HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP
KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH
DASAR NEGERI CIPUTAT 02
Skripsi
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Disusun Oleh:
ALIF NURUL ROSYIDAH
1110104000013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli Saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli Saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juli 2014
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduates Thesis, June 2014
Alif Nurul Rosyidah, NIM: 1110104000013
Relationship of Behavior about Handwashing of Students Against Incidence Diarrhea in SDN Ciputat 02
xvii + 78 pages + 8 tables + 3 shemes + 8 attachments
ABSTRACT
Diarrhea is a disease that is still a public health problem in developing countries, including in Indonesia. Banten province was ranked the six that have a fairly high prevalence of diarrhea. In the age group 5-14 years the prevalence of diarrhea was 10.3%. To decrease deaths due to diarrhea governance need fast and precise, one hand washing with running water using soap.
The purpose of this study was to determine the relationship of the hand washing behavior of the students in the incidence of diarrhea in students in SDN Ciputat 02. This study is a quantitative research design that uses a correlation descriptive cross sectional study. The samples in this study were 56 respondents taken by stratified random sampling. Data collection using questionnaires and observation, data analysis using Fisher's exact test.
The results showed that having a good hand-washing behavior was 44.6% and that have less behavior by 55.4%. Elementary school children with diarrhea in the last three months amounted to 80.4%, while children who are not suffering from diarrhea in the last three months was 19.6%. The test results showed statistically (p = 0.015) means that there is a relationship between the behavior of handwashing on the incidence of diarrhea.
Researchers suggest that students are expected to apply a clean and healthy lifestyle behaviors by always disciplined practice of washing hands to avoid the risk of diarrhea.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2014
Alif Nurul Rosyidah, NIM: 1110104000013
Hubungan Perilaku Siswa tentang Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02
xvii + 78 halaman + 8 tabel + 3 skema + 8 lampiran
ABSTRAK
Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Provinsi Banten menduduki peringkat ke enam yang mempunyai prevalensi diare yang cukup tinggi. Pada kelompok umur 5 – 14 tahun prevalensi diarenya sebesar 10,3%. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat, salah satunya mencuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif correlation yang menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebesar 56 responden diambil secara stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi, analisa data menggunakan uji Fisher.
Hasil penelitian menunjukkan yang memiliki perilaku cuci tangan yang baik sebesar 44.6% dan yang memiliki perilaku kurang sebesar 55.4%. Anak SD yang menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 80.4%, sedangkan anak yang tidak menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 19.6%. Hasil uji statistik menunjukan (p = 0.015) artinya ada hubungan antara perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare.
Peneliti menyarankan agar siswa diharapkan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu disiplin melakukan praktik cuci tangan agar terhindar dari risiko terjadinya diare.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP
KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH
DASAR NEGERI CIPUTAT 02
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh: Alif Nurul Rosyidah NIM: 1110104000013
Pembimbing I
Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002
Pembimbing II
Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul
HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP
KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH
DASAR NEGERI CIPUTAT 02
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:
Alif Nurul Rosyidah NIM: 1110104000013
Pembimbing I
Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002
Pembimbing II
Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005
Penguji I
Ns. Uswatun Khasanah, S.Kp, MNS NIP: 19770401 200912 2 003
Penguji II
Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002
Penguji III
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul
HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP
KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH
DASAR NEGERI CIPUTAT 02
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:
RIWAYAT HIDUP
Nama : Alif Nurul Rosyidah
Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 11 Januari 1992
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat :
Telepon : 081513654678
E-mail : alifnurulrosyidah@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. 1997-1998 : TK Amanah 2. 1998-2004 : SD Islam Amanah
3. 2004-2007 : SMPN 19 Kota Tangerang 4. 2007-2010 : SMAN 7 Kota Tangerang 5. 2010-2014 :
Riwayat Organisasi :
1. Paskibraka SMPN 19 Kota Tangerang
2. Sekretaris Umum OSIS SMAN 7 Kota Tangerang 3. Ketua Umum MPK SMAN 7 Kota Tangerang 4. Anggota Dep. Kaderisasi PMII Komfakes
5. Anggota Dep. Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Jakarta 6. Kadep. PSDM PMII Komfakes
7. Kadep. Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Jakarta
Jl. P. Senopati III No. 21 Rt. 005/017 Kel. Uwung Jaya,
Kec. Cibodas, Kota Tangerang - Banten
Sabar dan ikhlas dua kata yang makin aku pahami maknanya, gampang mengucapkan tapi susah dilaksanakan.
Hasil karya ini aku persembahkan untuk
1. Kedua orang tua ku yang selalu mendoakan demi kelancaran penyelasaian skripsi ini dan juga yang telah memberi support baik moril maupun materiil.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang kami ucapkan, selain memanjatkan puji beserta syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul hubungan perilaku
tentang mencuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami
kesulitan namun berkat pertolongan dari Allah SWT serta bantuan, bimbingan,
dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat diatasi.
Untuk itu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF., PFK selaku Wakil Dekan
Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu memberikan izin untuk
penelitian di instansi terkait
3. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memotivasi sehingga membuat semangat
bagi penulis
4. Nia Damiati, S. Kp., MSN selaku dosen pembimbing I dan Ita Yuanita, S.
Kp., M. Kep selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
5. Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang
selalu memberi arahan dan motivasi dari awal perkuliahan hingga saat ini
6. Orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan baik moril maupun
materil
7. Sahabat terbaikku “rainbow house” (Desy, Fida, Fitri, Naila, Nina),
“cherry house” (Adis, Devica, Hani, Laras, Kiki, Septi) dan Lia Sholeha yang memberikan support untuk cepat menyelesaikan skripsi ini
8. Teman-teman seangkatan PSIK 2010 dan sahabat-sahabati PMII yang
selalu memotivasi
9. Serta seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga
selesai
Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas
dengan pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini.
Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia- Nya
dari Allah SWT dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat
diamalkan dengan baik.
Ciputat, Juni 2014
BAB IV. METODE PENELITIAN A.Gambaran Tempat Penelitian
1. Profil SDN Ciputat 02 . . . 2. Visi dan Misis SDN Ciputat 02 . . . B. Hasil Analisis Univariat
DAFTAR TABEL
2.1 Dosis oralit berdasarkan berat badan 3.1 Definisi operasional
5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik responden di SDN Ciputat 02
5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02
5.3 Distribusi frekuensi responden pengetahuan tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02
5.4 Distribusi frekuensi responden perilaku tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02
5.5 Distribusi frekuensi responden kejadian responden selama tiga bulan terakhir di SDN Ciputat 02
5.6 Hasil analisis hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02
Halaman 19 47 63
64
65
66
66
DAFTAR BAGAN
2.1 Patofisiologi diare 2.2 Kerangka teori 3.3 Kerangka konsep
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner
Lampiran 4. Lembar Observasi
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Karakteristik Responden, Variabel Pengetahuan Cuci Tangan, Variabel Perilaku Cuci Tangan, Variabel Kejadian Diare pada Siswa di SDN Ciputat 02
Lampiran 7. Hasil Analisis Univariat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000
sampai tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare
Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun 2000
insiden diare yaitu 301/1000 penduduk, tahun 2003 insiden diare naik
menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 insiden diare naik menjadi 423/1000
penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 411/1000 penduduk
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas
dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui bahwa
diare masih menjadi penyebab utama kematian anak di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di
rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena
diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5%.
2 2011). Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah 9,0%
(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) sebesar 18,9% dan terendah di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta
sebesar 4,2%. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi diare klinis
>9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Data dari laporan
hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007, menunjukkan prevalensi diare di
Provinsi Banten pada kelompok umur 5 – 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8%,
sedangkan yang menyatakan pernah, ditanya apakah dalam satu bulan
tersebut pernah menderita buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan
kotoran lembek/cair sebesar 10,3%, serta yang menderita diare sudah minum
oralit atau cairan gula garam sebesar 33,8%.
Menurut Ramaiah (2000), tingginya angka kejadian diare anak
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare
yaitu : sanitasi yang buruk, fasilitas kebersihan yang kurang, kebersihan
pribadi buruk (tidak mencuci tangan sebelum, sesudah makan, dan setelah
buang air).
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDG’s) Goal ke-4 adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015. Langkah yang dibuat
pemerintah untuk mengurangi angka kejadian diare khususnya pada anak usia
3 sekolah dasar (SD). Program ini dibuat di sekolah, karena sekolah adalah
institusi yang terorganisir dengan baik dan merupakan wadah pembentukan
karakter dan media yang mampu menanamkan pengertian dan kebiasaan
hidup sehat (Martianto, 2005).
UKS merupakan suatu wadah yang mengurus berbagai hal terkait dengan
kesehatan masyarakat sekolah yaitu siswa, guru, kepala sekolah dan semua
pegawai di sekolah. UKS juga sebagai sarana yang digunakan oleh
program-program kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan
(Suhartinia, 2010). Salah satu program UKS yang dibuat untuk meningkatkan
kesehatan siswa adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Sedangkan indikator PHBS di
sekolah yaitu mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan
sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban
yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, tidak merokok di
sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan,
membuang sampah pada tempatnya (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Depkes RI (2009), sebuah ulasan yang membahas sekitar 30
penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat
memangkas angka penderita diare hingga separuh. Cuci tangan pakai sabun
(CTPS) merupakan perilaku sehat yang telah terbukti secara ilmiah dapat
mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) dan flu burung, bahkan disarankan untuk mencegah
penularan influenza. Banyak pihak yang telah memperkenalkan perilaku ini
4 dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berbagai survei di lapangan
menunjukkan menurunnya angka ketidakhadiran anak karena sakit yang
disebabkan oleh penyakit-penyakit di atas, setelah diintervensi dengan CTPS
(Depkes RI, 2009).
Cuci tangan belum menjadi budaya yang dilakukan masyarakat luas di
Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak yang mencuci tangan
hanya dengan air sebelum makan, cuci tangan dengan sabun justru dilakukan
setelah makan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan
perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut sering
disepelekan. Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus
dibiasakan sejak kecil. Anak-anak merupakan agen perubahan untuk
memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus
mengajarkan pola hidup bersih dan sehat. Anak-anak juga cukup efektif
dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci
tangan yang selama ini dianggap tidak penting (Batanoa, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Joni (2012) tentang hubungan
tingkat pengetahuan sikap dan perilaku kebersihan siswa SD dengan kejadian
diare pada siswa SD dengan sampel 72 siswa SD kelas 4-5 di SDN
Pujokusuman 1 didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan
perilaku kebersihan siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD. Hasil
dari penelitian tersebut adalah semakin kurang tingkat pengetahuan sikap dan
perilaku siswa tentang kebersihan diri maka kejadian diare semakin tinggi.
Hasil observasi siswa kelas V di SDN Ciputat 02 menunjukkan bahwa
5 yang terlihat panjang dan kotor. Selain itu juga, saat jam istirahat anak
sekolah membeli jajanan tanpa memperhatikan kebersihannya. Melalui
wawancara dengan siswa kelas V di SDN Ciputat 02, selama 3 bulan terakhir
terdapat 4 siswa dari 10 siswa terkena diare. Setelah ditelusuri anak yang
yang pernah mengalami diare kurang memahami dan tidak melakukan CTPS
dengan baik dan benar, walaupun sering diajarkan oleh guru dan orang tua
dirumah. Melihat kejadian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciputat 02.
B. RUMUSAN MASALAH
Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan pola
penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit
menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah
Tuberculosis dan Pneumonia. Provinsi Banten menduduki peringkat ke enam
yang mempunyai prevalensi diare yang cukup tinggi. Pada kelompok umur 5
– 14 tahun prevalensi diarenya sebesar 10,3%. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat, yaitu mencuci tangan
dengan air mengalir menggunakan sabun.
Hasil observasi siswa kelas V di SDN Ciputat 02 menunjukkan bahwa
mereka tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan serta kuku tangan
6 sekolah membeli jajanan tanpa memperhatikan kebersihannya. Melalui
wawancara dengan siswa kelas V di SDN Ciputat 02, selama 3 bulan terakhir
terdapat 4 siswa dari 10 siswa terkena diare. Berdasarkan latar belakang
diatas peneliti ingin mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciputat 02.
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan beberapa pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN Ciputat
02?
2. Bagaimana gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di SDN
Ciputat 02
3. Bagaimana gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat
02?
4. Bagaimana gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02?
5. Bagaimana kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02?
6. Apakah ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada
siswa di SDN Ciputat 02?
D. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare
7 2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN
Ciputat 02
b. Mengidentifikasi gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di
SDN Ciputat 02
c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di
SDN Ciputat 02
d. Mengidentifikasi gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN
Ciputat 02
e. Mengidentifikasi kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02
f. Mengidentifikasi hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian
diare pada siswa di SDN Ciputat 02
E. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai informasi tambahan untuk pengembangan program
pembelajaran keperawatan komunitas ditingkat sekolah khususnya
program UKS.
2. Bagi SDN Ciputat 02
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi guru tentang
kejadian diare pada siswa serta sebagai acuan untuk evaluasi dan
perencanaan program UKS yang berkaitan dengan perilaku mencuci
8 3. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas
Informasi yang diperoleh dapat memberi masukan bagi pelayanan
kesehatan untuk memberikan gambaran di sekolah tentang program UKS
terkait dengan kejadian diare. Dapat memberikan penyuluhan di sekolah
tentang PHBS.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE
1. Pengertian Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(Depkes RI, 2011). Sedangkan menurut Wong (2008), diare merupakan
gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan,
penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus. Diare merupakan suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali
sehari (Hidayat, 2006).
2. Insiden Kejadian Diare
Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000 sampai
tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare
Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun
10 423/1000 penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 411/1000
penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5%.
Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab
kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia (Kemenkes RI,
2011). Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah
9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam (NAD) sebesar 18,9% dan terendah di Daerah Istimewa (DI)
Yogyakarta sebesar 4,2%. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi
diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan
Papua).
Data dari laporan hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007,
menunjukkan prevalensi diare di Provinsi Banten pada kelompok umur 5
– 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8%, sedangkan yang menyatakan pernah,
ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air
besar lebih dari tiga kali sehari dengan kotoran lembek/cair sebesar
10,3%, serta yang menderita diare sudah minum oralit atau cairan gula
garam sebesar 33,8%.
11 3. Etiologi Diare
Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), faktor
penyebab diare dibedakan atas:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll
b) Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll
c) Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur
2) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan,
seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi
dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis
12 4. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Menurtu Subagyo B dan Nurtjahjo BS (2010), cara penularan diare
melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Berdasarkan penelitian Budi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:
a. Sumber Air
Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air
dengan kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus
dapat dipengaruhi oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari
sumber air yang tercemar, dapat menyebarkan banyak penyakit salah
satunya diare. Dan jika pipa air minum dan persediaan air kita
disambung kurang benar, berarti kita membuka diri sendiri terhadap
banyak penyakit seperti diare, disentri, paratipus dan lain sebagainya.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
b. Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan
13 c. Kebiasaan Jajan
Kebiasaan jajan anak usia sekolah dasar sangat berpengaruh pada
penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian
besar berusia usia sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es
atau kue-kue. Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan
mempunyai uang saku yang banyak, karena itulah mereka cenderung
memilih jenis jajanan yang murah, biasanya makin rendah harga suatu
barang atau jajanan makin rendah pula kualitasnya. Hal ini berakibat
digunakannya bahan-bahan makanan yang kurang baik dan biasanya
sudah tercemar oleh kuman. Itulah sebabnya anak-anak yang telah
mulai suka jajan sering terkena penyakit diare.
d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan
Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan
peningkatan kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci
tangan yang baik dapat menghindarkan diri dari diare. Apabila kita
selalu mencuci tangan, kondisi tangan kita selalu bersih, sehingga
dalam melakukan aktivitas terutama makan tangan yang kita gunakan
selalu bersih sehingga tidak ada kuman yang masuk ke dalam tubuh.
5. Jenis dan Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2011), jenis diare ada dua, yaitu diare akut, diare
persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung
kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah
diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut Hidayat (2005),
14 a. Diare Dehidrasi Berat : Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai berikut letargis atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung,
serta turgor kulit jelek.
b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan : Diare ini mempunyai tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekung, serta turgor kulit jelek.
c. Diare Tanpa Dehidrasi : Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada dehidrasi berat atau ringan.
d. Diare Persisten : Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari.
e. Disentri : Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda gangguan saluran pencernaan.
6. Patofisiologi Diare
Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), proses
terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor
diantaranya:
a. Faktor infeksi : Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus
dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya
toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan
15 b. Faktor malabsorbsi : Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan : Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus
yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan
yang kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis : Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan
16
Bagan 2.1 Patofisiologi Diare
17 7. Manifestasi Klinis Diare
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan
muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler
dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
8. Komplikasi Diare
Menurut IDAI (2010), komplikasi dari diare dapat menyebabkan:
a. Gangguang elektrolit
1) Hipernatremia edema otak
2) Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat edema
18 4) Hipokalemia kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung
b. Kegagalan upaya rehidrasi oral, misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak
dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta malabsorbsi glukosa
c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi 9. Penatalaksanaan Diare
Menurut Kemenkes RI (2011), berikut penatalaksanaan diare
berdasarkan klasifikasinya:
a. Dehidrasi tanpa dehidrasi:
1) Beri cairan lebih banyak dari biasanya
a) Beri Oralit sampai diare berhenti dengan ketentuan: umur > 1
tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. Bila muntah, tunggu
10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit.
2) Beri obat zinc
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah
berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan
dalam 1 sendok air matang. Dengan ketentuan: umur > 6 bulan
diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3) Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
a) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat
19 c) Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air
kelapa hijau.
d) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil
(setiap 3-4 jam)
e) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu
4) Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya: disentri, kolera, dll
b. Dehidrasi ringan/sedang:
1) Jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama adalah 75
ml/kg bb. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di
bawah ini:
Tabel 2.1. Dosis oralit berdasarakan berat badan
Umur 2-5 tahun BB 12-19 kg Jumlah
cairan
900-1400
Sumber: Data Sekunder (2011)
2) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
3) Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Dehidrasi berat : Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar
20 10.Pencegahan Diare
Pengobatan diare penting jika seseorang telah menderita diare. Akan
tetapi bagi anak yang masih sehat akan lebih bermakna jika pencegahan
diare dapat dilakukan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Menurut WHO (2009) dalam Ernawati (2012), mencuci tangan dengan
sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare kurang lebih
40%. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan
maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu
intervensi yang paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare
pada anak. Disamping mencuci tangan pencegahan diare dapat dilakukan
dengan meningkatkan sanitasi dan peningkatan sarana air bersih. Sebab
88% penyakit diare yang ada di dunia disebabkan oleh air yang
terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun hygiene
perorangan yang buruk.
B. CUCI TANGAN
1. Konsep Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan
penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
Sekolah (Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang
dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri
mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan
21 yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), ternyata umumnya
berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di
sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui
pendekatan UKS. (Kemenkes RI, 2011).
2. Pengertian Cuci Tangan
Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.
Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun
secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas
yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005) Menurut
Garner dan Fayero (1986) dalam Potter dan Perry (2005), mencuci tangan
paling sedikit 10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme transient
paling banyak dari kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang
lebih lama.
Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu
tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari
menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan
memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal
juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan
dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu
singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun
menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di
permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan,
bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh
22 Cuci tangan pakai sabun (CPTS) merupakan kebiasaan yang
bermanfaat untuk membersihkan tangan dari kotoran dan membunuh
kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan
yang baik membutuhkan beberapa peralatan berikut : sabun antiseptic, air
bersih, dan handuk atau lap tangan bersih. Untuk hasil maksimal
disarankan untuk mencuci tangan selama 20-30 detik (PHBS-UNPAD,
2010). Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2006), terdapat 2 teknik
mencuci tangan, yaitu mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan
dengan larutan berbahan dasar alcohol.
3. Waktu yang Tepat untuk Cuci Tangan
Menurut Depkes (2011), waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai
sabun adalah:
a. Sebelum dan setelah makan
b. Sebelum memegang makanan
c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata
d. Setelah bermain/berolahraga
e. Setelah BAK dan BAB
f. Setelah buang ingus
g. Setelah buang sampah
h. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan
23 4. Cara Cuci Tangan yang Benar
Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah
air yang mengalir. Sedangkan menurut Depkes (2009), langkah-langkah
teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.
a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.
c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.
d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau
sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara
tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan
sebaliknya.
e. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling
mengunci.
f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan
berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
g. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan
gerakan ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.
h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan
gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.
i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan
24 5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan
Menurut Depkes (2009) penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
mencuci tangan dengan sabun adalah:
a. Diare, menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian
terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas
angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali
diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya
harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan
air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari
kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia
sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh
tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan
makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan
tempat makannya yang kotor.
b. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka
infeksi saluran pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan
patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan
telapak tangan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit)
lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya
diare namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah
25 seperti – mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil – dapat mengurangi tingkat infeksi.
c. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan
penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian
penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya
untuk ascariasis dan trichuriasis.
6. Hubungan Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang,
antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai
pola hidup bersih (Cupuwatie, 2010). Penelitian yang dilakukan di tujuh
kota di Korea Selatan dengan 2800 responden yang diobservasi, Jeong et
al (2007) menemukan bahwa 63,4% responden mencuci tangannya setelah
menggunakan kamar mandi umum dan yang lebih sering mencuci tangan
setelah menggunakan kamar mandi umum adalah yang berjenis kelamin
perempuan. Penelitian lain oleh Johnson, et al (2003) mengemukakan
bahwa tingginya angka cuci tangan pada wanita dibanding pria
dipengaruhi oleh perilaku penglihatan. Pada penelitian yang dilakukan,
Johnson, et al memasang tanda peringatan yang mengingatkan orang
untuk mencuci tangan di kamar mandi umum, hasil observasi pada 175
responden (95 wanita dan 80 pria) didapatkan 61% wanita dan 37% pria
26 7. Hubungan Cuci Tangan dengan Sumber Informasi
Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang,
disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan benar (Cupuwatie,
2010). Salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat
kepatuahan cuci tangan adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Catalina Lopez, et al kepada anak-anak dengan jumlah
sampel 645 menunjukkan bahwa anak-anak mencuci tangan setelah
mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%, dari sekolah 66,7%, dari
media 56,8%. Selain itu, siswa yang mendapat informasi dari orang tua
cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci tangan dibandingkan
dengan tidak mendapat informasi dari orang tua (Nutbeam, 1998).
C. PENGETAHUAN
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam
27 merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik
lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
28 d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun
suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang.
b. Tingkat pendidikan
Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih
29 c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan
yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
d. Fasilitas
Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan
lain-lain.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka
dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.
f. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap
sesuatu.
4. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh pertanyaan
b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan
30 D. PERILAKU
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses :
Stimulus organisme respons, sehingga teori ini disebut teori S-O-R.
Skiner membedakan adanya dua respons, yakni:
a. Respondent respon atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang
relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan
untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan
sebagainya. Responden respons ini juga mencakup perilaku emosional,
misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus
ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan
sebagainya.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul
31 tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce,
karena memperkuat respons. Misalnya: apabila seorang petugas
kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian
tugasnya atau job diskripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih
baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (convert behavior) Respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap
stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain.
2. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui
dua cara, secara langsung, dengan pengamatan (obsevasi), yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya.
32 kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan
terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan
obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005)
3. Domain Perilaku
Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari
luar), berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk responnya
berbeda tiap orangnya. Faktor – faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Menurut Notoatmodjo (2007)
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan bersifat given atau bawaan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan baik fisik, ekonomi maupun politik. Faktor lingkungan ini menjadi faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang.
4. Proses Terjadinya Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), terjadi proses yang berurutan untuk
membentuk perilaku:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu
b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
33 e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari
oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng.
5. Perubahan (Adopsi) Perilaku dan Indikatornya
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang
kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Menurut
Notoatmodjo (2007), secara teori perubahan perilaku seseorang menerima
atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap:
a. Pengetahuan
Sebelum seseorang menghadapi perilaku (berperilaku baru), ia harus
tahu terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku bagi dirinya atau
keluarganya. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan:
1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi:
a) Penyebab penyakit
b) Gejala dan tanda-tanda penyakit
c) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
d) Bagaimana cara penularannya
e) Bagaimana cara pencegahannya
2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
34 a) Penyakit atau bahaya merokok, minuman keras, narkoba dan
sebagainya
b) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi
c) Jenis makanan yang bergizi
3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
a) Manfaat air bersih
b) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat
c) Manfaat pencahayaan
d) Akibat polusi
b. Sikap
Sikap adalah penilaian (dapat berupa pendapat) seseorang terhadap
stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek,
proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau
objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indicator terhadap sikap
kesehatan sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni:
1) Sikap terhadap sakit dan penyakit
2) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan
c. Praktik/tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah
35 kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan mencakup hal-hal
yakni:
1) Tindakan sehubungan dengan penyakit
2) Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
3) Tindakan kesehatan lingkungan
E. PERILAKU KESEHATAN
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon
(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari
3 aspek:
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010),
mengemukakan bahwa untuk mencoba menganalisa perilaku manusia dari
tingkat kesehatan orang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari
dalam perilaku (behavioral factors) dan faktor dari luar perilaku (
non-behavioral). Perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu:
36 antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi, dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factor), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Seperti
sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,
misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air,
tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang,
dan sebagainya.
c. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah faktor-faktor yang mendorong atau terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun
seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya.
F. ANAK SEKOLAH DASAR 1. Pengertian
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki
fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak
bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih
cepat dari pada putra (Moehji, 2003).
2. Karakteristik anak sekolah
Menurut Moehji (2003), karakteristik anak sekolah meliputi:
a. Pertumbuhan tidak secepat bayi.
b. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).
37 d. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
e. Pertumbuhan lambat.
f. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
3. Perkembangan Motorik
Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka pada
masa ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih
terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak-anak
terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat, anak juga
makin mampu menjaga keseimbangan badannya (Wong, 2004)
4. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah
Menurut teori Piaget dalam Wong (2004), pemikiran anak masa
sekolah dasar disebut juga pemikiran operasional kongkrit (concrete
operational thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada
objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit.dalam upaya memahami alam
sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang
bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan
untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan
sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan tiga macam
proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:
a. Negasi (negation), yaitu pada masa kongkrit operasional, anak
memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu
dengan benda atau keadaan yang lain.
b. Hubungan timbal balik (resiprok), yaitu anak telah mengetahui
38 c. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda
yang ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula
untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan
tersebut ditunjukkan. Jadi pada tahap ini anak telah memiliki struktur
kognitif yang memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu
tindakan tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
5. Perkembangan Memori
Menurut Wong (2004), selama periode ini memori jangka pendek
anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang
tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya
keterbatasan-keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan-keterbatasan tersebut, anak
berusaha menggunakan strategi memori yaitu merupakan prilaku
disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori. Menurut Matlin
(1994), menyebutkan empat macam strategi memori yang penting, yaitu:
a. Rehalsal (pengulangan), suatu strategi meningkatkan memoridengan
cara mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan.
b. Organization (organisasi), pengelompokan dan pengkategorian
sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti anak
SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan
dimana mereka duduk dalam satu kelas.
c. Imagery (perbandingan), membandingkan sesuatu dengan tipe dari
karakteristik pembayangan dari seseorang.
d. Retrieval (pemunculan kembali), proses mengeluarkan atau
39 yang mungkin dapat membantu memunculkan kembali sebuah
memori, mereka akan menggunakan secara spontan.
Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal-hal lain yang
mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk
sikap, kesehatan, dan motivasi), serta pengetahuan yang diperolehanak
sebelumnya.
6. Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi
terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar
tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang
datang dari berbagai sumber, serta mampu berpikir secara reflektif dan
evaluative (Wong, 2004).
7. Perkembangan Kreativitas
Dalam tahap ini anak-anak mempunyai kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, terutama lingkungan sekolah (Wong, 2004).
8. Aspek Psikologis
Pada umur 6-12 tahun energinya disalurkan kepada permainan dan
pelajaran. Seorang anak mulai merasa sampai dimana kesanggupannya dan
ia mulai mengenal rasa sukses. Bila pada tahun-tahun tersebut ia banyak
mengalami kegembiraan, rasa persahabatan dan sukses, maka ia akan
memasuki masa adolesen dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri.
Pada masa ini yang berbahaya ialah bila timbul rasa inadekuat dan rasa
40 usaha-usahanya, sehingga pada masa adolesen ia menjadi seorang yang
agresif (Wong, 2004).
9. Perkembangan Bahasa
Menurut Wong (2004), perkembangan bahasa meliputi:
a. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
b. Pemahaman terhadap kata-kata mungkin tertinggal dari pengertiannya
c. Tidak begitu egosentris dalam orientasi; dapat mempertimbangkan
pandangan lain
d. Mengerti sebagian besar kata-kata abstrak
e. Memakai semua bagian pembicaraan, termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung, dan kata depan
f. Ikut memakai kalimat mejemuk dan kompleks
g. Kosa katanya mencapai 50.000 kata pada akhir masa ini
10. Perkembangan Psikososial
Menurut Wong (2004), perkembangan psikososial meliputi:
a. Tugas perkembangan belajar mengembangkan rasa keadekuatan
terhadap kemampuan dan kompetensi pada saat kesempatan untuk
belajar dan interaksi sosial bertambah; anak berusaha agar berhasil di
sekolah.
b. Krisis perkembangan anak dalam bahaya akibat perkembangan rasa
rendah diri jika ia tidak merasa kompeten dalam pencapaian tugas.
c. Bermain anak menikmati aktivitas santai bersama teman sebaya
(misalkan kasti); permainan cenderung memisahkan kedua lawan jenis;
41 tidak terstruktur; minat pribadi , aktivitas, dan hobi berkembang pada
saat ini.
d. Peran keluarga dan orang tua orangtua menjadi figur yang kurang
bermakna dalam arti sebagai agens untuk sosialisasi; hubungan dengan
teman sebaya cenderung mengurangi pengaruh dominan dari orang tua
yang telah ada sebelumnya; orang tua masih merasa dan berespons
sebagai otoritas utama; harapan dari guru, pelatih, dan para tokoh
keagamaan memberi dampak terhadap perilaku anak.
e. Rencana meningkatkan keterlibatan dalam rencana aktivitas sekolah
sesuai usia (mis. klub dan olahraga ), ekstrakulikuler (mis. pramuka),
dan kelompok sosial dan komunitas (mis. kelompok sukarela) untuk
membangun rasa pencapaian dan kebanggaan.
G. PENELITIAN TERKAIT
1. Penelitian yang dilakukan oleh Joni dan Anggoro (2012), mengenai
hubungan tingkat pengetahuan sikap dan perilaku tentang kebersihan diri
siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD menggunakan metode
penelitian cohort. Penelitian ini menggunakan sampel 72 siswa SDN
Pujokusuman 1. Nilai p=0,009 pada tingkat pengetahuan , nilai p=0,000
pada sikap dan perilaku atau semua nilai p<0,05 maka terdapat hubungan
yang bermakna secara statistic. Maka hasil penelitian tersebut ada
hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan perilaku anak sd tentang