• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHATANI UBI KAYU

(Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)

ALFIAN NUR AMRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Produksi dan

Pendapatan Usahatani Ubi Kayu: Studi Kasus Desa Pasirlaja Kecamatan Sukaraja

Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 18 Juli 2011

(3)

iii

RINGKASAN

ALFIAN NUR AMRI. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan NOVINDRA

Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah tanaman pangan. Ubi kayu merupakan salah satu bagian dari sub sektor tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, artinya didalam pengusahaannya ubi kayu dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Salah satu kabupaten sentra produksi ubi kayu di Indonesia adalah Kabupaten Bogor. Salah satu desa sentra ubi kayu di Kabupaten Bogor adalah Desa Pasirlaja. Usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja mengalami permasalahan menurunnya produksi pada tahun 2009. Oleh karena itu diduga ada permasalahan efisiensi dalam usahatani ubi kayu di desa tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu di desa penelitian, menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta menganalisis kondisi skala usaha dan pendapatan usahatani ubi kayu di desa penelitian. Kegiatan pengambilan data dilakukan di Desa Pasirlaja pada bulan Februari-Maret 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (gambaran umum usahatani ubi kayu, penerapan prosedur operasional baku, penggunaan faktor-faktor produksi, biaya usahatani, dan pendapatan usahatani) dan data sekunder (Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik Jawa Barat dan lain sebagainya).

Analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, dan keadaan umum usahatani ubi kayu. Analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta analisis skala usaha.

Berdasarkan analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, budidaya ubi kayu di desa penelitian belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman usahatani ubi kayu. Ketidaksesuaian terletak pada struktur dan tekstur tanah, pola penanaman dan pemupukan.

Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya bibit yaitu sebesar Rp 2.636.390 atau 25,08 persen dari biaya total. Biaya penggunaan bibit termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam sebelumnya. Biaya penggunaan TKLK pria sebesar Rp 1.710.400 atau sebesar 16,23 persen dari biaya total. Penggunaan TKLK wanita menghabiskan biaya sebesar Rp 703.600 atausebesar 6,70 persen dari biaya total.

(4)

iv TKDK wanita masing-masing sebesar Rp 1.103.200 dan Rp 360.400 atau jika dinyatakan dalam persen masing-masing sebesar 10,49 persen dan 3,43 persen dari biaya total. Biaya penyusutan alat termasuk kedalam biaya diperhitungkan. Biaya penyusutan alat tersebut sebesar Rp 137.000 atau 1,30 persen dari biaya total. Komponen biaya yang terakhir adalah biaya pajak lahan yang ditentukan sesuai dengan kualitas dan lokasi lahan. Pada daerah penelitian, pajak lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, karena semua petani di daerah penelitian sebenarnya tidak membayar pajak lahan. Tanah yang digunakan oleh petani merupakan tanah pinjaman dari suatu perusahaan perumahan. Biaya rata-rata pajak lahan adalah sebesar Rp 282.424,24 atau sebesar 2,69 persen dari biaya total.

Jumlah total biaya tunai adalah sebesar Rp 5.990.987,40 atau 57,00 persen dari biaya total. Biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.519.414,24 atau 42,99 persen dari biaya total. Kedua biaya tersebut kemudian dijumlahkan, sehingga didapatkan jumlah biaya total yaitu sebesar Rp 10.510.401,64. Penerimaan yang diperolah adalah sebesar Rp 16.790.000. Penerimaan ini diperoleh dari hasil perkalian antara harga rata-rata ubi kayu per kilogram ditingkat petani yaitu sebesar Rp 1.200 per kilogram dengan rata-rata hasil panen ubi kayu per hektar untuk satu musim tanam di daerah penelitian yaitu sebesar 13.991,67 kg/ha.

Pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 10.799.012,60. Angka ini didapatkan dengan mengurangkan penerimaan sebesar Rp 16.790.000 dengan total biaya tunai yaitu sebesar Rp 5.990.987,40. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 6.279.598,36 diperoleh dengan mengurangkan penerimaan sebesar Rp 16.790.000 dengan biaya total sebesar Rp 10.510.401,64. R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 2,80. Hal ini menunjukan bahwa setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,80. R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1,59. Hal ini menunjukan bahwa setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,59.

Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 4,67; bibit sebesar 1,39; pupuk urea sebesar 2,57; pupuk kandang sebesar 2,75; dan tenaga kerja sebesar 0,56. Agar dicapai efisiensi ekonomi maka penggunaan faktor-faktor produksi sebaiknya pada tingkat optimal. Penggunaan faktor-faktor produksi pada tingkat optimal adalah apabila bibit ditingkatkan dari 2.498,33 batang menjadi 3.484,04 batang (cateris paribus), ataupenggunaan tenaga kerja dikurangi dari 50,64 HKP menjadi 27,71 HKP (cateris paribus).

(5)

v per hektar sebesar 20.025 kg/ha. Ketidaksesuaian hasil ini dikarenakan penggunaan pupuk urea dan pupuk kandang di daerah penelitian sudah melebihi dosis ideal

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah petani ubi kayu Desa Pasirlaja sebaiknya menerapkan pedoman usahatani ubi kayu secara lengkap. Dalam hal penggunaan pupuk, petani seharusnya tidak hanya menggunakan pupuk urea saja, namun dilengkapi dengan pupuk TSP dan KCL. Kemudian petani seharusnya memperhatikan masalah pola penanaman seperti jarak tanam dan waktu tanam yang sesuai dengan prosedur operasional baku usahatani ubi kayu.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani di Desa Pasirlaja, usahatani ubi kayu menjadi komoditas yang dapat terus diusahakan. Perlu adanya dukungan pemerintah daerah Kabupaten Bogor terhadap perkembangan usahatani ubi kayu. Untuk mencapai efisiensi ekonomi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja, maka penggunaan bibit seharusnya ditambah sebesar 986 batang (cateris paribus), atau penggunaan tenaga kerja dikurangi sebesar 22,93 Hari Kerja Petani (cateris paribus).

(6)

vi

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHATANI UBI KAYU

(Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)

ALFIAN NUR AMRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Depertemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(7)

vii Judul skripsi : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi

Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Nama : Alfian Nur Amri

NRP : H44070039

Disetujui Dosen Pembimbing

Novindra, S.P, M.Si NIP. 19811102 200701 1001

Diketahui

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP. 19660717 1992031 1 003

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor), yang merupakan syarat kelulusan program Sarjana Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.

Desa Pasirlaja menghadapi permasalahan menurunya laju pertumbuhan rata-rata

produksi ubi kayu pada tahun 2007-2008 yaitu sebesar 0,29 persen. Kendala

minimnya informasi dan adopsi teknologi budidaya ubi kayu yang baik dan efisien

diduga mengakibatkan terjadinya permasalahan tersebut. Oleh karena itu penulis

merasa perlu untuk menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu,

menganalisis pendapatan usahatani ubi kayu, serta menganalisis efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi pada usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja.

Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan. Untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kelanjutan

penelitian yang sejenis di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 18 Juli 2011

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan

rahmat-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak Amin Shodiq dan Ibu Hartati, serta adik-adik saya

Yunan dan Ipe, atas kasih saying, doa serta dorongan moral dan material yang

diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penulisan skripsi ini.

3. Tim Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi dosen penguji serta semua ktitik

maupun saran yang diberikan pada ujian sidang penulis.

4. Bapak Ihad dan seluruh petani responden serta staf Desa Pasirlaja yang telah

bersedia meluangkan waktu, memberikan informasi, bantuan dan pengarahan

selama penulis melakukan kegiatan turun lapang.

5. Desi Dwi Purnamasari yang telah memberikan doa dan dukungan kepada

penulis, dalam penulisan skripsi ini.

6. Teman-teman ESL sebimbingan, Yusuf, Fahmi, Anggun, Rini, Agung Wibowo

serta teman-teman ESL Angkatan 44 dan semua pihak yang telah membantu

namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah

(10)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 15

Juni 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Amin

Shodiq dan Hartati. Pada tahun 1996-2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar

di SD Negeri 2 Panggisari. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMP

Negeri 1 Purwareja Klampok, kemudian pada tahun 2004 melanjutkan pendidikan di

SMA Negeri 1 Banjarnegara, dan lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan pendidikan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama di bangku kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi, antara lain

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa tahun 2007 dan Forum Mahasiswa

(11)

xi

2.2.2. Tekstur dan Struktur Tanah……… 12

2.2.3. Bibit………... 12

2.4.1. Penelitian Tentang Analisa Pendapatan Usahatani………… ….. 16

2.4.2. Penelitian Tentang Efesiensi Produksi……….. 17

2.5. Kebaruan Penelitian………... 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN……….…... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis………... 19

3.1.1. Konsep Usahatani……… 19

3.1.3. Konsep Pendapatan Usahatani……… 21

3.1.4. Konsep Pengukuran Keuntungan dengan Revenue Cost Rato 21

3.1.5. Konsep Fungsi Produksi……….. 22

(12)

xii

3.1.7. Konsep Kondisi Return to Scale……….. 25

3.1.8. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi……….… 26

3.2. Kerangka Efisiensi Operasioanal………. .... 28

IV. METODE PENELITIAN………. 32

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian………. 32

4.2. Jenis dan Sumber Data……….… 32

4.3. Metode Pengambilan Contoh……… 32

4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data………. 33

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani………..… 33

4.4.2. Analisis Fungsi Produksi……….. 35

4.4.3. Metode Pengujian Hipotesis……… 38

4.4.3.1. Uji Statistik……….. 38

4.4.3.2. Uji Ekonometrik………... 40

4.3.3.2.1. Uji Normalitas……….. 41

4.3.3.2.2. Uji Heteroskedastisitas………. 41

4.3.3.2.3. Uji Mulitikolinearitas……… 42

4.5. Definisi Operasional………. 43

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN………. 46

5.1. Keadaan Umum dan Geografis……… 47

5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian……… … 47

5.2.1. Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin……… 47

5.2.2. Sebaran Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan……….. 47

5.2.3. Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian……… … 48

5.2.4. Karakteristik Petani Responden……….. 49

5.2.4.1. Umur Petani……….. 49

5.2.4.2. Luas Lahan Garapan………..… 50

5.2.4.3. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden………... 50

5.3. Gambaran Umum Usahatani Ubi Kayu di Desa Pasirlaja………. …. 51

VI. ANALISIS PENERAPAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU BUDIDAYA UBI KAYU………. 54

6.1. Iklim……… 54

6.2. Tekstur dan Struktur Tanah………... 54

6.3. Bibit………. 54

6.4. Pengolahan Tanah………. 55

6.5. Penanaman………. 56

6.6. Pemupukan………. 56

6.7. Pemeliharaan………. 57

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBU KAYU……….. 58

7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi………. 58

(13)

xiii

7.1.2. Saran Produksi Bibit………. 58

7.1.3. Sarana Produksi Pupuk………. 58

7.1.4. Tenaga Kerja………. 59

7.1.5. Alat-alat Pertanian………. 59

7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu……… 60

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU……… 64

8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi………... 64

8.2. Analisis Faktor Produksi………. 65

8.2.1. Luas Lahan……… 65

8.2.2. Bibit……… 66

8.2.3. Pupuk Urea……… 67

8.2.4. Pupuk Kandang……… 67

8.2.5. Penggunaan Tenaga Kerja……… 68

8.3. Analisis Skala Usaha………... 68

8.4. Analisis Efisiensi Ekonomi………. 69

IX. SIMPULAN DAN SARAN………... 73

9.1. Simpulan……….. 73

9.2. Saran………. 73

DAFTAR PUSTAKA………... 75

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia

Tahun 2005-2008 ... 2 2. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan Indonesia

Tahun 2006-2009 ... 3 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu

di Provinsi Jawa Barat, Indonesia Tahun 2006-2009 ... 5 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu

di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Tahun 2006-2009 ... . 6 5. Perkembangan Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu Desa Pasirlaja

dan Kecamatan Sukaraja Tahun 2007-2009……….. . 7 6. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Efisiensi Produksi

dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya ... 18 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia

di Desa Pasirlaja, Tahun 2009 ... 47 8. Sebaran Penduduk Desa Pasirlaja Menurut Pendidikan ... 48 9. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

di DesaPasirlaja, Tahun 2009 ... 48 10.Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur Pada Usahatani

Ubi Kayu di Desa Pasirlaja, Tahun 2011 ... 49 11.Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa

Pasirlaja, Tahun 2011 ... 50 12.Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada

Usahatani Ubi kayu di Desa Pasirlaja, Tahun 2011……….………. 50 13.Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Ubi Kayu

di Desa Pasirlaja, Tahun 2011 ... 51 14.Penyusutan Alat-Alat Pertanian Desa Pasirlaja ... 60 15.Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu

Desa Pasirlaja Tahun 2010 ... 61 16.Nilai VIF Model Cobb-Douglas ... 65 17.Rasio Nilai Produksi Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal

(15)

xv 18.Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi

Ubi Kayu………. 71

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fungsi Produksi Klasik……… 24

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Komoditas Ubi Kayu per Seratus Gram ... 78 2. Produksi Rata-Rata Ubi Kayu di Empat Provinsi Penghasil Ubi Kayu

Terbesar di Indonesia Tahun 2006-2009………. 78 3. Rata-rata Produksi Ubi Kayu di Empat Kabupaten Sentra

2006-2009 ... .. 78 4. Rata-Rata Produksi Ubi Kayu di Lima Desa Penghasil Ubi Kayu Terbesar

di Kecamatan Sukaraja Tahun 2007-2009 ... 79 5. Lampiran 5. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi

Cobb-Douglas Usahatani Ubi Kayu di Desa Pasirlaja………. 80 6. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser……….. 81 7. Data Produksi Usahatani Ubi Kayu

Desa Pasirlaja Tahun 2009……… 82

8. Data Produksi Per Hektar Usahatani Ubi Kayu Desa Pasirlaja

Tahun 2009……… 83

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sektor

utama. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Jumlah

serapan tenaga kerja sektor pertanian paling banyak dibanding sektor lainya, yaitu

42,83 juta orang (39,88 persen) dari 107,41 juta orang angkatan kerja Indonesia

(Badan Pusat Statistik, 2010). Oleh karena itu pertanian menjadi sektor yang amat

penting dari pembangunan ekonomi nasional. Pertanian di Indonesia terbagi dalam

beberapa sub sektor, diantaranya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian

dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan

nasional. Peranan sub sektor tanaman pangan antara lain mewujudkan ketahanan

pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja

dan penerimaan devisa1.

Kontribusi sub sektor tanaman pangan dalam produk domestik bruto sektor

pertanian juga cukup besar. Kontribusi sub sektor tanaman pangan merupakan yang

tertinggi bila dibandingkan dengan kontribusi sub sektor lain. Kontribusi sub sektor

tanaman pangan dalam produk domestik bruto sektor pertanian tahun 2005 hingga

2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa dari tahun 2005 hingga 2008 rata-rata

kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian berada pada urutan

1

Kecukupan Pangan Beras dan Pengembangan Wilayah Setelah Adanya Irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, 11 Mei

(19)

2 pertama. Hal ini ditunjukan oleh rata-rata kontribusi sub sektor tanaman pangan

sebesar 49,53 persen.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2005- 2008

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas sub sektor tanaman pangan yang

potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi komoditas ubi kayu Indonesia

dapat terlihat dari jumlah produksi ubi kayu, yang merupakan produksi tanaman

pangan terbesar kedua setelah padi di Indonesia. Perkembangan produksi tanaman

pangan di Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, dapat dilihat pada

Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, dapat terlihat bahwa dari tahun 2006 sampai dengan

2009, komoditas ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan dengan jumlah

produksi terbesar kedua setelah komoditas padi. Hal ini terlihat dari rata-rata

produksi ubi kayu sebesar 20.942.710 ton. Selain jumlah produksi yang besar, laju

pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu dari tahun 2006 hingga 2009 juga

mengalami peningkatan sebesar 1,29 persen. Meskipun peningkatan laju

(20)

3 dibandingkan komoditas lain, hal itu tetap menunjukan bahwa komoditas ubi kayu

cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2006-2009

Ubi Kayu 19.986,64 19.988,10 21.756,99 22.039,15 20.942,71 1,29 Jagung 11.609,46 13.287,53 16.317,25 17.629,75 14.710,10 7,19 Kedelai 747,61 592,53 775,71 974,51 772,59 3,78 Padi 54.454,94 57.157,44 60.325,93 64.398,89 59.084,30 2,25 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010. (diolah)

Ubi kayu merupakan sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku

industri makanan, kimia dan pakan ternak di Indonesia. Beberapa keunggulan dari

ubikayu antara lain tanaman ini sudah dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh

masyarakat perdesaan sebagai bahan pokok dan cadangan pangan pada musim

paceklik, masyarakat khususnya di perdesaan telah terbiasa mengolah dan

mengkonsumsinya dalam bentuk gatot dan tiwul, nilai kandungan gizinya cukup

tinggi, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan atau lahan yang marjinal dan

beriklim kering. Komoditas ubikayu juga merupakan salah satu komoditas tanaman

pangan yang menghasilkan devisa negara melalui ekspor dalam bentuk gaplek dan

tapioka. Pemanfaatan terbesar ubikayu di Indonesia yaitu untuk bahan pangan

sekitar 58 persen, bahan baku industri 28 persen, ekspor dalam bentuk gaplek

sekitar 8 persen, pakan 2 persen, sedangkan sisanya 4 persen merupakan limbah

pertanian (Direktorat Budidaya Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2010).

(21)

4 tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal

luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.

Daging umbinya berwarna putih atau kekuningan 2

Komoditas ubi kayu memiliki kandungan gizi yang banyak (Direktorat

Budidaya Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2010). Komposisi kimia

komoditas ubi kayu per seratus gram untuk jenis ubi kayu putih dan ubi kayu

kuning dapat dilihat pada Lampiran 1.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil ubi kayu di

Indonesia. Berdasarkan jumlah rata-rata produksi, Provinsi Jawa Barat berada pada

urutan keempat penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia (Lampiran 2).

Perkembangan luas panen, produksi, serta produktivitas komoditas ubi kayu di

Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan produksi di seluruh Indonesia tahun

2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, maka dapat terlihat bahwa laju pertumbuhan rata-rata

kontribusi luas panen ubi kayu Jawa Barat terhadap luas panen ubi kayu Indonesia

dari tahun 2006 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan sebesar 0,66 persen.

Sementara itu laju pertumbuhan rata-rata kontribusi jumlah produksi ubi kayu Jawa

Barat terhadap jumlah produksi ubi kayu Indonesia mengalami penurunan sebesar

2,49 persen. Peningkatan laju pertumbuhan rata-rata kontribusi luas panen serta

penurunan kontribusi jumlah produksi ubi kayu Jawa barat terhadap Indonesia

diikuti oleh penurunan laju pertumbuhan rata-rata kontribusi produktivitas ubi kayu

Jawa Barat terhadap Indonesia, yaitu sebesar 3,11 persen. Laju pertumbuhan rata

2

(22)

5 rata luas panen ubi kayu Jawa Barat tahun 2006 hingga 2009 mengalami penurunan

sebesar 0,78 persen, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata luas panen ubi kayu

Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 1,40 persen. Penurunan laju

pertumbuhan luas panen ubi kayu Jawa Barat dan Indonesia tidak diikuti oleh

penurunan laju pertumbuhan rata-rata produksi. Laju pertumbuhan rata-rata

produksi ubi kayu Jawa Barat dan Indonesia justru mengalami peningkatan, yaitu

masing-masing sebesar 0,80 persen dan 3,39 persen. Penurunan laju pertumbuhan

rata-rata luas panen ubi kayu Jawa Barat dan Indonesia yang diikuti oleh

peningkatan laju pertumbuhan rata-rata produksi terjadi karena adanya peningkatan

laju pertumbuhan rata-rata produktivitas ubi kayu, baik di Jawa Barat maupun di

Indonesia yaitu masing-masing sebesar 1,46 persen dan 4,72 persen.

Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu di Provinsi Jawa Barat, Indonesia Tahun 2006-2009

Tahun

Luas Panen (000 ha) Produksi (000 ton) Produktivitas (ku/ha)

Jawa Keterangan : % = Kontribusi Jawa Barat Terhadap Indonesia, growth = laju pertumbuhan rata-rata Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu di

Provinsi Jawa Barat.Penentuan Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi ubi kayu

di Jawa Barat didasarkan pada rata-rata produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor bila

dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Jawa Barat, dimana

Kabupaten Bogor menempati urutan ketiga penghasil ubi kayu terbesar di Provinsi

Jawa Barat dari tahun 2005 sampai dengan 2008 (Lampiran 3). Penentuan

(23)

6 perbandingan luas panen serta produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor dibandingkan

dengan Provinsi Jawa Barat. Perkembangan luas panen serta produksi ubi kayu di

Kabupaten Bogor dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Tahun 2006-2009

Tahun

Luas Panen (ha) Produksi (ton) Kab.Bogor Jawa Keterangan : growth = Laju Pertumbuhan Rata-Rata

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2009 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4, maka dapat terlihat bahwa laju pertumbuhan rata-rata

produksi ubi kayu Jawa Barat tahun 2006 hingga 2009 mengalami penurunan

sebesar 5,96 persen. Laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu di Kabupaten

Bogor dari tahun 2006 hingga 2009 juga mengalami penurunan sebesar 4,58

persen. Penurunan yang terjadi pada produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor alam (iklim), waktu panen

(delay), harga di tingkat petani, dan sebagainya (Utami, 2006).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten

Bogor, diketahui bahwa salah satu desa penghasil ubi kayu terbesar di Kabupaten

Bogor adalah Desa Pasirlaja (Lampiran 4). Perkembangan produksi ubi kayu di

Desa Pasirlaja dan Kecamatan Sukaraja dari tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat

pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa selama kurun waktu 2007 hingga

2009, terjadi penurunan laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu di Desa

(24)

7

Keterangan: growth = Laju Pertumbuhan Rata-Rata Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)

ubi kayu di Kecamatan Sukaraja juga mengalami penurunan yaitu sebesar 7,23

persen. Desa Pasirlaja terletak di Kecamatan Sukaraja. Di desa ini terdapat banyak

pabrik olahan ubi kayu. Pabrik olahan ubi kayu merupakan pasar yang jelas bagi

petani untuk menjual hasil panennya. Setelah dipanen, ubi kayu bisa langsung di

jual ke pabrik. Kejelasan pasar merupakan faktor pendorong utama desa ini untuk

menghasilkan ubi kayu dalam jumlah besar. Selain jumlah produksi yang besar,

petani di desa ini juga menjadikan ubi kayu sebagai tanaman utama. Sepanjang

tahun, petani hanya menanam ubi kayu, tanpa diselingi dengan tanaman lain.

Karena berbagai alasan tersebut Desa Pasirlaja dipilih sebagai lokasi penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja memiliki prospek yang cukup menjan-

jikan. Berdasarkan hasil wawancara awal ke petani pada pra survey penelitian,

diketahui bahwa permintaan terhadap ubi kayu di Desa Pasirlaja terus mengalami

peningkatan. Permintaan ini berasal dari pabrik-pabrik pengolahan ubi kayu yang

juga berada di desa ini. Jika dikelola dengan baik, usahatani ubi kayu di Desa

Pasirlaja bisa mendatangkan keuntungan bagi petani. Namun, petani ubi kayu di

Desa Pasirlaja menghadapi permasalahan berupa menurunnya laju pertumbuhan

(25)

8 persen. Kendala minimnya informasi dan adopsi teknologi budidaya ubi kayu yang

baik dan efisien diduga mengakibatkan terjadinya permasalahan tersebut. Selain

itu, penambahan kawasan pemukiman yang mengakibatkan lahan ubi kayu

semakin sempit juga menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan laju

pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu pada tahun 2007 s/d 2009.

Pada penelitian ini, permasalahan yang dihadapi petani Desa Pasirlaja

ditinjau dalam dua aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek pendapatan

usahatani dan aspek efisiensi. Peninjauan dari kedua aspek tersebut dilakukan agar

kendala-kendala yang dihadapi petani dapat diketahui secara empiris. Peninjauan

terhadap aspek pendapatan usahatani dilakukan karena pendapatan yang diperoleh

petani bergantung pada kualitas penggunaan input dan jumlah biaya yang

digunakan dalam proses produksi. Peninjauan terhadap aspek efisiensi juga

dilakukan karena permasalahan yang terjadi diduga diakibatkan oleh kurang

efisiennya penggunaan input dalam usahatani.

Usahatani yang dilakukan dengan metode yang baik dan efisien akan

mendatangkan keuntungan yang optimal. Usahatani dikatakan baik apabila sesuai

dengan standar pertanian yang ideal baik terkait pemilihan bibit, jenis tanah, suhu,

pemupukan, dan sebagainya, sedangkan usahatani dikatakan efisien apabila faktor

produksi digunakan pada tingkat optimal. Selain efisiensi penggunaan faktor-faktor

produksi, kondisi return to scale juga perlu dianalisis. Kondisi return to scale pada

usahatani menentukan besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah :

(26)

9 2. Bagaimana pendapatan petani dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja?

3. Apakah faktor-faktor produksi dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja sudah

digunakan secara efisien?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu (POB) usahatani ubi kayu

di Desa Pasirlaja.

2. Menganalisis pendapatan petani dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja.

3. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di

Desa Pasirlaja.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, baik bagi peneliti maupun

pihak-pihak terkait. Tujuan penelitian ini antara lain;

1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengaplikasikan ilmu yang telah

didapatkan dari kegiatan perkuliahan.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan yaitu petani ubi kayu di Desa Pasirlaja dan

petani ubi kayu di daerah lain, pemerintah, serta perguruan tinggi.

3. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dalam

pengambilan keputusan usaha, demi tercapainya usahatani yang lebih

menguntungkan.

4. Bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Bogor, penelitian

(27)

10 pengembangan usahatani ubi kayu di Kecamatan Sukaraja khususnya, serta

Kabupaten Bogor pada umumnya.

5. Bagi perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan bisa menjadi pembanding dan

sumber informasi bagi kegiatan penelitian selanjutnya mengenai pertanian ubi

kayu.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian mencakup tentang analisis efisiensi produksi serta

analisis pendapatan usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja,

Kabupaten Bogor.

1. Penelitian yang dilaksanakan didasarkan pada data musim tanam tahun 2009.

2. Usahatani ubi kayu yang diteliti adalah usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja,

Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.

3. Penelitian dilaksanakan di Desa Pasirlaja, dimana pertanian ubi kayu di desa ini

tidak sepenuhnya sesuai dengan pedoman usahatani ubi kayu. Ketidaksesuaian

terletak pada penggunaan pupuk, pola penanaman serta struktur dan tekstur

(28)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis Ubi Kayu

Ubi kayu juga dikenal sebagai ketela pohon atau singkong. Tanaman ini

merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.

Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya

sebagai sayuran. Ubi kayu merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan

fisik rata-rata bergaris tengah 2 sampai 3 cm dan panjang 50 sampai 80 cm,

tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau

kekuning-kuningan (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 2005). Ubi kayu

termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di

daerah sub tropis. Adapun klasifikasi ubi kayu adalah sebagai berikut (Direktorat

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2010);

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi :Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculentas CRANTZ

2.2. Pedoman Usahatani Ubi Kayu

Usahatani ubi kayu relatif mudah bila dibandingkan dengan jenis tanaman

(29)

12 usahatani ubi kayu berjalan dengan baik. Pedoman usahatani ubi kayu dalam

antara lain (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 2005):

2.2.1. Iklim

Faktor iklim harus diperhatikan dalam pertanian ubi kayu. Curah hujan

yang baik untuk bertanam ubi kayu adalah 750 sampai 1.000 mm/thn. Tinggi

tempat untuk bertanam adalah 0 sampai 1.500 m dpl dengan suhu 25 derajat

Celsius sampai 28 derajat Celsius.

2.2.2. Tekstur dan Struktur Tanah

Selain faktor iklim, keadaan tanah juga perlu diperhatikan. Tekstur tanah

yang baik untuk bertanam ubi kayu adalah tanah berpasir hingga tanah liat. Ubi

kayu juga dapat tumbuh baik pada tanah lempung. Struktur tanah untuk bertanam

sebaiknya tanah gembur. Tingkat Ph tanah ideal berada pada 4,5 hingga 8, atau

optimalnya sampai dengan angka 5,8.

2.2.3. Bibit

Guna mendapatkan ubi kayu dengan kualitas yang baik, harus dilakukan

pemilihan bibit yang baik pula. Bibit ubi kayu yang baik berasal dari tanaman

induk yang memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah tingkat

produksi ubi kayu tinggi, kadar tepung tinggi, umur genjah (7 sampai 9 bulan),

memiliki rasa yang enak, serta tahan terhadap hama dan penyakit. Ubi kayu

ditanam dari stek batang yang juga harus memenuhi syarat. Syarat stek batang ubi

kayu yang siap ditanam adalah sebagai berikut:

1. Ubi kayu telah berumur 7-12 bulan, diameter 2,5-3 cm; telah berkayu, lurus dan

(30)

13 2. Panjang stek 20-25 cm, bagian pangkal diruncingkan, agar memudahkan

penanaman, kulit stek sebaiknya tidak terkelupas, terutama pada bakal tunas

3. Bagian batang ubi kayu yang tidak dapat digunakan untuk ditanam adalah 15

sampai 20 cm pada bagian pangkal batang dan 20 sampai 25 cm pada bagian

ujung atau pucuk tanaman

2.2.4. Pengolahan Tanah

Tanah yang akan digunakan untuk tempat penanaman ubi kayu harus

disiapkan dengan baik. Waktu pengolahan tanah sebaiknya pada saat tanah tidak

dalam keadaan becek atau berair, agar struktur tanah tidak rusak. Pengolahan tanah

bertujuan untuk menjaga agar tanah menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar

dan umbi berkembang dengan baik. Cara pengolahan tanah untuk penanaman ubi

kayu adalah sebagai berikut:

1. Tanah ringan atau gembur: tanah dibajak atau dicangkul 1 sampai 2 kali sedalam

kurang lebih 20 cm, diratakan langsung ditanami.

2. Tanah berat dan berair: tanah dibajak atau dicangkul 1 sampai 2 kali sedalam

kurang lebih 20 cm, dibuat bedengan-bedengan atau guludan juga dibuat saluran

drainase, kemudian tanah baru dapat ditanami.

2.2.5. Penanaman

Pedoman usahatani ubi kayu selanjutnya adalah teknik bertanam yang

tepat. Penanaman ubi kayu dapat dilakukan setelah bibit dan tanah disiapkan.

Waktu yang baik untuk penanaman adalah pada permulaan musim hujan. Hal ini

disebabkan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu

umur 4 sampai 5 bulan, selanjutnya kebutuhan akan air relatif lebih sedikit. Guna

(31)

14 diperhatikan jarak tanam. Jarak tanam ideal tanaman ubi kayu secara monokultur

adalah 100 x 100 cm; 100 x 60 dan 100 x 40, sedangkan jarak tanam ideal ubi kayu

pola tumpang sari adalah 200 x 60 cm untuk ubi kayu dengan kacang tanah, serta

100 x 60 cm untuk ubi kayu dengan jagung. Cara menanam ubi kayu dianjurkan

stek tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan

kedalaman stek 10-15 cm.

2.2.6. Pemupukan

Guna mencapai hasil yang tinggi, tanaman ubi kayu perlu diberi pupuk

organik (pupuk kandang, kompos dan pupuk hijau) dan pupuk non organik (Urea,

TSP, KCl). Pupuk organik sebaiknya diberikan bersamaan dengan pengolahan

tanah. Tujuan utama pemberian pupuk ini adalah untuk memperbaiki struktur

tanah. Pupuk non organik diberikan tergantung tingkat kesuburan tanah. Umumnya

dosis pupuk non organik anjuran untuk tanaman ubi kayu adalah: Urea : 200-250

kg/ha, TSP: 100 kg/ha, KCl: 150 kg/ ha, sedangkan cara pemberian pupuk adalah

sebagai berikut :

1. Pupuk dasar : 1/3 bagian dosis Urea, KCl, dan seluruh dosis TSP diberikan pada

saat tanam

2. Pupuk susulan : 2/3 bagian dari dosis Urea dan KCl diberikan pada saat tanaman

berumur 3-4 bulan

2.2.7. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang

sehat, baik, seragam dan memperoleh hasil yang tinggi. Pemeliharaan ubi kayu

(32)

15

2.2.7.1. Penyulaman

Apabila ada tanaman ubi kayu yang mati atau tumbuh sangat merana harus

segera dilakukan penyulaman. Waktu untuk penyulaman paling lambat lima

minggu setelah tanam.

2.2.7.2. Penyiangan (ngored) dan Pembumbunan (mencug)

Penyiangan dilakukan apabila sudah mulai tampak adanya gulma (tanaman

pengganggu). Penyiangan kedua dilakukan pada saat ubi kayu berumur 2 sampai 3

bulan sekaligus dengan melakukan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk

memperbaiki struktur tanah sehingga ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna,

memperkokoh tanaman supaya tidak rebah.

2.2.7.3. Pembuangan Tunas

` Tunas yang terlalu banyak akan mengganggu pertumbuhan ubi kayu. Oleh

karena itu perlu dilakukan pembuangan tunas. Pembuangan tunas dilakukan pada

saat tanaman berumur 1 sampai 1,5 bulan, apabila dalam satu tanaman tumbuh

lebih dari dua tunas.

2.2.7.4. Hama dan Penyakit

Hama penting bagi tanaman ubi kayu adalah tungau daun merah dan

kumbang, sedangkan penyakit yang sering menyerang ubi kayu adalah layu bakteri

dan bercak daun. Guna mengendalikan serangan hama dan penyakit pada tanaman

ubi kayu dilakukan beberapa hal, antara lain; sanitasi lapang setelah panen

(membakar sisa tanaman), menggunakan bibit yang sehat dari varietas tahan

penyakit, pengolahan tanah secara sempurna, serta pergiliran tanaman dengan

(33)

16

2.3. Produk Olahan Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan jenis bahan makanan yang memiliki rasa yang enak,

mudah diolah, serta awet. Oleh karena itu, ubi kayu bisa diolah menjadi berbagai

macam produk olahan. Produk olahan ubi kayu diantaranya adalah tepung tapioka,

peuyeum, kripik, tape, donat, tiwul dan sebagainya. Tepung tapioka telah banyak

dimanfaatkan untuk bahan makanan, antara lain bermacam gorengan dan kue.

Peuyeum dan tape dibuat dari ubi kayu yang dikukus, kemudian diberi ragi,

makanan ini memiliki rasa asam manis. Produk olahan ubi kayu yang paling

terkenal adalah kripik ubi kayu, yang dibuat dengan cara dipotong-potong,

dikeringkan, lalu digoreng. Tiwul dibuat dengan cara menjemur ubi kayu yang

telah dikupas, untuk kemudian direbus, sedangkan donat terbuat dari ubi kayu yang

telah dihaluskan dan dikukus.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani

telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang analisis pendapatan dan

efisiensi produksi usahatani ubi kayu khusus Kabupaten Bogor belum pernah

dilakukan sebelumnya. Terdapat berbagai penelitian sebelumnya yang membahas

analisis yang sama namun dengan komoditas yang berbeda.

2.4.1. Penelitian tentang Analisis Pendapatan Usahatani

Hendrawanto (2008) melakukan penelitian tentang efisiensi usahatani cabai

merah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usahatani cabai merah di

Kabupaten Bogor sudah efisien dan menguntungkan. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan diambil dari pendapatan petani

(34)

17 digunakan. Efisiensi usahatani juga diketahui melalui R/C ratio berdasarkan biaya

tunai dan biaya total yang lebih besar dari satu yaitu masing-masing sebesar 2,59

dan 1,59. Berdasarkan nilai R/C ratio yang lebih dari 1, maka usahatani telah

efisien. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah 30 orang, dipilih

dengan teknik snowball sampling.

2.4.2. Penelitian tentang Efisiensi Produksi

Sumiyati (2006) dalam penelitian berjudul “Analisis Pendapatan dan

Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di

Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur” mengemukakan bahwa penggunaan

faktor-faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama

dengan satu. Rasio NPM dan BKM dari lahan adalah 7,99; bibit sebesar 1,23;

pupuk TSP sebesar -0,59; pupuk Urea sebesar 5,96; pupuk KCl sebesar 5,19;

pupuk kandang sebesar 7,28; obat cair sebesar -4,85; obat padat sebesar 23,35;

tenaga kerja pria sebesar 1,38 dan tenaga kerja wanita sebesar 12,10. Jumlah

rersponden yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 orang dari jumlah

keseluruhan petani di lokasi penelitian.

2.5. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki kesamaan dan juga kebaruan dibandingkan penelitian

Hendrawanto (2008) dan Sumiyati (2006). Persamaan penelitian ini dengan

penelitian Hendrawanto (2008) yaitu dalam penggunaan metode analisis

pendapatan, sedangkan perbedaanya terletak pada rumusan masalah, dimana

penelitian ini juga mengkaji masalah penerapan pedoman usahatani ubi kayu

dalam usahatani. Perbedaan lain terletak pada pemilihan lokasi dan jenis komoditas

(35)

18 (2006) yaitu dalam metode analisis serta teori yang digunakan dalam pengukuran

efisiensi penggunaan faktor produksi. Perbedaan antara penelitian ini dengan

penelitian Sumiyati (2006) adalah dalam hal pemilihan jenis komoditas dan lokasi

penelitian. Penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal perumusan masalah.

Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani,

sedangkan penelitian Sumiyati (2006) tidak mengkaji hal tersebut.

Penelitian terdahulu menjadi masukan untuk kesempurnaan penelitian ini.

Tabel 6 berikut menunujukan persamaan dan perbedaan antara penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya.

Tabel 6. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan

1. Hendrawanto (2008) Metode analisis pendapatan 2. Sumiyati (2006) Metode analisis

(36)

19

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan

digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain, konsep usahatani, konsep biaya dan pendapatan, fungsi produksi,

elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

serta konsep pengukuran keuntungan.

3.1.1. Konsep Usahatani

Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam,

tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian

(Hernanto, 1996). Usahatani terdiri dari empat unsur pokok yaitu tanah, tenaga

kerja, modal, serta pengelolaan. Menurut Soekartawi (1990), usahatani memiliki

dua tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya.

Memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya

dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan

maksimum, sedangkan konsep meminimisasi biaya berarti bagaimana menekan

biaya produksi pada tingkat sekecil-kecilnya dalam suatu proses produksi. Biaya

produksi merupakan korbanan yang dikeluarkan selama proses produksi, yang

semula fisik, kemudian diberikan nilai rupiah (Hernanto, 1996).

3.1.2. Biaya Usahatani

Menurut Hafsah (2003), biaya produksi sering pula disebut dengan biaya

usahatani. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk

menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Biaya dapat dibedakan

(37)

20

3.1.2.1.Biaya Tetap

Biaya tetap ialah biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa

produksi. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah output yang

diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen

biaya tetap antara lain; pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, pemeliharaan tenaga

ternak, pemeliharaan traktor, biaya kredit atau pinjaman dan lain sebagainya.

3.1.2.2. Biaya Variabel

Biaya variabel atau biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya tergantung pada

skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain; pupuk, benih atau bibit,

pestisida, upah tenaga kerja, biaya pemanenan, pengolahan tanah.

3.1.2.3. Biaya Tunai

Biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya. Biaya

tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air, sedangkan biaya tunai

dari biaya variabel antara lain biaya pemakaian bibit atau benih, pupuk, pestisida

dan tenaga luar keluarga.

3.1.2.4. Biaya Tidak Tunai

Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh

petani dalam menjalankan usahataninya, namun ikut diperhitungkan. Biaya tidak

tunai dari biaya tetap antara lain biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan

alat-alat pertanian, bunga kredit bank dan sebagainya, sedangkan biaya tidak tunai dari

biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam

pengolahan tanah dan pemanenan, serta jumlah pupuk kandang yang dipakai.

Selain empat klasifikasi tersebut, dikenal pula biaya langsung dan biaya tidak

(38)

21 proses produksi (actual cost), sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya

penyusutan dan lain sebagainya.

3.1.3. Konsep Pendapatan Usahatani

Hernanto (1996) mengemukakan bahwa kegiatan usahatani pada akhirnya

akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi

atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Konsep ini disebut

pendapatan usahatani. Pendapatan yang diperoleh petani perlu dianalisis. Menurut

Soeharjo dan Patong (1973), setidaknya ada dua tujuan utama dari analisis

pendapatan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan

usaha, serta menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau

tindakan. Analisis pendapatan menggambarkan berhasil atau tidaknya suatu

kegiatan usahatani.

3.1.4. Konsep Pengukuran Keuntungan dengan Revenue Cost Ratio

Penerimaan besar yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tidak selalu

diikuti dengan keuntungan yang tinggi (Soeharjo dan Patong, 1973). Setelah

penerimaan dianalisis, pengukuran keuntungan juga perlu dilakukan. Salah satu

metode pengukuran keuntungan adalah dengan Revenue Cost Ratio atau R/C Ratio.

Revenue per CostRatio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan

pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan

yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

penerimaan tersebut, sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya

yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.

3.1.5. Konsep Fungsi Produksi

(39)

22 fungsi produksi (Colman dan Young, 1989). Fungsi produksi menggambarkan

tingkat penggunaan input yang akan digunakan untuk proses produksi. Secara

matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f(X1, X2, X3,....Xn)...(3.1)

Dimana:

Y = output

X1, X2, X3...Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi

Persamaan tersebut menggambarkan bahwa Y adalah produk (output) yang

dihasilkan dari kegiatan produksi, sedangkan X1, X2, X3 dan seterusnya

merupakan faktor produksi (input) yang digunakan dalam proses produksi (Colman

dan Young, 1989). Faktor produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi

umumnya berjumlah lebih dari satu.

Fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu The Law

of Diminishing Return. Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus

menerus ditambahkan sementara faktor produksi lain tetap maka tambahan jumlah

produksi per satu satuan akan semakin berkurang (Colman dan Young, 1989).

Guna mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, diguna

kan Produk Marjinal (PM) dan Produk Rata-Rata (PR) sebagai tolak ukur

(Soekartawi, 2002). Produk Marjinal diartikan sebagai tambahan satu satuan input

X yang menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output, Y.

Produk rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi (Soekartawi, 2002).

Secara matematis produk marjinal dan produk rata-rata dapat digambarkan sebagai

berikut:

(40)

23 Produk Rata-rata (PR): y/xi………..…………...(3.3)

dimana :

δy: Perubahan jumlah output yang diproduksi

δxi: Perubahan jumlah input yang digunakan.

y : jumlah output

xi : jumlah input ke-i

3.1.6. Konsep Elastisitas Produksi

Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai

akibat dari presentase perubahan input (Soekartawi, 2002). Elastisitas produksi

digunakan untuk mengukur efisiensi. Secara matematis persamaan elastisitas

produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :

Ep = (δy/y)/(δxi/xi) = δy/δxi* xi/y = PM/PR…………..…....……(3.4)

dimana :

Ep = elastisitas produksi δy = perubahan output

δxi = perubahan input ke-i

y = jumlah output

xi = jumlah input ke-i

Doll dan Orazem (1984) menjelaskan bahwa berdasarkan nilai elastisitas,

(41)

24 Gambar 1. Fungsi Produksi Klasik

Daerah produksi I menggambarkan nilai Produk Marjinal (PM) lebih besar

dari Produk rata-rata (PR). Nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti

bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan

penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih

belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan

faktor produksi dalam jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu daerah produksi

(42)

25 Pada daerah II, Produk Marginal menurun lebih kecil dari Produk Rata-rata,

namun besarnya masih lebih besar dari nol. Nilai elastisitas produksi pada daerah

ini bernilai antara nol dan satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi

sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu

persen dan paling rendah nol. Penggunaan faktor produksi pada tingkat tertentu

dalam daerah ini akan dicapai keuntungan maksimum. Daerah ini disebut daerah

yang rasional.

Pada Daerah III, Produk Marjinal bernilai negatif. Daerah ini mempunyai

nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan

faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan.

Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang tidak

efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.

3.1.7. Konsep Kondisi Return to Scale

Kondisi Return to Scale (RTS) diketahui untuk melihat apakah kegiatan

dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau

decreasing return to scale (Soekartawi, 2002). Ada tiga alternatif yang dapat

terjadi, yaitu:

1. Jika ∑bi > 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi increasing return to

scale, artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan

tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2. Jika ∑bi < 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi decreasing return to

scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi

(43)

26 3. Jika ∑bi = 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi constant return to

scale, artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan

penambahan produksi yang diperoleh.

3.1.8. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Efisiensi ekonomi mengacu pada penggunaan input yang memaksimumkan

tujuan individu maupun sosial (Doll dan Orazem, 1984). Menurut Doll dan Orazem

(1984), terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi ekonomi

yaitu syarat keharusan (neccesary condition) dan syarat kecukupan (sufficient

condition). Syarat keharusan (neccesary codition) bagi penentuan efisiensi dan

tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan

hasil produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat ini dipenuhi

jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya

bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Penggunaan faktor produksi pada tingkat

tertentu di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sedangkan syarat

kecukupan (sufficient condition) dipenuhi apabila nilai produk marjinal (NPM)

sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM).

Doll dan Orazem (1984) menerangkan bahwa usahatani akan mencapai

efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan maksimum. Syarat untuk mencapai

keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap

masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Fungsi keuntungan yang

diperoleh usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut :

………(3.5)

(44)

27 π = Pendapatan Usahatani

i = 1,2,3,...,n

Pxi = Harga pembelian faktor produksi ke-i

xi = Jumlah Pemakaian faktor produksi ke-i

BTT = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)

Py = Harga per unit produksi

Y = Hasil Produksi

Oleh karena itu, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan

maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah:

………(3.6)

………(3.7)

Persamaan tersebut menggambarkan bahwa tingkat penggunaan faktor

produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor

produksi ke-i dan jumlah output yang dihasilkan. secara matematis dinyatakan

sebagai berikut:

Xi = f (Py, Px, Y)……….(3.8)

Dengan mengetahui sebagai Produk Marjinal (PMxi) faktor produksi ke-i, maka

persamaan diatas menjadi :

Py.PMx = Pxi………(3.9)

Menurut prinsip keseimbangan marjinal, bahwa untuk mencapai

keuntungan maksium, tambahan nilai produksi akibat adanya tambahan

(45)

28 yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi ke-i tersebut (Pxi). Pada saat

inilah keuntungan maksimum akan tercapai. Py.PMxi disebut sebagai NPM (nilai

produk marjinal), sedangkan Pxi disebut sebagai BKM (biaya korbanan marjinal).

Secara matematis, syarat tercapainya keuntungan maksimum dapat dituliskan

sebagai berikut:

………..(3.10)

Keterangan:

NPMxi = Nilai Produk Marjinal factor produksi ke-i

BKMxi = Biaya Korbanan Marjinal (BKM) faktor produksi ke-i

Secara umum, keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor produksi

akan diperoleh pada saat:

………(3.11)

Rasio NPM dengan BKM menggambarkan sejauh mana penggunaan faktor

produksi telah melampaui batas optimal. Rasio NPM dengan BKM yang kurang

dari satu, menunjukan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal.

Pada kondisi ini, setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan

penerimaannya. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor

produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM

dengan BKM lebih besar dari satu, berarti kondisi optimum belum tercapai, karena

tambahan penerimaan akan lebih besar dari tambahan biaya sehingga produsen

yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai

(46)

29

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas sub sektor tanaman pangan yang

potensial untuk dikembangkan. Selain bergizi tinggi, tanaman ini juga telah

dikenal dengan baik oleh masyarakat. Kabupaten Bogor, khususnya Desa Pasirlaja,

merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu. Hal ini terlihat dari jumlah

produksi, dan luas panen ubi kayu Desa Pasirlaja yang merupakan salah satu yang

terbesar bila dibandingkan desa-desa lain di Kabupaten Bogor.

Usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja memiliki prospek yang cerah apabila

dikelola secara baik dan efisien. Berdasarkan identifikasi peneliti, pertanian ubi

kayu Desa Pasirlaja menghadapi permasalahan menurunya laju pertumbuan

rata-rata produksi ubi kayu selama kurun waktu tahun 2007 hingga 2009. Permasalahan

tersebut terjadi diduga karena kurangnya informasi mengenai metode pertanian ubi

kayu yang baik dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian di desa ini

mengenai analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani ubi kayu,

analisis efisiensi produksi serta analisis pendapatan agar pendapatan dan efisiensi

produksi ubi kayu bisa diketahui, dan petani bisa manjalankan usahatani secara

efisien.

Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi kayu adalah luas

lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, dan tenaga kerja. Analisis yang dilakukan meliputi analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, pendapatan usahatani,

dan analisis efisiensi produksi. Analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu

dilakukan dengan membandingkan antara pedoman usahatani ubi kayu dengan

kondisi aktual di desa penelitian. Analisis pendapatan usahatani meliputi

(47)

30

Keterangan : : Rekomendasi Sumber: Penulis (2011)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Laju Pertumbuhan Rata-Rata Produksi Ubi Kayu di Desa Pasirlaja dari tahun 2007-2009 Mengalami

Penurunan

Faktor-faktor produksi yang berpengaruh: luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang,

tenaga kerja.

Analisis pendapatan usahatani : Analisis Pendapatan

dengan R/C rasio

Efisiensi usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi : Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi

Cobb-Douglas

Analisis Penerapan Prosedur Operasional

Baku Usahatani Ubi Kayu

(48)

31 Analisis efiiensi penggunaan faktor produksi menggunakan fungsi produksi

Cobb-douglas. Variabel yang diestimasi berupa data penggunaan faktor-faktor

produksi yang meliputi luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, serta tenaga

kerja. Selanjutnya, dilakukan pengujian terhadap model yang telah diperoleh.

Kriteria pengujian fungsi produksi didasarkan pada beberapa kriteria, antara

lain dilihat dari R-square, banyaknya variabel yang nyata, goodness of fit, dan

kesesuaian dengan asumsi OLS. Dengan menggunakan fungsi produksi tersebut,

dilakukan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan skala usaha.

Kerangka pemikiran operasional tersebut dapat diringkas seperti yang terlihat pada

(49)

32

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

dengan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, yang

menunjukan bahwa Desa Pasirlaja merupakan salah satu desa penghasil ubi kayu

terbesar di Kabupaten Bogor. Kegiatan pengambilan data kurang lebih dilakukan

selama dua bulan, yaitu pada bulan Februari hingga Maret tahun 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan

pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah

disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum

mengenai petani dan pertanian ubi kayu secara umum, data penggunaan sarana

produksi, biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu musim tanam, data

penerimaan usaha serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data

sekunder diperoleh dari literatur, baik buku, jurnal, situs internet, maupun dari

instansi-instansi terkait, seperti BPS Pusat, BPS Kabupaten Bogor, Departemen

Pertanian, dan beberapa instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

4.3. Metode Pengambilan Contoh

Pemilihan responden dilakukan dengan metode Simple Random Sampling.

Kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam ubi kayu pada satu musim

tanam. Berdasarkan jumlah petani yang seluruhnya berjumlah 100 orang, lalu

(50)

33 dilakukan dengan pertimbangan bahwa karakteristik petani tidak terlalu beragam,

sehingga jumlah 30 orang responden dianggap mewakili.

4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum

usahatani ubi kayu serta penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani ubi

kayu, sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani dan

analisis efisiensi produksi. Tahap analisis data yang digunakan adalah dengan

transfer data, editing serta pengolahan data menggunakan Software Micrrosoft

Excel dan E-Views serta alat hitung kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap

interpretasi data.

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Penerimaan total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan

dalam proses produksi, sedangkan pendapatan adalah selisih antara total

penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi et al, 1986). Secara matematis,

penerimaan total, biaya dan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = P*Q……….……. (4.1)

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan………...…(4.2)

atas biaya tunai = TR - biaya tunai………..…...(4.3)

π atas biaya total = TR – TC………(4.4)

Keterangan:

TR : total penerimaan usahatani (Rp)

(51)

34 P : harga output (Rp)

Q : jumlah output (kg)

Pendapatan petani ubi kayu dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua,

yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas

biaya tunai adalah pendapatan berdasarkan biaya yang yang benar-benar

dikeluarkan oleh petani (explisit cost), sedangkan pendapatan atas biaya total

adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan input milik keluarga

sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

π = NP – BT –BD………..(4.5)

dimana:

π = Pendapatan (Rp)

NP = nilai produksi, hasil kali jumlah fisik produk dengan harganya (Rp)

BT = biaya tunai (Rp)

BD = biaya diperhitungkan (Rp)

Biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam

usahataninya, sedangkan biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai adalah biaya

yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usahataninya,

namun ikut diperhitungkan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan

membagi selisih antara nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai.

Metode yang digunakan dalam perhitungan penyusutan alat-alat pertanian adalah

metode garis lurus. Alasan penggunaan metode ini adalah karena jumlah

penyusutan alat tiap tahun diasumsikan sama dan tidak laku untuk dijual kembali.

Rumus biaya penyusutan adalah sebagai berikut:

Gambar

Tabel 6 berikut menunujukan persamaan dan perbedaan antara penelitian ini
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 2.
Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia di Desa Pasirlaja,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data tentang bentuk, fungsi dan, makna numeralia BMDKH, dapat disimpulkan bahwa bentuk numeralia bahasa Melayu dialek Kapuas Hulu khususnya

Sumatera Utara khususnya Kota Medan memiliki jumlah surat kabar lokal yang banyak seperti Harian WASPADA, Tribun Medan, Analisa, Medan Bisnis, Sinar.. Universitas

42 Appendix 2 Data Analysis of Cultural Words and Translation

Untuk mendapatkan nilai bagus dari suatu pekerjaan dan bisa menang dalam lomba ilmiah, serta bisa mempelajari segala sesuatu yang baru dalam ilmu pengetahuan, mungkin sebagian

Salah satu cara yang ia lakukan adalah memotivasi seluruh karyawan untuk jauh lebih baik dalam bekerja sehingga prestasi yang pernah dicapai akan terus meningkat, dengan kata

Effect of Accounting Information Systems, Monitoring Work and Work Discipline on Individual Performance of Bakti Timah Hospital in Pangkalpinang.. This study aims to

Untuk mengetahui tingkat kekuatan genggaman tangan yang menunjukan tingkat kelelahan otot tangan dengan menggunakan alat Hydraulic Hand Dynamometer , yaitu berupa

Instrumen penilaian tertulis memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang dikatagorikan tinggi, taraf kemudahan soal yang terdiri dari 40% soal mudah dan 60%