• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Standar Operasional Produksi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Produksi Dan Kualitas Pisang Tanduk (Musa Sp., Aab Group)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Standar Operasional Produksi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Produksi Dan Kualitas Pisang Tanduk (Musa Sp., Aab Group)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PRODUKSI

UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI

DAN KUALITAS PISANG TANDUK

(

Musa

sp.

,

AAB Group)

Oleh

ITA UTAMI AIDID

A24070028

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Quality Pisang Tanduk (Musa sp, AAB Group)

Abstract

The objective of this research was to determinate effect using cultivation technique in growth, yield, and quality of ‘Pisang Tanduk’. This research was conducted on May 2010 until October 2011 in Kopo, Cisarua Bogor. Quality observation was conducted at Postharvest Laboratory Departement of Agronomy and Horticulture, FAPERTA IPB. Treatment tested were traditional cultivation technique, production operational standard of banana monoculture and production operational standard of banana intercropping. Banana production operational standards that used were a modification of the production operational standard of ‘Rajabulu’ Banana (PKBT, 2007).

The results showed that cultivation techniques is significantly affected in growth and production of banana. Implementation production operational standard of banana can increased optimum growing. An examination of bunch weight, hands weight and fruit weight found that they generally greatest in implementation production operational standard of banana. Cultivation techniques also significantly affected on the fruit length and diameter of banana. Chemical quality is not significantly affected by cultivation techniques except for total soluble solids. Cultivation vegetable within banana planting is one alternative to increase revenue to farmer with R/C ratio 2.00. Vegetable planting did not affect banana growth and yield.

(3)

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PRODUKSI

UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI

DAN KUALITAS PISANG TANDUK

(

Musa

sp.

,

AAB Group)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ITA UTAMI AIDID

A24070028

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul : PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PRODUKSI

UNTUK

MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN,

PRODUKSI DAN KUALITAS PISANG TANDUK

(

Musa

sp.

,

AAB Group)

Nama : ITA UTAMI AIDID

NIM : A24070028

Pembimbing I

Dr. Ani Kurniawati, SP.,MSi NIP. 19691113 199403 2 00

Menyetujui,

Pembimbing II

Heri Harti, SP.,MSi NIP. 19731105 200701 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(5)

RINGKASAN

ITA UTAMI AIDID. Penerapan Standar Operasional Produksi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Produksi Dan Kualitas Pisang Tanduk (Musa

sp., AAB Group). Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI DAN HERI HARTI.

Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Pisang mengandung berbagai macam vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi manusia. Total produksi pisang Indonesia 38% dari total produksi buah nasional. Permintaan pisang di pasar lokal maupun luar negeri cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Permintaan yang cukup tinggi tidak diikuti oleh ketersediaan suplai pisang yang bermutu. Rendahnya produksi dan kualitas pisang disebabkan budidaya pisang di Indonesia belum dikelola secara optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa sistem budidaya pisang terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas buah pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group). Penelitian dilaksanakan di Desa Kopo Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dimulai pada bulan Mei 2010 – Oktober 2011.

Perlakuan terdiri dari sistem budidaya tradisional, sistem budidaya sesuai standar operasional produksi (SOP) pisang pola monokultur dan sistem budidaya sesuai standar operasional produksi (SOP) pisang pola tumpangsari. Peubah pertumbuhan meliputi lingkar batang, tinggi tanaman, jumlah daun. Peubah produksi meliputi waktu berbunga, bobot tandan, jumlah sisir per tandan, bobot per sisir, jumlah buah per sisir dan bobot per buah. Peubah kualitas buah meliputi asam total tertitrasi, padatan total terlarut, edible part, diameter dan panjang buah. Analisis data menggunakan uji-t untuk membandingkan antar sistem budidaya.

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar pada 3 Agustus 1989 sebagai putri pertama dari pasangan Bapak Umar Aidid dan Ibu Ismiati. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Klangonan Gresik, kemudian menyelesaikan studi di SMP Negeri 2 Gresik pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mayor Agronomi dan Hortikultura dan minor Kewirausahaan Agribisnis.

Selama perkuliahan, penulis aktif di berbagai kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah menjadi Sekretaris I Ikatan Mahasiswa Jawa Timur dan ketua divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) tahun 2008-2009. Penulis juga pernah mengikuti kepanitian dalam berbagai kegiatan antara lain Masa Perkenalan Departemen tahun 2009,

Farmer Field Day tahun 2010, dan Festival Tanaman (FESTA) XXXI tahun

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Penerapan Standar Operasional Produksi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Produksi Dan Kualitas Pisang Tanduk (Musa sp, AAB Group)’. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ani Kurniawati, SP., MSi

dan Heri Harti SP., MSi selaku pembimbing skripsi, teladan penulis yang telah memberikan bimbingan selama penelitian berlangsung. Dr. Ir. Sobir, MS selaku dosen penguji atas kritik dan saran kepada penulis. Selain itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, melalui dana DP2M Program Pengabdian Masyarakat Mono tahun, tahun 2010 yang telah membiayai penelitian ini.

2. Pak Nurdin, Pak Tata, Pak Cecep dan Kelompok Tani Sudi Mukti Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

3. Kedua orang tua dan adik-adik (Yuliman Muharram Aidid dan Firdaus Abdi Aidid) yang selalu memberikan do’a, kasih sayang dan motivasi kepada penulis.

4. Miftahul Bahrir rekan se-penelitian atas semua kerjasamanya.

5. Mbak Adya, Fikrin, Alfia, Mita, Rara, Oma, Okti, Evie Dj, Istir, Andra, Erik, dan Rahmat, terima kasih atas cinta dan tawa yang telah diberikan. 6. Keluarga besar AGH 44 Bersatu, atas kebersamaan yang indah.

7. Keluarga besar Dr. Eleven (Puji, Astrid, Didi, Alfia, Listika, Tika) dan Pondok NN (Mbak Zuhra, Mbak Endah, Mbak Dedek, Nining, Ayu, Leli, Okta, Ayung, Ike).

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Tanaman ... 4

Morfologi Pisang ... 5

Budidaya Pisang ... 6

Kualitas dan Mutu Pisang ... 9

BAHAN DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Hasil ... 16

Kondisi Umum ... 16

Pertumbuhan ... 18

Lingkar Batang ... 18

Tinggi Tanaman ... 21

Jumlah Daun ... 23

Produksi ... 24

Bobot Tandan, Bobot per Sisir dan Bobot per Buah ... 26

Jumlah Sisir per Tandan dan Jumlah Buah per Sisir ... 27

Kualitas ... 28

Kualitas Kimia Pisang Tanduk ... 28

Kualitas Fisik Pisang Tanduk ... 28

Pembahasan ... 30

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Karakteristik Buah pada Beberapa Kultivar Pisang ... 4 2. Data Analisis Tanah ... 16 3. Rekapitulasi Uji-t antar Sistem Budidaya ... 18 4. Perbandingan Lingkar Batang Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk

(Musa sp., AAB Group) ... 19 5. Perbandingan Tinggi Tanaman Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk

(Musa sp., AAB Group) ... 21 6. Perbandingan Jumlah Daun Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk

(Musa sp., AAB Group) ... 23 7. Persentase Waktu Berbunga Tanaman Pisang Tanduk pada Beberapa

Sistem Budidaya ... 24 8. Perbandingan Produksi Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya

Tradisional dan Sistem Budidaya SOP Pola Monokultur ... 27 9. Perbandingan Kualitas Kimia Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya

Tradisional dan SOP Pola Monokultur ... 28 10. Perbandingan Kualitas Fisik Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daun Pisang Tanduk Robek Terkena Angin ... 17 2. Serangan Erionota thrax (a), Sanitasi Lahan (b) ... 17 3. Pertumbuhan Lingkar Batang Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group)

pada Beberapa Sistem Budidaya. ... 20 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pisang Tanduk (Musa sp., AAB

Group) pada Beberapa Sistem Budidaya. ... 22 5. Pertumbuhan Jumlah Daun Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group)

pada Beberapa Sistem Budidaya ... 24 6. Tahapan Pembungaan Pisang Tanduk (a) Daun Bendera Muncul, (b)

Jantung Pisang Menjulang ke Atas, (c) Jantung Pisang Merunduk, (d) Pembrongsongan pada Buah Pisang Tanduk... 25 7. Tahapan Pembrongsongan Pisang Tanduk (a) Pembrongsongan pada

Buah, (b) Pengikatan Plastik Brongsong ke Pangkal Tandan, (c) Pembuangan Kelopak Daun, (d) Kelopak Daun yang Telah Jatuh ... 26 8. Tinggi Tanaman Pisang Tanduk (a) SOP Umur 10 BST,

(b) Tradisional Umur 8 BST ... 32

9. Lingkar Batang Pisang Tanduk (a) SOP umur 8 BST, (b) Tradisional umur 7 BST ... 33

10. Tanaman Pisang Tanduk yang Dibudidayakan secara Tradisional Rentan Rebah saat Terkena Angin Kencang ... 33 11. Bobot per Buah Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya (a)

Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur, (c) SOP Pola Tumpangsari ... 35 12. Penampilan Fisik Buah Pisang Tanduk (a) Sistem Budidaya

Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur (c) SOP Pola Tumpangsari ... 36 13. Perbandingan Panjang Buah Pisang Tanduk (a) Sistem Budidaya

Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur, (c) SOP Pola Tumpangsari ... 37 14. Penanaman Tanaman Sela diantara Pertanaman Pisang (a) Awal

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Klimatologi Lokasi Kebun Pisang Tanduk ... 47 2. Alur Standar Operasional Produksi Pisang Rajabulu ... 48 3. Analisis Usahatani Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional dan

SOP Pola Monokultur ... 49 4. Analisis Usahatani Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan. Pisang mengandung berbagai macam vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi manusia. Buah pisang dapat dikonsumsi sebagai buah segar atau olahan.

Pada tahun 2010, produksi pisang Indonesia mencapai 5 755 073 ton. Total produksi pisang Indonesia 38% dari total produksi buah nasional. Sentra produksi pisang sebagian besar berada di wilayah Jawa Barat. Total produksi pisang di Jawa Barat mencapai 1 090 777 ton (BPS, 2010).

Permintaan pisang di pasar lokal maupun luar negeri cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya konsumsi per kapita pisang tahun 2002 sebesar 17.4 kg/kapita/tahun, pada tahun 2007 konsumsi pisang domestik sebesar 21.4 kg/kapita/tahun (FAO, 2007). Peningkatan konsumsi buah tidak hanya disebabkan bertambahnya jumlah penduduk melainkan bertambahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai nilai gizi yang terkandung dalam buah-buahan khususnya buah pisang. Masyarakat juga lebih sadar mengenai manfaat buah-buahan untuk menjaga kesehatan tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Budidaya pisang sesuai dengan iklim Indonesia. Pisang dapat tumbuh hingga ketinggian 1 300 m dpl. Penanaman pisang juga tidak memerlukan investasi mahal seperti pengadaan rumah kaca. Pisang dapat berproduksi tanpa mengenal musim. Usahatani pisang memberikan keuntungan yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat (1-2 tahun) (Direktorat Hortikultura, 2005).

(15)

mengakibatkan antara lain rendahnya produksi, menurunnya kualitas buah sehingga harga jual pisang yang rendah.

Tanaman pisang membutuhkan tambahan unsur hara makro maupun mikro dalam proses pertumbuhan vegetatifnya (Erawati et al., 2007). Pisang membutuhkan jumlah nutrisi yang besar untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Menurut Nakasone and Paull (1998), kebutuhan nitrogen tanaman pisang sekitar 388 kg/ha/tahun, fosfor 52 kg/ha/tahun, kalium 1 438 kg/ha/tahun, kalsium 227 kg/ha/tahun, dan magnesium 125 kg/ha/tahun. Hasil penelitian Nyombi et al. (2010) menyatakan bahwa hasil panen pisang dapat ditingkatkan dengan penggunaan pupuk mineral.

Konsumen pisang menginginkan pisang dengan mutu yang baik. Kriteria mutu yang diharapkan meliputi penampakan pisang yang mulus, tingkat kematangan yang optimal, rasa, serta aman dikonsumsi. Permintaan tersebut dapat dipenuhi jika petani menggunakan sistem budidaya yang tepat dan benar. Oleh karena itu, penerapan Standar Operasional Produksi (SOP) pisang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi serta kualitas pisang. Penerapan sistem budidaya sesuai SOP pisang juga diharapkan dapat menambah pendapatan petani.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa sistem budidaya terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas buah Pisang Tanduk

(16)

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain :

1. SOP pola monokultur memberikan pertumbuhan, produksi serta kualitas yang lebih baik dibandingkan sistem budidaya tradisional dan SOP pola tumpangsari.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pisang (Musa spp. L) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, keluarga

Musaceae (Purseglove, 1972).

Tabel 1. Karakteristik Buah pada Beberapa Kultivar Pisang

Group Subgroup Karakteristik

AA Pisang Mas Ukuran buah kecil (8-12 cm), kulit tipis berwarna emas, daging buah berwarna oranye rasa sangat manis, 5-9 sisir per tandan, 12-18 buah per sisir.

AAA Pisang Ambon Ukuran buah sedang-besar, kulit tebal, daging buah berwarna keputihan, tekstur daging halus, 8-12 sisir per tandan.

Cavendish Ukuran buah sedang-besar, kulit berwarna kuning, jumlah sisir per tandan 14-20, dan 16-20 buah per sisir. AAB Pisang Raja Ukuran buah besar (14-20 cm), kulit tebal, tekstur

daging kasar, 6-9 sisir per tandan, 14-16 buah per sisir. Pisang Tanduk Kulit berwarna kuning, daging buah berwarna kuning

muda atau putih kekuningan, tekstur daging buah kasar, 2 sisir per tandan.

ABB Bluggoe Ukuran buag sedang-besar, tekstur daging kasar dan warna daging buah akan berubah menjadi merah kecoklatan ketika matang, 7 sisir per tandan.

BBB Pisang Kepok Ukuran buah sedang-besar (10-15 cm), bentuk buah bersiku atau bersegi, kulitnya tebal berwarna kuning, tekstur daging lembut, 8-16 sisir per tandan, 12-20 buah per sisir.

(18)

Pisang komersial berasal dari persilangan Musa acuminata (AA) dan

Musa balbisiana (BB). Variasi group genom Musa yang terbentuk yaitu AA,

AAA, AAB, AB, ABB, ABBB (Robinson, 1996). Menurut Hasan dan Pantastico (1990), beberapa kultivar pisang yang populer di Indonesia antara lain Pisang Ambon Putih/AAA, Pisang Ambon Lumut/AAA, Pisang Raja Sereh/AAB, Pisang Raja/AAB, Pisang Mas/AA, Pisang Tanduk/AAB, dan Pisang Nangka/AAB.

Keistimewaan Pisang Tanduk adalah bentuk buahnya yang besar panjang dan melengkung seperti tanduk. Menurut PKBT (2009), umur panen Pisang Tanduk berkisar antara 10-12 BST. Panjang buah Pisang Tanduk berkisar 28-32 cm, sedangkan diameter buah berkisar 4.4-4.8 cm. Produksi buah Pisang Tanduk sangat sedikit. Satu pohon hanya menghasilkan dua atau tiga sisir, rata-rata tiap sisirnya terdiri dari 11-13 buah. Berat buah mencapai sekitar 300-320 g. Daging buah berwarna kuning kemerahan. Derajat kemanisan buah sebesar 31-33obriks, sedangkan kadar beta karoten sebesar 0.71 per 100 g.

Morfologi Pisang

Menurut Robinson (1996), tanaman pisang merupakan tanaman tahunan dan bersifat monokotiledon. Tanaman ini hanya berbuah sekali dalam satu periode. Tinggi tanaman pisang dapat mencapai 2-9 m (Nakasone and Paull, 1998). Sistem perakaran tanaman pisang merupakan sistem akar adventif yang lunak. Akar primer berasal dari permukaan silinder pusat sepanjang rhizome, muncul secara berkelompok tiga atau empat. Akar primer berwarna putih ketika muncul kemudian berubah warna menjadi coklat keabu-abuan. Ketebalan akar primer 5-8 mm. Rhizome yang sehat dapat menghasilkan 200-500 akar primer. Jumlah akar primer dapat mencapai 1 000 ketika anakan sudah mulai muncul (Robinson, 1996).

(19)

Distribusi akar dipengaruhi oleh jenis tanah, kerapatan tanah dan drainase. Tanah yang memiliki draninase baik akan lebih banyak menginduksi akar. Terdapat korelasi positif antara volume akar dengan bobot tandan. Pada umumnya, sistem perakaran adventif pisang mencapai 1-2 m. Zona perakaran vertikal pisang sangat dangkal, hanya 40% volume akar pada kedalaman 100 mm dan 85% pada kedalaman di atas 300 mm. Perakaran primer pisang jarang menembus tanah hingga di bawah 600 mm. Perbandingan akar sekunder dan tersier pada plantain adalah 53 dan 46% dibandingkan dengan 22 dan 77% pada

banana. Hal ini diduga merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya

produktivitas dan penurunan hasil dari golongan plantain (Robinson, 1996).

Budidaya Pisang

Berdasarkan data BPS (2010) sentra produksi pisang berada di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Total produksi pisang di Jawa Barat mencapai 1 090 777 ton. Pola pertanaman pisang di Indonesia masih dalam skala kecil. Penanaman pisang dilakukan di pekarangan atau tegalan dengan luasan kurang dari 1 ha. Menurut Direktorat Hortikultura (2005) luas lahan untuk perkebunan kecil adalah 10-30 ha, sedangkan perkebunan besar seluas lebih dari 30 ha.

(20)

mengandung humus serta memiliki ketersediaan air tanah yang cukup. Penyiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari hal-hal yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Penanaman pisang sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.

Penyediaan Bibit. Tersedianya bibit pisang yang sehat akan menentukan hasil produksi Pisang. Bibit dapat diperoleh dari tunas, anakan, bonggol dan bibit yang diperbanyak secara kultur jaringan.

Bahan tanam dapat berasal dari anakan yang baru muncul dari tanah. Terdapat dua macam anakan yaitu anakan air dan anakan pedang. Anakan pedang memiliki daun sempit dan rimpang besar. Anakan air memiliki daun luas dan rimpang kecil. Penggunaan anakan air sebagai bahan tanam sebaiknya dihindari. Secara umum, perkebunan pisang tropis menggunakan anakan pedang sebagai bahan tanam (Nakasone and Paull, 1998).

Bahan yang paling baik digunakan adalah anakan pedang dengan tinggi 41-100 cm, daunnya berbentuk seperti pedang dengan ujung runcing. Anakan rebung (20-40 cm) kurang baik jika ditanam langsung karena bonggolnya masih lunak dan belum berdaun sehingga mudah kekeringan, sedangkan anakan dewasa (tinggi >100 cm) terlalu berat dalam pengangkutan dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan karena telah memiliki daun sempurna (Balitbangtan, 2008).

Bibit anakan setelah dipisahkan harus segera ditanam, jika terlambat akan meningkatkan serangan hama penggerek dan kematian di kebun. Apabila pada saat tanam kekurangan air dalam waktu yang cukup lama, bibit akan layu dan mati bagian batangnya, tetapi bonggol yang tertimbun dalam tanah masih mampu untuk tumbuh dan memulai pertumbuhan kembali membentuk bonggol baru diatas bonggol yang lama (Balitbangtan, 2008).

(21)

produksi lebih tinggi jika penanaman dilakukan lebih dalam. Pengairan perlu dilakukan setelah penanaman (Nakasone and Paull, 1998).

Pemupukan. Tanaman pisang membutuhkan tambahan unsur hara makro maupun mikro dalam proses pertumbuhan vegetatifnya (Erawati et al., 2007). Menurut Nakasone and Paull (1998), pisang membutuhkan jumlah nutrisi yang besar untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Kebutuhan nitrogen tanaman pisang sekitar 388 kg/ha/tahun, fosfor 52 kg/ha/tahun, kalium 1 438 kg/ha/tahun, kalsium 227 kg/ha/tahun, dan magnesium 125 kg/ha/tahun.

Pemupukan diperlukan pada tahap awal pertumbuhan vegetatif karena akan mempengaruhi produksi buah. Pisang membutuhkan N dan K dalam jumlah yang cukup tinggi. Nitrogen harus diberikan pada interval pendek selama pertumbuhan, sedangkan kalium hanya diberikan saat tanam dan dua kali setahun sesudahnya. Fosfat diberikan saat tanam (Nakasone and Paull, 1998)

Pemberian pupuk ini diharapkan dapat meningkatkan produksi buah. Dosis pupuk urea Pisang Rajabulu sebesar 600 g/tanaman, SP-36 400 g/tanaman dan KCl 1 550 g/tanaman. Pemupukan pertama dilakukan pada 1 BST dengan dosis 150 g urea, 100 g SP-36 dan 200 g KCl per tanaman. Pemupukan kedua, ketiga dan keempat dilakukan 4 BST, 8 BST dan 12 BST dengan dosis 150 g urea, 100 g SP-36 dan 450 g KCl per tanaman (Harti et al., 2007).

Pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan untuk memberikan kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman Pisang Rajabulu meliputi penjarangan anakan, sanitasi lahan, pemotongan jantung, pembrongsongan serta penyanggahan (Harti et al., 2007).

Panen. Panen dilakukan dengan cara melukai batang dilukai menggunakan sabit atau parang sampai lewat separuh tebal batang. Tandan tidak jatuh ke tanah, tetapi menggantung agar tidak mengalami kerusakan. Pemanenan sebaiknya dilakukan oleh dua orang, satu orang memotong dan yang lainnya menangkap tandan sewaktu jatuh (Nakasone and Paull, 1998).

(22)

mulai mengering, buah pisang tidak bersudut, perubahan warna kulit buah dari cerah menjadi tua.

Indeks skala warna kulit buah pisang digunakan untuk mengetahui tahapan pematangan pisang. Derajat kekuningan kulit buah dinilai dengan angka 1 sampai 8. Nilai tersebut adalah :

1 : Hijau 5 : Kuning dengan ujung hijau

2 : Hijau dengan sedikit kuning 6 : Kuning penuh

3 : Hijau kekuningan 7 : Kuning dengan sedikit bintik coklat 4 : Kuning lebih banyak dari hijau 8 : Kuning dengan bercak coklat lebih luas Sumber : www.postharvest.ucedavis.edu

Kualitas dan Mutu Pisang

Sebagian besar konsumen memperhatikan mutu buah berdasarkan mutu visual atau penampakan, tekstur, citarasa dan kandungan gizi. Kader (1992) menyatakan bahwa secara keseluruhan kualitas buah dipengaruhi oleh penampilan (ukuran, bentuk, warna, kilapan dan cacat), tekstur (kekerasan, kelembutan, dan serat), flavour (rasa dan aroma), nilai nutrisi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral), dan keamanannya yaitu keamanan dari kandungan senyawa toksik dan mikroba.

Buah pisang memiliki kandungan vitamin A yang cukup tinggi sebesar 0.003-1.0 mg per 100 g, terutama pada Pisang Tanduk. Kandungan vitamin C pada pisang meja sebesar 10 mg per 100 g, sedangkan kandungan vitamin C pisang olahan sekitar 20-25 mg per 100 g (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

Pisang juga mengandung asam-asam yaitu meliputi asam malat, asam sitrat dan asam oksalat. Saat Pisang masih mentah asam organik utamanya adalah asam oksalat, tetapi setelah tua dan matang asam organik yang utama adalah asam malat. Sementara itu, pH menurun dari 5.4 (mentah) menjadi 4.5 ketika Pisang menjadi matang (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

(23)

buah matang. Pantastico (1989) menambahkan pada awal pertumbuhan buah, kadar gula total termasuk gula pereduksi dan non pereduksi sangat rendah. Dengan meningkatnya pemasakan kandungan gula total naik cepat dengan timbulnya glukosa dan fruktosa. Kenaikan gula tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya kemasakan.

Selain berbagai vitamin tersebut diatas, Pisang juga mengandung senyawa amin yang bersifat fisiologis aktif dalam jumlah yang relatif besar yaitu seretonin 50 µg per 100 g dan norepinephrine 100 µg per 100 g. Seretonin dan norepinephrine merupakan dua jenis amin yang aktif sebagai neurotransmitter yang berpengaruh dalam kelancaran fungsi otak (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

(24)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Desa Kopo Cisarua, Bogor dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dimulai bulan Mei 2010 – Oktober 2011.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan pedang Pisang Tanduk sesuai SOP, pupuk kandang, agensia hayati (Tricoderma sp., Gliocladium sp.), pupuk urea, KCl, SP-36, dursban 50 EC, Dithane M45. Benih tanaman sela meliputi kol, daun bawang, caisim dan wortel. Alat yang digunakan timbangan, tali, meteran, plastik polietilen, alat-alat pertanian, gelas kimia, erlenmeyer, mortar, alat titrasi, penetrometer, serta hand refractometer.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan seluas 1500 m2.Perlakuan yang diberikan sistem budidaya tradisional, sistem budidaya sesuai standar operasional produksi (SOP) Pisang pola monokultur dan sistem budidaya sesuai standar operasional produksi (SOP) Pisang pola tumpangsari.

Data dianalisis menggunakan uji-t. Nilai berbeda nyata apabila thit > ttabel

dan tidak berbeda nyata apabila thit < ttabel, ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada

taraf 5% dan db (n1 + n2 -2). Model matematika dari uji t adalah :

Thitung = dengan Sp = 2

) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 1 − + − + − n n S n S n

Keterangan :

X

1

,

X

2 : nilai tengah contoh 1 dan 2

S12, S22 : ragam contoh 1 dan 2

n1, n2 : jumlah contoh 1 dan 2

Sp : simpangan baku gabungan

(25)

Pelaksanaan Penelitian

Perlakuan sistem budidaya tradisional menggunakan sistem budidaya yang biasa dilakukan oleh petani setempat. Sistem budidaya yang digunakan pada perlakuan SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari merupakan modifikasi dari standar operasional produksi Pisang Rajabulu (Harti et al., 2007). Adapun modifikasi standar operasional produksi sebagai berikut :

1. Penyediaan bibit. Bibit yang digunakan berasal dari anakan pedang dengan pengelompokan tinggi 10-20 cm, 30-40 cm dan 41-50 cm. Sebelum ditanam, bibit direndam dalam fungisida dengan dosis 10 g/l selama 30 menit.

2. Penyiapan lahan. Penyiapan lahan terdiri dari pembersihan lahan, pengajiran dan pembuatan lubang tanam. Ukuran lubang tanam yang digunakan adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm. Jarak tanam yang digunakan yaitu 2.5 m x 2.5 m. Pada saat pembuatan lubang tanam, tanah dipisahkan antara tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama 1 minggu untuk meminimalisir penyakit tular tanah. Setelah itu, lubang tanam diberi campuran pupuk kandang dan agensia hayati. Dosis pemberian per lubang tanam sebesar 30 g agensia hayati per 3 kg pupuk kandang. Dosis pemberian pupuk kandang dapat disesuaikan dengan tingkat kemasaman tanah.

3. Penanaman. Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibit ke dalam lubang tanam sebatas 5-10 cm di atas pangkal tanah, kemudian lubang ditutup kembali dengan tanah galian.

(26)

5. Sanitasi Lahan. Sanitasi dilakukan dengan cara memotong daun pisang yang sudah mengering dan menguning. Melakukan penyiangan gulma secara manual dan kimia.

6. Pembrongsongan. Pembrongsongan dilakukan pada saat seludang pisang pertama belum membuka dan jantung pisang sudah mulai merunduk. Pembrongsongan menggunakan plastik polietilen yang diikatkan ke pangkal tandan dengan mengusahakan seludang atas tidak masuk ke dalam plastik brongsong.

7. Panen. Pemanenan dilaksanakan pada waktu pagi hari atau sore hari dalam keadaan cerah. Kriteria panen mengikuti pedoman daun bendera mengering, buah pisang sudah tidak bersudut serta berwarna hijau tua.

Pengamatan

Pengamatan komponen pertumbuhan dilakukan satu bulan sekali. Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman contoh tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain:

1. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap bulan.

2. Lingkar batang

Lingkar batang diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah. Pengamatan lingkar batang dilakukan setiap bulan.

3. Jumlah daun

Jumlah daun yang dihitung adalah jumlah daun yang sudah membuka sempurna. Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap bulan.

Pengamatan komponen produksi dilakukan terhadap 5 tanaman contoh tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain:

1. Waktu berbunga

(27)

2. Bobot tandan

Panen dilakukan dengan cara memotong tangkai pisang. Tangkai pisang disisakan 30 cm. Bobot tandan dihitung dengan menimbang tandan Pisang Tanduk setelah panen.

3. Jumlah sisir per tandan

Jumlah sisir per tandan diperoleh dengan menghitung banyaknya sisir dalam satu tandan Pisang Tanduk. Pengamatan jumlah sisir per tandan dilakukan saat panen.

4. Bobot sisir per tandan

Bobot sisir per tandan dihitung dengan menimbang sisir dalam satu tandan. Pengamatan dilakukan saat panen.

5. Jumlah buah per sisir

Jumlah buah per sisir diperoleh dengan menghitung jumlah buah dalam tiap sisir dalam tandan. Pengamatan dilakukan saat panen.

6. Bobot per buah

Bobot buah diperoleh dengan menimbang buah Pisang Tanduk dari tiap sisir diwakili 3 buah. Penimbangan dilakukan saat buah siap konsumsi. Pengamatan komponen kualitas buah dilakukan saat pisang matang dan siap konsumsi. Pengamatan dilakukan terhadap satu tanaman contoh tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain:

1. Diameter buah

Diameter buah diukur menggunakan jangka sorong pada bagian tangah, pangkal dan ujung. Ketiga data yang diperoleh tersebut diambil rata-ratanya.

2. Panjang buah

Panjang buah diukur mulai dari pangkal hingga ujung buah. 3. Asam Tertitrasi Total

(28)

Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Kandungan ATT dapat dihitung dengan rumus :

100 x (g) pisang contoh bobot fp x 0.1N NaOH ml bahan) 100g / 0.1N NaOH TAT(ml =

fp : faktor pengenceran (100 ml/25 ml) 4. Padatan Terlarut Total

Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan menghaluskan daging buah Pisang kemudian diambil sarinya dengan menggunakan kain kasa. Sari buah yang telah diperoleh diteteskan pada lensa refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat pada alat (obriks). Lensa refraktometer dibersihkan dengan air destilata sebelum dan sesudah digunakan.

5. Kekerasan Kulit Buah

Kekerasan kulit buah diukur menggunakan penetrometer. Pengukuran dilakukan pada buah pisang yang belum dikupas kulitnya. Buah Pisang diletakkan sedemikian rupa hingga stabil. Jarum penetrometer ditusukan pada bagian ujung, tengah, dan pangkal. Ketiga data yang diperoleh kemudian diambil rata-ratanya.

6. Edible Part

Pengukurannya diukur dengan menimbang bobot buah sebelum dikupas bobot kulit dan bobot buah setelah dikupas. Bobot daging buah didapatkan dengan mengurangi bobot buah sebelum dikupas dengan bobot kulit. Bagian buah yang dapat dimakan (edible part) dihitung dengan menggunakan rumus :

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum

Penanaman Pisang Tanduk dilakukan di kebun petani Desa Kopo, Cisarua Bogor. Ketinggian lokasi penanaman adalah 920 m dpl dengan curah hujan tahunan 3 767 mm/tahun. Suhu rata-rata berkisar 21.3oC, sedangkan kelembaban rata-rata berkisar 85% (Lampiran 1). Menurut Harti et al. (2007), kelembaban udara yang sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu adalah >60%. Nakasone and Paull (1998) menyatakan kisaran suhu untuk penanaman pisang adalah 15-38oC

Ketinggian tempat yang sangat sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu <800 m dpl, sedangkan ketinggian tempat yang cukup sesuai untuk tanaman Pisang Rajabulu berkisar 800 – 1 000 m dpl. Curah hujan yang sangat sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu berkisar 1 500 – 2 500 mm/tahun, sedangkan curah hujan 1 250-3 000 mm/tahun tergolong cukup sesuai untuk pertanaman Pisang Rajabulu (Harti et al, 2007).

Lahan yang digunakan merupakan lahan bekas pertanaman sayuran. Kriteria tanah yang sangat sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu yaitu pH tanah berkisar 5.6-7.5 dengan kandungan C-organik >1.5% (Harti et al., 2007). Berdasarkan kriteria iklim dan tanah menunjukkan bahwa lokasi yang digunakan cukup sesuai untuk pertanaman Pisang Tanduk.

Tabel 2. Data Analisis Tanah

Aspek Metode Nilai Status

pH H2O 4.8 Masam

pH KCl 4.1 Masam

C-Organik (%) Walkley & Black 1.76 Rendah

N (%) Kjeldahl 0.13 Rendah

C/N 14 Sedang

P2O5 (ppm) Bray 1 28.3 Sangat Tinggi

K2O (ppm) Morgan 67.3 Sangat Tinggi

(30)

Rata-rata kece angin mencapai 6.0 dibudidayakan seca menyebabkan transpir pada pertanaman robe

Gambar 1. Da Sanitasi lahan BST tidak terawat de dikarenakan mendeka serangan hama sepert Upaya yang dilakuka (Gambar 2b), dengan s

Gambar 2. Ser a

kecepatan angin sebesar 2.4 km/jam. Saat 11 6.0 km/jam yang menyebabkan sebagian besar

cara tradisional rebah. Angin yang ke pirasi yang lebih cepat dan merusak daun. Seba obek karena terkena angin (Gambar 1).

aun Pisang Tanduk Robek Terkena Angin

han pertanaman Pisang Tanduk SOP pola monokul dengan baik karena tidak ada pekerja. Tidak

kati hari Raya Idul Fitri 2010. Hal ini meny erti Erionota thrax atau penggulung daun pisan kukan untuk mengatasi serangan hama dengan gan sanitasi yang baik serangan hama dapat dike

erangan Erionota thrax (a), Sanitasi Lahan (b) b

11 BST, kecepatan sar tanaman yang kencang diduga bagian besar daun

onokultur pada 3-5 dak adanya pekerja nyebabkan adanya sang (Gambar 2a). gan sanitasi lahan

kendalikan.

(31)
[image:31.595.102.516.107.675.2]

Tabel 3. Rekapitulasi Uji-t antar Sistem Budidaya

Pengamatan

Perlakuan Tradisional

vs

SOP Monokultur

Tradisional vs

SOP Tumpangsari

SOP Monokultur vs

SOP Tumpangsari

Lingkar Batang * * tn

Tinggi Tanaman * * tn

Jumlah Daun * * tn

Bobot Tandan * * tn

Bobot per Sisir * * tn

Bobot perBuah * * tn

Jumlah Sisir per

Tandan tn tn tn

Jumlah Buah

per Sisir tn tn tn

Kekerasan Buah tn tn tn

Edible portion tn tn tn

Padatan Total

Terlarut * * tn

Total Asam

Tertitrasi tn tn tn

Panjang Buah * * tn

Diameter Buah * * tn

Keterangan : tn tidak nyata

* nyata

Pertumbuhan

Lingkar Batang

(32)

tradisional sebesar 2.94 cm per bulan, sedangkan lingkar batang yang dibudidayakan sesuai SOP bertambah 7.91 cm tiap bulan (Tabel 4).

Tabel 4. Perbandingan Lingkar Batang Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group)

Perlakuan Lingkar Batang (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

---BST--- Tradisional 10.7 13.9 18.2 20.3 22.2 26.7 29.3 33.2 37.2 SOP Monokultur 11.9 16.6 29.9 37.7 46.6 55.9 66.8 72.6 83.1

Uji-t tn tn tn * ** ** ** ** **

Tradisional 10.7 13.9 18.2 20.3 22.2 26.7 29.3 33.2 37.2 SOP Tumpangsari 9.7 15.6 32.6 39.1 48.4 58.8 75.7 72.8 88.5

Uji-t tn tn ** ** ** ** ** ** **

SOP Monokultur 11.9 16.6 29.9 37.7 46.6 55.9 66.8 72.6 83.1 SOP Tumpangsari 9.71 15.6 32.6 39.1 48.4 58.8 75.7 72.8 88.5

Uji-t tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan : tn tidak nyata

* nyata ** sangat nyata

Penerapan SOP pola tumpangsari tidak mempengaruhi lingkar batang Pisang Tanduk 1 dan 2 BST. Penerapan SOP pola tumpangsari mempengaruhi pertumbuhan lingkar batang Pisang Tanduk pada 3-9 BST (Tabel 4). Pertumbuhan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan dengan SOP pola tumpangsari lebih baik dibandingkan dengan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Lingkar batang tanaman Pisang yang dibudidayakan sesuai SOP pola tumpangsari 2.17 kali lebih besar dibandingkan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional.

(33)
[image:33.595.106.509.76.791.2]

Pertumbuhan lingkar batang tanaman pisang yang dibudidayakan dengan SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari lebih cepat dibandingkan dengan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional (Gambar 3). Pada pengamatan 3 BST dan seterusnya, pertumbuhan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan dengan SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari jauh melampaui pertumbuhan lingkar batang tanaman pisang yang dibudidayakan secara tradisional. Akan tetapi, perlakuan SOP pola tumpangsari dan SOP pola monokultur tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam penambahan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk (Gambar 3 ).

Gambar 3. Pertumbuhan Lingkar Batang Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) pada Beberapa Sistem Budidaya.

37.2 83.1 88.5

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

L

in

gk

ar

B

at

an

g (

cm

)

Bulan Setelah Tanam

(34)

Tinggi Tanaman

Penerapan SOP tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman Pisang Tanduk 1 dan 2 BST, mulai berpengaruh nyata pada tinggi tanaman Pisang Tanduk 3 BST. Pada umur 4 hingga 9 BST, penerapan SOP pola monokultur berpengaruh sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman Pisang Tanduk. Penerapan SOP pola monokultur dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman 2.4 kali lipat lebih besar dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Pertambahan tinggi tanaman sebesar 12.2 cm per bulan pada tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP pola monokultur sebesar 32.12 cm per bulan (Tabel 5).

Tabel 5. Perbandingan Tinggi Tanaman Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group)

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

---BST---Tradisional 24.5 37.6 53.9 63.6 74.9 89.7 96.7 115.8 133.6

SOP Monokultur 37.5 49.0 105.6 138.1 162.8 213.5 257.3 291.2 326.6

Uji-t tn tn * ** ** ** ** ** **

Tradisional 24.5 37.6 53.9 63.6 74.9 89.7 96.7 115.8 133.6

SOP Tumpangsari 28.9 48.0 109.8 143.7 169.9 227.3 275.7 314.0 352.7

Uji-t tn tn ** ** ** ** ** ** **

SOP Monokultur 37.5 49.0 105.6 138.1 162.8 213.5 257.3 291.2 326.6

SOP Tumpangsari 28.9 48.0 109.8 143.7 169.9 227.3 275.7 314.0 352.7

Uji-t tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan : tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata

(35)

tradisional. Rata pertambahan tinggi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional sebesar 12.2 cm per bulan, sedangkan pertambahan tinggi tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP pola tumpangsari sebesar 35.9 cm (Tabel 5).

[image:35.595.108.509.77.797.2]

Pertumbuhan tinggi tanaman Pisang Tanduk dapat dilihat pada gambar 4. Peningkatan tinggi tanaman dimulai dari 2 BST hingga 9 BST. Penerapan SOP pola monokultur tidak berbeda nyata dengan SOP pola tumpangsari pada parameter tinggi tanaman. Rata-rata tinggi tanaman pada tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP dengan pola tumpangsari lebih baik daripada SOP pola monokultur. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pertambahan tinggi tanaman SOP pola monokultur sebesar 32.12 cm per bulan sedangkan pertambahan tinggi tanaman SOP pola tumpangsari 35.9 cm per bulan.

Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) pada Beberapa Sistem Budidaya.

133.5 326.5 352.6

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

T

in

ggi

T

an

am

an

(

cm

)

Bulan Setelah Tanam

(36)

Jumlah Daun

Penerapan SOP tidak berpengaruh pada jumlah daun tanaman Pisang Tanduk 1 BST, namun sangat mempengaruhi jumlah daun tanaman Pisang Tanduk pada 2 hingga 9 BST (Tabel 6). Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP monokultur maupun SOP tumpangsari lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang dibudidayakan secara tradisional.

Tabel 6. Perbandingan Jumlah Daun Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group)

Perlakuan Jumlah Daun

1 2 3 4 5 6 7 8 9

---BST---

Tradisional 3 3 4 4 4 4 4 5 5

SOP Monokultur 3 7 8 6 8 8 8 8 9

Uji-t tn ** ** ** ** ** ** ** **

Tradisional 3 3 4 4 4 4 4 5 5

SOP Tumpangsari 3 7 8 7 8 7 7 7 8

Uji-t tn ** ** ** ** ** ** ** **

SOP Monokultur 3 7 8 6 8 8 8 8 9

SOP Tumpangsari 3 7 8 7 8 7 7 7 8

Uji-t tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan : tn tidak nyata

* nyata ** sangat nyata

(37)

Gambar 5. Pertumbuhan Jumlah Daun Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) pada Beberapa Sistem Budidaya

Produksi

Pisang Tanduk yang dibudidayakan menggunakan SOP mulai berbunga pada 9-10 BST, sedangkan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional mulai berbunga pada 13 BST (Tabel 7). Umur panen berkisar 105-110 HSA untuk pisang yang dibudidayakan sesuai SOP.

Tabel 7. Persentase Waktu Berbunga Tanaman Pisang Tanduk pada Beberapa Sistem Budidaya

Perlakuan Waktu Berbunga (BST)

9 10 11 12 13

--- % ---

Tradisional - - - 16 33

SOP Monokultur 50 50 - - -

SOP Tumpangsari 75 25 - - -

Tahapan pembungaan Pisang Tanduk ditandai dengan munculnya daun bendera. Daun terakhir mulai menggulung, kemudian jantung pisang keluar dari bagian tengah. Pada saat jantung pisang mulai merunduk, pembrongsongan buah

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ju

m

lah

D

au

n

Bulan Setelah Tanam

[image:37.595.106.508.73.827.2] [image:37.595.117.494.88.472.2]
(38)

harus segera dilakuka hama atau penyakit pa

Gambar 6. T M P T Antesis terjadi sehingga diperlukan kelopak daun Pisang buah saat buah nor Pemotongan jantung ada jantung yang ter (Gambar 7).

a

c

kukan. Pembrongsongan buah bertujuan menc pada buah pisang (Gambar 6).

. Tahapan Pembungaan Pisang Tanduk (a) Muncul, (b) Jantung Pisang Menjulang ke A Pisang Merunduk, (d) Pembrongsongan pad Tanduk

jadi saat jantung buah berada di dalam pla n pembukaan pengikat plastik brongsong unt ng Tanduk. Pada umumnya dilakukan pemot normal terakhir melengkung ke atas (Harti

g buah tidak dilakukan pada Pisang Tanduk. S tersisa, sehingga tidak diperlukan pemotonga

b

d

ncegah timbulnya

a) Daun Bendera Atas, (c) Jantung pada Buah Pisang

plastik brongsong, untuk membuang motongan jantung

rti et al, 2007).

(39)

Gambar 7. Ta pada Tanda yan

Bobot Tandan, Bobot

Rata-rata bobot pola monokultur dan 14.13 kg. Tabel 8 m tandan, bobot per sis dihasilkan dari sist

c a

ahapan Pembrongsongan Pisang Tanduk (a) P pada Buah, (b) Pengikatan Plastik Brongson

andan, (c) Pembuangan Kelopak Daun, (d) ang Telah Jatuh

obot per Sisir dan Bobot per Buah

bobot tandan pisang yang dibudidayakan secara t dan SOP pola tumpangsari berturut-turut 6.46 k

menunjukkan bahwa penerapan SOP mempe sisir dan bobot per buah. Bobot tandan Pisan istem budidaya sesuai SOP lebih besar

d b

) Pembrongsongan song ke Pangkal d) Kelopak Daun

(40)

dibandingkan bobot tandan tradisional. Penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk dapat meningkatkan bobot per buah sebesar 93.42% dibandingkan bobot per buah tanaman tradisional. Bobot per sisir Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP lebih besar 2.4 kali dibandingkan bobot per sisir Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional.

Tabel 8. Perbandingan Produksi Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional dan Sistem Budidaya SOP Pola Monokultur

Perlakuan Komponen Produksi Bobot Tandan (Kg) Jumlah Sisir per Tandan Bobot per Sisir (Kg) Jumlah Buah per Sisir Bobot per Buah (g)

Tradisional 6.4 2.3 2.5 9.0 232.7

SOP Monokultur 14.9 2.0 6.6 14.0 454.3

Uji-t ** tn * tn **

Tradisional 6.4 2.3 2.5 9.0 232.8

SOP Tumpangsari 14.1 2.3 5.5 13.1 445.9

Uji-t * tn * tn **

SOP Monokultur 14.9 2.0 6.6 14.0 454.3

SOP Tumpangsari 14.1 2.3 5.5 13.1 445.9

Uji-t tn tn tn tn tn

Keterangan : tn tidak nyata

* nyata ** sangat nyata

Perlakuan SOP pola monokultur tidak berbeda nyata dengan perlakuan SOP pola tumpangsari (Tabel 8). Rata-rata bobot tandan, bobot per sisir dan bobot per buah Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP pola monokultur tidak berbeda dengan SOP pola tumpangsari. Rata-rata bobot tandan, bobot per sisir dan bobot per buah Pisang Tanduk hampir sama pada sistem budidaya SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman tanaman sela tidak mengganggu produksi pisang.

Jumlah Sisir per Tandan dan Jumlah Buah per Sisir

(41)

jumlah buah per sisir pada pisang tanduk sebanyak 9-14 buah. Jumlah buah per sisir lebih dipengaruhi oleh genom dari tanaman Pisang Tanduk (Robinson, 1996).

Kualitas

Kualitas Kimia Pisang Tanduk

Penerapan SOP tidak mempengaruhi kualitas kimia Pisang Tanduk berupa kekerasan buah, asam total tertitrasi serta edible part. Penerapan SOP mempengaruhi padatan terlarut total buah Pisang Tanduk (Tabel 9). Pisang yang dibudidayakan secara tradisional memiliki nilai padatan terlarut total yang lebih tinggi 1.1 kali lipat dari perlakuan lainnya.

Tabel 9. Perbandingan Kualitas Kimia Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional dan SOP Pola Monokultur

Perlakuan

Kualitas Kimia

Kekerasan Buah PTT TAT Edible Part (%)

Tradisional 29.48 31.44 14.71 69.17

SOP Monokultur 26.85 27.71 14.62 70.88

Uji-t tn ** tn tn

Tradisional 29.48 31.44 14.71 69.11

SOP Tumpangsari 29.99 27.81 12.09 70.98

Uji-t tn ** tn tn

SOP Monokultur 26.85 27.71 14.62 70.81

SOP Tumpangsari 29.99 27.81 12.09 70.98

Uji-t tn tn tn tn

Keterangan : tn tidak nyata

* nyata ** sangat nyata

Kualitas Fisik Pisang Tanduk

(42)

Panjang dan diameter buat terendah didapat dari tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Hal ini diduga disebabkan oleh kurangnya suplai hara serta sanitasi kebun yang kurang sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi lambat. Pertumbuhan vegetatif yang lambat akan menyebabkan produksi menjadi berkurang.

Panjang buah Pisang Tanduk yang dihasilkan dari sistem budidaya SOP pola tumpangsari lebih besar 1.27 kali lipat dibandingkan sistem budidaya tradisional, sedangkan diameter buah mencapai 1.35 kali lipat lebih besar dibandingkan sistem budidaya tradisional (Tabel 10). Kualitas kimia dan fisik buah Pisang Tanduk antara SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari tidak berbeda nyata (Tabel 10).

Tabel 10. Perbandingan Kualitas Fisik Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional dan SOP Pola Monokultur

Perlakuan Kualitas Fisik

Panjang Buah Diameter Buah ---cm---

Tradisional 28.61 3.42

SOP Monokultur 38.32 4.77

Uji-t ** **

Tradisional 28.61 3.42

SOP Tumpangsari 36.49 4.64

Uji-t ** **

SOP Monokultur 38.32 4.77

SOP Tumpangsari 36.49 4.44

Uji-t tn tn

Keterangan : tn tidak nyata

[image:42.595.104.515.127.824.2]
(43)

Pembahasan

Pertumbuhan tanaman yang menerapkan SOP pola monokultur maupun tumpangsari lebih baik daripada tanaman dengan sistem budidaya tradisional. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kandang dan pupuk anorganik pada sistem budidaya SOP. Pupuk kandang merupakan salah satu sumber hara terutama N yang dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Pemberian pupuk kandang di awal penanaman akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dari tanaman Pisang. Hasil penelitian Muslihat (2003) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk kandang 20 ton/ha dapat meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman Abaca (Musa textilis Nee).

Pertumbuhan tanaman merupakan proses bertambahnya ukuran sel. Makin cepat sel membelah dan memanjang (membesar) semakin cepat tanaman meninggi. Pertumbuhan tersebut berhubungan dengan kandungan unsur hara N dalam tanah yang merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kesuburan tanah, penggunaan bibit unggul, jarak tanam, ketersediaan hara dan pemeliharaan kebun yang baik. Faktor pertumbuhan tersebut harus disediakan secara optimal untuk memperoleh hasil maksimum (Harjadi, 1979).

Menurut Muslihat (2003), pemberian pupuk kandang 20 ton/ha menjadikan tanah seimbang secara fisik, kimia maupun biologi. Secara fisik, pupuk kandang membentuk agregat tanah yang mantap. Keadaan ini terkait dengan porositas dan aerasi dalam tanah yang mempengaruhi perkembangan akar. Secara kimia, pupuk kandang sebagai bahan organik dapat menyerap bahan yang bersifat racun seperti alumunium (Al), besi (Fe), dan Mangan (Mn) serta dapat meningkatkan pH tanah. Secara biologi, pemberian pupuk kandang ke dalam tanah akan memperkaya jasad organisme dalam tanah. Organisme tersebut dapat membantu penguraian bahan organik sehingga tanah lebih cepat matang.

(44)

Rahayuniati (2009) menyatakan bahwa penyuntikan dan perendaman jamur supernatan khususnya Trichoderma mampu meningkatkan ketahanan biokimia Pisang terhadap penyakit layu fusarium. Perendaman bibit dengan jamur antagonis memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pisang.

Pengaturan jarak tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Jarak tanam berkaitan dengan kompetisi tanaman dalam mendapatkan hara dan cahaya matahari. Hasil penelitian Athani et al. (2009) menyimpulkan kerapatan tanaman berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman Pisang cv. Rajapuri, kenaikan tinggi tanaman terjadi pada umur 1-7 BST kemudian mengalami penurunan pertumbuhan tinggi pada 10 BST. Kerapatan tanam juga mempengaruhi bobot tandan Pisang cv. Rajapuri. Jarak tanam 2.4 m x 2.4 m menghasilkan rata-rata bobot tandan tertinggi sebesar 6.72 kg, sedangkan produktivitas tertinggi sebesar 24 ton/ha didapat dari penggunaan jarak tanam 1.2 m x 1.5 m.

Tanaman pisang dengan budidaya tradisional tumbuh tidak terlalu tinggi. Tanaman pisang dengan sistem budidaya tradisional ditanam dengan jarak tanam tidak beraturan. Populasi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional relatif lebih sedikit dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP. Jumlah tanaman yang dibudidayakan secara tradisional sebanyak 1 100 tanaman/ha, sedangkan jumlah tanaman yang dibudidayakan secara SOP sebanyak 1 600 tanaman/ha. Langdon et al. (2008) menyatakan peningkatan kerapatan tanaman pisang (Musa spp., AAAB) mengakibatkan adanya kompetisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi.

(45)

Gambar 8. T (b)

Pertumbuhan Pemeliharaan yang pe daun yang kuning a menyebabkan timbuln dan hama penyakit t hasil panen tanaman P

Penelitian Ma antara sanitasi lahan bobot tandan pada pi akan menghasilkan pe tanaman yang tidak m

Hasil penelitia yang dibudidayakan s penambahan lingkar ba bulan. Rata-rata pert lebih besar 2 kali lipa secara tradisional (Ga

a

Tinggi Tanaman Pisang Tanduk (a) SOP (b) Tradisional Umur 8 BST

n tanaman juga dipengaruhi oleh sanitasi ke perlu dilakukan adalah membersihkan gulma atau mengering. Kondisi kebun yang tida bulnya serangan hama dan penyakit (Harti et al t tanaman akan mempengaruhi secara langsun n Pisang Tanduk.

asanza et al. (2005) menunjukkan bahwa te han dengan tinggi tanaman, lingkar batang, jum

pisang (Musa spp., AAA-EA). Penerapan sani n pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandi k mendapatkan sanitasi.

tian ini menunjukkan rata-rata laju pertambaha n secara tradisional sebesar 2.94 cm tiap bulan.

r batang yang dibudidayakan sesuai SOP sebe rtambahan lingkar batang yang dibudidayaka pat dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang

ambar 9).

b

P Umur 10 BST,

kebun yang baik. a dan memotong idak bersih dapat

al., 2007). Gulma

sung pengurangan

terdapat interaksi jumlah daun dan sanitasi yang baik bandingkan dengan

(46)

Gambar 9. L ( Pertumbuhan ve dibandingkan tanama Tanaman Pisang T pertumbuhan vegetati kuat menyebabkan tana kencang. Pada pene dibudidayakan secara Persentase tanaman P 65%. Hal tersebut m dipanen buahnya.

Gambar 10. a

. Lingkar Batang Pisang Tanduk (a) SOP (b) Tradisional umur 7 BST

n vegetatif tanaman yang dibudidayakan sesuai man Pisang Tanduk yang dibudidayakan sec Tanduk yang dibudidayakan secara tradis atif yang lambat terutama lingkar batang. Ling tanaman lebih kokoh dan tidak mudah rebah sa nelitian ini, sebagian besar tanaman Pisang ara tradisional rentan rebah saat angin kencan n Pisang Tanduk yang rebah pada budidaya tra

menyebabkan beberapa tanaman Pisang Tanduk

. Tanaman Pisang Tanduk yang Dibudida Tradisional Rentan Rebah saat Terkena Ang

b

P umur 8 BST,

uai SOP lebih baik secara tradisional. disional memiliki ngkar batang yang h saat terkena angin ng Tanduk yang ang (Gambar 10). tradisional sebesar anduk tidak dapat

(47)

Pertumbuhan vegetatif tanaman Pisang Tanduk berkorelasi positif dengan peningkatan produksi Pisang Tanduk. Tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun yang dihasilkan dari penanaman secara budidaya lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan pisang yang dibudidayakan secara tradisional. Bobot tandan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara SOP juga mengalami peningkatan sebesar dua kali lipat dibandingkan bobot tandan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional.

Pertumbuhan vegetatif tanaman pisang juga dipengaruhi oleh ketersediaan hara. Al Harthi dan Al Yahyai (2009) menyatakan pemupukan NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pisang khususnya tinggi tanaman dan luas daun. Selain itu, NPK juga mempengaruhi produksi pisang khususnya bobot tandan dan bobot per buah pisang (Musa acuminata Colla, Cavendish cv. “Williams”). Menurut Tandon (1991), efisensi penggunaan hara N berkisar antara 20-40 %, P 5-20% dan K 50-100 %. Efisiensi penggunaan hara tergantung dari varietas, pertumbuhan dan potensi produksi. Kebutuhan hara tanaman berkisar 500 - 1 000 N + P2O5 + K2O kg/ha/tahun. Kebutuhan hara K pada tanaman pisang

lebih tinggi karena K mempengaruhi produksi serta kualitas buah pisang.

Pertumbuhan vegetatif yang baik akan mempengaruhi produksi tanaman terutama bobot tandan. Jumlah daun berkorelasi positif dengan bobot tandan. Daun merupakan organ utama yang berfungsi dalam fotosintesis karena di dalam daun terdapat pigmen yang berperan dalam menyerap cahaya matahari. Cahaya matahari mempengaruhi proses fotosintesis. Wirnas et al., (2005) menyatakan peningkatan jumlah daun mengakibatkan peningkatan bobot tandan. Penerapan SOP menghasilkan jumlah daun 1.7 kali lipat lebih banyak dibandingkan sistem budidaya tradisional. Peningkatan jumlah daun diduga dapat meningkatkan bobot tandan.

(48)

berat per buah (Al-H SOP pada penanaman sebesar 14 kg. Rata budidaya tradisional Tanduk dapat meni tandan Pisang Tanduk

Pada umumny Penerapan SOP pada bobot per buah 380-490 budidaya tradisional penerapan SOP pada buah sebesar 93.42% di

Gambar 11. B T T Sistem budida dan jumlah sisir per t dan jumlah buah per t tergolong AAB Group AAA. PKBT (2009) dua atau tiga sisir. R penelitian ini, penerap

a

Harthi dan Al-Yahyai, 2009 ; Memon et al. 2010) an Pisang Tanduk dapat menghasilkan rata-ra ata-rata bobot tandan Pisang Tanduk yang onal sebesar 6 kg. Penerapan SOP pada pena

ningkatkan bobot tandan sebesar 2.31 kali l nduk yang dibudidayakan secara tradisional.

nya bobot per buah mencapai sekitar 300-320 g da penanaman Pisang Tanduk dapat mengha 490 g, sedangkan bobot per buah yang dihasi onal berkisar 200-250 g. Hal tersebut menunj

da penanaman Pisang Tanduk dapat meningk 93.42% dibandingkan bobot per buah tanaman tradis

. Bobot per Buah Pisang Tanduk pada Sistem Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur, Tumpangsari

budidaya tidak berpengaruh nyata terhadap jumla r tandan. Robinson (1996) menyatakan jumlah

r tandan dipengaruhi oleh genom dari tanaman. oup yang memiliki jumlah sisir lebih sedikit 2009) menambahkan rata-rata jumlah sisir Pisang

. Rata-rata jumlah buah per sisir berkisar 11 rapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk me

b c

2010). Penerapan rata bobot tandan g dihasilkan dari penanaman Pisang i lipat dari bobot

320 g (PKBT, 2009). hasilkan rata-rata hasilkan dari sistem nunjukkan bahwa ngkatkan bobot per

disional.

tem Budidaya (a) , (c) SOP Pola

(49)

rata-rata jumlah buah per Tanduk yang dihasilka

Kualitas komodi sifat, dan nilai harga y produsen, kualitas dil dipanen, dan tahan bi diutamakan berupa kua juga merupakan aspek ku

Salah satu asp sistem budidaya. Pen penggunaan bibit unggul lingkungan tumbuh menghasilkan buah dibudidayakan sesuai dibudidayakan secara

Gambar 12. P Tr Tum

Sistem budida lebih tinggi daripada Ganeshamurthy et al. terhadap padatan total serta asam total tertit Barakat et al. (2011)

a

per sisir sebanyak 12-14 buah. Jumlah buah ilkan dari budidaya tradisional sebanyak 9-11 bu komoditi hortikultura segar merupakan kombina

a yang mencerminkan nilai total komoditi. Bag dilihat pada aspek potensi hasil tinggi, tahan p bilamana dikirim jauh. Bagi konsumen aspe kualitas penampilan. Selain itu nilai rasa dan pek kualitas yang dipersyaratan (Santoso, 2010) spek yang mempengaruhi kualitas buah Pisang enggunaan sistem budidaya yang tepat dan be

unggul hingga pemeliharaan yang baik aka buh yang baik untuk tanaman Pisang Tanduk

h yang berkualitas. Penampilan fisik Pisang uai SOP lebih mulus dibandingkan dengan Pisa

ra tradisional (Gambar 12).

. Penampilan Fisik Buah Pisang Tanduk (a) S Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur Tumpangsari

daya tradisional menghasilkan nilai padatan tot da perlakuan lainnya. Hal ini berlawanan de al. (2010) yang menyimpulkan bahwa pupuk otal terlarut serta asam total tertitrasi. Nilai pada

rtitrasi tertinggi diperoleh dari pemupukan K (2011) menambahkan penggunaan pupuk

b c

h per sisir Pisang 11 buah.

binasi dari ciri-ciri, agi petani sebagai n penyakit, mudah pek kualitas yang dan kandungan gizi o, 2010).

ng Tanduk adalah benar dimulai dari kan menciptakan nduk sehingga dapat ng Tanduk yang sang Tanduk yang

Sistem Budidaya (c) SOP Pola

(50)

meningkatkan kandun tertitrasi tertinggi dida Menurut Gane tanaman pisang. Kal terlibat dalam pembe ketahanan terhadap pe

Beberapa pen khususnya pemupuka (2005) melaporkan pe yang optimal. Weera berpengaruh terhadap SOP menghasilkan dibandingkan panjang Pisang Tanduk yang dibandingkan buah ya

Gambar 13. a

ndungan padatan total terlarut, sedangkan kandun didapat dari perlakuan tanpa pupuk.

aneshamurthy et al. (2010) kalium berperan alium diperlukan untuk aktivasi lebih dari

bentukan karbohidrat, translokasi gula, produks p penyakit serta permeabilitas sel.

penelitian melaporkan bahwa penggunaan s upukan mempengaruhi panjang dan diameter pi

n pemupukan N dan K menghasilkan panjang da erasinghe dan Premalal (2002) menambahkan dap panjang, diameter buah serta bobot per bua n panjang buah Pisang Tanduk 1.3 kali lipa

ng buah yang dibudidayakan secara tradisional g dihasilkan dari budidaya sesuai SOP 1.35 h yang dibudidayakan secara tradisional (Gamba

. Perbandingan Panjang Buah Pisang Tanduk Budidaya Tradisional, (b) SOP Pola Monokul Pola Tumpangsari

b c

ndungan asam total

an penting dalam ri 60 enzim yang produksi, kualitas

sistem budidaya pisang. Mostafa dan diameter buah hkan pemupukan K r buah. Penerapan lipat lebih besar onal. Diameter buah 1.35 kali lebih besar

bar 13).

(51)

Analisis Usahatani

Tingkat efektifitas penggunaan sistem budidaya perlu diketahui dengan melakukan analisis ekonomi usahatani. Peubah yang digunakan dalam menganalis usahatani meliputi keuntungan dan R/C rasio. Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya pengeluaran. Penghitungan R/C rasio didapatkan dari penerimaan dibagi biaya pengeluaran.

Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Pisang Tanduk secara tradisional sebesar Rp. 3 060 000 per ha. Total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 6 000 000 per ha. Keuntungan yang didapat sebesar Rp. 2 940 000 per ha. R/C rasio Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional sebesar 1.96. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Pisang Tanduk sesuai SOP pola monokultur sebesar Rp. 37 345 500 per ha. Total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 44 800 000 per ha. Keuntungan yang didapat dari sistem budidaya SOP pola monokultur sebesar Rp. 7 454 500 per ha. R/C rasio Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP monokultur sebesar 1.20 (Lampiran 3).

Tabel 11. Analisis R/C Rasio Beberapa Sistem Budidaya Pisang Tanduk

Sistem Budidaya Biaya

Produksi

Penerimaan

R/C Rasio Produksi

Tandan (Kg)

Harga

Jual (Kg) Total

Produksi Tandan (Kg)

Tradisional 3 060 000 6 000 1 000 6 000 000 1.96

SOP Monokultur 37 345 500 22 400 2 000 44 800 000 1.20

SOP Tumpangsari 60 163 000 22 400 2 000 44 800 000 75 450 000 2.00

(52)

diturunkan sesuai status hara tanah yang didapat dari analisis tanah pada lokasi penanaman.

Dilihat dari waktu berbunga, tanaman yang dibudidayakan secara tradisional lebih lambat berbunga dibandingkan tanaman Pisang tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP. Umur panen tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP berkisar 12 BST sedangkan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional dapat dipanen pada 16 BST. Lama waktu berbunga akan menyebabkan perputaran uang lebih lama. Rata-rata pendapatan yang diperoleh dari budidaya tradisional sebesar Rp. 183 750 per bulan, sedangkan pendapatan yang diperoleh dengan penerapan SOP pola monokultur sebesar Rp. 621 200 per bulan.

Untuk meningkatkan pendapatan dapat dilakukan penanaman tanaman sela diantara tanaman pisang. Penanaman sayuran sebagai tanaman sela pada Pisang Tanduk sejak awal tanam hingga 5 BST. Sayuran yang ditanam meliputi kol, caisim, wortel dan bawang daun. Sayuran caisim, wortel dan bawang daun diasumsikan dipanen dua kali, sedangkan kol dipanen satu kali. Penerimaan yang diperoleh dari kol sebesar Rp. 1 638 000 (setara Rp. 40 950 000 per ha). Penerimaan dari bawang daun, caisim dan wortel sebesar Rp. 1 380 000 (setara Rp. 34 500 000 per ha). Dari segi ekonomis, tanaman sela dapat memberikan penerimaan tambahan selama masa tunggu panen.

Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Pisang Tanduk sesuai SOP pola tumpangsari sebesar Rp. 60 163 000 per ha. Total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 120 250 000 per ha. Keuntungan yang didapat dari penerapan SOP pola tumpangsari sebesar Rp. 60 087 000 per ha. R/C rasio Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP tumpangsari sebesar 2.00. Pendapatan yang diperoleh dengan penerapan SOP pola tumpangsari per bulan sebesar Rp. 5 007 250 (Lampiran 4).

(53)

dapat memberikan ke sebesar Rp. 2 829 000, sedangkan sawi mem dari kentang, kubis da Penanaman sa keuntungan yaitu m petani selama masa tun tanam hingga 5 BST lebih dari 5 BST kura saling menutupi. (Ga tumbuh maksimal dan sela dilakukan tanpa m sehingga tanaman di keuntungan yaitu men

Gambar 14. Pe A a

c

n keuntungan tambahan. Kentang memberik 829 000, kubis memberikan keuntungan sebesar

emberikan keuntungan sebesar Rp. 130 500. dan sawi berturut-turut sebesar 2.23, 2.25, dan 1.12. n sayuran disela penanaman Pisang Tanduk me

menekan pertumbuhan gulma serta menamb tunggu panen. Penanaman tanaman sela dilakuka

T (Gambar 14 a, b, c). Penanaman tanaman kurang efektif dikarenakan tajuk tanaman Pisang

Gambar 14d). Tanaman sela yang ditaman sa dan tidak dapat berproduksi dengan baik. Pena npa menggunakan jarak tanam. Benih disebar di

dipanen lebih dari satu kali. Sistem sebar enghindari fluktuasi harga saat panen.

. Penanaman Tanaman Sela diantara Pertanaman P Awal Tanam, (b) 2 BST, (c) 3 BST dan (d) 7 B

b

d

rikan keuntungan ar Rp. 1 360 500 500. Nilai B/C rasio 2.23, 2.25, dan 1.12.

emiliki beberapa mbah penerimaan kukan mulai awal n sela pada umur ang Tanduk sudah saat 7 BST tidak nanaman tanaman di dalam bedengan r benih memiliki

(54)
(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penerapan standar operasional produksi (SOP) Pisang dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi Pisang Tanduk. Penerapan standar operasional produksi (SOP) Pisang juga menghasilkan kualitas fisik Pisang Tanduk yang lebih baik. Penanaman sayuran sebagai tanaman sela hingga 5 BST tidak mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman pisang. Penanaman sayuran sebagai tanaman sela dapat memberikan tambahan penghasilan dengan R/C rasio 2.00.

Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Buah pada Beberapa Kultivar Pisang
Tabel 2. Data Analisis Tanah
Tabel 3. Rekapitulasi Uji-t antar Sistem Budidaya
Gambar 3. Pertumbuhan Lingkar Batang Pisang Tanduk (Musa sp., AAB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan hal ini, Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penerapan good corporate governance dipercaya dapat meningkatkan kinerja pasar perusahaan, jika publik menilai corporate governance suatu perusahaan dinilai baik, maka

Penerapan pembelajaran cerpen dengan menggunakan model pembelajaran Koopertif Terpadu Menyimak dan Menulis (KTM2) berbasis video lagu populer dapat

Kitab hadis digital ini dapat digunakan sebagai media dan sumber belajar untuk menelusuri asal-usul sebuah hadis, memahami makna sebuah hadis, jalur periwayatan hadis

Retribusi Perizinan tertentu adalah Retribusi kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan

unsur yang membangun dari dalam yang mewujudkan suatu karya sastra seperti tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat. Kelebihan dalam novel

Cara mengobati jenis penyakit gastritis superfisialis adalah dengan istirahat yang cukup, pemberian makanan yang cair untuk penderita yang mengalami pendarahan,

Siti khafidhoh, Pengaruh Insentif dan Jaminan Sosial Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Kantor Pada PT. Rea Kaltim Plantations Di Samarinda , e Journal Ilmu