• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONTRIBUSI PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH

PANGAN LESTARI DALAM MENDUKUNG

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:

Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan,

Kabupaten Pacitan, Jawa Timur

SITI FATIMATUS ZAHRO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(3)

iii RINGKASAN

Siti Fatimatus Zahro. Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi menuntut pemenuhan penyediaan makanan dan perluasan daerah pemukiman. Peningkatan konversi lahan membuat masyarakat untuk melakukan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi di lahan yang sempit yaitu dengan pemanfaatan pekarangan. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan program dari Kementerian Pertanian. Pengembangan KRPL menjadi salah satu alternatif dengan menggunakan pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga, dan peningkatan pendapatan yang pada hasil akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga mampu mewujudkan kemandirian desa.

Salah satu desa yang menerapkan KRPL secara swadaya di Kabupaten Pacitan adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Sebagian besar masyarakat belum melakukan optimalisasi pekarangan dan pengembangan pertanian. Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pekarangan juga masih kurang khususnya mutu dan gizi pangan.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kontribusi pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai KRPL; (2) mengidentifikasi manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga; (3) mengestimasi biaya dan manfaat dari KRPL; dan (4) mengevaluasi keberlanjutan KRPL.

Penelitian dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur melalui kegiatan pengamatan langsung dengan penentuan tempat dan sampel dilakukan dengan sengaja, sedangkan penentuan jumlah sampel secara metode slovin dengan teknik penarikan sampel dengan judgmental sampling (Prasetyo, 2006) atas dasar pertimbangan dari ketua dan pengurus KRPL yang berupa buku kelompok strata Desa Banjarsari. Pembagian strata KRPL didasarkan oleh luas pekarangan dan paket komoditas. Pada analisis data kualitatif dipilih secara purposive dari pihak pengurus, anggota, dan atau masyarakat untuk menggali keberlanjutan KRPL. Pada pengembangan KRPL terdapat pembagian strata menurut luas pekarangan yaitu (1) Strata 1, masyarakat memiliki luas pekarangan selus 0-100 m2, (2) Strata 2, masyarakat memiliki luas pekarangan seluas <100-200 m2, (3) Strata 3, masyarakat memiliki luas pekarangan seluas < 200 m2.

(4)

iv menambah penghasilan. Kendala yang dirasakan rumah tangga dalam pelaksanaan KRPL KEMPLING adalah iklim dan hama. Manfaat fisik dari KRPL KEMPLING mampu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Penggunaan hasil KRPL KEMPLING dari setiap strata menunjukkan bahwa KRPL KEMPLING berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, apabila kebutuhan pangan keluarga di Desa Banjarsari sudah terpenuhi, maka sisa penggunaannya diberikan untuk sosial dan dijual. Penggunaan perikanan strata 3 berorientasi untuk dijual.

Nilai R/C KRPL KEMPLING di setiap strata menunjukan hasil yang menguntungkan. Nilai R/C KRPL KEMPLING yang menunjukan hasil menguntungkan terdapat di strata 3. Rata-rata pendapatan per luasan lahan yang paling besar pada strata 1 yaitu sebesar Rp 30.659 dan pendapatan per luas lahan yang paling kecil pada strata 2 sebesar Rp 15.920. Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap pendapatan keluarga diperoleh untuk strata 1, strata 2, dan strata 3 yaitu masing-masing sebesar 5,70%, 9,90%, dan 20,37%. Pengembangan KRPL KEMPLING merupakan usaha sampingan bagi keluarga di Desa Banjarsari. Keberlanjutan KRPL KEMPLING ditinjau dari aspek lingkungan dan aspek sosial mampu memberikan manfaat untuk individu, rumah tangga, dan desa. Aspek ekonomi dengan melihat dari KRPL KEMPLING yang mampu menekan pengeluaran keluarga setiap strata yaitu strata 1 sebesar Rp 49.508, strata 2 sebesar Rp 55.089, dan strata 3 sebesar Rp 130.751. Aspek ekonomi juga melihat keberadaan KBD di Desa Banjarsari yang mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat.

(5)

v

KONTRIBUSI PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH

PANGAN LESTARI DALAM MENDUKUNG

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:

Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan,

Kabupaten Pacitan, Jawa Timur

SITI FATIMATUS ZAHRO H44080061

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

vi Judul Skripsi : Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur Nama : Siti Fatimatus Zahro

NIM : H44080061

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 19631227 198811 1 001

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(7)

vii UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ayahanda H. Musdhori dan Ibunda Hj. Ummi Hanik (Alm) yang penulis cintai, terima kasih atas doa-doa, nasihat-nasihat, dukungan, dan segala kasih sayang serta cintanya kepada penulis. Kakak-kakakku Mbak Nur, Mbak Imah, Mbak Mus, serta kakak-kakak iparku atas doanya. Tidak lupa juga keponakan-keponakanku tercinta Faiz, Ninin, Nisa, Fina, dan Rizal yang saya sayangi.

2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan pembelajaran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi selama kuliah di Departemen Ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bu Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan penguji perwakilan departemen yang telah memberikan ilmu dan masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik.

(8)

viii 6. Ahmad Wisnu Fahim yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dukungan,

doa, dan nasihat selama ini.

7. Keluarga di Blora, Jawa Tengah yaitu Ibu Indah, Mbak Wiwit, dan Mbak Silfi yang selalu mendoakan dan menyemangati selama ini.

8. Teman-teman satu bimbingan (Nina Hermawati, Anggi Ayu Octaviani, Abdul Aziz, Dini Adi C, dan Persica) yang telah memberikan banyak saran, motivasi, dan semangat terus menerus.

9. Mbah Uti, Mbah Dahlan, Bu Jaya, Bu Ayu, Pak Sigit, Pak Cahyo, Dek Bayu, Dek Danu, Dek Retno, Dek Umi, dan Mbah Yati yang telah menjadi keluarga baru buat penulis di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan.

10. Seluruh masyarakat Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan.

11. Sahabat-sahabatku tercinta di ESL 45 Diani Kurniawati, Ayu Fitriana, Hayu Windi Hapsari, Singgih Widhosari.

12. Sahabat-sahabatku tercinta Dhewi Puji Astuti (THH 45), Abdul Kafi Assidiq (MNHK 45), Affan (Biokimia 45), Auditia Kusumawanti (IPTP 45), Ongki Herdiani (UPN Surabaya), Aditya Buyung Pratama (Universitas Muhammadiyah Malang), Sigit Rahmansyah (Universitas Brawijaya) yang telah memberikan motivasi dan mendengarkan keluh kesahku.

13. Teman-teman Dita, Indi, Anggi PA, Yogi, Husen serta teman-teman ESL 45 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Desember 2012

(9)

ix KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi penelitian dengan judul “Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah

Pangan Lestari dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur”. Skripsi penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(10)

x

2.4.1 Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 17

2.4.2 Tujuan Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 17

2.4.3 Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 18

2.4.4 Sasaran Kawasan Rumah Pangan Lestari ... 18

2.4.5 Kebun Bibit Desa ... 23

2.5 Biaya dan Pendapatan Usahatani ... 23

2.6 Pengelolaan Secara Berkelanjutan ... 26

2.7 Penelitian Terdahulu ... 27

4.4.1 Identifikasi Persepsi Rumah Tangga terhadap KRPL ... 37

4.4.2 Identifikasi Manfaat Fisik dari adanya KRPL dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga ... 37

4.4.3 Estimasi Biaya dan Manfaat dari Pengembangan KRPL . 38 4.4.4 Analisis Keberlanjutan KRPL ... 41

4.4.4.1 Net Present Value (NPV) ... 41

4.4.4.2 Gross Benefit Cost (Gross B/C) ... 42

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 43

(11)

xi

5.2 Sarana dan Prasarana ... 43

5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ... 45

5.4 Karakteristik Responden... 47

5.5 Profil KRPL “KEMPLING” ... 50

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

6.1 Persepsi Responden terhadap KRPL KEMPLING ... 56

6.1.1 Penilaian Rumah Tangga terhadap Kondisi Pekarangan ... 56

6.1.2 Penilaian Rumah Tangga terhadap Manfaat KRPL KEMPLING ... 58

6.1.3 Penilaian Rumah Tangga terhadap Kendala KRPL KEMPLING ... 60

6.2 Manfaat Fisik dari adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga. ... 61

6.2.1 Manfaat Fisik dari Adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan

6.3.1 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 1... 72

6.3.2 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 2... 76

6.3.3 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 3... 80

6.3.5 Pendapatan KRPL KEMPLING per Luasan Lahan ... 84

(12)

xii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 1971, 1980, 1990,

1995, 2000 dan 2010 ... 1

2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok makanan Tahun 2007-2010 ... 2

3. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Perkotaan .. 20

4. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Pedesaan ... 22

5. Responden Penelitian ... 35

6. Matriks Metode Analisis Data... 36

7. Jumlah Penggunaan Sumber Air Bersih di Desa Banjarsari ... 44

8. Jumlah Mata Pencaharian Menurut Sektor Tahun 2011 di Desa Banjarsari ... 45

9. Kesejahteraan Keluarga di Desa Banjarsari ... 46

10. Rentang Umur Responden ... 47

11. Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 48

12. Rata-Rata Tanggungan Keluarga ... 49

13. Luas Pekarangan Strata 1 ... 49

14. Luas Pekarangan Strata 2 ... 50

15. Luas Pekarangan Strata 3 ... 50

16. Pemanfaatan Pekarangan Sebelum adanya KRPL KEMPLING .... 57

17. Tanaman di Pekarangan Sebelum adanya KRPL KEMPLING .... 57

18. Kesadaran Rumah Tangga terhadap Manfaat KRPL KEMPLING 58

19. Manfaat yang dirasakan oleh Rumah Tangga dengan adanya KRPL KEMPLING ... 59

20. Manfaat Tangible dan Intangible KRPL KEMPLING ... 59

21. Kendala dalam Pelaksanaan KRPL KEMPLING ... 60

22. Umur Tanaman KRPL KEMPLING ... 62

23. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu ... 63

24. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu ... 63

(13)

xiii

26. Rata-Rata Produksi Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 65

27. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu ... 65

28. Penggunaan Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 66

29. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu ... 67

30. Rata-Rata Produksi Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 68

31. Rata-Rata Produksi Ikan Sekali Panen ... 68

32. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu ... 69

33. Penggunaan Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan ... 70

34. Penggunaan Hasil Ikan Sekali Panen ... 70

35. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 1 dalam Satu Tahun ... 75

36. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 2 dalam Satu Tahun ... 79

37. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 3 dalam Satu Tahun ... 83

38. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Luasan Lahan ... 85

39. Distribusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 1 ... 86

40. Distribusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 2 ... 87

41. Distribusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 3 ... 87

42. Rata-Rata Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap Pendapatan Rumah Tangga Setiap Strata per Tahun... 88

43. Penghematan Pengeluaran Rumah Tangga KRPL KEMPLING .... 91

44. Gambaran Pendapatan KBD di Desa Banjarsari dengan adanya Bantuan ... 93

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsep Pembangunan Keberlanjutan ditinjau dari

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga

Strata 1 dalam Satu Tahun ... 102

2. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 2 dalam Satu Tahun ... 103

3. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga Strata 3 dalam Satu Tahun ... 105

4. Biaya Penyusutan per Tahun ... 107

5. Curahan Waktu dan Curahan Kerja Selama Satu Tahun ... 108

6. Cashflow KBD di Desa Banjarsari dengan adanya Bantuan ... 111

7. Cahflow KBD di Desa Banjarsari Tanpa adanya Bantuan ... 113

(16)
(17)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu unggas, ikan, dan ternak kecil. Berbagai jenis rempah dan obat-obatan dapat tum-buh di Negara Indonesia. Indonesia saat ini tidak terlepas dari persoalan krisis pangan. Permintaan pangan yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan penyediaan pangan. Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penyediaan pangan mengakibatkan pangan Indonesia dari impor meningkat. Salah satu faktor dari permasalahan krisis pangan di Indonesia yaitu pertambahan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat dari tahun ke tahun membuat pemenuhan kebutuhan pangan menjadi hal prioritas bagi setiap orang. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 237,64 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 (juta jiwa)

No Tahun Jumlah Penduduk

1 1971 119,20

2 1980 147,49

3 1990 179,37

4 1995 194,75

5 2000 206,26

6 2010 237,64

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Masyarakat Indonesia saat ini sudah meningkatkan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan, dan sayuran dibandingkan dengan

(18)

2 50% (Badan Ketahanan Pangan, 2012) 1 . Tingkat konsumsi kalori pada masyarakat Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari Menurut

*) : termasuk minuman beralkohol

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan kontribusi sumber karbohidrat mengalami penurunan yang mengakibatkan perubahan pola konsumsi pangan masyarakat membaik. Hal ini diperkuat dengan tingkat konsumsi pangan rata-rata orang Indonesia yang dapat diukur dari konsumsi energi pada tahun 2011 mencapai 1.952,01 kkal/kap/hari mendekati anjuran WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) IX tahun 2008 sebesar 2.200 kkal/kap/hari. Rata-rata

1

(19)

3 konsumsi protein sebesar 56,25 gram/kapita/hari (BPS, 2011) mendekati angka anjuran sebesar 57 gram/kapita/hari.

Ketahanan pangan tingkat nasional mulai membaik, namun secara langsung belum menjamin tercapainya ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Menurut UU Pangan tahun 1996, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga, tidak hanya dalam jumlah yang cukup, tetapi juga harus aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sebagian besar rumah tangga belum mampu mewujudkan ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, terutama dalam hal mutu dan tingkat gizinya. Ketersediaan bahan pangan di Indonesia ternyata tidak sejalan dengan konsumsi pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi yang dapat dilihat dari indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH).

(20)

4 ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan.

Salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden selama tahun 2009–2014 yaitu Empat Sukses Pertanian (Badan Ketahanan Pangan, 2012)2. Empat Sukses Pertanian merupakan salah satu Peningkatan Diversifikasi Pangan (Penganekaragaman Pangan) dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik daerah. Diversifikasi pangan merupakan konsep yang banyak bergantung pada semangat mengurangi dampak resiko usahatani, mengurangi ketergantungan pada satu komoditas (Suradisastra,

dkk, 2006). Kebijakan diversifikasi pangan diawali dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1974 tentang Upaya Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR) dan sampai yang terakhir melalui Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya diversifikasi pangan, namun pada kenyataannya tingkat konsumsi masyarakat masih bertumpu pada pangan utama beras serta tingkat konsumsi yang masih dibawah anjuran pemenuhan gizi. Langkah yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui upaya pemanfaatan lahan pekarangan dengan penggunaan sumberdaya lokal yang dikelola oleh rumah tangga.

Sistem pekarangan merupakan salah satu sistem pertanian yang telah lama dikenal oleh masyarakat desa. Peranan pekarangan sampai sekarang masih belum banyak diperhatikan orang. Apabila lahan pekarangan dikelola secara optimal

2

(21)

5 maka mampu memberikan kontribusi dalam mencukupi pangan dan gizi keluarga serta hasil dari pekarangan dapat menambah pendapatan.

Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman untuk masa depan dengan budaya menanam di pekarangan (Kementerian Pertanian, 2011). Program pemerintah yang bersentuhan dengan pemanfaatan lahan pekarangan misalnya: Program Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan Program Pengembangan Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG). Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa agar mampu menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP). Pemerintah melakukan perpaduan program tersebut agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, maka tercipta Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Program KRPL merupakan program dari Kementerian Pertanian yang dilaksanakan pada tahun 2010. Program KRPL bertujuan mengoptimalkan lahan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Kabupaten yang pertama dipilih oleh Kementerian Pertanian dalam pelaksanaan KRPL adalah Kabupaten Pacitan.

(22)

6 kabupaten yang memiliki tingkat ketahanan pangan yang baik3. Kabupaten Pacitan melakukan optimalisasi lahan dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan dengan penggunaan teknik tanam terpadu bibit unggul untuk mengatasi topografi daerah yang 80% terdiri dari pegunungan dan bukit. Masyarakat Pacitan mendapatkan bantuan langsung pada tahun 2011 dari pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi. Seiring dengan bantuan langsung, maka pemerintah membentuk KRPL dalam rangka memperkuat ketahanan pangan tingkat desa yang bertujuan memacu kemandirian desa dengan memanfaatkan lahan desa hingga pekarangan rumah.

Awal pengembangan KRPL dilakukan di Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Desa Kayen menjadi desa percontohan KRPL yang dipilih oleh Kementerian Pertanian. Salah satu desa yang menerapkan KRPL secara swadaya adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Desa Banjarsari mengadopsi program KRPL dari Desa Kayen. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh yang diberikan KRPL dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14% dari keseluruhan luas lahan pertanian dan merupakan sumber potensial penyedia bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi (Kementerian Pertanian, 2011). Pengembangan pertanian yang sudah dilaksanakan saat ini masih terbatas pada penanganan lahan sawah, sedangkan untuk pekarangan belum banyak mendapatkan perhatian. Pertumbuhan penduduk yang semakin

3

(23)

7 pesat menuntut usaha pemenuhan penyediaan makanan dan perluasan daerah pemukiman. Tingginya konversi lahan membuat masyarakat melakukan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi di lahan yang sempit yaitu dengan pemanfaatan pekarangan. Pemanfaatan lahan pekarangan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal yang diharapkan dapat menurunkan konsumsi beras, terpenuhinya gizi yang seimbang, dan dapat meningkatkan pendapatan.

Program KRPL merupakan salah satu alternatif dengan menggunakan pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga, dan peningkatan pendapatan yang pada hasil akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat. Program KRPL dapat memacu masyarakat untuk mewujudkan kemandirian desa dalam mengoptimalkan berbagai tanaman pangan.

Desa yang menerapkan KRPL secara swadaya adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Pengembangan KRPL di Desa Banjarsari telah berjalan satu tahun hanya selang satu sampai dua bulan dari Desa Kayen. Pengembangan KRPL memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Desa Banjarsari.

(24)

8 Tanaman sayuran sangat jarang diusahakan padahal ini sangat penting untuk digalakkan dalam kebutuhan pangan dan pemenuhan gizi. Pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pekarangan juga masih kurang khususnya mutu dan gizi pangan. Sebagian masyarakat tidak mengetahui arti dan peranan empat sehat lima sempurna.

Seiring dengan perkembangan KRPL, kehidupan masyarakat di sekitar desa mengalami perubahan baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Pengembangan program KRPL menumbuhkan dan meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat. Pengembangan KRPL berperan penting dalam peningkatan nilai tambah dari hasil produksi pekarangan. Pengembangan KRPL juga mempengaruhi pengeluaran rumah tangga.

Pengembangan KRPL merupakan pembelajaran bagi masyarakat untuk bersama-sama mengelola sesuatu aset yang mereka miliki meskipun sempit. Lahan yang sempit memiliki potensi yang sangat penting bagi pemiliknya. Lahan pekarangan dalam KRPL ditanam bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buah serta bahan pangan hewani yang berasal dari ikan, unggas, dan ternak kecil serta kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kompos. Masyarakat desa dapat memenuhi kebutuhan dan gizi keluarga dari hasil pekarangan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana persepsi masyarakat mengenai KRPL di Desa Banjarsari?

(25)

9 3) Bagaimana biaya dan manfaat bagi rumah tangga dalam pengembangan

KRPL di Desa Banjarsari?

4) Bagaimana keberlanjutan KRPL di Desa Banjarsari? 1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi KRPL di Desa Banjarsari dilihat dari dampak yang ditimbulkannya. Secara lebih rinci maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai KRPL di Desa Banjarsari. 2) Mengidentifikasi manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung

pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga di Desa Banjarsari.

3) Mengestimasi biaya dan manfaat dari adanya pengembangan KRPL di masyarakat Desa Banjarsari.

4) Mengevaluasi keberlanjutan KRPL di Desa Banjarsari. 1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1) Bagi Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Instansi yang terkait memahami implementasi KRPL untuk kemudian menjadi bahan evaluasi pengembangan KRPL berikutnya.

(26)

10 3) Bagi peneliti dan akademisi diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai

rujukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membatasi pembahasannya pada kasus yang terjadi di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang merupakan kabupaten pertama yang melaksanakan KRPL. Pengembangan KRPL merupakan pengembangan pekarangan sehingga hasil dari KRPL tersebut beraneka ragam. Penelitian ini hanya fokus dalam gerakan polibagisasi untuk sayuran yang merupakan misi dari KRPL di Desa Banjarsari. Jenis tanaman sayuran dari pekarangan adalah cabe rawit, tomat, terong, kangkung, bayam, dan sawi. Hasil peternakan masyarakat adalah ayam buras petelur. Hasil perikanan masyarakat adalah Ikan Lele dan Ikan Nila.

(27)

11 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketahanan Pangan

Menurut FAO (1997) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga tidak beresiko untuk mengalami kehilangan kedua akses tersebut.Pencapaian ketahanan pangan di Indonesia terkait dengan salah satu tujuan UUD 1945 dalam alinea keempat yaitu mencapai kesejahteraan umum. Hal tersebut berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan pangan yang memadai, stabilitas, dan akses terhadap pangan-pangan utama. Ketersediaan pangan yang memadai mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Stabilitas merujuk pada kemungkinan rumah tangga mampu mencukupi ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggotanya dalam sehari. Akses terhadap pangan mengacu pada kenyataan bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan karena ketidakadaan sumberdaya untuk memproduksi pangan atau ketidakmampuan untuk membeli pangan sesuai kebutuhan rumah tangga.

(28)

12 Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; (4) terjangkau (Departemen Pertanian, 2001). Konsep ketahanan pangan semakin dipertegas dengan kebijakan pembangunan global yaitu Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan utama pembangunan MDGs yaitu mengurangi proporsi penduduk yang hidup kemiskinan dan kelaparan sampai setengahnya pada tahun 2015.

Indonesia menjadi salah satu negara yang berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional. Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target MDGs. Upaya yang dilakukan oleh Indonesia antara lain adalah dengan melaksanakan pembangunan ketahanan pangan sebagai salah satu program utama pembangunan nasional.

2.2 Pekarangan

Menurut Sastrapradja et.al (1979) pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Lahan pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman untuk menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obat-obatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah dan lain-lain. Karakteristik lahan pekarangan dengan ditandai beberapa indikator penting (Rukmana, 2008), antara lain sebagai berikut:

(29)

13 2) Berisi aneka tanaman.

3) Letaknya dekat dengan rumah.

4) Hasilnya yang diperoleh digunakan untuk keperluan sehari-hari. 5) Pada umumnya tidak memerlukan modal besar.

Fungsi pekarangan dapat digolongkan menjadi dua bagian yakni fungsi ekonomis dan non-ekonomis. Pekarangan berfungsi ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup; sedangkan pekarangan berfungsi non-ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara tidak langsung (jasa lingkungan). Secara garis besar, pemanfaatan lahan pekarangan menurut lokasinya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Di daerah pedalaman, pekarangan pada umumnya dimanfaatkan sebagai

sumber pangan dan gizi, obat-obatan, dan rempah-rempah serta untuk pelestarian lingkungan (Sastrapradja, dkk, 1979).

2) Di daerah pedesaan yang dekat dengan pusat konsumsi, pekarangan dimanfaatkan sebagai penghasil buah-buahan, sumber penghasilan, dan pelestarian lingkungan (Afrinis, 2009).

3) Di daerah perkotaan, pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk perbaikan gizi, memberikan kenyamanan dan keindahan, serta melestarikan lingkungan (Rukmana 2005).

(30)

14 2.3 Pemanfaatan Pekarangan

Pemanfaatan pekarangan mempunyai peranan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Potensi pekarangan mempunyai peluang untuk dikembangkan sehingga secara optimal dapat menopang kehidupan masyarakat. Pada pengembangan potensi pekarangan perlu adanya program yang terencana. Program yang terencana dalam pemanfaatan pekarangan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengelolayang melaksanakan kegiatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian Pari (2004) menyatakan pekarangan sebagai salah satu praktek wanatani (agroforestri) sederhana, sangat dekat dengan kegiatan masyarakat sehari-hari dan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengadakan TOGA atau dikenal dengan apotek hidup melalui lembaga PKK di setiap desa. Program TOGA membudidayakan tumbuhan obat untuk mendukung kesehatan keluarga.

Pada pelaksanaan program harus ada kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada penelitian Rihastuti (1993) menyatakan bahwa dalam rangka usaha peningkatan gizi dan pendapatan keluarga perlu adanya keseimbangan antara petani/masyarakat dan petugas yang terkait dalam pembinaan dan pelaksanaan menuju Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Program UPGK merupakan usaha memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan sasaran utama yaitu para ibu dan anak. Salah satu kegiatan pendidikan gizi yang dilakukan pada program UPGK yaitu mengembangkan intesifikasi pemanfaatan lahan pekarangan (Marwanti, 1986).

(31)

15 pemanfaatan pekarangan pada tahun 2010. Gerakan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan P2KP berbasis sumberdaya lokal (Kementerian Pertanian, 2012). Kementerian Pertanian (2012) pada Pedoman Umum Pelaksanaan P2KP menyatakan bahwa implementasi kebijakan P2KP pada tahun 2012 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun 2010 diwujudkan melalui kegiatan: (1) Pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan bantuan alat penepung; (2) Pengembangan pangan lokal melalui kegiatan pra-pangkin dan kerja sama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pangan lokal; (3) Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan; (4) Pengembangan Kawasan Diversifikasi Pangan (PKDP) yang merupakan pengembangan dari kegiatan P2KP pada tingkat kawasan.

Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Hortikultura melaksanakan Gerakan Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan (GPOP) untuk mendukung P2KP. Tujuan gerakan tersebut lebih fokus untuk memberdayakan perempuan perkotaan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan. Komoditas utama yang dioptimalkan dalam GPOP adalah cabai keriting, cabai rawit, sayuran, tanaman obat dan tanaman hias.

(32)

16 Rumah Hijau yang pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Rumah Hijau kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Badan Litbang Pertanian dengan membangun Model KRPL di Kabupaten Pacitan. Pengembangan konsep KRPL (Rumah Hijau Plus-Plus) sejalan dengan Strategi Pengembangan Jawa Timur untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan daerah Jawa Timur tahun 2009-2014 dilakukan melalui empat strategi pokok yaitu (Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2012):

1) Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka sendiri.

2) Keberpihakan pada masyarakat miskin (pro-poor).

3) Pengarusutamaan gender.

4) Keseimbangan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, terutama melalui pengembangan agroindustri/agribisnis.

2.4 Kawasan Rumah Pangan Lestari

(33)

17 2.4.1 Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari

Model KRPL merupakan upaya untuk menuju kecukupan dan kemandirian pangan rumah tangga. Pengembangan KRPL juga memiliki tujuan untuk menekan biaya pengeluaran rumah tangga dengan cara memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki, serta agar mampu menghindar dari dampak anomali iklim ekstrim. Model KRPL akan menjadi tumpuan untuk mengantisipasi perubahan alih fungsi lahan pertanian dengan keadaan dalam pemanfaatan pekarangan.

Pengembangan KRPL merupakan gerakan dari dan untuk masyarakat pedesaan mulai tingkat dusun sampai dengan tingkat Rumah Tangga (RT) yang bekerjasama dengan ibu-ibu Tim Penggerak PKK mulai tingkat provinsi sampai dengan Dasa Wisma dan instansi pemerintah hanya berfungsi sebagai motivator, fasilator, dan stabilator terhadap gerakan ini (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Rumah Pangan Lestari merupakan rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya.

2.4.2 Tujuan Kawasan Rumah Pangan Lestari

Kementerian Pertanian (2011) menyatakan bahwa tujuan pengembangan KRPL yang tercantum dalam Pedoman Umum KRPL adalah:

(34)

18 2) Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari

dalam suatu kawasan.

3) Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

Badan Ketahanan Pangan, Jawa Timur (2012) menyatakan bahwa tujuan utama pengembangan KRPL adalah:

1) Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan keluarga. 2) Meningkatkan penganekaragaman pangan.

3) Meningkatkan kualitas gizi keluarga. 4) Meningkatkan pendapatan keluarga.

5) Menumbuh kembangkan ekonomi kreatif di setiap desa. 2.4.3 Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari

Prinsip utama KRPL adalah pengelolaan pekarangan untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan, dan menjaga kelestariannya melalui Kebun Bibit Desa (KBD), menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Pertanian, 2011).

2.4.4 Sasaran Kawasan Rumah Pangan Lestari

(35)

19 1) Pemberdayaan ibu rumah tangga yang tergabung dalam PKK Desa dan Dasa

Wisma sebagai pelaku dan pengelola pekarangan.

2) Menumbuh kembangkan KBD dan sarana penunjang lainnya.

3) Meningkatkan peran Koperasi Wanita yang ada di setiap desa sebagai sumber permodalan penyedia agroinput dan pemesan hasil produksi baik segar maupun olahan.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jawa Timur (2011) menyatakan bahwa sasaran rumah tangga dalam pengembangan KRPL dikelompokkan menjadi tiga strata berdasarkan luas lahan pekarangan yang dikuasai, adalah: (1) Strata 1 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan <100 m2atau tanpa pekarangan (hanya teras rumah); (2) Strata 2 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan 100-300 m2 (kategori sedang); (3) Strata 3 yaitu rumah tangga yang memiliki luas pekarangan <300 m2 (kategori luas).

(36)

20 Tabel 3. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan

Lestari (RPL) Menurut Kelompok Pekarangan Lahan Perkotaan No Kelompok Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun.

•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor, Bawang daun.

•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. •Buah: jeruk, mangga, jambu, Belimbing. 3 Rumah Tipe 45

•Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu,Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.

• Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Kumis Kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Temulawak, Gempur batu. • Tanaman buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau.

• Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikelapa, Garut, Ganyong, atau tanaman pangan lokal lainnya.

(37)

21

• Toga: Kencur, Antana Gempur Batu, Daun Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih. Buncis Tegak dan Buncis Rambat Katuk, Kelor, Labu Kuning.

• Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto, Kumis Kucing.

• Buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau, Mangga, Pisang.

• Tanaman pangan: Talas, Ubijalar, Ubikayu, Ubikelapa, Garut, Ganyong, Jagung, atau tanaman pangan lokal lainnya.

Kolam mini Pemeliharaan ikan : Lele/Nila/Gurame Ternak unggas

•Buah: Mangga, Rambutan, Pohon Salam, Belimbing sayur, Tanaman khas daerah/ tanaman langka.

(38)

22 Tabel 4. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan

Lestari (RPL) Menurut Kelompok Lahan Pekarangan Pedesaan No Kelompok

• Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, TemuLawak, Kumis kucing, Sirih Hijau/Merah, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada Bokor. Buncis Rambat, Katuk, Kelor, Labu Kuning. •Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Kumis Kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah Buaya, Sambiloto. •Buah: Pepaya, Jeruk Nipis, Jambu. •Tanaman pangan: Talas, Ubijalar,

Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang

panjang, Kecipir, Katuk, Kelor, Labu Kuning.

• Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih.

Kandang Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam Buras. Multistrata Intensifikasi pagar : Kaliandra, Dadap,

(39)

23

Sayuran : Cabai, Sawi, Kenikir, Terong, Tomat, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Kecipir, Buncis Tegak & Rambat, Katuk, Kelor, Labu Kuning.

Toga : Jahe, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Temulawak, Sirih, Lidah Buaya.

Kandang Ternak Kambing, Domba dan/atau ayam Buras.

Kolam Pemeliharaan ikan atau lele: Lele/Nila/Gurame. Bibit Desa merupakan salah satu cara untuk mendukung keberlanjutan KRPL. Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa KBD merupakan unti produksi benih dan bibit untuk memenuhi kebutuhan pekarangan, satu Rumah Pangan Lestari (RPL), maupun kawasan. Pengembangan KBD bertujuan agar kebutuhan bibit dan setiap anggota masyarakat yang ada di sekitar desa tersebut dapat dipenuhi dengan mudah di desa sendiri (Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2012).

Pengembangan KBD dilakukan sebagai sarana pembibitan dan pembenihan tanaman pangan. Pelaksanaan KBD membantu dalam kelancaran produksi tanaman pekarangan terutama yang harus disemai terlebih dahulu seperti: tomat, cabai, terong, sawi, kangkung, bayam, mentimun, dan semangka. Ketersediaan benih atau bibit menjadi kunci keberhasilan program KRPL.

2.5 Biaya dan Pendapatan Usahatani

(40)

24 modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuan (Soekartawi, 1986). Apabila ingin melihat gambaran suatu usahatani, Hernanto dalam Widayati (1993) mengemukakan usahatani meliputi:

1) Terdapat lahan, tanah usahatani yang di atasnya tumbuh tanaman. Tanah yang dibuat kolam, tambak, sawah, tegalan, tanaman setahun atau semusim, dan tanaman tahunan.

2) Terdapat bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain.

3) Terdapat alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, pompa air, dan lain-lain.

4) Terdapat pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-lain.

5) Terdapat kegiatan petani yang menentukan rencana usaha taninya, menguasai jalannya usahatani, dan menikmati hasil usahatani.

(41)

25 baik untuk dijual maupun dikonsumsi rumah tangga, untuk sosial, dan yang disimpan.

Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunan produksi dan lain-lain yang dikenakan pada produk yang bersangkutan. Biaya produksi merupakan semua biaya yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau perus-ahaan dalam menciptakan barang-barang yang diproduksinya. Keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi, 2002). Biaya tetap merupakan biaya yang apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan ada-lah tetap, maka biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya tidak berubah nilainya, namun apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya disebut dengan biaya variabel.

Menurut Hernanto (1980), biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar secara tunai misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya: biaya untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga luar keluarga. Biaya diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat-alat dan tenaga kerja dalam keluarga.

(42)

26 2.6 Pengelolaan Secara Keberlanjutan

Pembangunan keberlanjutan bermuara pada upaya untuk memenuhi kebu-tuhan manusia yang bermanfaat bagi sesama manusia maupun bagi diri sendiri pada waktu sekarang dan dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang tanpa mengurangi sumberdaya yang ada. Tujuan pembangunan keberlanjutan adalah menjaga kesejahteraan manusia baik dalam kehidupan sekarang sampai diwaktu yang akan datang.

Secara konseptual, pendekatan pembangunan keberlanjutan dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu pendekatan ekonomi, sosial dan lingkungan (Mu-nasinghe dan Cruz dalam acuan Salikin, 2003). Pendekatan ekonomi keberlanju-tan berbasis pada maksimalisasi aliran pendapakeberlanju-tan sehingga mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya yang dilakukan dapat berupa optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Konsep sosial keberlanjutan berhubungan dengan manusia pelestarian stabilitas sosial dan sistem budaya. Konsep lingkungan keber-lanjutan berfokus dalam upaya menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan.

(43)

27 2.7 Penelitian Terdahulu

Rahman (2002) melakukan penelitian mengenai Sistem Budidaya Tanaman dan Karekteristik Usahatani Pekarangan di DAS Cisokan Sub DAS Citarum Bagian Tengah Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan adalah metode survei. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani.

Hasil penelitian menunjukkan sistem budidaya tanaman yang teridentifikasi di tiga zona penelitian yaitu pekarangan, sawah, tegalan, kebun campuran, dan talun. Pekarangan dan sawah ditemukan disetiap zona. Kebun campuran ditemukan di zona tengah dan zona bawah. Talun ditemukan di zona atas dan zona tengah.

Produk dari pekarangan di zona atas dan zona tengah lebih berorientasi komersil. Produk dari pekarangan di zona bawah lebih berorientasi untuk

Kemiskinan,

Sumber: Munasinghe dan Cruz dalam acuan Salikin, 2003)

Gambar 1. Konsep Pembangunan Keberlanjutan ditinjau dari Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan

(44)

28 konsumsi keluarga. Biaya usahatani pekarangan tertinggi terdapat di zona atas dan terendah terdapat di zona bawah. Biaya usahatani pekarangan lebih rendah dibandingkan tegalan, sawah, dan kebun campuran, tetapi lebih tinggi dibandingkan talun. Produktivitas pekarangan lebih tinggi dari talun, tetapi lebih rendah dari tegal dan sawah.

Nilai R/C rasio usahatani pekarangan di setiap zona yang menunjukan hasil yang menguntungkan. Usahatani pekarangan yang paling efisien terdapat di zona bawah. Pekarangan dengan input materi dari luar sistem tertinggi di zona terdapat di zona atas, sedangkan yang terendah terdapat di zona bawah.

Pendapatan usahatani pekarangan di zona bawah memiliki kontribusi terhadap pendapatan total petani lebih tinggi dibandingkan zona atas dan zona tengah. Keberadaan setiap sistem budidaya tanaman secara umum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan total petani. Pola sistem budidaya agroforesti seperti pekarangan, kebun campuran, dan talun mampu memadukan tindakan konservasi dan produksi. Keberadaan sistem budidaya agroforesti dalam penggunaan lahan di pedesaan perlu dijaga untuk menyangga keberlanjutan ekosistem pedesaan.

(45)

29 menjadi peserta program di Desa Babakan; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani Desa Babakan untuk ikut serta dalam program PHBM; dan (4) mempelajari prospek pengembangan program PHBM di Desa Babakan.

Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah: (1) terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Babakan dengan fokus permasalahan yang utama yaitu LMDH tidak mampu menggerakkan anggotanya dalam melaksanakan kewajiban sebagai penggarap dan; manajemen danabagi hasil yang kurang transparan; (2) pendapatan dan curahan kerja petani peserta PHBM dan petani non PHBM tidak berbeda nyata, walau demikian manfaat program PHBM tetap dirasakan oleh para peserta karena menyumbangkan 21,31% dari total pendapatan rumah tangga dengan curahan kerja keluarga yang diberikan pada kegiatan tersebut mencapai 35,50%; (3) secara signifikan, status kepemilikan lahan usahatani pribadi dan kepemilikan profesi lain di bidang non usahatani memperkecil peluang petani mengikuti program PHBM, sedangkan keikutsertaan dalam penyuluhan Perum Perhutani memperbesar peluang petani mengikuti PHBM; (4) keberlanjutan program PHBM tetap mendapatkan dukungan dari Perum Perhutani maupun para petani mengingat manfaat yang dirasakan baik ditinjau dari aspek lingkungan, aspek ekonomi, maupun aspek sosial dalam jangka panjang.

Afrinis (2009) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Home Gardening

(46)

30 berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan adalah status pekerja ibu dan pendapatan (p=0,004; p=0,030). Ibu yang tidak bekerja memanfaatkan pekarangannya lebih baik dibandingkan ibu yang bekerja. Demikian halnya dengan pendapatan; keluarga dengan pendapatan tinggi mempunyai pekarangan yang lebih luas untuk dimanfaatkan dan hal ini juga berhubungan dengan ibu yang tidak bekerja. Setelah 5 bulan intervensi terjadi peningkatan intik energi dan zat gizi balita. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita adalah pengetahuan gizi ibu dan pendapatan (p=0,0048; p=0,003). Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu dan pendapatan maka konsumsi pangan balitanya juga semakin bagus.

(47)

31 Penelitian mengenai KRPL tersebut berangkat dari pemahaman bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Namun, hal ini diiringi dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga menuntut dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan perluasan daerah pemukiman bagi setiap orang. Peningkatan konversi lahan dan pemenuhan pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi membuat masyarakat melakukan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi yaitu dengan pemanfaatan pekarangan.

Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu dengan melakukan pemantapan kemandirian pangan melalui pekarangan. Pemanfaatan pekarangan memiliki fungsi multiguna karena dilahan yang sempit dapat menghasilkan produk dari pertanian. Pemanfaatan pekarangan mampu meningkatkan gizi dan mutu yang seimbang, namun masyarakat kurang menyadari pentingnya pangan yang beragam, berimbang dan bergizi. Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui KRPL dari Kementerian Pertanian menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal yang bertujuan untuk menurunkan konsumsi beras, terpenuhinya gizi yang seimbang, dan dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan desa.

(48)

32 Hal yang menjadi sangat penting untuk keberlangsungan KRPL dengan salah satunya dilihat dari dampak yang ditimbulkan. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan KRPL merupakan suatu pandangan yang dapat menjadi evaluasi kedepannya. Persepsi masyarakat terhadap KRPL merupakan permasalahan pertama. Upaya dalam pengembangan KRPL diharapkan akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Manfaat fisik yang dirasakan adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga dirasakan dari produksi yang dihasilkan. Identifikasi penggunaan hasil produksi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Banjarsari baik dijual, dikonsumsi, maupun untuk sosial. Hal ini menjadi permasalahan kedua di dalam penelitian.

Permasalahan ketiga melihat biaya dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dalam pengembangan KRPL. Permasahan keempat menilai keberlanjutan dari KRPL di tempat penelitian. Hasil akhir yang ingin dicapai pada penilaian ini adalah tingkat keberhasilan dan keberlanjutan KRPL dalam mendukung kesejahteraan masyarakat di Desa Banjarsari. Diagram alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di halaman berikutnya.

(49)

33 Keterangan:

Hubungan langsung Cakupan penelitian

Gambar 2. Diagram Alur Pemikiran

IV. METODE PENELITIAN Diiringi dengan:

1. Jumlah penduduk semakin meningkat 2. Konversi lahan meningkat

3. Pemenuhan pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi

Pemantapan kemandirian pangan melalui pekarangan

Program

Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)

Keberlanjutan KRPL

Manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan

pangan rumah tangga

Biaya dan Manfaat dari adanya KRPL

Penilaian Keberhasilan dan Keberlanjutan KRPL di lokasi penelitian

Pekarangan dan Pangan Lestari, Masyarakat Sejahtera Persepsi

(50)

34 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012. Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dikarenakan bahwa Kabupaten Pacitan merupakan areal awal percontohan KRPL. Pemilihan Desa Banjarsari karena desa tersebut menjadi desa kedua yang mengembangkan KRPL di Kecamatan Pacitan dan desa pertama yang mengembangkan secara swadaya di Kecamatan Pacitan.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner dengan masyarakat sekitar wilayah KRPL dan wawancara mendalam dengan masyarakat. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh melalui studi pustaka dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait, jurnal dan lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.

4.3 Metode Pengambilan Data

(51)

35 belum adanya pencatatan ulang mengenai pengelompokkan strata Desa Banjarsari.

Pembagian strata KRPL didasarkan oleh luas pekarangan dan paket komoditas. Pembagian strata Desa Banjarsari dengan Kementerian Pertanian berbeda karena pada awal pengembangan KRPL di Desa Banjarsari sudah menngunakan pembagian strata seperti yang tercantum di Tabel 5. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Ketua Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Desa Banjarsari yang awal mulanya mengacu Desa Kayen.

Tabel 5. Responden Penelitian

Sumber: Data Primer, diolah (2012)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat jumlah responden dalam penelitian tersebut adalah 80 KK. Penelitian ini menganalisis responden dengan unit rumah tangga. Sebagai responden adalah ibu rumah tangga, bapak (kepala rumah tangga), dan atau anggota keluarga lainnya, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan di lapangan.

Penentuan ketiga golongan tersebut didasarkan atas tujuan penelitian, disesuaikan dengan pendapat responden dan kenyataan yang ada di lapang. Karena beragamnya luas dan kondisi pekarangan yang dimiliki oleh tiap rumah tangga contoh, maka klasifikasi juga dilakukan untuk memudahkan dalam menganalisa data.

No Klasifikasi Luas pekarangan ( m2 )

Jumlah

(KK) Komoditas

1 Strata 1 0-100 30 Sayuran

2 Strata 2 >100-200 25 sayuran dan ternak 3 Strata 3 >200 25 sayuran, ternak, dan ikan

(52)

36 Pada analisis data kualitatif responden dipilih secara purposive dari pihak pengurus, anggota, dan atau masyarakat KRPL untuk menggali prospek pengembangan KRPL khususnya di Desa Banjarsari. Kriteria pemilihan responden didasarkan kepada pemahaman responden terhadap konten dan pelaksanaan KRPL. Dengan demikian, diharapkan responden yang terpilih merupakan key informan terutama terkait dengan topik yang diteliti.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

Data yang didapatkan dalam penelitian ini diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode prosedur analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam Tabel 6. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.

Tabel 6. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

(53)

37 4.4.1 Identifikasi Persepsi Rumah Tangga terhadap KRPL

Identifikasi persepsi mengunakan analisis deskriptif dalam pengolahannya. Analisis deskriptif yang digunakan adalah metode statistik deskriptif. Statistik deskriptif merupakan bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami (Hasan, 2001). Statistik deskriptif hanya menerangkan suatu keadaan yang terjadi, fenomena, atau persoalan yang terjadi di suatu tempat/wilayah.

Identifikasi persepsi dilakukan untuk mengetahui pengetahuan atau informasi mengenai seberapa jauh masyarakat menyadari akan adanya perubahan KRPL, manfaat yang dirasakan oleh responden, serta kendala-kendala KRPL. Analisis ini dilakukan melalui wawancara kepada rumah tangga dengan menggunakan kuesioner. Hasil kuesioner akan diolah menggunakan tabel untuk mempermudah dalam melakukan analisis.

4.4.2 Identifikasi Manfaat Fisik dari adanya KRPL dalam Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga

Pelaksanaan KRPL memiliki tujuan utama yaitu untuk meningkatkan kemandirian pangan dalam rumah tangga secara berkelanjutan. Kemandirian pangan rumah tangga merupakan kondisi terpenuhnya pangan yang cukup bagi rumah tangga secara mandiri untuk meningkatkan sosial dan ekonomi rumah tangga maupun masyarakat. Masyarakat melakukan kegiatan produksi di pekarangan untuk memenuhi pangan. Ketika kebutuhan sehari-hari pada pangan sudah terpenuhi, sisanya di jual ke pasar atau diberikan kepada tetangga atau saudara.

(54)

38 dengan dilihat dari produksi KRPL yang dihasilkan. Manfaat fisik KRPL ditunjukkan dengan hasil produksi selama umur tanaman.

Analisis manfaat fisik dari adanya KRPL dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hasil yang dikonsumsi sendiri dan seberapa besar hasil yang dijual. Analisis ini dilakukan melalui wawancara kepada rumah tangga dengan menggunakan kuisioner. Hasil kuesioner akan diolah menggunakan tabel untuk mempermudah dalam melakukan analisis. Secara sistematis manfaat fisik dengan melihat dari jumlah produksi khususnya tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Yt= Σxt. Qt

Keterangan:

Yt = Jumlah hasil dari KRPL

Σxt = Jumlah tanaman (pohon)

Qt = Produktivitas tanaman per pohon

4.4.3 Estimasi Biaya dan Manfaat dari Pengembangan KRPL

(55)

39 produksi yang kemudian dilihat dari pendapatan yang diterima oleh rumah tangga untuk melaksanakan KRPL.

Pendapatan KRPL merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan KRPL terdiri dari pendapatan atas biaya tunai danpendapatan atas biaya total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai. Pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Biaya atau pengeluaran total merupakan penjumlahan biaya tunai dan biaya non tunai.

Menurut soekartawi (1986), biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai. Biaya non tunai merupakan biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual produk (Soekartawi, 2002). Secara matematis penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y.Py-[Bt+Bd] Keterangan:

TR = Total penerimaan dari KRPL Y = Produksi yang diperoleh KRPL Py = Harga Y

Bt = Biaya tunai dari KRPL

Bd = Biaya diperhitungkan dari KRPL

Analisis dilakukan dengan cara menggunakan rasio penerimaan atas biaya

(56)

40 Rasio penerimaan atas biaya mencerminkan seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam KRPL. Analisis ini menggunakan R/C rasio terhadap biaya total dengan perhitungan sebagai berikut:

R/C rasio =

Analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) memiliki arti sebagai berikut:

1) Apabila nilai R/C > 1, maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan lebih besar dari satu rupiah.

2) Apabila nilai R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah juga.

3) Apabila nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan lebih kecil dari satu rupiah.

Kontribusi KRPL terhadap pendapatan keluarga dapat dijelaskan dengan rumus:

Keterangan:

KP= Kontribusi KRPL terhadap pendapatan keluarga (%) X= pendapatan bersih KRPL (Rp/Rumah tangga/Tahun) Y= Pendapatan total rumah tangga (Rp/Rumah tangga/Tahun)

... (4.3)

(57)

41 4.4.4 Analisis Keberlanjutan KRPL

Analisis keberlanjutan dan prospek pengembangan KRPL dilakukan secara kualitatif berdasarkan wawancara mendalam. Untuk menilai prospek pengembangan KRPL, dapat dilihat dari aspek-aspek keberlanjutan tersebut yang terdiri atas aspek lingkungan, aspek ekonomi serta aspek sosial. Aspek lingkungan melihat bagaimana dampak KRPL terhadap keberlanjutan pelestarian pekarangan. Aspek sosial-budaya melihat bagaimana keterikatan masyarakat dengan masyarakat lain yang berada di sekitarnya sejak diadakannya KRPL.

Aspek ekonomi melihat bagaimna manfaat yang diberikan oleh KRPL dari penghematan pengeluaran rumah tangga dan keberadaan KBD. Analisis yang digunakan untuk menganalisis biaya dan manfaat untuk menentukan apakah proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Gambaran pendapatan dapat dinyatakan dengan NPV dan Gross B/C. Secara matematis pendapatan dapat dituliskan sebagai berikut:

4.4.4.1 Net Present Value (NPV)

Suatu usaha dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau Net Present Value (NPV). Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut:

(58)

42 Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu :

1) NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung tidak juga rugi.

2) NPV > 0, artinya suatu proyek dinyatakan menguntungkan dan dapat dil-aksanakan.

3) NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang di-pergunakan, atau dengan kata lain proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan

4.4.4.2 Gross Benefit Cost (Gross B/C)

Nilai Gross B/C merupakan nilai yang menggambarkan perbandingan antara present value benefit dengan present value cost. Persamaan perhitungannya adalah sebagai berikut:

Kriteria investasi berdasarkan Gross B/C yaitu :

1) Apabila Gross B/C > 1, artinya proyek layak untuk dilaksanakan. 2) Apabila Gross B/C < 1, proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

Dari sudut pandang ketiga aspek tersebut yaitu aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial, dapat diketahui bagaimana prospek pengembangan dan keberlanjutan KRPL khususnya untuk kasus Desa Banjarsari.

(59)

43 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Banjarsari terletak di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah:

Sebelah utara : Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan Sebelah timur : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan Sebelah selatan : Desa Ketepung, Kecamatan Kebonagung Sebelah barat : Desa Semanten, Kecamatan Pacitan

Desa Banjarsari memiliki luas sekitar 235,621 ha yang terdiri dari luas persawahan seluas 44 ha, luas pemukiman seluas 10 ha, luas perkebunan seluas 99 ha, luas pekarangan seluas 30 ha, luas tegal seluas 36 ha, dan luas prasarana umum lainnya seluas 16,621 ha.

Desa Banjarsari memiliki Sungai Grindulu yang merupakan sungai penghubung ke desa seberang yaitu Desa Semanten. Kondisi persawahan merupakan sawah tadah hujan dengan memanfaatkan air hujan yang hanya turun di musim tanam antara bulan Oktober-Maret. Jarak desa dari pemerintahan kecamatan pusat adalah 10 km, dari pusat pemerintahan kabupaten adalah 8 km, dan dari pemerintahan provinsi adalah 295 km. Apabila ingin memasuki Desa Banjarsari dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat .

5.2 Sarana dan Prasarana

(60)

44 pundalam kondisi yang cukup baik dan permanen sehingga dapat dilalui berbagai jenis kendaran darat. Mengenai fasilitas pendidikan yang masih terbatas, Desa Banjarsari hanya memiliki 2 PAUD, 1 TK, dan 1 SD. Apabila pendidikan tingkat menengah, tingkat menengah atas dan pendidikan tinggi, penduduk harus mencarinya ke wilayah lain di luar desa. Desa Banjarsari memiliki pelayanan kesehatan sebanyak tiga posyandu yang masih aktif. Kegiatan pelaksanan posyandu terdapat kader posyandu aktif sebanyak sembilan orang dan tiga pembina posyandu.

Masyarakat memanfaatkan warung-warung yang cukup tersedia di sepanjang jalan utama desa untuk fasilitas perbelanjaan. Pedagang keliling di Desa Banjarsari cukup sedikit. Pasar dan swalayan yang memadai terletak di pusat kecamatan yaitu di daerah Arjowinangun. Transportasi umum yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mobilitas antar kecamatan tersebut adalah angkot dan motor.

Sarana yang dirasakan sangat penting oleh masyarakat adalah layanan air bersih. Sumber air utama di Desa Banjarsari sebagian besar didapatkan dari mata air dan sumur gali. Tabel 7 menunjukkan jumlah sumber air bersih dan pengguna sumber air.

Tabel 7. Jumlah Penggunaan Sumber Air Bersih di Desa Banjarsari

No Jenis Jumlah (Unit) Pemanfaat (KK)

1 Mata air 3 60

2 Sumur gali 156 340

3 Sumur pompa 1 1

Total 160 401

Gambar

Tabel 2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari Menurut
Tabel 3. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan
Tabel 4. Basis Komoditas dan Contoh Model Budidaya Rumah Pangan
Gambar 1.  Konsep Pembangunan Keberlanjutan ditinjau dari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penulis tertarik untuk menguji lebih lanjut khasiat antibakteri pada biji pepaya dengan membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji pepaya

VISI, MISI, DAN NILAI KAMI Our Vision, Mission, and Values KEUNGGULAN KAMI Our Expertise PRODUK KAMI Our Products PROYEK KAMI Our Projects 04 06 08 10 12 14 16.. Sarana Metal Indah

hasil yang berbeda ditunjukkan dengan studi yang dilakukan oleh (Dwiwiyati Astogini et al., 2011) yang mengatakan bahwa tingkat religiusitas tidak mempunyai pengaruh yang

Ini berarti bahwa pada tarafα = 5% secara simultan atau bersama-sama pelaksanaan maintenance dan lingkungan fisik memiliki pengaruhpositif dan signifikan (nyata)

Guspri Devi Artanti, S.Pd, M.Si selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta, sekaligus dosen pembimbing yang

Pemahaman inilah yang mendasari penelitian ini, yaitu bahwa iklan rokok Surya Pro Mild merupakan salah satu bentuk representasi dari realitas politik di Indonesia, khususnya

Na- mun, bila pemegang saham lain tidak menyerap rights issue tersebut maka Mega Mandiri Properti akan menyerap saham HMETD sehingga kepemilikan sahamnya akan menjadi 5,29 miliar

Gambar 9 adalah proses pada aplikasi sistem kehadiran pegawai yang mendasarkan kemampuan sistem untuk mendeteksi dan mengekstraksi ciri fitur mata sebagai dasar