• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

KEAWETAN ALAMI DUA BELAS JENIS KAYU DARI

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT TERHADAP

SERANGAN RAYAP

DEA SEPTIANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DEA SEPTIANA. Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap. Dibimbing oleh FAUZI FEBRIANTO dan ARINANA.

Penelitian ini bertujuan menganalisis sifat keawetan alami 12 jenis kayu yang tumbuh di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Institut Pertanian Bogor terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Bagian gubal dan teras dari kayu bungur, jabon, filicium, puspa, simpur, tanjung, agathis, mahoni, pasang, sungkai, krey payung, dan salam dengan ukuran diameter antara 15-35 cm digunakan dalam penelitian ini. Penilaian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap mengacu pada SNI 01.7207-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kehilangan berat kayu bervariasi menurut jenis kayu dan bagian gubal dan teras. Bagian gubal dan teras kayu filicium, bagian gubal bungur, pasang, dan bagian teras kayu simpur, mahoni memiliki keawetan alami paling tinggi (kelas awet II) terhadap serangan rayap tanah. Bagian gubal dan teras kayu salam dan bagian teras kayu bungur, puspa, tanjung termasuk kelas awet III. Bagian gubal kayu simpur, sungkai, pinus, mahoni, puspa, tanjung dan bagian teras kayu pasang, sungkai, dan pinus termasuk kelas awet IV. Bagian gubal maupun teras kayu agathis, jabon, dan bagian teras kayu pinus memiliki keawetan alami paling rendah (kelas awet V). Bagian gubal maupun teras 12 jenis kayu tergolong pada kelas awet I terhadap rayap kayu kering, kecuali bagian gubal kayu agathis, pinus, dan jabon termasuk kelas awet II.

Kata kunci: gubal, hutan pendidikan gunung walat, keawetan alami, rayap, teras.

ABSTRACT

DEA SEPTIANA. Natural Durability of 12 Woods Species Grown in Mount Walat Forest Education against Termites Attacked. Supervised by FAUZI FEBRIANTO and ARINANA

(5)

jabon, and pinus had the lowest natural durability against C. curvignathus (5th class). Almost all parts of 12 woods species tested belonged to 1st class against C cynocephalus except sapwood of agathis, pinus, and jabon belonged to 2nd class.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KEAWETAN ALAMI DUA BELAS JENIS KAYU DARI

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT TERHADAP

SERANGAN RAYAP

DEA SEPTIANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat terhadap Serangan Rayap

Nama : Dea Septiana NIM : E24090064

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Pembimbing I

Arinana, Shut MSi Pembimbing II

Diketahui oleh,

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, M.Sc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Keawetan Alami Dua Belas Jenis Kayu dari Hutan Pendidikan Gunung Walat Terhadap Serangan Rayap”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga September 2013.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS dan Arinana, SHut MSi yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai akhir penulisan.

2. Orang tua dan kakak-kakak tersayang yang selalu memberikan doa dan semangat.

3. Rekan-rekan Fakultas kehutanan khususnya THH 46 atas segala bantuan dan motivasinya.

4. Andi Zaim, Edo, Adi W, Adi P, Intan, Bemby, Sally, Della, Tika, Novi, Cuya, Ega, Dafi atas segala bantuan dan motivasinya.

Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Keawetan Alami 2

Bungur (Lagerstroemia speciosa) 2

Jabon (Anthocephalus cadamba) 3

Puspa (Schima wallichii) 3

Simpur Batu (Dillenia grandifolia) 4

Tanjung (Mimusops elangi L) 4

Agathis (Agathis loranthifolia) 4

Mahoni (Swietenia macrophylla) 5

Pasang (Lithocarpus sundaicus) 5

Sungkai (Peronema canescens) 5

Krey Payung (Filicium decipiens) 6

Salam (Syzigium polyanthum) 6

Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren 6

Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light 7

METODE 8

Waktu dan Tempat 8

Bahan 8

Alat 9

Prosedur Penelitian 9

Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah 10 Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap kayu kering 11

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Keawetan alami kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus 13 Keawetan alami kayu terhadap rayap kayu kering C. cynocephalus 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(13)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI

01.7202-2006 11

2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering berdasarkan

SNI 01.7202-2006 12

DAFTAR GAMBAR

1 Ukuran diameter contoh uji kayu sebelum pemotongan 8 2 Pemotongan contoh uji kayu pada bagian teras dan gubal 9 3 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap tanah C.

curvignathus dengan metode SNI 01.7202-2006. 10 4 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap kayu kering C.

cynocephalus dengan metode SNI 01.7202-2006. 12 5 Kehilangan berat dua belas jenis kayu setelah diumpankan pada rayap

tanah C. curvignathus 13

6 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus 15

7 Kehilangan berat dua belas jenis kayu setelah diumpankan pada rayap

kayu kering C. cynocephalus 16

8 Mortalitas rayap kayu kering C. cynocephalusError! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan

rayap tanah 21

2 Analisis data sidik ragam mortalitas rayap tanah 21 3 Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan

rayap kayu kering 21

4 Analisis data sidik ragam mortalitas rayap kayu kering 22

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) mulai dibangun dan ditanam pada tahun 1951 dan diperuntukkan bagi sarana pendidikan. Pada tanggal 14 Oktober 1969 HPGW seluas 359 ha telah ditunjuk sebagai hutan pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada Institut Pertanian Bogor (IPB) khususnya Fakultas Kehutanan IPB. HPGW pada mulanya berupa lahan kosong dan sejak tahun 1951 dilakukan penanaman dengan jenis Agathis loranthifolia. Tahun 1973 penutupan lahan HPGW mencapai 53%, dan pada tahun 1980 telah mencapai 100%. Tegakan yang ada di HPGW terdiri dari jenis Agathis loranthifolia, Pinus merkusii, Swietenia macrophylla, Dalbergia latifolia, Schima wallichii, Gliricidae sp., Altingia excelsa, Falcataria mollucana, Shorea sp., dan Acacia mangium. Pada tahun 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan potensial termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu juga ditemukan tumbuhan obat sebanyak 68 jenis (Nandi 2013). Potensi hutan berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2010 yang dilakukan oleh Universitas Goettingen adalah sebanyak 11 381 m3 kayu Agathis loranthifolia (damar), 62 782 m2 kayu Pinus merkusii (pinus), 5 943 m3 kayu Schima wallichii (puspa), 19 809 m3 tanaman campuran (mix plantation) dan sebanyak 826 m3 hutan sekunder. HPGW juga memiliki lebih dari 100 pohon damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih bibit unggul (Adirianto 2012).

Keawetan kayu merupakan hal yang penting karena kasus perusakan kayu oleh organisme perusak kayu tidak hanya menimbulkan masalah secara teknis namun juga secara ekonomis. Rayap merupakan hama yang sangat penting secara ekonomis di berbagai negara, khususnya di daerah tropika karena banyak menyebabkan kerusakan pada struktur kayu bangunan dan bahan berlignoselulosa lainnya (Rismayadi 2008). Rayap juga merupakan organisme perusak yang dikenal luas sebagai hama penting dalam kehidupan manusia. Rayap merupakan organisme yang hidup sejak 300 juta tahun lalu. Selain populasinya yang tinggi, rayap memiliki daya jelajah yang cukup luas. Oleh karena itu lebih dari 80% daratan Indonesia merupakan habitat yang baik bagi kehidupan berbagai jenis serangga termasuk tidak kurang dari 200 jenis rayap atau 10% dari keragaman rayap yang tersebar di dunia merupakan bagian dari berbagai tipe ekosistem Indonesia (Nandika et al. 2003).

(16)

2

digunakan diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan alami 12 jenis kayu yang berada di HPGW terhadap serangan rayap.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah keawetan alami ke 12 jenis kayu dari HPGW terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynoceph alus); 2) Bagaimanakah keawetan alami bagian kayu gubal dan teras terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Light) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat keawetan alami 12 jenis kayu dari HPGW terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus dan rayap kayu kering C. cynocephalus secara laboratorium mengacu pada SNI 01.7207-2006.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat keawetan alami 12 jenis kayu dari HPGW terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus dan rayap kayu kering C. cynocephalus.

TINJAUAN PUSTAKA

Keawetan Alami

Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur, serangga, penggerek laut (marine borers) dalam lingkungannya yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Nilai suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya akan kurang berarti jika keawetannya rendah dan penggunaannya tidak tepat. Selain bergantung pada jenis kayu, jenis organisme yang menyerang kayu juga mempengaruhinya (Martawijaya et al. 1981).

Keawetan secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu. Kandungan zat ekstraktif kayu bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain– lain. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbeda-beda. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif kayu keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Tobing (1977) menyatakan bahwa sifat keawetan kayu terhadap faktor perusak kayu biologis dapat ditentukan dengan dua cara yaitu cara kuburan (graveyard test) dan cara laboratorium (laboratory test).

Bungur (Lagerstroemia speciosa)

(17)

3 kuning muda sampai putih-kelabu, kadang–kadang semu merah jambu, tebal 7,5 cm atau lebih. Bungur berasal dari famili Lythraceae. Pori tersusun dalam tatalingkar, sebagian besar soliter, sebagian bergabung 2-3 dalam arah radial, diameter pori pada batas lingkaran tumbuh 200-300 µ, sedangkan diantara lingkaran tumbuh 100-200 µ, berisi tilosis. Parenkim sangat banyak, termasuk tipe paratrakeal bersambung, terutama pada bagian kayu diantara batas lingkaran tumbuh. Kayu bungur memiliki kadar selulosa 62.5%, lignin 28.6%, dan pentosan 13.5%. Kayu bungur masuk dalam kelas awet II–III, daya tahan terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas I–II. Keterawetan kayu bungur termasuk kelas sangat sukar. Berat jenis (BJ) kayu bungur rata–rata 0.69 (0.58 – 0.81) dengan kelas kuat II–III (Martawijaya et al. 1989).

Jabon (Anthocephalus cadamba)

Kayu jabon tergolong kayu cepat tumbuh atau fast growing species yang memiliki banyak kegunaan seperti dapat dipergunakan sebagai bahan baku korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak–anak, pulp, kelom,dan bahan konstruksi ringan lainnya. Kayu jabon memiliki warna kayu teras putih semu-semu kuning muda, lambat laun menjadi kuning semu-semu-semu-semu gading, kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu teras. Pori bergabung 2-3 dalam arah radial, jarang soliter, diameter 13-220 µ. Parenkim agak jarang, dapat dilihat dibawah kaca pembesar (10x) seperti garis-garis pendek yang tersebar seringkali 2-3 garis bersambung dalam arah tangensial diantara jari-jari dan bersinggungan dengan pori, atau membentuk garis-garis panjang yang halus dan merupakan jaringan seperti jala dengan jari-jari. Kayu jabon memiliki kadar selulosa 52.4%, lignin

(18)

4

Simpur Batu (Dillenia grandifolia)

Kayu simpur berasal dari famili Dilleniaceae yang memiliki warna kayu teras berwarna cokelat-merah, kadang–kadang semu lembayung, menjadi gelap jika kena sinar matahari. Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas jelas dengan kayu teras. Pori hampir seluruhnya soliter, berbentuk lonjong, diameter 100-200 µ, kadang-kadang berisi endapan berwarna putih atau coklat. Parenkim termasuk tipe apotrakeal dan paratrakeal. Parenkim paratrakeal berbentuk selubang tidak lengkap, sedangkan parenkim apotrakeal tersebar dan kadang-kadang berbentuk garis-garis pendek. Kayu simpur memiliki kadar kimia selulosa 50%, lignin 31.3%, dan pentosan 14%. Kayu simpur termasuk ke dalam kelas awet III, tetapi berdasarkan percobaan kubur keawetannya termasuk kelas V. Daya tahan terhadap serangan jamur pelapuk termasuk kelas IV. BJ dari kayu simpur memiliki nilai rata–rata 0.80 (0.68–0.92) atau kelas kuat II–I (Martawijaya et al. 1989).

Tanjung (Mimusops elangi L)

Kayu tanjung berasal dari family Sapotaceae yang memiliki warna kayu teras cokelat tua, sedangkan kayu gubal berwarna lebih muda dengan batas yang jelas dengan kayu teras. Pori berbentuk lonjong, umumnya berupa gabungan 3 pori atau lebih dalam arah radial, diameter kurang dari 100 µ, berisi tilosis dan endapan berwarna gelap. Parenkim tipe apotrakeal berupa pita halus berjarak teratur dengan frekuensi 5-6 per mm. Jari-jari heteroselular, uniseriat dan biseriat, sangat halus, umumnya tidak berisi kristal, tetapi selalu berisi butir-butir silika. Kayu tanjung memiliki kadar kimia selulosa 48.1%, lignin 26.1%, dan pentosan 14.3%. Kayu tanjung masuk dalam kelas awet I–II. Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II dan terhadap serangan rayap kayu kering termasuk kelas IV. BJ kayu tanjung memiliki nilai 1.00 (0.92–1.12) atau kelas kuat I. kayu tanjung biasanya digunakan untuk lantai, mebel, tangkai alat dan alat –alat lainnya (Martawijaya et al. 1989).

Agathis (Agathis loranthifolia)

(19)

5

Mahoni (Swietenia macrophylla)

Kayu mahoni berasal dari famili Meliaceae, kayu mahoni memiliki warna kayu teras cokelat muda kemerah–merahan atau kekuning–kuningan sampai cokelat tua kemerah–merahan, lambat laun menjadi tua. Mahoni memiliki tekstur kayu agak halus, arah serat berpadu, kadang-kadang bergelombang. Pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter 100-200 µ. parenkim terminal merupakan pita-pita panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh. Mahoni memiliki jari-jari seluruhnya multiserat, lebar 30-50 µ. Kayu mahoni memiliki kadar selulosa 46.8%, lignin 26.9%, dan pentosan 16.4%. BJ kayu mahoni memiliki nilai rata-rata antara 0.61 (0.53–0.67) atau kelas kuat II–III. Keawetan alami mahoni secara umum termasuk kelas awet III. Kayu mahoni dikenal baik untuk finir dekoratif dan kayu lapis ataupun barang kerajinan (Martawijaya et al. 1981).

Pasang (Lithocarpus sundaicus)

Kayu pasang termasuk family Fagaceae. Kayu pasang memiliki warna teras putih kecokelat–cokelatan, cokelat–kelabu, cokelat sampai merah–cokelat, kadang–kadang dengan pewarnaan kuning, kayu gubal biasanya berwarna lebih muda dan tidak dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras. Pori hampir seluruhnya soliter, berkelompok radial atau miring, diameter 200-300 µ, kadang-kadang berisi tilosis. jari ada dua macam, sangat halus dan sangat lebar. Jari-jari yang sangat halus tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan Jari- jari-jari yang sangat lebar tingginya mencapai 10-20 mm. Parenkim apotrakeal berbentuk pita-pita sempit yang berombak dan agak rapat. Kayu pasang memiliki kadar selulosa 56.7%, lignin 27.2%, dan pentosan 15%. BJ kayu pasang memiliki nilai antara 1.00–0.58 atau kelas kuat I–III. Keawetan alami pasang secara umum termasuk kelas awet II–IV. Kegunaan kayu pasang biasanya untuk balok pada bangunan perumahan dan jembatan, juga untuk papan dan tiang. Selanjutnya kayu ini dapat dipakai untung batang cikar dan tangkai peralatan. Kayu pasang juga memiliki corak yang indah (Martawijaya et al. 1981).

Sungkai (Peronema canescens)

(20)

6

berupa garis–garis indah mungkin baik untuk finir mewah (Martawijaya et al. 1981).

Krey Payung (Filicium decipiens)

Kayu krey payung berasal dari famili Sapindaceae memiliki daun menyirip dan selebar 4-6 inci. Kayu krey payung biasanya bagus digunakan dalam penyerapan dan penjerap debu semen sehingga banyak digunakan dalam penggunaannya sebagai pohon penyerap pencemaran pabrik semen. Ketahanannya yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) menyebabkan krey payung ini digunakan sebagai pohon hutan kota. Krey payung memiliki warna abu-abu kecokelatan dengan kulit batang retak-retak tidak teratur dan pada umumnya arah retakan vertical. Krey payung memiliki daun majemuk dengan panjang antara 4 – 13 cm dan lebar antara 1 – 3 cm. Krey payung banyak digunakan bukan untuk kayu perdagangan namun digunakan sebagai pohon peneduh atau pohon yang digunakan dalam pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan (Dinas Kehutanan 2012).

Salam (Syzigium polyanthum)

Kayu salam berasal dari famili Myrtaceae yang memiliki kelas awet III, kayu salam memiliki banyak manfaat selain digunakan dalam tanaman obat kayu salam juga bisa digunakan untuk penyedap masakan. Kayu teras pada pohon salam berwarna kuning kelabu, coklat zaitun, coklat emas sampai coklat keungu– unguan, dengan batas yang tidak jelas. Untuk kelas kuat kayu salam termasuk kelas kuat III (Ismas 2012). Kayu salam tergolong kedalam kayu kelat (nama perdagangan) dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan dan perabotan rumah tangga. Kulit batang kayu salam mengandung tanin, kerap dimanfaatkan sebagai bahan anyaman dari bambu pada daun salam kering terdapat sekitar 0.17% minyak esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol di dalamnya. Ekstak etanol dari daun kayu salam menunjukan efek anti jamur dan anti bakteri, sedangkan ekstrak metanolnya bersifat anti cacing (Perum Perhutani 2011).

Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

(21)

7 subtropika. Namun kini penyebarannya meluas ke daerah beriklim sedang dengan batas – batas 500 LU dan 500 LS. Di daerah tropika rayap dapat ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 mdpl (Tarumingkeng 2001).

Kasta prajurit pada rayap dapat dengan mudah dikenal dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Karakter seksual pada kasta prajurit dari beberapa jenis rayap hampir tidak tampak secara genetik, kasta prajurit dapat berkelamin jantan atau betina. Kasta prajurit melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap. Jumlah rayap kasta prajurit adalah 10% dari jumlah suatu populasi koloni rayap (Hasan 1986). Tidak kurang dari 80–90% populasi dalam koloni rayap merupakan individu–individu kasta pekerja, kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Kasta reproduksi terdiri atas individu–individu seksual yaitu betina (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini dibedakan menjadi kasta reproduksi primer dan kasta reproduksi suplementer atau neoton, ratu rayap dapat mencapai ukuran panjang 5–9 cm atau lebih. Peningkatan ukuran tubuh ini terjadi karena pertumbuhan ovaris, usus dan penambahan lemak tubuh, pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak dapat bergerak aktif dan tampak malas. (Nandika et al. 2003).

Rayap C. curvignathus merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang paling ganas dibandingkan jenis rayap lainnya. Rayap ini mampu menyerang hingga ke lantai tinggi suatu bangunan bertingkat. Rayap akan masuk ke dalam kayu sampai bagian tengah yang memotong sejajar dengan serat kayu melalui lubang kecil yang ada di permukaan kayu (Prasetyo & Hadi 2005).

Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light

Rayap kayu kering merupakan jenis rayap yang umumnya terdapat pada daerah–daerah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Filipina. Rayap ini termasuk famili Kalotermitidae dan biasa menyerang kayu-kayu yang kering, kayu yang tidak lapuk termasuk kayu struktur bangunan, kusen pintu, jendela, parabot rumah tangga, dan lain-lain. Bahan-bahan lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain juga diserang (Nandika et al. 2003).

Rayap kayu kering merupakan rayap yang menggunakan kayu sebagai sumber makanan dan sekaligus sebagai tempat hidupnya, umumnya memiliki aktivitas jelajah yang terbatas seperti genus Neotermes. Jumlah individu anggota koloni rayap ini hanya beberapa ratus individu sehingga luas sarang pada umumnya sangat terbatas. Liang–liang yang yang terdapat pada sarang rayap ini sejajar dengan serat kayu (Nandika et al. 2003).

(22)

8

berlubang, dan terdapat butiran–butiran kecil halus yang merupakan kotoran rayap kayu kering. Rayap kayu kering memiliki kecepatan merusak kayu tegolong lambat karena rayap kayu kering memiliki koloni yang kecil dan membutuhkan waktu yang lama untuk merusak sebuah kayu pada peralatan rumah (Lena 2010).

METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada mulai bulan Desember 2012 sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, dan Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rayap tanah C. curvignathus, rayap kayu kering C. cynocephalus, kayu agathis (Agathis loranthifolia), kayu bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), kayu krey payung (Filicium decipiens), kayu jabon (Anthocephalus cadamba), kayu mahoni (Swietenia macrophylla), kayu puspa (Schima walichii), kayu pasang (Lithocarpus sundaicus), kayu pinus (Pinus merkusii), kayu salam (Syzigium polyanthum), kayu simpur (Dillenia grandifolia), kayu sungkai (Peronema canescens), kayu tanjung (Mimusops elangi L). Kayu berasal dari HPGW. Bagian kayu yang dijadikan contoh uji adalah bagian pangkal pohon dengan diameter kayu berkisar antara 15 cm-33 cm (Gambar 1). Bahan lain yang digunakan kapas, air bersih, alkohol 70%, dan alumunium foil.

.

(a) (b) (c)

a

(23)

9

(g) (h) (i)

(j) (k) (l)

Gambar 1 Bentuk dan ukuran kayu yang digunakan dalam penelitian yaitu : agathis (a), bungur (b), krey payung (c), jabon (d), mahoni (e), pasang(f), pinus (g), puspa (h), salam (i), simpur (j), sungkai (k), tanjung (l).

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, botol uji, desikator, timbangan digital, sendok, cawan petri, paralon, bulu ayam, lilin, sarung tangan, alat hitung, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Pengujian keawetan 12 jenis kayu mengacu pada metode yang tercantum pada SNI 01.7207-2006. Dalam penelitian ini contoh uji kayu diumpankan pada rayap tanah dan rayap kayu kering. Contoh uji kayu diambil dari bagian teras dan gubal dari masing-masing jenis kayu dengan ulangan sebanyak 3 kali ulangan (Gambar 2).

(24)

10

Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah

Contoh uji kayu yang berukuran 2.5 x 2.5 x 0.5 cm dioven pada suhu 60 0C ± 2 0C selama 48 jam untuk mendapatkan berat kayu sebelum pengujian (W1). Sampel uji yang sudah dioven dimasukkan ke dalam botol uji, diletakan dengan cara berdiri pada dasar sampel uji dan disandarkan sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar contoh uji menyentuh dinding botol uji (Gambar 3).

Gambar 3 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus dengan metode SNI 01. 7202-2006.

Sebanyak 200 g pasir yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam botol uji lalu ditambahkan air sebanyak 50 ml. Sebanyak 200 ekor rayap tanah C. curvignathus kasta pekerja yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam botol uji yang sudah berisi pasir yang lembab. Selanjutnya botol uji ditutup menggunakan alumunium foil dan disimpan ditempat yang gelap selama 4 minggu. Setiap minggu aktivitas rayap diamati tanpa menggangu aktivitasnya. Setelah 4 minggu botol uji dibongkar, kayu diambil dan dibersihkan lalu dioven pada suhu 60 ± 2 0C selama 48 jam untuk mendapatkan nilai (W2). Nilai kehilangan berat contoh uji dihitung dengan persamaan berikut:

Ket :

WL = Penurunan berat (%)

W1 = Berat kering oven kayu sebelum pengumpanan (g) W2 = Berat kering oven kayu setelah pengumpanan (g)

Perhitungan nilai mortalitas rayap pada contoh uji terhadap rayap tanah adalah sebgai berikut:

Ket :

MR = Mortalitas rayap D = Jumlah rayap mati

(25)

11 Klasifikasi keawetan alami kayu terhadap rayap tanah ditetapkan mengacu pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah SNI 01.7202-2006

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan <3.52

II Tahan 3.52-7.50

III Sedang 7.50-10.96

IV Buruk 10.96-18.94

V Sangat buruk 18.94-31.89

Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap kayu kering

Contoh uji kayu berukuran 5x5 x2.5 cm dioven pada suhu 60±2 0C selama 48 jam untuk mendapatkan berat kayu sebelum pengujian (W1). Sampel uji yang sudah dioven diumpankan. Pda salah satu sisi contoh uji yang terlebar dipasang paralon dengan ukuran diameter 1.5 cm dan tinggi 3.5 cm. Agar paralon tidak bergerak, maka dibagian bawah sisi paralon diberi lilin (Gambar 4).

Ke dalam pipa paralon dimasukkan rayap kayu kering C. cynocephalus sebanyak 50 ekor yang masih sehat dan aktif dan kemudian paralon tersebut ditutup dengan kapas. Contoh uji tersebut disimpan di tempat gelap selama 12 minggu. Setelah 12 minggu contoh uji dibongkar, dibersihkan dan dihitung jumlah rayap yang masih hidup untuk menentukan mortalitas. Contoh uji kayu sudah dibersihkan dioven kembali pada suhu suhu 60±20C selama 48 jam untuk mendapatkan berat kayu setelah pengujian (W2). Untuk mendapatkan nilai kehilangan berat contoh uji dihitung dengan persamaan berikut:

Ket :

WL = Penurunan berat (%)

W1 = Berat kering oven kayu sebelum pengumpanan (g) W2 = Berat kering oben kayu setelah pengumpanan (g)

Perhitungan nilai mortalitas rayap pada contoh uji terhadap rayap kayu kering :

Ket :

MR = Mortalitas

D = Jumlah rayap mati

50 = Jumlah rayap awal pengujian

(26)

12

(a) (b)

Gambar 4 Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap kayu (a) kering C. cynocephalus dengan metode SNI 01.7201-2006, Kondisi pengujian setelah pengumpanan 12 minggu (b).

Tabel 2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering SNI 01.7202-2006

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan <2.0

II Tahan 2.0-4.4

III Sedang 4.4-8.2

IV Buruk 8.2-28.1

V Sangat buruk >28.1

Analisis Data

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Ke dua faktor perlakuan tersebut adalah faktor A (variasi jenis kayu) dan faktor B (bagian gubal dan teras). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij + εijk Dimana :

Yijk = Nilai respon pada jenis kayu pada taraf ke-i dan faktor bagian kayu pada taraf ke-j pada ulangan ke-k

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh variasi jenis kayu taraf ke-i βj = Pengaruh bagian kayu taraf ke-j i = Jenis kayu

j = Bagian kayu

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor variasi jenis kayu pada taraf ke-i dan faktor bagian kayu pada taraf ke-j

(27)

13 Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% dilakukan untuk mencari pengaruh jenis kayu dan bagian kayu terhadap kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap. Jika berdasarkan hasil analisis ragam ditemukan faktor yang berpengaruh nyata maka dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis perbandingan Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keawetan Alami Kayu Terhadap Serangan Rayap Tanah C. curvignathus

Nilai kehilangan berat dari dua belas jenis kayu yang diumpankan pada rayap tanah C. curvignathus disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kehilangan berat 12 jenis kayu setelah diumpankan pada rayap tanah C. curvignathus.

(28)

14

13.98% dan pada bagian teras 5.28% kedua bagian memiliki perbedaan kelas awet yang jauh yaitu pada bagian gubal termasuk kelas awet IV dan teras kelas awet II. Kayu salam memiliki nilai persentasi kehilangan berat pada bagian gubal sebesar 9.97% dan pada bagian teras 8.52% kelas awet pada kedua bagian kayu tersebut termasuk kelas awet III. Kayu puspa memiliki nilai persentasi pada bagian gubal sebesar 15.33% dan pada bagian teras 8.63% bagian gubal termasuk kelas awet IV dan teras termasuk kelas awet III. Kayu tanjung memiliki nilai persentasi pada bagian gubal sebesar 11.72% dan pada bagian teras 9.71% kayu bagian gubal masuk kelas awet IV dan bagian teras masuk kelas awet III.

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kayu dan bagian kayu serta interaksi keduanya terhadap kehilangan berat. Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor jenis dan faktor bagian kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kehilangan berat namun interaksi keduanya tidak berpengaruh secara nyata. Sebagaimana pernyataan Seng (1990), kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai (service life) yang lama dan mampu menahan terhadap serangan dari faktor perusak kayu (termsauk rayap). Kayu memiliki keawetan secara alami yang ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang tentu saja bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi pada batang, dan faktor lainnya. Keawetan alami kayu terutama sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami jenis kayu berbeda–beda seperti pada penelitian ini. Jenis kayu yang diuji memiliki nilai persentase kehilangan berat kayu yang berbeda.

Beberapa kayu memiliki nilai kehilangan berat pada bagian teras lebih tinggi dibandingkan kayu gubalnya seperti pada kayu pasang, bungur, agathis, dan pinus. Kayu bagian teras seharusnya memiliki keawetan alami yang tinggi karena adanya zat–zat ekstraktif yang bersifat toxik lebih banyak pada bagian teras kayu (Pandit dan Kurniawan 2008) sehingga memungkinkan rayap yang memakan kayu bagian tersebut akan memiliki nilai persentasi kehilangan berat lebih rendah dibandingkan bagian gubalnya. Akan tetapi, tidak semua zat ekstraktif beracun terhadap organisme perusak kayu sebagaimana pernyataan Wistara et al. (2002). Selain itu terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ketahanan kayu terhadap rayap pada saat pengujian, diantaranya ketahanan rayap dari masing–masing individu yang tinggi (survive) dan umur pohon yang diujikan sebagian tergolong masih dalam tahap pertumbuhan yang memungkinkan zat ekstraktif dalam kayu bagian teras cenderung sedikit (Nandika et al. 2002).

(29)

15 dan 56.83% sedangkan bagias terasnya sebesar 77.33%, 35.83%, 91.66% dan 52.83%. Seperti yang dikatakan diatas bahwa kadar ekstraktif dari masing–masing kayu memiliki nilai yang berbeda semakin tinggi kadar ekstraktif maka rayap yang memakan kayu tesebut akan keracunan yang mengakibatkan kerusakan sistem saraf pada rayap dan akhirnya dapat membunuh rayap tersebut. Diduga nilai mortalitas yang tinggi pada bagian gubal disebabkan banyak faktor yaitu diantaranya pada ketahanan rayap dari masing-masing individu untuk bertahan (survive) berbeda–beda, kemampuan dari memakan dari masing–masing individu (feeding rate) yang berbeda–beda. Perubahan iklim dan kondisi lingkungan juga menyebabkan perubahan perkembangan, aktivitas dan perilaku rayap karena dapat menyebabkan berubahnya kelembaban dan suhu lingkungan sekitar (Nandika et al. 2003).

Uji statistik menunjukan bahwa faktor jenis kayu terhadap mortalitas rayap memberikan pengaruh yang nyata namun faktor bagian kayu dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Gambar 6 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus.

Keawetan Alami Kayu Terhadap Rayap Kayu Kering C. cynocephalus

(30)

16

termasuk kelas awet I. Kayu sungkai memiliki nilai kehilangan berat pada bagian gubal sebesar 0.42% dan bagian teras sebesar 0.64% dan keduanya termasuk kelas awet I. Kayu salam memiliki nilai persentasi kehilangan berat pada bagian gubal sebesar 0.21% dan bagian teras 0.36% keduanya bagian tersebut termasuk kelas awet I dan kayu tanjung memiliki nilai kehilangan berat pada bagian gubal sebesar 0.24% dan bagian teras 0.33%, keduanya sama–sama masuk kedalam kelas awet I. Kayu pasang, sempur, agathis, pinus, jabon, mahoni, dan puspa memiliki nilai kehilangan berat pada kayu bagian gubal lebih besar dari bagian terasnya yaitu 0.29%, 0.86%, 2.01%, 2.11%, 2.58%, 1.28%, 0.88% dan berturut– turut masuk kedalam kelas awet I, II, II, II, I dan I. Nilai kehilangan berat yang paling tinggi ada pada kayu jabon yaitu sebesar 2.58%, untuk nilai kehilangan berat pada kayu simpur batu, agathis, pinus, jabon, mahoni dan puspa di bagian teras berturu–turut sebesar 0.26%, 0.38%, 1.03%, 0.54%, 0.79%, 0.18%, dan 0.56% dan semua kayu bagian teras masuk kedalam kelas awet I.

Gambar 7 Kehilangan berat 12 jenis kayu setelah diumpankan pada rayap kayu kering C. cynocephalus.

Uji statistik menunjukan bahwa faktor jenis kayu, faktor bagian kayu dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kehilangan berat.

(31)

17

Gambar 8 Mortalitas rayap kayu kering C. cynocephalus.

Mortalitas rayap pada jenis kayu simpur, sungkai, salam dan tanjung memiliki nilai mortalitas pada bagian gubal lebih besar dari terasnya yaitu secara berturut–turut sebesar 94%, 76.66%, 86.66%, 95.33% dan untuk bagian terasnya berturut–turut sebesar 84%, 66.66%, 80% dan 92.66%. Pada keempat jenis kayu tersebut mortalitas tertinggi pada bagian kayu gubal maupun teras ada pada kayu tanjung yaitu sebesar 95.33% dan pada bagian gubal sebesar 92.66% hal ini dapat dilihat bahwa kayu tanjung memiliki nilai terbesar dari keempat kayu tersebut baik bagian teras maupun gubal diduga kayu tanjung memiliki kadar ekstraktif yang lebih tinggi dari pada keempat kayu lainnya sehingga rayap yang diumpankan mengalami keracunan dan menyebabkan kematian yang tinggi pada saat pengujian. Seperti yang dilakukan pada pengujian rayap tanah pada pengujian rayap kayu kering juga dilakukan perhitungan mortalitas rayap. Uji statistik menunjukan bahwa faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas kayu sedangkan faktor bagian kayu dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas.

(32)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diinformasikan bahwa ke–12 jenis kayu yang berasal dari HPGW memiliki keawetan yang berbeda–beda, kayu yang memiliki keawetan yang tinggi terhadap serangan rayap tanah adalah kayu filicium yaitu kelas awet II (tahan) baik bagian teras maupun gubalnya, kayu bungur masuk kedalam kelas awet II untuk bagian gubalnya kayu mahoni masuk kedalam kelas II untuk bagian terasnya. Pada jenis kayu lainnya memiliki nilai kelas awet diatas III (sedang) baik bagian teras ataupun gubalnya dan nilai terendah pada kelas awet ada pada kayu agathis dan jabon yang keduanya memiliki kelas awet V (sangat buruk) baik bagian gubal ataupun terasnya. Hasil pengujian keawetan alami kayu terhadap rayap kayu kering memiliki nilai yang sama untuk semua jenis kayu yaitu memiliki nilai kelas awet I kecuali kayu agathis, pinus dan jabon memiliki nilai kelas awet II untuk bagian gubal namun pada bagian teras memiliki kelas awet I. Keawetan alami kayu dipengaruhi oleh beberapa jenis faktor diantaranya umur pohon, kadar ekstraktif dan bagian pada pohon kayu selain ketiga faktor tersebut lingkungan juga sangat mempengaruhi terhadap keberlangsungan kehidupan rayap.

Saran

(33)

19

DAFTAR PUSTAKA

Adirianto B. 2012. Potensi Nilai Ekonomi Total Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Dinas Kehutanan. 2012. Manfaat pengembangan hutan kota [Internet].[diunduh 2013 Juni 4].Tersedia pada :http://dishutekg.wordpress.com/2012/08/28/ Hasan T. 1986. Rayap dan Pemberantasannya: Penanggulangan dan Pencegahan.

Jakarta (ID): Yasaguna.

Inward D, Beccaloni G, Enggleton P. 2007. Death of an order: a comprehensive molecular phylogenetic study confirms that termites are eusocial cockroaches biol [Internet].[diunduh 2013 September 4]: 331 – 335. Tersedia pada: http://rsbl.royalsocietypublishing.org/subscriptions

Isamas. 2012. Tumbuhan hutan (3): pohon salam tidak hanya sekedar untuk penyedap masakan [Internet].[diunduh 2013 Juni 4]:- Tersedia pada: http://isamas54.blogspot.com/2012/04/tumbuhan-hutan-3-pohon-salam-tidak.html.

Kosmaryandi N. 2013. Keanekaragaman Hayati Hutan Pendidikan Gunung Walat. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Kuswanto E, Syafii W, Nandika D. 2008. Respon rayap tanah Coptotermes curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) terhadap ekstraktif kayu eboni. Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Palangkaraya, Indonesia.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia: Jilid I. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas kayu Indonesia: Jilid II. Bogor (ID): Departemen Kehutanan.

Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID): Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Perum Perhutani. 2011. Monitoring dan Evaluasi Jenis Tanaman Rimba Eksotik. Kendal (ID): Perhutani.

Prasetyo KW, Hadi YS. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Rismayadi Y. 2008. Pengujian labolatorium efikasi umpan rayap berbahan aktif hexaflumuron dan bistreifluron terhadap rayap tanah Coptotermes curvignatus (Rhinotermitidae). Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Palangkaraya, Indonesia.

(34)

20

Simamora L. 2010. Perbandingan Standar Pengujian Keawetan Kayu Terhadap Serangan Rayap Tanah Skala Laboratorium(SNI 01. 7207- 2006 DAN JIS K 1571- 2004). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sulistyowati NA. 2004. Perlindungan investasi konstruksi terahdap serangan organisme perusak [Internet]. [diunduh 2013 Juli 20]. Tersedia pada: http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/pdf 9.pdf.

Sumarni G, Muslich M. 2007. Keawetan 57 jenis kayu Indonesia dan kegunaannya untuk konstruksi bangunan. Seminar Nasional MAPEKI X. Pontianak – Kalimantan Barat : 2007 Agustus 9-11: Bogor: Indonesia hlm 533-543.

Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perlakuan Rayap. Bogor (D): Institut Pertanian Bogor.

Tobing TL. 1977. Pengawetan Kayu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(35)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan rayap tanah

* memberikan berpengaruh nyata selang kepercayaan 95%

Lampiran 2 Analisis data sidik ragam mortalitas rayap tanah

Sumber Type III Jumlah

*memberikan berpengaruh nyata selang kepercayaan 95%

Lampiran 3 Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan rayap kayu kering

(36)

22

Lampiran 4 Analisis data sidik ragam mortalitas rayap kayu kering

Sumber Type III Jumlah kuadrat

Df(derajat

bebas) Kuadrat tengah F Sig. Faktor koreksi 21623,153a 23 940,137 1,261 ,000

403351,681 1 403351,681 541,084 ,000 Bagian 854,222 1 854,222 1,146 ,290 Jenis 17143,069 11 1558,461 2,091 ,039* Bagian* Jenis 3625,861 11 329,624 ,442 ,928

Eror 35781,667 48 745,451 Total 460756,500 72

Total koreksi 57404,819 71

(37)

23 Lampiran 5 Dokumentasi

Bentuk contoh uji kayu sebelum dan setelah diujikan terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus.

Jenis sebelum Sesudah Jenis sebelum Sesudah

(38)

24

Jenis Sebelum Sesudah Jenis Sebelum Sesudah

(39)

25

Mahoni Gubal

Mahoni Teras

Pasang Gubal

Pasang Teras

Pinus Gubal

Pinus Teras

Puspa Gubal

Puspa Teras

Salam Gubal

Salam Teras

Sempur Gubal

Sempur Teras

Sungkai Gubal

Sungkai Teras

Tanjung Gubal

(40)
(41)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya tanggal 26 September 1990. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan suami istri Drs Hadiat Herdiana Spd dan Dra Euis Handayani. Penulis lulus dari SD Negeri 2 Awipari 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Tasikmalaya dan lulus tahun 2006. Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 9 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.

Selain itu, penuluis aktif dalam kegiatan organisasi Organisasi Mahasiswa Daerah Tasikmalaya (Keluarga Mahasiswa Tasikmalaya) periode 2009 – 2011. Penulis memilih Program Studi Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2012 penulis memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di sejumlah organisasi diantaranya adalah menjadi staf Kelompok Minat Biokomposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) 2011-2012, anggota Sylva Indonesia 2010-2011, ketua Sylva Indonesia bidang kewirausahaan 2010-2011.

Gambar

Gambar 1 Bentuk dan ukuran kayu yang digunakan dalam penelitian yaitu :
Gambar 4  Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap kayu (a)
Gambar 5 Kehilangan berat 12 jenis kayu setelah diumpankan pada rayap tanah
Gambar 6 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam esei pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk

Berdasarkan data yang didapat, ditemukan jumlah penderita HIV dengan komplikasi intrakranial yang dirawat oleh bagian Neurologi adalah 11 pasien, dengan keterangan sebagai berikut

Semakin restoran franchise fast food mengetahui kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan, maka akan semakin besar pula kemungkinan restoran tersebut akan

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi

Dalam kasus anak penderita autisme, komunikasi antarpribadi digunakan sebagai alat untuk membantu agar anak-anak dengan gangguan spektrum autisme secara perlahan-lahan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa jenis tumbuhan yang memiliki nilai-nilai kesakralan/ ulayat bagi masyarakat Suku Dayak Kota Palangka Raya adalah Pinang Merah

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh biaya lingkungan dan biaya kemitraan terhadap