• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PERHITUNGAN EKONOMI KEJADIAN

CAMPYLOBACTERIOSIS PADA PETERNAKAN AYAM

BROILER DENGAN PENGOBATAN MENGGUNAKAN

ANTIBIOTIKA (STUDI EKSPERIMENTAL)

IIN NURAENI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

Iin Nuraeni

(3)

Antibiotics Treatment (Experimental Study). Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and HERWIN PISESTYANI.

Economic losses due to the incidence of the disease was important to know, especially for bacterial infection that the clinical symptoms not seem like

Campylobacter. This study was aimed to quantify and determine the economic losses due to campylobacteriosis in poultry through experimental studies, as well as knowing the type of antibiotic that effectively overcome the incidence of campylobacteriosis. A total of 130 chicken were divided into 13 flock and get a different treatment (a) treatment group include 10 flock and each flock content of 10 chicken; (b) positive control group include 2 flock and each flock content of 2 chicken; (c) negative control group include 1 flock that content 10 chicken. The treatment that given include infection of C. jejuni from Kudus and Demak each 5 flock; and treatment with antibiotic ciprofloxacin, tetracycline, chloramphenicol, erythromycin, and amoxicillin. The economic count through multiply the different of feed conversion rate (FCR) from control (-) and FCR from the other groups with cost of feed. Body weight and body weight gain in the control (+) lower than the control (-). FCR values of Kudus greater (1.46) than Demak (1.19). In the group of chicken infected C. jejuni from Kudus, additional feed costs incurred to form 1 kg of body weight in the control (+) is IDR 2 560.43, while the group treated with amoxicillin only IDR 250.81. In the group of chicken infected

C. jejuni from Demak, additional feed costs incurred to form 1 kg of body weight in the control (+) is IDR 988.92, while the erythromycin-treated group only IDR 408.38. Amoxicillin was most beneficial for treating infections C. jejuni from Kudus. Erythromycin was most beneficial for treating infections C. jejuni from Demak.

(4)

IIN NURAENI. Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental). Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan HERWIN PISESTYANI.

Kerugian ekonomi akibat suatu kejadian penyakit penting diketahui terutama untuk infeksi bakteri yang gejala klinisnya tidak tampak seperti

Campylobacter sehingga kejadiannya sering diabaikan. Campylobacter jejuni

adalah mikroorganisme yang paling banyak ditemukan pada ayam yaitu pada saluran pencernaan serta pada karkasnya Di Indonesia cemaran C. jejuni cukup tinggi dan sejauh ini belum diketahui kerugian ekonomi pada peternakan ayam yang terkena campylobacteriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerugian ekonomi akibat campylobacteriosis di peternakan ayam broiler yang dilakukan melalui studi eksperimental, serta mengetahui jenis antibiotika yang efektif mengatasi kejadian campylobacteriosis.

Sebanyak 130 ekor ayam dibagi ke dalam 13 kandang dan mendapatkan perlakuan yang berbeda, yaitu (a) kelompok perlakuan sebanyak 10 kandang masing 10 ekor ayam (b) kontrol positif sebanyak 2 kandang masing-masing 10 ekor ayam (c) kontrol negatif sebanyak 1 kandang terdiri atas 10 ekor. Perlakuan yang diberikan meliputi infeksi C. jejuni asal kudus dan C. jejuni asal Demak masing-masing 5 kandang; dan pengobatan menggunakan antibiotik siprofloksain, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan amoksilin. Bobot badan diperoleh dengan menimbang 3 ekor ayam secara acak dari setiap kandang. Pertambahan bobot badan diperoleh dengan mengurangi bobot badan hari ini dengan bobot badan sebelumnya. Feed conversion ratio (FCR) diperoleh dengan membandingkan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan jumlah bobot badan.

Case fatality rate (CFR) diperoleh dengan membagi jumlah kejadian kematian akibat infeksi C. jejuni dengan jumlah ayam yang diinfeksi C. jejuni. Perhitungan ekonomi diperoleh dengan mengalikan selisih FCR kontrol (-) dan FCR kelompok lainnya dengan harga pakan.

(5)

Infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan ayam, namun tidak mempengaruhi nafsu makan sehingga nilai FCR menjadi besar. Pengobatan dengan amoksilin paling efektif dan menguntungkan untuk mengobati infeksi

C. jejuni asal Kudus sedangkan eritromisin paling efektif dan menguntungkan untuk mengobati infeksi C. jejuni asal Demak.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

ANTIBIOTIKA (STUDI EKSPERIMENTAL)

IIN NURAENI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Iin Nuraeni

NRP : B04080012

Disetujui,

Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si drh. Herwin Pisestyani, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, AP.Vet Wakil Dekan FKH-IPB

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Perhitungan Ekonomi Kejadian Campylobacteriosis pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pengobatan Menggunakan Antibiotika (Studi Eksperimental). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si dan Ibu drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Terima kasih kepada Ibu drh. Titiek Sunartatie, M.S selaku dosen penilai pada seminar skripsi, serta kepada Bapak Prof. drh. Arif Budiono, Ph.D, PA.Vet (K) dan Bapak Dr. drh. Yudi, M.Si selaku dosen penguji pada sidang skripsi yang telah banyak memberikan saran dan perbaikan sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik. Terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan bimbingan moral selama penulis menjalani pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Rama Prima Syahti Fauzi, M.Si atas dukungan dan bimbingannya selama penelitian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yuhendra dan Bapak Nur yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Kepada teman satu penelitian (Murdiana) penulis berterima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua dan adik saya M. Ihsan Rizkiansyah, atas doa, semangat, dan kasih sayang yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga AVENZOAR 45, atas kekompakan, kebersamaan, dukungan, serta persahabatan selama menjalani perkuliahan, sahabat-sahabat tercinta, yang selalu ada dalam suka dan duka, serta keluarga Edelweiss atas kehangatan dan canda tawanya.

Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis, untuk itu penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Oktober 2012

(10)

1989. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Nurjani dan Ibu Iseu Risnawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Nyalindung I dan lulus pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Nyalindung dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMAN 3 Sukabumi dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Mayor yang dipilih adalah Mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).

(11)

Halaman

Penggunaan Antibiotika di Peternakan Ayam ... 8

Karakteristik Ayam Broiler ... 9

Pertambahan Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak ... 21

Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Feed Conversion Ratio ... 24

Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Case Fatality Rate ... 26

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Dosis antibiotik untuk pengobatan campylobacteriosis

per ekor ayam ... 15

2 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus ... 17

3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak... 19

4 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni

asal Kudus ... 22

5 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni

asal Demak ... 23

6 Hasil perhitungan nilai FCR pada ayam yang diinfeksi C. jejuni

asal Kudus dan Demak pada umur ke-19 ... 24

7 Case fatality rate akibat campylobacteriosis ... 26

8 Perhitungan ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak

berdasarkan nilai FCR ... 27

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi C. jejuni secara mikroskopik ... 6

2 Skema kandang ayam ... 13

3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus ... 17

(15)

LAMPIRAN

Halaman

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan bergizi merupakan salah satu faktor yang mendasari kehidupan dan kesejahteraan manusia. Status gizi masyarakat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi suatu negara. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang dan biasanya diukur dari tingkat konsumsi kalori dan protein. Di negara-negara industri maju, rata-rata konsumsi protein hewani lebih dari 50 gram/kapita/hari, sedangkan di Indonesia sekitar 10 gram/kapita/hari (Murtidjo 2003).

Permintaan pangan hewani cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyarakat (Murtidjo 2003). Daging ayam memiliki harga yang terjangkau oleh masyarakat luas, kualitasnya cukup baik dan tersedia dalam jumlah yang cukup, serta

penyebarannya hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia (Talib et al. 2007).

Menurut Ditjennak (2009), kontribusi daging dari berbagai jenis ternak menunjukkan bahwa peranan daging unggas semakin meningkat dari 20% pada tahun 70-an menjadi 64.7% pada tahun 2008. Perubahan struktur tersebut disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan dengan meningkatnya industri perunggasan nasional. Dalam hal pemenuhan kebutuhan daging unggas, Indonesia telah mencapai swasembada sejak tahun 1995 dan perlu diingat bahwa permintaan terhadap daging unggas akan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan yang cukup signifikan (Tangenjaya &

Djajanegara 2002, diacu dalam Talib et al. 2007).

Keamanan pangan (food safety) merupakan tuntutan utama konsumen.

Bahan pangan asal hewan memiliki kualitas yang baik dan aman dikonsumsi apabila terbebas dari cemaran fisik, kimia, dan biologi. Pangan asal hewan merupakan bahan yang sangat mudah dicemari oleh mikroorganisme sehingga

mudah rusak (perishable food). Produk pangan asal hewan berisiko tinggi

(17)

bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroorganisme pada produk ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Daging yang tercemar mikroorganisme

saluran pencernaan kemungkinan dapat membawa bakteri patogen

(Andriani et al. 2006). Mikroorganisme patogen yang secara ekonomi berperan

penting dalam foodborne disease antara lain Campylobacter jejuni,

Salmonella sp., Escherichia coli O 157, dan Shigella sp. (CDC 2011).

Banyak kasus penyakit yang diakibatkan oleh cemaran mikroorganisme

patogen pada daging unggas maupun produk olahannya (foodborne diseases)

(Djaafar & Rahayu 2007). Daging unggas cocok untuk perkembangan mikroorganisme dan juga dalam kehidupannya unggas selalu bersentuhan dengan lingkungan yang kotor. Karkas ayam paling sering dikaitkan dengan cemaran Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia (Stern 2008). Berdasarkan hasil penelitian, di Indonesia, daging unggas dan produk olahannya yang tidak aman disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan peternak, kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan. Sanitasi kandang yang kurang baik dapat menyebabkan timbulnya cemaran mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan (Djaafar & Rahayu 2007).

Campylobacter jejuni adalah mikroorganisme yang paling banyak ditemukan pada ayam yaitu pada saluran pencernaan serta pada karkasnya

(Berrang et al. 2004; Corry & Atabay 2001). Ayam merupakan salah satu sumber

infeksi C. jejuni pada manusia karena ayam merupakan reservoir dari C. jejuni.

Kejadian campylobacteriosis pada ayam broiler berhubungan dengan penyebaran C. jejuni dalam karkas sebagai sumber infeksi pada manusia. Ayam yang

terinfeksi C. jejuni dapat menyebabkan kontaminasi pada karkasnya serta produk

bahan pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan (Andriani et al. 2006).

Campylobacter jejuni bisa ditemukan dalam jumlah besar (107 cfu/gram) dalam saluran pencernaan hewan dan bersifat komensal tanpa menunjukkan kerusakan atau gejala patologi. Manusia dapat terinfeksi bakteri ini karena mengonsumsi daging yang belum matang terutama produk unggas (Joens 2004).

Keberadaan C. jejuni pada karkas ayam yang sangat tinggi merupakan indikasi

(18)

Campylobacteriosis merupakan salah satu penyakit bawaan makanan yang

paling penting di dunia. Kejadian campylobacteriosis di Belanda diperkirakan

80 000 kasus/tahun (CARMA 2005). Di Amerika Serikat, terjadi 13 kasus/tahun

dari populasi 100 000 penduduk dan diestimasikan terjadi campylobacteriosis pada 2.4 juta orang atau 0.8% dari populasi (CDC 2010). Di New Zealand kasus campylobacteriosis meningkat pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007

(Mullner et al. 2010). Di Indonesia, dari 21 763 penderita diare sekitar 3.6%

disebabkan oleh C. jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Di Indonesia cemaran C. jejuni cukup tinggi. Menurut Poloengan et al.

(2005), 20-100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan

Tangerang tercemar C. jejuni. Sejauh ini belum diketahui kerugian ekonomi pada

peternakan ayam di Indonesia yang terkena campylobacteriosis. Hal ini disebabkan campylobacteriosis tidak menimbulkan gejala klinis yang khas sehingga kejadiannya sering diabaikan oleh peternak.

Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh suatu kejadian penyakit sangat penting diketahui dari awal terutama untuk infeksi bakteri yang gejala klinisnya

tidak tampak seperti infeksi Campylobacter. Dengan mengetahui dampak

ekonomi dari kejadian suatu penyakit, keputusan lebih lanjut dapat ditentukan guna mencegah kerugian yang lebih banyak. Perhitungan ekonomi juga dilakukan untuk mengetahui keuntungan (laba) yang dapat diperoleh melalui pengobatan menggunakan antibiotika.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerugian ekonomi akibat campylobacteriosis di peternakan ayam broiler yang dilakukan melalui studi eksperimental, serta mengetahui jenis antibiotika yang efektif dalam mengatasi kejadian campylobacteriosis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kerugian

yang akan dialami peternak akibat infeksi Campylobacter di peternakan ayam

(19)

tersebut, peternak lebih menyadari pentingnya pencegahan penyakit, terlebih untuk penyakit yang gejala klinisnya tidak tampak. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan akan mendapatkan jenis antibiotika yang sesuai untuk pengobatan

campylobacteriosis.

Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Infeksi Campylobacter dapat menyebabkan kerugian ekonomi di

peternakan ayam broiler.

2. Pemberian antibiotik dapat menekan kerugian ekonomi akibat infeksi

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Campylobacterjejuni

Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada

tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray &

Bhunia 2008). Campylobacter merupakan bakteri Gram negatif (OIE 2008).

Karakteristik morfologi dari genus Campylobacter berukuran sangat kecil (lebar

0.2-0.5 μm dan panjang 0.5-5 μm), tidak membentuk spora, merupakan bakteri

yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat tumbuh optimal dengan kadar oksigen

rendah. Semua Campylobacter tumbuh dengan baik pada media pertumbuhan

dengan pH 5.5-8.0, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan C. jejuni yaitu

pada kisaran 6.5-7.5 dan tidak tumbuh pada pH 4.9 (Stern et al. 1992, diacu dalam

Abdy 2007). Tiga spesies utama dari genus Campylobacter yang bersifat

termofilik adalah C. jejuni, C. lari, dan C. coli, dibedakan dengan spesies lain

karena kemampuannya tumbuh pada suhu 42-43 oC (Evans 2001).

Menurut Staley et al.(2000) taksonomi Campylobacterjejuni yaitu:

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Epsilonproteobacteria

Order : Campylobacterales

Family : Campylobacteraceae

Genus : Campylobacter

Species : Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni bersifat motil, bergerak dengan sebuah flagel polar,

oksidasi positif, dan tidak dapat membentuk spora (Jawetz et al. 2007).

Campylobacter jejuni tumbuh pada media dengan kadar oksigen rendah (5-10%)

seperti Campylobacter lainnya. Pertumbuhannya memerlukan waktu 2 sampai 4

hari terkadang lebih dari satu minggu. Struktur Campylobacter memiliki

komponen yang ditemukan pada struktur bakteri Gram negatif lain seperti membran luar dan lipopolisakarida (LPS). Bakteri ini tidak dapat memecah karbohidrat tetapi menggunakan asam amino dan metabolisme intermediet untuk

(21)

 

Gambar 1 Morfologi C. jejuni secara mikroskopik (Miller 1997).

 

Campylobacter jejuni biasanya tidak dapat tumbuh dengan baik pada bahan

pangan sehingga untuk mendeteksi adanya kontaminasi bakteri ini diperlukan

media cair yang telah diberi enrichment terlebih dahulu, kemudian dilakukan

subkultur pada media agar yang telah ditambahdengan 5% darah kuda. Inkubasi

dapat dilakukan pada suhu 37 °C selama 4 sampai 6 jam kemudian diteruskan

inkubasinya pada suhu 42 °C. Inkubasi dilakukan pada kondisi mikroaerofilik

yaitu 5% oksigen, 10%karbondioksida, dan 85% nitrogen (Andriani et al. 2006).

Sifat biakan merupakan hal penting dalam isolasi dan identifikasi C. jejuni.

Cara untuk mendapatkan lingkungan inkubasi dengan kondisi mikroaerofilik yaitu dengan menyimpan media pada tabung anaerob tanpa katalis dan memberi gas dengan pembangkit gas atau penukaran gas. Inkubasi media harus dilakukan pada

suhu 42 OC. Meskipun C. jejuni tumbuh baik pada suhu 36-37 OC, inkubasi pada

suhu 42 OC akan menghambat pertumbuhan banyak bakteri lainnya yang ada di

feses, sehingga akan memudahkan identifikasi C. jejuni. Koloni yang terbentuk

cenderung tidak berwarna atau abu-abu. Koloni ini berair, meluas atau bulat, dan

konveks. Kedua tipe koloni dapat muncul pada pelat agar (Jawetz et al. 2007).

Sediaan apus yang diwarnai dengan pewarnaan Carbon Fuchsin

menunjukkan morfologi yang khas. Reduksi nitrat, pembentukan hidrogen sulfida, tes hipurat, dan kepekaan terhadap antimikroorganisme dapat digunakan untuk

(22)

Campylobacter jejuni tidak tumbuh di luar tubuh inang, namun dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama di air (Newell 2002). Bakteri ini mati pada suhu pasteurisasi dan sangat sensitif dalam kondisi asam. Pada suhu beku, C. jejuni mampu bertahan lama namun kelangsungan hidupnya menurun, sehingga bakteri ini dapat bertahan dalam produk unggas hingga beberapa bulan (Songer & Post 2005).

Patogenesa

Jalur transmisi dari infeksi C. jejuni pada manusia dapat terjadi melalui

berbagai cara diantaranya melalui makanan (misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (misalnya air terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas, anjing, kucing, domba, dan babi), atau feses hewan yang

mencemari makanan yang tidak dimasak dengan baik. Campylobacter jejuni peka

terhadap asam lambung. Infeksi dapat terjadi hanya dengan memakan 104 sel.

Jumlah ini hampir sama dengan jumlah organisme yang diperlukan pada infeksi Salmonella dan Shigella tetapi lebih sedikit daripada yang diperlukan oleh infeksi Vibrio pada manusia(Jawetz et al. 2007).

Campylobacter jejuni melakukan penetrasi pada membran mukosa usus

halus dan usus besar. Campylobacter jejuni melekat pada sel epitel dengan

bantuan fibronectin-binding protein (CADF), lipoprotein (JlpA), dan Peb1A.

Faktor perlekatan atau adhesin lainnya untuk mengikat C. jejuni terhadap sel-sel

epitel adalah flagellin, pili, dan lipopolisakarida (LPS). Sel epitel memungkinkan bakteri untuk menempati tempat yang tahan terhadap pembersihan usus, seperti aliran fluida dan peristaltik (Joens 2004).

  Campylobacter jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel kemudian menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah

dan darah putih pada tinja. Campylobacter jejuni masuk ke dalam aliran darah

sehingga timbul gejala klinik seperti demam enterik. Invasi jaringan yang terlokalisasi serta aktivitas toksin menyebabkan timbulnya enteritis. Campylobacter jejuni memiliki lipopolisakarida dengan aktivitas endotoksik.

(23)

Campylobacteriosis pada Ayam

Ayam dianggap sebagai salah satu sumber utama campylobacteriosis

(Kapperud et al. 1992). Spesies utama dari genus Campylobacter yangditemukan

pada ayam adalah C. jejuni dan C. coli. Infeksi C. jejuni tidak mempengaruhi

nafsu makan ayam. Menurut Pisestyani (2010), infeksi C. jejuni tidak mengurangi

konsumsi kumulatif dan tidak mengurangi nafsu makan ayam, tetapi mengurangi

berat badan yang seharusnya dicapai. Infeksi C. jejuni dapat ditemukan sejak

ayam berumur 7 hari (Evans 2001). Ayam yang mengalami campylobacteriosis tidak memiliki gejala yang patognomonis. Gejala yang terlihat adalah gejala yang berhubungan dengan saluran pencernaan seperti diare, sedangkan gejala lainnya tidak tampak. Diare terjadi karena kerusakan pada epitel usus sehingga tidak dapat menyerap cairan. Diare dan diare berdarah terlihat pada hari ke-2 pasca infeksi (Pisestyani 2010).

Manusia dapat terinfeksi Campylobacter karena mengonsumsi daging

ayam yang dipanaskan secara tidak benar atau kontaminasi silang Campylobacter

saat persiapan (Potter et al. 2003). Salah satu penilaian risiko pada daging ayam

menunjukkan bahwa isi saluran pencernaan dapat mengontaminasi karkas selama

proses pengolahan. Menurut Berrang et al. (2004), jumlah feses yang sedikit pun

dapat menjadi sumber kontaminasi C. jejuni dalam jumlah yang banyak pada

karkas, sehingga perlu penanganan yang baik selama proses pengolahan.

Serangga bisa menjadi perantara penyebaran C. jejuni. Lalat merupakan vektor

yang dapat menyebarkan C. jejuni di peternakan ayam (Evans 2001).

Penggunaan Antibiotika di Peternakan Ayam

(24)

Penggunaan antibiotika dalam usaha peternakan ayam dewasa ini semakin populer, bahkan sudah berlebihan. Penggunaan antibiotika dirasakan mempunyai peranan penting dalam merangsang dan sekaligus memperbaiki efisiensi dalam penggunaan pakan. Hasil penelitian di beberapa negara Asia, dilaporkan bahwa penggunaan euramisin terbukti dapat memperbaiki pertumbuhan ayam rata-rata sebesar 6%, meningkatkan efisiensi pakan sebesar 3%, dan menurunkan kasus diare berdarah sebesar 3-6% (Murtidjo 2008).

Antibiotika apabila digunakan secara tidak tepat akan menimbulkan sifat kebal atau resistensi dari mikroorganisme, sehingga penggunaan antibiotika yang berlebihan dapat menghambat pengendalian atau pengobatan penyakit. Penggunaan antibiotika merupakan usaha terakhir untuk tujuan pengobatan atau meningkatkan keuntungan (Murtidjo 2008).

Dampak negatif penggunaan antibiotika dalam waktu yang lama adalah meningkatkan kejadian mutasi pada kromosom, sehingga menghasilkan modifikasi jenis bakteri baru. Jenis bakteri ini kemungkinan kebal terhadap antibiotika. Bakteri-bakteri patogen cenderung menjadi kebal terhadap khasiat antibiotika. Oleh karena itu, para peternak ayam harus hati-hati dan selektif dalam memilih dan menggunakan antibiotika (Murtidjo 2008).

Karakteristik Ayam Broiler

Ayam ras pedaging (ayam broiler) merupakan ras unggulan hasil persilangan berbagai ras ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam broiler ini populer di Indonesia sejak tahun 1980-an (Rasyaf 2008).

Pertumbuhan ayam broiler pada saat masih bibit tidak selalu sama. Ada bibit yang masa awalnya tumbuh dengan cepat tetapi di akhir biasa-biasa saja atau sebaliknya. Pertumbuhan bibit yang cepat di masa awal lebih sering terjadi dan hal tersebut memang baik untuk kondisi di Indonesia yang umumnya memasarkan ayam pada umur 4-5 minggu karena sangat membantu manajemen peternakan dalam mencapai sasaran yang telah direncanakan (Rasyaf 2008).

(25)

tidak terbatas atau ad libitum, ayam broiler akan terus makan hingga kekenyangan. Oleh karena itu, sebaiknya setiap bibit ayam sudah ditentukan taraf konsumsi ransumnya pada batas tertentu sehingga kemampuan prima ayam akan muncul. Konsumsi inilah yang kemudian disebut sebagai konsumsi standar yakni sesuai dengan arah pembentukan bibit. Pemberian ransum ada yang lebih banyak di masa awal sedangkan di masa akhir biasa saja atau sebaliknya (Rasyaf 2008).

Keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan dan pakan yang tepat, karena sifat genetis saja tidak menjamin keunggulan bisa segera terlihat. Pakan yang dimaksud adalah menyangkut kualitas dan kuantitasnya. Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak apabila tidak didukung dengan pemberian ransum yang mengandung protein dan asam amino seimbang sesuai kebutuhan ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas karena jumlah ransum yang dimakan berkaitan dengan jumlah unsur nutrisi yang harus masuk ke dalam tubuh ayam, misalnya ransum berbau tengik atau peternak salah menimbangnya maka jumlah unsur nutrisi yang masuk dan diserap tubuh ayam menjadi berkurang (Rasyaf 2008).

Ayam broiler akan tumbuh optimal pada suhu lingkungan 19-21 oC. Suhu

lingkungan yang terlalu panas akan membuat ayam lebih memilih banyak minum daripada makan, tujuannya adalah mengurangi beban panas. Hal ini mengakibatkan sejumlah unsur dan keperluan nutrisi utama bagi ayam tidak terpenuhi sehingga keunggulan ayam menjadi tidak tampak (Rasyaf 2008).

Feed Conversion Ratio

Ayam broiler adalah ayam penghasil daging yang dipelihara sampai umur 5-6 minggu dengan berat 1.5-2.0 kg. Konversi pakannya berkisar 1.48-1.5-62 (±1.54)

(Beer et al. 2011). Feed conversion ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan

perbandingan jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan dengan rata-rata bobot badan pada umur yang sama (untuk ayam broiler) (Leeson & Summers 2005). Konversi pakan ayam broiler jumlah konsumsi pakan pada umur yang sama(kg)

jumlah bobot badan pada umur yang sama (kg)

Konversi ransum melibatkan pertumbuhan ayam dan konsumsi ransum. Harapan yang dikehendaki peternak adalah pertumbuhan yang cepat walau hanya dengan makanan yang sedikit. Hal ini mencerminkan efisiensi penggunaan pakan

(26)

yang baik. Pertumbuhan yang cepat bermakna bahwa ayam diusahakan sesuai dengan ambang batas genetisnya, sedangkan dari segi bisnis berarti waktu jual semakin cepat dicapai. Konversi ini selalu diperbaiki dari masa ke masa oleh para peternak sesuai dengan kemampuan genetis ayam dan ditunjang dengan lingkungan yang baik. Oleh karena itu, angka konversi sebaiknya diusahakan rendah (Rasyaf 2008).

Efisiensi pakan semakin besar berarti semakin baik, sedangkan konversi pakan semakin kecil berarti semakin baik, artinya dengan konsumsi pakan yang sedikit dapat menghasilkan daging yang maksimal.

Case Fatality Rate

Case fatality rate didefinisikan sebagai jumlah kematian yang terjadi dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah kejadian dalam waktu tertentu dikalikan

seratus persen (Yuwanta 2008). Case fatality rate dapat digunakan untuk

mengetahui distribusi penyakit dan tingkat kematian yang diakibatkan oleh suatu penyakit, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk menanggulanginya (Budiarto & Anggraeni 2001).

CFR jumlah kematian akibat penyakit X dalam waktu tertentu

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Februari 2012 bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan di kandang penelitian Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler

strain Cobb berumur 1 hari sebanyak 130 ekor yang dibagi ke dalam 13

kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 10 ekor ayam. Disain dari penelitian ini yaitu:

A1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati siprofloksasin

B1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati tetrasiklin

C1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati kloramfenikol

D1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati eritromisin

E1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati amoksilin

F1: ayam diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan tidak diobati (kontrol positif)

A2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati siprofloksasin

B2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati tetrasiklin

C2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati kloramfenikol

D2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati eritromisin

E2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diobati amoksilin

F2: ayam diinfeksi C. jejuni asal Demak dan tidak diobati (kontrol positif)

G : ayam tidak diinfeksi C. jejuni dan tidak diobati (kontrol negatif)

(28)

A1 B1

jalan

A2 B2

C1 D1 C2 D2

jalan

E1 E2

jalan

F1 F2 G

Gambar 2 Skema kandang ayam.

Bakteri Campylobacter jejuni

Bakteri C. jejuni yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat

lapang yang berasal dari wilayah Demak dan Kudus (Fauzi 2012).

Bahan dan Media

Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan adalah pakan, air minum, antibiotik (amoksilin, kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dan siprofloksasin),

vitamin, benzalkonium klorida (BKC), serta vaksin newcastle disease (ND) dan

infectious bronchitis (IB).

Media yang digunakan untuk memperbanyak isolat C. jejuni adalah nutrient

broth no. 2 (Oxoid CM00678), charcoal, cefoperazone, deoxychilate agar selective supplement (CCDA) (Oxoid SR0155E), buffered peptone water (BPW)

(Pronadisa 1402.00), dan campygen (Oxoid CN0025A).

Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ayam antara lain tempat pakan, tempat minum, kandang, koran, sekam, penghangat ruangan (lampu), timbangan, spoit, plastik, gunting. Peralatan yang digunakan untuk perbanyakan

dan isolasi C. jejuni antara lain tube shucker, refrigerator, inkubator, anaerob jar,

cawan Petri, tabung reaksi, stomacher, ose, bunsen, pipet, object glass, serta

(29)

Metode Penelitian Tahap 1: Persiapan dan Pemeliharaan

Kandang dipersiapkan seminggu sebelum day old chick (DOC) datang.

Persiapan tersebut meliputi pembersihan kandang serta pemusnahan mikroorganisme menggunakan desinfektan dan kapur. Kandang dibagi manjadi 13 bagian menggunakan sekat, kemudian kandang dilengkapi dengan sekam dan kertas koran. Alat penghangat seperti lampu dipasang pada setiap kandang.

DOC yang baru datang langsung diberi air gula untuk mendapatkan energi.

DOC diberi pakan 3 kali sehari dan minum secara ad libitum. Air minum

ditambah dengan BKC untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme. DOC

tersebut dipelihara selama 10 hari, kemudian dilakukan infeksi C. jejuni dan

pemberian antibiotika.

Tahap 2: Perlakuan

Hari pertama dilakukan isolasi dan identifikasi Campylobacter sp. untuk

melihat keberadaan bakteri tersebut pada DOC. Sampel berupa usus dan swab kloaka. Pada hari ke-3, ayam diberi vaksin ND dan IB secara tetes (pada hidung) untuk mencegah infeksi virus ND dan IB.

Ayam dipisahkan ke dalam 13 kelompok pada hari ke-10. Enam kelompok

ayam diinfeksi dengan isolat C. jejuni dari Kudus, 6 kelompok ayam diinfeksi

dengan isolat C. jejuni dari Demak, sedangkan 1 kelompok ayam tidak diinfeksi

C. jejuni (kontrol negatif). Infeksi diberikan secara per oral (cekok) dengan

konsentrasi C. jejuni sebanyak 104 cfu/ml, masing-masing ayam diinfeksi

sebanyak 0.5 ml (Pisestyani 2010).

(30)

Tabel 1 Dosis antibiotik untuk pengobatan campylobacteriosis per ekor ayam

Antibiotik Isolat Demak Isolat Kudus

Dosis (μg) Dosis (μg)

Siprofloksasin 5 1.25

Kloramfenikol 5 0.625

Eritromisin 40 0.625

Amoksilin 20 10

Tetrasiklin 20 1.25

Tahap 3: Pengamatan

Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan terhadap: Bobot Badan

Bobot ayam ditimbang setiap hari mulai dari hari ke-10 sampai dengan hari ke-19. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan analog. Cara penimbangannya yaitu dengan mengambil 3 ekor ayam secara acak dari setiap kandang.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan diperoleh dengan mengurangi bobot badan hari ini dengan hari sebelumnya.

Pakan

Pakan diberikan sesuai standar pada setiap kelompok, diamati terhadap adanya sisa pakan atau tidak. Apabila terdapat sisa pakan, maka sisa pakan

tersebut ditimbang.  

Feed Conversion Ratio (FCR)

Nilai FCR diperoleh dari hasil pengukuran bobot badan dan konsumsi pakan yaitu dengan membandingkan atau membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dengan bobot badan.

FCR jumlah konsumsi pakan pada umur yang sama(kg)

jumlah bobot badan pada umur yang sama (kg)

Case Fatality Rate (CFR)

Jumlah ayam yang mati dicatat setiap hari, mulai dari hari ke-10 sampai dengan hari ke-19. Jumlah kematian ayam tersebut digunakan untuk perhitungan rata-rata angka kematian (CFR) dari kasus campylobacteriosis.

CFR Jumlah kematian akibat penyakit X dalam waktu tertentu

Jumlah kasus penyakit X dalam waktu tertentu = X 100

(31)

Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan bobot badan, CFR, dan FCR dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Sedangkan untuk

pertambahan bobot badan diolah dengan uji-t independent. Penghitungan ekonomi

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

disajikan dalam Tabel 2 dan Gambar 3.

Tabel 2 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

Hari ke-

Pakan (gram)

Rataan bobot badan (gram)

Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin Kontrol positif

Gambar 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus.

(33)

Secara deskriptif terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot

badan ayam kelompok kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki

nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya

mencapai ± 200 gram. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat

mempengaruhi bobot badan. Kelompok kontrol (+) memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan dengan semua kelompok yang diberi antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengobatan, bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni dapat meningkat.

Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa kelompok ayam yang diobati amoksilin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi diantara kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (-), sedangkan kelompok ayam yang diobati siprofloksasin memiliki rataan bobot badan yang paling rendah diantara kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (+). Hal ini menunjukkan bahwa amoksilin efektif dalam pengobatan pada kejadian campylobacteriosis, sedangkan pengobatan menggunakan siprofloksasin pada

infeksi C. jejuni kurang efektif dibandingkan menggunakan antibiotik lainnya.

Menurut Neal (2005), amoksilin mudah berdifusi ke dalam bakteri Gram negatif dan pemberian secara per oral dapat mudah diabsorpsi. Menurut Tjaniadi et al. (2003), C. jejuni memperlihatkan peningkatan frekuensi resistensi terhadap septriakson, norfloksasin, dan siprofloksasin.

Rataan bobot badan ayam sebelum diberi antibiotik (hari ke 10-13) pada

semua kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus mengalami

peningkatan yang lebih lambat (grafik terlihat landai). Setelah diberi pengobatan, rataan bobot badan badan ayam terlihat mengalami peningkatan yang lebih cepat (grafik terlihat lebih curam). Namun umumnya kelompok ayam yang diberi perlakuan memiliki bobot badan lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam

yang tidak diinfeksi C. jejuni (kontrol negatif).

(34)

mempengaruhi proses pencernaan, penyerapan, atau pun metabolisme pakan.

Menurut Lesmana (2003) yang diacu dalam Fauzi (2012), C. jejuni merupakan

salah satu bakteri penyebab gastroenteritis, sehingga dapat menyebabkan proses penyerapan pakan terganggu.

Infeksi C. jejuni pada usus menimbulkan perubahan mikroskopik berupa

edema, pendarahan, dan infiltrasi sel radang (Pisestyani 2010). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi usus untuk menyerap nutrisi dengan baik, sehingga

pertumbuhan tidak optimal dan bobot badan yang dicapai juga akan rendah.

Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi isolat C. jejuni asal Demak

disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 4.

Tabel 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak

Hari ke-

Pakan (gram)

Rataan bobot badan (gram)

Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin

(35)

Gambar 4 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak.

Berdasarkan penilaian secara deskriptif terhadap Tabel 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot badan ayam kelompok

kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki nilai yang lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya mencapai ± 150 gram. Hal

ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan. Dari

penelitian ini terlihat bahwa kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok ayam yang diobati.

Kelompok perlakuan pada ayam yang diobati eritromisin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi, sedangkan pada ayam yang diobati tetrasiklin dan kloramfenikol memiliki rataan bobot badan yang paling rendah. Berdasarkan hasil

yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 4, infeksi C. jejuni dapat

mengakibatkan bobot badan menjadi tidak optimal. Kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok yang diberikan

pengobatan karena kemungkinan kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal

Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih baik, sehingga ayam dapat

menghambat pertumbuhan bakteri dengan tanpa adanya pengobatan (self limiting

disease). Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai

dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (self

(36)

Eritromisin merupakan obat pilihan pertama pada infeksi usus akibat C. jejuni. Eritromisin bekerja melalui pengikatan reversible pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu (Tjay & Rahardja 2007). Tetrasiklin dan kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dan bersifat bakteriostatik (Kee & Hayes 1993). Menurut Stringer (2006), adanya makanan dalam usus dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin.

Infeksi C. jejuni baik yang berasal dari Kudus maupun Demak, keduanya

sama-sama menyebabkan rataan bobot badan tidak optimal. Namun, selisih bobot badan antara kelompok kontrol (+) dengan kontrol (-) pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus lebih banyak. Hal ini kemungkinan karena adanya perbedaan

patogenitas dari C. jejuni atau karena kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal

Kudus memiliki daya tahan tubuh yang kurang baik.

Campylobacter jejuni memiliki 2 subspesies yaitu C. jejuni subsp. jejuni dan C. jejuni subsp. doylei. Dalam aspek klinis C. jejuni subsp. doylei berbeda

dari C. jejuni subsp. jejuni. C. jejuni subsp. doylei menyebabkan gastritis dan

enteritis seta lebih sering ditemukan pada kultur darah (Parker et al. 2007).

Menurut Berhman et al. (1996), gejala klinis akibat infeksi Campylobacter

tergantung pada spesies yang terlibat dan faktor induk semang seperti umur, imunosupresi, dan keadaan-keadaan yang mendasar.

Pertambahan Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak

Kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan menjadi daging ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot badan dari ternak tersebut. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan (Anggorodi 1991, diacu dalam Saleh &

Dwi 2005). Pertambahan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

(37)

Tabel 4 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

Hari ke-

Pertambahan bobot badan (gram)

Siprofloksasin Tetrasiklin Klorampenikol Eritromisin Amoksilin Kontrol positif

Jumlah 496.33 451.35 537.72 526.60 585.95 379.02 648.79

Rataan 55.15 50.15 59.75 58.51 65.11 42.11 72.09 Ket: Huruf superscrift yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05).

Berdasarkan hasil pada tabel 4 terlihat adanya perbedaan yang nyata antara pertambahan bobot badan ayam pada kontrol (+) dan kontrol (-). Pertambahan bobot badan pada kontrol (+) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (-). Hal

tersebut membuktikan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi pertambahan

bobot badan ayam karena bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada usus, sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi.

C. jejuni di dalam usus halus mengalami migrasi dari mukus ke kripta.

Kemungkinan keterlibatan proses adherence mengawali proses infeksi dan

C. jejuni secara spesifik melekat pada reseptor yang terdapat pada sel inang,

kemudian diikuti terjadinya intimate binding antara C. jejuni dan sel inang.

Nekrosis pada vili terjadi karena dihasilkannya toksin oleh bakteri. CDT mampu menyebabkan atropi pada vili dengan cara melakukan proliferasi sel bakteri di dalam kripta (Ketley 1997, diacu dalam Pisestyani 2010).

Perbedaan yang nyata juga terlihat antara kelompok yang diobati tetrasiklin dengan kontrol (-). Hal ini menunjukkan bahwa secara uji statistik pengobatan

dengan tetrasiklin pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus kurang efektif.

(38)

resisten terhadap tetrasiklin atau terdapat sesuatu yang mengganggu absorpsi antibiotik tersebut. Menurut Stringer (2006), adanya makanan dalam usus dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin.

Pengobatan dengan antibiotik lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan kontrol (-) meskipun secara umum pertambahan bobot badan pada kontrol (-) lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa pemberian antibiotik

berpengaruh dalam mengobati infeksi C. jejuni. Mekanisme kerja antibiotik dalam

menghambat pertumbuhan atau penghancuran mikroorganisme antara lain menghambat sintesis dinding sel bakteri, mengubah permeabilitas kapiler, menghambat sintesis protein, dan mengganggu metabolisme di dalam sel (Kee & Hayes 1993).

Pertambahan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni asal

Demak

Hari ke- Pertambahan bobot badan (gram)

Siprofloksasin Tetrasiklin Klorampenikol Eritromisin Amoksilin Kontrol

Jumlah 566.00 475.60 463.10 561.10 564.70 534.30 648.80

Rataan 62.89 52.84 51.46 62.34 62.74 59.37 72.09 Ket: Huruf superscrift yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05).

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata diantara

semua kelompok. Hal ini kemungkinan disebabkan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih kuat sehingga ayam

(39)

patogenitas yang lemah. Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa

pengobatan (self limiting disease).

Secara umum baik ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus maupun

Demak, pertambahan bobot badan pada kelompok yang diobati lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif dan hampir sama dengan kontrol negatif. Kerusakan mukosa merupakan kerusakan awal yang terjadi karena adanya

kolonisasi dan penetrasi C. jejuni, selanjutnya terjadi respon peradangan yang

akan mengganggu penyerapan nutrisi. Kemampuan C. jejuni menyebabkan infeksi

dan sakit pada inang berhubungan dengan kemampuan bakteri melakukan kolonisasi dan invasi ke dalam sel inang (Vliet & Ketley 2001).

Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Feed Conversion Ratio

Feed conversion ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan perbandingan jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan dengan jumlah bobot badan pada umur yang sama (Yuwanta 2008). Nilai FCR menunjukkan efisiensi pakan dalam membentuk bobot badan. Nilai FCR yang kecil berarti dengan jumlah pakan yang sedikit dapat membentuk bobot badan yang besar. Hasil perhitungan FCR

kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak disajikan pada

Tabel 6.

Tabel 6 Hasil perhitungan nilai FCR pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal

Kudus dan Demak pada umur ke-19 Asal

C. jejuni

Nilai FCR

Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin Kontrol positif

Kontrol negatif Kudus 1.25 1.20 1.18 1.13 1.07 1.46 1.03

Demak 1.14 1.25 1.25 1.09 1.19 1.19 1.03

Kelompok kontrol (+) memiliki nilai FCR yang lebih tinggi dibandingkan

dengan FCR pada kontrol (-) baik pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

maupun Demak. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni akan menyebabkan

nilai FCR menjadi tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya penggunaan pakan

yang tidak efisien. Kerusakan epitel pencernaan yang diakibatkan C. jejuni akan

(40)

oleh ayam tidak dibentuk menjadi daging akibatnya bobot badan rendah dan nilai FCR pun tinggi. Dengan kata lain pakan yang dikonsumsi menjadi tidak efisien karena jumlah pakan yang dikonsumsi banyak sedangkan bobot badan yang diperoleh tidak maksimal.

Kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati antibiotik

menunjukkan angka yang lebih tinggi dari kontrol (-) namun tetap masih di bawah kontrol (+). Hal tersebut membuktikan bahwa pemberian antibiotik berpengaruh terhadap efisiensi kecernaan pakan (FCR). Sedangkan pada kelompok ayam yang

diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diberi pengobatan memiliki nilai FCR tidak

jauh berbeda dengan kelompok kontrol (+). Hal tersebut kemungkinan karena

ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih

baik sehingga infeksi C. jejuni pada kelompok kontrol (+) dapat sembuh tanpa

pengobatan.

Menurut Jawetz et al. (2007) C. jejuni berkembang biak di usus kecil,

menginvasi epitel kemudian menyebabkan radang yang mengakibatkan

munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Campylobacter jejuni

melakukan penetrasi pada membran mukosa usus halus dan usus besar dan

melekat pada sel epitel dengan bantuan fibronectin-binding protein (CADF),

lipoprotein (JlpA), dan Peb1A. Radang pada usus tersebut akan menyebabkan gangguan dalam penyerapan nutrisi, sehingga meskipun pakan yang dikonsumsi banyak namun bobot badan yang diperoleh tidak optimal.

Unggas memiliki mekanisme pertahanan bawaan untuk melawan mikroorganisme. Barier fisik seperti kulit dan normal mukosa flora, mencegah patogen masuk ke dalam tubuh. Untuk patogen yang dapat masuk ke dalam tubuh, pertahanan pertama adalah sel fagosit yang terdiri dari heterofil dan makrofag,

komplemen, dan natural killer sel (Sharma 2008).

FCR kelompok kontrol (+) pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

(41)

Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Case Fatality Rate

Case fatality rate (CFR) didefinisikan sebagai jumlah kematian yang terjadi dalam jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah kejadian dalam waktu tertentu dikalikan seratus persen (Yuwanta 2008). CFR akibat campylobacteriosis disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Case fatality rate akibat campylobacteriosis

Minggu

Kematian yang terjadi pada ayam yang diinfeksi C. jejuni adalah 2 kasus

dari 120 ekor ayam yaitu pada minggu ke-2 (hari ke-13) sebanyak1 kasus (0.8%) dan pada minggu ke-3 (hari ke-17) sebanyak1 kasus (0.8%). Berdasarkan hasil

pada Tabel 7, angka kematian akibat infeksi C. jejuni melebihi dengan angka

kematian normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa campylobacteriosis dapat menyebabkan peningkatan kematian pada ayam broiler selain akibat kematian

normal. Menurut Neill et al. (1984) yang diacu dalam Zhang (2008), infeksi

C. jejuni pada ayam berumur kurang dari 2 minggu dapat menyebabkan diare, penurunan bobot badan, dan kenaikan angka kematian.

Pengaruh Campylobacteriosis terhadap Ekonomi Peternakan

(42)

kontrol (-) dan kelompok lainnya menggambarkan kelebihan pakan yang dibutuhkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Kerugian ekonomi akibat

infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perhitungan ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak

berdasarkan nilai FCR

Pengobatan

Hasil Perhitungan

FCR Selisih FCR Kerugian (Rp)

Kudus Demak Kudus Demak Kudus Demak

Siprofloksasin 1.25 1.14 0.23 0.12 1 330.60 695.08

Tetrasiklin 1.20 1.25 0.17 0.23 1 027.33 1 330.87

Kloramfenikol 1.18 1.25 0.16 0.23 931.79 1 330.87

Eritromisin 1.13 1.09 0.10 0.07 607.94 408.38

Amoksilin 1.07 1.19 0.04 0.17 250.81 988.92

Kontrol positif 1.46 1.19 0.43 0.17 2 560.43 988.92

Kontrol negatif 1.03 1.03 0 0 0 0

Ket: harga pakan yang digunakan adalah Rp 5 900, 00

Biaya tambahan pakan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg

bobot badan pada kontrol (+) kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus

adalah Rp 2 560.43, sedangkan bila dilakukan pengobatan biaya tambahannya tidak sebesar seperti pada kelompok kontrol (+). Hal tersebut berarti pengobatan yang dilakukan dapat menurunkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Biaya tambahan yang paling rendah adalah pada kelompok yang diobati dengan amoksilin, hanya Rp 250.81. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan menggunakan amoksilin dapat mengurangi kerugian hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak diobati.

Biaya tambahan pakan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg

bobot badan pada kontrol (+) kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak

adalah Rp 988.92. Biaya tambahan yang dikeluarkan kelompok kontrol (+) pada

ayam yang diinfeksi dengan C. jejuni asal Demak tidak begitu berbeda dengan

kelompok yang diberi pengobatan. Kelompok ayam yang diobati dengan eritromisin memiliki biaya tambahan yang paling rendah, yaitu Rp 408.38.

Biaya tambahan yang dikeluarkan pada kontrol (+) antara kelompok ayam

yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak memiliki perbedaan yang cukup

(43)

C. jejuni tersebut atau kemungkinan perbedaan pertahanan tubuh ayam. Apabila

dilihat dari segi patogenitas kemungkinan C. jejuni asal Kudus lebih patogen,

sedangkan bila dilihat dari segi pertahanan tubuh kemungkinan kelompok ayam

yang diinfeksi C. jejuni asal Demak lebih kuat. Hal tersebut berhubungan dengan

kerugian yang ditimbulkan C. jejuni asal Kudus lebih besar dibandingkan dengan

(44)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

• Infeksi C. jejuni pada ayam dapat mempengaruhi bobot badan dan

pertambahan bobot badan. Bobot badan pada ayam yang diinfeksi C. jejuni

asal kudus lebih kecil dibandingkan dengan ayam yang diinfeksi C. jejuni

asal Demak.

• Infeksi C. jejuni tidak mempengaruhi nafsu makan sehingga nilai FCR

menjadi besar. Nilai FCR Kudus lebih besar (1.46) dibandingkan Demak (1.19).

• Pengobatan dengan amoksilin paling efektif dan menguntungkan untuk

mengobati infeksi C. jejuni asal Kudus sedangkan eritromisin paling efektif

dan menguntungkan untuk mengobati infeksi C. jejuni asal Demak.

Saran

• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis antibiotik yang dapat

digunakan pada semua strain agar peternak lebih mudah dalam penggunaan antibiotik.

• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kerugian akibat

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abdy I. 2007. Isolasi Campylobacter jejuni pada karkas ayam dan uji efektivitas

klorin-asam asetat sebagai sanitaiser terhadap Campylobacter jejuni dengan

metode suspension test [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Andriani, Noor SM, Poeloengan M, Supar. 2006. Pengembangan enzyme–linked

immunosorbent assay untuk deteksi antigen Campylobacter jejuni pada

daging ayam. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner; Bogor: Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

Beer MD, Elfick D, Emmerson DA. 2011. Is a feed convertion ratio of 1:1 a

realistic and appropriate goal for broiler chickens in the next 10 year?. Anim

Sci 18: 9-14.

Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. 1996. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson. Ed ke-2. Wahab AS, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Nelson Textbook of Pediatric.

Berrang ME, Smith DP, Windham WR, Ferdner PW. 2004. Effect of intestinal

content contamination on broiler carcass Campylobacter count. J Food

Protect 67(2): 235-238.

Budiarto E, Anggraeni D. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

[CARMA] Campylobacter Risk Management and Assessment. 2005. Cost and

benefit of controlling Campylobacter in Netherland. [terhubung berkala].

http://www.rivm.nl/bibliotheek/rapporten/250911009.pdf. [6 Juli 2012].

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2010. Campylobacter.

[terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/campylobacter/.

[6 Juli 2012].

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Pathogens causing the most illnesses, hospitalizations, and deaths each year. [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/foodsafety/facts.html. [16 Mei 2012].

Corry JEL, Atabay HI. 2001. Poultry as a source of Campylobacter and related

organisms. J Appl Microbiol 90:96-114.

Djaafar TF, Rahayu S. 2007. Cemaran mikroorganisme pada produk pertanian,

penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. J Litbang Pertanian 26(2):

67-69.

(46)

http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=berita&action=detail&idberita =180. [16 Mei 2012].

Evans S. 2001. Campylobacter. Di dalam: Jordan F, Pattison M, Alexander D,

Faragher T, editor. Poultry Disease. Ed ke-5. London: WB. Sounders.

hlm 170-177.

Fadilah R. 2003. Panduan Mengelola Paternakan Ayam Broiler Komersial.

Yogyakarta: Kanisius.

Fauzi RPS. 2012. Resistensi Campylobacter jejuni isolat lokal terhadap lima jenis

antimikroorganisme secara in vitro dan in vivo [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Joens LA. 2004. Campylobacter and Helicobacter. Di dalam: Gyles CL, Prescott

JF, Songer JG, Thoen CO, editor. Phatogenesis of Bacterial Infection in

Animal. Ed ke-3. USA: Blackwell Pub. hlm 353-361.

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2007. Medical Microbiology. Ed ke-24. USA:

McGraw-Hill.

Kapperud G, Skjerve E, Bean NH, Ostroff SM, Lassen J. 1992. Risk factors for

sporadic Campylobacter infections: results of a case–control study in

Southeastern Norway. J Clin Microbiol 30(12):3117–3121.

Kee JL, Hayes ER. 1993. Farmakologi Proses Pendekatan Keperawatan.

Anugerah P, penerjemah; Asih Y, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Pharmacolocy A Nursing Process Approach.

Leeson S, Summers JD. 2005. Commersial Poultry Nutritions. Ed ke-3. Ontario:

Nottingham University Pr.

Mulyantono B, Isman. 2008. Bertahan di Tengah Krisis. Jakarta: Agromedia.

Murtidjo BA. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta:

Kanisius.

Murtidjo BA. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta:

Kanisius.

Miller JM. 1997. Gram negative bacteria. [terhubung berkala]. http://www.asm.org/division/c/gramneg.htm. [4 September 2012].

Mullner P et al. 2010. Molecular epidemiology of Campylobacter jejuni in

geographically isolated country with a uniquely structured poultry industry. Appl Environ Microbiol 76(7): 2145-2154.

Neal MJ. 2005. At a Glance Farmakologi Medis. Surapsari J, penerjemah; Safitri

(47)

Newell DG. 2002. The ecology of Campylobacter jejuni in avian and human host

and the environment. Int J Infect Dis 3: 3S16-3S21.

[OIE] Office des Internationale Epizootica. 2008. Campylobacter jejuni and

Campylobacter coli. OIE terrestrial manual 2008. [terhubung berkala]. http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/2.09.03_CA MPYLO.pdf [17 Maret 2012].

Parker CT, Miller WG, Horn ST, Lastovica AJ. 2007. Common genomic feature of Campylobacter jejuni subsp. doylei strains distinguish them from Campylobacter jejuni subsp. jejuni.Bio Med Central Microb 7:50-52.

Pisestyani H. 2010. Isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni menggunakan

metode konvensional serta mekanisme patogenitas pada saluran pencernaan ayam broiler.[tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Poloengan M, Noor SM, Komala I, Andriani. 2005. Patogenesis Campylobacter

terhadap hewan dan manusia. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan

Pangan Produk Peternakan; Bogor, 14 September 2005. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 82−90.

Potter RC, Kaneene JB, Hall WN. 2003. Risk factors for sporadic Campylobacter

jejuni infections in rural Michigan: a prospective case–control study. Am J Public Health 93(12):2118–2123.

Rasyaf M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ray B, Bhuania A. 2008. Fundamental Food Microbiology. Ed ke-4. New York:

CRC Pr.

Ryan KJ, Ray CG. 2004. Medical Microbiology - An Introduction to Infectious

Disease. Ed ke-4. USA: Mc Graw Hill.

Saleh E, Dwi J. 2005. Pengaruh pemberian tepung daun katuk terhadap performan

ayam broiler. J Agr Pet 1(1): 14-15.

Sharma JM. 2008. Avian Immune System. Di dalam: Saif YM, editor. Disease of

Poultry. Ed ke-12. USA: Blackwell Pub.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Pr.

Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology, Bacterial and Fungal Agent

of Animal Disease. North Carolina: Elsevier Saunders. hlm 223-226.

Staley JT, Brenner DJ, Krieg NR, editor. 2000. Bergey Manual of Sistematic

Bacteriology. Ed ke-2. USA: Bergey Manual Trust.

Stern NJ. 2008. Salmonella species and Campylobacter jejuni cecal colonization

(48)

Stringer JL. 2006. Dasar Farmakologi Panduan untuk Mahasiswa. Ed ke-3. Hartanto H, penerjemah; Manurung J, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan

dari: Basics Consept in Pharmacology A Student’s Survival Guide.

Sudarmono AS. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta:

Kanisius.

Talib C, Inounu I, Bamualim A. 2007. Restrukturisasi peternakan di

Indonesia. Dalam : Analisis Kebijakan Pertanian 5(1):1-14.

Tjaniadi P et al. 2003. Antimicrobial resistance of bacterial pathogens associated

with diarrheal patients in Indonesia. J Trop Med Hyg 68(6):666-670.

Tjay TH, Rahardja K. 2007. Obat- obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo.

Vliet van AHM, Ketley JM. 2001. Pathogenesis of enteric Campylobacter

infection. J Appl Microbiol 90:45-56.

Yuwanta T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.

Zhang Q. 2008. Avian Immune System. Di dalam: Saif YM, editor. Disease of

(49)
(50)

Kegiatan Penelitian

• Jadwal kegiatan

Tanggal Kegiatan Keterangan

24 Juni 2011 Chick In

24 Juni 2011 Isolasi C. jejuni

dan nekropsi

Jumlah ayam yang dinekropsi 20 ekor

3 Juli 2011 Infeksi C. jejuni

6 Juli 2011 Nekropsi dan

Isolasi C. jejuni

Untuk melihat perubahan anatomi dan isolasi C. jejuni akibat infeksi

C. jejuni.

Jumlah ayam yang dinekropsi adalah 3 ekor setiap kelompok x 2

perlakuan* x 7 kelompok = 42 ekor

06-10 Juli 2011 Pengobatan

antibiotika

11 Juli 2011 Nekropsi dan

Isolasi C. jejuni

Untuk melihat perubahan anatomi dan

isolasi C. jejuni setelah diobati

antibiotik

Jumlah ayam yang dinekropsi adalah 3 ekor setiap kelompok x 2

perlakuan* x 7 kelompok = 42 ekor

*) Infeksi Campylobacter, isolat lapang dari Kudus dan Demak

• Disain Kandang

Kandang yang digunakan sebanyak 13 buah, meliputi 10 kandang yang

diinfeksi Campylobacter dan diberi antibiotik, 2 kandang yang hanya diinfeksi

(51)

Kudus

Kandang Antibiotik Jumlah Ayam Keterangan

A1 Siprofloksasin 10

B1 Tetrasiklin 10

C1 Kloramfenikol 10

D1 Eritromisin 10

E1 Amoksilin 10

F1

Kontrol positif 10 Infeksi C. jejuni

dan tidak diobati

G Kontrol negatif 10 Tidak diinfeksi

C. jejuni dan tidak diobati

Demak

Kandang Antibiotik Jumlah Ayam Keterangan

A2 Siprofloksasin 10

B2 Tetrasiklin 10

C2 Kloramfenikol 10

D2 Eritromisin 10 E2 Amoksilin 10

F2 Kontrol positif 10 Infeksi C. jejuni

dan tidak diobati

G Kontrol negatif 10 Tidak diinfeksi

(52)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan bergizi merupakan salah satu faktor yang mendasari kehidupan dan kesejahteraan manusia. Status gizi masyarakat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi suatu negara. Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang dan biasanya diukur dari tingkat konsumsi kalori dan protein. Di negara-negara industri maju, rata-rata konsumsi protein hewani lebih dari 50 gram/kapita/hari, sedangkan di Indonesia sekitar 10 gram/kapita/hari (Murtidjo 2003).

Permintaan pangan hewani cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyarakat (Murtidjo 2003). Daging ayam memiliki harga yang terjangkau oleh masyarakat luas, kualitasnya cukup baik dan tersedia dalam jumlah yang cukup, serta

penyebarannya hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia (Talib et al. 2007).

Menurut Ditjennak (2009), kontribusi daging dari berbagai jenis ternak menunjukkan bahwa peranan daging unggas semakin meningkat dari 20% pada tahun 70-an menjadi 64.7% pada tahun 2008. Perubahan struktur tersebut disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan dengan meningkatnya industri perunggasan nasional. Dalam hal pemenuhan kebutuhan daging unggas, Indonesia telah mencapai swasembada sejak tahun 1995 dan perlu diingat bahwa permintaan terhadap daging unggas akan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan yang cukup signifikan (Tangenjaya &

Djajanegara 2002, diacu dalam Talib et al. 2007).

Keamanan pangan (food safety) merupakan tuntutan utama konsumen.

Bahan pangan asal hewan memiliki kualitas yang baik dan aman dikonsumsi apabila terbebas dari cemaran fisik, kimia, dan biologi. Pangan asal hewan merupakan bahan yang sangat mudah dicemari oleh mikroorganisme sehingga

mudah rusak (perishable food). Produk pangan asal hewan berisiko tinggi

Gambar

Gambar 2 Skema kandang ayam.
Tabel 1 Dosis antibiotik untuk pengobatan campylobacteriosis per ekor ayam
Tabel 2 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus
Tabel 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan pasang surut selama 15 hari di perairan Kabupaten Cilacapa menghasilkan nilai konstanta harmonik yaitu nilai amplitudi dan nilai kelambatan fase antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penggunaan metode pembelajaran dan fasilitas belajar secara

Inilah yang mendorong penulis untuk berkarya berdasarkan cara untuk mengungkapkan gagasan, dan salah satunya diwujudkan dalam skripsi penciptaan seni kriya kayu

1). Strategi pengamatan ini menggunakan 12 stasiun IGS yang dijadikan sebagai titik ikat. Strategi pengamatan ini menggunakan 12 stasiun IGS yang dijadikan sebagai

Tujuan penerapan prinsip stratejik manajemen ini bagi UPBJJ-UT Kupang adalah untuk meningkatkan keberhasilan manajemen dengan meningkatkan peluang bisnis sebagai eksternal faktor

keuangan daerah khususnya yang menyangkut belanja daerah terutama pada bagian tata usaha keuangan untuk lebih meningkatkan penyusunan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran

disebutkan satu demi satu yang telah banyak memberi kontribusi terhadap penyelesaian disertasi ini. Untuk itu ucapan terima kasih disampaikan serta iringan doa