• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN BAP (Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN BAP (Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L )"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN BAP (Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh : Farid Fahruddin

H 1106010

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN BAP (Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

yang dipersiapkan dan disusun oleh

Farid Fahruddin H 1106010

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal :

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Dr. Samanhudi, MP, MSi NIP. 19680610 199503 1 003

Anggota I

Ir. Amalia Tetrani Sakya, MP, MPhil NIP. 19660718 199103 2 003

Anggota II

Ir. Dwi Harjoko, MP NIP. 19610805 198601 1 001

Surakarta, Januari 2011

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Konsentrasi dan frekuensi Pemberian BAP (Benzyl amino purine) terhadap

Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat sarjana S1 Pertanian di

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tak lepas dari bantuan, bimbingan dan

dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Samanhudi, SP, MSi selaku pembimbing utama.

3. Ir. Amalia Tetrani Sakya, MP, MPhil selaku pembimbing pendamping dan

pembimbing akademik.

4. Ir. Dwi Harjoko, MP selaku dosen pembahas.

5. Ayahanda, ibunda, kakanda dan adinda yang selalu memberi dukungan

semangat dan doa yang tidak pernah putus.

6. Ratna Dewi Kusumaningrum yang selalu memberi dukungan dan selalu

menemani selama penelitian.

7. Teman-teman Agronomi 2006 dan berbagai pihak yang banyak memberikan

bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2011

(4)

commit to user

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

RINGKASAN ... viii

SUMMARY ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Morfologi Tanaman Kakao ... 3

B. Pembibitan ... 6

C. Zat Pengatur Tanaman (ZPT) ... 7

III.METODE PENELITIAN ... 11

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

B. Bahan dan Alat ... 11

C. Cara Kerja Penelitian ... 11

1. Rancangan penelitian ... 11

2. Pelaksanaan penelitian ... 12

3. Variabel Pengamatan ... 14

4. Analisis Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. Tinggi Tanaman ... 16

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

C. Jumlah Daun ... 19

D. Jumlah Tanaman yang Muncul Cabang ... 21

E. Kadar Klorofil ... 23

F. Panjang Akar ... 24

G. Berat Segar Brangkasan ... 25

H. Berat Kering Brangkasan ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

A. Kesimpulan ... 30

B. Saran... 30

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN

(6)

commit to user

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik rata-rata tinggi batang bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi

pemberian BAP ... 17

2. Grafik diameter batang bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian

BAP... ... 18

3. Grafik jumlah daun bibit kakao pada umur 15 minggu setelah

tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP .... 20

4. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap

kadar klorofil pada bibit kakao... 23

5. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap

panjang akar pada bibit kakao ... 25

6. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap

berat segar brangkasan pada bibit kakao ... 26

7. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tata letak penanaman bibit kakao (Theobroma cacao L) dalam

penelitian ... 36

2. Data pengamatan bibit tanaman kakao selama 15 MST ... 37

3. Data analisa ragam uji F pada taraf 5 % dan uji jarak berganda

duncan (DMRT). ... 41

4. Skema tanaman kakao ... 43

(8)

commit to user

viii

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN BAP

(Benzyl Amino Purine) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO

(Theobroma cacao L.)

Farid Fahruddin H 1106010

RINGKASAN

Kakao (Theobroma cacao.L) merupakan salah satu komoditas andalan dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. Terbatasnya bibit bermutu yang ada di pasaran menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman kakao saat ini. Salah satu usaha untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik adalah menggunakan zat pengatur tumbuh. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh benzyl amino purine dan frekuensi pemberian yang memberikan pengaruh terbaik dalam pertumbuhan bibit kakao hingga bibit siap salur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-September 2010 di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan, yaitu konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP. Konsentrasi BAP yang digunakan terdiri atas 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm. Frekuensi pemberian yang digunakan terdiri atas satu kali pemberian, dua kali pemberian dan empat kali pemberian. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Pelaksanaan penelitian meliputi pembuatan larutan BAP, pembuatan media tanam, penyiapan benih, penanaman, perawatan, dan pemanenan. Analisa ragam dilakukan dengan uji F pada taraf 5% dan apabila beda nyata dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf nyata 5%.

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

THE EFFECT OF BAP (Benzyl Amino Purine) CONCENTRATION AND ITS GIFT FREQUENSI ON THE COCOA (Theobroma cacao L)

SEED GROWTH

Farid Fahruddin H 1106010

SUMMARY

Cocoa (Theobroma cacao.L) is one of the superior commodity and takes apart for Indonesian economic, both in domestic and abroad. The limitation of high quality seed in market was recently influence the lowness of cocoa productivity. One of the effort to get the high grade seed growth by use of growth control substance. This research is aimed to get concentratim of growth control substance Benzyl Amino Purine and its gift frequency which give the best influence to cocoa seed growth till the seed is ready to use. The research had ben done on June to September 2010 at screen house of Faculty of Agriculture UNS Surakarta. This research was Completely Randomized Design research with two treatment factors, they were the concentration of BAP treatment and its gift frequency. The concentration of BAP used were 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, and 75 ppm. The treatment frequency used 1 times,2 times, and 4 times treatment. Each of the treatment combination was replaycation three times. The activity of the research were making the BAP solution, growth media, seed preparation, planting, treatmen and reaping. Variable analysis F test 5% and if it was significant different was continued by DMRT test 5 %.

(10)

commit to user I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao.L) merupakan salah satu dari komoditas

andalan dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, baik di dalam

maupun di luar negeri. Hal ini disebabkan sekitar 90% produksi biji kakao

Indonesia dihasilkan oleh petani, dan hampir 80% dari nilai ekspor

tersebut masuk ke petani. Komoditas kakao pada masa yang akan datang

diharapkan dapat menduduki tempat yang sejajar dengan komoditas karet

dan kelapa sawit. Komoditas kakao mempunyai peluang untuk pasaran

ekspor, sehingga dapat meningkatkan devisa negara.

Terbatasnya bibit bermutu yang ada di pasaran menyebabkan

rendahnya produktivitas tanaman kakao saat ini, yakni hanya 625

kg/ha/tahun. Hal ini setara 32% dari potensi seharusnya sebesar 2.000

kg/ha/tahun. Untuk itu, diperlukan terobosan teknologi pembibitan kakao

berkualitas untuk memenuhi kebutuhan yang semakin besar dengan cara

menggunakan teknologi tepat guna, seperti pengunaan zat pengatur

tumbuh (Anonim, 2010a).

Untuk mencapai sasaran pengembangan dan produksi yang

diharapkan perlu dilakukan pengelolaan kebun yang lebih baik, di samping

pemeliharaan dan pemilihan bahan tanaman yang sesuai pada areal

perluasan. Salah satu penunjang untuk mencapai tujuan peningkatan

produksi adalah pelaksanaan pembibitan dengan baik dan benar.

Peningkatan produksi kakao sejak awal dapat dilakukan dengan berbagai

cara seperti pemakaian bibit yang baik, pemakaian pupuk yang tepat, dan

pemakaian zat pengatur tumbuh. Pada pertumbuhan tanaman kakao, hal

yang perlu diperhatikan adalah faktor periode pertumbuhan bibit. Perlu

adanya pelaksanaan pembibitan yang sempurna, karena pembibitan yang

baik merupakan usaha permulaan ke arah keberhasilan tanaman tersebut.

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Salah satu usaha untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik

adalah menggunakan zat pengatur tumbuh. Sitokinin merupakan zat

pengatur tumbuh yang banyak digunakan digunakan dalam pembibitan

tanaman, sitokinin berfungsi memacu pembelahan sel dan pembentukan

organ, menunda penuaan, meningkatkan aktivitas wadah penampung hara,

memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil, dan memacu

perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil, selain itu sitokinin

mendorong diferensiasi jaringan dalam pembentukan tunas (Abidin,

1994). Menurut Hartman dan Kester (1983) sitokinin merupakan ZPT

yang merangsang pembentukan tunas dan pembelahan sel terutama jika

diberikan bersama-sama dengan auksin.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah

pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh sitokinin jenis BAP dan

frekuensi pemberian dapat mempercepat pertumbuhan bibit kakao hingga

saat bibit siap salur.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi

zat pengatur tumbuh BAP dan frekuensi pemberian yang memberikan

pengaruh terbaik dalam pertumbuhan bibit kakao hingga bibit siap salur.

D. Hipotesis

Diduga perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh BAP

konsentrasi 50 ppm dan frekuensi pemberian 4 kali dapat memberikan

(12)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi Tanaman Kakao

Budidaya kakao umumnya dilakukan di daerah yang beriklim basah

sampai sedang (tipe Af sampai Aw menurut Koppen, A sampai D menurut

klasifikasi Schmidt-Ferguson). Daerah produsen kakao umumnya memiliki

curah hujan berkisar antara 1.250-3.000 mm tiap tahun dengan suhu antara

18-320 C. Tanaman kakao termasuk golongan tanaman C3 yaitu tanaman

yang mampu memfiksasi CO2 dalam keadaan yang tidak ada cahaya asalkan

tersedia energi untuk melakukan fiksasi. sehingga mampu melakukan

fotosintesis pada suhu rendah (Suhadi, 2002). Ditinjau dari wilayah

penanamannya, kakao ditanam pada daerah-daerah yang berada pada 100 LU

sampai dengan 100 LS (Siregar et al., 1989).

Tanaman kakao berasal dari daerah sungai Amazon dan sungai

Orimico. Penanaman kakao pertama diusahakan oleh penduduk maya dan

orang-orang Indian astec (Purseglove, 1974). Menurut Tjitrosoepomo (1988)

cit. Phai (2008), sistematika tanaman kakao sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : dicotyledonae Sub Kelas : Dialypetalae Ordo : Malvales Family : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Species : Theobroma cacao L.

Menurut Cheesman (1998) cit. Wood dan Lass (2001), kakao dibagi

menjadi tiga kelompok besar yaitu criollo, forastero dan trinitario. Sifat

criollo adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada

forastero, relatif gampang terserang hama dan penyakit. Permukaan kulit

criollo kasar, berbenjol-benjol, dan alur-alurnya jelas. Kulit tebal tetapi lunak

sehingga mudah pecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada

forastero tetapi ukuran biji besar, bentuknya bulat dan memberikan cita rasa

khas yang baik. Lama fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe forastero.

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Dalam tata niaga kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia

(fine-flavoured), sementara itu kakao forastero termasuk kakao lindak (bulk).

Tanaman kakao berbunga sepanjang tahun dan tumbuh secara

berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada batang tua, cabang

dan ranting, pada masing-masing tangkai bunga tumbuh secara teratur. Bunga

tanaman kakao mempunyai tipe seks hemaprodit yaitu setiap bunga memiliki

benang sari dan putik (Heddy, 1990).

1. Akar.

Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (radik primaria).

Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke

arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal

pertumbuhannya tidak membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar

serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan

membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang. Pada kecambah

yang telah berumur satu sampai dua minggu terdapat akar-akar cabang

(radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya akar-akar rambut

(fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung akar ini

terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (calyptra). Bulu akar

inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam mineral.

Diameter bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1

milimeter (Siregar et al., 1989).

2. Batang

Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan

biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang

primer. Letak pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette,

dengan ketinggian yang ideal 1,2-1,5 meter dari permukaan tanah dan

jorquette ini tidak terdapat pada kakao yang diperbanyak secara vegetatif

(Siregar et al., 1989).

Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman

kakao tumbuh ke arah atas dan samping. Cabang yang tumbuh kearah atas

(14)

commit to user

dengan plagiotrop. Dari batang kedua jenis cabang tersebut sering

ditumbuhi tunas-tunas air yang banyak menyerap energi, sehingga bila

dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan (Siregar

et al., 1989).

3. Bunga

Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak

(calyx) sebanyak lima helai dan benang sari (androecium) berjumlah 10

helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga

yang panjangnya 2-4 centimeter (Siregar et al., 1989).

Pembungaan kakao bersifat cauliflora, artinya bunga-bunga dan

buah tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunga terdapat

hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975 cit Jalil, 2005). Tanaman

kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak

6.000-10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah

(Siregar et al., 1989).

4. Buah

Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta

panjangnya sekitar 10-30 centimeter. Buah ini akan masak 5-6 bulan

setelah terjadi penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10

centimeter disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami

pengeringan sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao, gejala demikian

disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang

menyebabkan terhambatnya penyaluran hara yang menunjang

pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya

kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya

pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhahn buah muda

(Siregar et al., 1989).

Buah kakao merupakan buah bumi yang dagingnya sangat lunak.

Kulit buah mempunyai 10 alur dan tebal kulit buah berkisar antara satu

hingga dua cm. pada saat buah masih muda, biji menepel pada bagian kulit

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

buah terdiri dari 20 hingga 60 biji, panjang biji dua-empat cm, diameter

buah sekitar satu-dua cm, berbentuk oval atau elips (Duke, 1998).

Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan

biji untuk benih dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji

ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis rasanya (pulp atau

mucilage), pulp ini dapat menghambat perkecambahan dan karenanya biji

yang akan digunakan untuk benih harus dibersihkan dari pulp,

pembersihan ini bertujuan untuk menghindari dari kerusakan biji dimana

jika pulp ini tidak dibuang maka akan terjadi proses fermentasi sehingga

dapat merusakan biji (Suharjo dan Butar-Butar, 1979 cit jalil, 2005).

Tanaman kakao tergolong jenis tanaman indeterminate artinya

bahwa fase pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman dapat terjadi

secara bersamaan. Namun demikian sebelum tanaman memasuki fase

pertumbuhan generatif terlebih dahulu akan mengalami fase pertumbuhan

juvenil. Rentang waktu yang dibutuhkan tanaman melalui fase pertumbuhan

juvenil tersebut merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

pengusahaan tanaman kakao. Akhir fase pertumbuhan juvenil atau awal

tanaman memasuki pertumbuhan generatif ditandai oleh pembungaan

tanaman. Lama masa pertumbuhan juvenile pada tanaman kakao berkisar

antara 1-2 tahun. (Suhendi dan Agung, 2001).

B. Pembibitan

Tujuan utama pembuatan pembibitan adalah sebagai upaya

penyediaan bibit yang berkualitas baik dalam jumlah yang memadai, sesuai

dengan rencana penanaman. Dari bibit yang berkualitas baik diharapkan

akan diperoleh tanaman yang baik pula. Sebaliknya bibit yang jelek akan

menghasilkan tanaman yang jelek pula (Khaerudin, 1994).

Bibit tanaman merupakan aspek penting untuk memperoleh hasil

yang tinggi maka diperlukan bibit yang berasal dari klon-klon unggul. Perlu

pula dipilih jenis yang terbukti cocok untuk kawasan-kawasan tertentu dan

(16)

commit to user

keterangan-keterangan pedoman teknis untuk pemupukan tanaman secara

tepat (Siswoputranto, 1993).

Pembibitan tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong

plastik (polibag). Sebelum dipindahkan ke dalam polibag terlebih dahulu

biji-biji tersebut dikecambahkan dalam bedengan persemaian. Benih yang

disemai pada persemaian dalam keadaan tegak, dimana ujung biji tempat

tumbuh radikula ditegakkan di sebelah bawah. Jika keadaan lingkungan

mendukung pertumbuhan benih, maka benih tersebut akan berkecambah

pada umur 4-5 hari setelah disemai, tetapi biji yang belum berkecambah

masih dapat dibiarkan selama 2-3 hari sebelum dibuang sebagai biji apkir

bagi yang tidak tumbuh (Siregar et al., 1989).

Benih yang sudah berkecambah dipersemaian dan harus segera

dipindahkan ke polibag adalah jika keping benih (katiledon) telah tersembul

keatas permukaan media persemaian atau jika keping telah terbuka dan

sepasang daun kecil telah terbentuk. Pemindahan yang terlambat dapat

menyebabkan terputusnya akar tunggang; akar tunggang sangat penting bagi

kelanjutan pertumbuhan tanaman cokelat (Sunanto, 1992)

Stadia kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polibag adalah

kecambah yang keping bijinya belum terbuka, karena jika keping bijinya

sudah terbuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar lateral telah

bercabang-cabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan dan

sering mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga

pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Soeratno, 1980 cit Jalil, 2005).

Selanjutnya (Siregar et al., 1989) menambahkan bahwa, agar bibit tidak

rusak maka pencabutan bibit dari persemaian sebaiknya dengan

menyertakan pasir bedengan.

Somatic Embryogenesis adalah proses dimana sel somatik yang

ditumbuhkan dalam kondisi yang terkontrol berkembang menjadi sel

embriogenetik yang selanjutnya setelah melewati serangkaian perubahan

morfologi dan biokimia dapat menyebabkan pembentukan embrio somatik.

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio yang

terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat terbentuk dari

jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa melalui proses yang dikenal

dengan nama somatic embryogenesis. Jika proses ini terbentuk langsung

pada eksplan tanpa melalui proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka

prosesnya disebut somatic embryogenesis langsung (direct somatic

embryogenesis) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao,2010).

C. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

(George dan Sherrington, 1984) membedakan istilah zat pengatur

tumbuh (plant growth regulator) dari hormon tumbuhan (plant growth

substances atau plant hormones). Hormon tumbuh merupakan

senyawa-senyawa aktif dalam konsentrasi rendah yang muncul secara alami dalam

jaringan tanaman dan berfungsi sebagai pengatur tumbuh. Sedangkan zat

pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang bukan hara, yang dalam

jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dapat merubah proses

fisiologi tumbuhan dan merupakan bahan kimia sintetik dengan aktivitas

yang sama, tetapi digunakan untuk memodifikasi pertumbuhan tanaman.

Zat pengatur tumbuh memegang peran penting dalam pertumbuhan

dan perkembangan kultur, faktor yang perlu diperhatikan dalam pengunaan

zat pengatur tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh yang digunakan,

konsentrasi, urutan pengunaan, dan periode masa induksi dalam kultur

tertentu (Gunawan,1995 cit Hermawan, 2004). Zat pengatur tumbuh

mempunyai sifat merangsang, menghambat dan mengubah proses fisiologis

dalam tanaman. Oleh sebab itu salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

keberhasilan penggunaan zat pengatur tumbuh bagi tanaman adalah

konsentrasi pemberiannya. Apabila konsentrasi yang digunakan terlalu

tinggi menyebabkan kematian bagi tanaman, sedangkan konsentrasi

pemberian yang terlalu rendah menyebabkan menurunnya efek zat pengatur

(18)

commit to user

Pengatur pertumbuhan atau hormon tidak mengandung banyak zat

makanan tetapi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Zat

pengatur tumbuh dan hormon lazimnya diproduksi secara alami dalam

tumbuhan. Auksin, sitokinin, giberelin, dan etilen merupakan zat yang

digunakan sebagai hormon atau pengatur pertumbuhan (Kyte dan Kleyn,

1996).

Sitokinin adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang ditemukan

pada tanaman. Sitokinin berfungsi untuk memacu pembelahan sel dan

pembentukan organ. Salah satu jenisnya adalah BAP (6 benzyl amino

purine) (Pranata, 2004). Sitokinin merupakan hormon tumbuhan turunan

adenin yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi

mitosis. Aplikasi untuk merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan

atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk tanaman

dewasa (Setiawan, 2009).

Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh terutama memegang

peranan penting dalam proses pembelahan dan diferensiasi sel. Disamping

itu, sitokinin juga terlibat dalam proses fisiologi lainnya seperti senses

(penuaan) dan dominansi pucuk (Salisbury dan Ross, 1995).

Menurut (Yusnita, 2003) sitokinin yang sering digunakan adalah

BAP, karena selain harganya relatif murah, efektifitasnya juga tinggi.

Sedangkan Noggle dan Fritz (1983) menyatakan bahwa BAP atau 6-benzyl

amino purine ini memiliki struktur yang mirip dengan kinetin dan juga aktif

dalam pertumbuhan dan poliferasi kalus. Menurut mereka BAP merupakan

sitokinin yang paling aktif.

BAP adalah zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin yang

didefinisikan sebagai senyawa organik dan bila dikombinasikan dengan

senyawa auksin akan mendorong pembelahan sel tanaman dan menentukan

arah diferensiasi tanaman (Simatupang, 1991). Dalam pemberian zat

pengatur tumbuh harus diperhatikan konsentrasi yang tepat akan

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

menghambat atau mematikan tanaman, pada 0-2 bulan awal pertumbuhan

tanaman baik diberikan zat pengatur tumbuh (Dwidjoseputro, 1980)

Selanjutnya Lingga (1986) menyatakan bahwa, mekanisme

penggunaan zat pengatur tumbuh dapat dilakukan dengan menyemprotkan

ke daun, tetapi dapat juga mencelupkan bibit (akar) kedalam larutan zat

pengatur tumbuh tersebut. Benzil amino purine telah terbukti mempercepat

pertumbuhan sel tanaman dan baru-baru ini dikembangkan sebagai

pemelihara warna dalam sayuran seperti asparagus, brokoli, kecambah

brussels, selada, dan seledri untuk retensi warna diperpanjang selama panen,

pengiriman dan penyimpanan dengan menggunakan retensi klorofil. 6 benzil

amino purine sukses dalam meningkatkan ukuran dan karakteristik tunas

beberapa dalam berbagai buah-buahan tropis dan subtropik (Anonim,

2010b).

Tanaman kakao jika diberikan zat pengatur tumbuh yang efektif

akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang baik, dari pembibitan

sampai menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Maka dalam

pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman kakao perlu mengatur

interval waktu pemberian dan metode aplikasi yang baik. Berdasarkan hasil

penelitian Sari (1996) tentang konsentrasi dan interval waktu pemberian

pupuk cair Green Tonic terhadap pertumbuhan kakao menunjukkan

interaksi antara perlakuan konsentrasi dan interval waktu 20 hari sekali

terhadap semua parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,

luas daun, panjang akar, berat basah tanaman, berat kering tanaman.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (2005) menunjukkan

bahwa perlakuan konsentrasi Gibberellic Acid GA3 50 ppm mampu

menghasilkan pertumbuhan tinggi bibit kakao yang optimal. Tati et al.

(1991) menambahkan GA3 100 dan NAA 50 ppm dapat meningkatkan

perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit kakao, selain itu juga

(20)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan September 2010

bertempat di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman

kakao (Theobroma cacao L.) varietas Lindak klon ICS 60 berasal dari Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao Jember, tanah, pasir, pupuk kandang, sitokinin

jenis BAP (Benzyl Amino Purine).

Alat yang akan digunakan antara lain polibag, gelas ukur, paranet,

hand sprayer, alat tulis.

C. Cara Kerja Penelitian

1. Rancangan penelitian

Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

dengan tiga ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi antara konsentrasi

dan frekuensi pemberian BAP, yang terdiri atas 12 kombinasi, yaitu:

a. S0T1 : Konsentrasi BAP 0 ppm dan frekuensi Pemberian 1 kali

b. S0T2 : Konsentrasi BAP 0 ppm dan frekuensi Pemberian 2 kali

c. S0T3 : Konsentrasi BAP 0 ppm dan frekuensi Pemberian 4 kali

d. S1T1 : Konsentrasi BAP 25 ppm dan frekuensi Pemberian 1 kali

e. S1T2 : Konsentrasi BAP 25 ppm dan frekuensi Pemberian 2 kali

f. S1T3 : Konsentrasi BAP 25 ppm dan frekuensi Pemberian 4 kali

g. S2T1 : Konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi Pemberian 1 kali

h. S2T2 : Konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi Pemberian 2 kali

i. S2T3 : Konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi Pemberian 4 kali

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

j. S3T1 : Konsentrasi BAP 75 ppm dan frekuensi Pemberian 1 kali

k. S3T2 : Konsentrasi BAP 75 ppm dan frekuensi pemberian 2 kali

l. S3T3 : Konsentrasi BAP 75 ppm dan frekuensi pemberian 4 kali

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Pembuatan larutan BAP

1. 25 ppm

Pembuatan larutan BAP 25 ppm dilakukan dengan cara

menimbang 12,5 mg BAP murni kemudian dilarutkan dengan

NaOH 1 N beberapa tetes setelah itu ditambah dengan aquadest

hingga mencapai 500 ml dan diaduk hingga homogen.

2. 50 ppm

Pembuatan larutan BAP 50 ppm dilakukan dengan cara

menimbang 25 mg BAP murni kemudian dilarutkan dengan NaOH

1 N beberapa tetes setelah itu ditambah dengan aquadest hingga

mencapai 500 ml dan diaduk hingga homogen.

3. 75 ppm

Pembuatan larutan BAP 75 ppm dilakukan dengan cara

menimbang 37,5 mg BAP murni kemudian dilarutkan dengan

NaOH 1 N beberapa tetes setelah itu ditambah dengan aquadest

hingga mencapai 500 ml dan diaduk hingga homogen.

b. Penyiapan benih

Benih yang digunakan adalah biji kakao yang berasal dari

varietas Lindak klon ICS 60 yang benar-benar tua. Benih kakao

dikenal tidak memiliki masa dormansi. Benih yang digunakan sebagai

bahan tanam dikeluarkan dari bagian dalam buah dan dihilangkan

(22)

commit to user

Pembersihan lendir buah dilakukan dengan cara

meremas-remasnya menggunakan serbuk kayu lalu dicuci dengan air. Kemudian

benih ditiriskan hingga kering.

c. Pembuatan media tanam

Pembuatan media tanam ini dilakukan pada awal pelaksanaan

penelitian, media yang digunakan merupakan campuran tanah, pasir,

dan pupuk kandang dengan perbandingan (1:1:1).

d. Penanaman pada polibag

Penanaman benih pada polibag dilakukan dengan cara

membenamkan bibit pada media. Kemudian polibag yang telah terisi

benih tersebut diletakkan dalam tempat yang telah ada naungannya dan

disusun sesuai dengan rancangan yang digunakan.

e. Perawatan

1. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari 1-2 kali sehari, yaitu pagi

hari atau sore hari.

2. Pemberian BAP

Zat pengatur tumbuh diberikan sesuai dengan konsentrasi

yang telah ditentukan, yaitu 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm.

Frekuensi pemberian zat pengatur tumbuh BAP disesuaikan

dengan perlakuan yaitu frekuensi pemberian 1 kali, frekuensi

pemberian 2 kali, frekuensi pemberian 4 kali hingga bibit berumur

2 bulan setelah tanam.

Pemberian zat pengatur tumbuh pada tanaman dilakukan

dengan cara disemprotkan pada tanaman menggunakan hand

sprayer tanaman harus disungkup dan disesuaikan dengan

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

f. Pemanenan

Pemanenan bibit kakao dilakukan setelah bibit memenuhi

kriteria salur, kriteria salur antara lain: bibit telah mencapai umur 3-5

bulan, tinggi bibit 40-60 cm, jumlah daun minimum 12 lembar dan

diameter batang 0,7-1,0 cm (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 1997).

g. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali mulai dari saat

tanam sampai panen.

3. Variabel Pengamatan

a. Tinggi bibit

Tinggi bibit diamati setiap satu minggu sekali dengan cara

mengukur tinggi bibit mulai dari pangkal batang diatas permukaan

tanah sampai titik tumbuh tertinggi, dengan satuan cm.

b. Diameter batang

Diameter batang diamati satu minggu sekali dengan cara

mengukur besar diameter batang bibit pada bagian batang yang diberi

tanda.

c. Jumlah daun

Jumlah daun diamati setiap satu minggu sekali dengan cara

menghitung semua daun.

d. Jumlah tanaman yang muncul cabang

Jumlah tanaman yang muncul cabang diamati setiap satu minggu

sekali dengan menghitung banyaknya jumlah cabang yang ada.

e. Panjang akar

Panjang akar diukur mulai dari pangkal akar sampai titik tumbuh

akar terpanjang dan diukur pada saat dilakukan pemanenan.

f. Kadar klorofil

Kadar klorofil diukur pada saat dilakukan pemanenan dengan

(24)

commit to user

muda yaitu daun ke dua, daun tengah dan daun tua atau daun paling

bawah. Kemudian dari ketiganya dirata-rata

g. Berat brangkasan segar

Berat brangkasan segar dihitung pada saat pemanenan dilakukan,

dengan cara menimbang seluruh bagian tanaman.

h. Berat brangkasan kering

Berat brangkasan kering dihitung setelah brangkasan

dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan.

4. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis mengunakan analisis sidik ragam

berdasarkan uji F taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tinggi Tanaman

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), tinggi tanaman merupakan

ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan ataupun

sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau

perlakuan yang diterapkan. Pertambahan tinggi tanaman merupakan salah satu

indikasi pertumbuhan tanaman yang paling mudah untuk diamati. Tinggi

tanaman sangat sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya.

Tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh proses metabolisme dalam

tubuh tanaman itu sendiri. Dalam melangsungkan aktifitas metabolisme

tersebut tanaman membutuhkan nutrisi yang dapat diperoleh dari pemupukan

baik melalui media tanam maupun melalui daun. Pertambahan tinggi tanaman

merupakan indikator pertumbuhan tanaman normal. Hal tersebut berkaitan

erat dengan proses fotosintesis, yang akan menghasilkan fotosintat yang

digunakan tanaman untuk proses pertumbuhannya. Hasil analisis ragam uji F

perlakuan konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP menunjukkan bahwa

tidak berpengaruh nyata. Seperti yang dikatakan oleh Gardner (1991), bahwa

auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang

khususnya merangsang perpanjangan sel, sedangkan sitokinin (kinin) untuk

merangsang pembelahan sel (sitokinensis). Jadi sitokinin tidak berpengaruh

pada pemanjangan sel.

Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan kakao yang

tertinggi pada perlakuan BAP 50 ppm dan frekuensi 4 kali yaitu 28,9 cm, dan

rata-rata yang paling rendah pada perlakuan BAP 75 ppm dan frekuensi 1 kali

yaitu 23 cm (tabel lampiran 1). Hal ini disebabkan karena sitokinin (BAP)

lebih aktif dalam pembentukan tunas atau cabang. Wilkins, 1989 cit

Wahyanto, 2005 mengatakan BAP merupakan golongan sitokinin aktif yang

bisa diberikan pada tunas pucuk dan akan mendorong proliferasi tunas yaitu

keluarnya tunas lebih dari satu.

(26)

commit to user

Gambar 1. Grafik rata-rata tinggi batang bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP.

Pertumbuhan tinggi bibit meningkat pada awal pertumbuhan tetapi

setelah 6 minggu setelah tanam pertumbuhan kakao menunjukan pertumbuhan

yang hanya bertambah sedikit, hal ini disebabkan suhu pada rumah kaca

meningkat cukup tinggi yaitu menjadi sekitar 330-400 C, sedangkan suhu

untuk pertumbuhan kakao yang paling baik sekitar 240-320 C, walaupun sudah

diberikan paranet untuk mengurangi intensitas cahaya tetapi tidak berpengaruh

terhadap pertumbuhan tinggi bibit.

Penyebab lainnya seperti yang dikatakan Abidin (1994) bahwa

sitokinin adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang ditemukan pada

tanaman. Jadi dalam fisiologi tanaman itu sendiri juga menghasilkan zat

pengatur tumbuh, sehingga pemberian tambahan BAP pada waktu yang tidak

tepat pada konsentrasi berapapun menjadi tidak efektif.

0 5 10 15 20 25 30 35

1 3 6 9 12 15

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

B. Diameter Batang

Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua titik

pada lingkaran disekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang.

Diameter batang adalah dimensi pohon atau tanaman yang paling mudah

diperoleh/diukur terutama pada tanaman bagian bawah (Anonim, 2010c).

Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi dan

frekuensi pemberian BAP tidak berpengaruh terhadap diameter pangkal

batang bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam. Rata-rata diameter

batang bibit kakao umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi

dan frekuensi pemberian BAP dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik diameter batang bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP.

Gambar 2 menunjukkan bahwa rata-rata diameter pangkal batang

tinggi bibit kakao terbesar pada umur 15 minggu setelah tanam dijumpai pada

konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi pemberian 4 kali yaitu 0,84 cm, dan

yang tekecil yaitu pada bibit yang berfungsi sebagai control dan perlakuan

konsentrasi 75 ppm frekuensi pemberian 1 kali merupakan rata-rata diameter

yang terkecil yaitu 0,70 cm (tabel lampiran 2). Diduga konsentrasi 50 ppm dan

frekuensi pemberian 4 kali paling optimal dibandingkan konsentrasi 25 ppm

dan 75 ppm, hal ini pada konsentrasi 50 ppm dan frekuensi 4 kali dapat

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

1 3 6 9 12 15

(28)

commit to user

memacu pembelahan sel merismatik jaringan sekunder batang yang cenderung

akan melebar.

Sumiati cit Yanuarta (2007), bahwa efektifitas zat pengatur tumbuh

tidak hanya ditentukan oleh konsentrasi tetapi juga oleh aplikasi yang sesuai

dengan fase pertumbuhan tanaman. Wattimena et al. (1991) menyatakan juga

bahwa tanaman akan responsif terhadap zat pengatur tumbuh jika diberikan

pada masa peka tanaman tersebut.

C. Jumlah Daun

Daun merupakan pabrik karbohidrat bagi tanaman budidaya. Dalam

hal ini daun diperlukan untuk penyerapan dan merubah cahaya matahari

melalui proses fotosintesis yang digunakan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis

pada tumbuhan tingkat tinggi. Permukaan luar daun yang luas dan datar

memungkinkannya menangkap cahaya semaksimal mungkin per satuan

volume dan meminimalkan jarak yang harus ditempuh oleh CO2 dari

permukaan daun ke kloroplas (Gardner et al. 1991).

Daun secara umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat

utama. Pengamatan variabel daun sangat diperlukan, yaitu sebagai indikator

pertumbuhan dan data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan

yang terjadi, misalnya pada pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno,

1995). Organ tanaman yang utama dalam menyerap radiasi matahari adalah

daun. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang maksimal, tanaman harus

memiliki cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar

radiasi matahari yang jatuh pada tajuk tanaman tersebut karena hasil berat

kering total merupakan hasil efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi

matahari yang tersedia selama pertumbuhan oleh tajuk tanaman (Goldsworthy

dan Fisher, 1996).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan

frekuensi pemberian BAP memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5%

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP setelah diuji dengan DMRT 5%

tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap rata-rata jumlah daun tanaman kakao umur 15 MST

Konsentrasi BAP Rata-rata

0 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm 15,56 a 17,89 b 15,11 a 16,89 ab

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Jumlah daun pada bibit tanaman kakao jika dianalisis dengan uji

Duncan 5% terdapat beda nyata antar konsentrasi yang satu dengan yang lain.

Konsentrasi BAP 25 ppm merupakan konsentrasi yang berbeda nyata terhadap

jumlah daun kakao pada 15 MST. Sesuai dengan yang dikatakan Abidin,

(1994) bahwa pengunaan zat pengatur tumbuh yang konsentrasinya terlalu

tinggi justru akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan proses

fisiologi tanaman. Pengaruh pengunaan konsentrasi dan frekuensi pemberian

BAP terhadap pertumbuhan rata-rata jumlah daun bibit kakao umur 15

minggu setelah tanam dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik jumlah daun bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1 3 6 9 12 15

ju m la h d a u n ( H e la i)

Waktu pengamatan (MST)

(30)
[image:30.595.113.517.237.488.2]

commit to user

Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit kakao terbesar pada

umur 15 minggu setelah tanam dijumpai pada konsentrasi BAP 25 ppm dan

frekuensi pemberian 2 kali yaitu 18,33 (tabel lampiran 3). Hal tersebut

dikarenakan konsentrasi 25 ppm yang dapat dimanfaatkan tanaman untuk

meningkatkan jumlah daun. Yelnititis et al. (1991) menambahkan bahwa

penambahan sitokinin dapat mendorong meningkatkan jumlah dan ukuran

daun. Bibit yang berfungsi sebagai control dan pada perlakuan konsentrasi 50

ppm frekuensi 2 kali merupakan jumlah daun terkecil yaitu 13,33.

Waloyaningsih (2008) menambahkan bahwa peningkatan konsentrasi BAP

dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan penurunan jumlah daun.

D. Jumlah Tanaman yang Muncul Cabang

Semakin aktif fotosintesis berarti semakin banyak pula fotosintat

dibagikan pada akar, batang, dan daun. Batang sebagai daerah pembagian

fotosintat memanfaatkan untuk pemanjangan dan pelebaran batang. Dengan

meningkatnya pemanjangan dan pelebaran batang tersebut secara tidak

langsung juga meningkatkan jumlah percabangan pada tanaman (Gardner et

al., 1991).

Pada 15 minggu setelah tanam bibit tanaman kakao konsentrasi 75

ppm menunjukan bahwa konsenrasi BAP dapat mempercepat pertumbuhan

cabang yaitu sebesar 4 tanaman yang muncul cabang, konsentrasi 25 ppm

menunjukan hanya satu tanaman yang muncul cabang, sedangkan pada

konsentrasi 0 ppm dan 50 ppm menunjukkan tidak adanya cabang yang

muncul. Hal ini diduga konsentrasi 75 ppm yang diberikan optimal dan dapat

dimanfaatkan tanaman dalam peningkatan jumlah cabang pada bibit tanaman

kakao. Heddy (1986) menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh

pada jumlah yang optimum akan merangsang aktivitas pada pembelahan sel

pada jaringan meristimatik sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan.

Proses utama yang dirangsang adalah pembelahan sel, pembesaran sel dan

deferensiasi sel yang meliputi pembentukan akar dan pembentukan tunas

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

optimal dan mempercepat pertumbuhan tunas lateral. Selain itu faktor

lingkungan juga memengaruhi pertumbuhan cabang yaitu tingginya suhu,

intensitas cahaya, temperatur dalam rumah kaca sangat tinggi yaitu 330-400C

sedangkan temperatur yang ideal untuk tanaman kakao yaitu sebesar 28-32

(maksimum) dan 180-210 (minimum). Temperatur dan pencahayaan penuh

yang tinggi akan mengakibatkan gugur daun, batang kecil, daun sempit,

sedikitnya cabang yang terbentuk dan tanaman relatif pendek. Selain itu

diduga faktor genetik bahan tanaman berbeda walaupun bahan tanaman yang

digunakan dari varietas yang sama. Apabila bahan tanaman yang mempunyai

susunan genetik berbeda ditanam pada media dan lingkungan yang sama,

maka keragaman tanaman yang muncul dapat dihubungkan dengan perbedaan

susunan genetik (Sitompul dan Guritno, 1995).

E. Kadar Klorofil

Kandungan klorofil daun diperlukan untuk mengetahui besar kecilnya

laju fotosintesis karena klorofil merupakan pigmen yang paling penting dalam

proses fotosintesis (Gardner et al., 1991). Salah satu aspek fisiologi yang

secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan daya hasil tanaman

adalah kandungan klorofil tanaman. Molekul klorofil merupakan penyerap

energi radiasi matahari dan sebagai organel yang dapat mengubah energi

radiasi menjadi energi kimia (Utomo et al., 2001).

Perlakuan konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP tidak

berpengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil bibit tanaman kakao. Rata-rata

diameter batang bibit kakao umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa

(32)

commit to user

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap kadar klorofil pada bibit kakao.

Kadar klorofil yang tertinggi pada perlakuan konsentrasi BAP 50 ppm

dan frekuensi pemberian 4 kali yaitu sebesar 38,37 dan yang terkecil pada

perlakuan konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi pemberian 2 kali sebesar

29,87 (tabel lampiran 5). Hal ini diduga disebabkan oleh faktor genetik pada

bahan tanaman kakao bebeda, yaitu terdapat perbedaan genetik pada bahan

tanaman kakao walaupun bahan dari varietas yang sama, dengan perbedaan ini

akan menyebabkan adanya keragaman dalam pertumbuhan, selain itu diduga

adanya perbedaan luas daun yang akan menyebabkan perbedaan kemampuan

tanaman untuk menangkap sinar matahari yang akan menyebabkan perbedaan

daun untuk berfotosintesis. Sesuai dengan yang diungkapkan ( Sitompul dan

Guritno, 1995 ) bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu

penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik akan

diekspresikan pada suatu fase atau keseluruhan fase pertumbuhan dan juga

pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman.

Keragaman penampilan tanaman akibat keragaman genetik mungkin terjadi

meskipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

k

a

d

a

r

k

lo

ro

fi

l

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

F. Panjang Akar

Akar merupakan organ tanaman yang sangat penting. Fungsinya cukup

banyak, diantaranya merupakan pondasi batang, penyerap unsur hara,

mineral, dan air dari dalam tanah. Pertumbuhan akar yang kuat diperlukan

untuk kekuatan dan pertumbuhan pucuk. Apabila akar mengalami kerusakan

karena gangguan secara biologis, fisik, atau mekanis dan menjadi kurang

berfungsi maka pertumbuhan pucuk juga terhambat (Gardner et al, 1991).

Perlakuan konsentrasi BAP tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap panjang akar. Fernquist (1966) cit Gardner et al. (1991), pada stek

batang sitokinin sangat menghambat pembentukan awal perakaran, lebih

parah penghambatannya dibandingkan dengan GA, sedangkan auksin

merangsang pembentukan awal perakaran. Semakin baik pertumbuhan akar

semakin baik pula akar menyerap unsur hara dan digunakan untuk

pertumbuhan termasuk pertambahan jumlah daun. Panjang akar dipengaruhi

oleh kondisi kandungan air dan hara dalam media (Islami dan Utomo, 1995).

Hasil pengamatan pada akhir penelitian, diketahui bahwa akar bibit

tanaman kakao terpanjang diperoleh pada perlakuan BAP dengan konsentrasi

25 ppm dan frekuensi pemberian 2 kali yaitu 35,33 cm (tabel lampiran 5).

Sedangkan panjang akar terendah bibit tanaman kakao dijumpai pada

perlakuan BAP 50 ppm dan frekuensi pemberian 1 kali yaitu 16 cm. Diduga

konsentrasi BAP yang diberikan tidak ditranslokasikan kebagian sel akar,

kemungkinan disebabkan akar tanaman telah mengandung kinin yang

menghambat perpanjangan akar. Zat pengatur tumbuh akan efektif bila

diberikan pada fase pertumbuhan tertentu, dan pada keadaan tertentu

(Suryaningsih, 2004). Panjang akar bibit tanaman kakao yang diperlakukan

(34)

commit to user

Gambar 5. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap panjang akar bibit kakao pada umur 15 MST.

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi panjang akar adalah

lingkungan tanah, baik kelembaban, temperatur maupun kandungan nutrisi

tanah. Dwijoseputro (1980) menyatakan bahwa akar tanaman akan terus

mencari unsur hara dan air yang dibutuhkan tanaman sehingga tanaman

dengan media yang subur mempunyai kecenderungan akar lebih pendek

dibandingkan dengan media yang kurang subur.

G. Berat Segar Brangkasan

Panjang dan diameter akar akan mempengaruhi berat brangkasan.

Berat segar brangkasan juga dipengaruhi pengambilan air oleh tanaman

(Sitompul dan Guritno, 1995). Menurut Gardner et al., (1991) berat

brangkasan segar tanaman dicerminkan oleh banyaknya penyerapan air dalam

tanah oleh tanaman. Penyerapan air oleh tanaman tergantung pada banyak

sedikitnya air dalam tanah.

Menutut Dwijoseputro (1980) berat segar brangkasan dipengaruhi oleh

unsur hara dalam sel-sel jaringan tanaman. Dengan terbentuknya akar,

kegiatan fisiologis tanaman dalam menyerap air untuk proses fotosintesis

0 5 10 15 20 25 30 35 40

p

a

n

ja

n

g

a

k

a

r

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dapat berlangsung dengan baik pada pertumbuhan selanjutnya. Pertumbuhan

akar yang cepat menyebabkan penyerapan unsur hara dan air untuk proses

fotosintesis lebih optimal, asimilat yang dihasilkan digunakan untuk

perkembangan tanaman bertambah cepat sehingga berat segar brangkasan

akan bertambah berat nya.

Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi dan

frekuensi pemberian BAP tidak berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan

segar bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam. Pengaruh konsentrasi

dan frekuensi pemberian BAP terhadap berat segar brangkasan dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap berat segar brangkasan bibit kakao pada umur 15 MST.

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada umur 15 minggu setelah tanam

pada perlakuan konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi 4 kali merupakan berat

segar yang tertinggi yaitu sebesar 15,97 g, dan perlakuan 50 ppm dan

frekuensi 1 kali merupakan berat segar terendah yaitu sebesar 10,11 g (tabel

lampiran 5). Hal ini terjadi diduga karena dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu faktor lingkungan seperti tanah, kelembaban, temperatur, maupun faktor

genetik pada bibit tanaman kakao yang digunakan.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

b

e

ra

t

se

g

a

r

[image:35.595.136.514.232.537.2]
(36)

commit to user

Nilai berat segar brangkasan dipengaruhi oleh kadar air jaringan, unsur

hara dan metabolisme (Salisbury dan Ross, 1995). Ditambahkan oleh Harjadi

(1991) bahwa membesarnya sel tanaman akan membentuk vakuola sel yang

besar sehingga mampu menyerap air dalam jumlah banyak, selain itu

pembentukan protoplasma tanaman akan bertambah sehingga dapat

menyebabkan peningkatan berat segar dan hasil segar tanaman.

H. Berat Kering Brangkasan

Pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan dengan cara

penimbangan bahan tanaman yang telah dikeringkan. Pengeringan bahan

bertujuan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan, untuk

menghasilkan brangkasan kering ini dilakukan dengan cara membungkus

semua bagian bibit tanaman kakao sesaat setelah panen dengan kertas

selanjutnya dimasukkan kedalam oven dengan suhu 800 C sampai berat bahan

konstan. Untuk mengukur produktivitas tanaman akan relevan mengunakan

berat brangkasan kering (Salisbury dan Ross, 1995), menurut Lakitan (1996)

berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang

berhasil disintesis tanaman dari senyawa organik maupun anorganik, terutama

air dan karbondioksida.

Berat brangkasan kering merupakan keseimbangan antara pengambilan

CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran (respirasi). Apabila respirasi lebih besar

dibanding fotosintesis, tumbuhan ini berkurang berat keringnya, begitu juga

sebaliknya (Gardner et al., 1991). Ditambahkan Dwijoseputro (1980) bahwa

90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis dan analisis pertumbuhan

tanaman dapat diketahui dengan berat kering.

Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa produksi tanaman

biasanya lebih akurat dinyatakan dengan berat kering daripada berat segar

karena kondisi berat segar tanaman masih sangat dipengaruhi oleh kondisi

kelembaban yang ada pada saat itu. Karena itu variabel berat kering dapat

dipakai sebagai ukuran global pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai

konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP tidak berpengaruh nyata terhadap

berat berangkasan kering bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam.

Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap berat kering

brangkasan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP terhadap berat kering brangkasan bibit kakao pada umur 15 MST.

Gambar 7 menunjukkan bahwa pada umur 15 minggu setelah tanam

pada perlakuan konsentrasi BAP 50 ppm dan frekuensi 4 kali merupakan berat

brangkasan kering yang tertinggi yaitu sebesar 5,17 g, dan perlakuan 50 ppm

dan frekuensi 1 kali merupakan berat segar terendah yaitu sebesar 3,04 g

(tabel lampiran 5). Dengan tingginya berat brangkasan kering yang dihasilkan

menunjukkan bahwa proses asimilasi pada tanaman berjalan secara maksimal.

Sedangkan jika berat kering rendah menandakan bahwa pertumbuhan

terhambat sehingga proses asimilasi terganggu dan berpengaruh terhadap

pembentukan hasil. Produksi fotosintat yang lebih besar memungkinkan

membentuk seluruh organ tanaman lebih besar seperti daun, batang dan akar

0 1 2 3 4 5 6

B

b

e

ra

t

k

e

ri

n

g

[image:37.595.149.508.211.494.2]
(38)

commit to user

yang kemudian menghasilkan produksi bahan kering yang semakin besar

(Sitompul dan Guritno, 1995).

Cahaya menentukan proses fotosintesis melalui organel penyelenggara

fotosintesis. Klorofil dan enzim ribulose bifosfat karboksilase oksigenase

(Rubisco) adalah molekul yang paling berperan dalam proses fotosintesis.

Peningkatan berat kering terjadi karena laju fotosintesis berupa fotosintat yang

merupakan hasil akhir dari proses metabolisme.

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2

Produk akhir dari proses fotosintesis adalah glukosa. Glukosa

merupakan materi dasar penyusun materi organik di dalam sel tanaman seperti

senyawa struktural, metabolik, dan cadangan makanan yang penting.

Bagian-bagian sel tanaman seperti sitoplasma, inti sel dan dinding sel tersusun atas

materi organik tersebut. Proses ini mengakibatkan akumulasi bahan kering

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP tidak berpengaruh

terhadap tinggi bibit, diameter batang bibit, kadar klorofil, panjang

akar, berat segar brangkasan, dan berat kering brangkasan tetapi

memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun.

2. BAP konsentrasi 25 ppm memberikan pengaruh nyata pada

peningkatan jumlah daun.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan zat pengatur

tumbuh dan frekuensi pemberian BAP terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Gambar

Grafik rata-rata tinggi batang bibit kakao pada umur 15 minggu setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP ...............................................................................
Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan kakao yang
Gambar 2. Grafik diameter batang bibit kakao pada umur 15 minggu  setelah tanam pada beberapa konsentrasi dan frekuensi pemberian BAP
Tabel 1.  Pengaruh konsentrasi BAP terhadap rata-rata jumlah daun tanaman kakao umur 15 MST  Konsentrasi BAP Rata-rata
+4

Referensi

Dokumen terkait

a. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam

Pandangan Kuntowijoyo di atas, selaras dengan yang disampaikan Syahrin Harahap bahwa salah satu ciri dari masyarakat industrial adalah terciptanya budaya dunia yang

Tujuan dari Aspek Manusia dalam Mengelola Perubahan adalah untuk dapat memberdayakan setiap orang yang terkena dampak dari perubahan organisasi agar dapat

Akan tetapi indikator tersebut relevan dijadikan sebagai ukuran dasar pengelolaan hutan lestari untuk aspek produksi karena indikator tersebut merupakan

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis eksplanatori, yaitu penelusuran sebab-akibat dari suatu proses dan hubungan-hubungan yang ada pada

Berdasarkan hasil wawancara dengan para istri pelaku perkawinan poligami di Desa Hampalit, pada prakteknya perbedaan konsep keadilan yang diterapkan oleh pelaku

Dugaan Amerika Serikat bahwa Irak mensponsori terorisme tidak terbukti dan tidak ada bukti bahwa Saddam Hussein terlibat dengan peristiwa 9/11 sehingga pemerintah AS

berdasarkan respon kiai terhadap sejumlah indikator yang digunakan untuk mengukur variabel input, proses dan output, dapat disimpulkan bahwa pada aspek kelembagaan, rata‑rata