• Tidak ada hasil yang ditemukan

Increasing Hybrid Corn Seed Production through Optimization of Population and Ratio of Male to Female Parents

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Increasing Hybrid Corn Seed Production through Optimization of Population and Ratio of Male to Female Parents"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN

RASIO TETUA JANTAN BETINA

PATTA SIJA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2013

(4)
(5)

ABSTRACT

PATTA SIJA. Increasing Hybrid Corn Seed Production through Optimization of Population and Ratio of Male to Female Parents. Supervised by MEMEN SURAHMAN and FAIZA C. SUWARNO.

Attempts to increase seed yield of hybrid corn has been done, but the results have not been satisfactorily achieved. Researches should be done in various aspects such as row ratio of parents, planting density, optimum days to harvest and influence of climatic factors (sunlight and rainfall), season and agroecology. The aim of study are to obtain optimum plant population and rasio of male to female parents for increasing seed yield of hybrid corn and to study seed quality of Bima 3 and STJ-01 varieties. The seeds used in the research were parents of Bima 3 (Nei90008 line as female, Mr14 line as male) and STJ-01 (Bima 5 variety as female, Nei9008 line as male). The experiment was arranged in a randomized complete block design with two factors and three replications (replications was nested in factor of parent ratio). The first factor was male to female parent ratio (1:4, 1:5 and 2:6) and the second factor was plant population (66 667 plants/ha, 83 333 plants/ha and 90 000 plants/ha). Combined analysis of variance was performed to understand the effects of both factors and their interactions. The results showed that plant population did not significantly affect plant height of Bima 3 and STJ-01 parents, ear height of Bima 3 and STJ-01 female parents, leaf area index of STJ-01 female parent, number of ear of Bima 3 female parent, ear weight of Bima 3, and seed yield of Bima3 and STJ-01. The effect of parents ratio was significant for seed yield of Bima 3 and STJ-01. The highest seed yield of Bima 3 variety was achieved at parent ratio 1: 5 (1.43 tons/ha) and the highest seed yield of STJ-01 was achieved at parent ratio 1:4 (3 tons/ha). Seed quality of Bima 3 variety was better than that of STJ-01. The seedling growth of Bima 3 was more simultaneous more tolerant to drought based on germination percentage and speed of germination and more tolerant to salinity based on the number of green leaves.

(6)
(7)

RINGKASAN

PATTA SIJA. Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan FAIZA C. SUWARNO

Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih jagung hibrida sudah pernah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Penelitian harus dilakukan dalam berbagai aspek seperti rasio baris penanaman tetua, kerapatan tanaman dan waktu panen yang optimal serta pengaruh faktor iklim (cahaya matahari dan curah hujan), musim dan agroekologi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan populasi dan rasio tetua jantan betina yang optimal untuk meningkatkan produksi benih jagung hibrida dan mempelajari mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01.

Benih jagung yang digunakan dalam penelitian adalah tetua varietas Bima 3 (galur Nei9008 sebagai betina; galur Mr14 sebagai jantan) dan tetua STJ-01 (varietas Bima 5 sebagai betina; galur Nei9008 sebagai jantan) berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Varietas Bima 3 merupakan golongan hibrida silang tunggal (single cross) dan STJ-01 adalah golongan hibrida silang tiga jalur (three way cross).

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu : (1) pengaruh perlakuan populasi tanaman dan rasio tetua terhadap pertumbuhan tanaman dan produktivitas benih dan (2) evaluasi mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01. Percobaan 1 dilaksanakan di lapangan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor dan tiga ulangan (ulangan tersarang pada faktor rasio tetua). Faktor pertama adalah rasio jantan dan betina (R) terdiri atas rasio tetua 1 : 4 (R1), rasio tetua 1 : 5 (R2) dan rasio tetua 2 : 6 (R3). Faktor kedua adalah populasi tanaman (P) terdiri atas 66 667 tanaman/ha (P1), 83 333 tanaman/ha (P2) dan 90 000 tanaman/ha (P3). Setiap lokasi disusun oleh taraf faktor rasio tetua yang sama tetapi taraf populasi berbeda. Analisis ragam gabungan digunakan untuk mengetahui pengaruh kedua faktor perlakuan dan interaksinya. Pengujian kehomogenan ragam dilakukan sebelum dianalisis ragam gabungan. Percobaan 2 dilaksanakan di laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Pengujian viabilitas dan vigor benih disusun oleh satu faktor yaitu varietas (Bima 3 dan STJ-01), pengujian vigor benih terhadap kekeringan (dua faktor : varietas dan tekanan osmotik PEG 6000) dan pengujian vigor benih terhadap salinitas (dua faktor : varietas dan konsentrasi NaCl). Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji α=5%.

(8)

Rasio tetua berpengaruh terhadap produktivitas benih Bima 3 dan STJ-01. Produktivitas benih jagung varietas Bima 3 tertinggi diperoleh pada rasio tetua 1:5 yaitu 1.43 ton/ha dan produktivitas benih jagung STJ-01 tertinggi pada rasio tetua 1:4 yaitu 3 ton/ha.

Mutu benih jagung varietas Bima 3 lebih baik dibandingkan dengan STJ-01. Pertumbuhan kecambah benih varietas Bima 3 lebih serempak, lebih toleran terhadap kekeringan berdasarkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada tekanan osmotik -0.06 bar dan lebih toleran terhadap cekaman salinitas pada konsentrasi NaCl 4000 ppm berdasarkan jumlah daun hijau.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(10)
(11)

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN

RASIO TETUA JANTAN BETINA

PATTA SIJA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina

Nama : Patta Sija

NRP : A251100121

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr. Ketua

Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 sampai Oktober 2012 adalah produksi benih, dengan judul Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing, Dr Ir Abdul Qadir, M.Si. sebagai penguji luar komisi, Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. sebagai Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih serta Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa pendidikan.

Terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta Alm. Paling Banawa atas doa, nasehat, motivasi dan kasih sayangnya sampai akhir khayat beliau sebelum penelitian dimulai dan Ibunda tercinta Sitti Maryam atas doa, nasehat, motivasi dan kasih sayangnya yang diberikan kepada penulis selama studi, kepada tanteku Sitti Aminah serta seluruh keluargaku atas doa dan dukungannya. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada isteriku tercinta Aisyah Ahmad atas segala pengertian, dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan pendidikan, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo beserta staf, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Gorontalo beserta staf, teman-teman Keluarga Benih Angkatan 2010 atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan, Bapak Darwan Botutihe dan Kak Ramu, Siswa-Siswi PKL SMK Negeri 1 Bone Raya, SMK Negeri Model dan SMK Negeri 1 Paguyaman dan akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang berlipatganda, jazakumullohu khoiron katsiro.

Harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2013

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Juni 1977 sebagai anak sulung dari pasangan Paling Banawa (alm) dan Sitti Maryam. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 2002.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih ... 14

Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01 ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Karakteristik Lokasi Penelitian ... 21

Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih . ... 22

Analisis Ragam Variabel Agronomis ... 22

Tinggi Tanaman ... 23

Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01 ... 32

Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih ... 32

Pengujian Vigor Benih terhadap Kekeringan ... 32

Pengujian Vigor Benih terhadap Salinitas ... 34

SIMPULAN DAN SARAN ... 37

Simpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Analisis ragam variabel agronomis tetua Bima 3 dan STJ-01 ... 23 2 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi

tanaman ... 24 3 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi letak

tongkol ... 25 4 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap indeks luas

daun ... 26 5 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah

tongkol panen ... 28 6 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot tongkol

tanpa kelobot... 29 7 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap hasil benih. ... 30 8 Pengaruh varietas terhadap daya berkecambah, indeks vigor,

kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan keserempakan

tumbuh ... 32 9 Pengaruh interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000

terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh ... 33 10 Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks

vigor, potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot

kering akar ... 34 11 Pengaruh varietas dan NaCl terhadap tinggi bibit, jumlah daun hijau,

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tata letak petak percobaan ... 47 2 Tata letak tetua jantan dan betina ... 48 3 Data iklim lokasi penelitian ... 49 4 Hasil analisis tanah lokasi penelitian ... 50 5 Deskripsi galur Mr14 ... 51 6 Deskripsi galur Nei9008... 52 7 Deskripsi varietas Bima 5... 53 8 Deskripsi varietas Bima 3 ... 54 9 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

daya tumbuh tetua jantan Bima 3 ... 55 10 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

daya tumbuh tetua betina Bima 3 ... 55 11 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

umur berbunga tetua jantan Bima 3 ... 55 12 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

umur berbunga tetua betina Bima 3 ... 56 13 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

tinggi tanaman tetua jantan Bima 3 ... 56 14 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

tinggi tanaman tetua betina Bima 3 ... 56 15 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

tinggi letak tongkol tetua betina Bima 3 ... 57 16 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

indeks luas daun tetua betina Bima 3 ... 57 17 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

jumlah tongkol panen tetua betina Bima 3 ... 57 18 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

bobot tongkol tanpa kelobot tetua betina Bima 3 ... 58 19 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

berat kering brangkasan tanaman tetua betina Bima 3... 58 20 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

(26)

21 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

diameter tongkol Bima 3 ... 59 22 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

jumlah biji per tongkol Bima 3 ... 59 23 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

hasil benih Bima 3... 59 24 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

daya tumbuh tetua jantan STJ-01 ... 60 25 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

daya tumbuh tetua betina STJ-01 ... 60 26 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

umur berbunga tetua jantan STJ-01 ... 60 27 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

umur berbunga tetua betina STJ-01 ... 61 28 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

tinggi tanaman tetua jantan STJ-01 ... 61 29 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

tinggi tanaman tetua betina STJ-01 ... 61 30 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

tinggi letak tongkol tetua betina STJ-01... 62 31 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

indeks luas daun tetua betina STJ-01 ... 62 32 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

jumlah tongkol panen tetua betina STJ-01 ... 62 33 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

bobot tongkol tanpa kelobot tetua betina STJ-01 ... 63 34 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

bobot kering brangkasan tanaman tetua betina STJ-01... 63 35 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

panjang tongkol STJ-01... 63 36 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

diameter tongkol STJ-01 ... 64 37 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

jumlah biji per tongkol STJ-01 ... 64 38 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap

hasil benih STJ-01 ... 64 39 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) terhadap

daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi

(27)

40 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) dan PEG 6000 terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh,

potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot kering akar ... 66 41 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) dan NaCl

terhadap tinggi tanaman, jumlah daun hijau, panjang akar dan bobot

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Program pengembangan jagung dalam upaya peningkatan produksi berlandaskan pada tingkat produktivitas yang telah dicapai saat ini. Program pemantapan produktivitas dilakukan pada daerah-daerah yang telah memiliki produktivitas tinggi (> 6 ton/ha). Daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah (< 5 ton/ha), diprogramkan pergeseran penggunaan jagung ke jenis hibrida dan komposit unggul dengan menggunakan benih berkualitas (Purwanto 2007).

Program pengembangan jagung hibrida merupakan salah satu strategi kebijakan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen jagung yang tangguh dan mandiri. Peningkatan produktivitas dengan memperluas penggunaan benih bermutu di tingkat petani dilakukan melalui penggunaan benih jagung hibrida. Penggunaan benih hibrida diharapkan meningkat 5% setiap tahun. Tahun 2010 penggunaan benih jagung hibrida diproyeksikan 50% dan pada tahun 2025 sebesar 75% (Takdir et al. 2007).

(29)

2

Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih jagung hibrida sudah pernah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Penelitian harus dilakukan dalam berbagai aspek seperti rasio baris penanaman tetua, kerapatan tanaman dan waktu panen yang optimal serta pengaruh faktor iklim (cahaya matahari dan curah hujan), musim dan agroekologi (Sutoro et al. 1988; Koshawatana et al. 2002; Fadhly et al. 2010).

Optimalisasi populasi tanaman merupakan salah satu cara dalam meningkatkan produksi benih jagung hibrida. Jumlah populasi tanaman per hektar merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Jika populasi tanaman lebih rendah dari populasi tanaman optimal maka produksi per hektar akan rendah dan gulma juga akan banyak (Allard 1999), akan tetapi jika peningkatan populasi masih di bawah peningkatan kompetisi maka peningkatan produksi akan tercapai pada populasi yang lebih padat (Liu et al. 2004).

Menurut Xue et al. (2002), salah satu faktor efektif dan penting adalah populasi tanaman per hektar yang optimal dan respon jagung hibrida yang berbeda terhadap kepadatan tanaman. Populasi tanaman adalah faktor yang paling sering berubah selama enam dekade terakhir sebagai akibat dari toleransi hibrida terbaru yang diintroduksi ke populasi tanaman yang tinggi (Tollenaar & Lee 2002). Pampolino et al. (2009) menyatakan bahwa populasi tanaman untuk target hasil 10 t/ha atau lebih adalah 75.000 tanaman/ha dan jika musim kurang mendukung populasi tanaman adalah 65.000 – 70.000 tanaman/ha.

Kepadatan tanaman yang tinggi meningkatkan hasil panen sereal bila dibandingkan dengan kepadatan tanaman yang direkomendasikan dalam beberapa studi (von Qualen et al. 1993; Lafarge & Hammer 2002; Conley et al. 2005). Peneliti lain menemukan bahwa kepadatan tanaman tidak berpengaruh pada hasil panen jagung (Ma et al. 2003; Aflakpui et al. 2005; Shapiro & Wortmann 2006). Kepadatan tanaman memiliki efek signifikan terhadap hasil dan komponen hasil jagung hibrida (Sharifi et al. 2009).

(30)

3

tergantung pada faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, kelembaban (Gonzalo et al. 2006), pola tanam dan waktu panen.

Benih jagung hibrida memberikan hasil yang jauh lebih besar dari hasil yang dicapai kedua tanaman induknya dan di atas hasil populasi non hibrida (Mugnisjah & Setiawan 1990). Kenaikan hasil disebabkan oleh pertambahan ukuran atau vigor pada hibrida F1 yang melebihi tetua-tetuanya atau melebihi rata-rata tetuanya (heterosis/hybrid vigour). Tanaman F1 yang memperlihatkan gejala heterosis/hybrid vigour berarti mengalami peningkatan karakteristik seperti ukuran tanaman, produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan kedua tetuanya (Poehlman & Sleeper 1995).

Persilangan secara besar-besaran dapat dilakukan pada tanaman jagung. Menyilangkan galur-galur murni hanya cukup menanam secara berselang-seling antara barisan galur sebagai jantan dan galur sebagai betina. Galur yang dijadikan tetua betina perlu dipotong bunga jantannya untuk menghindari kawin sendiri. Rasio tetua jantan dan betina yang optimal diperlukan agar terjadi persilangan yang juga optimal.

Rasio baris betina (baris betina : jantan ) untuk hibrida spesifik sangat terkait dengan kapasitas penyerbukan dari baris tanaman jantan. Kapasitas ini ditentukan oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan viabilitas polen, angin, suhu dan kelembaban. Jumlah polen yang dihasilkan oleh tanaman jantan menentukan jumlah maksimum tanaman betina (yang akan menghasilkan biji) (Godoi 2008).

Tujuan

Mendapatkan populasi tanaman dan rasio tetua jantan betina yang optimal untuk meningkatkan produksi benih jagung hibrida dan mempelajari mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01.

Hipotesis

(31)

4

2. Rasio tetua jantan dan betina yang optimal dapat meningkatkan produksi benih jagung hibrida.

3. Interaksi antara populasi tanaman dan rasio tetua jantan betina yang optimal dapat meningkatkan produksi benih jagung hibrida.

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jagung

Tanaman jagung termasuk kelas monocotyledoneae, bangsa Poales, suku Poaceae/graminea, marga Zea, spesies Zea mays L. (Sharma 2002) dan

merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya memiliki tinggi antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter.

Tanaman jagung berakar serabut terdiri atas akar yang berkembang dari radikula dan embrio (akar seminal), akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil kemudian berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah (akar adventif) dan akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah (akar kait atau penyangga).

Batang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). (Sudjana et al. 1991; Subekti et al. 2007). Menurut Paliwal (2000) bahwa genotipe jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler.

(33)

6

jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi. Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula (Subekti et al. 2007).

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan (tassel) tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2 sampai 5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

Populasi Tanaman Jagung

Optimalisasi populasi tanaman dilakukakan dengan mengatur kepadatan populasi melalui jarak tanam antar baris dan jarak tanam dalam barisan serta jumlah benih per lubang. Jarak tanam dalam barisan harus cukup lebar untuk meminimalkan kompetisi antar tanaman terhadap cahaya, air dan unsur hara. Kombinasi optimal antara jarak antar baris dengan jarak dalam barisan harus dapat memberikan lingkungan iklim mikro yang optimal pada tajuk tanaman untuk menekan resiko hama dan penyakit (Pompalino et al. 2009).

(34)

7

berkurang, persentase peningkatan produksi per lahan secara nyata ditentukan oleh persentase peningkatan intersepsi cahaya matahari. Maddonni et al. (2006) menyatakan bahwa jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan produksi per luas lahan dan jumlah biji namun menurunkan bobot biji.

Hal berbeda dikemukakan oleh Westgate et al. (1997) yang menyatakan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh pada produksi jagung karena tergantung pada intersepsi radiasi sinar matahari. Pedersen and Lauer (2003) menyatakan bahwa jarak yang lebih sempit menurunkan produksi hingga 11% dibandingkan dengan jarak yang lebih lebar dan Liu et al. (2004) menyatakan variasi jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, tinggi tanaman, indeks luas daun, indeks panen serta jumlah tongkol namun berpengaruh nyata terhadap produksi per hektar.

Penyebab perbedaan hasil dari pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi jagung belum diketahui secara pasti. Faktor iklim mempengaruhi produksi jagung pada jarak tanam yang berbeda. Curah hujan yang lebih banyak akan menghasilkan produksi jagung lebih tinggi pada jarak yang lebih sempit (Barbieri et al. 2000).

Efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan pada jagung sangat berkaitan dengan efek arsitektur kanopi pada distribusi vertikal dari cahaya dalam kanopi. Peningkatan kepadatan tanaman adalah salah satu cara untuk meningkatkan penangkapan radiasi matahari dalam kanopi. Efisiensi konversi penangkapan radiasi matahari untuk produksi jagung berkurang dengan kepadatan populasi tanaman yang tinggi karena saling ternaungi dalam tanaman. Kepadatan populasi tanaman yang dihasilkan dalam kompetisi antar tanaman mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan reproduksi (Zhang et al. 2006).

(35)

8

kepadatan tanaman yang optimum dalam produksi jagung membantu pemanfaatan radiasi matahari dengan tepat. Jika populasi tanaman lebih rendah dari populasi tanaman yang optimal maka produksi per hektar akan rendah dan gulma juga akan banyak (Allard 1999; Farnham 2001).

Tanggapan diferensial kepadatan tanaman pada kultivar jagung telah dilaporkan oleh Xue et al. (2002). Umumnya hasil tanaman jagung yang ditanam tunggal berkurang dengan meningkatkan kepadatan populasi tanaman, sementara hasil per unit meningkatkan luasan. Xue et al. (2002) lebih lanjut menyarankan bahwa cara terbaik bagi tanaman untuk meningkatkan kemampuan menghasilkan biji di masa yang akan datang adalah melakukan perbaikan lebih lanjut dalam hal toleransi kepadatan tanaman yang tinggi dan dikombinasikan dengan perbaikan potensi hasil per tanaman di bawah lingkungan stres rendah.

Rasio Jantan dan Betina

Produksi benih hibrida F1 membutuhkan penyerbukan silang. Untuk menjamin produksi benih yang berkualitas tinggi, tetua jantan yang ideal harus memiliki tassel relatif besar yang melepaskan jumlah serbuk sari secara berlebihan dalam periode waktu lama. Tetua betina yang ideal harus memiliki tongkol relatif besar yang menghasilkan sejumlah besar biji dan tassel yang relatif kecil sehingga energi lebih diarahkan terhadap produksi biji (Upadyayula et al. 2005).

Jagung tergolong tanaman berumah satu, namun dapat menyerbuk silang oleh angin karena perbedaan antara sinkronisasi bunga jantan (tassel) dan bunga betina (silk) pada tanaman tunggal, meskipun upaya pemuliaan modern cenderung mengurangi bunga (protandry) agar tassel dapat melepaskan serbuk sari sebelum bunga betina muncul. Tingkat sinkronisasi bunga jantan dan betina spesifik dan sensitif terhadap populasi tanaman, kesuburan tanah dan stres lingkungan (Burris 2001).

(36)

9

hibrida di lapangan, tetua betina harus dicegah dari penyerbukan sendiri yang akan mengurangi kualitas benih.

Benih yang digunakan untuk memproduksi jagung hibrida yang dihasilkan oleh persilangan dua galur inbrida (galur murni) yang disebut sebagai tetua jantan (tanaman penyerbuk) dan tetua betina (tanaman di mana benih diproduksi). Tetua jantan dan betina ditanam secara terpisah untuk meningkatkan benih inbrida induk dan diisolasi dari tanaman jagung yang lain untuk mempertahankan kemurnian genetik dan meningkatkan kuantitas tetua. Tetua jantan dan betina ditanam berselang seling pada baris yang berdekatan (misalnya, 2 baris jantan, 4 baris betina, 2 baris jantan) untuk menghasilkan benih hibrida.

Penyerbukan silang dilakukan antara tetua jantan dan betina serta tetua betina harus dicegah dari penyerbukan sendiri untuk menghasilkan benih hibrida murni. Teknik yang paling umum yang digunakan adalah untuk memotong bunga jantan (detaselling) pada tanaman tetua betina. Tongkol tetua betina hanya dapat dibuahi oleh serbuk sari dari tetua jantan yang ditanam pada baris yang berdekatan pada produksi benih hibrida di lapangan. Tetua jantan harus dihilangkan dari pertanaman sebelum tongkol masak sehingga benih hibrida yang dihasilkan pada tetua betina akan seragam (Pioneer 2009).

Thomison (2002) melaporkan bahwa rasio tetua yang umum digunakan adalah rasio 4:1 (4 baris betina untuk 1 baris jantan), rasio 4:2 (4 baris betina untuk 2 baris jantan), rasio 4:1:4:2 (alternatif 4 baris betina untuk 1 baris jantan dan 4 baris betina untuk 2 baris jantan) dan 6:2 (6 baris betina untuk 2 baris jantan).

(37)

10

1 : 6 (1.35 ton/ha), namun yang terbaik kualitas benihnya dan produktivitasnya adalah pada komposisi 1 : 4 dengan hasil (1.32 ton/ha).

Produksi Benih Jagung Hibrida

Benih varietas hibrida dihasilkan dari persilangan galur murni (inbred), sehingga diperlukan tetua-tetua untuk memproduksi benih hibrida. Pada mulanya benih hibrida dihasilkan dari persilangan sepasang tetua (single cross). Produksi benih hibrida dilakukan dengan menggunakan hibrida silang ganda. Silang ganda menggunakan 4 tetua galur murni yang disilangkan secara sepasang kemudian tanaman F1 dari kedua persilangan tersebut disilangkan untuk memperoleh hibrida, misalnya terdapat 4 galur murni A, B, C, D. Pasangan A x B dan C x D merupakan silang tunggal kemudian (A x B) x (C x D) merupakan silang ganda (double cross). Cara ini menghasilkan lebih banyak benih karena keturunan silang sepasang mampu memproduksi benih pertanaman, sedangkan silang sepasang lainnya dapat diharapkan tepung sari berlebihan. Kedua hal ini terjadi karena tanaman heterozigot dari silang sepasang lebih produktif dibanding galur murni (tetuanya) (Syukur et al. 2012).

Paliwal (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pembentukan hibrida adalah pemilihan plasma nutfah pembentuk populasi dasar yang akan menentukan tersedianya tetua unggul. Tetua yang berasal dari plasma nutfah superior dengan karaktek agronomi yang ideal akan menghasilkan galur yang memiliki daya gabung umum daya gabung khusus yang tinggi. Daya gabung umum merupakan penampilan rata-rata galur murni dalam berbagai kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus menunjukkan penampilan galur murni dalam suatu kombinasi hibrida dibandingkan dengan kombinasi lainnya.

Benih jagung hibrida dihasilkan dengan cara persilangan galur-galur murni yang telah dikembangkan dengan cara inbreeding dan seleksi selama lima generasi. Cara inbreeding mengakibatkan : 1) penekanan vigor (inbreeding depression), 2) peningkatan keseragaman pertumbuhan (munculnya dominansi

(38)

11

Benih jagung hibrida dihasilkan dari tiga varietas jagung hibrida yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid) dan hibrida silang tiga (three way cross hybrid). Hibrida silang tunggal

adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur murni yang digunakan mempunyai vigor yang rendah sehingga produksi hibrida silang tunggal di lapangan menggunakan rasio 1 baris tetua jantan dan 2 baris tetua betina untuk menjamin penyerbukan yang baik. Hibrida silang ganda diperoleh dari persilangan dua hibrida silang tunggal. Rasio penanaman tetua jantan dan betina adalah 1 : 4 atau 1 : 6. Sedangkan hibrida silang tiga diperoleh dari persilangan hibrida silang tunggal (sebagai tetua betina) dengan galur murni/inbrida (sebagai tetua jantan).

Tanaman tetua betina (penghasil benih) yang mengeluarkan bunga jantan perlu dibuang sebelum menyebarkan serbuk sari. Pembuangan bunga jantan dilakukan dengan tangan atau mekanis. Periode pembuangan bunga jantan memerlukan waktu 10 sampai 14 hari. Tetua jantan memasok serbuk sari untuk seluruh tanaman di lapang sehingga terjadi penyerbukan. Tanaman tetua jantan dibuang setelah penyerbukan karena benih hibrida akan dihasilkan oleh tanaman-tanaman tetua betina (Mugnisjah & Setiawan 1990; Suwarno 2008).

Viabilitas dan Vigor Benih

Viabilitas benih pada prinsipnya adalah suatu sifat atau karakteristik benih yang merupakan perwujudan secara integral dari berbagai kondisi komponen-komponen benih sehingga nilai viabilitas ini sulit ditentukan secara langsung (Qadir 1994). Menurut Sadjad (1994), viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam berbagai fenomena fisiologis maupun biokimia. Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis, dan memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi metabolis yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity) (Ilyas 2012).

(39)

12

mulai dari ketika benih masih berada di tanaman induk sampai pemanenan, pengolahan, ketika dalam transportasi, sampai sebelum tanam (Ilyas 2012).

Konsepsi mengenai vigor benih muncul karena nilai daya berkecambah benih seringkali tidak relevan pada kenyataan di lapang karena kondisi lapang yang beragam dan tidak selalu optimum. Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh cepat dan tidak peka pada kondisi sub optimum. Vigor benih dibagi ke dalam vigor kekuatan tumbuh (VKT) dan vigor daya simpan (VDS). Vigor kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, indeks vigor atau berbagai uji vigor kekuatan tumbuh yang spesifik, yaitu menilai pertumbuhan kecambah pada media yang disimulasikan pada kondisi tertentu, misalnya pengujian vigor benih pada kondisi kekeringan menggunakan media PEG atau kondisi salinitas menggunakan media NaCl (Sadjad et al. 1999).

(40)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina Pertanian Kelas II Provinsi Gorontalo serta Unit Pengelolaan Benih Sumber (UPBS) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo.

Bahan dan Alat Penelitian

Benih jagung yang digunakan adalah tetua varietas Bima 3 (galur Nei9008 sebagai betina; galur Mr14 sebagai jantan) dan tetua STJ-01 (varietas Bima 5 sebagai betina; galur Nei9008 sebagai jantan) berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Varietas Bima 3 merupakan golongan hibrida silang tunggal (single cross) dan STJ-01 adalah golongan hibrida silang tiga jalur (three way cross). Pupuk anorganik (urea, NPK), pupuk organik, pestisida, pasir, larutan NaCl, dan PEG 6000 (Polyethylene glycol). Alat yang digunakan adalah tali tanam, ajir, patok, meteran, papan plot, timbangan digital, jangka sorong, penggaris, boks plastik, oven, germinator dan alat pengukur kadar air (seed moisture tester).

Rancangan Percobaan

(41)

14

Gambar 1 Tata letak percobaan di lapangan

Analisis ragam gabungan digunakan untuk mengetahui pengaruh kedua faktor perlakuan dan interaksinya. Pengujian kehomogenan ragam dilakukan sebelum dianalisis ragam gabungan. Analisis ragam gabungan menggunakan model linear (Gomez dan Gomez, 2007) sebagai berikut :

Yijk = µ + Ri+ Bk(i) + Pj + (RP)ij + + εijk di mana i = 1,2,3 ; j = 1,2,3 dan k = 1,2,3

Yijk : nilai pengamatan pada rasio ke-i, populasi ke-j dan ulangan ke-k

µ : rataan umum Ri : pengaruh rasio ke-i

Bk(i) : pengaruh ulangan ke-k tersarang pada rasio ke-i Pj : pengaruh populasi ke-j

(RP)ij : pengaruh interaksi rasio ke-i dan populasi ke-j

εijk : pengaruh acak rasio ke-i, populasi ke-j dan ulangan ke-k

Apabila hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (α=5%).

Prosedur Penelitian

Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua

terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih

Persiapan Lahan

(42)

15

Pembuatan Petak Percobaan

Petak percobaan dibuat berdasarkan populasi tanaman. Panjang petak sesuai dengan populasi tanaman, lebar petak 3 m dan jarak petak antar ulangan 1 m. (Lampiran 1).

Penanaman

Benih dicampur dengan insektisida sebelum tanam. Tetua jantan dan betina ditanam dalam baris berselang seling. Rasio tetua 1 : 4; ditanam 1 baris tetua jantan dan 4 baris tetua betina, rasio tetua 1 : 5; 1 baris jantan dan 5 baris betina dan rasio tetua 2 : 6; 2 baris jantan dan 6 baris betina. Tetua jagung ditanam sesuai perlakuan populasi tanaman, yaitu 66 667 tanaman/ha dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm, 83 333 tanaman/ha (60 cm x 20 cm) dan 90 000 tanaman/ha (70 cm x 20 cm) dan baris ganda untuk tetua jantan dengan jarak antar baris dan jarak dalam barisan 20 cm). Setiap rasio tetua dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (Lampiran 2).

Benih ditanam secara tugal dengan 1 butir per lubang. Tetua jantan Bima 3 ditanam 4 hari lebih awal dibanding dengan tetua betina, sedangkan tetua jantan STJ-01 ditanam lebih lambat 4 hari dibanding tetua betina. Hal ini dilakukan untuk sinkronisasi waktu keluar dan mekarnya bunga jantan pada tetua jantan dan rambut (silking) pada tetua betina sehingga penyerbukan berlangsung secara optimal.

Pemeliharaan

Pupuk organik sebanyak 2 ton/ha diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih atau lubang tanam. Pemupukan anorganik dengan dosis 300 kg urea/ha dan 350 kg NPK/ha. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 7 hari setelah tanam (HST), dengan dosis 150 kg urea dan 175 kg NPK/ha dan umur 40 HST dengan dosis 150 kg urea dan 175 kg NPK/ha.

(43)

16

Pemberian air dilakukan pada awal tanam, 3 minggu setelah tanam, menjelang berbunga, dan saat pengisian biji.

Roguing/Seleksi

Roguing dilakukan dengan membuang varietas lain (tipe simpang), tanaman

spesies lain dan gulma untuk menjaga kemurnian genetik benih yang dihasilkan. Roguing dilakukan pada fase vegetatif yaitu pada umur 3 minggu setelah tanam

sekaligus sebagai penjarangan. Roguing tidak dilakukan pada saat pembunggan atau menjelang panen karena mengurangi populasi yang mengakibatkan perbedaan hasil akibat perbedaan jumlah tanaman yang diroguing.

Detasseling

Detasseling merupakan yang paling kritis dan sulit dalam produksi hibrida

jagung. Semua tassel (bunga jantan) dari baris tanaman tetua betina harus dibuang sebelum serbuk sarinya (pollen) pecah dan rambut tongkol (silk) muncul untuk menjaga kemurnian genetik. Fase tasseling (berbunga jantan) biasanya berkisar antara 45-60 HST, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina. Tahap fase tasseling dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul. Saat periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan tetua jantan mulai menyebarkan serbuk sari.

Detasseling umumnya berlangsung selama 2 minggu tapi kadang sampai 5

minggu atau lebih. Lama detasseling di lapangan ditentukan oleh keseragaman pertumbuhan, variasi kesuburan tanah, genangan air pada stadia awal, stress air sebelum pembungaan, serangan hama yang berat yang menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan tingginya infeksi penyakit. Terikutnya daun bagian atas tongkol perlu diminimalisasi saat dilakukan detasseling.

Panen

(44)

17

Pengamatan

Variabel yang diamati adalah : a. Daya tumbuh tetua (%)

Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 7 HST. Jumlah tanaman yang tumbuh dihitung untuk mengetahui persentase tumbuh dengan membagi jumlah tanaman tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam pada setiap petak. b. Umur berbunga jantan dan betina (hari)

Pengamatan dilakukan pada saat tanaman dalam unit percobaan berbunga lebih dari 50%. Umur berbunga jantan dihitung pada saat anthesis. Umur berbunga betina (silking, keluar rambut) dicatat bila rambut telah keluar panjang lebih dari 2 cm.

c. Tinggi tanaman (cm)

Tingggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung batang keluarnya daun atau pangkal terakhir bunga jantan pada saat masak fisiologis. Jumlah sampel yang diukur adalah 10 tanaman yang dipilih secara acak.

d. Tinggi letak tongkol (cm)

Tinggi letak tongkol diukur pada pangkal batang sampai dasar kedudukan tongkol pada saat masak fisiologis. Bila tanaman mempunyai dua tongkol, maka yang diambil adalah tongkol yang teratas/tongkol yang lebih normal perkembangannya. Jumlah sampel yang diukur adalah 10 tanaman yang dipilih secara acak.

e. Indeks luas daun

Pengamatan dilakukan pada saat masak fisiologis dihitung dengan membandingkan luas daun per tanaman atau per rumpun dengan luas tanah yang ditutupi per tanaman atau per rumpun (jarak tanam) dengan rumus : ILD = LD ; LD = luas daun, A= jarak tanam

A

Luas daun jagung yang diukur adalah daun ke-8 dengan menggunakan rumus (Pearce et al. 1975) :

LD = panjang daun x lebar daun maksimum x 0.75 x 9.39

(45)

18

f. Jumlah tongkol panen

Jumlah seluruh tongkol yang dipanen pada setiap petak percobaan, kecuali tongkol-tongkol yang sangat kecil dan hanya mempunyai beberapa biji. g. Bobot tongkol tanpa kelobot (g)

Tongkol-tongkol yang telah dipanen per petak, dikupas kelobotnya kemudian dilakukan penimbangan.

h. Berat kering brangkasan tanaman (g)

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan cara menimbang bobot kering tanaman sampel yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 °C selama 3 x 24 jam.

i. Panjang tongkol (cm)

Panjang tongkol diukur dari pangkal sampai ke ujung tongkol dari 10 sampel setiap baris pada petak percobaan.

j. Diameter tongkol (cm)

Diameter tongkol (mm) diukur di pertengahan tongkol dengan menggunakan jangka sorong dari 10 sampel setiap baris pada petak percobaan

k. Jumlah biji per tongkol (butir)

Jumlah biji dari 10 sampel tongkol pada setiap petak percobaan. l. Rendemen/rasio biji-tongkol (%)

Rendemen = Bobot biji 10 sampel tongkol yang telah dipipil x 100% Bobot 10 sampel tongkol yang belum dipipil

m.Hasil benih (kg/ha)

Hasil benih = 10000 m2 x (100-KA) x B x R JB x JAB x 3 m (100-12)

Keterangan :

KA : Kadar air panen (%)

B : Bobot tongkol tanpa kelobot (kg) R : Rendemen

JB : Jumlah baris

(46)

19

Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01

Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor (varietas). Sebanyak 25 butir benih dari setiap ulangan pada masing-masing varietas ditanam pada boks plastik yang berisi media campuran pasir dan pupuk organik berbanding 1 : 1. Percobaan dilakukan sebanyak empat ulangan. Variabel viabilitas yang diamati adalah berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) dan variabel vigor yang diamati adalah indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT) dan keserempakan tumbuh (KST).

Pengujian Vigor Benih terhadap Kekeringan

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor (varietas dan tekanan osmotik PEG 6000). Tekanan osmotik PEG 6000 terdiri atas empat level yaitu 0 bar, -0.04 bar, -00.6 bar, -0.08 bar dan -0.1 bar. Rumus perhitungan tekanan osmotik PEG 6000 menurut Michel & Kaufmann (1973) adalah sebagai berikut:

Ψs = – (1.18 x 10-2) C – (1.18 x 10-4) C2 + (2.67 x 10-4) CT + (8.39 x 10-7) C2T Keterangan :

Ψs = tekanan osmotik larutan (bar)

C = konsentrasi PEG 6000 dalam gram PEG/kg H2O T = suhu ruangan (oC)

Berdasarkan pendekatan rumus Michel & Kaufmann (1973) dengan suhu ruangan 28 oC diperoleh tekanan osmotik -0.04 bar, -00.6 bar, -0.08 bar dan -0.1 bar masing-masing setara dengan 7.89 g PEG/kg H2O, 11.16 g PEG/kg H2O, 14.13 g PEG/kg H2O dan 16.89 g PEG/kg H2O. Metode pengujian menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) dengan substrat kertas merang. Setiap perlakuan terdiri atas empat ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 25 butir benih pada masing-masing varietas. Variabel yang diamati adalah DB, IV, PTM, KCT, panjang akar (PA) dan bobot kering akar (BKA).

Pengujian Vigor Benih terhadap Salinitas

(47)

20

masing-masing varietas ditanam pada boks plastik media campuran pasir dan pupuk organik berbanding 1 : 1. Percobaan dilakukan sebanyak empat ulangan. Pemberian larutan NaCl 0 ppm dan 4000 ppm dilakukan setiap hari setelah tanaman berumur 2 minggu sampai 4 minggu. Variabel yang diamati adalah tinggi bibit (TB), jumlah daun hijau (JD), PA dan BKA.

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila dan di Desa Ulanta Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo dengan ketinggian 10-25 km dari permukaan laut (BPS Provinsi Gorontalo 2011). Curah hujan rata-rata selama penelitian 81.6 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 7.6 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli mencapai 276 mm dengan hari hujan 20 hari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September. Suhu udara rata-rata selama penelitian berkisar 26.8-27.5 oC dan kelembaban udara rata-rata 77.6-84.5%. Lama penyinaran matahari berkisar 54-90% (Lampiran 3).

Berdasarkan hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kedua lokasi penelitian memiliki tekstur tanah yang berbeda, unsur hara dan kandungan bahan organik yang sama. Tanah di Desa Dutohe memiliki tekstur lempung liat berdebu, kandungan hara N tergolong sangat rendah, P2O5 rendah, K2O rendah dan kandungan bahan organik rendah. Di Desa Ulanta memiliki memiliki tekstur lempung, kandungan hara N tergolong sangat rendah, P2O5 sangat rendah, K2O sedang dan kandungan bahan organik rendah. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian secara lengkap disajikan pada Lampiran 4.

Produksi jagung di lokasi penelitian tahun 2011 yaitu Kecamatan Kabila hanya mencapai produksi 420 ton dengan produktivitas 4.0 t/ha dan Kecamatan Suwawa mencapai produksi 1 008 ton dengan produktivitas 4.2 t/ha (BPS Kabupaten Bone Bolango 2011).

(49)

22

Varietas jagung hibrida dari perusahaan multinasional yang banyak digunakan di lokasi penelitian. Penanaman jagung komposit, jagung manis dan jagung lokal juga dilakukan oleh petani tetapi tidak seluas lahan yang digunakan untuk varietas jagung hibrida.

Ketersediaan pupuk organik di lokasi penelitian cukup besar karena petani juga memelihara hewan ternak di samping usahatani jagung. Potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani. Penggunaan bahan organik pada lahan masih belum diterapkan oleh sebagian besar petani, bahkan masih ada yang tidak menggunakan pupuk dalam usahatani jagung.

Kegiatan usahatani jagung di lokasi penelitian masih tergantung pada air hujan sehingga air menjadi kendala. Musim kedua pertanaman jagung (bulan Mei sampai September) merupakan musim kemarau sehingga curah hujan sangat rendah. Penundaan waktu tanam sering dilakukan oleh petani sampai turun hujan walaupun lahan sudah siap tanam. Pemberian air menggunakan mesin pengisap air menjadi solusi alternatif jika hujan tidak turun selama masa petumbuhan tanaman sampai masa pembungaan. Terbatasnya ketersediaan sumber air menjadi masalah lain karena sumber air dari parit dan kolam yang terbentuk oleh genangan air hujan di sekitar lahan memiliki debit air yang terbatas. Kondisi ini hampir dialami setiap tahun pada musim kemarau oleh petani jagung di lokasi penelitian.

Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua

terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih

Analisis Ragam Variabel Agronomis

(50)

23

Interaksi antara rasio tetua dengan populasi tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati (Tabel 1).

Tabel 1 Analisis ragam variabel agronomis tetua Bima 3 dan STJ-01 Variabel Pengamatan Tetua Bima 3 Tetua STJ-01

Keterangan : R=Rasio tetua , P=Populasi tanaman, RxP=interaksi antara rasio tetua dan populasi tanaman, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji DMRT taraf 5%, * = berpengaruh nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Tinggi Tanaman

Analisis ragam terhadap variabel tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan rasio tetua memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tetua betina Bima 3, sedangkan perlakuan populasi tanaman tidak memberikan pengaruh nyata pada kedua tetua Bima 3 dan STJ-01 (Tabel 2).

(51)

24

jantan. Tinggi tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01 ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tinggi tanaman tetua dalam deskripsinya (DEPTAN 2007). Berdasarkan deskripsi tetua jantan Bima 3 (galur Mr14), tinggi tanaman mencapai tinggi 170 cm, sedangkan tinggi tanaman tetua betina Bima3 (galur Nei9008) hanya mencapai kurang lebih 140 cm. Berbeda dengan tetua STJ-01, tinggi tanaman tetua betina STJ-01 yaitu varietas Bima 5 mencapai tinggi kurang lebih 200 cm dibandingkan dengan tinggi tanaman tetua jantan STJ-01 (galur Nei9008) hanya kurang lebih 140 cm (DEPTAN 2007, 2008).

Tabel 2 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman

Perlakuan Tetua Bima 3 Tetua STJ-01

Jantan Betina Jantan Betina

...Tinggi tanaman (cm) ... P1 = 66 667 tanaman/ha, P2 = 83 333 tanaman/ha, P3 = 90 000 tanaman/ha.

(52)

25

Perbedaan tinggi tanaman tetua jantan dan betina juga berpengaruh terhadap efisiensi penyerbukan. Polen yang dihasilkan oleh tanaman tetua jantan akan lebih mudah menyerbuki bunga betina dari tanaman tetua betina jika tanaman tetua jantan lebih tinggi daripada tanaman tetua betina.

Populasi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01, tetapi cenderung semakin tinggi populasi tanaman maka pertumbuhan tanaman juga semakin tinggi. Menurut Sitaniapessy (1985), besarnya populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman maksimum, namun pada awal pertumbuhan populasi tanaman berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan pengaruhnya akan berkurang dengan bertambahnya umur tanaman.

Tinggi Letak Tongkol

Analisis ragam terhadap variabel tinggi letak tongkol menunjukkan bahwa perlakuan rasio tetua hanya memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi letak tongkol tetua betina Bima 3, sedangkan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tetua betina Bima 3 dan STJ-01 (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi letak tongkol Perlakuan Tetua betina Bima 3 Tetua betina STJ-01

...Tinggi letak tongkol (cm) ... Rasio tetua

R1 27.16 c 89.80 a

R2 36.14 a 81.57 a

R3 31.56 b 86.92 a

Populasi tanaman

P1 31.31 a 88.04 a

P2 29.98 a 83.94 a

P3 33.57 a 86.30 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. R1 = Rasio tetua 1 : 4,

R2 = Rasio tetua 1 : 5, R3 = Rasio tetua 2 : 6 (tetua jantan baris ganda), P1 = 66 667 tanaman/ha, P2 = 83 333 tanaman/ha, P3 = 90 000 tanaman/ha.

(53)

26

Nei9008 dalam deskripsinya. Berdasarkan deskripsi tetua betina Bima 3 (Nei9008), letak tongkol mencapai tinggi kurang lebih 45 cm (DEPTAN 2007).

Perbedaan tinggi letak tongkol antara kedua tetua betina juga terlihat pada Tabel 3. Letak tongkol tetua betina STJ-01 lebih tinggi dibandingkan dengan tetua betina Bima 3. Hal ini disebabkan oleh perbedaan genotip kedua tetua. Tetua betina STJ-01 (varietas Bima 5) adalah tanaman F1 dari persilangan tunggal (single cross), sedangkan tetua betina Bima 3 (Nei9008) adalah galur murni. Tinggi letak tongkol tetua betina STJ-01 lebih rendah dibandingkan dengan varietas Bima 5 dalam deskripsinya yang mencapai tinggi kurang lebih 115 cm (DEPTAN 2008).

Secara umum tinggi letak tongkol tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01 cenderung mengikuti pertumbuhan tinggi tanaman. Tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01 yang tinggi (Tabel 2) cenderung memiliki letak tongkol yang tinggi pula (Tabel 3).

Indeks Luas Daun

Analisis ragam terhadap variabel indeks luas daun menunjukkan bahwa perlakuan rasio tetua dan populasi tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap indeks luas daun tetua betina Bima 3, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tetua betina STJ-01 (Tabel 4).

Tabel 4 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap indeks luas daun Perlakuan Tetua betina Bima 3 Tetua betina STJ-01 P1 = 66 667 tanaman/ha, P2 = 83 333 tanaman/ha, P3 = 90 000 tanaman/ha.

(54)

27

dan 1.83 - 2.20. Indeks luas daun tertinggi masing-masing terdapat pada R2 dan P2.

Menurut Stoskops (1981) varietas hibrida mempunyai indeks luas daun optimal 3.3-4.0. Apabila populasi yang tinggi dan sistem tanam mempunyai indeks luas daun di atas 4.5 mengakibatkan daun saling menutupi dan daun bagian bawah tidak mendapatkan radiasi surya yang memadai. Hal tersebut menyebabkan sirkulasi O2 dan CO2 yang rendah dan unsur hara tidak seimbang karena hara lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman akibatnya menurunkan hasil biji jagung.

Muhadjir (1988) menunjukkan bahwa indeks luas daun jagung yang lebih besar dari 3.0 maka 95% cahaya matahari diserap. Ditambahkan oleh Fischer dan Palmer (1996), bahwa indeks luas daun optimum untuk hasil biji jauh lebih rendah daripada untuk laju pertumbuhan tanaman maksimum bernilai antara 2.5 sampai 5.0. Jika indeks luas daun lebih besar daripada nilai tersebut, tambahan bahan kering yang dihasilkan terutama tertimbun dalam batang.

Perbedaan indeks luas daun pada perlakuan rasio tetua dan populasi tanaman menunjukkan perbedaan kemampuan tanaman dalam mengintersepsi cahaya matahari untuk memproduksi fotosintat. Fotosintat tersebut yang akan digunakan dalam proses metabolisme tanaman, pembentukan sel/organ tanaman serta pengisian biji (Gardner et al. 2008).

Jumlah Tongkol Panen

Analisis ragam terhadap variabel jumlah tongkol panen menunjukkan bahwa perlakuan rasio tetua memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tongkol panen tetua betina Bima 3 dan STJ-01, sedangkan populasi tanaman hanya memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tongkol panen tetua betina STJ-01 (Tabel 5).

(55)

28

Tabel 5 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah tongkol panen

Perlakuan Tetua betina Bima 3 Tetua Betina STJ-01 ... Jumlah tongkol panen...

Tanaman terserang hama pada fase menjelang panen.

Tabel 5 menunjukkan jumlahtongkol panen tetua betina STJ-01 terbanyak pada R3 (107.11 tongkol) tetapi tidak berbeda nyata dengan R1 (96.89) dan R2 (65.67). Pengaruh populasi tanaman menghasilkan tongkol terbanyak pada P3 (105.78 tongkol), tetapi tidak berbeda nyata dengan P1 (82.33) dan P2 (81.56). Rasio tetua 2 : 6 dan populasi 90 000 tanaman/ha cenderung menghasilkan tongkol terbanyak dibandingkan dengan rasio tetua (R1 dan R2) dan populasi tanaman (P1 dan P2).

(56)

29

STJ-01 masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah populasi tanaman. Adanya serangan babi dan tikus menjelang panen pada STJ-01 menyebabkan tanaman rusak yang berakibat pada berkurangnya jumlah tongkol yang dipanen.

Bobot Tongkol Tanpa Kelobot

Analisis ragam terhadap variabel bobot tongkol tanpa kelobot menunjukkan bahwa perlakuan rasio tetua memberikan pengaruh nyata terhadap bobot tongkol tanpa kelobot Bima 3 dan STJ-01, sedangkan populasi tanaman hanya memberikan pengaruh nyata terhadap bobot tongkol tanpa kelobot STJ-01 (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot tongkol tanpa kelobot P1 = 66 667 tanaman/ha, P2 = 83 333 tanaman/ha, P3 = 90 000 tanaman/ha. Kadar

air tongkol tanpa kelobot berkisar 19-26%. *)Tanaman terserang hama pada fase menjelang panen.

Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot tongkol tanpa kelobot Bima 3 tertinggi pada R2 yaitu 5.97 kg, tetapi tidak berbeda nyata dengan R3 (4.63 kg). Bobot tongkol tanpa kelobot STJ-01 tertinggi pada R1 (12.76 kg), tetapi tidak berbeda nyata dengan R3 (12.41). Perlakuan populasi tanaman menghasilkan bobot tongkol tanpa kelobot STJ-01 tertinggi pada P3 yaitu 13.77 kg yang berbeda nyata dengan P1 dan P2

(57)

30

tanpa kelobot STJ-01 yang memiliki berat tertinggi pada populasi tanaman rapat. Hal ini berbeda dengan Gokeman et al. (2001) yang melaporkan bahwa jumlah biji per tongkol menurun sekitar 5% jika kepadatan tanaman meningkat 5.7-14.0 tanaman/m2 (57 000-140 000 tanaman/ha).

Hasil Benih

Analisis ragam terhadap variabel hasil benih menunjukkan bahwa perlakuan rasio tetua memberikan pengaruh nyata terhadap produksi benih varietas Bima 3 dan STJ-01, sedangkan perlakuan populasi tanaman tidak memberikan pengaruh nyata (Tabel 7).

Tabel 7 Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap hasil benih Perlakuan Bima 3 STJ-01 P1 = 66 667 tanaman/ha, P2 = 83 333 tanaman/ha, P3 = 90 000 tanaman/ha. Kadar

air benih 12%. *)Tanaman terserang hama pada fase menjelang panen.

(58)

31

minimum baris jantan diperlukan untuk produksi serbuk sari yang cukup memadai memungkinkan pengisian biji yang penuh.

Proses penyerbukan tetua saat penelitian terkendala oleh curah hujan yang tinggi dan sinkronisasi penyerbukan yang tidak tepat sehingga peningkatan hasil benih tidak terlalu tinggi. Hujan yang tidak turun pada masa pertumbuhan tanaman (10 sampai 30 HST) dan dan pada saat pengisian biji cukup menjadi kendala karena lahan menjadi kering. Menurut FAO (2001), jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang berkisar antara 400 sampai 500, namun terkendala jika air tidak tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat. Jagung membutuhkan air yang cukup banyak terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut menyebabkan hasil yang menurun. Hal berbeda terjadi pada masa penyerbukan (50-70 HST), curah hujan harian tinggi (rata-rata 92 mm/hari) dengan hari hujan 20 hari menyebabkan proses penyerbukan kurang optimal karena terbatasnya penyebaran polen tanaman tetua jantan untuk menyerbuki tanaman tetua betina.

Populasi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil benih varietas Bima 3 dan STJ-01, namun hasil tertinggi terdapat pada populasi 66 667 tanaman/ha dan

cenderung hasil semakin menurun dengan bertambahnya populasi tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Subandi et al. (1988) bahwa peningkatan tingkat kerapatan tanaman per satuan luas sampai batas tertentu dapat meningkatkan hasil biji, tetapi penambahan jumlah tanaman selanjutnya akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi hara, air, radiasi matahari dan ruang tumbuh sehingga akan mengurangi jumlah biji per tanaman.

(59)

32

jumlah biji per tongkol (Sangoi et al. 2002). Produktivitas benih berkisar di atas 1 ton/ha menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan produktivitas benih F1 yang rata-rata dihasilkan selama ini yaitu berkisar 1 ton/ha (Fadhly et al. 2010).

Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01

Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih

Analisis ragam pengaruh varietas terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan keserempakan tumbuh menunjukkan bahwa varietas hanya memberikan pengaruh nyata terhadap keserempakan tumbuh (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh varietas terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan keserempakan tumbuh

Perlakuan DB perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, DB = Daya berkecambah, IV = Indeks vigor, KCT = Kecepatan tumbuh, PTM = Potensi tumbuh maksimum, KST = Keserempakan tumbuh, KNK = Kecambah normal kuat, etmal = 24 jam.

Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase KST benih varietas Bima 3 lebih tinggi dari STJ-01. Keserempakan tumbuh varietas Bima 3 (86%) lebih baik dari pada STJ-01 yang hanya mencapai 53 %. Hal ini mengindikasikan bahwa benih varietas Bima 3 memiliki vigor yang tinggi dibandingkan benih STJ-01. Menurut Sadjad et al. (1999), benih yang berkecambah kuat dan tumbuh serempak menunjukkan pertanaman yang seragam dengan vigor kekuatan tumbuh yang tinggi.

Persentase DB, IV, KCT dan PTM benih varietas Bima 3 juga lebih tinggi dibandingkan STJ-01 walupun tidak berbeda nyata (Tabel 8) menunjukkan bahwa vigor benih varietas Bima 3 lebih baik daripada benih STJ-01.

Pengujian Vigor Benih terhadap Kekeringan

(60)

33

maksimum, panjang akar dan bobot kering akar menunjukkan bahwa varietas hanya memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Tekanan osmotik PEG 6000 memberikan pengaruh nyata terhadap indeks vigor, panjang akar dan bobot kering akar (Tabel 10). Interaksi antara varietas dengan tekanan osmotik PEG 6000 hanya memberikan pengaruh nyata terhadap variabel DB dan KCT (Tabel 9).

Tabel 9 Pengaruh interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh

Varietas Tekanan osmotik PEG 6000 (bar)

0 -0.04 -0.06 -0.08 -0.1

...DB (%)...

Bima 3 98 a 94 ab 91 ab 60 d 4 e

STJ-01 99 a 88 b 77 c 66 d 7 e

...KCT (%/etmal)...

Bima 3 24.40 a 18.48 b 16.09 c 10.62 e 0.57 f STJ-01 24.43 a 17.31 bc 13.95 d 11.87 e 1.12 f Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama masing-masing

perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, DB = Daya berkecambah, KCT = Kecepatan tumbuh, etmal = 24 jam.

Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan persentase DB yang berbeda-beda pada masing-masing varietas (Tabel 9). Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 -0.04 bar sampai -0.06 bar menunjukkan adanya penurunan persentase DB benih varietas Bima 3 walaupun tidak nyata secara statistik. Hal berbeda terlihat pada STJ-01, peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 -0.04 bar mengakibatkan penurunan persentase DB secara nyata.

Perbedaan nyata antara varietas hanya ditunjukkan oleh tekanan osmotik PEG 6000 -0.06 bar sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi perbedaan toleransi antar varietas jagung hibrida berdasarkan DB dan KCT. Persentase DB dan KCT benih jagung varietas Bima 3 lebih tinggi dibandingkan STJ-01 pada tekanan osmotik -0.06 menunjukkan bahwa benih jagung varietas Bima 3 lebih toleran terhadap kekeringan dibandingkan benih jagung STJ-01.

(61)

34

padal level tekanan osmotik PEG 6000 -0.06 bar, bahkan benih mengalami kematian pada tekanan osmotik -0.1 bar. Hal ini berarti bahwa benih jagung varietas Bima 3 dan STJ-01 masih toleran terhadap kekeringan pada tekanan osmotik PEG 6000 -0.04 bar dengan IV sebesar 82.5% (Tabel 10).

Tabel 10 Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot kering akar Perlakuan IV (%) PTM (%) PA (cm) BKA (g) PTM = Potensi tumbuh maksimum, PA = Panjang akar, BKA = Bobot kering akar.

Pengujian Vigor Benih terhadap Salinitas

Analisis ragam pengaruh varietas dan konsentrasi NaCl terhadap variabel tinggi bibit, jumlah daun hijau, panjang akar dan bobot kering akar menunjukkan bahwa varietas dan NaCl hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun hijau (Tabel 11).

Tabel 11 Pengaruh varietas dan NaCl terhadap tinggi bibit, jumlah daun hijau, panjang akar dan bobot kering akar pada umur tanaman 4 minggu

Perlakuan TB (cm) JD PA (cm) BKA (g)

Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama berbeda nyata pada uji DMRT

taraf 5%. TB = Tinggi bibit, JD = jumlah daun hijau, PA = Panjang akar, BKA = Bobot kering akar.

(62)

35

(63)
(64)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01, tinggi letak tongkol tetua betina Bima 3 dan STJ-01, indeks luas daun tetua betina STJ-01, jumlah tongkol panen tetua betina Bima 3, bobot tongkol tanpa kelobot Bima 3 serta produktivitas benih Bima 3 dan STJ-1.

Rasio tetua berpengaruh terhadap produktivitas benih Bima 3 dan STJ-01. Produktivitas benih jagung varietas Bima 3 tertinggi diperoleh pada rasio tetua 1:5 yaitu 1.43 ton/ha dan produktivitas benih jagung STJ-01 tertinggi pada rasio tetua 1:4 yaitu 3 ton/ha.

Mutu benih jagung varietas Bima 3 lebih baik dibandingkan dengan STJ-01. Pertumbuhan kecambah benih varietas Bima 3 lebih serempak, lebih toleran terhadap kekeringan berdasarkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada tekanan osmotik -0.06 bar dan lebih toleran terhadap cekaman salinitas pada konsentrasi NaCl 4000 ppm berdasarkan jumlah daun hijau.

Saran

1. Hasil penelitian dapat dijadikan rekomendasi dalam produksi benih jagung hibrida varietas Bima 3 dan STJ-01.

(65)

Gambar

Tabel 1  Analisis ragam variabel agronomis tetua Bima 3 dan STJ-01
Tabel 2  Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman
Tabel 3. Letak tongkol tetua betina STJ-01 lebih tinggi dibandingkan dengan tetua
Tabel 5  Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah tongkol
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pembacaan aktivitas antimikroba yaitu dengan cara diukurnya zona bening yang muncul disekitar sampel edible film pada cawan petri dan dikur menggunakan jangka

Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada harga saham antara bulan Muharam, Rajab, Zulkaidah dan Zulhijah dengan bulan-bulan

17 Pada umumnya para orientalis yang berjasa dalam bidang ini, adalah para orientalis yang giat dalam kerja penerjemahan dan hanya membatasi kajian pada deskripsi,

Hasil penelitian tidak ditemukan spektrum efek toksik infusa daun sirih merah terhadap kadar glukosa darah dan perubahan struktural pada histopatologi pankreas bagian sel

Kata Kunci: sikap terhadap whistleblower, komitmen organisasi, ethical climate- principle , self efficacy, niat melakukan

Perancangan sistem komunikasi ini dilakukan dengan mengirimkan data secara terus menerus untuk sistem autonomous dan mengirimkan data lokasi apabila sensor mendeteksi

Oleh karena itu untuk menghilangkan dikotomi dalam pendidikan tersebut, maka didirikanlah sekolah Islam terpadu, sehingga diharapkan dapat melahirkan generasi muslim

Peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1980 menyatakan bahwa setiap hari seorang apoteker harus berada di apotek untuk melayani masyarakat dan bertanggung jawab atas