• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eggs Hatching, Growth and Age Estimation Juvenils Tokay Gecko (Gekko gecko Linnaeus, 1758) in Captivity.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eggs Hatching, Growth and Age Estimation Juvenils Tokay Gecko (Gekko gecko Linnaeus, 1758) in Captivity."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENETASAN TELUR, PERTUMBUHAN DAN PENDUGAAN

UMUR ANAKAN TOKEK (Gekko gecko Linnaeus, 1758) DI

PENANGKARAN

ANDINA NUGRAHANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

1

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penetasan Telur, Pertumbuhan dan Pendugaan Umur Anakan Tokek (Gekko gecko Linnaeus, 1758) Di Penangkaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Andina Nugrahani NIM E351110121

(4)

RINGKASAN

ANDINA NUGRAHANI. Penetasan Telur, Pertumbuhan dan Pendugaan Umur Anakan Tokek (Gekko gecko Linnaeus, 1758) Di Penangkaran. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan BURHANUDDIN MASYUD.

Tokek (Gekko gecko, Linnaeus 1758) merupakan salah satu spesies sat-waliar yang telah lama dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor, dengan per-mintaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pola pemanfaatannya selama ini lebih mengandalkan penangkapan langsung dari alam. Meskipun masuk jenis yang tidak dilindungi, namun sebagai upaya pengendaliannya ter-hadap kemungkinan ancaman kepunahannya, maka secara legal pemerintah Indo-nesia melalui Kementerian Kehutanan menetapkan kuota dalam pemanfaatannya. Sebagai contoh tahun 2008 jumlah kuota perdagangannya secara legal sebesar 45,000 kepala dalam keadaan hidup (Dephut 2008), namun diperkirakan jumlah perdagangan ilegalnya jauh lebih besar (PT Mega Citrindo pres con. 2012).

Namun penelitian mengenai pendugaan umur anakan G.gecko masih jarang. Umur dan ukuran tubuh juga merupakan salah satu informasi dasar yang penting diketahui di dalam usaha pengembang-biakan tokek di penangkaran sebagai bagi-an dari usaha untuk menbagi-anggulbagi-angi kemungkinbagi-an bagi-ancambagi-an kepunahbagi-an karena pemanfaatan yang berlebihan secara langsung dari alam. Dasar untuk melakukan pengembang-biakan G.gecko di penangkaran antara lain harus didasarkan pada pengetahuan tentang umur dan ukuran tubuh saat mencapai dewasa kelamin ( sex-ual maturity) atau umur pertama kali kawin (minimum breeding age). Selain itu , informasi dasar tentang umur dan ukuran tubuh ini juga sangat diperlukan sebagai acuan didalam mengatur program pembesaran baik untuk memenuhi permintaan ukuran tubuh sesuai standar ekspor maupun untuk kepentingan pengaturan pro-gram pengembangbiakan (reproduksi) G.gecko di penangkaran secara tepat dan efektif.

Hasil pengukuran yang dilakukan pertama untuk menjawab pertanyaan bagimanakan deskripsi proses penetasan telur G.gecko. Kedua adalah untuk Mengetahui pertumbuhan G.gecko dari usia 0 hingga 8 minggu. Ketiga yakni menentukan peubah morfometri yang paling dominan dan signifikan sebagai penduga umur anakan G.gecko. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif kuantitatif.

Langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan anakan yakni dengan menetaskan telur G.gecko, karena salah satu syarat menduga umur adalah dengan mengetahui umur satwa tersebut. Penetasan dilakukan secara konvesional dengan bantuan sebuah lampu 11 watt dengan suhu 29°C. Anakan (juvenil) G.gecko menetas 15-26 hari kemudian. Pengukuran parameter morfometri dilakukan dengan menggunakan kaliper manual dan neraca digital. Pengukuran suhu dilakukan dengan bantuan termometer dry-wet.

(5)

Length (HL), Radius Length (RL), Axilla Groin (AG), Femur Length (FL), Tibia Length (TL) dan Body Weigth (BW).

Rataan pengukuran awal terhadap 8 parameter morfometri berturut-turut ML, SVL, RL, HL, AG, FL, TL dan BW yakni 4.63 cm, 1.62 cm, 0.58 cm, 0.59 cm, 2.61 cm, 0.80 cm, 0.84 cm, 3.05 g. Hasil pengukuran awal menunjukan, bahwa SVL mencapai ukuran tertinggi dan RL menempati ukuran terendah. Pertambahan dimensi tubuh pada anakan lebih signifikan dibandingkan dengan dewasa. Hasil pengukuran selamaa 8 minggu diketahui bahwa, seluruh parameter mengalami pertambahan ukuran setiap minggunya.

Rataan kenaikan pengukuran terhadap ML, SVL, RL, HL, AG, FL, TL dan BW per minggunya secara berturut-turut yakni 0.05 cm, 0.22 cm, 0.04 cm, 0.03 cm, 0.08 cm, 0.02 cm, 0.02 cm dan 0.1 g. Dari hasil kenaikan per minggu yang terjadi diketahui bahwa, SVL mengalami kenaikan tertinggi dari seluruh parameter. Paremeter FL dan TL manjadi yang terrendah dalam pertumbuhan. Dengan kenaikan masing-masing parameter sebesar 0.22 cm dan 0.02 cm.

Selisih pengukuran awal dan akhir yang terjadi pada ML, SVL, RL, HL, AG, FL, TL dan BW selama 8 minggu yakni sebesar 0.39 cm, 1.55 cm, 0.25 cm, 0.18 cm, 0.56 cm, 0.31 cm, 0.13 cm, 0.69 g. Diketahui bahwa SVL masih menjadi yang paling dominan dari hasil pertambahan selama 8 minggu yakni sebesar 1.55 cm. Berdasarkan hasil akhir pengukuran diketahui pula bahwa SVL juga menempati urutan tertinggi yakni sebesar 6.18 cm. Hasil akhir menunjukan bahwa HL merupakan parameter yang paling lambat dalam ukuran pertambahan. Pertumbuhan yang terjadi pada 8 ekor anakan selama 8 minggu pada anakan G.gecko didominasi oleh SVL yang mengalami pertumbuhan tertinggi dan HL yang terrendah.

Hubungan umur dengan parameter morfometri dianalisis dengan menggunakan model regresi yang diperoleh. Langkah terkahir, menentukan parameter yang paling dominan dalam menduga umur dengan membandingkan koefisien regresi dari model regresi. Berdasarkan model regresi dari 6 anakan maka terdapat hubungan yang erat antara umur dengan parameter morfometri r-square = 93.2 %. Persamaan regresi yang diperoleh adalah.

Umur = -18.47 + 4,98 SVL + 7,35 HL + 2,36 FL

Dari 8 parameter morfometri yang diukur, 3 diantaranya mampu mendeskripsikan umur yakni SVL, HL dan FL. Seluruh parameter morfomteri yang diukur dipengaruhi oleh faktor jumlah konsumsi pakan, karena juvenil bergantung pada pakan untuk pertumbuhannya.

(6)

SUMMARY

ANDINA NUGRAHANI. Eggs Hatching, Growth and Age Estimation Juvenils Tokay Gecko (Gekko gecko Linnaeus, 1758) in Captivity. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO and BURHANUDDIN MASYUD.

Tokay gecko (Gekko gecko, Linnaeus 1758) is one of the wildlife species that has long been used as an export commodity, the demand is likely to increase from year to year. This utilization pattern during rely more on direct capture from the wild. Although the kind that are not protected, but as an effort to control the possible threat of extinction, the Indonesian government legally through the Ministry of Forestry set quota utilization. For example, in 2008 the total quota of 45,000 legally trade chief alive (Dephut 2008), but the estimated number of illegal trade is much larger (PT Mega Citrindo press con. 2012).

However, studies on age estimation juvenil G.gecko are still rare. Age and body size is also one of the important basic information known at the G.gecko breeding attempt in captivity as a ba-gian of the effort to combat the possible threat of extinction due to excessive use directly from nature. Basis for breeding in captivity G.gecko among others, must be based on knowledge of age and body size when it reaches sexual maturity (sexual-maturity) or age of first marriage (minimum breeding age). In addition, basic information on age and body size is also indispensable as a reference within either set magnification program to meet the demand for body size and export standards for the benefit of the breeding program settings (reproduction) in captivity G.gecko appropriately and effectively.

The first results of the measurements made to answer the question bagimanakan description G.gecko eggs hatching process. The second is to Know G.gecko growth of ages 0 to 8 weeks. Third at me morphometric variables determine the most dominant and significant as age estimators juvenil G.gecko. Data were analyzed descriptively quantitative.

The initial steps to determine the growth of the seedlings with eggs hatch G.gecko, because one of the conditions assumed age is to know the age of the animals. Hatching is done with the help of a conventional 11 watt lamp with a temperature of 29 ° C. Seedling (juvenile) G.gecko hatch 15-26 days later. Morphometric parameter measurements performed using manual calipers and digital balance. Temperature measurement is done with the help of dry-wet thermometer.

Morphometric parameters of size juvenil are much smaller than adults. To estimate the most dominant parametri morphometry in chicks aged suspect at the age of 8 weeks, then be measured against the morphometric parameters Mouth 8 Length (ML), Snout vent length (SVL), humerus length (HL), Radius Length (RL), axilla groin (AG), femur length (FL), Tibia Length (TL) and Body Weigth (BW).

(7)

the SVL reaching the highest size and RL occupy the lowest size. Body dimensions increase is more significant in juvenil than adults. Measurement results selamaa 8 weeks is known that, all parameters have added size every week. The average increase in the measurement of the ML, SVL, RL, HL, AG, FL, TL and BW per week in a row that is 0.05 cm, 0.22 cm, 0.04 cm, 0.03 cm, 0.08 cm, 0.02 cm, 0.02 cm and 0.1 g. From the result of the increase occurring per week is known that, SVL had the highest increase of all parameters. Parameter FL and TL widened the lowest in the growth. With the increase of each parameter of 0.22 cm and 0.02 cm.

The difference in initial and final measurement that occurs in ML, SVL, RL, HL, AG, FL, TL and BW for 8 weeks which is equal to 0.39 cm, 1.55 cm, 0.25 cm, 0.18 cm, 0.56 cm, 0.31 cm, 0.13 cm, 0.69 g. It is known that the SVL still the most dominant of the results added for 8 weeks which is equal to 1.55 cm. Based on the final results of measurements of SVL well known also that the highest ranks of 6.18 cm. The final results showed that the parameters of HL is the slowest increase in size. Growth occurred in 8 puppies tails for 8 weeks in puppies G.gecko dominated by SVL who experienced the highest growth and lowest HL.

Age relationship with morfometry parameter analyzed using regression models obtained. The last step, to determine the most dominant parameter in the assumed age by comparing the regression coefficients from the regression model. Based on the regression model of 6 juvenils then there is a close relationship between age and morphometric parameters r-square = 93.2%. Regression equation obtained is:

Age = -18. 47 + 4.98 SVL + 7.35 HL +2.36 FL

Eight morphometric parameters were measured, 3 of which were able to describe the life of the SVL, HL and FL. All parameters measured morfomteri influenced by the amount of feed intake, because juvenile relies on to feed its growth.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PENETASAN TELUR, PERTUMBUHAN DAN PENDUGAAN

UMUR ANAKAN TOKEK (Gekko gecko Linnaeus, 1758) DI

PENANGKARAN

ANDINA NUGRAHANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Penetasan Telur, Pertumbuhan dan Pendugaan Umur Anakan Tokek (Gekko gecko Linnaeus, 1758) di Penangkaran

Nama : Andina Nugrahani

NIM : E351110121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Agus Priyono Kartono, M.Si. Ketua

Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah peangkaran, dengan judul Penetasan Telur, Pertumbuhan dan Pendugaan Umur Anakan Tokek (G.gecko Linnaeus, 1758) Di Penangkaran.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, M Si dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Andre dan animal keeper dari PT Mega Citrindo, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

2 METODE 3

Lokasi dan Waktu 3

Bahan dan Materi 3

Prosedur Pengkoleksian Data 4

Analisis Data 4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 11

4 SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

(15)

DAFTAR TABEL

1 Metode pengambilan data 4

2 Penetasan telur G.gecko 6

3 Pengamatan lingkar telur, SVL, berat telur dan berat badan G.gecko 7 4 Rekapitulasi perubahan ciri kualitatif morfologi G.gecko setiap minggu

selama delapan minggu masa pemeliharaan 8

5 Rataan ukuran morfometri 8 peubah selama 8 minggu 9 6 Persamaan regresi hubungan antara umur dan parameter morfometri 10

DAFTAR GAMBAR

1 Cara penetasan telur G.gecko 3

2 Kotak pemeliharaan G.gecko 3

(16)

1   

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tokek (Gekko gecko, Linnaeus 1758) merupakan salah satu spesies

satwaliar yang telah lama dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor, dengan permintaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pola pemanfaatannya selama ini lebih mengandalkan penangkapan langsung dari alam. Meskipun termasuk jenis yang tidak dilindungi, namun sebagai upaya pengendaliannya terhadap kemungkinan ancaman kepunahannya, maka secara legal pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan menetapkan kuota dalam pemanfaatannya. Sebagai contoh tahun 2008 jumlah kuota perdagangannya secara legal sebesar 45,000 ekor (Dephut 2008), namun diperkirakan jumlah perdagangan ilegalnya jauh lebih besar (PT Mega Citrindo pres con. 2012).

Salah satu standar perdagangan G.gecko sebagai hewan peliharaan (pets) di negara-negara Eropa ataupun Amerika didasarkan pada ukuran tubuh tertentu. Sebagai contoh permintaan untuk ekspor ke Miami Amerika Serikat ditentukan tokek dengan ukuran SVL (Snout Vent Length – Panjang Moncong-Kloaka), baik jantan ataupun betina sekitar 13 cm. Selama ini untuk memenuhi permintaan ekspor, G.gecko yang digunakan berasal dari alam sehingga untuk mendapatkan standar ukuran tubuh seperti itu tentu tidak mudah. Banyak peneliti menjelaskan bahwa variabel yang paling sering dijumpai dan diukur dalam menetukan pendugaan umur pada family Gekkonidae adalah SVL, seperti penelitian yang dilakukan oleh Church (1962), Wever et al. (1963), How et al. (1990), Darevsky & Szczerbak (1997), Cogger & Zweifel (2003), Hare & Cree (2005), Kenneth et al. (2005), Aowphol et al. (2006), Piantoni et al. 2006, Xu & Ji (2007).

Umur dan ukuran tubuh juga merupakan salah satu informasi dasar yang penting diketahui di dalam usaha pengembangbiakan tokek di penangkaran sebagai bagian dari usaha untuk menanggulangi kemungkinan ancaman kepunahan karena pemanfaatan yang berlebihan secara langsung dari alam. Dasar untuk melakukan pengembang-biakan G.gecko di penangkaran antara lain harus didasarkan pada pengetahuan tentang umur dan ukuran tubuh saat mencapai

dewasa kelamin (sexual maturity) atau umur pertama kali kawin (minimum

breeding age). Selain itu , informasi dasar tentang umur dan ukuran tubuh ini juga sangat diperlukan sebagai acuan didalam mengatur program pembesaran baik untuk memenuhi permintaan ukuran tubuh sesuai standar ekspor maupun untuk

kepentingan pengaturan program pengembangbiakan (reproduksi) G.gecko di

penangkaran secara tepat dan efektif.

Penelitian tentang pengukuran parameter morfometri untuk membedakan

jenis kelamin jantan dan betina pada spesies kadal kebun (Eutrophis

multifasciata) telah dilakukan oleh Kurniati et al. (1997) namun ternyata hasilnya tidak cukup signifikan untuk dijadikan sebagai acuan didalam menentukan umur

ataupun ukuran tubuh. Meskipun demikian Li et al. (2010) menyatakan bahwa

identifikasi umur dapat dilakukan dengan mengkombinasikan skeletochronology

(17)

 

Ketepatan gambaran umur dan ukuran-ukuran tubuh tokek serta pendugaan

hubungan antara umur dengan peubah-peubah morfometrinya hanya dapat

diketahui apabila perkembangan pertumbuhan tokek sejak awal (umur 0 hari) diketahui, sehingga langkah awal yang penting dilakukan adalah penetasan telur tokek. Mengacu pada gambaran pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka ada beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dijawab melalui rangkaian penelitian ini, yakni: berapa lama waktu dan berapa besar daya tetas telur tokek di

penangkaran; bagaimanakah gambaran pertumbuhan G.gecko di penangkaran,

apakah ada hubungan antara peubah morfometri dengan umur tokek, dan adakah peubah morfometri yang secara siginifikan dapat digunakan untuk menduga umur

G.gecko.

Tujuan

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti disebutkan di atas, maka rumusan tujuan penelitian ini, adalah:

a. Mendeskripsikan proses penetasan telur dan menentukan lama waktu

serta daya tetas telur G.gecko.

b. Mendeskripsikan pertumbuhan G.gecko dari usia 0 hari hingga 8 minggu,

c. Menganalisis hubungan antara peubah-peubah morfometri dengan umur

G.gecko dan menentukan peubah morfometri terbaik sebagai penduga umur G.gecko pada usia 8 minggu di penangkaran.

Manfaat

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat, yakni:

1. Bagi ilmu pengetahuan mengenai pedoman pendugaan umur G.gecko di

penangkaran,

2. Bagi seluruh pengelola penangkaran dan pembesaran reptil mengenai

pendugaan umur G.gecko.

Hipotesis

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan rumusan tujuan penelitian di atas maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, adalah:

H0 = Tidak terdapat hubungan antara parameter mofometri dengan

umur G.gecko,

H1 = Paling tidak terdapat satu parameter morfometri yang

(18)
(19)

 

Alat yang digunakan meliputi: (1) kaliper manual (dengan ketelitian 0.02 mm) berukuran 15 cm (6 inchi), untuk mengukur parameter morfometri anakan G. gecko. (2). Neraca digital berkapasitas 1000 gram untuk mengukur berat telur dan

berat badan (BW) anakan. (3) Kamera digital untuk melengkapi dokumentasi

selama penelitian.

Prosedur Pengkoleksian Data

Delapan parameter mengacu pada Cogger (1975), meliputi Mouth Length

(ML), Snout Vent Length (SVL), Humerus Length (HL), Radius Length (RL),

Femur Length (FL), Tibia Length (TL), Axilla Groin (AG) dan Body Weight

(BW). Untuk mengukur dimensi morfometri digunakan kaliper sedangkan untuk

mengukur berat (Body Weight – BW) digunakan timbangan digital (kapasitas

1000 g).

Pengukuran parameter morfometri dilakukan pada umur 0 hari dan diulang setiap minggu selama delapan minggu. Setiap kali pengukuran dilakukan pengulangan sebanyk 5 kali, hasilnya di rata-ratakan dengan pembulatan 2 desimal ke atas. Untuk verifikasi data dilakukan pengukuran pada dua individu

G.gecko yang sudah berusia 1 tahun.

Cara pengukuran dilakukan (Tabel 1 dan Gambar 3) sebagai berikut: 1. Mouth Length (ML - panjang mulut), diukur mulai dari ujung moncong

hingga batas akhir sendi rahang.

2. Snout Vent Length (SVL – Panjang Moncong-Kloaka), diukur mulai dari ujung moncong hingga kloaka.

3. Humerus Length (HL – Panjang lengan), diukur mulai dari sikut hingga sendi lengan atas.

4. Radius Length (RL – panjang tungkai ), diukur dari sikut hingga sendi lengan bawah.

5. Femur Length (FL – panjang paha), diukur dari pangkal perut hingga sendi paha.

6. Tibia Length (BL – panjang betis), diukur dari lutut hingga sendi kaki. 7. Axilla Groin (AG – panjang perut), diukur mulai dari ketiak hingga bagian

atas sendi paha.

8. Body Weight (BW – berat badan), diukur yakni berat badan dengan menggunakan timbangan digital.

Analisis Data

(20)

5   

Data pertumbuhan G.gecko selama penelitian dianalisis baik secara

deskriptif kualitatif maupun kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan cara menggambarkan perkembangan dan atau perubahan morfologis

G.gecko selama penelitian disertai dengan gambar untuk menunjukkan perubahan morfologi dari waktu ke waktu. Adapun analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung nilai rataan pertambahan ukuran-ukuran morfometri selama dua bulan masa pemeliharaan.

Tabel 1 Metode pengambilan data.

No. Jenis data Metode pengambilan data Sumber

data

Alat yang digunakan Pengukuran Pengamatan Studi

literatur

P S

1. Morfometri

a. SVL (cm) √ √ √ √ √ Kaliper 

b. ML (cm) √ √ √ √ Kaliper 

c. RL (cm) √ √ √ √ Kaliper 

d. HL (cm) √ √ √ √ Kaliper 

e. AG (cm) √ √ √ √ Kaliper 

f. FL (cm) √ √ √ √ Kaliper 

g. BL (cm) √ √ √ √ Kaliper 

h. BW

(gram)

√ √ √ √ √ Timbangan

2. Perubahan Warna

√ √ √  Kamera

3. Suhu √ √ √ √ √  Dry Wet

Gambar 3 Teknik pengukuran parameter morfometri G.gecko. Sumber: Cogger (1975) & Kurniati et al. (1997)

Keterangan: 1=ML; 2=SVL; 3=RL; 4=HL; 5=AG; 6=FL; 7=TL; 8=BW.

Analisis untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara umur dan parameter morfometrik dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda (Mattjik & Sumertajaya 2000). Persamaan ini dapat menentukan parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang dan menjelaskan hubungan antara umur dengan parameter morfometriknya.

Model persaman regresi berganda yang diolah dengan software Minitab

(21)

 

Keterangan:

Y = peubah tak bebas, umur (minggu) G.gecko,

= intersep / perpotongan dengan sumbu tegak, = nilai koefisien regresi parameter morfometri ke 1,

= nilai koefisien regresi parameter morfometri ke 8,

… = parameter morfometri ke 1 sampai ke 8.

Analisis untuk menentukan parameter morfometri terbaik dalam menduga umur tokek dilakukan dengan menghitung dan membandingkan koefisien determinan (R2) dari model-model persamaan regresi yang dihasilkan. Parameter morfometri yang memiliki nilai R2 terbesar dinyatakan sebagai parameter terbaik untuk menduga umur G.gecko.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Penetasan Telur G.gecko

Rata-rata lama masa penetasan telur untuk masing-masing kategori telur tunggal (single) dan telur ganda (double) yang dihasilkan dari penelitian ini seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Jelas terlihat bahwa secara umum telur double

lebih cepat menetas dibanding telur single. Hal diduga karena sumber panas yang diterima oleh telur double lebih besar karena telur saling menempel sehingga panas yang terjadi instensitasnnya lebih tinggi dan mempercepat proses

pembentukan embrio. Sedangkan telur single menerima panas tanpa

kembarannya, sehingga panas yang diterima intensitasnya lebih rendah.

Tabel 2 Penetasan telur G.gecko

No

Telur Tunggal (Single) n=3 Telur Ganda (double) n=6 Ukuran

Diameter (cm)

Ukuran Berat (g)

Lama penetasan (hari)

Ukuran Lingkar (cm)

Ukuran Berat (g)

Lama penetasan (hari)

1 1.89 3.00 17 1.95 3.23 20

2 1.79 3.00 37 1.90 3.00 22

3 1.80 3.00 26 1.87 3.00 3

1.83 3.00 26 1.90 3.21 15

SD 0.06 0.00 10 0.05 0.03 9.34

(22)

7   

secara konvensional dengan menggunakan lampu pemanas dengan rata-rata suhu 29 oC ternyata memberikan hasil yang sangat baik, baik kategori telur tunggal (single egg) maupun telur ganda (double egg).

Gambaran tentang perkembangan kondisi telur selama masa pengeraman menunjukkan bahwa mulai 10 hari sebelum menetas telur terlihat mengalami perubahan warna menjadi kehitaman. Memasuki hari ke 2 sebelum menetas semua telur menunjukkan tanda-tanda mulai memasuki fase akhir penetasan yakni telur terlihat mulai retak dan sesudah itu sekitar 1 jam kemudian telur menetas secara sempurna (Gambar 4).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata rata-rata berat badan anak tokek yang dihasilkan berhubungan dengan rata-rata berat telur tokek. Begitu pula halnya dengan ukuran SVL anak tokek ternyata juga diketahui berkaitan dengan ukuran lingkar telur. Ukuran SVL anak tokek yang dihasilkan diperkirakan sekitar 2 kali ukuran lingkar telur tokek (Tabel 4).

Kondisi ini mengandung makna bahwa untuk mendapatkan anak tokek yang memiliki ukuran SVL lebih panjang dan berat badan yang lebih berat, maka sebaiknya memilih telur yang berukuran lebih besar baik dilihat dari lingkar telur maupun berat telur. Sebagai pembanding, hasil penelitian Xu & Ji (2007) pada

Haemidactylus bowringii sebanyak 36 butir telur juga menunjukkan bahwa ternyata ukuran telur memiliki korelasi yang kuta dengan ukuran tubuh anak yang dihasilkannya.

Pertumbuhan Anakan G.gecko

Pertumbuhan G.gecko dalam penelitian ini dilihat dari mulai awal penetasan sempai pertumbuhan umur 8 minggu Aspek yang diamati melitputi (1) aspek kualitatif dengan melihat perubahan ciri morfologi dan atau pola warna morfologis dan (2) aspek kuantitatif dilihat dari perkembangan ukuran morfometri

G.gecko. Hasil pengamatan selama 8 minggu masa pemeliharaan, menunjukkan kedua aspek morfologis G.gecko mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

Tabel 3 Pengamatan lingkar telur, SVL, berat telur dan berat badan G.gecko

Individu Lingkar telur (cm) SVL (cm) Berat telur (gram) Body weigth (gram)

1 1.89 4.4 3 3

2 1.79 4.2 3 3

3 1.8 4.3 3 3

4 1.9 4.8 3.75 3.75

5 2 4.8 3.5 3.5

6 1.89 4.7 3 3

7 1.9 4.8 3 3

8 1.89 4.5 3 3

9 1.84 4.7 3 3

(23)
(24)

9   

Hasil pengukuran dan perhitungan rata-rata pertumbuhan peubah-peubah

morfometri dari anakan G.gecko setiap minggu selama 8 minggu masa

pemeliharaan seperti disajikan pada Tabel 5. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir semua peubah morfometri mengalami pertumbuhan atau peningkatan ukuran setiap minggu dengan laju pertumbuhan yang berbeda-beda.

Deskripsi singkat perubahan ciri kualitatif yang dilihat dari perubahan pola warna morfologis seperti disajikan pada Tabel 4, sedangkan rata-rata perubahan ukuran morfometri yang diukur selama dua bulan masa pemeliharaan seperti disajikan pada Gambar 5. Gambar yang menunjukkan pertumbuhan atau perubahan morfologi dari G.gecko disajikan pada Gambar 4.

Tabel 5 Rataan ukuran morfometri 8 peubah selama 8 minggu Umur

Parameter Terbaik dalam Menduga Umur Anakan G.gecko

(25)

10 

 

Keterangan*: Snout Vent Length (SVL), Mouth Length (ML), Humerus Length (HL), Radius Length (RL), Axilla Groin (AG), Femur Length (FL), Tibia Length (TL) dan

Body Weigth (BW).

Gambar 5 Rataan pengukuran parameter morfometri anakan selama 8 minggu.

Tabel 6 Persamaan regresi hubungan antara umur dan parameter morfometri

Hubungan umur dengan

Keterangan: *Signifikan pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan model regresi linear diketahui bahwa 6 dari 8 parameter secara serempak berhubungan dengan umur pada taraf 5%, yakni SVL, RL, HL, FL, TL dan BW. Mengetahui adanya hubungan antara umur dengan paremeter morfometri dianalisis dengan menggunakan nilai R square. Nilai R square yang diperoleh sebesar 93.2 %.

Menduga parameter tebaik menduga umur dapat dilakukan dengan meggunakan model regresi yang telah diperoleh. Dari hasil model regresi diketahui bahwa SVL, HL dan FL merupakan parameter yang paling dominan dan signifikan pada tarf nyata 5%. Untuk menentukanparameter yang paling dominan dalam menduga umur G.gecko sejak menetas hingga usia 8 minggu, yakni dengan membandingkan nilai koefisien regresi tertinggi diantara 6 parameter yang berhubungan dengan umur. Model regresi yang diperoleh yakni:

(26)

11   

PEMBAHASAN

Penetasan Telur G.gecko

Rata-rata lama masa penetasan telur untuk masing-masing kategori telur tunggal dan telur ganda yang dihasilkan dari penelitian ini seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Jelas terlihat bahwa secara umum telur double lebih cepat menetas dibanding telur single. Hal diduga karena sumber panas yangditerima oleh telur

single merata diseluruh permukaan telur yang mempercepat proses pembentukan embrio yang lebih cepat. Sedangkan telur double menerima panas yang terbagi dengan kembarannya, sehingga panas yang diterima tidak merata diseluruh permukaan telur.

Telur dapat dihasilkan setelah proses kopulasi antara jantan dan betina. Hasil pengamatan dalam kandang pemeliharaan terdapat banyak telur yang menempel di dinding kandang vertikal. Rata-rata telur yang menempel berjumlah

dua dan saling melekat (double) namun ditemukan juga telur dalam berjumlah

tunggal (single). Tokek betina menghasilkan 2 telur sekaligus. Telur yang

dihasilkan memiliki diameter 11-15 mm (Das 2007).

Hasil pengamatan dari perbandingan lingkar telur dan SVL anakan G.gecko

memiliki ukuran telur yang lebih besar dibandingkan dengan cicak terbang dan

cicak ganas. Lingkar telur double dan single G.gecko mencapai 1.8-2cm

menghasilkan anakan dengan SVL lebih dari 4 cm. Perbandingan antara lingkar telur dan SVL yakni 1:2. Keadaan ini terjadi karena posisi ekor embryo dalam telur yang tergulung membentuk huruf o. Telur double akan menetas dihari yang sama walau berbeda selisih jam.

Telur disimpan dalam wadah dengan ukuran 16.8cm x 11.8cm x 4.3cm dan

diberi sentuhan lampu agar kondisi tetap hangat dengan kisaran suhu 29°C. Pada suhu tersebut telur dari ketiga jenis yang dipelihara bisa menetas, walaupun kelanjutan hidupnya setelah menetas berbeda-beda. Telur Leopard gecko mampu menetas pada suhu 26°C, 30°C, 32.5°C, 34°C. Dalam berbagai perlakuan tersebut terjadi beberapa akibat yakni memiliki kadar hormon estrogen yang berbeda-beda setiap betina yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan suhu (Rhen et al. 2000).

Ukuran lingkar telur diantara 3 jenis spesies yang dipelihara di PT Mega Citrindo G.gecko menempati urutan pertama yakni hampir berukuran 2 cm (Tabel 4) dibandingkan dengan cicak terbang 1.45 cm dan cicak ganas yang berukuran 1.8 cm. Ukuran telur yang berbeda-beda mempengaruhi pada ukuran SVL anakan.

Hasil pengukuran SVL anakan G.gecko memiliki ukuran yang cukup besar

dibandingkan dua spesies lainnya.

Telur dari beberapa spesies berbeda jenis bisa menetas sesudah 50 – 70 hari pada suhu 30ºC. Telur cicak termasuk besar menjelang embrio didalamnya menetas. Panjangnya mencapai sudah mencapai 1/3 bahkan 1/2 dari panjang induknya (Van Hoeve 2003). Pengukuran terdahulu terhadap 2 ekor anakan cicak

terbang (Pthychozoon kuhli) yang berumur 1 minggu memiliki ukuran panjang

(27)

12 

 

tubuh 150 mm, telurnya berukuran 13-15 mm. Anak yang baru menetas panjang tubuhnya lebih dari 55 mm (Van Hoeve 2003).

Hasil pengukuran terhadap cangkang telur (sudah menetas) menunjukan bahwa, ukuran cangkang yang telah menetas memiliki berat yang lebih ringan dari 1 gram. Sehingga pengukuran harus dilakukan sekaligus terhadap 5 telur untuk

G.gecko. Hasil pengkuran terhadap telur yang sudah kosong yakni 1 gram, berat masing-masing telur menjadi 0.20 gram. Pengukuran berbeda dilakukan pada spesies cicak terbang dalam hal jumlah pengukuran yang dilakukan sekaligus. Jumlah yang harus diukur untuk mencapai 1 gram sebanyak 10 cangkang telur, sehingga diketahui bahwa berat masing-masing cangkang telur adalah 0.1 gram.

Penetasan dengan menggunakan lampu bersuhu 29°C mempercepat proses penetasan, dibandingkan telur G.gecko yang tidak diberikan perlakuan berupa pemberian lampu. Dalam waktu 22 hari telur dengan perlakuan lampu mampu menetas, namun butuh waktu hingga 70 hari sejak pertama telur diperoleh. Dalam perlakuan ini membuktikan bahwa panas yang dihasilkan lampu mempercepat proses pembentukan embrio menjadi sempurna dalam waktu singkat. Namun pada suhu biasa atau suhu yang terjadi di alam sekitar 28°C pada musim kemarau dan 26°C pada musin hujan akan memakan waktu lebih lama dalam membantu proses pembentukan embrio dalam telur.

Perbedaan lama waktu penetasan telur dengan menggunakan perlakuan lampu dan tidak memiliki selisih kurang lebih 1-2°C, namun memberikan pengaruh yang cukup lama dalam proses penetasan. Lamanya waktu penetasan tanpa menggunakan perlakuan lampu, dapat mangasumsikan bahwa telur gagal menetas. Kekhawatiran telur gagal menetas juga berpengaruh dalam usaha penangkaran. Kurangnya komoditas dapat menurunkan keuntungan yang akan diperoleh pengelola penangkaran. Gagal menetas merupakan salah satu kekhawatiran tersendiri bagi pengelola, karena kemungkinan terjadi kerugian.

Sarana dan prasarana yang ada belum memadai untuk menanggulangi berhasilnya proses penetasan telur. Meskipun telur menetas, ternyata anakan lebih rentang mati karena tidak mampu makan setelah menetas. Perubahan musim menjadi faktor lainnya yang harus diperhitungkan dalam upaya keberhasilan penetasan telur.

Pertumbuhan Anakan G.gecko

Pengamatan pertumbuhan anakan G.gecko diamati pertambahan ukuran dan

perubahan warna yang terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Hasil pengamatan terhadap individu dewasa, diketahui bahwa terdapat perbedaan baik warna dan ukuran parameter morfometri. Anakan yang baru saja menetas dari telur memiliki punggung yang warna hitam, sedangkan individu dewasa memiliki warna punggung yang lebih cerah.

Perbedaan warna punggung anakan dan dewasa diyakini sebagai upaya perlindungan alami bagi anakan yang rentan dimangsa oleh satwa lain misal

G.gecko dewasa. Ukuran parameter morfometri anakan jauh lebih kecil dibandingkan dewasa.

(28)

13   

Perubahan Warna Kulit

Warna kulit pada Famili Gekkonidae biasanya dimanfaatkan sebagai sarana menyamarkan-diri dari predator alaminya. Perilaku menyamarkan-diri pada satwaliar biasanya dikenal dengan istilah mimikri. Perilaku mimikri sangat terlihat jelas pada bunglon. Mimikri juga diperlihatkan oleh cicak pohon (Draco sp.) yang memiliki warna kulit mirip kulit kayu. Berbeda dengan cicak pohon yang berhabitat hutan dan kebun, G.gecko memiliki habitat dekat dengan pemukiman

manusia diantaranya bangunan. G.gecko diketahui memiliki preferensi habitat

disekitar bangunan resort wisata (Aowphol et al. 2006), karena kaya akan jenis pakan. Dilihat dari warna dinding bangunan yang cerah, kontras dengan warna kulit G.gecko yang biasanya terdapat bintik jingga atau merah. Sehingga belum diketahui secara pasti fungsi warna pada kulit G.gecko.

Berdasarkan hasil pengamatan warna pada G.gecko akan berubah pada

setiap umur yang dilalui. Setelah menetas anakan G.gecko berwarna hitam dengan motif bintik putih mulai dari punggung yang berjajar secara vertikal hingga ekor (Gambar 4). Ekor anakan berwarna belang, hitam berselang putih mulai dari punggung pangkal kloaka hingga ujung ekor.

Seluruh anakan G.gecko yang baru menetas melakukan sheeding skin atau

ganti kulit. Warna kulit yang terlepas berwarna putih. Kulit yang terlepas biasanya akan dimakan oleh anakan. Kulit yang terlepas dimakan dengan menggunakan mulut dengan cara ditarik lalu ditelan. Seluruh bagian tubuh anakan mengalami ganti kulit. Ganti kulit diawali dari moncong berakhir pada ekor.

Diamati dari teksturnya yang lunak, kulit menjadi mudah ditelan. Kulit menjadi sumber pakan pertama bagi anakan yang belum mampu menangkap

mangsa. Berdasarkan keterangan pihak pengelola penangkaran satwa ovipar

seperti G.gecko memiliki cadangan makanan berupa kuning telur dan kulitnya

sendiri setelah menetas.

Selain ganti kulit perubahan warna juga dimulai dari moncong, berlanjut ke kepala, punggung terakhir pada bagian ekor. Pengamatan terhadap perubahan warna terjadi pada anakan dengan ukuran SVL 5.00 cm atau pada saat anakan

G.gecko berumur 2 minggu. Warna dasar akan berubah menjadi lebih terang seperti abu-abu, biru, cokelat, jingga atau putih. Berdasarkan hasil pengamatan, perubahan warna dasar tergantung jenis pakan yang dikonsumsi. Setelah warna dasar berubah menjadi lebih terang, warna dasar akan tetap bertahan selama hidupnya.

Perubahan Ukuran Morfometri

Sejalan dengan bertambahnya umur anakan G.gecko, hasil pengukuran

(29)

14 

 

parameter berat badan rata-rata hanya meningkat sebesar 0.1 g per minggu atau meningkat sebesar 0.69 g selama 8 minggu.

Pertambahan parameter morfometri (Gambar 5) juga menunjukan adanya fluktuasi. Dari pengamatan diketahui bahwa faktor pakan dan air diduga sebagai faktor utama yang memengaruhi tingkat pertumbuhan. Jumlah konsumi pakan

dan air juga dipengaruhi kondisi musim yang sedang berlangsung. G.gecko

anakan masih tampak melakukan adaptasi terhadap jenis pakan yang diberikan

yakni jangkrik. Terdapat fluktuasi jumlah konsumsi yang ditunjukkan G.gecko

selama masa penelitian.

Gambaran pertumbuhan parameter morfometri tersebut di atas juga menunjukkan bahwa SVL merupakan parameter morfometri yang memperlihatkan pertumbuhan yang lebih jelas dan cepat, sedangkan parameter kaki depan maupun kaki belakang (RL, HL, FL, TL) menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih lambat. Perbedaan pertumbuhan yang jelas pada SVL itulah yang mungkin menjadi alasan parameter SVL yang lebih umum digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan tubuh pada kebanyakan reptil seperti halnya pada kadal dan cicak.

Snout Vent Length (Moncong-Kloaka)

Parameter yang paling sering diukur dalam penelitian kadal dan cicak

adalah SVL. SVL diukur mulai dari moncong hingga kloaka. Pengukuran awal

pada anakan G.gecko yang baru menetas berkisar 4.63 cm, sedangkan hasil akhir pengukuran berkisar 6.18 cm. Sehingga pertambahan yang terjadi pada SVL selama 2 bulan sebesar 1.55 cm dengan rataan kenaikan pengukuran 0.22 cm per

minggu. Dalam Aowphol et al. (2006) ukuran SVL anakan G.gecko berkisar

antara 19.9 -145.8 mm. Dalam penelitian tersebut diketahui terdapat sexual

dimorfisme, yakni jantan berukuran lebih besar dibandingkan betina.

Penelitian yang dilakukan oleh Das (2007) juga menjelaskan terdapat

perbedaan ukuran SVL antara jantan dan betina G.gekco. Ukuran SVL jantan

berkisar 131.1-170.0 mm dan ukuran SVL betina dewasa berkisar 122.2-152.0 mm. Perbandingan lingkar telur dan SVL anakan 1 berbanding 2. Tokek betina menghasilkan 2 telur sekaligus. Telur yang dihasilkan memiliki diameter 11 mm-15 mm.

Penelitian tahun 2010 diketahui bahwa sexual dimorfisme bersifat relatif pada jantan dan betina yakni sebesar 13 cm. Namun pada penelitian Linkem et al.

(2010) terjadi perbedaan ukuran (sexsual dimorfisme) SVL jantan muda dan

betina muda G.gecko. Ukuran SVL jantan muda berkisar 83.4 - 97.2 mm dan

betina muda 79.9 - 87.5 mm. Sexual dimorfisme juga terjadi dalam penelitian Chan et al. (2006) yakni panjang total (Snout Vent Length dan Tail Length) jantan lebih besar dari betina. Ukuran betina mencapai 20 - 30 cm, sedangkan jantan mencapai 30 - 40 cm.

Ukuran SVL berkaitan dengan luasan kotak pemeliharaan yang digunakan, terutama dalam kandang tunggal. Kandang tunggal berisi 1 ekor anakan per kandang. Penempatan ini menghindarkan timbulnya perilaku kanibal. Kanibal

merupakan salah satu penyakit yang sering timbul pada G.gecko. Salah satu

(30)

15   

G.gecko. Individu yang lebih besar, cenderung memangsa individu yang lebih kecil. Besar-kecilnya individu masih mengandalkan ukuran SVL. Pemanfaatan wadah plastik sebagai kandang, masih bisa dikatakan layak, karena mampu menunjang pertumbuhan anakan dari menetas hingga usia lebih dari 2 bulan (PT Mega Citrindo pres con. 2012).

Penggunaan material kandang yang terbuat dari plastik dan kaca harus dihindarkan dalam upaya penangkaran tokek. Hal terpenting dalam menciptakan kondisi kandang yang ideal bagi kelangsungan hidup tokek adalah suhu dan kelembaban. Material plastik dan kaca tidak mendukung terciptanya kondisi suhu dan kelembaban yang optimal, bagi hidup tokek di luar habitat alaminya. Kayu

lapis, bambu dan fiberglass merupakan material yang tepat untuk digunakan

sebagai bahan pembuatan kandang pemeliharaan tokek (Department of

Conservation 1999).

Ukuran SVL anakan G.gecko yang diperoleh selama 8 minggu yakni sekitar

6.18 cm, masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan ukuran SVL anakane

G.gecko seperti yang dilaporkan oleh Aowphol et al. (2006) yakni sekitar 19.9 mm-145.8 mm. Perbedaan ini kemungkinan karena adanya perbedaan umur. Namun juga kemungkinan lain yang bisa terjadi karena perbedaan faktor pemeliharaan seperti jumlah pakan, jenis pakan, kondisi suhu dan kelembaban kandang pemeliharaan. Perlu diakui bahwa informasi standar tentang praktek terbaik (best practice) pemeliharaan G.gecko dari usia anakan masih terbatas, sehingga boleh jadi acuan tentang praktek pemeliharaan yang dilakukan dalam penelitian ini juga belum maksimal dan akhirnya berdampak pada masih rendahnya pertumbuhan G.gecko.

Upaya-upaya yang terus ditempuh agar ukuran SVL G.gecko terus

bertambah, memang belum secara jelas teknis penanganannya sehingga untuk mempertahankan agar ukuran SVL tetap konstan pun membutuhkan usaha dan kerja keras. Hal ini menjadi salah satu masalah yang melatar-belakangi adanya

hambatan masyarakat dalam upaya melakukan penangkaran G.gecko. Pengelola

PT Mega Citrindo pun sudah mengetahui bahwa tidaklah mudah mempertahankan

pertumbuhan SVL G.gecko agar terus tumbuh, dengan ketersediaan sarana dan

prasarana yang terbatas. Biaya operasional yang dikeluarkan akan jauh lebih tinggi, dibandingan dengan income yang diperoleh.

Mouth length (Panjang Mulut)

Hasil pengukuran ML yang dilakukan selama 8 minggu menunjukan peningkatan setiap minggunya. Rataan pengukuran awal ML berkisar 1.62 cm. Sedangkan hasil akhir pengukuran berkisar 2.01 cm, sehingga pertambahan parameter ML dalam 2 bulan mencapai 0.39 cm dengan rataan pertambahan berkisar 0.05 cm per minggu.

(31)

16 

 

Ukuran kepala dari anggota Gekkonidae mempengaruhi ukuran mangsa

yang akan ditangkap. Posisi mangsa saat ditelan tegak lurus dengan mulut, sehingga bagian kaki mangsa menonjol keluar. Posisi kaki yang menonjol dapat

mengakibatkan gangguan pada proses pencernaan Gekkonidae. Mangsa yang

sudah masuk dalam mulut, ditelan dengan bantuan kontraksi otot pada lidah dibagian leher dan perut (Glasby et al. 1993). Namun dalam penelitian Aowphol

et al. (2006) tidak ditemukan perbedaan pemilihan ukuran mangsa dari jantan dewasa, betina dewasa dan anakan G.gecko dalam memilih mangsa.

Seluruh anggota Gekkonidae merupakan predator rakus dan aktif dalam

menangkap mangsanya. Secara umum Gekkonidae menyukai mangsa hidup,

seperti ngengat dan hewan berbuku-buku (Arthropoda). Tahapan dalam

mendapatkan mangsanya Gekkonidae, diawali dengan menangkap mangsa,

kemudian menggigit kepala mangsa, dilanjutkan dengan mengguncangkan mangsa secara menyamping (kanan-kiri) dan terakhir menelan masuk mangsa ke dalam mulut (Glasby et al. 1993).

G.gecko tidak memiliki gigi geraham dalam mulutnya, gigi yang dimilikinya berupa seperti gigi taring yang berfungsi sebagai menggigit mangsa atau sebagai upaya pertahanan diri. Tidak adanya gigi geraham pada morfologi

G.gecko menjadikan spesies ini menelan mangsanya secara utuh atau biasa disebut dengan raptor.

Mulut pada Famili Gekkonidae paling sering menjadi sasaran timbulnya berbagi penyakit. Biasanya akan timbul seperti bengkak pada bibir. Penyakit

seperti ini banyak diderita oleh G.gecko dewasa. Belum ada upaya

penanggulangan untuk mengatasinya. Pada anakan kegunaan mulut masih untuk menggigit dan manangkap mangsa.

Intensitas kekuatan gigitan anakan lebih rendah, bila dibandingkan dengan dewasa. Biasanya anakan setelah menggigit tangan dan anakan tidak melepaskan gigitannya, namun cara ini merupakan salah satu cara untuk kabur. Setelah melepaskan gigitan biasanya anakan akan berlari kabur. Perilaku lainnya yang dilakukan bila dalam keadaan terdesak, selain menggigit biasanya anakan membuka mulutnya lebar-lebar. Perilaku ini merupakan salah upaya pertahanan diri agar pemangsa menjauh.

Forelimbs dan Hindlimbs (Kaki Depan dan Kaki Belakang)

Komponen kaki depan terdiri dari radius length (RL) dan humerus length

(HL), sedangkan kaki belakang terdiri dari femur length (FL) dan tibia length

(32)

17   

yakni sebesar 0.83 cm, 0.73 cm, 1.11 cm dan 0.98 cm. Kenaikan masing-masing parameter sebesar 0.25 cm, 0.18 cm, 0.31 cm dan 0.14 cm selama 8 minggu. Dengan rata-rata kenaikan sebesar 0.04 cm, 0.03 cm, 0.02 cm dan 0.02 cm setiap minggu. Perbedaan ukuran kaki depan dan kaki belakang sebesar 0.47 cm pada awal pengukuran, sedangkan hasil akhir pengukuran memiliki selisih 0.49 cm. Selisih yang terjadi pada setiap kenaikan 1 satuan kaki depan dan kaki belakang di tiap minggunya berkisar antara 0.49 cm.

Bentuk tubuh datar menyentuh substrat dasar dalam keadaan diam. menimbulkan pergerakan yang lamban. Fungsi tungkai pada kaki belakang membantu dalam upaya melarikan diri dari pemangsa. Kaki depan dan kaki

belakang berkaitan dengan pola pergerakan (locomotion) pada anakan untuk

mendapatkan jangkrik. Di alam bebas kaki depan dan kaki belakang berguna untuk menghindar dari predator alaminya seperti ular. Kaki depan dan kaki belakang juga berfungsi sebagai melekatnya tubuh pada dinding vertikal (Glasby

et al. 1993).

Pola pergerakan anakan G.gecko biasanya menunjukan perilaku menempel

pada dinding vertikal. Posisi ini didukung oleh kekuatan kaki depan dan kaki belakang yang sehat dan juga ekor sebagai keseimbangan. Kaki juga berpengaruh pada kecepatan anakan menangkap jangkrik pada posisi vertikal. Kisaran rata-rata waktu yang diperlukan untuk melahap jangkrik pada waktu pagi hari pukul 09:00 WIB sekitar 2-4 detik, sedangkan kisaran waktu yang dibutuhkan untuk melahap jangkrik pada waktu malam hari pukul 21:00 WIB sekitar 10-13 detik. Dalam peneltian Aowphol et al. (2006) diketahui bahwa G.gecko mulai aktif mencari makan pada pukul 18:01 petang hingga pukul 09:00 pagi. Posisi pada waktu menangkap mangsa berada pada dinding vertikal bangunan.

Kaki membantu dalam pola pergerakan G.gecko dalam kandang, yakni

untuk menangkap jangkrik dan menghindar dari sentuhan tangan manusia. Sebagai upaya pencegahan penyakit, kandang dibersihkan setiap hari. Kebersihan kandang menjadi aspek yang paling diperhatikan dengan seksama agar penyakit, seperti infeksi pada kaki dapat diminimalisir.

Berbeda dengan jenis Leoprad gecko yang berasal dari Timur Tengah dan

tipe penggali berdasarkan habitat alami yakni berupa bebatuan (Viets et al. 1993),

G.gecko yang ditemukan di Indonesia merupakan tipe pemanjat, perilaku ini sama perilaku yang ditampilkan oleh Gehyra variegata yang ditemukan di Australia (Gruber & Henle 2004). Perilaku memanjat ini juga mempengaruhi dalam

pemilihan bentuk kandang. Kandang yang cocok untuk pemeliharaan G.gecko

yakni kandang tempel yang mudah dipindah-tempatkan, seperti kandang burung. Terdapat beberapa kesamaan perilaku pada kedua spesies tersebut diantaranya adalah merupakan spesies arboreal nocturnal. Menurut S (1995) kandang ideal

untuk spesies tokek arboreal (hidup di lantai hutan) harus memiliki bentuk

vertikal (tegak lurus), sedangkan untuk tokek terestrial (hidup di atas pohon) harus memiliki bentuk horisontal (mendatar).

Axilla Groin (Perut)

(33)

18 

 

menyimpan makanan. Hasil pengamatan menunjukan anakan mampu menyimpan 2-3 ekor jangkrik dalam perutnya, yang ditandai dengan menghitamnya di beberapa bagian perut.

Berdasarkan hasil pengukuran awal AG sebesar 2.61 cm dan hasil pengukuran akhir sebesar 3.17 cm. Selama 2 bulan pengukuran pertambahan yang terjadi sebesar 0.56 cm dengan rataan pertambahan perminggunya mencapai 0.08 cm. Sejak menetas anakan yang memiliki AG sebesar 2.61 cm mampu memakan jangkrik sebanyak 1 ekor.

Di lokasi penangkaran axilla groin (AG) lebih dikenal dengan kata perut. Perut digunakan sebagai indikator ada tidaknya telur pada betina bunting. Telur yang dikandung oleh betina yang bunting akan terlihat jelas pada bagian perut. Biasanya perut G.gecko betina hanya mampu menampung 2 butir telur.

Perut juga menjadi indikator sehat tidaknya individu G.gecko dewasa.

Sebelum dilakukannya pengemasan ekspor, animal keeper dan pengelola biasanya memeriksa secara seksama bagian perut untuk mendeteksi adanya penyakit atau

jamur yang menempel. G.gecko yang sehat dicirikan dengan warna perut yang

putih dan individu yang sakit warna perut akan berubah pucat.

Berdasarkan hasil pengamatan warna perut, baik G.gecko dewasa dan

anakan akan berubah menjadi lebih pucat pada musim hujan. G.gecko merupakan

satwa ektothermal yang tidak mampu menghasilkan panas dari dalam tubuhnya.

Saat musim hujan G.gecko anakan juga menunjukan perilaku memuntahkan

makanannya, karena tidak mampu mencerna makanannya. G.gecko memiliki

proses metabolisme yang lambat dan memerlukan sumber panas dari luar untuk menjalankan proses metabolismenya (Aowphol et al. 2006).

Upaya penanggulangan terjadinya makanan gagal tercerna oleh G.gecko,

hingga saat ini belum ada. Pihak pengelola penangkaran pun akan mengalami

kerugian, karena lama-kelamaan G.gecko akan mati karena kelaparan. Pada

anakan datangnya musim hujan merupakan salah satu proses seleksi alam. Anakan yang berhasil melewati musim hujan, akan tetap bertahan hidup namun enggan untuk mengkonsumsi pakan. Berkurangnya konsumsi pakan, ditandai dengan mengecilnya ukuran perut dan warna perut menjadi lebih pucat.

Jumlah konsumsi pakan kembali normal pada saat musim berganti. Jumlah konsumsi pakan akan lebih tinggi pada musim kemarau, dibandingkan musim hujan. Sumber panas yang cukup tersedia pada musim kemarau, diperkirakan menjadi salah satu alasan jumlah konsumsi pakan menjadi lebih tinggi. Sumber panas yang digunakan oleh G.gecko yakni sinar matahari, namun dalam beberpa kesempatan diketahui bahwa cicak rumah (Gehyra sp.) memilih mendekati aliran listrik (terminal) yang ada di dalam bangunan manusia untuk memperoleh sumber panas dari luar. Sebagai satwa ektothermal cicak rumah pun, memerlukan sumber panas alternatif untuk mencerna makanannya.

Body Weight (Berat Badan)

(34)

19   

minggu. Fenomena ini menunjukkan bahwa pada masa pertumbuhan, parameter berat badan memperlihatkan pertambahan yang tidak terlalu nyata bila dibandingkan dengan parameter tubuh lainnya. Dari asumsi tersebut dapat

diperkirakan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh anakan G.gecko, lebih

banyak digunakan untuk pertumbuhan dimensi tubuh dan belum diakumulasikan untuk peningkatan berat badan.

Dari data rataan konsumsi pakan selama penelitian ini diketahui bahwa, jumlah pakan yang dikonsumsi sampai umur 8 minggu sebanyak 33 ekor jangkrik per anakan atau setara dengan 1.13 gram. Artinya nilai konversi pakan untuk menjadi berat badan sangat kecil yakni 1.62 gram, atau setiap gram berat pakan yang dikonsumsi dirubah menjadi 0.69 gram berat badan. Apabila diasumsikan

bahwa rataan pertambahan berat badan G.gecko setiap minggu sebesar 0.1 g,

berat badan anakan G.gecko pada umur 0 hari 3.05 g dan dengan kondisi

pemeliharaan minimum seperti yang dilakukan dalam penelitian ini maka berat badan G.gecko pada umur satu tahun diperkiran mencapai 8.25 g atau pada umur dua tahun sekitar 16.50 g.

Jangkrik memiliki hama pengganggu yakni semut. Bila semut memangsa tentu akan menyebabkan jangkrik menjadi mati yang berkorelasi dengan berkurangnya jumlah pakan. Sehingga perlu biaya tambahan dalam penyediaan pakan segar. Semut merupakan makhluk hidup dekomposer yang juga karnivora. Berdasarkan hasil pengamatan semut menyerang jangkrik secara berkelompok. Bila semut berhasil masuk dalam kandang penyimpanan jangkrik, seluruh jangkrik yang ada dalam kandang akan mati. Keberadaan semut yang memangsa jangkrik juga menjadi salah satu faktor penyebab kerugian dalam pengelolaan penangkaran.

Pada dasarnya semut merupakan makhluk eusosial dan kebanyakan koloni

setidaknya memiliki ratu, jantan dan pekerja. Dari hasil pengamatan semut yang menyerang jangkrik maka seluruh jangkrik dalam kandang akan mati dengan kondisi perut kosong (Boror et al. 1996). Dalam ekosistem alami semut berperan

penting dalam mendekomposisi bahan organik dan siklus nutrient. Semut juga

merupakan sumber bahan makanan bagi organisme lain seperti burung, reptil dan mamalia dalam bentuk kroto (telur semut) (Chung 1995).

Pakan

Pakan dan air menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan makhluk hidup. Dikatakan sebagai faktor pembatas karena ketersediaanya di wilayah penangkaran bergantung pada alokasi biaya yang disediakan oleh pengelola. Air diperlukan dalam jumlah secukupnya dan merupakan zat yang membantu memperlancar

sistem pencernaan (digestive system) pada anakan, pakan juga mempengaruhi

tingkat kecerahan warna kulit pada anakan G.gecko.

Jenis pakan yang disukai G.gecko adalah jangkrik hidup. Jumlah pakan

(35)

20 

 

Ukuran kepala dari anggota Gekkonidae mempengaruhi ukuran mangsa

yang akan ditangkap. Posisi mangsa saat ditelan berada pada posisi tegak lurus dengan mulut, sehingga bagian kaki mangsa menonjol keluar. Posisi kaki yang

menonjol dapat mengakibatkan gangguan pada proses pencernaan. Mangsa yang

sudah masuk dalam mulut, ditelan dengan bantuan kontraksi otot pada lidah dibagian leher dan perut (Glasby et al. 1993), namun dalam penelitian Aowphol et

al. (2006) tidak ditemukan adanya perbedaan pemilihan ukuran mangsa pada

jantan dewasa, betina dewasa, dan anakan dalam memilih mangsa pada G.gecko. Pakan berfungsi sebagai asupan energi untuk menjalakan aktifitasnya dan menunjang pertumbuhan. Jangkrik yang merupakan sumber protein hewani yang

mengalami proses perubahan dalam tubuh menjadi glukosa yang disimpan dalam

tubuh sebagai glukogen (gula otot). Cadangan pakan dalam tubuh famili

gekkonidae secara umum disimpan pada bagian ekor yang mudah sekali terlepas dalam keadaan tidak menguntungkan, sehingga ekor tidak dicantumkan dalam pengukuran parameter morfometri. Menurut Sihombing (1995) konversi pakan adalah kemampuan hewan untuk mengubah makanan menjadi daging atau perbandingan antara konsumsi makanan dengan pertambahan bobot badan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan (Litbang) Asosiasi Peternak Jangkrik Indonesia (ASTRIK) Pusat, keunggulang jangkrik adalah mengandung asam amino, asam lemak, kadar kolagen omega 3 dan omega 6 pada jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus). Jangkrik yang sudah kering dan berupa

tepung mengandung asam amino sistein sebesar 44.76 mg/g, asam amino ini

merupakan asam amino tertinggi dalam jangkrik (ASTRIK 2004). Senyawa asam amino tersebut sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan GSH (glisin, sistein

dan hesin), yang merupakan zat antioksidan alami dalam tubuh manusia. GSH juga berfungsi sebagai koenzim, penetralisir toksin yang masuk dalam tubuh. Dengan demikian dapat diasumsikan, bahwa jangkrik kalung dapat dimanfaatkan sebagai zat antioksidan dan aspek nutrisi kandungan protein pada jangkrik sebesar 60% (Siswoyo 2006).

Ditinjau dari kandungan asam-asam lemaknya ternyata lemak jangkrik mengandung asam-asam lemak esensial bagi tubuh yakni omega 6 dan omega 3. Hal ini memberikan harapan bahwa lemak jangkrik dimungkinkan dapat digunakan untuk pencegahan penyumbatan pemubuluh darah pada jantung, otak dan organ kelamin laki-laki pada manusia dan kornea mata (Syaiful 2003).

Di wilayah beriklim sub-tropis (4 musim) beberapa spesies dari famili

gekkonidae mengalami pembesaran ukuran ekor hingga menyerupai daun (leave

tail), hal ini berkorelasi dengan jumlah pakan yang tersedia di musim dingin yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan musim panas. Makanan berlebih disimpan sebagai cadangan di musim dingin pada ekor. Fungsi ekor sendiri yakni

sebagai tempat penyimpanan lemak berlebih seperti pada Phyllurus cornutus

(Glasby et al. 1993).

(36)

21   

Individu yang kehilangan nafsu makannya setelah menetas menjadi komoditas

yang kurang layak untuk masuk dalam proses rearing, sebab ukuran SVL tidak

akan bertambah dan corak atau motif kulitnya tidak berubah sejak pertama kali menetas.

G.gecko hanya menyukai jangkrik yang masih hidup sebagai makanan utamanya, sehingga belum tertarik untuk mengkonsumsi pakan lain selain jangkrik. Hasil tersebut diperoleh dari pengamatan percobaan pemberian jenis pakan lain selain jangkrik seperti kroto (telur semut rang-rang), belalang sembah, belalang muda, capung, kelabang, nyamuk dan kupu-kupu. Dari jenis pakan lain yang diberikan anakan yang berumur kurang dari 8 minggu tidak memakannya.

Hal ini membuktikan bahwa G.gecko merupakan satwa karnivora yang hanya mau

mengkonsumsi daging.

Jangkrik merupakan konsumen tingkat 1 yang mengkonsumsi langsung produsen, yakni tumbuhan hijau seperti rumput yang mampu menghasilkan

makanannya sendiri (autotrof) dari hasil fotosintesis. Dalam hukum

thermodinamika dalam siklus rantai makanan perpindahan energi dari produsen ke konsumen tingkat 1 dan ke tingkat selanjutnya membentuk piramida (Wiens & Catherine 2005), sehingga jumlah populasi G.gecko lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah populasi jangkrik. Akan lebih sedikit lagi pada jumlah populasi ular yang merupakan predator alami G.gecko (Chan et al. 2006), meskipun ukuran tubuhnya lebih besar namun jumlah populasinya di alam lebih sedikit dibandingkan G.gecko.

Konsumsi pakan pada anakan yang baru menetas di mulai sekitar 3 hari kemudian, waktu konsumsi tidak selalu sama untuk setiap individu bahkan pada anakan yang memiliki SVL lebih kecil, setelah menetas tidak mau makan sama sekali hingga akhirnya mati. Keinginan untuk mendapat makan merupakan tantangan selanjutnya setelah menetaskan telur, pakan sangat bermanfaat pada awal pertumbuhan. Kemampuan anakan untuk memperoleh pakan dengan usaha sendiri juga melatih daya tangkap anakan untuk belajar mengenali jenis pakan yang paling disukai.

Jangkrik sebagai makanan pokok G.gecko disajikan dalam keadaaan hidup

(pastura), sehingga memerlukan usaha untuk meraihnya hingga bisa masuk ke dalam mulut dan ditelan. Untuk memancing perhatian anakan, jangkrik diberikan berdekatan dengan mata agar gerakan dari jangkrik memancing perhatian anakan untuk mendekati mangsa. Gerakan yang dihasilkan oleh jangkrik akan memancing perhatian anakan yang ditandai dengan menolehnya kepala, lama-kelamaan akan datang menghampiri jangkrik.

Seperti kebanyakan kadal lainnya, tokek memiliki penglihatan yang tajam. Kebanyakan tokek memiliki penglihatan yang disesuaikan dengan perilakunya yang aktif di malam hari. Tokek memiliki mata yang dilindungi oleh membran transparan dan cara membersihkannya dari kotoran yakni dengan menjilat dengan menggunakan lidahnya. Spesies tokek memangsa serangga, laba-laba dan binatang tidak bertulang belakang. Tokek dengan ukuran terbesar seperti G.gecko

(37)

diguncang-22 

 

guncangkan jangkrik ditelan utuh secara bertahap sedikit demi sedikit dengan posisi kepala menghadap ke atas hingga akhirnya seluruh tubuh jangkrik tertelan. Anakan menunjukan perilaku masih membuka mulutnya sesaat setelah menelan jangkrik dengan masih menggerak-gerakan kepala, hingga tampak berisi pada

bagian tenggorokan. Proses metabolisme G.gecko berlangsung lambat,

keberadaan jangkrik dalam tubuh dapat dilihat dengan mengamati bagian perut

G.gecko yang berwarna putih.

Chan et al. (2006) menerangkan bahwa, herpetofauna memiliki

ketergantungaan terhadap pakan untuk melakukan aktifitas hidupnya. Umunya

semua herpetofauna merupakan satwa karnivor, yang memiliki banyak variasi

dalam jenis pakan. Perilaku pakan pada herpetofauna yakni, dengan menelan mangsanya dalam kondisi utuh.

Terdapat 3 aspek dalam perilaku mencari pakan yakni: menjilat pakan, minum, memangsa satwa lain. Baik dipenangkaran maupun dihabitat alaminya perilaku menjilat pakan sama dengan perilaku menjilat air. Rhacadactylus lindneri

and Phyllodactyllus guentheri menjilat nektar pada bunga pohon dan Gehyra australis memakan buah dengan cara menjilat bagian bulir buah yang mulai membusuk (Glasby et al. 1993).

Seluruh anggota Gekkonidae merupakan predator rakus dan aktif dalam

menangkap mangsanya. Secara umum Gekkonidae menyukai mangsa hidup,

seperti ngengat dan hewan berbuku-buku (Arthropoda). Tahapan dalam

mendapatkan mangsanya Gekkonidae, diawali dengan menangkap mangsa,

kemudian menggigit bagian kepala mangsa mangsa, dilanjutkan dengan mengguncangkan mangsa secara menyamping (kanan-kiri), dan terakhir menelan masuk mangsa ke dalam mulut (Glasby et al. 1993).

Jangkrik sangat berpotensi untuk dibudidayakan sebagai bahan pangan dan pakan ternak karena memiliki palatabilitas dan kandungan protein yang sangat tinggi yaitu antara 58-62% (Defoliart 1933). Manfaat yang dapat diperoleh dari pakan tambahan yang berasal dari jangkrik adalah dapat meningkatkan kualitas suara buurng berkicau dan menambah kecemerlangan warna serta stamina pada ikan arwana (Siswoyo 2006).

Pentingnya ketersediaan jangkrik juga menimbulkan banyak kerugaian karena jumlah konsumsi yang dapat dimanfaatkan sedikit. Kekurangan jangkrik yakni bila disimpan dalam waktu lama akan mati karena tejadi kanibal antara jangkrik yang bertubuh lebih besar akan memangsa jangkrik yang bertubuh lebih kecil. Menurut ASTRIK (2004) salah satu penyakit yang timbul pada jangkrik yakni kanibal, yang disebabkan karena kurangnya makanan pada jangkrik baik berupa pakan maupun sayuran, kurangnya air minum dan kurangnya media persembunyian. Menurut Paimin (1999) sifat kanibal sering timbul jika ruangan terlalu sempit atau lingkungan terlalu panas. Kanibalisme dapat ditekan dengan menyediakan tempat persembunyian yang memadai dalam kotak.

(38)

23   

jangkrik yang terlihat menggembung dan lama-kelamaan isi perut akan kosong sehingga yang tersisa hanya kulitnya saja.

Di Indonesia terdapat kurang lebih 123 jenis jangkrik, namun hanya 3 jenis yang umunya dibudidayakan yakni jangkrik cliring (Gryllus mitratus), jangkrik cendawang (Gryllus testaceus) dan jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) (Paimin

1999; Widyaningrum 2001). Dalam Karjono (1999) jangkrik kalung (Gryllus

bimaculatus) sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai pakan burung dan ikan, juga sebagai binatang aduan karena memiliki sifat agresif yang tinggi. Bodenheimer (1951) menyatakan bahwa jangkrik termasuk jenis serangga yang lazim dikonsumsi sebagian masyrakat di beberapa negara yakni India, Thailand, Filipina dan Indonesia. Umumnya jangkrik dimanfaatkan sebagai makanan pelengkap sumber protein alternatif sepanjang tahun, dan menjadi komoditas eksport (Praditya 2003).

Keberadaan jangkrik merupakan pembuka lapangan pekerjaan bagi sebagian masyarakat. Di pasar hewan Empang penjual jangkrik rata-rata berpendidikan dibawah SMP. Bila diajukan pertanyaan apa jenis jangkrik yang dijual, pemiliki toko menjawab berasal dari hasil budidaya tanpa tahu jenis jangkriknya. Jangkrik merupakan salah satu satwa harapan karena dapat diternakan dengan mudah walaupun modal kecil, serta diusahakan di lahan sempit (Setiawan 2004).

Hasil pengukuran terhadap 10 kali pembelian pakan bagi anakan, jumlah jangkrik yang mampu dimanfaatkan sebagai pakan belum mencapai separuhnya. Rata-rata harga jangkrik Rp 50 per ekor baik di pasar Empang, pasar Laladon, pasar Pagelaran, pasar Ciomas, dan pasar Parung. Dengan harga Rp 2,000 jangkrik dapat diperoleh sebanyak 40 ekor dalam keadaan hidup, namun jumlah jangkrik yang dapat dimanfaatkan belum mencapai 75%. Tingkat kematian jangkrik akan lebih tinggi pada pembelian sebanyak Rp 5,000 yang mendapat 100 ekor jangkrik. Dalam pembelian sebanyak 100 ekor hanya sekitar 11 ekor yang dapat dimanfaatkan, tentunya ini menjadi salah satu kerugian yang dialami oleh semua pengelola penangkaran.

Hasil pengamatan terhadap penjualan jangkrik, di seluruh pasar yang sudah disebutkan sebelumnya penjual enggan memberikan jangkrik dengan harga Rp 1,000. Alasan pedagang yakni belum mendapat keuntungan bila pembeli membeli jangkrik dengan harga demikian. Pembelian jangkrik dengan harga Rp 1,000 dapat memperoleh jangkrik dengan jumlah 20 ekor. Jumlah ini memang ideal bagi pemeliharaan dalam jumlah minimal dan tidak menjadikan jangkrik.

Suhu dan kelembaban

Kegiatan penelitian dimulai pada juli 2012 yang bertepatan dengan awal musim kemarau dan akhir musim hujan, yakni ditandai dengan suhu harian rata-rata 27°C (Gambar 7 ). Pada pertengahan awal dan pertengahan bulan agustus 5 telur menetas dengan mengkondisikan suhu oven mencapai 29°C. Suhu banyak

berpengaruh pada aktifitas reptil, seperti G.gecko yang merupakan satwa

(39)

24 

 

telur yang menetas berjenis kelamin betina seluruhnya. Frye (1991) menyatakan bahwa kondisi suhu optimal untuk reptil di daerah tropis berkisar 29.5ºC-37.5 ºC.

Temperatur mempengaruhi seluruh aspek fisiologi dan perilaku bagi reptil. Energi yang tersedia dialokasikan untuk tumbuh dan berkembang-biak, selain itu juga mempengaruhi sistem pencernaan dan metabolisme kedua proses tersebut bergantung pada temperatur (Angilletta & Werner 1998).

Di wilayah beriklim dingin, banyak kebutuhan energi yang belum terpenuhi untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksi untuk sebagian besar organisme, keadaaan ini berpengaruh besar terhadap satwa ektotermal. Padahal kebutuhan temperatur untuk siklus kehidupan bagi satwa ektotermal perlu dipenuhi tanpa dibatasi oleh musim, aktifitas sangat dipengaruhi oleh fase kehidupannya (Gotthard 2001). Penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap jenis kadal lain yang hidup di iklim dingin menunjukan hubungan yang kompleks antara musim kawin, thermoregulasi dan aktivitas (Piantoni et al. 2006).

Temperatur 26°C menghasilkan seluruhnya betina, namun pada suhu 30°C menghasilkan betina dengan bias sex ratio 30%. Pada suhu 32.5°C menghasilkan jantang dengan jumlah bias 65% jantan dan pada suhu 34°C menghasilkan betina dengan jumlah bias 5% jantan. Temperatur yang dikondisikan pada masa pembentukan embryo berpengaruh pada beberapa spesies kadal, kura-kura dan seluruh spesies buaya (Viets et al. 1994).

Temperatur menjelang pembentukan jenis kelamin berpengaruh pada beberapa kadal, kura-kura dan seluruh jenis buaya (Viets et al. 1994). Temperatur saat inkubasi juga menyebabkan peningkatan beberapa karakteristik pada reptil

dengan TSD (Temperature Dependet Sex Determination). Sebagai contoh

beberapa spesies kura-kura dan alligator amerika (Alligator mississippiensis) temperatur pada fase embrionik mempengaruhi penetasan, karakteristik anakan seperti ukuran tubuh, cadangan energi, metabolisme dan pertumbuhan, pigmentasi

(pewarnaan kulit), fisiologi sex steroid, pertumbuhan kelamin sekunder, dan

perilaku thermoregulasi (Roosenburg & Kelly 1996).

Hasil pengukuran terhadap kelembaban dalam kandang anakan (Gambar 8) menunjukan kisaran angka 61% hingga 91%. Kelembaban kandang reptil di daerah tropis sekurang-kurangnya berkisar antara 80% hingga 90% (Frye 1991). Dapat disimpulkan bahwa persentasi kelembaban dalam kandang anakan masih dalam kondisi normal, meskipun material kandang yang digunakan belum ideal. Terbukti bahwa anakan mampu bertahan hidup lebih dari dua bulan dengan menyesuaikan diri dalam kondisi suhu yang belum ideal dan habitat buatan.

Hasil pengamatan menunjukan kelembaban dengan kisaran 61% hingga 70% lebih ideal untuk mempertahankan antusias anakan dalam mengkonsumsi

pakan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah konsumsi pakan bagi G.gecko, namun

Gambar

Gambar 1  Cara peneetasan telur
Tabel 1  Metode pengambilan data.
Tabel 3 Pengamatan lingkar telur, SVL, berat telur dan berat badan G.gecko
Gambar 4  PG
+3

Referensi

Dokumen terkait

3) Memberikan analisis terhadap kalimat yang didengar.. 4) Memahami dengan sepenuh hati dari apa yang didengar Empat macam keterampilan menyimak tersebut merupakan gradasi yang

49 sampaikan pada 2 hal ini, mereka akan mulai membaca informasi dibawahnya, Hingga contact person berada dipaling bawah, karena ketika audience sudah mulai

Local Area Network (LAN). Namun dari sistem tersebut masih ada beberapa pengguna sistem informasi yang kurang menguasai dan mengalami kesulitan dalam

(2010) yang menyatakan bahwa gaya kepemimipinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas secara dominan

Pada penelitian ini penulis mengggunakan konsep perilaku pemilih yang terdiri atas pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan rasional

Mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam esei dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks

Kontribusi hasil estimasi atau interpolasi gangguan geomagnet ini nantinya digunakan sebagai dasar pembuatan peta atau kontur gangguan geomagnet di sekitar ketiga lokasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotip yang mempunyai potensi hasil tinggi pada lahan sawah Ciwidey adalah 380584.3 (43,3 t/ha), Atlantik (37,6 t/ha), dan Panda (36,5