisi dan gaya kolaborasi. Dalam keadaan tertentu, kompromi dapat berarti membagi kolaborasi. Akan tetapi, konflik juga terlalu penting untuk dhindari.

b. Kedua belah pihak mempunyai kekuasaan dan sumber yang sama, serta mempunyai tujuan yang hampir sama.

Hipotesa

(23)

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional, karena penelitian ingin mengetahui hubungan antara dua variabel dan sekaligus menguji signifikansinya. Subjek Penelitian

Adapun subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa, yang berjumlah 120. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Non Probability Sampling – cluster sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu secara merata dari masing-masing strata yang telah ditentukan, dimana dalam penelitian ini peneliti mengambil masing masing 12 subjek dari tiap-tiap Badan Eksekutif Mahasiswa yang total berjumlah 10 Badan Eksekutif Mahasiswa fakultas dengan tingkat kesalahan sejumlah 5% dari total jumlah populasi (Sugiyono, 2005).

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi yaitu kemampuan yang berkaitan dengan adanya keasadaran diri, kemampuan mengelola emosi, optimism, empathy, kemampuan untuk memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain.

Skala kecerdasan emosi merupakan skala yang di adaptasi dari Wahyuningsih (2001) dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,9538. Aspek-aspek dari skala ini adalah(1) mengenali emosi diri;(2) mengelola emosi diri; (3) memotivasi diri sendiri; (4) mengenali emosi orang lain (empati); dan (5) bekerjasama dengan orang lain. Berdasarkan hasil tryout yang dilakukan pada 100 mahasiswa yang berada di universitas muhammadiyah malang, menunjukkan bahwa dari 34 item terdapat 16 item yang valid dengan indeks validitas 0,219-0,439. Sedangkan dari uji reliabilitas didapatkan hasil nilai cronbach’s alpha0,745.

Sedangkan variabel terikat adalah manajemen konflik kompromiadalah cara yang digunkan individu untuk mengatasi situasi konflik yang ditandai dengan adanya kepedulian yang sedang terhadap diri sendiri dan orang lain, memiliki kepribadian menengah yang tegas dan kooperatif. Individu yang cenderung memberi dan menerima atau berbagi yang jalan tengah terhadap konflik yang terjadi, sehingga mereka menghasilkan no-win/no-lose outcome. Kedua belah pihak memberikan sesuatu untuk mencapai solusi yang dapat diterima bersama dan atau mencegah mereka untuk memenuhi semua kebutuhannya masing-masing.

(24)

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Prosedur penelitian diawali dengan menyusun instrument penelitian berupa skala likert.

Untuk variabel Kecerdasan Emosi (X) disusun dengan teori yang sudah digambarkan pada kajian teori disesuaikan dengan tujuan peneliti sedangkan variabel Manajemen Konflik Kompromi (Y) dibuat berdasarkan teori dan tujuan dari penelitian ini.

Selanjutnya dilakukan penyebaran angket kepada seluruh anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Peneliti menggunakan metode angket yang disebarkan kepada seluruh anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Metode analisa yang digunakan yaitu teknik korelasi product-moment dari pearsons untuk mengetahui hubungan antara variabel X dan variabel Y.Kemudian diujicobakan kespada 100 subjek. Hasil uji coba instrumen Manajemen Konflik Kompromi menunjukkan bahwa dari 24 item, terdapat 17 item yang dinyatakan valid yaitu item 1,2,5,6,7,8,9,12,13,14,18,19,20,21,22,23,24, sedangkan 7 item lainnya yang terdiri dari item 3,4,10,11,15,16,17, dinyatakan tidak valid.

Sementara instrumen untuk mengukur kecedasan emosi diawali dengan menyusun item-item sebanyak 34 item. Setelah itu dilakukan uji coba pada instrumen tersebut, didapatkan hasil bahwa dari 34 item yang dinyatakan valid terdapat 16 item yaitu item 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, sedangkan 18 item yang lain terdiri dari item 1, 2, 3, 7, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 31, 33, 34, dinyatakan tidak valid. Setelah melakukan uji coba, selanjutnya peneliti mengelola kedua instrumen agar siap untuk digunakan dalam peengumpulan data penelitian. Instrumen disebarkan kepada subjek penelitian sesuai dengan target sempel yang telah ditentukan. Data yang sudah terkumpul akan ditabulasikan dan dianalisis menggunakan metode analisis korelasi product-moment dari pearsonsdengan perhitungan statistik SPSS v.21.

HASIL PENELITIAN

Setelah penelitian ini dilakukan, diperoleh beberapa hasil yang akan dipaparkan melalui tabel-tabel berikut. Tabel pertama menunjukkan karakteristik subjek yang turut serta dalam penelitian intelegensi emosi dan manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

Tabel 1. Deskripsi Subjek Pnelitian

Kategori Frekuensi Presentasi (%)

(25)

Hukum

Pada tabel 1menunjukkan bahwa subjek penelitian terdiri dari 120 subjek dengan 88 laki-laki (73,3%) dan 32 perempuan (26,7%). Sedangkan usia subjek terdapat 5 rentang usia. Pada usia 18 tahun terdapat 1 (0,8%), 19 tahun terdapat 3 (2.6%), usia 20 terdapat 10 (8,3%), usia 21 terdapat 42 subjek (35%), usia 22 tahun terdapat 53 subjek (44,2%), usia 23 tahun terdapat 10 subjek (8,3%) dan usia 24 tahun terdapat 1 subjek (0,8%).

Pada tabel ini menunjukkan bahwa penelitian dilakukan secara menyeluruh terhadap 10 fakultas yang ada di Universitas Muhammadiyah Malang dengan mengambil subjek secara merata dari masing-masing Badan Eksekutif Mahasiswa fakultas sejumlah 12 subjek (10%). Tabel 2. Deskripsi data penelitian

Kategori Frekuensi Kecerdasan emosi Manajemen konflik kompromi

Tinggi Rendah Tinggi Rendah

(26)

Fpp

Dari deskripsi data penelitian di atas menunjukkan bahwa subjek memiliki rentang usia yang bervariatif mulai dari 18 tahun sampai dengan 24 tahun. Dari total deskripsi data usia terlihat bahwa subjek secara keseluruhan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi hal ini juga diikuti oleh manajemen konflik kompromi yang juga tinggi dengan frekuensi kecerdasan emosi 71 subjek (59,2%) dan manajemen konflik kompromi 62 subjek (51,7%) sedangkan skor rendah kecerdasan emosi lebih kecil yaitu 49 subjek (40,8%) serta manajemen konflik kompromi 58 subjek (58,3%).

Dengan beragamnya Badan Eksekutif Mahasiswa yang ada di Universitas Muhammadiyah Malang terlihat bahwa tingkat kecerdasan emosi dan manajemen konflik kompromi tidak selaras. Hal ini ditunjukkan dari jumlah subjek yang masuk kategori kecerdasan emosi tinggi sebanyak 71 subjek (59,2%) sedangkan yang masuk kategori tinggi pada manajemen konflik kompromi hanya 55 subjek (45,8%) dari total jumlah subjek.

Pada kategori jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan sama sama memiliki tingkat kecerdasan emosiyang tinggi dan manajemen konflik kompromi yang juga tinggi. Hal ini dapat dilihat dari total skor masing-masing skala dimana laki-laki dan perempuan pada skala kecerdasan emosi yang tinggi berjumlah 69 subjek (57,5%) sedangkan pada skala manajemen konflik kompromi yang tinggi laki-laki dan perempuan memiliki 63 subjek (52,5%) dari total jumlah subjek.

Tabel 3. Perhitungan t-score manajemen konflik kompromi

Kategori Interval Frekuensi Persentase (%)

Tinggi

Rendah T-Score>50 T-Score<50 62 58 51,7 48,3

Total 120 100

(27)

Tabel 4. Perhitungan t-score kecerdasan emosi

Kategori Interval Frekuensi Persentase (%)

Tinggi

Rendah T-Score>50 T-Score<50 71 49 59,2 40,8

Total 120 100

Berdasarkan hasil analisa tabel 4 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih banyak dari pada subjek yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Hal tersebut ditandai dengan hasil yang diperoleh yaitu dari 120 subjek yang dijadikan sampel terdapat 71 subjek (59,2%) dikategorikan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Sedangkan subjek yang dikategorikan memiliki kecerdasan emosi yang rendah hanya berjumlah 49 subjek (40,8%) dari jumlah total subjek.

Untuk tahapan selanjutnya peneliti melakukan analisis korelasi product moment untuk mengetahui koefisien korelasi, koefisien determinasi dan nilai signifikansi dari data penelitian.

Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi kecerdasan emosi dan manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

Koefisien korelasi (r) Indeks analisis Koefisien korelasi (r)

Pada tabel 2, menunjukkan skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari perhitungan spss sebesar 0,297 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan manejemen konflik kompromi pada mahasiswa yangaktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, yang artinya Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi manajemen konflik kompromi, atau sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Sementara nilai koefisiensi determinasi (R2) sebesar 0,088 yang berarti variabel kerdasan emosi memberikan

pengaruh efektif sebesar 8,8% terhadap variabel manajemen konflik kompromi.

DISKUSI

(28)

Dari pengertian manajemen konflik kompromi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu dengan melibatkan bebarapa pihak untuk memcahkan masalah yang dihadapi dengan mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik. Mahasiswa yang memiliki tingkat manajemen konflik kompromi yang tinggi dapat membantu mahasiswa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kedewasaan, membina keterampilan diri dalam berorganisasi, membentuk jiwa kepemimpinan, mampu berkomunikasi dengan baik, terbuka, asertif dan menghargai orang lain. Dimana hal ini merupakan komponen dari gaya manajemen konflik.Hasil analisis tersebut sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh Mar’at bahwa konflikkonflik yang terjadi dalam berkegiatan pecinta alam tidak selalu berakibat negatif, namun dapat menambah kedewasaan para anggota pecinta alam dan menantang mereka untuk mampu memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. adalah berani untuk menyampaikan pendapat, bertanya dan memberi ide-ide, melatih membagi waktu dengan baik, mempercepat proses pendewasaan diri, membina keterampilan berorganisasi, kepemimpinan, berkomunikasi, mengelola konflik dan masalah, bisa terbuka, asertif serta menghargai orang lain. Manfaat tersebut diatas cukup sulit diperoleh oleh mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi pecinta alam ataupun kegiatan ekstra kurikuler lain (Mardianto dkk, 2000).

Dalam berorganisasi terjadi hubungan yang erat dan mendalam, serta ada solidaritas yang tinggi di antara mereka. Hal ini disebabkan bukan hanya karena intensitas interaksi saja, namun juga dalam kegiatan di alam bebas mereka merasa senasib sepenanggungan karena mempunyai tujuan yang sama dan mempunyai resiko yang sama. Ketika konflik muncul di antara mereka, merekapun akan kompromi terhadap masalah yang terjadi, dan mencoba untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama. Menurut Sears, adanya penyelesaian konflik secara kelompok, seorang individu akan memperoleh banyak hal untuk mengembangkan diri. Hal ini akan berpengaruh terhadap individu dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya (Mardianto dkk, 2000).

Setiap konflik berpotensi memiliki hasil yang bersifat merusak atau membangun (Johnson & Johnson, 2005). Hasil konflik yang bersifat merusak dapat menciptakan kesedihan, kemarahan, permusuhan, sakit hati, kebencian yang berlanjut, kekerasan, perpisahan,perceraian, peperangan dan/atau harus berakhir pada penyelesaian jalur hukum. Konflik akan membawa hasil yang bersifat merusak atau membangun sangat tergantung bagaimana konflik tersebut dikelola bukan dikarenakan kehadiran konflik dalam kehidupan seseorang.Konflik yangbersifat merusak harus dicegah karena dapatmenimbulkan keretakan hubungan antar individu atau kelompok, menurunkan tingkat produktivitas dan kinerja seseorang, yang dapat menghambatpencapaian tujuan yang diharapkan seperti rasa aman. Konflik yang bersifat merusak dikarenakan adanya pengelolaan konflik yang buruk.Di sisi lain, konflik juga dapat membawa hasilakhir yangpositif. Adanya konflik dapat menjadikan seseorang menjalin hubungan yang lebih dekat baik dengan orang lain yang lebih peduli dan berkomitmen untuk menyelesaikan konflik. Keberadaan konflik sesungguhnya memiliki potensi untuk menunjang perkembangan diri maupun perkembangan relasi dengan orang lainyaitu dengan cara mampu menghadapi dan memecahkan konflik-konflik yang dialami secara konstruktif/ membangun bukan destruktif/merusak (Johnson & Johnson, 2005).

(29)

mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Schaps dkk dalam Goleman, 1999) yaitu pembelajaran keterampilan sosial dan emosional ternyata mampu meningkatkan keterampilan para siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah serta konflik antar pribadi secara efektif. Tinggi rendahnya manajemen konflik kompromi pada mahasiswa juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain, sehingga hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinasi kecerdasan emosi terhadap manajemen konflik kompromi sangat kecil yaitu sebesar 8,8% dan 91,8% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Hal ini sesuai yang dikemumakan oleh Wirawan 2010, bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan manajemen konflik kompromi adalah pengalaman menghadapi konflik, kecerdasan emosional, kepribadian, budaya dan sistem organisasi serta situasi konflik dan posisi konflik

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dari 120 mahasiswa aktif di Universitas Muhammadiyah Malang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan manajemen konflik kompromi pada mahasiswa yang aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dengan manajemen konflik kompromi. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi sebesar 0,297 dengan signifikansi 0,001. Selain itu kontribusi efektif sangat kecil yaitu sebesar 8,8% yang artinya masih ada 91,8% manajemen konflik kompromi dipengaruhi oleh variabel lain.

Implikasi dari penelitian ini adalah

- Diharapkan mahasiswa mampu menghadapi konflik sebagai hal yang biasa sehingga dapat memikirkan tindakan yang tepat untuk menyelesaikan konflik

- Mahasiswa diharapkan mampu untuk menguatkan emosinya dengan cara meningkatkan empati dan respek terhadap orang lain.,.

- Untuk peneliti selanjutnya agar dapat memperbanyak referensi yang akan digunakan, sehingga penelitian dapat lebih komprehensif.

- Selain itu penelti selanjutnya juga dapat mengembangkan penelitian ini dengan mengaitkan variabel manajemen konflik kompromi dengan variabel lain seperti pengalaman menghadapi konflik, kepribadian, budaya dan sistem organisasi serta situasi konflik dan posisi konflik.

REFRENSI

Adi, W.A. (2000). Analisis stress dan pengaruhnya terhadap kinerja pengusaha industri kecil (studi kasus pada sentra industri konveksi di kecamatan wedi kabupaten Klaten). KOGNISI Majalah Ilmiah Psikologi Vol 4 10-19.

Adriana, F & Nastiti, S. D. (2012). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan gaya manajemen konflik pada wanita dewasa awal yang telah menikah.

Agustias, A. G., & Mukri, R. (2008). ESQ for teens 1. Jakarta: arga

(30)

Brackett, M. A., & Salovery, P. (2006). Measuring emotional intellenge with the mayer-salovery-caruso emotional intellengence tes. Psicothema, 18, 34-41

Boyatzis, R,E, Ron, S. 2001. Unleashing the Power of Self Directed Learning, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio, USA

Darling, J. R., Walker, W. E. (2001), Effective conflict management: use of the behavioral style model, Leadership & Organization Development Journal, 22 (5) : 230-242

Fitriastuti, T. (2013). Pengaruh kecerdasan emosional, komitmen organisasi dan organizational citizenship behavior terhadap kinerja karyawan. Journal Dinamika Manajemen.

Goleman, D. (1999). Emotional intelligence untuk mencapai puncak prestasi. Alih Bahasa: Alex Tri K.W. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Goleman, D. (2002). Emotional intelligence. Jakarta: Gramedia

Heaton, Norma., Boyle, E.,Garvin, J.,& Kerr, R. (2005). Emotional intelligence and conflict resolution.

Ismail, A., Yao, A., Yeo, E., Kuan, K. L., & Yew, J. S. (2010). Occupational stress features, emotional intelligence and job satisfaction: an empirical study in private. Negotium, 6,(16), 5-33.

Johnson, David W. dan Frank P. Johnson. (2005). Dinamika kelompok . Edisi Kesembilan. Jakarta: PT. Indeks.

Mardianto, A., Koentjoro., & Purnamaningsih, E. H. (2000). Penggunaan manajemen konflikditinjau dari status keikut sertaan dalam mengikuti kegiatan pecinta alam di universitas gadjah mada yogyakarta. jurnal psikologi UGM ISSN 0215-8884, 2 (1), 111 – 119.

Martin, A. D. (2000). Emotional quality management, refleksi, revisi dan revi‐talisasi hidup melalui kekuatan emosi.jakarta: arga.

Meliana , K. (2015). Pengaruh kecerdasan emosial pada kinerja karyawan yang dimediasi oleh gaya manajemen konflik kolaborasi dan kompromi. (Studi pada Karyawan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah). Tesis. Universitas Negeri Semarang

Priyanto, D. (2011). Buku saku analisis data statistika data SPSS. Jakarta : PT. Buku seru. Rahayu, S. (2010). Mengelola konflik dalam organisasi. Surakarta

Ross, Marc Howard Ross. (1993) . The management of conflict: interpretations

(31)

Suparto, A.S. (2007). Kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam manajemen konflik dengan pendekatan klecerdasan emosional pada satuan pendidikan dasar. didaktika, Vol.2 No.1 Maret 2007: 244—258

Sugiyono, (2005) , Memahami Penelitian Kuantitatif, Bandung: Alfabeta.

Vokić, N.P., & Sontor, S. (2010). The relationship between individual characteristics and conflict handling styles – the case of croatia. Problems and Perspectives in Management, 8 (3).

Wahyuningsih, S. (2001) Meningkatkan kemauan berkomunikasi antar pribadi melalui layanan bimbingan kelompok siswa kelas X. 8 man 2 kudus. Skripsi. Universitas Muria Kudus

Winardi. (1994). Manajemen konflik (konflik perubahan dan pengembangan). Bandung: Mandar Maju.

Wirawan. (2010). Konflik dan manajemen konflik (teori, aplikasi, dan penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.

West, Michael. (2002). Kerja sama yang efektif. cetakan kelima. penerjemah: srikandi waluyo. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

(32)

LAMPIRAN 1

BLUE PRINT, SKALA TRY OUT

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA

(33)

Tabel 1. Blue Print Skala Kecerdasan Emosional

No Faktor Indikator Nomor Item

Favorable Unfavorable 1. Mengenali

Emosi Diri a.Mengenali dan memahami emosi diri sendiri

1,12,25,28 2,11,19,24,26,29

2. Mengelola

Emosi a) Mengendalikan Emosi 20 4,10,21,22

3 Memotivasi

diri sendiri a. Optimis 5,6 14

4 Mengenali Emosi Orang lain

a. Peka terhadap perasaan

orang lain 7,9,16,23,27,30,31 3,8,13

5 Membina

(34)

Tabel 2. Blue Print Skala Manajemen Konflik Kompromi

Skala 1 : Kecerdasan Emosi

No Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Prestasi yang saya peroleh merupakan hasil kerja keras saya

2 Saya tidak bisa menyelesaikan pekerjaan saat sedang marah

3 Saya mengutarakan kekurangan teman meskipun menyakiti perasaannya

4 Saya sulit melupakan masalah yang tidak menyenangkan

5 Saya semakin giat berlatih ketika mengikuti perlombaan

6 Saya mampu mengaransemen lagu 7 Saya ikut berbahagia saat teman saya

mendapatkan prestasi yang lebih baik darisaya

8 Saya menghindari teman yang akan bercerita mengenai masalahnya pada saya

9 Saya menyemangati teman saya yang sedang menghadapi masalah

10 Saya keberatan apabila pendapat saya tidak diterima

No Faktor Indikator Nomor Item

Favorable Unfavorable 1. Kompromi a. PencapaianKesepa

katan Diri dan Orang Lain

1,4,8,10,15,16,20,

21,22 2,17,23

b. PembinaanHubun

(35)

11 Saya tidak sadar saat saya sedang marah 12 Saya tahu kelebihan dan kekurangan

saya

13 Saat teman saya menceritakan masalahnya, saya hanya berpura-pura mendengar saja

14 Saya malas mengikuti perlombaan 15 Saya suka mempelajari hal-hal baru 16 Saat teman menceritakan masalahnya,

saya dapat merasakannya juga

17 Ketika berdiskusi, saya cenderung diam 18 Saya terpaksa melibatkan diri dengan

organisasi di lingkungan saya

19 Saya merasa kemampuan saya dibawah teman-teman lainnya

20 Saya menghibur diri ketika sedang mengalami kesulitan

21 Saya merasa tidak percaya diri ketika menyaksikan musisi lain tampil

22 Saya jarang memberikan pendapat saat diskusi kelompok

23 Saya memahami perasaan teman saya dengan melihat wajahnya

24 Saat marah, saya merusak barang-barang disekitar saya

25 Saya mampu menentukan alat musik apa yang paling saya kuasai

26 Saya ragu akan kemampuan bermusik saya

(36)

28 Saya mengaransemen lagu agar 33 Penyelesaian masalah saya lakukan

dengan meminta pendapat teman-teman lainnya

2 Saya tidak berusaha menemukan jalan tengah untuk menyelesaikan

kebuntuan.

6 Daripada menegoisasikan hal-hal dimana kami tidak akan sepakat,

saya mencoba pada hal-hal dimana kami akan sepakat

(37)

posisi saya

12 Mengusulkan jalan tengah dalam memecahkan konflik 13 Sayaberusaha menggabungkan ide-idesaya dengan ide-ide para rekan

sejawat saya untuk menghasilkan keputusanbersama.

14 Saya tidak pernah berusaha bekerja dengan rekan-rekan sejawat saya untuk menemukan solusi permasalahan yang bisa memuaskan harapan kami.

15 Membiarkan lawan konflik mengambil tanggung jawab untuk

Menyelesaikanpermasalaha

16 Ketikakeduabelahpihakmenyerahditengahjalan,

makasejatinyapenyelesaiankonflikdapatdiraih

17 Saya tidak pernah mengorbankan keinginan saya untuk memenuhi keinginan lawan konflik saya 18 Mencoba untuk menenangkan perasaan lawan konflik dan memelihara hubungan 19 Saya tidak pernah mencoba untuk perhatian terhadap keinginan

lawan konflik dalammelakukan negoisasi 20 Jika posisi lawan konflik tampaknya sangat penting baginya, saya

tidak akanmencoba untuk memenuhi keinginannya 21 Lebihbaikadasetengahpotong roti daripadatidakadasamasekali 22 Jikasegalasesuatudilakukandenganadilmakatidakakanmembuatpers

elisihan

23 Gayungbersambutmerupakantindakan yang tidak

diinginkanolehsemua orang

24 Memberikanhadiahpadaseseorangdapatmembangunpersahabatanleb

(38)

LAMPIRAN 2

OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

(44)

LAMPIRAN 3

HASIL TRY OUT

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA

(45)

Berdasarkan hasil try out yang telah dilakukan terhadap 100 subjek yaitu mahasiswa yang berada di wilayah Malang. Skala manajemen konflik kompromi menunjukkan bahwa komponen-komponen semula yang terdiri dari 24 item menghasilkan 17 item yang valid yaitu item 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14,18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, sedangkan 7 item lainnya yang terdiri dari item 3,4,10,11,15,16,17, dinyatakan tidak valid.

(46)

LAMPIRAN 4

BLUE PRINT VALID PENELITIAN

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN MANAJEMEN KONFLIK KOMPROMI PADA MAHASISWA

(47)

Blue Print Valid Manajemen Konflik Kompromi

Blue Print Valid Kecerdasan Emosi

No Faktor Indikator Nomor Item

Favorable Unfavorable 1. Mengenali

Emosi Diri a. Mengenali dan memahami emosi diri sendiri

10, 13 7, 9, 11, 14

2. Mengelola

Emosi a. Emosi Mengendalikan 1, 6

3 Memotivasi

diri sendiri a. Optimis 2, 3

4 Mengenali Emosi Orang lain

a. Peka terhadap

perasaan orang lain 5, 12, 15 4, 8

5 Membina

Hubungan b. Dapat bekerja sama 16

No Faktor Indikator Nomor Item

Favorable Unfavorable 1. Kompromi a. Pencapaian

Kesepakatan Diri dan Orang Lain

1,8,20,21,22 2,23

b.Pembinaan Hubungan 6,7,9,12,13, 18,24

(48)

LAMPIRAN 5

SKALA PENELITIAN

(49)

Bagian I

Pernyataan pada bagian I merupakan pernyataan yang berhubungan dengan identitas responden. pernyataan yang menandakan cara Anda menangani ketidaksepahaman atau konflik dengan rekan-rekan sejawat Anda. Untuk memberi penilaian setiap pernyataan, cobalah mengingat sebanyak mungkin situasi konflik terkini Anda.

2 Saya tidak berusaha menemukan jalan tengah untuk menyelesaikan

kebuntuan.

3 Saya tidak pernah berbagi permasalahan dengan lawan konflik

sehingga dapat melaksanakannya

4 Daripada menegoisasikan hal-hal dimana kami tidak akan sepakat,

saya mencoba pada hal-hal dimana kami akan sepakat 9 Sayaberusaha menggabungkan ide-idesaya dengan ide-ide para

rekan sejawat saya untuk menghasilkan keputusanbersama. 10 Saya tidak pernah berusaha bekerja dengan rekan-rekan sejawat

saya untuk menemukan solusi permasalahan yang bisa memuaskan harapan kami.

11 Mencoba untuk menenangkan perasaan lawan konflik dan memelihara hubungan 12 Saya tidak pernah mencoba untuk perhatian terhadap keinginan

lawan konflik dalammelakukan negoisasi 13 Jika posisi lawan konflik tampaknya sangat penting baginya, saya

(50)

14 Lebih baik ada setengah potong roti daripada tidak ada samasekali 15 Jikasegalasesuatudilakukandenganadilmakatidakakanmembuatpers

elisihan

16 Gayungbersambutmerupakantindakan yang tidak

diinginkanolehsemua orang

17 Memberikanhadiahpadaseseorangdapatmembangunpersahabatanleb

ihbaik

Bagian III

Untuk mengisi bagian III, bacalah secara cermat dan beri tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan diri anda pada setiap pernyataan.

1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju3 = Netral 4 = Setuju 5 = Sangat setuju

No Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Saya sulit melupakan masalah yang tidak menyenangkan

2 Saya semakin giat berlatih ketika mengikuti perlombaan

3 Saya mampu mengaransemen lagu

4 Saya menghindari teman yang akan bercerita mengenai masalahnya pada saya

5 Saya menyemangati teman saya yang sedang menghadapi masalah

6 Saya keberatan apabila pendapat saya tidak diterima

7 Saya tidak sadar saat saya sedang marah

8 Saat teman saya menceritakan masalahnya, saya hanya berpura-pura mendengar saja

9 Saat marah, saya merusak barang-barang disekitar saya

10 Saya mampu menentukan alat musik apa yang paling saya kuasai

(51)

12 Saya mengikuti pendapat teman meskipun tidak sesuai dengan saya 13 Saya mengaransemen lagu agar terdengan lebih

unik

14 Mempelajari lagu baru yang sulit membuat saya putus asa

15 Saya merasa sedih ketika orang yang saya benci mengalami kesulitan

(52)

LAMPIRAN 6

Gambar

Tabel 1.DeskripsiSubyekPenelitian ......................................................................................
tabel-tabel berikut. Tabel pertama menunjukkan karakteristik subjek yang turut serta dalam
Tabel 2. Deskripsi data penelitian
Tabel 3. Perhitungan t-score manajemen konflik kompromi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku pososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UMS. Teknik sampling penelitian

Bagi pimpinan universitas, penelitian ini memberikan informasi dan gambaran tentang hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial, sehingga diharapkan pihak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (p&lt;0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,583 antara kecerdasan emosi dan

Ada hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dan adversity quotient dengan kemandirian mahasiswa rantau yang berarti bahwa semakin... tinggi kecerdasan emosi

Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi secara parsial dengan prestasi belajar siswa kelas X semester genap SMK Muhammadiyah

Kecerdasan emosi sebagai faktor yang menentukan pemaha - man individu terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain akan mempengaruhi per - ilaku individu dalam

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kontrol diri peserta didik di kelas VII Muhammadiyah

Perbedaan Kecerdasan Emosi dan Spiritual antara Mahasiswa aktif dengan yang tidak aktif Organisasi .... Definisi Operasional Variabel