• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAN INFRASTRUKTUR

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PROVINSI JAWA BARAT

EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Evanti Andriani Syahputri

(4)

ABSTRAK

EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI. Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM.

Penyediaan infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam tahap pembangunan. Infrastruktur memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah dan meningkatkan pembangunan ekonomi dengan memberikan efek langsung maupun tidak langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan perkembangan infrastruktur yang ada di Jawa Barat dan menganalisis peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Analisis ini menggunakan data panel dengan model fixed effect yang menggunakan data di 26 kabupaten / kota Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu 2007-2011. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai pengukuran output, panjang jalan (km), jumlah energi listrik terjual (KWh), dan jumlah air bersih yang tersalurkan (m3). Hasil menunjukkan bahwa infrastruktur di Jawa Barat terus meningkat. Berdasarkan model dalam analisis, infrastruktur jalan, listrik dan air bersih memiliki efek yang positif dan kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi daerah dimana infrastruktur listrik memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian daerah di Provinsi Jawa Barat.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, data panel

ABSTRACT

EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI. The Role of Infrastructure to Economic Growth in West Java Province. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM.

The provision of infrastructure is very important in the stage of development. Infrastructure contributes to the regional economy and makes economic development more increased by giving direct and indirect effects. The purposes of this study was to explain the development of infrastructure in West Java and to analyze the role of infrastructure to economic growth in west Java Province. This analysis used panel data with fixed effect model using 26 districts / cities in West Java Province in the period of 2007-2011. Variables that are used in this study is Gross Domestic Regional Product (GDRP) as the output measurement, length of road (km), sum of electricity (KWh), and sum of water supply (m3). The results indicate that the infrastructure in West Java always increase. Based on the model in analysis, road infrastructure, electricity, and water infrastructure have a positive effect and significant contributions to the regional economic growth where as electricity infrastructure give the highest contribution to the regional economy in West Java Province.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PERAN INFRASTRUKTUR

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PROVINSI JAWA BARAT

EVANTI ANDRIANI SYAHPUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Peran Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

Nama : Evanti Andriani Syahputri NIM : H14090081

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Peran Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah

sabar dan ikhlas meluangkan waktunya untuk membimbing dengan memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Sahara sebagai dosen penguji utama dan Salahuddin El Ayyubi, M.A sebagai dosen dari komisi pendidikan yang telah bersedia menguji penulis dan memberikan masukan bagi perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Kedua orang tua penulis, papa Syahrul dan mama Yuni Arnela serta kedua adik tercinta Muhammad Darmansyah Putra dan Amelia Rahma Syahputri yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, doa yang tulus, dan pengorbanan yang tak ternilai selama ini.

4. Staf Badan Pusat Statistik (BPS) dan staf Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) yang telah membantu penulis selama pengumpulan data.

5. Segenap dosen pengajar dan staf di Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dengan penuh tanggung jawab.

Semoga penelitian dalam skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6 METODE PENELITIAN 12 Jenis dan Sumber Data 12

Metode Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat 19

Perkembangan Infrastruktur di Provinsi Jawa Barat 21

Analisis Model Penelitian 25

SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 34

(11)

DAFTAR TABEL

1 Peranan wilayah/pulau dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

(persen) 1

2 Hasil estimasi model persamaan peran infrastruktur terhadap

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat 25

3 Matriks Korelasi 26

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan laju

pertumbuhan ekonomi Nasional tahun 2008-2011 2

2 Kontribusi infrastruktur terhadap PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga

Konstan 2000 tahun 2008-2011 3

3 Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2011 4 4 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat

tahun 2007-2011 5

5 Kerangka Pemikiran 11

6 PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun

2007-2011 19

7 PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga

Konstan 2000 tahun 2011 20

8 Rasio PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000

tahun 2006-2011 berdasarkan sektor 20

9 Panjang jalan berdasarkan kondisi jalan di Jawa Barat tahun

2007-2011 21

10 Jumlah energi listrik yang terjual di Provinsi Jawa Barat tahun

2001-2011 23

11 Energi listrik terjual menurut kelompok pelanggan di Provinsi Jawa

Barat tahun 2011 23

12 Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Provinsi Jawa

Barat tahun 2005-2011 24

13 Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat 34 2 Uji Chow pada persamaan Peran Infrastruktur terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Provinsi Jawa Barat 35

3 Uji Hausman pada persamaan Peran Infrastruktur terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat 36

4 Hasil Estimasi pada persamaan Peran Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat dengan model Fixed

Effect 37

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat berkaitan dengan peningkatan jumlah barang dan jasa yang dapat diproduksi dalam masyarakat. Semakin banyak barang dan jasa yang diproduksi dan dapat terdistribusikan dengan baik, maka akan meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan terpenuhinya kebutuhan hidup. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB), selain itu untuk melihat pertumbuhan ekonomi daerah dapat diukur dengan melihat nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Kontribusi tiap wilayah di Indonesia dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) sangat beragam. Struktur perekonomian didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang berada di Pulau Jawa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), wilayah yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDB nasional adalah Pulau Jawa. Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, kontribusi Pulau Jawa dalam membentuk PDB selalu melebihi 50 persen. Sedangkan kurang dari 50 persen berasal dari total kontribusi lima wilayah lainnya di Indonesia. Tabel 1 memperlihatkan kontribusi tiap wilayah di Indonesia dalam membentuk PDB nasional tahun 2009-2012 yang nilainya berfluktuatif.

Tabel 1 Peranan wilayah/pulau dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (persen)

Perbedaan kontribusi wilayah terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) memperlihatkan adanya perbedaan laju pembangunan di tiap daerah. Perbedaan ini disebabkan karena persebaran sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang tidak merata. Selain itu perbedaan dalam pengembangan dan pembangunan infrastruktur di tiap wilayah juga memengaruhi besarnya kontribusi daerah terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).

(14)

2

Negara yang memiliki infrastruktur yang baik akan lebih dapat bersaing dibandingkan dengan negara yang minim infrastrukturnya.

Pembangunan infrastruktur, baik berupa infrastruktur jalan raya, jaringan listrik dan jaringan air bersih akan sangat berpengaruh pada peningkatan perekonomian. Yoshino dan Nakahigashi (2000), menjelaskan bahwa infrastruktur memberikan dampak terhadap perekonomian melalui dua cara yaitu dampak secara langsung dan dampak secara tidak langsung. Dampak langsung dari adanya infrastruktur terhadap perekonomian ialah meningkatnya output dengan bertambahnya infrastruktur. Sedangkan dampak tidak langsung adalah mampu mendorong kenaikan aktivitas perekonomian yang akan meningkatkan modal baik swasta maupun pemerintah serta dapat menyerap tenaga kerja yang berakibat pada kenaikan output.

Di Indonesia upaya pengembangan infrastruktur masih terpusat di Pulau Jawa. Berdasarkan perbandingan provinsi-provinsi di Indonesia, tiga provinsi penyumbang pembentukan PDB terbesar berada di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta sebesar 16.5 persen, Jawa Timur sebesar 14.7 persen, dan Jawa Barat sebesar 14.3 persen, sedangkan provinsi-provinsi lainnya hanya berkisar antara 0.10 persen sampai 8.28 persen (BPS 2011). DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan sehingga pengembangan infrastruktur sangat diperhatikan untuk menunjang perekonomian negara. Jawa Barat sebagai provinsi penyangga ibukota juga memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan perekonomian sehingga pengembangan infrastruktur di Jawa Barat juga harus diberi perhatian agar mampu menopang pertumbuhan Jawa Barat maupun pertumbuhan daerah-daerah disekitarnya.

Jawa Barat seringkali dijadikan tolak ukur kondisi ekonomi makro di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi Jawa Barat meningkat maka pertumbuhan ekonomi nasional juga meningkat, begitu pula sebaliknya. Gambar 1 menunjukkan pola pergerakan yang hampir serupa antara laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

(15)

3 Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) nasional dan Jawa Barat pada tahun 2009 menunjukkan adanya perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perekonomian Jawa Barat tidak dapat terlepas dari pengaruh ekonomi nasional dan global akibat krisis pada tahun tersebut. Perubahan ekonomi makro pada tingkat nasional akan berimplikasi pada perekonomian daerah. Hal ini terlihat dari LPE Jawa Barat yang hanya mampu tumbuh sebesar 4.19 persen, berada di bawah LPE nasional yang sebesar 4.77 persen. Tetapi tahun 2010 kondisi perekonomian baik nasional maupun regional terlihat meningkat. Hal ini terbukti dengan LPE Jawa Barat yang mampu tumbuh sebesar 6.20 persen sejalan dengan LPE nasional sebesar 6.13 persen. Kondisi ini menunjukkan adanya suatu pergeseran pola di mana posisi Jawa Barat selama kurun waktu 2010-2011 mampu menunjukkan kinerja yang membaik, yaitu dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berada di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Peran infrastruktur sebagai penggerak perekonomian akan mampu menjadi pendorong berkembangnya sektor-sektor yang terkait. Selain itu infrastruktur juga berperan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB maupun PDRB. Gambar 2 memperlihatkan besarnya kontribusi infrastruktur dalam membentuk PDRB Jawa Barat khususnya diwakili oleh sub sektor jalan raya, listrik dan air bersih pada periode 2008-2011.

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 2 Kontribusi infrastruktur terhadap PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2008-2011

Berdasarkan data pada Gambar 2, sub sektor jalan raya memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Jawa Barat dibandingkan dengan sub sektor listik dan air bersih. Kontribusi dari ketiga sub sektor tersebut cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Seperti infrastruktur jalan raya yang mengalami peningkatan kontribusi dari 2.17 persen pada tahun 2008 menjadi 2.35 persen pada tahun 2011. Peningkatan kontribusi ini dapat diartikan bahwa dengan adanya pengembangan sektor infrastruktur maka secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan pengaruh kepada sektor-sektor lainnya.

Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur di tiap daerah diharapkan mampu untuk meningkatkan kondisi pembangunan Indonesia. Meningkatnya kondisi pembangunan negara akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan terciptanya efisiensi dalam kegiatan perekonomian. Oleh karena itu dalam upaya pembangunan ekonomi, pengembangan sektor infrastruktur perlu diperhatikan mengingat begitu pentingnya infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi. Selain itu

(16)

4

perlu adanya analisis mengenai perkembangan infrastruktur untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut.

Perumusan Masalah

Pembangunan infrastruktur merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional. Secara langsung maupun tidak langsung, pembangunan infrastruktur akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya yaitu ditandai dengan peningkatan mobilitas penduduk, percepatan laju pengangkutan barang, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana pembangunan, serta peningkatan efisiensi penggunaan sarana pembangunan. Indonesia sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di banding dengan negara-negara berkembang lainnya menjadikan adanya tuntutan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Jika hal ini terpenuhi maka akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi dan mempercepat proses pembangunan.

Dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia, populasi penduduk di Jawa Barat cukup tinggi. Jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 43.83 juta jiwa tahun 2011, hampir seperlima dari total penduduk Indonesia yang pada tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa (BPS 2012). Gambar 3 memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah penduduk di Jawa Barat selalu meningkat setiap tahun. Dengan jumlah penduduk yang besar, arus perputaran barang dan jasa untuk konsumsi maupun produksi akan sangat besar sehingga diperlukan pembangunan infrastruktur dalam menunjang keseluruhan kegiatan yang ada di Jawa Barat.

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 3 Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2011

(17)

5

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 4 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat tahun 2007-2011

Berdasarkan Gambar 4 pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat tidak selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan infrastruktur jalan pada tahun 2009 dan 2010 mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan jumlah panjang jalan dalam kondisi baik dan sedang, sehingga semakin banyak panjang jalan dalam kondisi rusak yang mengakibatkan menurunnya tingkat efisiensi pemakaian jalan. Pertumbuhan infrastruktur listrik dan air bersih pada tahun 2007 sampai 2011 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun kebutuhan akan sumber listrik dan air selalu meningkat walaupun pertumbuhan di tiap tahunnya selalu berbeda.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka permasalahan pokok yang akan di angkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan pembangunan infrastruktur ekonomi di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana peran dari penyediaan masing-masing infrastruktur ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan perkembangan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat dari tahun ke tahun.

2. Menganalisis peran dari adanya ketersediaan infrastruktur ekonomi (jalan, listrik, dan air bersih) dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi regional Jawa Barat.

-10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

2007 2008 2009 2010 2011

Per

se

n

(18)

6

Manfaat Penelitian

Di samping untuk menjawab permasalahan yang ada, adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan seputar pengembangan infrastruktur yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi.

2. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian lainnya.

3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan umum mengenai perkembangan infrastruktur yang ada di Provinsi Jawa Barat.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007 sampai 2011. Infrastruktur yang akan diteliti adalah infrastruktur ekonomi meliputi infrastruktur jalan menurut kondisi jalan, ketersediaan air bersih yang disediakan oleh PDAM, serta ketersediaan aliran listrik yang disediakan oleh PT. PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006:22) harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Secara garis besar, pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha dalam perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga pembangunan infrastruktur akan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi, dan teknologi semakin meningkat. Implikasi dari perkembangan kegiatan ekonomi ini diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja yang akan mengurangi angka pengangguran. Selain itu kemakmuran masyarakat menjadi semakin tinggi akibat peningkatan pendapatan masyarakat.

(19)

7 Selain itu Todaro dan Smith (2006:118) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga faktor atau komponen utama dalam menentukan pertumbuhan ekonomi setiap bangsa, yaitu:

1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk investasi baru yang ditanamkan seperti tanah, peralatan fisik serta sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan.

2. Pertumbuhan jumlah penduduk, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi, yang diartikan sebagai cara untuk menyelesaikan pekerjaan.

Akumulasi modal diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima saat ini ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan meningkatkan output dan pendapatan di masa yang akan datang. Pengadaan pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku akan meningkatkan stok modal (capital stock) fisik suatu negara dan memungkinkan untuk meningkatkan tingkat output yang ingin dicapai. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus ditopang oleh berbagai investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur sosial dan ekonomi. Pengadaan infrastruktur ini meliputi pembangunan jalan, penyediaan energi listrik, penyediaan sarana air bersih, perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi, dan sebagainya. Keseluruhan dari adanya penyediaan infrastruktur ini sangat dibutuhkan dalam menunjang dan mengintegrasikan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam suatu negara.

Pertumbuhan jumlah penduduk dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja, dan dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang besar menandakan besarnya jumlah tenaga kerja produktif, namun hal ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan secara produktif tambahan tenaga kerja tersebut.

Selanjutnya terdapat teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Robert Solow yang dikenal dengan model pertumbuhan Solow (Solow growth model). Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw 2003:175). Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constant returns to scale).

Dengan menganggap bahwa fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk persamaan Cobb-Douglas, sehingga:

Y = AKα L1-α

di mana Y adalah Produk Domestik Bruto, K adalah persediaan modal (yang mencakup modal manusia maupun modal fisik), L adalah tenaga kerja, dan A

(20)

8

maka jumlah output juga dikalikan dengan nilai z.

Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan untuk menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yaitu dengan nilai z = 1/L, sehingga persamaan fungsi produksi menjadi:

Y/L = F(K/L, 1) atau y = f(k)

Persamaan ini menunjukkan bahwa output per pekerja Y/L adalah fungsi dari modal per pekerja K/L. Semakin banyak jumlah modal yang harus ditangani masing-masing pekerja maka semakin banyak pula output yang dihasilkan per pekerja.

Infrastruktur

Infrastruktur merupakan aspek penting dalam mempercepat proses pembangunan nasional sehingga dapat dikatakan sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa tidak bisa terlepas dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, listrik dan air. Adanya fasilitas transportasi yang memadai akan mempermudah proses pengangkutan orang, barang, dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain. Telekomunikasi, listrik, dan air merupakan elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, industri, dan pertanian. Hal ini tentu saja akan meningkatkan efisiensi dalam proses produksi maupun dalam menunjang proses pendistribusian.

Keberadaan infrastruktur yang memadai akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat. Sebaliknya apabila infrastruktur itu diabaikan maka akan menurunkan produktivitasnya yang berimplikasi pada penurunan pertumbuhan nasional karena output yang dihasilkan menurun. Todaro dalam Hidayatika (2007:19) menjelaskan bahwa infrastruktur merupakan salah satu faktor yang menentukan pembangunan ekonomi.

“The underlying amount of physical and financial capital embodied in

roads, railways, waterways, airways and other forms of transportation and communication plus water supplies, financial institutions, electicity, and public services such as health and education. The level of infrastructural development in a country is a crucial factor determining the pace and diversity of economic development”

(21)

9 World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi beberapa komponen yaitu:

1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi yang meliputi public utilities (tenaga listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), pekerjaan umum (jalan, bendungan, kanal, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, bandara, dan sebagainya).

2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. Terlepas dari keterkaitan apakah perkembangan ekonomi yang memaksa pertumbuhan infrastruktur untuk dikembangkan ataukah perkembangan infrastruktur yang memacu pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa keterkaitan antar keduanya akan tercipta suatu tatanan kehidupan perekonomian dari suatu bangsa dimana kesejahteraan bangsa dapat dicapai.

Penelitian Terdahulu

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat korelasi antara pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Keberadaan infrastruktur ini akan berpengaruh terhadap peningkatan output yang dihasilkan. Suatu wilayah yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena kaya akan sumber daya tidak akan mampu berkembang jika infrastruktur daerahnya terbatas.

Perwita (2009) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur Indonesia. Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode tiga tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect

menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial (jumlah sekolah) berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan daerah lainnya sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.

Nuraliyah (2011) dalam penelitiannya menganalisis pengembangan infrastruktur dalam pengentasan kemiskinan. Hasil yang diperoleh berdasarkan hasil estimasi regresi data ialah infrastruktur listrik, air bersih, dan infrastruktur kesehatan di Jawa berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan di luar Jawa hanya infrastruktur listrik dan air bersih yang nyata positif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur jalan baik di Jawa maupun di luar Jawa tidak signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu pertumbuhan di Jawa dapat menurunkan kemiskinan. Sebaliknya terjadi di luar Jawa bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata meningkatkan kemiskinan.

(22)

10

infrastruktur lain. Infrastruktur transportasi dan listrik juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap output walaupun tidak sebesar infrastruktur telepon. Signifikasi pengaruh infrastruktur berbeda-beda sesuai dengan tingkat pembangunan suatu negara. Untuk infrastruktur telekomunikasi, pengaruh infrastruktur cenderung tetap antara negara maju dan negara berkembang.

Fan dan Connie (2005) meneliti tentang kontribusi infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan untuk kasus negara Cina. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan data panel adalah daerah dengan kondisi jalan yang bagus akan lebih cepat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dibandingkan dengan daerah yang kondisi jalannya tidak bagus.

Kerangka Pemikiran

Keterkaitan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan peningkatan output. Kurangnya ketersediaan infrastruktur di suatu daerah menyebabkan potensi sumberdaya yang ada di daerah tersebut sulit untuk berkembang. Jika infrastruktur daerah dapat berkembang dengan baik maka akan merangsang pertumbuhan sektor-sektor yang ada di daerah tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan ini diakibatkan karena mudahnya mobilitas faktor produksi yang terjadi antar daerah.

(23)

11

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak dimasukkan kedalam penelitian

Produktivitas Output Ekonomi

Tenaga Kerja Modal

Infrastruktur

Infrastruktur Ekonomi Infrastruktur Sosial

Listrik Jalan

Kesehatan Pendidikan

Air Bersih Perumahan

Pelabuhan

Bandara

Teknologi

Pertumbuhan Ekonomi

(24)

12

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka pemikiran yang telah dijelaskan maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Panjang jalan yang ada di Jawa Barat mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan memperlancar proses pendistribusian dan memudahkan akses antar daerah.

2. Jumlah energi listrik yang terjual mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena semakin banyak jumlah listrik yang terjual menggambarkan banyaknya energi listrik yang di konsumsi oleh masyarakat, yang berarti ketersediaan akses daerah terhadap energi listrik dapat membantu meningkatkan pergerakan ekonomi daerah.

3. Jumlah air bersih yang tersalurkan mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan akses terhadap air bersih akan meningkatkan pemenuhan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan masyarakat di daerah tersebut.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), PT. PLN, Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), dan berbagai sumber lainnya. Penelitian ini menggunakan data dengan jangka waktu lima tahun yang mencakup kurun waktu 2007-2011. Cakupan wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 26 kabupaten dan kota. Data yang digunakan diantaranya adalah:

1. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 pada 26 kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 (Rupiah).

2. Data jumlah angkatan kerja masing-masing kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 (jiwa).

3. Data panjang jalan (km) menurut kondisi jalan di masing-masing kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011.

4. Data jumlah energi listrik yang terjual (KWh) dari PT. PLN untuk masing-masing kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011.

5. Data jumlah air bersih yang tersalurkan (m3) dari PDAM di masing-masing kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011.

Metode Analisis Data

(25)

13 mengungkapkan struktur dan pola data. Tujuannya ialah untuk mendeskripsikan suatu kondisi dengan memaparkannya kedalam bentuk tabel maupun gambar untuk memudahkan dalam menafsirkan hasil penelitian. Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai perkembangan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

Metode analisis kuantitatif menggunakan analisis data panel (pooled data) untuk menjelaskan peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Data panel adalah data yang memiliki dimensi waktu dan ruang. Dalam data panel, data cross-section yang sama diobservasi menurut waktu. Terdapat dua keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan data time-series atau cross-section saja (Verbeek dalam Firdaus 2011). Pertama, dengan mengombinasikan data time-series dan cross-section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dalam penelitian ini terdapat 130 jumlah observasi yang diperoleh dari 26 data cross-section dan 5 data time-series. Dengan menggunakan model data panel, marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi, yakni individu dan waktu, sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain.

Secara teknis menurut Hsiao dalam Firdaus (2011), data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan (meningkatkan efisiensi). Keuntungan kedua dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross-section saja atau data time-series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

Terdapat tiga pendekatan dalam perhitungan model data panel, yaitu: 1. Metode Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan PLS ini menggunakan metode OLS biasa. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana yang memiliki intersep dan slope

yang konstan. Model PLS dapat didefinisikan kedalam model berikut:

dimana i merupakan urutan kabupaten/kota yang diobservasi pada data

cross-section, sedangkan t merupakan periode pada data time-series. Pendekatan ini memiliki keterbatasan karena diasumsikan intersep dan slope

dari setiap variabel dinyatakan konstan untuk setiap kabupaten/kota yang diobservasi.

2. Metode Fixed Effect (FEM)

Pada metode FEM, intersep dapat dibedakan antar individu karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam membedakan intersepnya dapat digunakan peubah dummy, sehingga metode ini juga dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan dalam model ini adalah sebagai berikut:

dimana β0i merupakan intersep dan β1, β2 merupakan slope. Subscript i

(26)

14

intersep pada tiap kabupaten/kota. Walaupun intersep berbeda antar kabupaten/kota namun intersep masing-masing kabupaten/kota tidak berbeda antar waktu, yang disebut time invariant.

3. Metode Random Effect (REM)

Pada metode REM, intersep tidak lagi dianggap konstan, melainkan dianggap sebagai peubah random. Nilai intersep dari masing-masing individu dapat dinyatakan sebagai:

; dengan i = 1,2, ... ,N

dimana ei adalah sisaan acak (error term) dengan rata-rata = 0 dan ragam

= 2

. Sehingga persamaan dalam model ini adalah sebagai berikut:

Pengolahan data untuk analisis data panel dalam penelitian ini menggunakan software EViews 6 yang merupakan program analisis data, regresi, dan peramalan yang dapat digunakan untuk membantu penelitian di bidang ekonometrika.

Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model)

Untuk menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitian, maka dilakukan uji kesesuaian model melalui beberapa tahapan diantaranya: 1. Uji Chow

Untuk mengetahui apakah model fixed effect lebih baik dibandingkan model pooled least square dapat dilakukan dengan melihat signifikasi model

fixed effect yang dilakukan dengan uji F-statistik. Pengujian ini dikenal dengan istilah uji Chow atau Likelihood Test Ratio.

Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : model yang digunakan adalah pooled least square

H1 : model yang digunakan adalah fixed effect

Adapun uji F-statistiknya adalah sebagai berikut:

dimana:

n : jumlah data cross-section (individu); T : jumlah data time-series (periode waktu); K : banyaknya parameter dalam model FEM; RSS1 : Residual sum of square untuk model PLS;

RSS2 : Residual sum of square untuk model FEM.

Jika nilai F-statistik lebih besar dari nilai F tabel pada tingkat signifikasi tertentu maka hipotesis nol (H0) akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien

(27)

15 2. Uji Hausman

Dalam memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik, dapat pula dilakukan pengujian terhadap asumsi ada atau tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Uji

Hausman.

Dalam uji ini dirumuskan hipotesis debagai berikut:

H0: E( xit) = 0 ; maka Random Effect Model adalah model yang tepat,

H1: E( xit) ≠ 0 ; maka Fixed Effect Model adalah model yang tepat.

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM–βFEM)’ (MFEM– MREM)-1 (βREM–βFEM) 2 (k)

dimana :

M adalah matriks kovarians untuk parameter β k adalah degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2

tabel, maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang

digunakan adalah model fixed effects, begitu pula sebaliknya.

Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dituliskan dalam persamaan berikut:

dimana:

Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) A : total faktor produksi

K : modal yang digunakan untuk infrastruktur L : tenaga kerja

i : indeks kabupaten/kota t : indeks waktu

α : nilai elastisitas terhadap modal untuk infrastruktur β : nilai elastisitas terhadap tenaga kerja

Model ini digunakan untuk mengestimasi pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan persamaan diatas, masing-masing variabel dibagi dengan variabel tenaga kerja (L) kemudian dilogaritmakan sehingga persamaan dalam bentuk linearnya dapat dituliskan sebagai berikut:

(28)

16

Dalam penelitian ini, modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur (k) diagregasi menjadi 3 variabel infrastrukrur diantaranya panjang jalan (km), energi listrik yang terjual (KWh) dan jumlah air bersih yang tersalurkan (m3). Model yang digunakan adalah menggunakan persamaan berikut:

dimana :

y = PDRB per tenaga kerja dengan menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rupiah)

JALAN = panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang (km) per tenaga kerja

LISTRIK = jumlah energi listrik yang terjual (KWh) per tenaga kerja

AIR = jumlah air bersih yang tersalurkan (m3) per tenaga kerja α0 = konstanta (intercept)

α1 –α3 = parameter yang diduga (jalan, listrik, air)

i = indeks dari kabupaten/kota di Jawa Barat

t = indeks waktu (2007-2011)

uit = error term

Uji Kriteria Ekonometrika

Model estimasi yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yaitu:

a. Estimator linear artinya estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik.

b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya.

c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien.

Beberapa asumsi klasik yang harus diuji dalam model yang akan digunakan dalam penelitian antara lain sebagai berikut:

1. Normalitas

Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term

terdistribusi secara normal atau tidak. Jika asumsi normalitas tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:

H0 : Residual terdistribusi normal

H1 : Residual tidak terdistribusi normal

Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas

(29)

17 2. Multikolinearitas

Uji asumsi multikolinearitas dilakukan untuk memastikan model terbebas dari masalah multikolinearitas. Suatu model yang terbebas dari multikolinearitas berarti tidak ada hubungan linear antar variabel bebasnya (independen). Gujarati (2006) menyatakan bahwa multikolinearitas dapat terlihat melalui:

a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. b. Korelasi berpasangan yang tinggi antar variabel bebasnya.

c. Melakukan regresi tambahan dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat nilai koefisien korelasi antara peubah bebas dalam model. Jika nilai masing-masing koefisien korelasinya lebih besar dari rule of thumb (0.8) maka dapat dikatakan model tersebut mengandung multikolinearitas.

3. Heteroskedastisitas

Uji asumsi heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Suatu model yang terbebas dari heteroskedastisitas berarti variansi dari error bersifat konstan (tetap) atau dapat dikatakan homoskedastis.

Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan uji White. Model dikatakan mengandung heteroskedastisitas jika statistik white (n x R2) lebih besar dari 2 tabel. Cara lainnya adalah dengan menggunakan metode

GLS Weight Cross-section yang tersedia dalam estimasi output program

EViews 6. Nilai Sum Square Resid (SSR) Weighted dibandingkan dengan Sum Square Resid (SSR) Unweighted. Jika SSR weighted nilainya lebih kecil dibandingkan dengan SSR Unweighted maka dapat dikatakan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

4. Autokorelasi

Uji asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan terbebasnya model dari masalah autokorelasi. Suatu model yang terbebas dari autokorelasi terjadi jika antara pengamatan yang satu dengan pengamatan lainnya tidak ada keterkaitan atau saling bebas (independen). Komponen error εi yang berkaitan dengan data pengamatan ke-i tidak dipengaruhi oleh εj yang berhubungan dengan data pengamatan ke-j. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Cov(εi εj) = E(εi εj)= 0 ; i ≠ j

Salah satu uji untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Nilai statistik Durbin-Watson (DW) yang hasilnya diperoleh dalam program

EViews dibandingkan dengan nilai DW tabel. Model dikatakan terbebas dari autokorelasi apabila nilai statistik Durbin-Watson berada pada area non-autokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU.

Dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat autokorelasi

(30)

18

Selang nilai statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut: 0 < DW < DL : tolak H0; ada autokorelasi positif.

DL < DW < DU : daerah ragu-ragu; tidak ada keputusan.

DU < DW < 4 – DU : terima H0; tidak ada autokorelasi.

4 – DU < DW < 4 – DL : daerah ragu-ragu; tidak ada keputusan.

4 – DL < DW < 4 : tolak H0; ada autokorelasi negatif.

Uji Kriteria Statistik

Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa pengujian antara lain sebagai berikut:

a. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar variabel independen dalam model dapat menjelaskan variabel dependen yang digunakan dalam penelitian. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu. Semakin mendekati nilai satu maka model akan semakin baik.

b. Uji F-statistic

Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic)

merupakan tingkat signifikasi marginal dari F-statistic. Dengan hipotesis pengujian sebagai berikut:

H0: β1= β2= ... = βk = 0

H1: minimal ada salah satu βj yang tidak sama dengan nol

Jika Prob(F-statistic) < α maka dapat dikatakan tolak H0, artinya dengan

tingkat keyakinan 1 - α dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen.

c. Uji t-statistic

Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

H0: βj = 0

H1: βj ≠ 0

Jika nilai t-statistic > ta/2(NT-K-1) maka dikatakan tolak H0, artinya dengan

tingkat keyakinan 1 - α dapat disimpulkan bahwa variabel independen ke-i

(31)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah. Dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi dapat digunakan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional maupun nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat daerah. Nilai PDRB yang akan dilihat yaitu menggunakan nilai PDRB atas dasar harga konstan karena tidak memperhitungkan tingkat perkembangan inflasi yang ada. Sehingga PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan tingkat pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode tertentu.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 6.31 persen, meningkat 0.41 persen jika dibandingkan dengan tahun 2011. Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga konstan selalu menunjukkan nilai yang meningkat setiap tahunnya. Seperti yang terlihat pada Gambar 6, dari tahun 2007 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan PDRB sebesar Rp 65 884 miliar. Nilai PDRB Jawa Barat pada tahun 2007 sebesar Rp 260 884 miliar dan pada tahun 2011 mencapai Rp 326 786 miliar.

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 6 PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2007-2011

Provinsi Jawa Barat terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota. Kabupaten Bandung Barat merupakan kabupaten baru yang terbentuk sebagai pemekaran dari wilayah Kabupaten Bandung dan diresmikan sebagai kabupaten ke-17 di Jawa Barat pada tanggal 19 Juni 2007. Besarnya kontribusi PDRB tiap wilayah yang ada di Jawa Barat akan turut menyumbang dalam pertumbuhan ekonomi regional. Seperti yang terlihat pada Gambar 7 yang menggambarkan besaran nilai PDRB di tiap kabupaten dan kota yang berada di Jawa Barat pada tahun 2011 atas dasar harga konstan.

Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten dengan nilai PDRB yang tertinggi di antara kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat yakni sebesar Rp 58 433 miliar. Kemudian disusul kota Bandung dan Kabupaten Bogor dengan besaran nilai PDRB masing-masing sebesar Rp 34 464 miliar dan Rp 34 465 miliar. Hal ini disebabkan karena tingginya aktivitas ekonomi yang ada sehingga

2007 2008 2009 2010 2011

(32)

20

nilai PDRB ketiga daerah tersebut dapat dikatakan cukup tinggi bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Sedangkan 17 kabupaten dan kota lainnya memiliki besaran nilai PDRB yang tidak lebih dari Rp 10 000 miliar. Disini dapat terlihat bahwa daerah yang dekat dengan ibukota negara cenderung memiliki tingkat perekonomian yang tinggi dibandingkan wilayah lainnya.

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 7 PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2011

(33)

21 Selanjutnya sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian memberikan kontribusi di atas 10 persen. Sedangkan enam sektor lainnya hanya memberikan kontribusi di bawah 10 persen. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa sektor yang memiliki kontribusi kecil dalam membentuk PDRB dapat membantu berkembangnya sektor-sektor lain, karena dari sembilan sektor ini saling memberikan pengaruh antara yang satu dengan yang lainnya.

Perkembangan Infrastruktur di Provinsi Jawa Barat

Infrastruktur Jalan

Pembangunan infrastruktur jalan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sektor transportasi terutama transportasi darat. Transportasi darat merupakan sarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya pembangunan maka akan menuntut peningkatan pembangunan jalan yang dapat memperlancar arus faktor produksi, memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari suatu daerah ke daerah lain. Di samping itu adanya ketersediaan akses jalan akan mengurangi daerah yang terisolasi. Adanya pembangunan akses jalan di daerah merupakan suatu upaya untuk memeratakan pembangunan daerah.

Di Jawa Barat peranan infrastruktur jalan sangat besar terutama untuk menyalurkan produk hasil industri ke berbagai daerah terutama di Pulau Jawa. Sebagian besar penyaluran hasil industri tersebut melalui jalur darat sehingga adanya akses terhadap jalan akan sangat diperlukan untuk memperlancar pendistribusian hasil produksi. Selain itu, infrastruktur jalan juga sangat dibutuhkan dalam melayani kebutuhan masyarakat terutama dalam menggerakkan perekonomian di pedesaan.

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 9 Panjang jalan berdasarkan kondisi jalan di Jawa Barat tahun 2007-2011

2007 2008 2009 2010 2011

Rusak Berat 1,959.53 2,943.38 2,404.70 3,158.50 3,880.40

Rusak 6,119.63 5,219.34 5,199.70 5,098.90 4,312.00

Sedang 6,248.02 6,754.94 5,503.40 5,487.20 4,548.70

Baik 7,417.30 8,221.04 8,895.50 8,016.90 9,992.70

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

(34)

22

Panjang jalan di Jawa Barat pada akhir tahun 2011 adalah 22 733.8 km. Dibandingkan dengan tahun 2010, terjadi peningkatan panjang jalan sebesar 972.3 km. Seperti yang terlihat pada Gambar 9, jumlah panjang jalan dari tahun 2007 sampai 2011 cenderung mengalami peningkatan. Jika panjang jalan tersebut dirinci menurut jenis kondisi jalan, dari seluruh jalan yang ada di Jawa Barat pada tahun 2011, hanya 9 992.7 km (43.96 persen) dalam kondisi baik, sepanjang 4 548.7 km (20 persen) dalam kondisi sedang, dan sisanya sepanjang 8 192.4 km (36.04 persen) dalam kondisi rusak dan rusak berat. Dibandingkan tahun sebelumnya, kualitas jalan sedikit mengalami peningkatan.

Jalan dalam kondisi baik dan sedang dapat meningkatkan efisiensi dalam mobilitas kegiatan ekonomi. Sedangkan jalan dalam kondisi rusak dan rusak berat akan menghambat mobiltas karena akan menambah biaya sosial dalam kegiatan perekonomian. Berkurangnya jumlah panjang jalan dalam kondisi baik dan sedang dikarenakan usia jalan yang sudah tua, selain itu juga kurangnya perawatan dan pemeliharaan terhadap jaringan jalan yang sudah ada. Sehingga diperlukan upaya untuk dapat menjaga kondisi jalan layak yang sudah ada, agar dapat meminimalisasi jumlah jalan yang rusak.

Infrastruktur Listrik

Energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat diperlukan sebagai salah satu pendukung produksi dan kehidupan sehari-hari. Energi listrik memegang peranan penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional. Infrastruktur listrik di Jawa Barat sebagian besar diproduksi dan dikelola oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten (PLN DJBB). Luas wilayah kerja PLN DJBB menjangkau lebih dari 42 196 km2 yang meliputi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, kecuali Tangerang. Ketersediaan infrastruktur listrik bagi kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat dikelola oleh 15 unit Area Pelayanan Jaringan (APJ) serta 1 unit Area Pengatur Distribusi (APD).

(35)

23

Sumber: PT.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2012 (diolah)

Gambar 10 Jumlah energi listrik yang terjual di Provinsi Jawa Barat tahun 2001-2011

Dilihat dari sisi kelompok pelanggan yang menggunakan listrik, energi listrik yang terjual banyak dimanfaatkan untuk keperluan industri. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11, setengah dari jumlah energi listrik yang terjual di Jawa Barat pada tahun 2011 dimanfaatkan untuk keperluan perindustrian. Hal ini disebabkan karena banyaknya pusat-pusat industri yang berada di Jawa Barat, di mana industri-industri tersebut membutuhkan energi listrik dalam jumlah besar untuk melakukan proses produksi. Energi listrik yang digunakan untuk keperluan rumah tangga di Jawa Barat juga terbilang cukup besar yaitu sebesar 37 persen. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah penduduk yang berada di Jawa Barat yang semakin lama semakin meningkat. Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia, Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang paling banyak menggunakan energi listrik, disusul oleh DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Sumber: PT.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2012 (diolah)

Gambar 11 Energi listrik terjual menurut kelompok pelanggan di Provinsi Jawa Barat tahun 2011

Infrastruktur Air Bersih

Air bersih sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pembangunan infrastruktur untuk mengembangkan penyediaan air bersih di tiap daerah perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat akan air bersih dapat terpenuhi. Pengembangan infrastruktur air bersih yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketersediaan air bersih yang diproduksi dan dikelola oleh PDAM di wilayah Jawa Barat. Dengan banyaknya jumlah penduduk Jawa Barat

(36)

24

menjadikan ketersediaan akses terhadap air bersih di Jawa Barat harus ditingkatkan.

Kebutuhan akan akses terhadap air bersih selalu meningkat dari tahun ke tahun. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12, selama kurun waktu 6 tahun yaitu dari tahun 2006 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah air yang disalurkan oleh PDAM di Jawa Barat sebesar 62.86 juta m3, atau dapat dikatakan pada tahun 2011 terjadi pertumbuhan jumlah air yang disalurkan oleh PDAM sebesar 33.35 persen dibandingkan tahun 2006. Peningkatan jumlah air bersih yang disalurkan disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian yang ada di Jawa Barat.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (diolah)

Gambar 12 Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2011

Dilihat dari sisi jenis pelanggan yang menggunakan air bersih, jumlah air bersih yang disalurkan oleh PDAM paling banyak dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 13, sebanyak 80 persen jumlah air yang disalurkan oleh PDAM di Jawa Barat pada tahun 2011 digunakan untuk kepentingan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena banyaknya keperluan rumah tangga yang menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, seperti penggunaan untuk air minum, mandi, dan mencuci.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2012 (diolah)

Gambar 13 Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di Provinsi Jawa Barat tahun 2011

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(37)

25 Analisis Model Penelitian

Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model)

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis data panel untuk menjelaskan peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Untuk menentukan model yang akan digunakan, dilakukan uji kesesuaian model dalam dua tahap yaitu membandingkan antara penggunaan

pooled least square dengan fixed effect kemudian dilanjutkan dengan membandingkan antara penggunaan fixed effect dengan random effect. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan variabel bebas diantaranya panjang jalan (JALAN), jumlah energi listrik terjual (LISTRIK) dan volume air bersih yang tersalurkan (AIR).

Untuk membandingkan antara penggunaan pooled least square dengan

fixed effect dalam penelitian, maka dilakukan uji Chow. Dari estimasi uji Chow

didapatkan hasil output EViews yang menunjukkan nilai probabilitas F-statistics

(0.0000) dan nilai probabilitas chi-square (0.0000) signifikan pada taraf nyata lima persen, sehingga H0 dapat ditolak. Maka dapat dikatakan bahwa model fixed

effect lebih baik dibandingkan model pooled least square.

Selanjutnya untuk membandingkan apakah fixed effect atau random effect

yang digunakan dalam penelitian, maka dilakukan uji Hausman. Berdasarkan hasil uji Hausman yang diperoleh dari hasil output EViews menunjukkan bahwa

p-value (0.0345) signifikan pada taraf nyata lima persen (p-value < 5%), sehingga H0 dapat ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model fixed effect

lebih baik dibandingkan model random effect.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian kesesuaian model yakni uji Chow dan uji Hausman, dapat dikatakan bahwa model yang akan digunakan dalam penelitian adalah menggunakan model fixed effect. Hasil estimasi model menggunakan fixed effect dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil estimasi model persamaan peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat

(38)

26

Uji Kriteria Ekonometrika

Uji kriteria ekonometrika dilakukan untuk menguji asumsi klasik yang ada seperti normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

1. Normalitas

Dari hasil estimasi diketahui nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.058077. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dari taraf nyata lima persen, maka dapat dikatakan tidak cukup bukti untuk menolak H0 yang artinya

residual error terdistribusi normal dalam model. 2. Multikolinearitas

Pengujian adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai matriks korelasi antar variabel independen. Dapat dilihat pada Tabel 3, bahwa nilai masing-masing koefisien korelasi antar peubah independen tidak lebih besar dari 0.8 (rule of thumb dari ada atau tidaknya multikolinearitas). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa model yang digunakan terbebas dari masalah multikolinearitas yang berarti tidak ada hubungan linear antara peubah independennya.

Tabel 3 Matriks Korelasi

LNJALAN LNLISTRIK LNAIR

LNJALAN 1.000000 0.138452 0.379021

LNLISTRIK 0.138452 1.000000 0.467018

LNAIR 0.379021 0.467018 1.000000

3. Heteroskedastisitas

Untuk menguji masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji white. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai R-squared sebesar 0.988318, sehingga nilai statistik uji white adalah sebesar 25.69. Nilai chi-square tabel dengan taraf nyata lima persen adalah sebesar 7.8147300. Sehingga dapat dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas ini maka metode estimasi yang dipilih diperbaiki dengan metode Generalized Least Squared (GLS) atau disebut juga metode cross- section weight.

(39)

27 4. Autokorelasi

Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh pada Tabel 2, didapatkan nilai statistik Durbin-Watson sebesar 1.475974. Dari tabel Durbin-Watson dengan taraf nyata lima persen, n = 130, dan k = 3 maka didapatkan nilai batas bawah (DL) sebesar 1.6667 dan batas atas (DU)sebesar 1.7610. Agar model terbebas

dari masalah autokorelasi maka nilai statistik Durbin-Watson harus berada diantara DU < DW < 4 – DU atau berada diantara nilai 1.7610 dan 2.239.

Sedangkan model pada penelitian ini, nilai statistik Durbin-Watson berada pada daerah tolak H0 (0 < DW < DL) yang berarti ada autokorelasi positif.

Dalam masalah autokorelasi ini tidak akan dilakukan perlakuan apapun. Hal ini didasari pada penggunaan metode fixed effect yang telah menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) yang merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi. Selain itu juga didasari pada asumsi bahwa dengan menggunakan metode fixed effect diasumsikan bahwa error variance setiap variabel cross-section sama antar waktu dan diasumsikan antar variabel tidak terdapat autokorelasi. Pada buku Basic Econometric, disebutkan bahwa untuk metode panel data berbeda dengan metode OLS. Sehingga untuk masalah error term uit yang pada metode OLS diasumsikan mengikuti asumsi

uit N(0,δ2) tidak dapat diterapkan karena pada panel data, i digambarkan pada

variabel cross-section dan t pada time series, sehingga asumsi tersebut harus dimodifikasi dengan menggunakan beberapa asumsi-asumsi mengenai error term.

Uji Kriteria Statistik

Untuk menguji validitas model penelitian, dilakukan pengujian sebagai berikut:

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Nilai koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar variabel-variabel independen dalam model dapat menjelaskan variabel-variabel dependen yang digunakan dalam penelitian. Nilai R2 pada model ini yaitu sebesar 0.988318, maka dapat dikatakan bahwa 98.83 persen perubahan pada variabel dependen (PDRB Jawa Barat) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang terdapat dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 2. Uji F-statistic

(40)

28

3. Uji t-statistic

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2, menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel jalan, listrik, dan air bersih lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini dapat dikatakan bahwa variabel independen tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang ditunjukkan oleh nilai PDRB.

Peran Infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari infrastruktur jalan, listrik, dan air bersih dalam model tersebut signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada taraf nyata lima persen. Dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel infrastruktur yang nilainya tidak lebih besar dari lima persen. Masing-masing variabel infrastruktur akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Infrastruktur Jalan

Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh, panjang jalan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Hal ini terlihat dari nilai koefisien variabel infrastruktur jalan sebesar 0.028432, artinya pertambahan panjang jalan per tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 0.028432 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyebutkan bahwa pertumbuhan infrastruktur jalan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

Panjang jalan mempunyai peran yang penting dalam kegiatan perekonomian suatu daerah. Adanya fasilitas infrastruktur jalan akan mempermudah distribusi faktor produksi, baik barang maupun jasa. Selain itu pengembangan jalan akan membuka akses suatu wilayah terhadap wilayah lainnya sehingga pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan mengurangi daerah yang terisolasi. Kondisi jalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jalan dengan kondisi baik dan sedang, dengan pemikiran bahwa kondisi jalan yang rusak dan rusak berat kurang berpengaruh terhadap produktivitas ekonomi suatu daerah karena akan mengurangi efektivitas penggunaan jalan dalam kegiatan perekonomian. Hal ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Fan dan Connie (2005) yang menyatakan bahwa jalan dalam kondisi bagus akan lebih cepat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan jalan dalam kondisi rusak.

b. Infrastruktur Listrik

(41)

29 Banyaknya energi listrik yang terjual ke masyarakat menunjukkan besarnya konsumsi listrik di suatu daerah. Semakin banyak energi listrik yang dikonsumsi oleh masyarakat maka dapat menggambarkan seberapa besar akses suatu daerah terhadap energi kelistrikan yang dapat membantu dalam menggerakkan perekonomian daerah yang ditunjukkan dengan peningkatan produktivitas ekonomi.

c. Infrastruktur Air Bersih

Berdasarkan hasil estimasi, diketahui bahwa jumlah air bersih yang tersalurkan ke masyarakat memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Nilai koefisien dari infrastruktur air bersih ini adalah sebesar 0.073085, artinya kenaikan jumlah air bersih yang tersalurkan per tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 0.073085 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa bertambahnya jumlah air bersih yang tersalurkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

Jumlah air yang tersalurkan menunjukkan seberapa besar jumlah air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat. Semakin banyak jumlah air bersih yang digunakan menggambarkan seberapa besar akses suatu daerah terhadap ketersediaan air bersih. Air bersih yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Jawa Barat.

Pengaruh dari ketiga infrastruktur yang diteliti terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat menunjukkan bahwa infrastruktur jalan, listrik, dan air bersih berpengaruh secara positif. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur dalam suatu daerah akan meningkatakan kemampuan ekonomi daerahnya. Seperti yang dijelaskan oleh Todaro (2006) bahwa pengembangan infrastruktur merupakan salah satu faktor yang menentukan pembangunan ekonomi. Pengembangan infrastruktur baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas ekonomi, seperti peningkatan jumlah output yang dihasilkan, ketersediaan kesempatan kerja, serta perkembangan sektor-sektor ekonomi yang terkait.

Dari ketiga infrastruktur yang dibahas dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa ketersediaan infrastruktur listrik memiliki pengaruh yang paling besar terhadap peningkatan produktivitas ekonomi di Jawa Barat jika dibandingkan dengan infrastruktur lainnya. Hal ini terlihat dari nilai koefisien infrastruktur listrik yang nilainya lebih besar dibandingkan nilai koefisien infrastruktur jalan dan infrastruktur air bersih.

Implikasi Kebijakan

Gambar

Gambar 1  Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan laju
Gambar 4  Perbandingan pertumbuhan infrastruktur ekonomi di Jawa Barat
Gambar 7  PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
Gambar 9 Panjang jalan berdasarkan kondisi jalan di Jawa Barat tahun 2007-2011
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada sebuah penelitian data mining terdapat data yang akan diolah dengan metode yang telah ditentukan sebelumnya, pada penelitian ini data yang digunakan adalah data

Kayu kamper, kayu bengkirai, kayu keruing, kayu meranti, dan kayu kelapa adalah jenis material kayu yang telah lama dikenal dan umum digunakan, tetapi memiliki kelemahan-kelemahan

Penelitian dilakukan dengan metode evaluatif komparatif terhadap anak usia 12-14 bulan dengan berat lahir 1.501-2.499 gram untuk menilai kesetaraan antara pemeriksaan

Pengujian modulus kenyal lapisan turapan berasfalt akibat pengaruh suhu di lebuh raya Soekarno-Hatta dan lebuh raya Cikampek- Purwakarta menggunakan nilai rujukan Puslitbang (1993)

Prestasi belajar yang dicapai peserta didik baik kognitif, afektif, dan psikomotor sudah dicapai; (2) Adapun hambatan dalam kinerja mengajar guru berdasarkan

Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, penulis menyarankan beberapa hal berikut : (1)Bagi guru/peneliti yang ingin

Faktor pengungkit (leverage factor) yang dominan dari masing-masing dimensi adalah sebagai berikut: dimensi ekologi yaitu pembuangan limbah pertanian; dimensi ekonomi

Obyek penelitian ini adalah guru penjasorkes yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung untuk diteliti dalam kompetensi pedagogik yang dikuasainya