• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

D

 

DAMPAK

TERH

K KORUP

HADAP P

NEGA

A

DE FAKULT

IN

 

PSI DAN

PERTUM

ARA ASEA

ARDHI H

EPARTEM TAS EKO

STITUT P

N VARIAB

MBUHAN

AN+3 TA

HARRY S

MEN ILMU ONOMI DA PERTANI

BOGOR 2013

BEL EKO

EKONO

AHUN 200

SUBEKTI

U EKONO AN MANA IAN BOGO

ONOMI L

OMI SEPU

00-2010

I

OMI AJEMEN

OR

LAINNYA

ULUH

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Ardhi Harry Subekti

(4)

ABSTRAK

 

ARDHI HARRY SUBEKTI. Berjudul Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010. Dibimbing oleh Alla Asmara.

 

  Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 terus meningkat, namun dibalik peran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi terdapat satu kegagalan perencanaan pemerintah, dimana adanya perilaku yang bersifat mengejar keuntungan pribadi (korupsi). Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga memberikan high cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Korupsi dapat merusak kinerja ekonomi, tingginya tingkat korupsi dikaitkan dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini digunakan metode data panel dengan kurun waktu 2000-2010 meliputi sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah investasi modal fisik, pembelanjaan pemerintah, dan pengeluaran pendidikan, yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, Korupsi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi pada sepuluh negara kawasan ASEAN+3.

Kata Kunci: ASEAN+3, Data Panel, Pertumbuhan ekonomi, Korupsi.

 

ABSTRACT

 

ARDHI HARRY SUBEKTI. Entitled The Impact of Corruption and Other Economic Variables Against Economic Growth ASEAN+3 Ten Countries Time Periode 2000-2010. Supervised by Alla Asmara.

 

High economic growth and sustainability are the necessary conditions for economic development and welfare improvement. Economic growth in ASEAN+3 countries continues to increase. However, the corruption and failure in government planning may create negative effect to the economy. The high level of corruption in a country also gives high cost economy that can hinder economic growth. Corruption may slowdown economic performance. A high level of corruption is associated with lower level of economic growth. This study used panel data methods in the period of 2000-2010 which covered the ten ASEAN+3 countries. The purpose of this study are identify factors that affect economic growth and analyze the impact of corruption on economic growth. Variables used in this study are the physical capital investment, government expenditure, and spending on education, which have a positive impact on economic growth. However, corruption showed negative impact on economic growth. High level of corruption can reduce economic growth in the entire of ASEAN+3 countries.

Keywords: ASEAN +3, Panel Data, Economic Growth, Corruption. 

(5)

 

 

   

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAMPAK KORUPSI DAN VARIABEL EKONOMI LAINNYA

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEPULUH

NEGARA ASEAN+3 TAHUN 2000-2010

ARDHI HARRY SUBEKTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010

Nama : Ardhi Harry Subekti

NIM : H14090092

Disetujui oleh

Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

 

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Suherman , Ibu Kunmiyati, serta kakak-kakak dari penulis Wawang Harry (Alm), Andi Harry, Dhani Harry, Putri Anggeraini, atas segala doa, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materiil bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Wiwiek Rindayanti dosen penguji utama dan Laily Dwi Arsyanti, M.Sc

selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

4. Teman-teman satu bimbingan Jajang Arif, Puspita Mega, Stannia Cahaya, dan Almira Rosalina yang telah menjadi partner diskusi dan teman berbagi suka duka dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh anggota terhormat Pakuan R “Berbakti” (PRB), teman-teman Ilmu Ekonomi 46, dan Keluarga Besar KAREMATA FEM IPB yang selalu memberikan keceriaan, masukan, dan semangat kepada penulis.

6. Sahabat-sahabat di Medan, angkatan 18, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juni 2013

Ardhi Harry Subekti  

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 4

Rumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA

Korupsi 6

Kegagalan Pemerintah 13

Model Pertumbuhan Solow 14

Metode Panel Data 20

Penelitian Terdahulu 22

Hipotesis Penelitian 23

Keranga Pemikiran 23

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data 25

Metode dan Pengolahan Data 26

Uji Hipotesis 29

Uji Asumsi 29

GAMBARAN UMUM

Pendapatan perkapita di Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 32 Investasi, Pembelanjaan Pembelanjaan Pemerintah, dan

Pengeluaran Pendidikan di Sepuluh Negara ASEAN+3 34

Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan

ASEAN+Tahun 2000-2010 41

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan Pemilihan Model Terbaik 43

Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Ekonometrika 44

Tahapan Evaluasi Model Berdasaran Statistika 45

Analisi Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan

Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi 46

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 54

RIWAYAT HIDUP 59 

 

 

 

(10)

DAFTAR TABEL

1 Klasifiasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan

Dinamia Indeks Persepsi Korupsi Selama 9 Tahun 3

2 Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3 5

3 Penelitian Terdahulu 22

4 Data dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian 26

5 Ketentuan Nilai Durbin-Watson 31

6 Tiga Kota Teratas Bebas Dari Korupsi dan Tiga Kota Terkorupsi di

Indonesia Tahun 2010 40

7 Perbandingan Model Pooled Least Square, Fixed Effect Model, Random

Effect Model. 42

8 Uji Pemilihan Model Terbaik 43

9 Uji Normalitas dengan Jarque Bera dan Probability 45

10 Nilai Statistik Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 45

11 Hasil Estimasi Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 46

12 Hasil Cross Section Effect 48

   

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Cina, Jepang dan Korea Selatan 2

2 Hierarki Kebutuhan Maslow 10

3 Korupsi dan Pembangunan Manusia 13

4 Kondisi Mapan dan Tingkat Kaidah Emas 17

5 Penurunan Kondisi Mapan Diakibatkan Korupsi 19

6 Kerangka Pemikiran 24

7 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel 27

8 Pertumbuhan GDP perkapita Sepuluh Negara ASEAN+3 33

9 Dinamika Investasi di Sepuluh Negara Kawasa ASEAN+3 Tahun 2000-2010 34

10 Dinamika Pembelanjaan Pemerintah Sepuluh Negara Kawasan

ASEAN+3 2006-2010 35

11 Dinamika Pengeluaran Pendidikan Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 2006-2010 36 12 Klasifikasi Indeks Persepsi Korupsi Dunia Berdasarkan Tingkatan Warna

Tahun 2010 38

13 Dinamika Korupsi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 39

14 Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3 41

15 Kuadran Rata-rata GDP perKapita dan Indeks Persepsi Korupsi Sepuluh

Negara Kawasan ASEAN+3 Tahun 2000-2010 49

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model PLS 54

2 Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Fixed Effect 55

3 Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Random Effect 56

4 Hasil Pengujian Chow Test 56

5 Hasil Pengujian Hausman Test 57

6 Hasil Nilai Matriks Korelasi 57

7 Hasil Standardized Residuals 57

8 Hasil Uji Normalitas 58

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan bagi publik. Mayoritas negara di dunia ini melakukan strategi perekonomian yang lebih hati-hati dan menggabungkan prinsip pasar bebas (market mechanism) dengan intervensi pemerintah yang lebih terarah dan tepat guna (Deliarnov, 2006). Aliran-aliran seperti Marxisme, Keynesian, dan Paham sosialis juga mendukung pemerintahan dan institusi politik dalam perekonomian yang lebih efisien dan lebih adil.

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Menurut Todaro (2005) Pertumbuhan ekonomi sebagai proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi setelah krisis tahun 1998 mengalami peningkatan setiap tahun pada kawasan Asia Timur dan Pasifik. Menurut laporan IMF, 3 tahun setelah krisis kawasan Asia mengalami pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5 persen per tahun, pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan sebelum krisis1.

Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang bergeser dari barat ke timur. Resesi ekonomi yang terjadi tahun 2008-2009 mempercepat pergeseran perekonomian. Ketika dunia barat mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi, benua Asia khususnya Asia Timur mencapai kemajuan yang signifikan. China, India, dan Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2009. Hal ini terbukti dari pernyataan World Bank bahwa pertumbuhan yang kuat terjadi pada Asia Timur, laporan tahunan menunjukkan Eropa mengalami perlambatan pertumbuhan, akan tetapi Asia Timur mengalami peningkatan sebesar 8.2 persen GDP riil (Produk Domestik Bruto)2.

Perhimpunan bangsa-bangsa Asia terutama Asia Tenggara, merupakan organisasi geo-politik dan ekonomi yang disebut ASEAN (Association of Southeast Asian Nation). Pada tahun 1997, ASEAN meningkatkan kerjasama yang strategis melalui hubungan kemitraaan dengan Negara Cina, Jepang, dan Korea Selatan (ASEAN+3). Ketika negara-negara di dunia melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan ekonomi, pemerintah kawasan ASEAN+3 sepakat untuk berkerja sama dengan menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi dan membuka perekonomian guna mencapai integrasi ekonomi.

      

1

IMF. 2000. Dalam artikel “Recovery from the Asian Crisis and the Role of the IMF” [http://www.imf.org/external/np/exr/ib/2000/062300.htm#I]

2

World Bank. 2012. Dalam artikel “Stong Growth in Developing Eas Asia Faces Risk From Global Uncertainty and Natural Disasters”

(14)

0

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

2000

US$)

Cina, Jepang, dan

Korea

ASEAN Cina Jepang Korea Selatan

Sumber: World Bank, 2012

Selama lebih dari dua dekade sejak dicetuskannya kerjasama ASEAN+3 oleh para pemimpin negara Asia Tenggara, Cina, Jepang, dan Korea selatan, ASEAN+3 telah menjadi kekuatan regional terbesar setelah Uni Eropa.Di tengah krisis yang melanda, ASEAN+3 menjadi daya tarik dan harapan baru bagi perekonomian global. Pada krisis yang terjadi pada tahun 2008, ASEAN+3 dapat pulih lebih cepat dan lebih kuat dari negara barat lainnya, dimana tahun 2010 GDP meningkat sebesar 5 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 sebesar 3.5 persen dan 0.9 persen tahun 20093. Terlihat dari Gambar 1 laju pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan yang stabil setiap tahunnya pada negara-negara ASEAN, Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

Investasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut laporan ASEAN (2012) investasi langsung dari Jepang pada negara-negara ASEAN 11 milyar US$ tahun 2010 dan 15.3 milyar US$ tahun 2011. Kemudian investasi langsung negara Cina pada negara ASEAN 2.7 milyar US$ tahun 2011dan meningkat 117 persen pada tahun 2011 mencapai 5.9 milyar US$. Asian Development Bank memprediksi pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi ASEAN diatas 5.7 persen dan Asia Timur (Cina, Jepang, Korea Selatan) sebesar 8 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun ini4.

Namun dibalik pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan perbaikan ekonomi ASEAN+3, terdapat permasalahan internal yang menaungi pemerintah di sektor publik kawasan ASEAN+3. Salah satunya adalah tingkat korupsi yang tinggi. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi dan dapat mengakibatkan high cost economy (Transparency International

(2010); Damanhuri (2010)).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa korupsi terjadi di negara miskin dan negara sedang berkembang atau terjadi gaya kepemimpinan yang otoriter (Sasana, 2004). Banyak praktik korupsi di negara dunia ketiga dan berkembang merupakan bentuk kegagalan perencanaan pemerintah akibat kualitas institusi

      

3

ADB.2010. Dalam artikel “Sustaining the ASEAN+3 Recovery” [http://www.adb.org/news/speeches/sustaining-asean3-recovery] 4

ADB. 2013. Dalam artikel “Developing Asia Growth Step up 6,6 % 2013” [http://www.adb.org/news/developing-asias-growth-steps-66-2013] 

(15)

yang rendah sehingga kepentingan pribadi lebih didahulukan daripada kepentingan nasional (Todaro dan Smith, 2006). Tidak hanya di negara dengan kepemimpinan otoriter, Jain (2001) berpendapat bahwa fenomena korupsi mungkin terjadi di negara demokratis yang melibatkan korupsi pada kalangan eksekutif tingkat tinggi di pemerintahan, legislatif yang melibatkan korupsi di antara wakil-wakil dari masyarakat umum, dan melibatkan korupsi di kalangan birokrasi. Jain (2001) juga berpendapat bahwa Korupsi tidak hanya terjadi pada negara berkembang dan miskin, namun korupsi juga terjadi pada negara maju dikarenakan kualitas pemerintahan yang buruk.

Myrdal dalam Damanhuri (2010) menyatakan korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit Neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya feudal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client.

Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau rakyat bawahan terbiasa memberikan “upeti” (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dan lain-lain). Korupsi dapat menggambarkan kualitas pemerintah negara ASEAN+3. Para pejabat pemerintahan di sektor publik cenderung memiliki perilaku rent seeking behavior

(korupsi) yang dapat menurunkan kualitas pemerintahan dan kualitas institusi yang dalam penelitian Casseli dan Morrely dalam Sasana (2000) dapat dilihat dari dimensi kompetensi dan dimensi kejujuran. Mangkoesoebroto (1993) mengungkapakan bahwa salah satu kegagalan perencanaan pemerintah (government failure) adalah adanya perilaku yang bersifat mengejar keuntungan pribadi (rent seeking behavior).

Tabel 1 Klasifikasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan Dinamika Indeks Persepsi Korupsi selama 10 tahun.

Sumber: *) IMF, World Economic Outlook, 2010

**) Corruption Perception Index, Transparency International (2012),”0” Terkorupsi, “10” Bersih

No Negara Klasifikasi Negara*

CPI score 2001**

CPI score 2010**

1 Indonesia Berkembang 1.9 2.8

2 Malaysia Berkembang 5.0 4.4

3 Singapura Maju 9.2 9.3

4 Filipina Berkembang 2.9 2.4

5 Thailand Berkembang 3.2 3.5

6 Myanmar Berkembang - 1.4

7 Laos Berkembang - 2.1

8 Vietnam Berkembang 2.6 2.7

9 Brunei

Darussalam Berkembang - 5.5

10 Kamboja Berkembang - 2.1

11 Cina Maju 3.5 3.5

12 Jepang Maju 7.1 7.8

(16)

Kebanyakan anggota negara ASEAN+3 merupakan negara sedang berkembang, kecuali Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura yang merupakan negara maju. Pada Tabel 1 membuktikan bahwa Cina, Jepang, dan Korea Selatan memiliki Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di bawah negara Singapura. Negara Cina memiliki Indeks persepsi korupsi yang hampir setara dengan negara berkembang ASEAN+3 lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan negara maju dapat melakukan tindakan korupsi. Pada negara ASEAN+3 lainya indeks persepsi korupsi menunjukkan Negara Indonesia, Vietnam, Kamboja, Laos, Cina memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi di bandingkan Negara Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Negara Malaysia dan Filipina tidak mengalami perbaikan tingkat korupsi, terjadi kemunduran selama rentan waktu 10 tahun. Dari indeks persepsi korupsi tersebut tidak ada perubahan secara signifikan dalam pemberantasan perilaku korupsi. Indeks tersebut mendukung pendapat Syed Husseis Alatas dalam Damanhuri (2010) bahwa praktik-praktik korupsi sudah mengakar kuat dan sulit diberantas di Asia Tenggara.

Dalam hal ini, korupsi menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengidentifikasi dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+3. Beberapa tahun ini pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 mengalami peningkatan, disamping itu tingkat korupsi di negara ASEAN+3 berdasarkan indeks persepsi korupsi tidak mengalami perubahan yang baik secara signifikan. Jika korupsi tidak ditangani secara tepat, hal ini tentunya akan menghambat kerjasama antar negara ASEAN+3 dan dunia internasional dalam menciptakan stabilitas pertumbuhan ekonomi yang tertuang dalam kesepakatan Bali Corncord

III tahun 2011 antara negara ASEAN+3 untuk mencegah dan melawan tindak korupsi.

Rumusan Masalah

Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. seperti investasi, pembelanjaan pemerintah, dan pendidikan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada negara berkembang pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan setiap tahunya. Namun, negara-negara berkembang atau negara dunia ketiga memiliki kecenderungan untuk melakukan praktik korupsi di sektor publik yang diakibatkan kualitas institusi pemerintahan yang rendah dalam mengontrol korupsi. Tidak hanya negara berkembang, namun tidak menutup kemungkinan negara maju melakukan praktik korupsi. Korupsi merupakan penyalahgunaan kepentingan nasional demi kepentingan pribadi. Kegagalan pemerintah (government failure) diduga merupakan indikasi terbesar penyebab rent seeking behavior (korupsi) di negara-negara ASEAN+3. ASEAN+3 merupakan organisasi regional yang berhubungan secara bilateral dengan Negara Cina, Jepang, Korea Selatan. Negara anggota ASEAN+3 sebagian besar merupakan negara berkembang dan berpendapatan rendah dan menengah (Tabel 2).

(17)

pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan melalui beberapa jalur pertumbuhan seperti, sistem pajak, ketimpangan pendidikan, ketidakpastiaan dalam investasi (Gupta, et al 2000). Menurut Rose-Ackerman (1999) bahwa korupsi dapat merusak kinerja ekonomi, tingginya derajat korupsi dikaitkan dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi.

Tabel 2 Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3

Negara Kategori Pendapatan Negara Kategori Pendapatan

Indonesia Lower Middle Income Laos Lower Middle Income

Malaysia Upper Middle Income Vietnam Lower Middle Income

Singapura High Income Brunei D High Income

Filipina Lower Middle Income Kamboja Lower Middle Income

Thailand Upper Middle Income Cina Upper Middle Income

Myanmar Upper Middle Income Jepang High Income

Korea Selatan

High Income

Lower middle income ($ 1,026-$ 4,035), Upper middle income ($4,036-$12,475), High income

(lebih dari $12,476) Sumber: World Bank, 2010

Kesepakatan Bali concord III merupakan deklarasi yang menyatakan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan investasi pada negara ASEAN+3, serta mencegah dan menurunkan tingkat korupsi. Korupsi tentunya akan menghambat kerjasama ASEAN Economy Community (AEC) yang telah disepakati untuk tahun 2015. Pada akhirnya, tingginya tingkat korupsi dapat menyebabkan pemerintah atau negara akan gagal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan memberikan sosial welfare bagi masyarakat ASEAN+3.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara

ASEAN+3 tahun 2000-2010?

2. Bagaimanakah dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN+3 tahun 2000-2010?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian skripsi ini sebagai berikut:

1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010.

(18)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis ataupun bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah:

1. Bagi pemerintah dan instansi pengambil keputusan terkait tulisan ini dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait pentingnya dampak korupsi terhadap pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.

2. Bagi pembaca dapat memberikan masukan-masukan dan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi wadah untuk mengaplikasikan pengetahuan terutama bidang ilmu ekonomi serta menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup serta keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Periode tahun analisis yang digunakan hanya dari tahun 2000 sampai 2010 dikarenakan keterbatasan beberapa tahun data sebelum tahun 2000 dan setelah tahun 2010.

2. Peneliti mengambil sepuluh negara ASEAN+3 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Cina, Korea Selatan, Jepang) dikarenakan sepuluh negara tersebut tergabung dalam Asean Economic Integration dan sebagian besar negara tersebut merupakan negara berkembang. Cina, Jepang, dan Korea Selatan merupakan negara maju yang akan dijadikan pembanding terhadap negara berkembang ASEAN+3. Brunei Darussalam, Laos, Myanmar tidak diikutsertakan karena keterbatasan data penelitian. Negara-negara ASEAN+3 dijadikan sebagai populasi dan observasi dalam penelitian ini.

3. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi dampak langsung korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi sepuluh negara ASEAN+3 dalam 2000-2010. 4. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh Tranceparency

International berdasarkan sumberdata yang terkualifikasi, korupsi yang terjadi pada sektor publik.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Korupsi

Transparency International, World Bank, dan International Monetary Fund

(19)

Transparency Internasional korupsi besar terdiri dari tindakan yang dilakukan pemerintah mendistorsi kebijakan atau fungsi utama negara, yang memungkinkan para pemimpin untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan kepentingan publik.

Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini meliputi praktik korupsi baik di sektor publik dan swasta. Indeks Persepsi Korupsi (CPI) peringkat negara menurut persepsi korupsi di sektor publik. CPI merupakan indikator agregat yang menggabungkan berbagai sumber informasi tentang korupsi, sehingga memungkinkan untuk membandingkan setiap negara.

Semua sumber informasi yang digunakan untuk membangun CPI dihasilkan oleh organisasi terkemuka dan organisasi pengumpul data. Untuk disertakan dalam CPI, sumber harus mengukur cakupan keseluruhan korupsi (frekuensi dan ukuran transaksi korup) di sektor publik dan politik, memberikan peringkat negara-negara, yang persepsi korupsi berbeda di setiap negara. Metodologi yang digunakan untuk menilai persepsi ini harus sama untuk semua negara yang dinilai dari sumber yang akan dipilih. Jumlah survei dan penilaian yang disertakan berbeda dari tahun ke tahun tergantung pada ketersediaan pada saat perkembangan indeks. CPI 2010 dihitung dengan menggunakan data dari 13 survei yang berbeda atau penilaian yang dihasilkan oleh 10 organisasi independen berikut:

1. Africa Development Bank- Country Policy and Institutional Assessments

2. Asian Development Bank -Country Performance Assessment Ratings

3. Bertelsmann Foundation- Bertelsmann Transformation Index

4. Economist Intelligence Unit -Country Risk Service and Country Forecast

5. Freedom House -Nations in Transit

6. Global Insights, formerly World Markets Research Centre- Country Risk Ratings

7. Institute for Management Development - World Competitiveness Report

8. Political and Economic Risk Consultancy, Hong Kong - Asian Intelligence

9. World Economic Forum - Global Competitiveness Report

10. World Bank - Country Policy and Institutional Assessments for IDA Countries

Bentuk atau perwujudan utama korupsi menurut Amundsen dalam Anvig et al (2000), menyebutkan bahwa terdapat 6 bentuk dasar karakteristik dari korupsi, yaitu:

1. Suap (Bribery) adalah pembayaran (dalam bentuk uang atau barang) yang diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan jumlah yang tetap, persentase dari sebuah kontrak, atau bantuan dalam bentuk uang apapun. Biasanya dibayarkan kepada pejabat negara yang dapat membuat perjanjian atas nama negara atau mendistribusikan keuntungan kepada perusahaan atau perorangan dan perusahaan.

2. Penggelapan (Embezzlement) adalah pencurian sumberdaya oleh pejabat yang diajukan untuk mengelolanya. Penggelapan merupakan salah satu bentuk korupsi ketika pejabat pemerintah yang menyalahgunakan sumberdaya publik atas nama masyarakat.

(20)

informasi oleh pejabat publik. Penipuan terjadi ketika pejabat pemerintah mendapatkan tanggungjawab untuk melaksanaka perintah. Memanipulasi aliran informasi untuk keuntungan pribadi.

4. Pemerasan (Extortion) adalah sumberdaya yang diekstraksi dengan menggunakan paksaan, kekerasan atau ancaman. Pemerasan adalah transaksi korupsi dimana uang diektraksi oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk melakukannya.

5. Favoritisme adalah kecenderungan dari pejabat negara atau politisi, yang memiliki akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk memutuskan pendistribusian tersebut. Favoritisme juga memberikan perlakuan istimewa kepada kelompok tertentu. Selain itu, favoritisme juga mengembangkan mekanisme penyalahgunaan kekuasaan secara privatisasi.

6. Nepotisme adalah bentuk khusus dari favoritisme. Mengalokasikan kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan.

Chetwynd et al (2003) menyatakan korupsi memepengaruhi pertumbuhan ekonomi dan menghambat pertumbuhan ekonomi dari beberapa teori sebagai berikut:

1. Korupsi menghalangi investasi asing dan domestik: biaya sewa meningkat dan menciptakan ketidakpastian, menurunkan insentif pada kedua investor asing dan domestik.

2. Korupsi pajak kewirausahaan: pengusaha dan inovator memerlukan lisensi dan izin dan membayar suap untuk pemotongan barang ke dalam margin keuntungan.

3. Korupsi menurunkan kualitas infrastruktur publik: Sumber daya publik dialihkan ke penggunaan pribadi, standar yang diabaikan, dana untuk operasional dan pemeliharaan dialihkan kepada peribadi.

4. Korupsi menurunkan pendapatan pajak: perusahaan dan kegiatan yang didorong ke sektor informal dengan mengambil sewa berlebihan dan pajak dikurangi dengan imbalan hadiah kepada pejabat pajak.

5. Korupsi mengalihkan bakat menjadi rent seeking: pejabat yang seharusnya dapat terlibat dalam kegiatan produktif menjadi beralih kepada pengambilan keuntungan dari sewa, dimana mendorong dan meningkatkan pengambilan biaya sewa.

6. Korupsi merusak komposisi pengeluaran publik: pencari keuntungan akan mencari proyek paling termudah dan terselubung, mengalihkan dana dari sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.

(21)

investasi. Selanjutnya, pemerintah yang salah dalam mengalokasikan sumberdaya yang langka kepada masyarakat merusak hubungan antara negara dan penduduk, karena pemerintah mencari keuntungan dan memperkaya diri dengan melakukan tindakan korupsi.

Gunnar Myrdal pemegang hadiah nobel ekonomi tahun 1986 dalam Damanhuri (2010) Berpendapat dalam bukunya Asian Drama, bahwa korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan berkewajiban member “upeti”. Korupsi merupakan akibat dari pengelolaan negara lemah dan terjadi ketika individu atau organisasi memiliki kekuatan monopoli atas barang atau jasa, kebijaksanaan dalam membuat keputusan, terbatas atau tidak ada akuntabilitas, dan rendahnya tingkat pendapatan (Klitgaard, 1998).

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya praktik korupsi. Teori-teori tersebut, yaitu:

1. Teori Klitgaard

Klitgaard (1998) memformulasikan terjadinya korupsi dengan persamaan sebagai berikut:

C = M + D – A

Keterangan:

M = Monopoly of Power

D = Discretion of Official

A = Accountability

Menurut Robert Klitgaard, kekuatan monopoli oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion of official) tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability), menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.

2. Teori Vroom

Teori Vroom (1964) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja seseorang dengan kemampuan dan motivasi yang dimiliki sebagaimana tertulis dalam fungsi berikut:

P = f (A,M) Keterangan:

P = Performance

A = Ability

M = Motivation

Kinerja (Performance) seseorang merupaka fungsi dari kemampuan (Ability) dan motivasi (Motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan tingkat keahlian (Skill) dengan tingkat pendidikan (Knowledge) yang dimiliknya. Tingkat motivasi yang sama seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut terjadi dengan asumsi variable M (motivasi) adalah tetap. Tetapi Vroom juga membuat fungsi tentang motivasi sebagai berikut:

M = f (E ,V) Keterangan:

M = Motivation

E = Expectation

(22)

Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang bersangkutan dan nilai (Value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia lakukan. Jika nilai yang dimiliki positif maka, dia akan melakukan yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika dia seseorang yang memiliki nilai negatif, maka dia akan mencari segala cara untuk menjadi kaya salah satunya dengan melakukan korupsi.

3. Teori Kebutuhan Maslow

Maslow (1943) menggambarkan hierarki kebutuhan manusia sebagai bentuk paramida. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan yang paling mendasar. Semakin tinggi hierarki, kebutuhan tersebut semakin kecil keharusan untuk dipenuhi. Hierarki tersebut dalam piramida berikut ini:

 

Gambar 2 Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan dari paling mendasar (bawah) hingga paling tinggi adalah aktulisasi diri. Kebutuhan paling mendasar dari seorang manusia adalah sandang dan pangan (physical needs). Selanjutnya kebutuhan keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal, kebutuhan sosial adalah berkelompok, bermasyarakat, dan berbangsa. Ketiga kebutuhan paling bawah adalah kebutuhan utama (prime needs) setiap orang. Setelah kebutuhan utama terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada kebutuhan penghargaan diri yaitu keinginan agar dihargai, berperilaku terpuji, demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas kemampuan kita, misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai pemimpin yang dipatuhi bawahannya. Jika seseorang menganggap bahwa kebutuhan tingkat tertingginya pun adalah kebutuhan mendasarnya maka apapun akan dilakuakn untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi.

4. Teori Raimez Torres.

Menurut Torres (1990) suatu tindak korupsi akan terjadi jika memenuhi persamaan berikut:

Rc> Pty x Prob Keterangan: Rc = Reward

Pty = Penalty

(23)

Syarat tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan sekedar keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil (Rc=reward) yang didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman (Pty=Penalty) yang didapat dengan kemungkinan (Prob=Probability) tertangkapnya yang kecil.

5. Teori Jack Bologne

Menurut Jack Bologne akar penyebab korupsi ada empat, yaitu: G = Greedy

O = Opportunity

N = Needs

E = Expose

Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportunity, sistem yang memberikan peluang untuk melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai.

Exposes, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.

Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi

Sebagian besar penelitian empiris yang mempelajari hubungan langsung antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang melambat diakibatkan korupsi. Korupsi dapat memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan GDP negara. Masalah yang terkait dengan penelitian dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah hubungan kausalitas langsung antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi.

(24)

Korupsi dan Investasi

Penelitian teoritis yang didukung sejumlah studi menunjukan bahwa tingginya tingkat korupsi terkait dengan rendahnya tingkat investasi dan rendahnya tingkat agregat pertumbuhan ekonomi. Beberapa hasil survei Bank Dunia tentang korupsi menggambarkan hubungan terbalik atau tradeoff antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi melalui komponen investasi (Chetwynd et al,

2003).

1. Korupsi menghambat investasi domestik. Di Bulgaria, sekitar satu dari empat empat pelaku bisnis yang dijadikan sebagai responden menyatakan telah merencanakan untuk memperluas usaha (kebanyakan dalam memperoleh peralatan baru) tapi gagal, untuk melakukannya, dan korupsi merupakan faktor penting dalam perubahan rencana mereka.

2. Korupsi merugikan wirausahawan terutama di kalangan usaha kecil. Beberapa studi melaporkan bahwa usaha kecil cenderung untuk membayar suap (terutama di Bosnia, Ghana, dan Slovakia). Di Polandia, Bisnis besar harus Berurusan dengan sejumlah kegiatan ekonomi yang dilisensikan, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap pemerasan.

3. Korupsi menurunkan pendapatan dari pajak dan biaya. Di Bangladesh, lebih dari 30 persen dari responden rumah tangga di perkotaan mengurangi tagihan listrik dan air dengan menyuap petugas pemeriksa meter. Di beberapa penelitian, jika korupsi dapat dikendalikan maka respondonen harus membayar pajak lebih banyak (Kamboja, Indonesia, Rumania).

Mauro (1995) menemukan bahwa korupsi secara substansial berdampak negatif pada investasi. Korupsi bertindak sebagai pajak atas pengembalian investasi swasta secara tidak langsung menurunkan kualitas dan kuantitas investasi. Mo (2001) menemukan bahwa korupsi melalui investasi menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Korupsi dan Sektor Publik

Dalam kebanyakan kasus hubungan antara korupsi dan sektor publik sedang diselidiki berdasarkan studi empiris korupsi dan pembangunan ekonomi. Mauro (1998) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hubungan negatif dan signifikan antara korupsi dan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Korelasi antara korupsi dan pengeluaran pemerintah adalah pemerintah yang korup lebih mudah mengumpulkan uang suap pada beberapa jenis belanja. Implikasi kebijakan yang potensial memaksa pemerintah untuk meningkatkan komposisi pengeluaran dengan meningkatkan porsi kategori-kategori pengeluaran yang rentan terhadap korupsi.

Korupsi dan Pembangunan Manusia

Ada sejumlah alasan berdasarkan tinjauan literatur terkait dengan korupsi dan pembangunan manusia. Korupsi secara tidak langsung dapat memengaruhi pembangunan manusia melalui penurunan pertumbuhan ekonomi dan insentif untuk investasi. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa korupsi memengaruhi sumberdaya yang dibelanjakan untuk pendidikan dan kesehatan.

(25)

pada program pendidikan dan kesehatan karena kurang menawarkan kesempatan untuk pencarian keuntungan (rent seeking behavior). Demikian pula pendapat Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menunjukkan bahwa korupsi mengurangi tingkat pengeluaran untuk program sosial, menciptakan ketimpangan pendidikan, menurunkan partisipasi sekolah tingkat menengah, dan menyebabkan ketimpangan distribusi lahan. Selain itu, mereka menemukan bahwa korupsi merupakan biaya ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan berimplikasi pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Mo (2001) menemukan bahwa sebuah negara dengan tingkat korupsi yang lebih tinggi menyebabkan standarisasi sekolah lebih rendah.

Rose-Akerman (1997) berpendapat bahwa korupsi cenderung mendistorsi alokasi manfaat ekonomi, lebih menguntungkan orang kaya dan kurang mengarah ke pada orang miskin dan ketidakadilan distribusi pendapatan. Sebagian dari kekayaan negara didistribusikan kepada orang-orang korup, sehingga berkontribusi terhadap ketimpangan dan ketidakserataan dalam kekayaan. Akcay (2006) menetapkan bahwa ada hubungan negatif yang kuat antara pembangunan manusia dan indeks korupsi dalam sampel 63 negara berbeda di dunia. Tingkat korupsi yang tinggi di suatu negara akan menyebabkan high cost economy

sehingga proses investasi dan pembangunan infrastruktur publik terhambat untuk meningkatkan standar kehidupan masyarakat, hal ini dapat menurunkan tingkat pendidikan.

Sumber: Akcay, 2006

Gambar 3 Korupsi dan Pembangunan Manusia

Kegagalan Pemerintah

(26)

menjalankan pelayanan publik. Campur tangan pemerintah dalam mengatasi kegagalan pasar terkadang menimbulkan dampak yang tidak dapat diperkirakan dan bahkan merugikan masyarakat. Perilaku yang menyimpang pada pemerintah bersifat mengejar keuntungan peribadi (rent seeking behavior). Tidak selamanya campur tangan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bahkan dapat menimbulkan kemiskinan dan ketimpangan sosial.

Menurut Mangkoesoebroto (1993) kegagalan pemerintah disebabkan oleh empat hal, yaitu:

1. Informasi terbatas. Banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat dilihat dampaknya karena sangat rumit dan sulit untuk diperhitungkan sebelumnya. Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi pupuk bagi petani sangat sulit untuk diperhitungkan.

2. Pengawasan yang terbatas atas reaksi swasta. Suatu kebijakan pemerintah akan menimbulkan reaksi pihak swasta dan sering sekali pemerintaha tidak dapat menghambat reaksi tersebut. Misalnya, apabila pemerintah menurunkan subsidi BBM khususnya untuk bensin. Hal ini, karena pertimbangan untuk memiliki mobil sepenuhnya berada pada swasta/masyarakat maka pemerintah tidak dapat melarang seseorang untuk menjual mobil yang menggunakan bensin ke mobil yang menggunakan solar.

3. Pengawasan yang terbatas atas perlaku birokrat. Pemerintah tidak dapat mengawasi secara ketat perilaku para birokrat, sedangkan pelaksanaan kebijakan pemerintah umumnya didelegasikan pada berbagai tingkatan birokrat yang mempunyai persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda-beda sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda dengan apa yang diinginkan. Misalnya kebijakan deregulasi pemerintah yang bermaksud untuk mengurangi perizinan, pada pelaksanaan di daerah kadang berbeda dengan apa yang digariskan oleh pemerintah.

4. Hambatan dalam proses politik. Dalam suatu negara demokratis terdapat pemisahan wewenang antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh proses pengambilan keputusan karena harus disetujui terlebih dahulu oleh pihak legislatif.

Model Pertumbuhan Solow

Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan tenaga kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2003). Dengan mengetahui jumlah permintaan dan penawaran barang dan jasa. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model tersebut dinyatakan dalam bentuk umum sebagai berikut:

Y = F (K, L) (1)

(27)

menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Untuk itu gunakan 1/L dalam persamaan (1) untuk mendapatkan:

Y/L = F (K/L,1) (2)

Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah fungsi dari modal per pekerja K/L. asumsi skala pengembalian konstan menunjukkan bahwa besarnya perkonomian diukur oleh jumlah pekerja. Tidak memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja. Variabel per pekerja dinyatakan dengan huruf kecil, sehingga y=Y/L adalah output per pekerja, dan k=K/L adalah modal per pekerja. Selanjutnya fungsi produksi sebagai:

y = f(k) (3) Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja y merupakan konsumsi per pekerja

c dan investasi per pekerja i:

y = c + i (4)

Model solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi, gantilah (1–s)y untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional:

y = (1 – s)y + I (5)

i = sy (6)

Pada model Solow fungsi permintaan dan fungsi permintaan menjelaskan perekonomian pada saat tertentu. Untuk setiap persediaan modal k tertentu, fungsi produksi y=f(k) menentukan brapa banyak output yang diproduksi perekonomian, dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output itu di antara konsumsi dan investasi.

Pertumbuhan Modal dan Kondisi Mapan

Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Terdapat dua kekuatan yang memengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Depresiasi (depreciation) mengacu pada penggunaan modal dan dapat menyebabkan persediaan modal berkurang. Untuk memasukkan depresiasi dalam model, diasumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal mengalami depresiasi setiap tahun (δ). Jumlah modal yang terdepresiasi setiap tahun adalah δk. Dampak investasi dan persediaan modal dalam persamaan berikut:

Perubahan Persediaan Modal = Investasi - Depresiasi

Δk = i - δk (7) Perubahan persediaan modal adalah Δk, antara satu tahun terntu dengan tahun berikutnya. Karena investasi i sama dengan sf(k), maka investasi dapat di gantikan dengan fungsi dari persediaan modal per pekerja.

(28)

disebut sebagai tingkat modal pada kondisi mapan (steady state) pada gambar 4. Kondisi mapan signifikan karena dua alasan. Perekonomian pada kondisi mapan akan tetap stabil, perekonomian yang tidak berada pada kondisi mapan akan berusaha menuju pada kondisi mapan. Tanpa memperhatikan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal kondisi mapan.

Kondisi Mapan dengan Pertumbuhan Populasi dan Teknologi.

Investasi meningkatkan persediaan modal, dan depresiasi menurunkan persediaan modal. Ada kekuatan ketiga yang beraksi untuk mengubah jumlah modal per pekerja, pertumbuhan jumlah pekerja yang menyebabkan modal per pekerja turun. Pada k = K/L adalah modal per pekerja, dan y = Y/L adalah output pekerja. Dalam hal ini jumlah pekerja terus tumbuh sepanjang waktu.

Δk = i – (δ + n)k (9) Persamaan (9) menunjukkan bagaimana investasi, depresiasi, dan pertumbuhan populasi memengaruhi persediaan modal per pekerja. Investasi meningkatkan k, sedangkan depresiasi dan pertumbuhan populasi mengurangi k.

Simbol (δ+n)k investasi pulang-pokok atau impas (break-even investment). Investasi pokok mencakup depresiasi modal yang ada, investasi pulang-pokok juga mencakup jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menyediakan modal bagi para pekerja baru. Persamaan (9) menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi mengurangi akumulasi modal per pekerja lebih banyak dari depresiasi. Depresiasi mengurangi k dengan menghabiskan persediaan modal, sedangkan pertumbuhan populasi mengurangi k dengan menyebarkan persediaan dalam jumlah yang lebih kecil di antara populasi pekerja yang lebih besar. Investasi per pekerja i dengan sf(k) menjadi persamaan sebagai berikut:

Δk = sf(k) – (δ + n)k (10) Depresiasi, pertumbuhan populasi adalah satu alasan mengapa persediaan modal per pekerja mengecil. Jika n adalah tingkat pertumbuhan populasi dan δ adalah tingkat depresiasi, maka (δ + n) k adalah investasi pulang-pokok. Jumlah investasi yang dibutuhkan untuk mempertahankan persediaan modal per perkerja

k tetap kostan. Perekonomian berada pada kondisi mapan, sf(k) harus dapat mempertahankan pengaruh depresiasi dan pertumbuhan populasi (δ + n)k.

Pertumbuhan model Solow memasukkan kemajuan teknologi yang dikaitkan pada modal total K, tenaga kerja total L, dan output total Y. Variabel teknologi dituliskan dengan E yang disebut efisiensi tenaga kerja. Efesiensi tenaga kerja dapat mengukur jumlah para pekerja efektif L x E. Fungsi produksi menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah pekerja efektif, L x E. Bentuk tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (labor-augmenting technological progress) disebut

g. Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh pada tingkat n+g. Persamaan yang menunjukkan evolusi k sepanjang waktu sekarang menjadi:

(29)

kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria untuk kaidah emas (golden rule). Tingkat kaidah emas kini didefinisikan sebagai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja. Kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja dapat dilihat dari persamaan berikut:

c*= f(k*) – (δ + n + g)k (12)

Perluasan Model Pertumbuhan Solow

Pada sub-bab ini akan menjelaskan model pertumbuhan Solow yang diperluas dengan korupsi. Hubungan korupsi dan pertumbuhan memiliki hipotesis yang negatif. Dengan demikian, merupakan hal penting untuk menguraikan efek langsung dan tidak langsung dari korupsi terhadap pertumbuhan berdasarkan model pertumbuhan Solow 1956. Perluasan pertumbuhan ekonomi neoklasik dibangun dengan memasukkan modal manusia dan juga peran sektor publik. Selanjutnya, dengan menggunakan bentuk fungsional tertentu, korupsi akan ditambah ke dalam model perluasan pertumbuhan Solow untuk menunjukkan pengaruh terhadap pendapatan perkapita. Model pertumbuhan Solow yang mengalami perluasan dijelaskan dalam penelitian Mankiw, Romer, dan Weil (1992) dan Pulok (2010) dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pada model pertumbuhan Solow, output, modal fisik, tenaga kerja dan pengetahuan (menunjukkan tingkat pertumbuhan teknologi suatu negara) adalah empat variable yang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi negara. Modal (capital), dan tenga kerja adalah dua input fungsi produksi. Berdasarkan keterangan fungsi produksi pada model Solow dapat ditulis seperti berikut:

Y t =F K t ,A t L t =K t α(A t L t 1-α dimana, 0<α<1 (13) Persamaan (13) menunjukkan Y adalah GDP riil negara, K adalah tingkat modal fisik, L menunjukkan tenaga kerja, A adalah berbagai faktor yang memengaruhi produktifitas, t menunjukkan waktu. Pemerintah atau sektor publik memiliki pengaruh penting dalam pertumbuhan ekonomi dalam berbagai aspek. Peran pemerintah pada distribusi dan alokasi sumberdaya. Perluasan model pertumbuhan Solow juga memasukkan modal manusia (human capital) sebagai salah satu penentu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat menunjukkan model pertumbuhan neoklasik mengikutsertakan sektor publik dan modal manusia dengan persamaan berikut:

(30)

Y t =F K t ,H t ,G t ,A t L t =K(t)α H(t) G(t) (A t L t )1-α- -

Dimana, γ 1 (14)

Arti pembentukan modal (capital formation) merupakan bentuk modal nyata seperti perkakas, alat-alat, mesin, dan pabrik – segala macam bentuk modal nyata yang dapat dengan cepat meningkatkan manfaat upaya produktif. Lewat pembentukan modal persediaan mesin, alat-alat, dan perlengkapan yang meningkatkan skala produksi dapat menciptakan overhead ekonomi dan sosial. Pembentukan modal menciptakan perluasan pasar, sehingga menghasilkan kenaikan besarnya output nasional, pendapatan dan pekerjaan (Jhingan, 2003).

Pengertian pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan meningkatkan jumlah sumberdaya manusia yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan pengalaman yang menentukan bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Pengetahuan dan keterampilan teknologi merupakan peralatan immaterial atau asset tidak nyata, tanpa adanya modal manusia pemanfaatan modal fisik tidak digunakan secara produktif. Pembentukan modal manusia bertujuan menciptakan keterampilan yang diperlukan manusia sebagai sumber produktif dan merubah masyarakat yang statis dan menjadi modal manusia yang strategis. Jika berbagai modal manusia tidak memadai, modal fisik tidak akan dapat dimanfaatkan secara produktif. Dari kriteria sumbangan pendidikan pada pendapatan nasional bruto merupakan investasi di bidang pendidikan ditentukan oleh sumbangannya dalam menaikkan pendapatan nasional bruto atau pembentukan modal fisik dalam satu periode (Jhingan, 2003).

Persamaan (14) G adalah sektor publik, H adalah modal manusia. Persamaan diatas menunjukkan bagaimana tingkat output bergantung pada sektor publik dan modal manusia, dengan adanya modal manusia persamaan ini sama dengan yang di kembangkan oleh Mankiw, Romer, Weil (1992). Pertumbuhan tenaga kerja bergantung kepada tingkat pertumbuhan populasi, yang ditulis sebagai n. Pada fungsi produksi terdapat pertumbuhan teknologi yang dapat tuliskan . Tingkat pengembalian menurun pada setiap input ditunjukkan pada α+ + <1. Sekarang bentuk intensif fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: y t =k(t)αh t g(t) (15)

Persamaan (15) menunjukkan y t = Y(t)

A t L(t) , k t = K(t)

A t L(t) , h t = H(t) A t L(t) ,

g t = G(t)

A t L(t) adalah tingkat pendapatan per unit tenaga kerja,modal fisik per unit

dari tenaga kerja dan seterusnya. Selanjutnya, Sk ,Sh , danSg adalah share dari

pendapatan yang diinvestasikan dalam modal fisik, modal manusia dan pemerintah. Perubahan persamaan untuk modal fisik, modal manusia, dan pemerintah per unit tenaga kerja efektif dapat dinyatakan sebagai berikut:

k t =Sky t - n+ + k k(t) (16)

h t =Shy t - n+ + h h(t) (17)

g t =Sgy t - n+ + g g(t) (18)

(31)

ln Y t

L t = ln A0 +

t-α+ +

1-α- - ln n+ +δ +

α

1-α- - lnSk(rt θ)

+

1-α- - lnSh(EXt θ)+ 1-α- - lnSg τ,yt,θ -ηθ (19)

Pada persamaan (19) ditunjukkan bagaimana pendapatan perkapita bergantung pada pertumbuhan populasi, tingkat depresiasi, pertumbuhan tekonologi (total faktor produktivitas), dan jumlah dari modal publik, modal fisik, dan modal manusia. Pada model diatas dijelaskan bagaimana korupsi berpengaruh pada pendapatan perkapita dan menurunkan produktivitas dari perekonomian. Tingkat korupsi digambarkan pada θ yang menunjukkan indeks korupsi, yang akan menurun pendapatan per kapita. Nilai positif η menyiratkan bahwa korupsi mengurangi output per pekerja sementara, nilai negatif dari korupsi berarti akan meningkatkan output. Tingginya tingkat korupsi akan menurunkan keadaan mapan negara yang berdampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi (terlihat pada Gambar 5).

Definisi yang pertama dari persamaan (19) adalah menunjukkan pada input sektor publik atau keuangan pembelanjaan pemerintah sektor publik berasal dari pajak (τ). Korupsi pada sektor publik menunjukkan sistem perpajakan kurang baik, output (yt) dan tingkat korupsi g=g(τ,yt,θ). Pengeluaran pemerintah pada sektor publik mengenakan pajak, terdapat korupsi di sektor publik yang mendistorsi pajak. Hal ini dikarenakan perilaku korupsi para pejabat dalam

Gambar 5 Penurunan Kondisi Mapan Diakibatkan Korupsi

(32)

memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan memiliki dampak pada investasi, dikarenakan adanya biaya operasional dan menciptakan ketidakpastian. Ketidakpastian pada gilirannya akan meningkatkan tingkat bunga riil dan menyebabkan investasi lebih rendah. Hal ini memiliki eksternalitas negatif pada produktifitas modal swasta. Tingkat suku bunga riil itu sendiri merupakan fungsi dari korupsi yang ada pada kt=k(rt θ ) dimana, kt' θ <0. Terakhir, dampak

korupsi terhadap pembentukan modal manusia. Dalam penelitian Pulok (2010) dituliskan bahwa korupsi dapat mendistorsi sumberdaya pada pembentukan investasi modal manusia. Mauro (1998) menyatakan bahwa pemerintah tidak mau menambah pengeluaran pada pendidikan dan kesehatan karena pembelajaan ini memiliki kesempatan yang kecil untuk rent seeking. Gupta, Davoodi, Tiongson dalam Pulok (2010) menyatakan bahwa korupsi memiliki dampak yang negatif terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan dari peningkatan biaya pada layanan, dan korupsi dapat menurunkan kualitas layanan publik. Korupsi berdampak pada jumlah modal manusia melalui dampak negatif pada pembelanjaan pendidikan, dikarenakan terdistorsinya pengeluaran untuk peningkatan sarana dan prasarana yang dialihkan pada kepentingan pribadi. Pembelanjaan pada pendidikan sebagai fungsi dari korupsi dituliskan ht=h(EXt θ ) dimana, EX' θ <0. Peningkatan tingkat korupsi memiliki hubungan terbalik dengan pertumbuhan pendapatan perkapita, korupsi juga secara tidak langsung berdampak pada pertumbuhan modal fisik, modal manusia, dan mengurangi ekternalitas produktif yang disediakan oleh sektor publik.

Metode Panel data

Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah:

a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.

b. Panel data memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variable, meningkatkan degree of freedom,

dan lebih efisien.

c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan pekerjaan, atau perubahan kebijakan pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaian-penyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode

pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak

(random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan

(33)

Pooled Least Square

Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan

Ordinary Least Square, yaitu:

Yit=α+ Xit+ Eit (20)

dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α = intersep yang konstan antar individu cross section i

Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i Β = parameter untuk variabel bebas

εit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i

Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisasi secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable.

Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya

degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi koefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (21).

Yit=αi+ jxit+ it (21)

Dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

Αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke j

εit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Efek Acak (Random Effect)

Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah:

(34)

Dimana:

uit ~ N(0, u2) = komponen cross section error,

vit ~ N(0, v2) = komponen time series error,

wit ~ N(0, w2) = komponen combination error,

kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

Penelitian Terdahulu

Tabel 3 Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Metode Observasi Hasil

Pulok

Korupsi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Bangladesh dalam jangka panjang dan jangka pendek.

Mo (2001) Corruption and Economic Growth

Panel data 54 negara Tahun 1960-1985

Korupsi berdampak negatif terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi. penigkatan 1 persen korupsi menurunkan 0.72 persen pertumbuhan ekonomi.

Mauro

Korupsi berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara langsung. Melalui investasi, pendidikan (human capital), pertumuhan penduduk, pembelanjaan pemerintah, stabilitas politik, korupsi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP perkapita).

Korupsi yang tinggi menyebabkan hambatan

terhadap pembangunan manusia. Penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan kurang memadai dikarenakan adanya tingkat korupsi yang tinggi.

Gyimah

(35)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berikut adalah hipotesis penelitian yang digunakan:

1. Tingkat Investasi menunjukkan modal fisik yang penting dalam perekonomian. Diharapkan investasi berpengaruh positif terhadap GDP perkapita.

2. Pembelanjaan pemerintah merupakan peran pemerintah dalam

perekonomian. Pentingnya peran pemerintah dalam perekonomian, diharapkan pembelajaan pemerintah berpengaruh positif terhadap GDP perkapita.

3. Pengeluaran pendidikan menunjukkan perkembangan sarana pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Diharapkan pengeluaran pendidikan berpengaruh posistif terhadap GDP perkapita.

4. Pada pertumbuhan model Solow, investasi pulang-pokok (perkembangan teknologi, depresiasi, pertumbuhan populasi) berpengaruh negatif terhadap GDP perkapita.

5. Tingkat korupsi merupakan penghambat pertumbuhan ekonomi, diharapkan tingkat korupsi berpengaruh negatif terhadap GDP perkapita.

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari dukungan peran pemerintah dalam indikator pengeluaran untuk alokasi barang dan jasa. Selain itu, Dalam pertumbuhan ekonomi, investasi modal fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong perekonomian. Peningkatan investasi modal fisik akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui sarana pendidikan. Pengeluaran pendidikan merupakan investasi pada sektor pendidikan dalam meningkatkan sumberdaya manusia atau modal manusia. Pada pertumbuhan model Solow, terdapat perkembangan teknologi, depresiasi, dan pertumbuhan populasi sebagai investasi pulang-pokok.

(36)

Keterangan: Bagian dianalisis

Alur

(37)

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data adalah data panel dengan periode 2000-2010 dan cross section sepuluh negara ASEAN+3. Negara ASEAN+3 yang masuk dalam analisis penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, Cina, Jepang, Korea Selatan. Adapun Myanmar, Laos, Brunei Darussalam tidak diikutsertakan dalam analisis karena alasan ketidaklengkapan data yang dibutuhkan dalam analisis. Tahun yang dijadikan basis analisis adalah 2000-2010 karena ditahun tersebut data yang dibutuhkan tersedia lengkap untuk sepuluh negara ASEAN+3.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dengan teori perluasan model pertumbuhan Solow dan tinjauan pustaka. Data-data yang diperlukan dalam permodelan meliputi GDP perkapita, dimana GDP perkapita dibanyak penelitian sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Data berikutnya yang diperlukan adalah investasi/pembentukan modal tetap bruto. Dalam penelitian ini, investasi menunjukkan pembentukan modal fisik pada perluasan pertumbuhan model Solow. Pembelanjaan pemerintah sebagai peran sektor publik atau pemerintah dalam perekonomian. Pembelanjaan pemerintah terdiri dari biaya pemerintah kontemporer untuk membeli barang dan jasa termasuk gaji karyawan. Selanjutnya, pengeluaran pada pendidikan menunjukkan pembentukan modal manusia (human capital) melalui peningkatan kualitas pendidikan.

(38)

Tabel 4 Data dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian

No Data yang digunakan Sumber

1 GDP perkapita sepuluh negara ASEAN+3 tahun 2000-2010 (konstan 2000 US $)

World Development Indicator 2012 (World Bank)

2 Total faktor produktivitas (persen) The Conference Board 2013

3 Tingkat Pertumbuhan Populasi (persen) World Development Indicator 2012 (World Bank) 4 Investasi/pembentukan modal tetap

bruto (konstan tahun 2000 US $)

World Development Indicator 2012 (World Bank) 5 Pembelanjaan pemerintah (konstan

tahun 2000 US$)

World Development Indicator 2012 (World Bank) 6 Pengeluaran pendidikan (persen GDP) World Development Indicator

2012 (World Bank) 7 Indeks Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) skala 0-10

Skala 0 (tinggi korupsi) skala 10 (rendah korupsi)1

Transparency International.

Keterangan: 1) Transformasi Indeks Persepsi Korupsi dengan CORit=(1-θ/10),dengan indeks 0 “bersih” dan 1 “terkorupsi”. Transformasi ini dilakukan agar interpretasi searah, sederhana, dan intuitif.

Metode dan Pengolahan Data

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan dengan mengkaji dinamika pertumbuhan ekonomi dan tingkat korupsi di sepuluh negara ASEAN+3. Metode ini juga digunakan pada hasil yang diperoleh dari analisis data kuantitatif, sehingga diharapkan dapat menggambarkan dampak korupsi pada pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN+3.

Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode panel statis. Metode ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi. Data sekunder dari sepuluh negara ASEAN+3 dioperasikan dengan menggunakan program komputer Microsoft Exel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya akan diintepretasikan.

Analisis Model dengan Data Panel

Menurut Nachrowi (2006) model data panel (pooled data) ialah suatu model ekonometrika yang mengkombinasikan data time series dengan data cross section. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah hasil estimasi dari model data panel lebih efisien karena jumlah observasi lebih banyak. Selain itu, penggunaan model data panel juga dapat mengurangi efek bias seiring dengan meningkatnya derajat kebebasan (degree of freedom).

Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah:

(39)

2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.

3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.

4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan data cross section maupun time series.

5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment.

Dalam analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect) dan model efek acak (random effect).

Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan secara statistik dan prosedur. Hal ini bertujuan untuk memeroleh dugaan model yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:

Gambar 7 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel  

1. Chow Test

Chow Test atau pengujian F statistik adalah pengujian untuk memilih model yang akan digunakan antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini hipotesis yang digunakan sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan

F-Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:

FN-1,NT-N-K=

(ESS1- ESS2

N-1 )

(ESS2/(NT-N-K)

(24) Dimana :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect

N = Jumlah data cross section

Gambar

Gambar 1 Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Cina, Jepang, Korea Selatan
Tabel 1 Klasifikasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan
Tabel 2 Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3
Gambar 2 Hierarki Kebutuhan Maslow
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak spasial dari pertumbuhan ekonomi negara tetangga ke negara domestik di ASEAN tetap signifikan dengan efek sebesar setiap pertumbuhan negara tetangga 1

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa variabel keterbukaan perdagangan, investasi, inflasi serta angkatan kerja berdasarkan hasil uji bersama-sama, semua variabel