• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Siswa tentang Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Siswa tentang Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Skripsi

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Disusun Oleh:

ALIF NURUL ROSYIDAH

1110104000013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli Saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli Saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2014

(3)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduates Thesis, June 2014

Alif Nurul Rosyidah, NIM: 1110104000013

Relationship of Behavior about Handwashing of Students Against Incidence Diarrhea in SDN Ciputat 02

xvii + 78 pages + 8 tables + 3 shemes + 8 attachments

ABSTRACT

Diarrhea is a disease that is still a public health problem in developing countries, including in Indonesia. Banten province was ranked the six that have a fairly high prevalence of diarrhea. In the age group 5-14 years the prevalence of diarrhea was 10.3%. To decrease deaths due to diarrhea governance need fast and precise, one hand washing with running water using soap.

The purpose of this study was to determine the relationship of the hand washing behavior of the students in the incidence of diarrhea in students in SDN Ciputat 02. This study is a quantitative research design that uses a correlation descriptive cross sectional study. The samples in this study were 56 respondents taken by stratified random sampling. Data collection using questionnaires and observation, data analysis using Fisher's exact test.

The results showed that having a good hand-washing behavior was 44.6% and that have less behavior by 55.4%. Elementary school children with diarrhea in the last three months amounted to 80.4%, while children who are not suffering from diarrhea in the last three months was 19.6%. The test results showed statistically (p = 0.015) means that there is a relationship between the behavior of handwashing on the incidence of diarrhea.

Researchers suggest that students are expected to apply a clean and healthy lifestyle behaviors by always disciplined practice of washing hands to avoid the risk of diarrhea.

(4)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2014

Alif Nurul Rosyidah, NIM: 1110104000013

Hubungan Perilaku Siswa tentang Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02

xvii + 78 halaman + 8 tabel + 3 skema + 8 lampiran

ABSTRAK

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Provinsi Banten menduduki peringkat ke enam yang mempunyai prevalensi diare yang cukup tinggi. Pada kelompok umur 5 – 14 tahun prevalensi diarenya sebesar 10,3%. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat, salah satunya mencuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif correlation yang menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebesar 56 responden diambil secara stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi, analisa data menggunakan uji Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan yang memiliki perilaku cuci tangan yang baik sebesar 44.6% dan yang memiliki perilaku kurang sebesar 55.4%. Anak SD yang menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 80.4%, sedangkan anak yang tidak menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 19.6%. Hasil uji statistik menunjukan (p = 0.015) artinya ada hubungan antara perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare.

Peneliti menyarankan agar siswa diharapkan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu disiplin melakukan praktik cuci tangan agar terhindar dari risiko terjadinya diare.

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh: Alif Nurul Rosyidah NIM: 1110104000013

Pembimbing I

Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002

Pembimbing II

Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:

Alif Nurul Rosyidah NIM: 1110104000013

Pembimbing I

Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002

Pembimbing II

Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP: 19700122 200801 2 005

Penguji I

Ns. Uswatun Khasanah, S.Kp, MNS NIP: 19770401 200912 2 003

Penguji II

Nia Damiati, S.Kp, MSN NIP: 19790114 200501 2 002

Penguji III

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN TERHADAP

KEJADIAN DIARE PADA SISWA DI SEKOLAH

DASAR NEGERI CIPUTAT 02

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:

(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Alif Nurul Rosyidah

Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 11 Januari 1992

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat :

Telepon : 081513654678

E-mail : alifnurulrosyidah@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. 1997-1998 : TK Amanah 2. 1998-2004 : SD Islam Amanah

3. 2004-2007 : SMPN 19 Kota Tangerang 4. 2007-2010 : SMAN 7 Kota Tangerang 5. 2010-2014 :

Riwayat Organisasi :

1. Paskibraka SMPN 19 Kota Tangerang

2. Sekretaris Umum OSIS SMAN 7 Kota Tangerang 3. Ketua Umum MPK SMAN 7 Kota Tangerang 4. Anggota Dep. Kaderisasi PMII Komfakes

5. Anggota Dep. Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Jakarta 6. Kadep. PSDM PMII Komfakes

7. Kadep. Kemahasiswaan BEM FKIK UIN Jakarta

Jl. P. Senopati III No. 21 Rt. 005/017 Kel. Uwung Jaya,

Kec. Cibodas, Kota Tangerang - Banten

(9)

Sabar dan ikhlas dua kata yang makin aku pahami maknanya, gampang mengucapkan tapi susah dilaksanakan.

Hasil karya ini aku persembahkan untuk

1. Kedua orang tua ku yang selalu mendoakan demi kelancaran penyelasaian skripsi ini dan juga yang telah memberi support baik moril maupun materiil.

(10)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang kami ucapkan, selain memanjatkan puji beserta syukur

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga

saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul hubungan perilaku

tentang mencuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami

kesulitan namun berkat pertolongan dari Allah SWT serta bantuan, bimbingan,

dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat diatasi.

Untuk itu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF., PFK selaku Wakil Dekan

Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu memberikan izin untuk

penelitian di instansi terkait

3. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memotivasi sehingga membuat semangat

bagi penulis

4. Nia Damiati, S. Kp., MSN selaku dosen pembimbing I dan Ita Yuanita, S.

Kp., M. Kep selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia

(11)

5. Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang

selalu memberi arahan dan motivasi dari awal perkuliahan hingga saat ini

6. Orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan baik moril maupun

materil

7. Sahabat terbaikku “rainbow house” (Desy, Fida, Fitri, Naila, Nina),

cherry house” (Adis, Devica, Hani, Laras, Kiki, Septi) dan Lia Sholeha yang memberikan support untuk cepat menyelesaikan skripsi ini

8. Teman-teman seangkatan PSIK 2010 dan sahabat-sahabati PMII yang

selalu memotivasi

9. Serta seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga

selesai

Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas

dengan pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini.

Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia- Nya

dari Allah SWT dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat

diamalkan dengan baik.

Ciputat, Juni 2014

(12)
(13)
(14)

BAB IV. METODE PENELITIAN A.Gambaran Tempat Penelitian

1. Profil SDN Ciputat 02 . . . 2. Visi dan Misis SDN Ciputat 02 . . . B. Hasil Analisis Univariat

(15)

DAFTAR TABEL

2.1 Dosis oralit berdasarkan berat badan 3.1 Definisi operasional

5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik responden di SDN Ciputat 02

5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02

5.3 Distribusi frekuensi responden pengetahuan tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02

5.4 Distribusi frekuensi responden perilaku tentang cuci tangan di SDN Ciputat 02

5.5 Distribusi frekuensi responden kejadian responden selama tiga bulan terakhir di SDN Ciputat 02

5.6 Hasil analisis hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02

Halaman 19 47 63

64

65

66

66

(16)

DAFTAR BAGAN

2.1 Patofisiologi diare 2.2 Kerangka teori 3.3 Kerangka konsep

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Lembar Observasi

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Karakteristik Responden, Variabel Pengetahuan Cuci Tangan, Variabel Perilaku Cuci Tangan, Variabel Kejadian Diare pada Siswa di SDN Ciputat 02

Lampiran 7. Hasil Analisis Univariat

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan

karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000

sampai tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare

Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun 2000

insiden diare yaitu 301/1000 penduduk, tahun 2003 insiden diare naik

menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 insiden diare naik menjadi 423/1000

penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 411/1000 penduduk

(Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas

dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui bahwa

diare masih menjadi penyebab utama kematian anak di Indonesia. Penyebab

utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di

rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena

diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan

penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5%.

(19)

2 2011). Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah 9,0%

(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

(NAD) sebesar 18,9% dan terendah di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta

sebesar 4,2%. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi diare klinis

>9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Data dari laporan

hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007, menunjukkan prevalensi diare di

Provinsi Banten pada kelompok umur 5 – 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8%,

sedangkan yang menyatakan pernah, ditanya apakah dalam satu bulan

tersebut pernah menderita buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan

kotoran lembek/cair sebesar 10,3%, serta yang menderita diare sudah minum

oralit atau cairan gula garam sebesar 33,8%.

Menurut Ramaiah (2000), tingginya angka kejadian diare anak

disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko diare

yaitu : sanitasi yang buruk, fasilitas kebersihan yang kurang, kebersihan

pribadi buruk (tidak mencuci tangan sebelum, sesudah makan, dan setelah

buang air).

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDG’s) Goal ke-4 adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015. Langkah yang dibuat

pemerintah untuk mengurangi angka kejadian diare khususnya pada anak usia

(20)

3 sekolah dasar (SD). Program ini dibuat di sekolah, karena sekolah adalah

institusi yang terorganisir dengan baik dan merupakan wadah pembentukan

karakter dan media yang mampu menanamkan pengertian dan kebiasaan

hidup sehat (Martianto, 2005).

UKS merupakan suatu wadah yang mengurus berbagai hal terkait dengan

kesehatan masyarakat sekolah yaitu siswa, guru, kepala sekolah dan semua

pegawai di sekolah. UKS juga sebagai sarana yang digunakan oleh

program-program kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan

(Suhartinia, 2010). Salah satu program UKS yang dibuat untuk meningkatkan

kesehatan siswa adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Sedangkan indikator PHBS di

sekolah yaitu mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan

sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban

yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, tidak merokok di

sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan,

membuang sampah pada tempatnya (Kemenkes RI, 2011).

Menurut Depkes RI (2009), sebuah ulasan yang membahas sekitar 30

penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat

memangkas angka penderita diare hingga separuh. Cuci tangan pakai sabun

(CTPS) merupakan perilaku sehat yang telah terbukti secara ilmiah dapat

mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, infeksi saluran

pernafasan atas (ISPA) dan flu burung, bahkan disarankan untuk mencegah

penularan influenza. Banyak pihak yang telah memperkenalkan perilaku ini

(21)

4 dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berbagai survei di lapangan

menunjukkan menurunnya angka ketidakhadiran anak karena sakit yang

disebabkan oleh penyakit-penyakit di atas, setelah diintervensi dengan CTPS

(Depkes RI, 2009).

Cuci tangan belum menjadi budaya yang dilakukan masyarakat luas di

Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak yang mencuci tangan

hanya dengan air sebelum makan, cuci tangan dengan sabun justru dilakukan

setelah makan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan

perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut sering

disepelekan. Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus

dibiasakan sejak kecil. Anak-anak merupakan agen perubahan untuk

memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus

mengajarkan pola hidup bersih dan sehat. Anak-anak juga cukup efektif

dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci

tangan yang selama ini dianggap tidak penting (Batanoa, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Joni (2012) tentang hubungan

tingkat pengetahuan sikap dan perilaku kebersihan siswa SD dengan kejadian

diare pada siswa SD dengan sampel 72 siswa SD kelas 4-5 di SDN

Pujokusuman 1 didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan

perilaku kebersihan siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD. Hasil

dari penelitian tersebut adalah semakin kurang tingkat pengetahuan sikap dan

perilaku siswa tentang kebersihan diri maka kejadian diare semakin tinggi.

Hasil observasi siswa kelas V di SDN Ciputat 02 menunjukkan bahwa

(22)

5 yang terlihat panjang dan kotor. Selain itu juga, saat jam istirahat anak

sekolah membeli jajanan tanpa memperhatikan kebersihannya. Melalui

wawancara dengan siswa kelas V di SDN Ciputat 02, selama 3 bulan terakhir

terdapat 4 siswa dari 10 siswa terkena diare. Setelah ditelusuri anak yang

yang pernah mengalami diare kurang memahami dan tidak melakukan CTPS

dengan baik dan benar, walaupun sering diajarkan oleh guru dan orang tua

dirumah. Melihat kejadian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui

hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciputat 02.

B. RUMUSAN MASALAH

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan pola

penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian

peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit

menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah

Tuberculosis dan Pneumonia. Provinsi Banten menduduki peringkat ke enam

yang mempunyai prevalensi diare yang cukup tinggi. Pada kelompok umur 5

– 14 tahun prevalensi diarenya sebesar 10,3%. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat, yaitu mencuci tangan

dengan air mengalir menggunakan sabun.

Hasil observasi siswa kelas V di SDN Ciputat 02 menunjukkan bahwa

mereka tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan serta kuku tangan

(23)

6 sekolah membeli jajanan tanpa memperhatikan kebersihannya. Melalui

wawancara dengan siswa kelas V di SDN Ciputat 02, selama 3 bulan terakhir

terdapat 4 siswa dari 10 siswa terkena diare. Berdasarkan latar belakang

diatas peneliti ingin mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciputat 02.

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan beberapa pertanyaan

penelitian, yaitu:

1. Bagaimana gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN Ciputat

02?

2. Bagaimana gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di SDN

Ciputat 02

3. Bagaimana gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat

02?

4. Bagaimana gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN Ciputat 02?

5. Bagaimana kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02?

6. Apakah ada hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada

siswa di SDN Ciputat 02?

D. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare

(24)

7 2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden pada siswa di SDN

Ciputat 02

b. Mengidentifikasi gambaran informasi tentang cuci tangan pada siswa di

SDN Ciputat 02

c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan cuci tangan pada siswa di

SDN Ciputat 02

d. Mengidentifikasi gambaran perilaku cuci tangan pada siswa di SDN

Ciputat 02

e. Mengidentifikasi kejadian diare pada siswa di SDN Ciputat 02

f. Mengidentifikasi hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian

diare pada siswa di SDN Ciputat 02

E. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai informasi tambahan untuk pengembangan program

pembelajaran keperawatan komunitas ditingkat sekolah khususnya

program UKS.

2. Bagi SDN Ciputat 02

Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi guru tentang

kejadian diare pada siswa serta sebagai acuan untuk evaluasi dan

perencanaan program UKS yang berkaitan dengan perilaku mencuci

(25)

8 3. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Informasi yang diperoleh dapat memberi masukan bagi pelayanan

kesehatan untuk memberikan gambaran di sekolah tentang program UKS

terkait dengan kejadian diare. Dapat memberikan penyuluhan di sekolah

tentang PHBS.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan

(26)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIARE

1. Pengertian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari

(Depkes RI, 2011). Sedangkan menurut Wong (2008), diare merupakan

gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan,

penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan

elektrolit yang abnormal dalam usus. Diare merupakan suatu keadaan

pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai

dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali

sehari (Hidayat, 2006).

2. Insiden Kejadian Diare

Diare merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia, karena

morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada tahun 2000 sampai

tahun 2010 survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare

Departemen Kesehatan didapatkan insiden diare meningkat. Pada tahun

(27)

10 423/1000 penduduk dan tahun 2010 insiden diare menjadi 411/1000

penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan

penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi kematian 3,5%.

Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab

kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia (Kemenkes RI,

2011). Prevalensi diare dalam riskesdas tahun 2007 diare klinis adalah

9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam (NAD) sebesar 18,9% dan terendah di Daerah Istimewa (DI)

Yogyakarta sebesar 4,2%. Beberapa provinsi yang mempunyai prevalensi

diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan

Papua).

Data dari laporan hasil riskesdas Provinsi Banten tahun 2007,

menunjukkan prevalensi diare di Provinsi Banten pada kelompok umur 5

– 14 tahun yang pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehaan dalam satu bulan terakhir sebesar 4,8%, sedangkan yang menyatakan pernah,

ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air

besar lebih dari tiga kali sehari dengan kotoran lembek/cair sebesar

10,3%, serta yang menderita diare sudah minum oralit atau cairan gula

garam sebesar 33,8%.

(28)

11 3. Etiologi Diare

Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), faktor

penyebab diare dibedakan atas:

a. Faktor infeksi

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :

a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll

b) Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll

c) Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur

2) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan,

seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat

pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi

dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat

menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis

(29)

12 4. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Menurtu Subagyo B dan Nurtjahjo BS (2010), cara penularan diare

melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang

tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak

langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

Berdasarkan penelitian Budi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian diare pada anak adalah sebagai berikut:

a. Sumber Air

Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara sumber air

dengan kejadian diare. Penyakit seperti diare, disentri, dan paratipus

dapat dipengaruhi oleh sumber air. Penggunaaan air minum dari

sumber air yang tercemar, dapat menyebarkan banyak penyakit salah

satunya diare. Dan jika pipa air minum dan persediaan air kita

disambung kurang benar, berarti kita membuka diri sendiri terhadap

banyak penyakit seperti diare, disentri, paratipus dan lain sebagainya.

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu

dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

b. Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan

resiko terhadap penyakit diare. Jamban yang baik sebaiknya berjauhan

(30)

13 c. Kebiasaan Jajan

Kebiasaan jajan anak usia sekolah dasar sangat berpengaruh pada

penyakit diare. Demikian pula dengan anak jalanan yang sebagian

besar berusia usia sekolah dasar. Mereka lebih sering jajan berupa es

atau kue-kue. Tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan

mempunyai uang saku yang banyak, karena itulah mereka cenderung

memilih jenis jajanan yang murah, biasanya makin rendah harga suatu

barang atau jajanan makin rendah pula kualitasnya. Hal ini berakibat

digunakannya bahan-bahan makanan yang kurang baik dan biasanya

sudah tercemar oleh kuman. Itulah sebabnya anak-anak yang telah

mulai suka jajan sering terkena penyakit diare.

d. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan

Perilaku cuci tangan yang buruk berhubungan erat dengan

peningkatan kejadian diare dan penyakit yang lain. Perilaku cuci

tangan yang baik dapat menghindarkan diri dari diare. Apabila kita

selalu mencuci tangan, kondisi tangan kita selalu bersih, sehingga

dalam melakukan aktivitas terutama makan tangan yang kita gunakan

selalu bersih sehingga tidak ada kuman yang masuk ke dalam tubuh.

5. Jenis dan Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2011), jenis diare ada dua, yaitu diare akut, diare

persisten atau diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung

kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah

diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut Hidayat (2005),

(31)

14 a. Diare Dehidrasi Berat : Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda sebagai berikut letargis atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung,

serta turgor kulit jelek.

b. Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan : Diare ini mempunyai tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekung, serta turgor kulit jelek.

c. Diare Tanpa Dehidrasi : Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada dehidrasi berat atau ringan.

d. Diare Persisten : Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari.

e. Disentri : Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda gangguan saluran pencernaan.

6. Patofisiologi Diare

Menurut Setyowati dan Hurhaeni dalam Hidayat (2006), proses

terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor

diantaranya:

a. Faktor infeksi : Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian

berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat

menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan

kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus

dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya

toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus

sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan

(32)

15 b. Faktor malabsorbsi : Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

c. Faktor makanan : Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus

yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan

yang kemudian menyebabkan diare.

d. Faktor psikologis : Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan

(33)

16

Bagan 2.1 Patofisiologi Diare

(34)

17 7. Manifestasi Klinis Diare

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala

lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi

neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan

muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada

penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung

sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan

elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga

meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis

metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling

berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler

dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi

menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi

hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat

dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau

dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

8. Komplikasi Diare

Menurut IDAI (2010), komplikasi dari diare dapat menyebabkan:

a. Gangguang elektrolit

1) Hipernatremia  edema otak

2) Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan pada

anak malnutrisi berat edema

(35)

18 4) Hipokalemia  kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi

ginjal dan aritmia jantung

b. Kegagalan upaya rehidrasi oral, misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak

dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta malabsorbsi glukosa

c. Kejang, biasanya pada anak yang mengalami dehidrasi 9. Penatalaksanaan Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), berikut penatalaksanaan diare

berdasarkan klasifikasinya:

a. Dehidrasi tanpa dehidrasi:

1) Beri cairan lebih banyak dari biasanya

a) Beri Oralit sampai diare berhenti dengan ketentuan: umur > 1

tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. Bila muntah, tunggu

10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit.

2) Beri obat zinc

Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah

berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan

dalam 1 sendok air matang. Dengan ketentuan: umur > 6 bulan

diberi 20 mg (1 tablet) per hari.

3) Beri makanan untuk mencegah kurang gizi

a) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada

waktu anak sehat

(36)

19 c) Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air

kelapa hijau.

d) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil

(setiap 3-4 jam)

e) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan

tambahan selama 2 minggu

4) Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya: disentri, kolera, dll

b. Dehidrasi ringan/sedang:

1) Jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama adalah 75

ml/kg bb. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di

bawah ini:

Tabel 2.1. Dosis oralit berdasarakan berat badan

Umur 2-5 tahun BB 12-19 kg Jumlah

cairan

900-1400

Sumber: Data Sekunder (2011)

2) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.

3) Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut

c. Dehidrasi berat : Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar

(37)

20 10.Pencegahan Diare

Pengobatan diare penting jika seseorang telah menderita diare. Akan

tetapi bagi anak yang masih sehat akan lebih bermakna jika pencegahan

diare dapat dilakukan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Menurut WHO (2009) dalam Ernawati (2012), mencuci tangan dengan

sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare kurang lebih

40%. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan

maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu

intervensi yang paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare

pada anak. Disamping mencuci tangan pencegahan diare dapat dilakukan

dengan meningkatkan sanitasi dan peningkatan sarana air bersih. Sebab

88% penyakit diare yang ada di dunia disebabkan oleh air yang

terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun hygiene

perorangan yang buruk.

B. CUCI TANGAN

1. Konsep Cuci Tangan

Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan

penyakit yang menjadi program perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di

Sekolah (Kemenkes RI, 2011). PHBS merupakan perilaku yang

dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah

atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri

mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan

(38)

21 yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), ternyata umumnya

berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di

sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui

pendekatan UKS. (Kemenkes RI, 2011).

2. Pengertian Cuci Tangan

Cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.

Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun

secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas

yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005) Menurut

Garner dan Fayero (1986) dalam Potter dan Perry (2005), mencuci tangan

paling sedikit 10-15 detik akan memusnahkan mikroorganisme transient

paling banyak dari kulit, jika tangan tampak kotor, dibutuhkan waktu yang

lebih lama.

Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu

tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari

menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan

memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal

juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan

dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu

singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun

menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di

permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan,

bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh

(39)

22 Cuci tangan pakai sabun (CPTS) merupakan kebiasaan yang

bermanfaat untuk membersihkan tangan dari kotoran dan membunuh

kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Mencuci tangan

yang baik membutuhkan beberapa peralatan berikut : sabun antiseptic, air

bersih, dan handuk atau lap tangan bersih. Untuk hasil maksimal

disarankan untuk mencuci tangan selama 20-30 detik (PHBS-UNPAD,

2010). Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2006), terdapat 2 teknik

mencuci tangan, yaitu mencuci tangan dengan sabun dan mencuci tangan

dengan larutan berbahan dasar alcohol.

3. Waktu yang Tepat untuk Cuci Tangan

Menurut Depkes (2011), waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai

sabun adalah:

a. Sebelum dan setelah makan

b. Sebelum memegang makanan

c. Sebelum melakukan kegiatan jari-jari ke dalam mulut atau mata

d. Setelah bermain/berolahraga

e. Setelah BAK dan BAB

f. Setelah buang ingus

g. Setelah buang sampah

h. Setelah menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan

(40)

23 4. Cara Cuci Tangan yang Benar

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah

air yang mengalir. Sedangkan menurut Depkes (2009), langkah-langkah

teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.

a. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.

b. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.

c. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.

d. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau

sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara

tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan

sebaliknya.

e. Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling

mengunci.

f. Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan

berputar. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.

g. Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan

gerakan ke depan, ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.

h. Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan

gerakan memutar. Lakukan pula untuk tangan kiri.

i. Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.

j. Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan

(41)

24 5. Hubungan Cuci Tangan dengan Kesehatan

Menurut Depkes (2009) penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

mencuci tangan dengan sabun adalah:

a. Diare, menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian

terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas

angka penderita diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali

diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya

harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan

air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari

kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia

sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh

tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan

makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan

tempat makannya yang kotor.

b. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka

infeksi saluran pernapasan ini dengan dua langkah: dengan melepaskan

patogen-patogen pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan

telapak tangan dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit)

lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya

diare namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah

(42)

25 seperti – mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil – dapat mengurangi tingkat infeksi.

c. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit. Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan

penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian

penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya

untuk ascariasis dan trichuriasis.

6. Hubungan Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang,

antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai

pola hidup bersih (Cupuwatie, 2010). Penelitian yang dilakukan di tujuh

kota di Korea Selatan dengan 2800 responden yang diobservasi, Jeong et

al (2007) menemukan bahwa 63,4% responden mencuci tangannya setelah

menggunakan kamar mandi umum dan yang lebih sering mencuci tangan

setelah menggunakan kamar mandi umum adalah yang berjenis kelamin

perempuan. Penelitian lain oleh Johnson, et al (2003) mengemukakan

bahwa tingginya angka cuci tangan pada wanita dibanding pria

dipengaruhi oleh perilaku penglihatan. Pada penelitian yang dilakukan,

Johnson, et al memasang tanda peringatan yang mengingatkan orang

untuk mencuci tangan di kamar mandi umum, hasil observasi pada 175

responden (95 wanita dan 80 pria) didapatkan 61% wanita dan 37% pria

(43)

26 7. Hubungan Cuci Tangan dengan Sumber Informasi

Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang,

disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat mempengaruhi sikap

dan perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan benar (Cupuwatie,

2010). Salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat

kepatuahan cuci tangan adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Catalina Lopez, et al kepada anak-anak dengan jumlah

sampel 645 menunjukkan bahwa anak-anak mencuci tangan setelah

mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%, dari sekolah 66,7%, dari

media 56,8%. Selain itu, siswa yang mendapat informasi dari orang tua

cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci tangan dibandingkan

dengan tidak mendapat informasi dari orang tua (Nutbeam, 1998).

C. PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam

(44)

27 merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik

lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu

ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

(45)

28 d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun

suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas

pengetahuan seseorang.

b. Tingkat pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki

pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih

(46)

29 c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan

yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu.

d. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan

lain-lain.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka

dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

f. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

4. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh pertanyaan

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan

(47)

30 D. PERILAKU

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses :

Stimulus  organisme  respons, sehingga teori ini disebut teori S-O-R.

Skiner membedakan adanya dua respons, yakni:

a. Respondent respon atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini

disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang

relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan

untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan

sebagainya. Responden respons ini juga mencakup perilaku emosional,

misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus

ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan

sebagainya.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul

(48)

31 tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce,

karena memperkuat respons. Misalnya: apabila seorang petugas

kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian

tugasnya atau job diskripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari

atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih

baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (convert behavior)  Respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau

reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh

orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)  Respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap

stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek

(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang

lain.

2. Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui

dua cara, secara langsung, dengan pengamatan (obsevasi), yaitu

mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya.

(49)

32 kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan

terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan

obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005)

3. Domain Perilaku

Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari

luar), berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk responnya

berbeda tiap orangnya. Faktor – faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Menurut Notoatmodjo (2007)

Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan bersifat given atau bawaan misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal yaitu lingkungan baik fisik, ekonomi maupun politik. Faktor lingkungan ini menjadi faktor yang dominan yang mewarnai

perilaku seseorang.

4. Proses Terjadinya Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), terjadi proses yang berurutan untuk

membentuk perilaku:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

(50)

33 e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan

perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari

oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku

tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng.

5. Perubahan (Adopsi) Perilaku dan Indikatornya

Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang

kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Menurut

Notoatmodjo (2007), secara teori perubahan perilaku seseorang menerima

atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap:

a. Pengetahuan

Sebelum seseorang menghadapi perilaku (berperilaku baru), ia harus

tahu terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku bagi dirinya atau

keluarganya. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan:

1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi:

a) Penyebab penyakit

b) Gejala dan tanda-tanda penyakit

c) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan

d) Bagaimana cara penularannya

e) Bagaimana cara pencegahannya

2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup

(51)

34 a) Penyakit atau bahaya merokok, minuman keras, narkoba dan

sebagainya

b) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi

c) Jenis makanan yang bergizi

3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

a) Manfaat air bersih

b) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat

c) Manfaat pencahayaan

d) Akibat polusi

b. Sikap

Sikap adalah penilaian (dapat berupa pendapat) seseorang terhadap

stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek,

proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau

objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indicator terhadap sikap

kesehatan sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni:

1) Sikap terhadap sakit dan penyakit

2) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan

c. Praktik/tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,

kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang

diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau

mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah

(52)

35 kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan mencakup hal-hal

yakni:

1) Tindakan sehubungan dengan penyakit

2) Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

3) Tindakan kesehatan lingkungan

E. PERILAKU KESEHATAN

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon

(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari

3 aspek:

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010),

mengemukakan bahwa untuk mencoba menganalisa perilaku manusia dari

tingkat kesehatan orang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari

dalam perilaku (behavioral factors) dan faktor dari luar perilaku (

non-behavioral). Perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu:

(53)

36 antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,

tradisi, dan sebagainya.

b. Faktor pemungkin (enabling factor), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Seperti

sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,

misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air,

tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang,

dan sebagainya.

c. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah faktor-faktor yang mendorong atau terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun

seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak

melakukannya.

F. ANAK SEKOLAH DASAR 1. Pengertian

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki

fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak

bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih

cepat dari pada putra (Moehji, 2003).

2. Karakteristik anak sekolah

Menurut Moehji (2003), karakteristik anak sekolah meliputi:

a. Pertumbuhan tidak secepat bayi.

b. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).

(54)

37 d. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.

e. Pertumbuhan lambat.

f. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.

3. Perkembangan Motorik

Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka pada

masa ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih

terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak-anak

terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat, anak juga

makin mampu menjaga keseimbangan badannya (Wong, 2004)

4. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah

Menurut teori Piaget dalam Wong (2004), pemikiran anak masa

sekolah dasar disebut juga pemikiran operasional kongkrit (concrete

operational thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada

objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit.dalam upaya memahami alam

sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang

bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan

untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan

sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan tiga macam

proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:

a. Negasi (negation), yaitu pada masa kongkrit operasional, anak

memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yang satu

dengan benda atau keadaan yang lain.

b. Hubungan timbal balik (resiprok), yaitu anak telah mengetahui

(55)

38 c. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda

yang ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula

untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan

tersebut ditunjukkan. Jadi pada tahap ini anak telah memiliki struktur

kognitif yang memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu

tindakan tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.

5. Perkembangan Memori

Menurut Wong (2004), selama periode ini memori jangka pendek

anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang

tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya

keterbatasan-keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan-keterbatasan tersebut, anak

berusaha menggunakan strategi memori yaitu merupakan prilaku

disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori. Menurut Matlin

(1994), menyebutkan empat macam strategi memori yang penting, yaitu:

a. Rehalsal (pengulangan), suatu strategi meningkatkan memoridengan

cara mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan.

b. Organization (organisasi), pengelompokan dan pengkategorian

sesuatu yang digunakan untuk meningkatkan memori. Seperti anak

SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan

dimana mereka duduk dalam satu kelas.

c. Imagery (perbandingan), membandingkan sesuatu dengan tipe dari

karakteristik pembayangan dari seseorang.

d. Retrieval (pemunculan kembali), proses mengeluarkan atau

(56)

39 yang mungkin dapat membantu memunculkan kembali sebuah

memori, mereka akan menggunakan secara spontan.

Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal-hal lain yang

mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk

sikap, kesehatan, dan motivasi), serta pengetahuan yang diperolehanak

sebelumnya.

6. Perkembangan Pemikiran Kritis

Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi

terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar

tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang

datang dari berbagai sumber, serta mampu berpikir secara reflektif dan

evaluative (Wong, 2004).

7. Perkembangan Kreativitas

Dalam tahap ini anak-anak mempunyai kemampuan untuk

menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh

lingkungan, terutama lingkungan sekolah (Wong, 2004).

8. Aspek Psikologis

Pada umur 6-12 tahun energinya disalurkan kepada permainan dan

pelajaran. Seorang anak mulai merasa sampai dimana kesanggupannya dan

ia mulai mengenal rasa sukses. Bila pada tahun-tahun tersebut ia banyak

mengalami kegembiraan, rasa persahabatan dan sukses, maka ia akan

memasuki masa adolesen dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri.

Pada masa ini yang berbahaya ialah bila timbul rasa inadekuat dan rasa

(57)

40 usaha-usahanya, sehingga pada masa adolesen ia menjadi seorang yang

agresif (Wong, 2004).

9. Perkembangan Bahasa

Menurut Wong (2004), perkembangan bahasa meliputi:

a. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

b. Pemahaman terhadap kata-kata mungkin tertinggal dari pengertiannya

c. Tidak begitu egosentris dalam orientasi; dapat mempertimbangkan

pandangan lain

d. Mengerti sebagian besar kata-kata abstrak

e. Memakai semua bagian pembicaraan, termasuk kata sifat, kata

keterangan, kata penghubung, dan kata depan

f. Ikut memakai kalimat mejemuk dan kompleks

g. Kosa katanya mencapai 50.000 kata pada akhir masa ini

10. Perkembangan Psikososial

Menurut Wong (2004), perkembangan psikososial meliputi:

a. Tugas perkembangan  belajar mengembangkan rasa keadekuatan

terhadap kemampuan dan kompetensi pada saat kesempatan untuk

belajar dan interaksi sosial bertambah; anak berusaha agar berhasil di

sekolah.

b. Krisis perkembangan  anak dalam bahaya akibat perkembangan rasa

rendah diri jika ia tidak merasa kompeten dalam pencapaian tugas.

c. Bermain  anak menikmati aktivitas santai bersama teman sebaya

(misalkan kasti); permainan cenderung memisahkan kedua lawan jenis;

(58)

41 tidak terstruktur; minat pribadi , aktivitas, dan hobi berkembang pada

saat ini.

d. Peran keluarga dan orang tua  orangtua menjadi figur yang kurang

bermakna dalam arti sebagai agens untuk sosialisasi; hubungan dengan

teman sebaya cenderung mengurangi pengaruh dominan dari orang tua

yang telah ada sebelumnya; orang tua masih merasa dan berespons

sebagai otoritas utama; harapan dari guru, pelatih, dan para tokoh

keagamaan memberi dampak terhadap perilaku anak.

e. Rencana  meningkatkan keterlibatan dalam rencana aktivitas sekolah

sesuai usia (mis. klub dan olahraga ), ekstrakulikuler (mis. pramuka),

dan kelompok sosial dan komunitas (mis. kelompok sukarela) untuk

membangun rasa pencapaian dan kebanggaan.

G. PENELITIAN TERKAIT

1. Penelitian yang dilakukan oleh Joni dan Anggoro (2012), mengenai

hubungan tingkat pengetahuan sikap dan perilaku tentang kebersihan diri

siswa SD dengan kejadian diare pada siswa SD menggunakan metode

penelitian cohort. Penelitian ini menggunakan sampel 72 siswa SDN

Pujokusuman 1. Nilai p=0,009 pada tingkat pengetahuan , nilai p=0,000

pada sikap dan perilaku atau semua nilai p<0,05 maka terdapat hubungan

yang bermakna secara statistic. Maka hasil penelitian tersebut ada

hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan perilaku anak sd tentang

Gambar

Tabel 2.1. Dosis oralit berdasarakan berat badan
Tabel 3.1 Definisi Operasional
tabel kontigensi.
Tabel 5.1 menunjukan bahwa jenis kelamin responden terbagi rata,
+5

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN YANG BENAR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI LINGKUNGAN II. KELURAHAN

Namun kebiasaan mencuci tangan pada anak tersebut memperlihatkan adanya hubungan yang positif, artinya anak yang mau melakukan cuci tangan dengan baik lebih tidak terkena

Hasil penelitian ini yaitu mengenai hubungan pengetahuan mencuci tangan dengan kejadian diare pada siswa kelas IV-VI SDN 11 Lubuk Buaya Padang didapatkan bahwa 93%

Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bantimala

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabundengan kejadian diare pada balita

Kesimpulan pada penelitian ini adalah kebiasaan cuci tangan dan penggunaan jamban sehat mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diare balita.. Saran yang

Simpulan penelitian ini adalah: angka kejadian diare di Sekolah Dasar Negeri 1, 2, dan 3 Cempaka sebagian besar dikategorikan menderita diare 65,5%;

Tingkat pengetahuan siswa tentang teknik mencuci tangan yang benar dengan kejadian diare di SDN 01 Pontianak Utara mempunyai hubungan yang signifikan (bermakna)