• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMITRAAN DALAM UPAYA MENGELOLA

RISIKO PRODUKSI USAHA TERNAK DOMBA

Studi Kasus:Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani

Farm)Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Bogor,

Jawa Barat

PARHAN NASUTION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

PARHAN NASUTION. Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MTFarm (Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh SUHARNO.

Peternakan domba merupakan salah satu usaha agribisnis yang banyak digeluti oleh masyarakat. Peternakan domba yang sering dijumpai di masyarakat bersifat tradisional dan belum dikelola secara baik. Beberapa kendala yang dihadapi oleh para peternak adalah risiko produksi. Salah satu alternatif yang dilakukan untuk mengelola risiko adalah kerjasama kemitraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemitraan dalam mengelola risiko produksi ternak domba. Analisis dilakukan dengan membandingkan tingkat risiko usaha ternak domba antara peternak yang bermitra dan peternak yang tidak bermitra. Berdasarkan pengamatan, pengaruh kemitraan dalam mengelola risiko lebih terlihat pada penilaian tingkat risiko hama dan penyakit yang dihadapi para peternak. Peternak mitra menghadapi risiko lebih kecil dibandingkan dengan peternak non mitra. Nilai koefisien variasi yang diperoleh oleh peternak mitra lebih kecil yaitu 0.20 dibandingkan dengan peternak non mitra yaitu 0.26. Nilai R/C rasio atas biaya tunai peternak mitra yaitu 1.85 dan peternak non mitra sebesar 1.72. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total peternak mitra adalah sebesar 0.94 dan peternak non mitra sebesar 0.59. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerjasama kemitraan mampu menekan tingkat risiko produksi dan meningkatkan pendapatan bagi para peternak.

Kata kunci: kemitraan, risiko produksi, koefisien variasi, R/C rasio

ABSTRACT

PARHAN NASUTION. The Influencess of Partnership In Effort of Managing Sheep Production Risk. (Case Study: Sheep farmers of MT Farm (Mitra Tani Farm) Bojong Jengkol village, Ciampea, Bogor, West Java). Supervised by SUHARNO.

Sheep farming is one of the agribusinesses that is done by many farmers. Sheep farms are often found in society that is still traditional and it is not managed well. Some constraints that are faced by farmers is production risk. One of many alternatives to manage risk is partnership. This study aimed to determine the influences of partnership in managing the risk of sheep production. Analysis was performed by comparing the level of risk of sheep farming between farmers that are partnered and farmers that are not. Based on observations, the influence of partnership in managing risk is more visible on the assessment of the level of risk of pests and diseases faced by the farmers. The partnered farmers faced lesser risk compared to non-partner farmers. The coefficient of variation results obtained by the partnered farmers were smaller by 0.20 compared to non-partnered farmers by 0.26. value of R/C ratio of cash cost non-partnered farmers by 1.85 and 1.72 for non-partners. While the value of R/C ratio on total cost of 0.94 was the partnered farmers and non-partners of 0.59. Result of this study indicated that the partnership could reduce the risk level of production and increased of farmers income.

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudulPengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba MT Farm Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Parhan Nasution NIM H34114043

(4)

PENGARUH KEMITRAAN DALAM UPAYA MENGELOLA

RISIKO PRODUKSI USAHA TERNAK DOMBA

Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani

Farm)Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Bogor,

Jawa Barat

PARHAN NASUTION

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat)

Nama : Parhan Nasution NIM : H34114043

Disetujui oleh

Dr. Ir. Suharno, M.Adev Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kemitraan, dengan judul Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat).

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargaan kepada kedua orang tua serta kedua kakak tercinta dan kedua adik tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis pada satu titik menuju masa depan, Dr. Ir. Suharno, M.Adev sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, peternak domba yang bermitra maupun yang tidak bermitra di Desa Bojong Jengkol, Ciampea yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan telah membantu selama pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL IV

DAFTAR GAMBAR IV

DAFTAR LAMPIRAN V

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5 Peran Kemitraan dalam Pengelolaan Risiko 5

Gambaran Tentang Analisis Risiko pada Usaha 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8 Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Risiko dan Ketidakpastian 8

Gambaran Umum Kemitraan 11

Analisis Pendapatan Usaha 17

Kerangka Pemikiran Operasional 19

METODE PENELITIAN 20 Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Teknik Pengumpulan Data 21

Metode Pengolahan dan Analisis Data 21

Metode Analisis Risiko 22

Analisis Pendapatan Usahatani 23

Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C) 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 26

Gambaran Umum Perusahaan Mitra 29

Karakteristik Identitas Responden 30

Pelaksanaan Kemitraan 33

Peran Kemitraan dalam Menekan Risiko Produksi 41

Analisis Pendapatan Usahatani 47

Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Usahatani Petani Mitra dan Non Mitra 55

SIMPULAN DAN SARAN 56 Simpulan 57

Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 60

(8)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata konsumsi protein (gram) per kapita. 1 2 Produksi daging domba menurut propinsi tahun 2008-2012. 2 3 Populasi domba di lima kabupaten/kota sentra peternakan provinsi jawa barat

pada tahun 2012. 3

4 Jenis dan sumber data yang diperoleh 20

5 Penilaian risiko 23

6 Klasifikasi penduduk menurut agama 27

7 Jumlah penduduk desa tegal waru berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian

pada tahun 2010 27

8 Karakteristik usia responden 30

9 Karakteristik pendidikan responden 31

10 Karakteristik pengalaman beternak responden 31

11 Pekerjaan diluar beternak responden 32

12 Jumlah ternak yang diusahakan responden 33 13 Keuntungan kemitraan yang diperoleh peternak mitra dibandingkan

peternak non mitra 41

14 Sebaran penilaian peternak terhadap tingkat risiko hama dan penyakit 42 15 Sebaran penilaian peternak terhadap tingkat risiko mortalitas bakalan 44 16 Sebaran penilaian peternak terhadap tingkat risiko human error 45 17 Tingkat risiko produksi pada usaha ternak domba 46

18 Penerimaan usaha peternak mitra 48

19 Penerimaan usaha peternak non mitra 49

20 Pengeluaran tunai usaha peternak mitra dan non mitra 50 21 Pengeluaran non tunai usaha peternak mitra dan non mitra 53 22 Pengeluaran biaya variabel dan biaya tetap usaha peternak mitra dan non

mitra 54

23 Perbadingan R/C rasio peternak mitra dan non mitra 55

DAFTAR GAMBAR

1 Pola kemitraan inti-plasma .... 12

2 Pola kemitraan sub-kontrak.... 12

3 Pola kemitraan dagang umum ... 13

4 Pola kemitraan keagenan.... 13

5 Pola kemitraan waralaba ... 13

6 Pola kemitraan KOA .... 14

7 Kerangka Pemikiran Operasional .. 19

8 Pola kemitraan inti-plasma MT Farm dengan peternak domba . 34

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 60

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor penting di Indonesia karena mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian negara. Sehingga pemerintah telah menetapkan kebijakan yang menjadikan sektor agribisnis sebagai bagian dari pembangunan nasional. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan pangan agar tercapainya ketahanan pangan dan keamanan pangan nasional dalam jangka panjang. Selain itu, pembangunan merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat untuk jangka panjang.

Dalam proses realisasinya, pendekatan pembangunan pertanian di Indonesia harus dilakukan pendekatan yang sebelumnya menggunakan pendekatan komoditi menjadi pendekatan agribisnis. Hal ini sesuai dengan proses pembangunan pertanian yang bertujuan untuk membangun sistem agribisnis yang kuat sekaligus pemerataan sehingga berkesinambungan antar sektor dan wilayah. Dengan penerapan sistem agribisnis yang kuat maka akan tercapai tujuan untuk kesejahteraan khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis dan usaha-usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelajutan dan terdesentralisasi. Agribisnis merupakan suatu sistem yang dapat digunakan untuk mengelola bidang pertanian, mulai dari pengelolaan input produksi, proses budidaya, hingga penanganan pasca panen.

Salah satu sektor agribisnis yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah sektor peternakan. Selama ini, usaha peternakan cenderung lebih dikuasai oleh peternak besar atau usaha skala besar dan para peternak kecil biasanya hanya menjalankan usaha peternakan sebagai usaha sampingan terutama bagi masyarakat desa. Padahal potensi usaha di bidang peternakan sangat menjanjikan jika dikelola secara tepat.

Tabel 1 Rata-rata konsumsi protein (gram) per kapita.

No. Komoditi 2010 2011 2012

Maret September Maret September 1 Padi-padian 21.76 21.57 20.96 21.00 20.80 2 Umbi-umbian 0.32 0.36 0.30 0.27 0.28 3 Ikan 7.63 8.02 7.66 7.49 7.85

4 Daging 2.55 2.75 2.76 2.92 3.41

5 Telur dan susu 3.27 3.25 3.06 2.94 3.01 6 Sayur-sayuran 2.52 2.43 2.34 2.40 2.36 7 Kacang-kacangan 5.17 5.17 4.85 5.00 5.28 8 Buah-buahan 0.47 0.42 0.37 0.44 0.39 9 Konsumsi lainnya 1.21 1.21 1.11 1.04 1.05

jumlah 44.90 45.18 43.41 43.50 44.43

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah), 2013.

(11)

masyarakat akan produk-produk peternakan akan semakin meningkat setiap tahunnya. Perubahan pola konsumsi masyarakat yang sadar akan kebutuhan gizi untuk menjaga kualitas hidup membutuhkan asupan daging sebagai sumber protein, energi, vitamin, dan mineral. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging secara umum mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan peningkatan konsumsi perkapita pertahun masyarakat dari tahun 2010 hingga 2012.

Dari tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi terhadap komoditas daging terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingkat konsumsi tersebut masih akan terus mengalami kenaikan pada tahun berikutnya mengingat jumlah populasi masyarakat Indonesia yang juga terus meningkat setiap tahunnya yang berkorelasi terhadap kebutuhan atas pangan yang semakin meningkat.

Peternakan domba merupakan salah satu usaha agribisnis yang banyak digeluti oleh masyarakat. Peternakan domba yang sering dijumpai di masyarakat masih bersifat tradisional dan belum dikelola secara baik. Domba merupakan komoditas peternakan yang memiliki potensi dan peluang yang cukup besar untuk dikembangkan, sebagai salah satu sumber protein hewani, domba juga memiliki peluang untuk dimanfaatkan kulitnya sebagai hasil sampingan dari pemotongan ternak yang akan dikonsumsi dagingnya. Selain itu, daging domba juga dapat dijadikan sebagai alternatif pangan untuk menutupi kebutuhan daging nasional. Tabel 2Produksi daging domba menurut propinsi tahun 2008-2012.

Provinsi Tahun (ton) Pertumbuh

an(%) 2008 2009 2010 2011 2012

Jawa Barat 24.212 34.440 27.258 26.459 25.124 -5.05 Jawa Tengah 6.067 7.131 5.412 6.927 7.136 3.02 Jawa Timur 9.360 4.597 4.640 5.045 5.148 2.05 Sumatra Utara 1.318 1.471 1.569 1.589 1.628 2.50 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (data diolah), 2013.

Tabel 2 menunjukkan produksi daging domba di provinsi Jawa Barat cenderung meningkat tiap tahunnya, walaupun pada tahun 2010 sampai 2012 produksi domba turun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengusahaan ternak domba di Jawa Barat terus menerus dikembangkan oleh pelaku usaha ternak domba di Jawa Barat. Pengembangan usaha ternak domba di Jawa Barat didukung dengan rencana daerah Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 yang didalamnya terdapat beberapa isu strategis daerah dan sasaran pembangunan daerah diantaranya Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat yang direspon melalui beberapa kebijakan, diantaranya peningkatan produksi 1 juta ekor sapi perah dan 10 juta ekor domba atau kambing di tiga WKPP, dan jaminan ketersediaan pangan daerah, sehingga diharapkan dapat tercapai kemandirian pangan di setiap daerah di provinsi Jawa Barat.

(12)

Tabel 3Populasi domba di lima kabupaten/kota sentra peternakan provinsi jawa barat pada tahun 2012.

Kabupaten/Kota Jantan Betina Jumlah (ekor)

Kabupaten Bogor 119.810 160.988 280.798

Kabupaten Bandung 116.669 106.738 223.407 Kabupaten Sukabumi 110.558 399.199 509.757 Kabupaten Cianjur 118.153 236.306 354.459

Kabupaten Garut 380.661 338.059 718.720

Sumber :DinasPeternakanProvinsiJawa Barat (2012)

Berdasarkan tabel diatas, pengembangan agribisnis peternakan khususnya domba di Kabupaten Bogor memiliki peluang untuk dijadikan sebagai sentra usaha komoditas melihat wilayah Bogor yang merupakan daerah strategis untuk menjangkau konsumen yang ada di Jabodetabek.

Dalam setiap usaha terdapat berbagai macam kendala maupun risiko dan ketidakpastian yang dihadapi, begitu halnya dengan pengusahaan ternak domba yang memiliki kendala yang harus dihadapi. Beberapa kendala yang dihadapi oleh para peternak adalah terjadi pada risiko produksi. Risiko ini merupakan faktor utama yang sering dihadapi oleh petani maupun peternak, karena sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas dan pendapatan. Dalam risiko produksi meliputi hama dan penyakit, iklim dan cuaca, bencana alam, serta teknologi.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk dapat mengelola risiko adalah dengan menjalin hubungan kemitraan. Hubungan kemitraan sangat tepat untuk dilakukan guna menekan risiko produksi. Hal ini bisa terwujud karena dengan adanya kerjasama perusahaan dengan peternak maka dapat saling mendukung untuk memperoleh keuntungan yang optimal.Dengan adanya polakemitraan maka akan dapat memberikan kesempatan kepada para peternak untuk menambahwawasan, mempermudah akses teknologi dan informasi, dalam rangka menekanrisiko dan meningkatkan pendapatan usaha peternakan domba. Sehingga para peternak kecil tidak lagi menjadikan usaha beternaknya sebagai usaha sampingan namun sebagai sumber mata pencaharian utamanya.

Untuk mendukung kemajuan program kemitraan, diperlukan dukungankerjasama dari seluruh pihak yang terkait. Peranan perusahaan danlembaga–lembaga kemitraan kepada petani mitra adalah memberikan danmeningkatkan kualitas sumber daya manusia petani mitra melalui pelatihan,pembinaan, keterampilan teknis produksi, dan menyusun rencana usaha denganpetani mitra untuk disepakati bersama. Selain itu perusahaan mitra jugamemberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usahabersama, menjamin pembelian hasil produksi petani mitra sesuai dengankesepakatan, promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik, sertapengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

(13)

Perumusan Masalah

Mitra Tani Farm (MT Farm) merupakan salah satu peternakan domba yang berada di Kabupaten Bogor. MT Farm saat ini terfokus pada usaha penggemukan domba dan telah memiliki kapasitas usaha yang mampu menampung domba sebanyak 1.500 ekor. Dalam kegiatan usahanya, perusahaan masih terus melakukan peningkatan produksi dengan melakukan kerjasama kemitraan inti-plasma dengan para peternak. Selain tujuan perusahaan dalam peningkatan produksi, kemitraan yang dilakukan ini juga bertujuan untuk memberdayakan para peternak kecil agar dapat memberikan peluang usaha bagi mereka dan memberikan keuntungan besar bagi peternak kecil.

Program kemitraan yang dijalankan oleh MT Farm dengan para peternak berjalan dengan baik dan saling menguntungkan. Hal ini lah yang dirasakan oleh pihak MT Farm untuk terus meningkatkan kerjasama dengan para peternak dengan menambah jumlah peternak plasma. Keberhasilan sistem kemitraan yang dilakukan oleh MT Farm dengan para peternak telah membawa dampak terhadap ketersediaan bahan baku dan produksi yang berkesinambungan serta pasokan pasar yang terjamin. Hal ini menjadikan MT Farm sebagai salah satu peternakan domba yang terkenal di daerah Jabodetabok dan Bandung serta telah mampu meningkatkan pendapatan usaha bagi para peternak.

Dengan sistem usaha kemitraan yang dijalankan oleh para peternak dengan MT Farm, berbagai kendala risiko usaha dapat teratasi dengan baik terutama dalam risiko produksi.Keuntungan yang dirasakan oleh para peternak adalah mereka menjadi lebih fokus dalam mengelola ternak mereka karena para peternak hanya melakukan penggemukan domba selama 3 bulan dan itu dilakukan secara per siklus. Sehingga perputaran usaha peternakan bisa dikatakan sangat cepat, karena peternak tidak perlu menunggu terlalu lama dalam mendapatkan hasil keuntungan dari usahanya. Untuk menjaga agar kegiatan usaha tetap berjalan baik, MT Farm rutin mengadakan pemeriksaan ke setiap plasma apabila mengalami penurunan produksi dan bekerjasama dalam bidang pemasaran dan rutin mengadakan diskusi serta penyuluhan, seperti dalam hal pembuatan pakan yang baik.

Berbeda keadaannya dengan peternak domba yang tidak melakukan kemitraan usaha. Permasalahan risiko yang dihadapi lebih besar, terutama dalam proses penanganan kegiatan produksi. Dalam menghadapi kendala atau risiko usaha mereka cenderung lebih mengutamakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman saja dan berbekal informasi yang diperoleh antar peternak. Para peternak biasanya akan menghadapi permasalah pada risiko pasar dan risiko produksi. Pada kondisi ini, peternak yang telah melakukan kemitraan akan dapat mengatasi permasalah tersebut karena mereka telah mendapatkan kepastian pasar dan juga bimbingan teknis terkait dengan pengelolaan dalam proses produksi.

Dari rumusan tersebut sangat perlu untuk dipahami dan diperhatikan sehingga memunculkan pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Seberapa besar tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh peternak domba

bermitra dengan yang tidak bermitra ?

(14)

TujuanPenelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi, mendeskripisikan, dan menganalisis kinerja kemitraan dalam upaya mengelola risiko produksi pada usaha peternakan domba.

2. Mengidentifikasi, menganalisis, dan menghitung tingkat risiko produksiyang dihadapi oleh peternak domba yang bermitra dan peternak tidak bermitra.

ManfaatPenelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pihak-pihak yang terkait, seperti:

1. Bagi perusahaan mitra, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap program kemitraan yang dilakukan.

2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapakan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan melatih kemampuan dalam mengalisis masalah dan penerapan teori yang diperoleh selama perkuliahan.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan serta dapat menjadi acuan bagi penulisan ilmiah terkait.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan pada peternak domba mitra MT Farm yang melakukan kemitraan dengan peternak domba yang berada di Desa Bojong Jengkol kecamatan Ciampea, Bogor. Dan juga pada peternak domba non-mitra yang berada di desa yang sama.

2. Dalam penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara dan diskusi langsung di lokasi penelitian dan data sekunder berupa data penunjang yang diperoleh dari literatur dan pihak-pihak atau instansi terkait.

3. Penelitian ini berfokus untuk menganalisa pengaruh kemitraan dalam upaya untuk mengelola risiko produksi pada usaha ternak domba di tingkat peternak.

TINJAUAN PUSTAKA

Peran Kemitraan dalam Pengelolaan Risiko

(15)

biaya menanggung risiko yang dihadapi petani menjadi berkurang, oleh karena itu petani dapat melakukan diversifikasi dan portofolio aset produktif.

Kemitraan merupakan salah satu upaya menekan risiko dengan caramembagi risiko antara perusahaan dengan mitra tani. Hal ini terlihat pada peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Pendapat ini diperkuat olehhasil Penelitian Puspitasari (2009) dan Febridinia (2010) yang menyebutkanbahwa kemitraan memberikan dampak positif bagi pendapatan dan produktivitaspetani mitra. Pada penelitian tersebut dijelaskan mengenai pengaruh kemitraanterhadap pendapatan peternak, studi kasus pada peternak ayam broiler.Pendapatan peternak mitra pada skala usaha yang sama ternyata lebih besar daripendapatan peternak non mitra. Dengan bermitra peternak dapat lebihmengefisienkan faktor-faktor input produksi seperti pakan, obat-obatan, danvaksin.

Tripathi et al. (2005) mengatakan,untuk membangun ekonomi Agraris yang menjamin harga yang lebih baik dari hasil pertanian untuk para petani dan berkualitas baik bahan baku untuk agro industri, pertanian berbasis kemitraan adalah alternatif sistem usahatani. karena menyediakan harga terjamin untuk para petani dan kualitas produk pertanian yang diinginkan untuk perusahaan mitra. Dalam penelitiannya mengenai produksi kentang menunujukkan dampak dari kemitraan agribisnis telah cukup terlihat dalam menekan risiko usaha dan sangat menguntungkan pada hasil dan profitabilitas produksi kentang. di India, beberapa perusahaan India dan multinasional telah melakukan langkah-langkah tersebut dan telah menunjukkan keberhasilannya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Zein (2011), dalam penelitiannya mengenai kemitraan usahatani kedelai edamame menyatakan bahwa peranan kemitraan tidak terlihat nyata dalam menekan sumber-sumber risiko yang muncul pada usaha yang dijalankan oleh petani mitra. Lebih lanjut, pada besaran risiko yang diukur dengan koefisien variasi juga tidak menunjukkan perbedaan perbedaan yang signifikan mengenai tingkat risiko harga, produksi, dan pendapatan yang dihadapi oleh petani mitra dan non-mitra. Namun petani kedelai edamame lebih banyak menghadapi risiko produksi dan pendapatan dibandingkan risiko harga, hal ini menunjukkan bahwa kemitraan lebih berperan dalam menekan tingkat risiko harga.

Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap peningkatan produktivitas petani mitra adalah dengan adanya petugas lapang yang bertugas mendampingi petani untuk melakukan proses budidaya (Puspitasari, 2009). Melalui petugas lapang, petani mendapatkan banyak informasi penting berkaitan dengan teknik budidaya dan pemeliharaan tanaman yang benar. Petugas lapang juga terjun langsung di kebun milik petani apabila dibutuhkan untuk melihat langsung kondisi tanaman dan juga memberikan masukan manajemen produksi lahan mereka. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan ikut bertanggung jawab pada hasil produksi mitra, karena dengan kestabilan produksi petani mitra dapat menjamin pasokan bahan baku mereka dan risiko produksi mereka dapat diminimalisir dampaknya.

(16)

dikelola dengan baik serta adanya penyimpangan kerjasama yang hanya menguntungkan satu pihak saja.

Berdasarkan hasil kajian kemitraan terdahulu, maka bisa diketahui bahwa manfaat kemitraan terhadap pengelolaan risiko berdampak positif bagi kedua belah pihak. Para petani yang bermitra bisa mendapatkan manfaat usaha melalui pinjaman sarana produksi, menambah ilmu pengetahuan melalui bimbingan dan penyuluhan dari pihak terkait, mendapatkan jaminan penjualan hasil panen, serta pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak bermitra. Perusahaan inti juga dapat memperoleh manfaat dengan terjaminnya pasokan hasil dan bahan baku serta kualitas yang terjamin.Program kemitraan yang banyak diterapkan oleh petani maupun perusahaan tidak selalu menghasilkan dampak positif. Berbagai permasalahan dan kendala sering terjadi pada usaha akibat prinsip kemitraan yang tidak terealisasi dengan baik mengakibatkan kerugian pada pihak tertentu. Adanya penanganan risiko yang tidak terintegrasi dengan baik akibat kurang berjalannya kerjasama yang mengarah pada pembagian risiko atau risk sharing. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa permasalahan yang dialami oleh petani adalah terjadinya anomali cuaca, biaya transaksi yang mahal yang tidak ditanggung oleh pihak perusahaan, kendala manajemen, bibit, serta harga jual yang berpengaruh terhadap penerimaan yang diperoleh oleh para petani.

Gambaran Tentang Analisis Risiko pada Usaha

Pada penelitian Sahar (2010), meneliti tentang manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis probabilitas risiko dan analisis dampak risiko (Value at Risk). Dari analisis probabilitas risiko yang menggunakan tiga variabel risiko yaitu risiko produksi, risiko harga, dan risiko penerimaan diketahui bahwa kemungkinan terjadi risiko paling besar terdapat pada kegiatan produksi yakni 33.36 persen. Berdasarkan hasil dari analisis dampak risiko menunjukkan bahwa kegiatan produksi menghasilkan nilai terbesar dibandingkan dengan yang lain.

Pernyataan ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Solihin (2009), menganalisis tentang tingkat risiko produksi pada studi kasus produk ayam broiler dengan menggunakan metode z-score untuk menghitung nilai penyimpangan rata-rata indeks prestasi produksi petani terhadap indeks prestasi produksi standar dan Aziz (2009) yang menggunakan metode analisis risiko coefficient variance dengan komoditas yang sama yaitu ayam broiler. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa risiko produksi pada usaha tersebut memiliki tingkat penyimpangan produksi yang tinggi dan memiliki peluang yang besar untuk menanggung kerugian pada setiap periode produksi. Faktor-faktor penyebab yang sama dari hasil kedua penelitian tersebut mengenai risiko produksi, yaitu tingkat fluktuasi penerimaan produksi dan harga input produksi yang tinggi, inkonsistensi cuaca yang mengakibatkan ayam menjadi stres dan nilai FCR nya menurun yang berdampak pada tingkat mortalitas menjadi tinggi.

(17)

manajemenrisiko. Setelah dilakukan analisis risiko, maka pihak manajemen sudah memilikiinformasi penting untuk menyusun kebijakan dan tindakan preventif yangharus dilaksanakan untuk menghadapi dan meminimalisir dampak risiko yangakan dihadapi dalam setiap siklus produksinya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Risiko dan Ketidakpastian

Risiko dalam konteks sederhana dapat diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Menurut Kountur (2008), risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian, dan terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko, yaitu (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa saja terjadi bisa tidak terjadi, (3) jika sampai terjadi, maka akan menimbulkan kerugian.

Istilah risiko pada umumnya muncul pada saat proses pengambilan keputusan. Dimana proses pengambilan keputusan harus didasarkan pada perkiraan atau ramalan terhadap hasil yang akan dicapai. Semakin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian, maka semakin tinggi pula risiko yang akan disebabkan oleh pengambilan keputusan itu. Dengan demikian, mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang akan dihadapi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Nelson et al. (1978) dalam Soedjana (2007), menyatakan bahwa faktor risiko di bidang pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia.

Untuk mengetahui kemungkinan yang akan terjadi, biasanya para petani menggunakan informasi yang telah diperoleh. Tingkat pengetahuan dan pengalaman sangat mempengaruhi dalam proses pengambilan suatu keputusan, karena keputusan yang baik merupakan pilihan yang telah dipertimbangkan dengan baik dan didasarkan pada informasi yang tersedia.

Ketidakpastian dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kejadian di masa yang akan datang yang tidak dapat diduga secara pasti serta peluang kejadian tersebut sulit untuk diperkirakan. Menurut Robinson dan Barry (1987) dalam Zein (2011) menyatakan bahwa ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pelaku usaha sebagai pembuat keputusan. Peluang kejadian yang sulit diukur oleh pelaku usaha dapat dikarenakan beberapa hal, diantaranya tidak ada informasi atau data pendukung baik berdasarkan data historis atau pengalaman pelaku usaha selama mengelola kegiatan usaha dalam menghadapi suatu kejadian.

(18)

terpenting yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan risiko dan ketidakpastian adalah suatu keputusan yang baik belum dapat menjamin kenyataan baik yang akan diperoleh.

Sumber Risiko

Setiap bidang usaha pada umumnya akan menghadapi risiko. Risiko merupakan kejadian buruk atau suatu keadaan sulit yang tidak diinginkan oleh setiap pelaku usaha. Bidang usaha agribisnis merupakan salah satu bidang yang memiliki tingkat risiko yang cukup kompleks. Karena setiap bagian yang ada selalu memiliki risiko yang harus dihadapi, seperti dalam menghadapi kondisi alam yaitu iklim dan cuaca. Untuk mengantisipasi berbagai timbulnya risiko, maka pelaku usaha perlu untuk mengetahui sumber-sumber risiko yang timbul pada kegiatan usaha yang dijalankan. Nelson et al. (1978) dalam Soedjana (2007) menyatakan terdapat beberapa sumber risiko pada bidang pertanian meliputi: 1. Risiko Produksi

Risiko produksi terjadi karena variasihasil akibat berbagai faktor yang sulit diduga, seperti cuaca, penyakit, hama,variasi genetik, dan waktu pelaksanaankegiatan. Beberapa contoh adalah variasihasil tanaman pangan, bobot ternak, kualitas hasil, pertumbuhan ternak, dayatampung padang penggembalaan, tingkatkematian, dan kebutuhan tenaga kerja.

2. Risiko Harga dan Pasar

Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkandengan keragaman dan ketidaktentuanharga yang diterima petani dan yang harusdibayarkan untuk input produksi. Jeniskeragaman harga yang dapat didugaantara lain adalah trend harga, siklusharga, dan variasi harga berdasarkanmusim. Tingkat harga dapat berpengaruhpada harapan pedagang, spekulasi,program pemerintah, dan permintaankonsumen.

3. Risiko Usaha dan Finansial

Risiko usaha dan finansial berkaitandengan pembiayaan dari usaha yangdijalankan, modal yang dipengaruhinyaserta kewajiban kredit. Risiko usahamenjadi semakin tinggi bila modal investasiatau pinjaman modal usaha menjadi lebihbanyak. Pengeluaran untuk biaya tunaiyang semakin tinggi akan meningkatkanrisiko tidak tersedianya uang tunai untukmembayar hutang dan kewajiban finansiallainnya.

4. Risiko Teknologi

Adopsi cara baru, yang dikaitkandengan risiko teknologi, berkaitan dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilankeputusan dan akibat cepatnyakemajuan teknologi. Adopsi teknologibaru yang terlalu cepat atau terlalu lambatmerupakan risiko yang harus dihadapi.Pembelian suatu alat baru, misalnya, harusmemperhitungkan kemajuan teknologiyang akan mempengaruhi tingkat efisiensinyadalam waktu yang singkat.

5. Risiko Kerusakan

(19)

6. Risiko Sosial dan Hukum

Risiko sosial dan hukumberkaitan dengan peraturan pemerintahdan keputusan lainnya, seperti peraturanbaru mengenai penggunaan input produksi,pembatasan subsidi, dan perencanaanlokasi baru untuk daerah pertanian.

7. Risiko Faktor Manusia

Risiko faktor manusia berkaitandengan perilaku, kesehatan, dan sifat-sifatseseorang yang tidak terduga sehinggadapat mengakibatkan risiko dalam usahatani. Kehilangan pekerja utama pada saatkeahliannya diperlukan dapat mempengaruhitingkat produksi yang akan dicapai.Ketidakjujuran dan tidak dapat dipercayanyaseseorang dapat pula mengakibatkanpelaksanaan usaha tani menjadikurang efisien yang akhirnya menurunkanproduksi.

Risiko dan ketidakpastian dapat menimbulkan masalah karena akan menyebabkan sistem ekonomi menjadi kurang efisien. Karena adanya ketidakpastian, petani akan mempertimbangkan bahkan tidak mau untuk meningkatkan skala usahanya untuk efisiensi tenaga kerja dan peralatan. Ketidakpastian juga dapat berimplikasi pada tata laksana bagi petani. Oleh karena itu, Soedjana (2007) mengatakan perlu melakukan beberapa pendekatan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan risiko. Yaitu, terlebih dahulu melakukan analisis terhadap keputusan yang akan diambil dari berbagai pilihan yang tersedia, kemungkinan kejadiannya, serta manfaatnya bila keputusan itu harus ditentukan, memperkirakan peluang yang akan terjadi dengan tingkat manfaat yang akan diperoleh, dan mempertimbangkan perilaku, kemampuan, dan tujuan pengambil keputusan berkaitan dengan tingkat risiko yang harus dihadapi karena keputusan yang telah diambil.

Skala Pengukuran Risiko

Dalam kegiatan usaha, untuk mengetahui adanya risiko yang dihadapi dapat dilihat dengan menggunakan indokator adanya fluktuasi dari return atau penerimaan hasil yang diperoleh. Dampak dari risiko dapat dinilai dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi terhadap return dari suatu usaha. Menurut Elton dan Gruber (1995)dalam Aziz (2009), terdapat ukuran risiko yang dapat dianalisis yaitu nilai ragam(variance), simpangan baku (standart deviation), dan koefisien variasi (coefficientvariation). Ketiga ukuran tersebut memiliki hubungan satu dengan yang lainnyadan nilai ragam (variance) sebagai penentu ukuran yang lainnya. Hubungantersebut adalah nilai standart deviation merupakan akar kuadrat dari nilaivariance. Nilai koefisien variasi merupakan rasio perbandingan dari nilai standartdeviation dengan nilai return dari suatu aset dimana return yang diperoleh berupapendapatan rata-rata selama periode waktu tertentu.

(20)

deviation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, dan semakin besar nilai standart deviation maka semakin besar pula risiko yang dihadapidalam kegiatan usaha. Coefficient variation diukur dari rasio standart deviationdengan return yang diharapkan. Semakin kecil nilai coefficient variation makasemakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan semakinbesar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi dalammelakukan kegiatan usaha.

Ukuran risiko yang dapat dijadikan sebagai ukuran paling tepat dalammemilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha tersebut untuk setiap return yangdiperoleh adalah koefisien variasi (coefficient variation). Coefficient variationmerupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari beberapakegiatan usaha dengan satuan yang sama.

Konsep Kemitraan

Menurut Undang–Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama usahaantara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar disertaipembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar denganmemperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, salingmemerlukan.

Badan FAO (Food and Agriculture Organization) menyatakan bahwa kemitraan pertanian dapat didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan petani, dengan menentukan kondisi untuk produksi dan pemasaran produk pertanian. Biasanya, petani berkomitmen untuk menyediakan jumlah produk pertanian tertentu yang telah disepakati. Produk tersebut harus memenuhi standar kualitas pembeli dan akan diberikan pada waktu yang ditentukan oleh pembeli. Penentuan harga produk sesuai dengan kesepakatan, dan pembeli juga memberikan dukungan produksi melalui pasokan input pertanian, persiapan lahan, serta penyediaan sarana dan prasarana.

Kemitraan usaha adalah suatu bentuk kerjasama usaha yang dilakukan antara dua pihak yang memiliki hubungan yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dan memiliki prinsip win-win solution, saling membutuhkan dan saling mengisi satu sama lainnya. Dalam pengertian yang luas, keberadaan kemitraan akan memberikan nilai tambah bagi pihak yang melakukan kerjasama seperti manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan, dan tambahan keuntungan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dijalankan secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal, yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai.

(21)

Bentuk-bentuk Pola Kemitraan

Terdapat berbagai bentuk pola dalam sistem kemitraan usaha yang dapat diterapkan oleh pelaku usaha yang ingin bermitra, diantaranya adalah pola inti-plasma, pola sub-kontrak, pola dagang umum, pola keagenan, pola waralaba, pola kerjasama operasional agribisnis (KOA).

1. Pola Inti Plasma

Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra (petani-nelayan, kelompok tani-kelompok nelayan, gabungan kelompok tani/kelompok nelayan, koperasi dan usaha kecil) dengan perusahaan mitra (perusahaan besar dan perusahaan menengah) yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti (penyediaan sarana produksi pertanian, penyediaan prasarana pertanian, pembinaan manajemen, pembinaan teknologi, permodalan dan pemasaran hasil) dan kelompok mitra sebagai plasma (menjual seluruh hasil produksinya kepada inti, mematuhi peraturan / petunjuk yang diberikan inti). Perusahaan mitra sebagai inti akan mengolah produk dengan input atau bahan baku yang didapat dari plasma yaitu petani mitra.

Gambar 1Pola kemitraan inti-plasma Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

2. Pola Sub Kontrak

Pola sub kontrak merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pada umumnya pola sub kontrak merupakan hubungan kerjasama yang bersifat jangka pendek dan memiliki kecenderungan mengisolasi produsen kecil sebagai subkontrak pada suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terutama dalam hal penyediaan bahan baku dan pemasaran.

Gambar 2Pola kemitraan sub-kontrak Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

3. Pola Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Pola kemitraan ini memerlukan struktur

Perusahaan initi Petani plasma

Petani plasma

Petani plasma Petani plasma

Perusahaan mitra

(22)

pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun mitra usaha kecil. Sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan.

Gambar 3 Pola kemitraan dagang umum Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

4. Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari perusahaan mitra.

Gambar 4 Pola kemitraan keagenan Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

5. Pola Waralaba

Pola waralaba merupakan pola kemitraan antara kelompok mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merk dagang, bantuan manajemen dan saluran distribusinya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai bantuan manajemen.

Gambar 5 Pola kemitraan waralaba Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

6. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola KOA merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra

Perusahaan mitra Petani mitra

Konsumen / industri

Petani mitra Perusahaan mitra

Konsumen akhir

Pemilik Waralaba Penerima waralaba

Hak lisensi Merk dagang Bantuan

(23)

menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

Gambar 6 Pola kemitraan KOA Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

Prinsip-prinsip Kemitraan

Berdasarkan rumusan yang telah dibuat oleh badan FAO, terdapat prinsip-prinsip dalam kemitraan pertanian yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan usaha kemitraan yang bertanggung jawab. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan panduan kepada petani dan pengusaha yang terlibat dalam hubungan kemitraan.

1. Tujuan umum

Petani dan perusahaan mitra harus memiliki tujuan yang sama ketika terlibat dalam kemitraan. Pengaturan harus didasarkan pada prinsip bahwa kerjasama akan melindungi para pihak dari risiko yang mungkin terjadi dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan usaha yang sesuai dengan kewajiban masing-masing pihak. Tujuannya adalah bahwa perjanjian harus mempromosikan produk pertanian dan menjamin pasar yang aman untuk komoditi, sehingga memungkinkan petani untuk mendapatkan peningkatan pendapatan dan perusahaan mitra untuk memperoleh laba atas investasi mereka (win-win situation). Kepatuhan terhadap suatu kerangka hukum untuk mengatur perjanjian antara petani dan perusahaan mitra dan harus setuju dalam menjalankan kerjasama sesuai kontrak.

Kontrak yang sah harus memenuhi sejumlah persyaratan esensial. Diantaranya, kedua pihak harus memiliki kapasitas hukum untuk kontrak kerjasama dan persetujuan. Dalam kasus-kasus dimana sebuah kelompok/asosiasi masuk kedalam kontrak harus dibuat jelas apakah tanggung jawab terletak pada anggota individu atau kelompok. Ini akan tergantung pada jenis asosiasi/kerjasama yang dipilih untuk kelompok dan peraturan hukum nasional yang berlaku. Kontrak harus ditutup dengan penerimaan tawaran yang dibuat sesuai dengan kesepakatan.Kontrak harus jelas dengan menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, kontrak harus didasarkan pada tujuan (pelayanan yang merupakan kewajiban petani dan pembeli) seperti penjualan produk yang ditunjuk oleh petani dan pembayaran oleh perusahaan mitra. Terakhir, kontrak harus didasarkan pada tugas dan tanggung jawab antara petani dan perusahaan mitra yang merinci mengenai harga dan metode pembayaran. Tujuan dan pertimbangan-pertimbangan kontrak harus sah, yaitu

Petani mitra Perusahaan mitra

- Lahan -Sarana -Tenaga

(24)

mereka tidak boleh melakukan hal yang ilegal, bermoral atau bertentangan dengan kebijakan publik.

2. Dokumentasi yang jelas

Setiap kegiatan harus memiliki dokumentasi yang jelas. Terutama, kontrak harus dinyatakan dalam tulisan, sehingga para pihak memiliki dokumen kesepakatan dan hak untuk memperoleh pelaksanaan kewajiban masing-masing, seperti yang diuraikan dalam persyaratan. Kesepakatan tertulis disusun untuk memberikan pedoman yang jelas mengenai kualitas produk yang disepakati, kondisi mengenai penetapan harga, pembayaran dan pengiriman produk dan untuk mencegah konflik yang timbul akibat kesalahpahaman. 3. Isi kontrak yang jelas

Kotrak harus ditulis dalam bahasa yang jelas dan koheren, menggunakan huruf yang terbaca dan kata-kata yang dimengerti oleh petani yang rata-rata berpendidikan rendah. Kebingungan dan kesalahpahaman dengan mudah dapat timbul jika syarat-syarat perjanjian tidak jelas dan sulit dipahami. Kerjasama akan menguntungkan jika kontrak yang disusun dalam bahasa yang dapat dipahami oleh kedua pihak.

4. Pengungkapan

Petani dan perusahaan mitra harus membuat pengungkapan penuh dari semua informasi yang diperlukan untuk kesimpulan dari perjanjian dan transparan dalam hubungan kerjasama mereka. Kontrak harus jelas menunjukkan jumlah komoditas yang harus disediakan oleh petani selama periode waktu tertentu, standar kualitas yang diperlukan dan cara pengiriman. Syarat dan ketentuan untuk pasokan produksi yang harus dipenuhi oleh petani harus jelas diuraikan dalam kontrak. Kontrak harus menetapkan jangka waktu dan kondisi untuk memutus kerjasama, yakni pemberitahuan tertulis mengenai penghentian dalam jangka waktu yang disepakati.

5. Transparansi dalam penentuan harga

Harga dan proses pembayaran merupakan elemen kunci dari setiap kontrak, dan titik-titik ini harus jelas dipahami dan disepakati oleh petani dan pembeli. Disarankan kedua pihak harus bernegosiasi untuk harga yang disepakati bersama, dan kedua pihak benar-benar menghormati perjanjian tersebut. Metode harga dan pembayaran harus ditentukan dengan hati-hati dalam kontrak. Kontrak harus memastikan transparansi prosedur penentuan harga dan pembayaran. Kedua pihak harus menghindari pengukuran kuantitas dan kualitas yang tidak sepenuhnya dipahami oleh petani. Kontrak harus jelas dalam mengungkap setiap biaya atau pengurangan yang dapat mempengaruhi jumlah bersih yang akan diterima oleh petani. Kontrak juga harus memberikan transparansi informasi mengenai biaya input dan layanan yang akan diberikan perusahaan mitra. Kontrak juga memuat ketentuan harga yang berkaitan degan keadaan yang tidak terduga, seperti perubahan kondisi pasar yang menyebabkan perbedaan besar dalam harga.

6. Transparansi dan keadilan dalam pasal-pasal yang terkait dengan pasokan dan penggunaan input

(25)

untuk menyediakannya dengan konsekuensinya harga produk petani tersebut akan dikurangi. Namun, jika petani sendiri yang menyediakan kekurangan input tersebut, maka pihak perusahaan mitra harus mengurangi biaya atas pengiriman produk tersebut, sehingga petani mendapat penerimaan lebih atas biaya yang dikeluarkan sendiri. Dalam ketentuannya, jika perusahaan mitra menyediakan input dan teknologi bagi petani, maka petani tidak boleh menggunakannya untuk tujuan lain selain untuk kegiatan usaha dengan perusahaan. petani juga harus mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pihak perusahaan untuk memenuhi spesifikasi dan memaksimalkan keuntungan dari penggunaan input yang disediakan.

7. Keadilan dalam berbagi risiko: force majeure and contractual flexibility

Kedua pihak harus menentukan dalam berbagi risiko produksi dan pasar. beban kerugian keuangan harus ditetapkan secara sepadan dengan masing-masing pihak. Jika terjadi risiko yang tidak terkontrol dan mengakibatkan kerugian, maka harus dilakukan kemungkinan renegosiasi. Renegosiasi harus didasarkan pada prinsip berbagi biaya yang sama atau manfaat yang sama. Kemungkinan untuk menyediakan program asuransi terhadap kerugian tanaman atau ternak juga harus dievaluasi sebagai alat manajemen risiko. 8. Pencegahan praktik-praktik yang tidak adil dalam hubungan perusahaan-petani

Kontrak tidak harus melarang atau mencegah petani mitra bergaul dengan petani lain untuk membandingkan kegiatan kontrak. Selain itu, perusahaan mitra juga tidak harus melarang atau mencegah petani untuk membahas kontrak dengan mitra bisnis atau mencari penasehat, hukum yang berkaitan dengan persyaratan kontrak, kewajiban, dan tanggung jawab. Perusahaan mitra tidak harus terlibat dalam praktik pembalasan atau diskriminatif terhadap petani yang melaksanakan hak-hak mereka, seperti petani yang mengajukan keluhan kepada perusahaan mitra yang dianggap melanggar hukum. Perusahan mitra harus menghindari situasi yang dapat menyebabkan ketidakpuasan petani, seperti diskriminatif, pembayaran terlambat, layanan tidak efisien, sarana teknis yang tidak dapat diandalkan untuk komoditas. Perusahaan mitra juga tidak boleh menolak pengiriman barang ketika petani siap untuk memasok mereka. Untuk menjaga kepercayaan dan rasa hormat, perusahaan mitra harus memastikan transparansi dan keadilan selama proses pembelian.

9. Menghormati ketentuan-ketentuan kontrak

Petani dan pembeli harus setia kepada satu sama lain. Kepercayaan dan rasa hormat merupakan faktor penting untuk keberhasilan operasi kemitraan. Untuk menghindari perselisihan, perusahaan mitra harus memastikan bahwa petani memiliki semua informasi yang diperlukan untuk kegiatan usaha. Petani harus menghormati komitmen persetujuan dalam kontrak untuk memberikan produk yang diproduksi dengan menggunakan input yang disediakan oleh perusahaan mitra dan memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Petani tidak boleh menjual sebagian atau semua hasil produksi mereka kepada pembeli yang berbeda walaupun menawarkan harga yang lebih tinggi. Perusahaan mitra tidak harus mengingkari ketentuan-ketentuan kontrak ketika terjadi perubahan pada kondisi pasar atau kebijakan pemerintah sebelum dilakukannya renegosiasi.

(26)

Dialog antar petani dan perusahaan mitra sangat penting dilakukan untuk stabilitan operasi kemitraan. Kurangnya komunikasi antara kedua belah pihak dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik. Dialog antara pihak harus diutamakan pada hal-hal seperti ketentuan-ketentuan kontrak dan persyaratan untuk pengembangan lahan atau skala usaha. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah petani dan perusahaan mitra harus melakukan pertemuan pada saat awal musim, sehingga perusahaan mitra dapat menjelaskan kembali program manajemen mereka, memperjelas tugas-tugas kedua belah pihak sebagaimana ditetapkan dalam kontrak yang telah disepakati.

Tujuan Kemitraan

Berbagai macam bentuk pola kemitraan telah banyak diterapkan oleh pelaku usaha pada umumnya. Namun, hal tersebut tidak terlepas dari tujuan masing-masing pelaku usaha untuk dapat menjalankan bisnis yang lebih efisien dan menguntungkan serta berkesinambungan.

Tujuan kemitraan menurut Khaerul (1994) dalam Satria (2009), dibedakan menurut pendekatan struktural dan kultural. Berdasarkan pendekatan struktural, kemitraan bertujuan:

1. Saling mendukung, saling membutuhkan, saling mempererat dan saling menguntungkan antara usaha kecil dan usaha besar melalui ikatan kerjasama ke depan dan ke belakang.

2. Memperoleh nilai tambah, meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha bagi kedua belah pihak.

3. Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan, manajemen dan teknologi sehingga menjadi bekal masyarakat untuk turut berperan di pasar global.

4. Mengatasi kesenjangan sosial.

Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, produktivitas dan kreatifitas, berani mengambil risiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan.

Pada hakikatnya, tujuan kemitraan yang telah banyak dilakukan tidak didasarkan pada pendekatan-pendekatan yang ada. Namun hanya untuk dapat memperoleh keuntungan lebih dari kerjasama tersebut tanpa adanya keseimbangan manfaat diantara pihak yang bermitra. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai tujuan-tujuan dari kemitraan berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut diperlukan rasa saling membutuhkan dan tanggung jawab untuk dapat memenuhi kebutuhan antar pihak. Sehingga akan menciptakan ikatan kerjasama usaha yang saling menguntungkan dan berkesinambungan.

Analisis Pendapatan Usaha

(27)

suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi pelaku usaha, analisis pendapatan usaha dapat memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dijalankannya berhasil atau tidak.

Dalam melakukan analisis pendapatan diperlukan dua data atau keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan produksi adalah total nilai produk yang dihasilkan yaitu hasil kali dari jumlah fisik produk dengan harga pasar. Sedangkan pengeluaran atau biaya produksi adalah semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam satu periode produksi. Biaya atau pengeluaran produksi terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai atau disebut juga biaya yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan menggunakan uang tunai, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja, dan lain-lain. Sedangkan pengeluaran tidak tunai adalah pengeluaran yang tidak dibayar dengan tunai. Pengeluaran yang diperhitungkan ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pendapatan kerja pengrajin jika nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Penyusutan alat produksi juga dikategorikan sebagai biaya yang diperhitungkan. Penyusutan terjadi karena pengaruh lamanya penggunaan (umur alat) sehingga pada suatu saat alat tersebut tidak dapat digunakan lagi atau tidak bernilai ekonomis.

Menurut soekartawi (1968), biaya total dan tunai terdiri dari biaya variabel atau biaya tidak tetap (variable atau direct cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya atau pengeluaran variabel dalam biaya-biaya yang berkaitan langsung dengan proses produksi. Pengeluaran untuk pengadaan bahan baku adalah contoh biaya variabel. Pengeluaran tetap adalah pengeluaran yang tidak bergantung kepada besarnya produksi misalnya, penyusutan alat dan lain-lain. Dalam usaha produksi (usahatani), pendapatan dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai adalah selisih total penerimaan dengan semua pengeluaran dalam bentuk tunai. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih antara total penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang bersangkutan.

(28)

Kerangka Pemikiran Operasional

Kegiatan usaha peternakan domba, dalam prosesnya dihadapkan pada risiko yang menimbulkan kerugian. Beberapa risiko mendasar yang dihadapi dalam usaha peternakan domba adalah risiko produksi dan risiko pasar. untuk dapat mengetahui risiko usaha yang dihadapi oleh para peternak domba, maka dapat dilakukan analisis dengan menggunakan metode analisis risiko. Analisis risiko digunakan untuk dapat mengetahui jenis-jenis dan sumber risiko yang sering muncul pada usaha. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan cara melihat probabilitas risiko dan dampak yang ditimbulkan akibat risiko tersebut. Sumber-sumber risiko yang ada pada usaha peternakan domba dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dengan mengumpulkan data dari sumber-sumber risiko yang muncul pada proses produksi dan melihat kondisi pasar yang sedang terjadi. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk dijadikan informasi dalam upaya pengelolaan risiko pada usaha peternakan domba.

Setelah dilakukan analisis yang didasarkan pada penilaian dari para peternak mengenai jenis dan sumber risiko dan juga dampak dari risiko pada usaha peternakan domba. Maka dilakukan analisis mengenai pengaruh kemitraan dalam upaya untuk mengelola risiko dan ketidakpastian pada usaha tersebut. Dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh oleh peternak yang melakukan kemitraan dengan perusahaan MT Farm dengan peternak non mitra. Sehingga akan diketahui hasil kesimpulan mengenai pengaruh kemitraan dalam upaya untuk mengelola risiko dan ketidakpastian dalam usaha peternakan domba. Gambaran kerangkan berfikir operasional dapat dilihat pada gambar bagan berikut.

1. Seberapa besar tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh peternak domba bermitra dengan yang tidak bermitra ?

(29)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dipeternak mitra penggemukan domba Mitra Tani Farm (MT Farm) di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) didasarkan atas pertimbangan bahwa peternak mitra MT Farm yang ada di Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu sentra penghasil domba yang ada di Kabupaten Bogor. Proses pengambilan data di lokasi penelitian dilakukan pada Juni sampai Agustus 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang berhubungan dengan topik kajian pengaruh kemitraan dalam upaya mengelola risiko produksi ternak domba. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dengan melakukan diskusi dan wawancara serta pengisian kuesioner dengan pihak-pihak yang terkait. Kegiatan wawancara dan pengisian kuesionerdilakukan untu mengetahui keadaan umum perusahaan, kegiatan usaha yang dijalankan oleh peternak mitra MT Farm dan peternak non-mitra. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur dan data-data dinas daninstansi-instansi yang terkait serta dari hasil penelitian-penelian sebelumnya yang terkait dengan topik kajian.

Tabel 4 Jenis dan sumber data yang diperoleh

Data Jenis data Sumber

Primer

Produksi ternak Wawancara dan pengamatan Harga ternak non mitra Wawancara peternak

Jumlah penjualan ternak Wawancara peternak Penerimaan usaha Wawancara peternak Pengeluaran usaha Wawancara peternak Produktivitas usaha Wawancara dan kuesioner Sumber dan peniaian risiko Wawancara dan kuesioner Identitas dan Karakteristik

responden

Wawancara dan kuesioner

Sekunder

Konsumsi protein perkapita Data BPS

Produksi daging Data Ditjen Peternakan Populasi domba di lima kota Data Dinas Peternakan Jabar MoU program kemitraan Data perusahaan MT Farm Gambaran lokasi penelitian Data laporan Kecamatan

(30)

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi yang berasal dari peternak mitra, peneliti mengambil informasi secara sensus dari seluruh anggota mitra MT Farm yang aktif berjumlah 12 orang yang berlokasi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea.

Untuk pengambilan informasi dari peternak non mitra, proses pengambilan responden pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Metode ini digunakan dengan pemilihan responden berdasarkan kesesuaian karakteristik yang dimiliki oleh responden dengan kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian, yakni kesamaan karakteristik usaha yang dijalankan peternak non mitra dengan peternak mitra. Jumlah responden peternak non mitra dalam penelitian ini diambil sebanyak 15 peternak yang juga berlokasi di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, hal ini disesuaikan dengan jumlah peternak non mitra yang berada di lingkungan peternak mitra dengan alasan untuk memudahkan dalampengumpulan informasi ataupun data.

Data yang akan diambil adalah data dari kegiatan produksi yang telah dilakukan oleh para peternak. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode farm visitdan metode kuesioner yang diisi langsung oleh peternak serta wawancara langsung dengan para peternak.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah secara kualitatif dan kuantitatif dengan bantuan program komputer. Analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan pelaksanaan kemitraan, karakteristik responden, sumber-sumberrisiko produksi usaha, serta peranan kemitraan dalam mengelola risiko produksi yang timbul. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemitraan dapat memberikan dampak positif terhadap pengelolaan risiko usaha yang timbul. Proses identifikasi dilakukan dengan melihat program-program kemitraan yang telah dijalankan, dan menganalisis jenis kemitraan yang dijalankan dengan menggunakan pendekatan fungsi kemitraan. Analisis kinerja kemitraan dilakukan dengan membandingkan dan mendeskripsikan hasil yang diperoleh dari penilaian risiko dan pendapatan antara peternak mitra dengan peternak non mitra.

Proses identifikasi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh para peternak dilakukan dengan pendekatan teori dan wawancara peternak. Selanjutnya dilakukan penilaian dan perhitungan terhadap tingkat risiko yang dihadapi oleh peternak mitra dan peternak non mitra dengan menggunakan analisis kuantitatif.

(31)

Metode Analisis Risiko

1. Ragam atau Variance (σ2)

Pengukuran ragam dilakukan untuk melihat seberapa jauh nilai pengamatan terbesar di sekitar nilai rata-rata dinamakan variasi atau dispersi data. Secara matematis ragam dapat dituliskan sebagai berikut.

i2

=

∑ ̅

Keterangan:

i2=Ragam (Variance)

̅ = Nilai rata-rata

= Nilai ke-j, yaitu responden 1-15 n = jumlah seluruh responden

Nilai ragam menunjukkan bahwa semakin kecil nilainya, maka semakin kecil penyimpangan. Sehingga, semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, begitu juga sebaliknya.

2. Simpangan Baku atau Standard Deviation (σ)

Simpangan baku merupakan akar dari ragam. Simpangan baku menunjukkan jika nilainya semakin kecil, maka semakin kecil juga tingkat risiko yang akan di hadapi dalam usaha, dan sebaliknya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana:

= simpangan baku (standard deviation) = ragam (variation)

3. Koefisien Variasi atau Coefficient Variation (CV)

Koefisien variasi diukur dari rasio simpangan baku dengan nilai rata-rata. Semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin kecil tingkat risiko yang dihadapi dalam melakukan usaha, dan sebaliknya. Secara matematis koefisien variasi dapat dituliskan sebagai berikut:

̅x 100% Dimana:

CV = koefisien variasi (coefficient variation)

σ = simpangan baku (standard deviation)

̅

=nilai rata-rata

4. Penilaian Risiko

Kountur (2008)menyatakan bahwa, metode aproksimasi adalah cara untuk mengetahui probabilitas dan dampak risiko dengan cara menanyakan kira-kira berapa probabilitas dan dampak dari suatu risiko kepada orang lain.

(32)

seseorang yang telah memiliki pengalaman atau ahli, dengan wawancara atau pengisian kuesioner untuk mendapatkan informasi tentang berapa besar kemungkinan/probabilitas dan dampak dari adanya risiko. Hasil dari probabilitas dan dampak tersebut dimuat dalam bentuk skala yang memiliki bobot masing-masing.

Tabel 5 Penilaian risiko

risiko produksi tingkat risiko dampak upaya antisipasi

T S R TA

Penyakit - - - -

Mortalitas bakalan - - - - Human error - - - -

Keterangan: Tingkat risiko berdasarkan penilaian petani. T = tinggi

S = sedang R = rendah TA = tidak ada

Dalam penelitian ini, penggunaan metode penilaian risiko hanya melihat tingkat risiko yang dihadapi oleh para peternak dengan penentuan berdasarkan skala pengukuran yang digunakan. Sehingga tidak mencantumkan dampak nominal yang timbul dari adanya risiko tersebut, penjelasan mengenai dampak dan upaya antisipasi yang dilakukan oleh para peternak dijelaskan secara deskriptif dan tidak dilakukan pemetaan terhadap risiko.

Analisis Pendapatan Usahatani

Pengolahan data secara kuantitatif juga dilakukan dengan analisis pendapatan usahatani. Data yang diperlukan dalam analisis ini yaitu data penerimaan, biaya, dan pengeluaran usahatani. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang diperoleh dalam usahatani. Analisis perhitungan untuk mengetahui total penerimaan usahatani secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = Y . Py Keterangan:

TR : Total penerimaan

Y : Produksi yang diperoleh dalam usahatani Py : Harga Y

(33)

Keterangan:

TC = Total Biaya

C = Total Biaya Tunai (Cash) NC = Total Biaya Non tunai (Non cash)

Biaya usahatani juga diklasifikasikan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya jumlah output. Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan, biaya tetap ini harus tetap dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Yang termasuk dalam biaya tetap ini misalnya gaji tenaga kerja administrasi, penyusutan mesin, penyusutan gedung dan peralatan lain, sewa tanah, sewa kantor dan sewa gudang.

Biaya variabel merupakan biaya yang besarnya berubah-ubah, tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output semakin besar pula biaya variabel yang harus dikeluarkan. Yang termasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, bahan bakar, listrik, dan lainnya. Perhitungan biaya produksi adalah sebagai berikut:

FC atau VC ∑ Keterangan:

FC : Biaya tetap (Rp) VC : Biaya variabel (Rp) Xi : jumlah fisik dari input Pxi : Harga input (Rp)

Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus yang dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi umur ekonomis dari alat tersebut. Dengan rumus sebagai berikut:

Keteranga:

Nb: Nilai pembelian (Rp) Ns : Tafsiran nilai sisa (Rp) N : Umur ekonomis alat (tahun)

Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani atau peternak. Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

π = Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)

TC = Total pengeluaran (biaya tuani + biaya non tunai) (Rp) P = Harga (Rp)

Q = Jumlah (satuan)

Pendapatan (π) = TR – TC

Gambar

Tabel 2Produksi daging domba menurut propinsi tahun 2008-2012.
Tabel 3Populasi domba di lima kabupaten/kota sentra peternakan provinsi jawa barat pada tahun 2012
Gambar 4 Pola kemitraan keagenan
Gambar 6 Pola kemitraan KOA
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

MAMPU MELAKUKAN PERUBAHAN PERILAKU USAHA : SEGALA BENTUK PIKIRAN, PERASAAN USAHA : SEGALA BENTUK PIKIRAN, PERASAAN DAN TINDAKAN TERHADAP SESUATU.. SADAR : DISENGAJA,

Imamiyah yang disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat yang bermula pada Ja’far ash-shadiq yang melimpahkan imamah kepada putranya Ismail, yang lebih dikenal

Setelah dilakukan perhitungan pada anggaran biaya pembangunan gedung Hotel Harper Bandung, tahap terakhir adalah memberikan rekomendasi atas hasil analisa value

(2) kesesuaian antara langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam RPP dengan implementasinya di SMA Negeri Kabupaten Sleman berdasarkan hasil analisis data antara

72 Tahun 2005 tentang Desa, kedudukan BPD adalah unsur pemerintahan desa, dengan kata lain kedudukannya sejajar dengan pemerintah desa dan untuk itu dapat melakukan

Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Diklofenak natrium Antiinflamasi dan antirematik Maksimal 10 tablet 25 mg. Pemberian obat hanya atas dasar

Setelah diberikan perlakuan layanan dalam program bimbingan dan konseling perkembangan rata-rata skor subjek berada pada kategori sangat tinggi, hal ini