• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA BRIX KEBUN DAN PENGUKURAN

RENDEMEN INDIVIDU MELALUI

CORE SAMPLER

DI PTPN VII UNIT USAHA BUNGAMAYANG, LAMPUNG

HILDA WAHYUNI

A24090152

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HILDA WAHYUNI. Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core Sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung. Dibimbing oleh PURWONO.

Variabel utama pola perhitungan bagi hasil antara petani tebu dengan pabrik gula (PG) adalah rendemen. Core sampler merupakan alat pengambilan contoh tebu untuk menetapkan rendemen individual. Kegiatan magang ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara brix kebun dan brix core sampler, brix kebun dan rendemen core sampler, serta brix core sampler dan rendemen core sampler. Kegiatan magang dilaksanakan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung selama empat bulan yakni dari Februari hingga Juni 2013. Pengamatan dilakukan terhadap tebu petani yang bermitra dengan PG. Hubungan antara brix kebun dan brix core sampler menunjukkan hubungan yang sangat lemah dan tidak nyata (r = 0.170). Hubungan antara brix core sampler dengan rendemen core sampler menunjukkan hubungan positif yang kuat dan nyata (r = 0.723), sedangkan hubungan antara brix kebun dengan rendemen core sampler hubungannya sangat lemah dan tidak nyata (r = 0.180).

Kata kunci : bagi hasil, brix, rendemen

ABSTRACT

HILDA WAHYUNI. The Correlation between Field Brix and The Individual Sucrose Measuring through Core Sampler at PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung. Supervised by PURWONO.

The main variable of calculation for production sharing between sugarcane farmers and sugar factory is sucrose. Core sampler is a sampling machine to decide the individual sucrose. The aimed of this intership was to analyze the correlation between field brix and core sampler brix, field brix and core sampler sucrose, and core sampler brix and core sampler sucrose. The internship activities was conducted at PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung and was carried out on four months from February to June 2013. The observation concerned to sugarcane from farmers who cooperated with sugar factory. The correlation between field brix and core sampler brix showed very weak and not significant (r = 0.170). The correlation between core sampler brix and core sampler sucrose showed strong positive and significant (r = 0.723), whereas correlation between field brix and core sampler sucrose showed very weak and not significant (r = 0.180).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

HUBUNGAN ANTARA BRIX KEBUN DAN PENGUKURAN

RENDEMEN INDIVIDU MELALUI

CORE SAMPLER

DI PTPN VII UNIT USAHA BUNGAMAYANG, LAMPUNG

HILDA WAHYUNI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung

Nama : Hilda Wahyuni NIM : A24090152

Disetujui oleh

Dr Ir Purwono, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, kemudahan, dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam magang yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2013 ini ialah aspek pasca panen, dengan judul Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core Sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Mamah, papah, kedua adik laki-laki tercinta (Rizal dan Rifky), nenek, kakek, om sam, tante kur, serta seluruh keluarga di Lampung atas doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya selama ini,

2. Dr Ir Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, nasihat, dan arahan selama pelaksanaan tugas akhir, 3. Dr Ir Suwarto, MSi dan Ibu Anggi Nindita, SP MSi selaku dosen penguji

dalam ujian skripsi penulis yang telah memberikan banyak nasihat, saran, dan kritik yang membangun,

4. Ibu Maryati Sari, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak nasihat dan saran selama program studi,

5. Ir Sukarnoto, MM selaku Manajer PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, dan Ir Syukur selaku Kepala Tanaman PTPN VII Unit Usaha Bungamayang sekaligus pembimbing lapang yang telah banyak memberikan kemudahan dan dukungan selama pelaksanaan magang,

6. Seluruh staff dan karyawan (Pak Agustinus, Pak Arif, Pak Her, Pak Hon, Pak Krisna, Pak Amin, Pakde Sutris, Pak Trisman, Pak Darman, Pak Dedit, Ibu Fita, Ibu Pita, Ibu Win, mandor afdeling 5 dan 20, karyawan lab. analisis kemasakan, karyawan lab.core sampler), serta pihak lainnya di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yang telah banyak membantu dan mendukung selama pelaksanaan magang,

7. Seluruh staff pengajar dan karyawan departemen AGH (Pak Wasta, Bu Puri, Pak Kohar, Bu Yuli) yang telah banyak membantu proses menuntut ilmu dan administrasi di departemen AGH,

8. Para sahabat tercinta: Socrates 46 (Wahyuningsih, Af’ida, Dea, Ana, Silmi, Ida, Ires, Singgih, Syahidah), Shahibul ‘Amal, Murabbi, BEM TPB 46, BEM Faperta 2010-2012, BEM KM IPB 2013, LDK Al Hurriyyah, BP Nas Jabar FSLDKI, Forsila, CAS, FAmily 46, Sabil, Fatih, GF, Dzulfikar, dan seluruh sahabat penulis yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu, namun banyak memberi inspirasi dan ilmu bagi penulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pengelolaan Perkebunan Tebu di Indonesia 2

Kemitraan antara Petani Tebu dan Pabrik Gula 3

Rendemen Tebu 4

Alat Core Sampler 5

METODE MAGANG 6

Tempat dan Waktu 6

Metode Pelaksanaan 6

Analisis Data dan Informasi 7

KEADAAN UMUM 7

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif 7

Keadaan Iklim dan Tanah 8

Luas Areal dan Tata Guna Lahan 8

Keadaan Tanaman dan Produksi 9

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 10

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG 12

Aspek Teknis 12

Aspek Manajerial 31

HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Pola Kemitraan Tebu Rakyat (TR) 34

Sistem Bagi Hasil 35

Penentuan Rendemen Individu Petani dengan Core Sampler 36

Hubungan antara Brix Kebun dengan Pengukuran Rendemen melalui 40

Core Sampler KESIMPULAN DAN SARAN 45

Kesimpulan 45

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 49

(11)

DAFTAR TABEL

1 Arti nilai korelasi 7

2 Jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan 11

3 Komposisi luas KTG per kategori 14

4 Hasil pengamatan brix kebun, brix core sampler, rendemen core sampler 41

5 Perbandingan rata-rata brix kebun dengan brix core sampler 42

6 Tingkat kandungan kotoran tebu (trash) pada tebu giling 42

7 Korelasi antara brix core sampler dan brix kebun dengan rendemen 43

core sampler 8 Pengamatan angka rendemen efektif dan rendemen core sampler 44

DAFTAR GAMBAR

1 Provinsi sentra produksi tebu rakyat 2

2 Alur proses pembibitan 14

3 Sistem overlapping 100 % 16

4 Kegiatan pengairan 17

5 Serangan hama penggerek batang (kiri) dan hama penggerek 18

pucuk pada daun (kanan) 6 Kegiatan klentek 20

7 Kegiatan kultivasi (penggemburan) 21

8 Model pelaksanaan aplikasi ZPK 23

9 Kegiatan aplikasi ZPK 24

10 Hasil penebangan sistem tebang 4:2:4 25

11 Sistem muat pada bundle cane 27

12 Sistem muat pada loose cane 28

13 Alat core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang 37

14 Aplikasi bore core sampler 38

15 Aplikasi shredder 38

16 Aplikasi hydraulic press 39

17 Alat XDS Rapid Liquid Analiyzer 39

18 Grafik perbandingan rendemen efektif dan rendemen core sampler 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pekerja harian lepas 51

2 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor 52

3 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten /sinder 54

4 Data curah hujan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang th. 2003 – 2012 56

5 Struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayanng 57

6 Peta areal perkebunan HGU PTPN VII Unit Usaha Bungamayang 58

7 Denah pabrik gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang 59

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu adalah salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Oleh karena itu, adanya industri gula sebagai pusat pengolahan tebu menjadi gula sangat penting dan vital peranannya khususnya dalam menyediakan kebutuhan pangan penduduk (Susila et al 2005). Dalam industri gula banyak pihak yang terkait dan memiliki peranan penting bagi berlangsungnya kinerja industri, salah satunya adalah peran dari para petani tebu dalam memasok dan memproduksi bahan baku gula melalui bentuk kemitraan yang dibangun antara petani tebu dan pabrik gula (PG).

Salah satu bentuk kemitraan antara petani tebu dengan PG adalah bagi hasil gula. Variabel utama pola perhitungan bagi hasil antara petani tebu dan PG adalah rendemen. Hubungan kemitraaan antara petani tebu dan PG adalah hubungan bagi hasil berdasarkan rendemen yang merupakan turunan dari Inpres No 9 tahun 1975 terkait proses produksi gula menjadi terdisintegrasi yakni kegiatan usaha tani dilakukan oleh petani tebu dan pengolahan gula dilakukan oleh PG (LRPI 2005).

Masalah penetapan rendemen tebu di lapangan sering menjadi potensi konflik karena petani tebu tidak percaya dengan hasil yang diperoleh. Petani masih mengganggap rendemen yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi tanaman yang telah diusahakan selama satu tahun. Perhitungan yang saat ini masih dilakukan di sebagian besar PG di Indonesia adalah berdasarkan rendemen rata-rata atau rendemen kolektif. Beberapa PG bahkan berlaku perhitungan bagi hasil dengan rendemen kesepakatan.

(13)

2

Tujuan

Tujuan umum kegiatan magang ini adalah untuk memperluas wawasan dan pengalaman kerja secara nyata di perusahaan dengan berbagai jenjang karir. Tujuan khususnya adalah untuk menganalisis hubungan antara brix kebun dan brix core sampler, brix kebun dan rendemen core sampler, serta brix core sampler dan rendemen core sampler.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Perkebunan Tebu di Indonesia

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah salah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika. Tebu dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1 400 m diatas permukaan laut (dpl).

Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan dan tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan tegalan dan 35% pada lahan sawah. Sampai saat ini wilayah pengembangan tebu sawah dan beberapa tegalan masih terfokus di pulau Jawa yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat, sedangkan usahatani tebu khusus pada lahan tegalan pengembangannya diarahkan ke luar Jawa seperti di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo (Ditjenbun 2012).

Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) (2011) dari Direktorat Jenderal Perkebunan, perkebunan rakyat mendominasi luas areal tebu, diikuti oleh perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Luas areal tebu Indonesia mencapai 457 615 ha pada tahun 2011. Sentra produksi utama gula perkebunan rakyat terdapat di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta (lihat Gambar 1), dengan kontribusi sebesar 99.28% terhadap total produksi gula perkebunan rakyat Indonesia (Ditjenbun 2013).

(14)

3

Pada dekade terakhir, industri gula Indonesia mulai menghadapi berbagai

masalah serius baik karena faktor internal maupun eksternal. Permasalahan

industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1) Inefisiensi di tingkat usaha tani, (2) Inefisiensi di tingkat PG, (3) Belum efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri gula Indonesia, dan (4) Industri dan perdagangan gula di pasar internasional yang sangat distortif. Sedangkan masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan rendemen yang berdampak pada pendapatan usaha tani (LRPI 2012).

Salah satu masalah mendasar yang dihadapi industri gula nasional adalah inefisiensi di tingkat usaha tani dan PG. Rata-rata produktivitas usaha tani tebu Indonesia dinilai masih rendah, baik karena rendahnya produktivitas ton tebu/ha maupun rendemen yang dihasilkan oleh tebu (Sutrisno 2009). Rata-rata tingkat produktivitas tebu Indonesia adalah sekitar 5-6 ton/ha (Ditjenbun 2013). Angka ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tebu dunia yang mencapai ± 70.5 ton/ha (FAOSTAT 2011).

Inefisiensi juga tercermin dari nilai rendemen yang berfluktuasi dari sekitar 8% pada tahun 1980-an menjadi sekitar 6-7% pada 10 tahun terakhir. Rendahnya kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi sekitar 60-75% terhadap rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik. Rendahnya rendemen yang bersumber dari teknik budidaya tebu yang kurang benar disebabkan oleh tingkat kebersihan tebu dan kemasakan tebu. Mutu tebu yang baik adalah: (1) Bersih, tebu tidak mengandung kotoran berupa pucuk, bung (sogolan), klaras, tanah dan kotoran lain, (2) Manis, tebu pada saat ditebang berada pada tingkat kemasakan optimal yaitu selisih brik atas dan bawah < 1%, (3) Segar, tebu saat ditebang dari kebun sampai dengan digiling maksimal tidak lebih dari 36 jam (Sutrisno 2009).

Kemitraan antara Petani Tebu dan Pabrik Gula

Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh pabrik gula (PG) mulai dari pengadaan bahan baku, pasca panen hingga proses produksi, saling berkaitan satu sama lain sehingga setiap tahap kegiatan harus diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh produksi maksimal dengan tingkat kehilangan seminimal mungkin (Tumanggar 2005). Oleh karena itu, adanya sistem pola kemitraan antara petani tebu dan PG saat ini merupakan upaya yang menguntungkan sehingga petani tebu lebih terpacu untuk mengelola proses produksi dengan baik. Selain itu, adanya kemitraan juga dapat meningkatkan pendapatan petani dan kontinuitas produksi di PG (Amir 2010)

(15)

4

Bagi hasil tersebut didasarkan pada rendemen yang dicapai dimana semakin besar rendemen maka semakin besar pula gula yang diperoleh petani maupun PG dari setiap ton tebu. Padahal pada prinsipnya, penentu besarnya rendemen adalah prestasi petani dan prestasi PG. Prestasi petani tercermin pada mutu tebu sedangkan prestasi PG dilihat dari efisiensi teknis yang ditunjukkan oleh besarnya overall recovery (OR), yaitu persentase gula yang dapat diperah dari gula yang ada pada tebu (LRPI 2005).

Penentuan rendemen tebu yang dilakukan saat ini juga masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah (1) Sampling tebu individual tidak akurat terutama untuk PG yang besar (kapasitas giling > 4 000 ton tebu/hari) sehingga banyak tebu petani tercampur satu sama lain, (2) Nilai Nira Perahan Pertama (NPP) sebagai salah satu kriteria kualitas tebu ditetapkan sama untuk semua tebu petani dalam 1 periode giling (15 hari giling) (Bahri dan Santoso 2008).

Pengukuran rendemen saat ini juga tidak memisahkan kinerja PG dengan kinerja petani sehingga hasil rendemen yang didapat menjadi tidak akurat karena tidak menyertakan prestasi individual. Hasil penetapan rendemen tersebut justru kurang mencerminkan kualitas tebu individu petani dan prestasi kerja individu petani. Pada akhirnya, petani lebih mengutamakan bobot tebu dibandingkan kualitas tebu.

Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan yang harmonis antara PG dan petani tebu maka diperlukan beberapa syarat: (1) Adanya kontribusi bersama dari masing-masing pihak, (2) Adanya pembagian hak dan kewajiban secara adil, (3) Penetapan jadwal tanam panen terencana dengan baik, (4) Penetapan harga gula dan transparansi penetapan rendemen merupakan daya tarik bagi petani untuk menanam tebu (Wahyuni et al. 2009).

Rendemen Tebu

Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sukrosa di dalam batang tebu (Sutardjo 2009). Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula (sukrosa) di dalam batang tebu yang dinyatakan dalam persen (Bahri dan Santoso 2008). Rendemen tebu merupakan pertimbangan utama bagi produksi gula (Suryantoro 2005). Oleh karena itu, penetapan rendemen tebu sangat penting bagi petani sebagai pemasok tebu maupun PG sebagai pengolah tebu menjadi gula (Bahri dan Santoso 2008).

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah berdasarkan rendemen efektif yaitu rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling. Perhitungan rendemen efektif yang diperoleh berdasarkan rumus:

Rendemen efektif = Bobot hablur

Bobot tebu x 100 %

(16)

5 perhitungan rendemen sementara (KPP BUMN 2012). Hal ini dilakukan untuk menghindari petani dirugikan jika kinerja PG buruk. Rendemen sementara memperhitungkan faktor rendemen (FR) yang menunjukkan efisiensi pabrik dalam menggiling dan mengolah tebu. Rendemen sementara dapat dihitung dengan rumus :

RS = FR x NN NPP

FR = KNT x HPB total x PSHK x WR Keterangan :

RS : Rendemen Sementara FR : Faktor Rendemen

NN NPP : Nilai Nira dari Nira Perahan Pertama. yang dihitung berdasarkan rumus : NN NPP = Pol – 0.4 (Brix – Pol), dimana Pol adalah kadar gula dalam nira perahan pertama dan Brix adalah kadar bahan padat terlarut dalam nira perahan pertama.

KNT : Kadar Nira Tebu HPB : Hasil Pemerahan Brix

PSHK : Perbandingan Setara Harkat Kemurnian WR : Winter Rendemen

Dalam penetapan rendemen, nira tebu yang diukur biasanya adalah nira tebu perahan pertama, artinya nira tebu dihasilkan dari gilingan pertama atau biasanya disebut sebagai Nilai Nira dari Nira Perahan Pertama (NN NPP) (Trisnobudi et al 2001). NN NPP diukur dengan mengambil contoh nira pada gilingan pertama, kemudian pol dan brix diukur untuk menghitung NN NPP berdasarkan rumus diatas. Faktor rendemen ditetapkan berdasarkan FR minimum sesuai SK Mentan No 126 tahun 1978 (LRPI 2005).

Alat Core Sampler

Sistem pengambilan contoh tebu dalam penetapan rendemen ada banyak cara. Beberapa yang banyak dilakukan oleh PG di Indonesia antara lain : (1) Pengambilan secara acak pada lori/truk, (2) Pengambilan secara acak pada meja tebu, dan (3) Pengambilan menggunakan teknologi yang baru diterapkan di Indonesia yaitu dengan teknik core sampler.

(17)

6

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilakukan selama empat bulan dari Februari hingga Juni 2013 di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Desa Bungamayang, Kecamatan Sungkai Selatan, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Metode Pelaksanaan

Metode yang dilakukan adalah bekerja langsung di lapangan dan menjadi satu bagian dari sistem kerja di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Selama satu bulan pertama penulis berperan sebagai pekerja harian. Pekerjaan yang dilakukan pekerja harian meliputi pemupukan, pengendalian gulma dan HPT (Hama Penyakit Tanaman), dan pemeliharaan. Selama dua bulan yaitu pada bulan kedua dan ketiga, penulis ditempatkan sebagai pendamping mandor. Tugas sebagai pendamping mandor adalah mengawasi pekerjaan beberapa pekerja harian agar berjalan sesuai instruksi perusahaan. Selama satu bulan terakhir yaitu pada bulan keempat, penulis berperan sebagai pendamping sinder. Kegiatan pendamping sinder meliputi mengawasi dan mengkoordinir seluruh mandor di divisi serta membuat perencanaan operasional kegiatan. Jurnal harian pelaksanaan magang yang dilakukan penulis sebagai pekerja harian, pendamping mandor, dan pendamping sinder dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.

Selain bekerja sebagai karyawan perusahaan, penulis juga melakukan pengambilan data sebagai bahan penelitian terhadap aspek khusus yang diamati. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan yang meliputi aspek teknis, aspek manajerial, dan aspek khusus. Aspek khusus yang diamati meliputi kegiatan pengukuran nilai brix kebun dan aplikasi alat core sampler di laboratorium core sampler.

Kerangka sampling yang digunakan pada kegiatan pengukuran brix kebun berupa pengambilan 10 sampel petani yang menggiling tebunya pada periode giling yang sama. Kemudian pada tiap kebun sampel petani, diambil lima titik sampel tebu contoh. Setiap batang sampel tebu diambil niranya pada tiga titik yakni bagian atas (pucuk), bagian tengah, dan bagian bawah. Kemudian masing-masing bagian diamati nilai brixnya mengggunakan alat handrefraktrometer dan dirata-rata.

(18)

7 Analisis Data dan Informasi

Data yang telah terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis korelasinya antara: (1) Brix kebun dan brix core sampler, (2) Brix core sampler dan rendemen core sampler, (3) Brix kebun dan rendemen core sampler. Pengolahan data korelasi menggunakan analisis pearson correlation pada Software SAS 9.1.3 portable. Model persamaan yang digunakan dalam analisis korelasi ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

r = nilai koefesien korelasi (lihat Tabel 1)

� = variabel korelasi 1

� = variabel korelasi 2

� = rata-rata variabel korelasi 1

� = rata-rata variabel korelasi 2

Tabel 1 Arti nilai koefisien korelasi Nilai koefisien korelasi Keterangan

0.00 – 0.199 Sangat rendah

0.20 – 0.399 Rendah

0.40 – 0.599 Cukup

0.60 – 0.799 Kuat

0.80 – 1.000 Sangat kuat Sumber: Sudjana (1982)

KEADAAN UMUM

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif

(19)

8

Letak geografis PTPN VII Unit Usaha Bungamayang berada pada 104° 57° Bujur Timur dan 4° 22° Lintang Selatan. Batas-batas wilayahnya meliputi:

Utara : Negeri Besar

Selatan : Kecamatan Sungkai Selatan Timur : Kecamatan Muara Sungkai Barat : Kecamatan Kotabumi Utara

Areal kerjanya berada pada ketinggian 10-50 meter di atas permukaan laut (dpl). Kondisi topografi secara umum datar hingga bergelombang dengan tingkat kemiringan yaitu 0-8 %.

Keadaan Iklim dan Tanah

Sebagian besar jenis tanah di areal perkebunan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang adalah podzolik merah kuning (PMK). Tanah ini memiliki tekstur lempung berpasir dengan struktur menggumpal. Kesuburan tanah jenis ini rendah hingga sedang dan warnanya merah hingga kuning.

Derajat kemasaman (pH) tanah antara 4.5.0. Ketebalan top soil sekitar 5-15 cm dan kedalaman air tanah mencapai 40-50 cm. Kelembaban udara rata-rata 81%. Rata-rata curah hujan tahunan yaitu ± 2 500 mm per tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata ± 200 hari per tahun. Tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson, wilayah PTPN VII Unit Usaha Bungamayang termasuk ke dalam tipe B (Basah). Data curah hujan selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Areal perusahaan secara keseluruhan memiliki luasan sebesar 22 823 ha. yang digunakan untuk perkebunan, pabrik, perkantoran dan fasilitas perusahaan lainnya, serta rawa-rawa atau lebung tempat pembuangan limbah pengolahan. Luas areal perkebunan seluas 7 578.11 ha yang terdiri dari areal tanaman Kebun Tebu Giling (KTG) seluas 6 400.50 ha, area pembibitan seluas 1 132.55 ha dan kebun percobaan seluas 45.06 ha.

Sebagian besar areal perkebunan merupakan perkebunan HGU, namun perusahaan juga memiliki perkebunan plasma inti yang bekerja sama dengan masyarakat sekitar perusahaan atau disebut juga dengan Tebu Rakyat (TR) dan Tebu Rakyat Bebas (TRB). Tebu Rakyat (TR) merupakan jenis kemitraan dengan petani tebu yang menerapkan sistem paket kredit pada proses budidaya tebu mulai dari penanaman hingga panen melalui bentuk bantuan pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana produksi seperti kebutuhan bibit, pupuk, alat panen, dan lain-lain. sedangkan Tebu Rakyat Bebas (TRB) merupakan jenis kemitraan dengan petani tebu yang keseluruhan sistem budidaya dilakukan secara mandiri atau tanpa bantuan perusahaan kecuali proses pengolahan tebu menjadi gula.

(20)

9 Litbang, serta rayon 6 dan 7 untuk kebun Tebun Rakyat (TR). Data luas areal perkebunan HGU milik PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan denah PG Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 7.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman tebu yang dibudidayakan terdiri dari dua kategori yaitu plant cane (PC) dan ratoon cane (RC) atau tebu keprasan. Plant cane adalah tanaman tebu baru yang ditanam pada areal yang pernah ditanam sebelumnya. Ratoon cane (tebu keprasan) merupakan tanaman tebu yang berasal dari sisa tanaman yang ditebang sebelumnya dan kemudian dipelihara kembali menjadi tanaman baru. Tebu keprasan dapat dilakukan hingga 2-3 kali tahun tanam tergantung dengan karakter varietas yang ditanam.

Sistem tanam yang digunakan adalah sistem overlapping 100%. Jarak tanam antar baris menggunakan jarak dari pusat ke pusat (PKP) 1.20–1.35 m. Produktivitas tanaman rata-rata adalah 70 ton/ha. Data produksi dan produktivitas tebu dan gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang periode 2008-2013 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Beberapa varietas yang telah dikembangkan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang antara lain BM 9044, BM 9514, BM 9605, BM 2104, BM 2201. dan BM 2203. Masing-masing varietas tersebut dikategorikan berdasarkan sifat kemasakan tebu yang berpengaruh pada ketepatan masa tanam. Hal ini sangat diperlukan untuk merencanakan masa tanam optimal dari tiap varietas tebu, karena masa tanam yang optimal turut menentukan produksi baik dari segi bobot tebu maupun rendemen. Pengkategorian varietas berdasarkan sifat kemasakan dibagi menjadi tiga yakni masak awal, masak tengah, dan masak akhir.

Varietas masak awal merupakan varietas yang memiliki karakter waktu kemasakan lebih cepat. Masa tanam optimal untuk varietas masak awal adalah bulan Mei-Juni dengan persentase komposisi tanam di KTG sebesar 10-30%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini seperti BM 9044, BM 2201, BM 2203, dan PS 881. Varietas masak tengah merupakan varietas yang memiliki karakter waktu kemasakan diantara awal dan lambat. Masa tanam optimalnya adalah pada periode bulan Juli-Agustus dengan persentase komposisi tanam di KTG sebesar 30-35%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini meliputi BM 2104 dan BM 9514. Varietas masak akhir merupakan varietas yang memiliki karakter waktu kemasakan lebih lambat. Masa tanam optimalnya adalah sekitar bulan September-Oktober dengan persentase komposisi tanam di KTG 30-35%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini adalah BM 9605.

(21)

10

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan perusahaan persero milik negara yang bergerak pada komoditas tebu. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang manajer. Manajer memimpin seorang kepala tanaman dan empat bagian. Bagian yang dipimpin langsung oleh manajer meliputi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Bagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Teknik, Bagian Pengolahan, dan Bagian Pelayanan Teknik. Setiap bagian ini dipimpin oleh seorang sinder kepala (sinka) dan setiap sinder kepala memimpin beberapa sinder yang bertanggung jawab secara langsung di lapangan.

Kepala tanaman secara langsung bertanggung jawab atas dua bagian yakni Bagian Rayon dan Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA). Bagian Rayon dibagi menjadi 4 rayon Tebu Sendiri (TS) yakni Rayon I, Rayon II, Rayon III, Rayon IV dan 2 rayon Tebu Rakyat (TR) yakni TR I dan TR II. Struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 5.

Bagian Rayon yang dipimpin langsung oleh kepala tanaman merupakan bagian yang memiliki peran sangat penting dalam menentukan produktivitas dan kualitas tanaman tebu. Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh kegiatan budidaya tanaman, mulai dari pengolahan lahan, penanaman, perawatan, hingga persiapan panen. Bagian Tebu Rakyat (TR) merupakan bagian yang bertanggung jawab atas pengelolaan kemitraan program tebu rakyat dengan petani di sekitar perusahaan sekaligus bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengawasan seluruh kegiatan budidaya dari pengolahan hingga panen. Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA) merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap penanganan panen mulai dari penebangan, muat, dan pengangkutan, hingga tebu sampai cane yard.

Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pengembangan varietas serta pengelolaan laboratorium tanah, laboratorium proteksi tanaman, laboratorium analisis kemasakan, laboratorium pabrik, dan laboratorium core sampler.

Bagian Administrasi dan Keuangan merupakan bagian yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan tugas pekerjaan kebun/proyek di bidang tata usaha dan keuangan. Selain itu, pengelolaan terhadap bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan ketenagakerjaan juga merupakan tanggung jawab bagian ini.

Bagian Teknik merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan di bidang teknik baik di pabrik maupun di kebun. Bagian ini bertanggung jawab terhadap mesin dan peralatan/instrumen pabrik seperti mesin penggiling (miller/diffuser) dan boiler, pengadaan listrik, dan workshop.

Bagian Pengolahan merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pengolahan tebu menjadi gula di pabrik. Bagian Pelayanan Tehnik merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pelayanan bidang teknik baik di pabrik maupun di kebun yang meliputi perawatan peralatan dan mesin panen, angkutan panen , dan irigasi.

(22)

11 dan D menyandang strata pembina atau setingkat dengan jabatan manajer dan kepala tanaman. Karyawan dengan golongan IV A dan B menyandang strata penata atau setingkat dengan jabatan sinder kepala (sinka). Karyawan dengan golongan III A, B, C, dan D menyandang strata pengatur atau setingkat dengan jabatan sinder. Karyawan dengan golongan II A, B, C, dan D menyandang strata penyelia atau setingkat dengan jabatan mandor besar, mandor lapang, krani, kepala satpam, wakil kepala satpam, kepala laboratorium, kepala gudang, dan jabatan lainnya yang setingkat. Karyawan tetap biasanya hanya sampai golongan II saja, sedangkan golongan dibawahnya adalah karyawan non tetap.

Karyawan staff adalah karyawan yang bergolongan dari III hingga IV atau setingkat dengan jabatan dari sinder hingga manajer, sedangkan karyawan non staff adalah karyawan bergolongan II atau setingkat dengan jabatan mandor besar, mandor, kepala krani, krani, dan jabatan setingkat lainnya. Karyawan tetap berhak terhadap seluruh fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan mulai dari tempat tinggal (perumahan), tunjangan perusahaan, santunan sosial, tunjangan hari raya keagamaan, jaminan sosial, kesehatan, hingga santunan masa pensiun. Gaji atau pendapatan pokok per bulan setiap karyawan tetap juga berbeda-beda, disesuaikan dengan golongan.

Karyawan non tetap terbagi menjadi tiga jenis pekerja yakni pekerja kampanye, pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT/out sourcing), dan pekerja borongan. Pekerja kampanye merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak musiman. Pekerja ini biasanya bekerja hanya pada saat dibutuhkan atau hanya pada saat musim giling saja. Pekerja kampanye biasanya memegang jabatan sebagai operator, mekanik, juru tulis, tukang, dan jabatan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan oleh Bagian Administrasi dan Keuangan perusahaan.

Pekerja PKWT/out sourcing merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak selama waktu tertentu. Pekerjaannya tidak harian lepas atau musiman melainkan satu musim penuh dapat bekerja. Hanya saja mereka dikontrak untuk batas waktu tertentu, tidak seperti karyawan tetap yang masa kerjanya hingga pensiun (umur 55 tahun). Pekerja out sourcing biasanya juga bekerja pada jabatan seperti operator, mekanik, juru tulis, pramubakti, dan jabatan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan oleh koperasi perusahaan.

Pekerja borongan merupakan pekerja yang dikontrak secara harian lepas untuk melakukan pekerjaan di lapang seperti tebangan, klentek, semprot herbisida, tebar pupuk, dan pekerjaan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan atas tanggung jawab pihak kontraktor, bukan tanggung jawab dari perusahaan. Komposisi jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

12

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Budidaya tebu lahan kering di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan suatu rangkaian tahapan yang berurutan. Tahapan tersebut meliputi persiapan lahan, pembibitan dan persiapan bahan tanam, persiapan tanam dan penanaman, pengairan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), pemupukan, serta pemanenan.

Persiapan lahan (land preparation)

Persiapan lahan dilakukan pada areal kebun untuk ditanami tanaman baru/plant cane (PC). Pertimbangan suatu petakan siap dibongkar dan ditanami tanaman baru yaitu apabila tanaman sudah tidak mampu menghasilkan hasil yang optimal pada musim selanjutnya. Biasanya tanaman segera dibongkar ketika telah mencapai kategori ratoon 3 atau keprasan ketiga.

Persiapan lahan bertujuan untuk mempersiapkan media tanam dengan sebaik-baiknya demi mendukung pertumbuhan tanaman. Kondisi media tanam yang diharapkan adalah tanah yang dalam dan gembur sehingga dapat membantu proses perkembangan akar, infiltrasi air, dan aerasi. Kegiatan ini juga diharapkan mampu memutus siklus perkembangan organisme pengganggu tanaman seperti hama, penyakit, dan gulma.

Langkah-langkah dalam proses persiapan lahan meliputi pembajakan (ploughing), penggaruan (harrowing), pembuatan kairan/alur tanam (track marking), dan pembuatan headline/jalan infield. Rangkaian kegiatan ini membutuhkan waktu 2-3 minggu hingga siap tanam.

Pembajakan (ploughing) I dan II. Kegiatan pembajakan merupakan kegiatan memecah dan membalik tanah. Kegiatan ini dilakukan dua kali. Pembajakan pertama (bajak I) bertujuan untuk meratakan lahan bekas guludan lama, membalik dan mencacah tunggul tebu lama, serta memberikan kesempatan proses oksidasi. Pembajakan kedua (bajak II) dilakukan untuk memecah sisa-sisa tunggul yang masih tersisa oleh bajak I agar mati sehingga memperkecil daya tumbuh yang akan mengganggu pertumbuhan tebu tanaman baru. Implemen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah disc plow 32 inci yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120-150 HP. Implemen ini memiliki 4-5 buah mata yang masing-masing berukuran 32 inci. Kedalaman olah bajak yang diharapkan adalah > 30 cm, namun hal ini juga tergantung dengan kondisi top soil tanah. Pembajakan pertama (bajak I) dilakukan dengan arah bajak 45° dari alur tanaman yang dibongkar. Kegiatan ini dilakukan selama ± 7 hari. Setelah itu dilakukan pembajakan kedua (bajak II) dengan arah kerja tegak lurus dari hasil kegiatan bajak I. Kapasitas kerja alat mencapai ± 0.6 ha/jam.

(24)

13 setelah pembajakan. Implemen yang digunakan adalah finishing harrow 28 inci yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Implemen ini memiliki 28 mata yang masing-masing berukuran 28 inci. Kedalaman tanah yang diharapkan mencapai 35 cm. Arah penggaruan 30° dari arah bajak II. Kapasitas kerja alat mencapai ±1 ha/jam. Kegiatan ini tidak boleh dioperasikan pada lahan-lahan yang masih basah karena tanah akan menjadi berat dan mempersulit kegiatan penggaruan.

Pembuatan kairan/alur tanam (furrowing). Pembuatan kairan merupakan pembuatan alur untuk penanaman bibit. Kairan dibuat memanjang dengan jarak antar baris dari pusat ke pusat (PKP) 1.20–1.35 m dan kedalaman kairan ± 40 cm. Arah kairan harus memotong kemiringan tanah. Kegiatan ini menggunakan implemen furrower mata 3 siap pakai dengan ukuran PKP 1.20-1.35 m yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Kapasitas kerja alat mencapai ± 0.6 ha/jam.

Pembuatan headline. Pembuatan headline merupakan kegiatan membuat petak kebun dan jalan infield yang bertujuan untuk mempermudah pemanenan. perawatan dan pengontrolan kebun. Petak kebun dibuat dengan ukuran 50 m x 50 m. Jalan infield dibuat setiap 50 m panjang baris/row. Lebar jalan infield sekitar 3-4 m. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat motor grader atau implemen wheel blade yang ditarik dengan traktor kecil berdaya 90 HP. Implemen wheel blade berada di depan traktor yang digerakkan oleh remote control sebagai pengatur naik turunya blade. Kegiatan ini merupakan tahapan terakhir dalam pengolahan lahan sehingga lahan siap untuk ditanami tebu.

Pembibitan dan persiapan bahan tanam

Kegiatan pembibitan merupakan kegiatan yang memerlukan pengelolaan yang baik. Kegiatan inilah yang menentukan kualitas kebutuhan pasok bibit untuk ditanam di lahan Kebun Tebu Giling (KTG). Proses pembibitan dilakukan dengan beberapa tahap, mulai dari Kebun Bibit Pokok (KBP) hingga Kebun Tebu Giling (KTG) (lihat Gambar 2).

(25)

14

harus memenuhi komposisi luas KTG sesuai kategori tanaman yakni seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi luas KTG per kategori Kategori tanaman Komposisi luas

Plant cane (PC) 30 %

Ratoon 1 30 %

Ratoon 2 25 %

Ratoon 3 15 %

Sumber: Data litbang perusahaan

Proses seleksi bertingkat yang dilakukan dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya (lihat Gambar 2) diharapkan dapat menghasilkan bibit yang akan ditanam di KTG dengan kualitas baik. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur 6-7 bulan, tidak tercampur dengan varietas lain, bebas dari hama dan penyakit, serta tidak mengalami kerusakan fisik.

Gambar 2 Alur proses pembibitan

Kebun pembibitan yang berada di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dibagi menjadi tiga wilayah afdeling yang secara struktural dikelola oleh bagian litbang yakni (1) Afdeling rayon I untuk menyediakan kebutuhan bibit di areal rayon 1 dan 2, (2) Afdeling tangkil untuk menyediakan kebutuhan bibit di rayon 3 dan 4, dan (3) Afdeling mayangsari untuk menyediakan kebutuhan bibit Tebu Rakyat (TR). Luas kebun bibit tiap afdeling sekitar 200-300 ha.

Kegiatan budidaya dalam pembibitan umumnya hampir sama dengan kegiatan budidaya di areal tanam KTG. Hanya saja yang membedakan adalah

Kebun Bibit Pokok (KBP)

Kebun Bibit Nenek (KBN)

Kebun Bibit Induk (KBI)

Kebun Bibit Datar (KBD)

(26)

15 pada kebun pembibitan tidak dilakukan kegiatan klentek. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar mata bibit tetap terlindungi hingga siap ditanam.

Hal terpenting dalam pembibitan adalah menjaga kemurnian varietas. Hal ini dikarenakan kemurnian varietas akan memberikan peluang waktu kemasakan yang seragam. Kegiatan paling penting dalam menjaga kemurnian varietas adalah kegiatan dongkel tebu liar (tunggak) dan seleksi tebu di kairan. Tujuan kegiatan ini adalah menjaga kemurnian varietas atau meminimalisir pencampuran varietas di lahan. Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan.

Kebun pembibitan seluas 1 ha mampu mencukupi kebutuhan bibit di areal tanam KTG seluas 5 ha. Pemanenan bibit dilakukan saat tanaman telah berumur 6-8 bulan, namun umur yang optimal adalah saat berumur 7 bulan. Hal ini diharapkan agar persentase daya tumbuh mencapai 100%. Pemanenan bibit dilakukan sesuai permintaan kebun afdeling KTG yang telah siap tanam. Penebangan bibit 100% dilakukan secara manual. Sistem tebangannya sama seperti sistem bundle cane pada tebu giling namun perbedaannya adalah daun tidak dibersihkan.

Saat ini, pihak perusahaan juga telah mengembangkan teknik pembibitan baru yang telah diperkenalkan baru-baru ini oleh P3GI yaitu teknik bud sheet. Penerapan teknik ini juga bisa memotong alur proses pembibitan yang selama ini dipakai dimana alur proses seleksi bertingkat (lihat Gambar 2) ini membutuhkan waktu yang lama dan panjang.

Beberapa kelebihan teknik bud sheet yang berbeda dengan teknik bagal antara lain: (1) Perlakuan stressing pada polybag membuat anakan dapat muncul bersamaan, (2) Tingkat mortalitas dan seleksi alam kecil dengan persentase peluang daya tumbuh 95%, (3) Pertumbuhan anak tunas dapat mencapai jumlah banyak dengan perkiraan taksasi, jika tiap 1 m dapat tumbuh ± 20 batang tunas tebu (1 meter = 2 polybag) maka produksi KTG dapat mencapai ± 170 ton/ha, sedangkan pada sistem bagal hanya mampu mencapai taksasi 60-70 ton/ha. Saat ini, varietas yang sudah dikembangkan dan diperbanyak oleh pihak perusahaan untuk diterapkan pada sistem baru ini adalah varietas masak awal yakni PS 881 dan BM 2203.

Persiapan tanam dan penanaman

Proses penanaman meliputi beberapa kegiatan yakni kegiatan penurunan/ dropping bibit, ecer bibit, potong bibit, dan urug bibit (kegiatan tutup tanam). Bibit yang telah ditebang di areal pembibitan, kemudian ditransportasikan ke areal yang akan ditanam. Bibit diangkut menggunakan truk. Muatan bibit 5 ton/truk. Kebutuhan bibit disesuaikan dengan luas petakan yang akan ditanam dengan perbandingan areal bibit ditebang dengan tanam 1:5 yang artinya tiap 1 ha areal bibit ditebang dapat mensuplai bibit ke areal tanam seluas 5 ha.

Truk pengangkut bibit pertama-tama melakukan dropping bibit di areal tanam. Truk masuk ke lahan sejauh 15 m pada tiap 8 baris. Kemudian tenaga kerja yang berada di atas bak truk akan menurunkan 1 ikat bibit tiap jarak 15 meter. Truk bergerak diantara 4 baris kiri dan 4 baris kanan.

(27)

16

overlapping 100% yang tersaji pada Gambar 3. Hal ini diharapkan mampu memenuhi target produksi yang diinginkan perusahaan.

Bibit yang telah diecer pada alur tanam kemudian dipotong dengan menggunakan golok tebang. Bibit dipotong tiap 2-3 mata. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi dominasi apikal pada batang sehingga tunas akan banyak yang tumbuh. Kemudian alur ditutup/diurug dengan ditimbun tanah menggunakan hand tractor yang dioperasikan oleh 1 orang tenaga kerja. Kapastias kerja alat ini dapat mencapai 3 ha/hari.

Gambar 3 Sistem overlapping 100 % Pengairan

Kegiatan pengairan (irigasi) merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman tebu. Tanaman tebu memerlukan air lebih banyak pada tahap awal pertumbuhan karena pada tahap ini aspek vegetatif perlu didukung. Ada dua jenis sistem irigasi yang diterapkan yakni sistem irigasi springkle dan sistem irigasi curah/kocor.

Kegiatan pengairan inti hanya dilakukan pada tanaman PC, sedangkan untuk tanaman keprasan/ratoon dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi cuaca. Kegiatan pengairan pada tanaman PC dilakukan sebanyak dua kali. Penyiraman pertama dilakukan setelah bibit ditutup tanah pada saat tanam awal. Sistem irigasi yang dipakai pada penyiraman pertama adalah sistem irigasi curah/kocor. Hal ini dikarenakan pada tahap awal diperlukan lebih banyak kebutuhan air untuk tanah dan tanaman tebu atau biasanya disebut dengan istilah sistem penyiraman kenyang.

Peralatan yang digunakan adalah mesin pompa Deutcz (engine pump) berdaya 110 HP untuk memompa air dari sumber air dan pipa-pipa paralon untuk mengalirkan air. Air yang digunakan berasal dari bendungan/lebung yang letaknya paling dekat dengan lahan yang akan disiram. Air dihisap oleh pipa hisap yang kemudian dipompa oleh mesin pompa Deutcz (engine pump) untuk dialirkan menggunakan pipa-pipa paralon yang telah disambung satu persatu.

(28)

masing-17 masing baris/row hingga mencapai jarak 15-20 m (lihat Gambar 4). Kedalaman peresapan air diharapkan mencapai 20-30 cm.

Kegiatan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi kemiringan tanah, semakin miring tanah maka air akan semakin cepat mengalir dengan rata. Hal ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam aplikasinya. Kekurangan dari sistem ini adalah tidak efisiensi waktu dan tenaga kerja, sedangkan kelebihannya adalah air yang dialirkan dapat terserap dengan baik walaupun pada kondisi lahan yang datar penyebaran air pada tiap baris tidak merata. Kegiatan ini dilakukan selama ± 9 jam/hari yakni dari pukul 07.00–17.00 WIB dengan waktu istirahat dari pukul 12.00–13.00 WIB. Target penyiraman per hari diharapkan mencapai 0.8–1 ha untuk lahan datar, namun untuk lahan yang agak miring diharapkan dapat mencapai 1.5 ha karena pada lahan yang agak miring penyebaran air lebih cepat. Aplikasi kegiatan pengairan dapat dilihat pada Gambar 4.

Kegiatan penyiraman kedua dilakukan pada saat tanaman telah berumur sekitar 2 bulan. Pada penyiraman kedua, aplikasinya berbeda dengan penyiraman pertama karena penyiraman menggunakan sistem springkle irrigation yakni menggunakan alat-alat yang meliputi Tornado berdaya 165 HP, Water Gun berjumlah dua unit untuk tiap tornado, dan pipa-pipa stainless berdiameter 4 inci. Air dipompa dengan menggunakan mesin pompa berdaya 400 HP dan dialirkan menggunakan pipa-pipa stainless. Roll Tornado kemudian dibentang sepanjang 200 m di jalan infiled dan diusahakan kondisi lahan rata. Kemudian roll disetel kecepatannya sesuai yang diinginkan dan diharapkan dapat menghasilkan hasil semprotan yang baik. Penyiraman dilakukan menggunakan alat Water Gun. Penyiraman selama 2 jam pada 1 titik (gun) mampu menyiram lahan seluas 1 ha. Lebar semprotnya mampu sejauh 25 m dengan overlapping 30%.

Gambar 4 Kegiatan pengairan Pengendalian organisme pengganggu tanaman

(29)

18

Pengendalian OPT di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dilakukan dengan cara mekanis, kimia, dan biologi. Apabila terjadi serangan tinggi pada areal kebun, akan segera dilakukan pengendalian yang didasarkan pada analisis data tim survey masing-masing afdeling atau rayon dan dibantu oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang).

Hama yang sering dijumpai di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yaitu penggerek batang (Chillo spp.), penggerek pucuk (Tryporyza novella F.), kutu bulu putih, uret, ulat grayak, dan belalang. Hama penggerek batang (Chillo spp.) dapat menyerang tebu pada setiap fase pertumbuhan. Pada tanaman muda, penggerek batang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, batang mudah patah atau dapat pula menyebabkan kematian bila titik tumbuh batang terserang. Serangan pada tebu yang telah beruas dapat menyebabkan batang mati dan busuk sehingga menyebabkan bobot tebu dan rendemen dapat menurun. Beberapa hama lainnya juga cukup berpengaruh pada kualitas dan produksi tebu. Serangan hama penggerak batang (Chillo spp.) dan penggerek daun (Tryporyza novella F.) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Serangan hama penggerek batang (kiri) dan hama penggerek pucuk pada daun (kanan)

Penyakit yang sering menyerang tanaman tebu di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yaitu karat daun, daun hangus, dan noda kuning. Tanaman yang terserang karat daun menunjukkan gejala terdapat noda karat pada daun dan tanaman terlihat kerdil. Penyakit daun hangus yang disebabkan oleh jamur menunjukkan gejala terdapat bagian-bagian daun yang hangus seperti terbakar dan berwarna coklat. Penyakit noda kuning disebabkan oleh jamur Cercospora kopkei dan ditunjukkan dengan timbulnya noda-noda/bercak-bercak kuning pada permukaan daun.

(30)

19 tumbuh dan mengganggu pertanaman pada periode tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan akan terhambat dan dapat menurunkan produksi serta kualitas tebu. Gulma yang banyak tumbuh di areal kebun PTPN VII Unit Usaha Bungamayang terdiri dari jenis teki, rumputan, dan daun lebar. Beberapa gulma yang banyak tumbuh seperti Dactyloctenium aegyptium, Echinocloa colona, Digitaria ciliaris, Mimosa invisa, Boreria alata, Cyperus rotundus, dan masih banyak lagi.

Kegiatan pengendalian OPT di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dilakukan secara biologi, kimiawi, dan mekanis. Secara biologi biasanya dilakukan dengan menebarkan predator atau parasit bagi hama pengganggu tanaman tebu. Sistem pengendalian biologi yang dipakai di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang menerapkan sistem Early Warning System (EWS). Early Warning System (EWS) merupakan suatu upaya antisipasi untuk melindungi tanaman dari serangan hama dengan cara melakukan deteksi dini terhadap keberadaan hama di lapang dan memonitor perkembangannya serta mempertimbangkan faktor-faktor terkait (biotik dan abiotik) yang dapat mempengaruhi perkembangan populasi hama di masa-masa berikutnya. Penebaran predator atau parasit ini dilakukan dan diawasi oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang).

Kegiatan pengendalian lainnya yang sering dilakukan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang antara lain:

Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence). Kegiatan pengendalian gulma pra tumbuh/pre emergence merupakan pemberian herbisida pra tumbuh atau pengendalian bibit-bibit gulma. Aplikasinya dilakukan dengan menggunakan alat boom sprayer berkapasitas 680 liter yang ditarik oleh traktor small berdaya 90 HP. Kapasitas kerja alat ini mencapai 1 ha/HM. Kegiatan ini menggunakan herbisida berbahan aktif Diuron 2 kg/ha, Ametrine WP 2 kg/ha, dan 2.4 D 2 l/ha. Volume semprot tiap boom sprayer berkapasitas 680 l yaitu 600 l untuk 1.3 ha. Lebar semprot sekitar ± 8 m dengan overlapping 100 %. Bentangan sayap dari boom sprayer sepanjang 12 m. Nozel yang digunakan adalah nozel biru ukuran sedang sebanyak 20 buah. Jarak antara nozel dengan tanah sekitar 30-50 cm. Kapasitas pompa boom sprayer sebesar 150 l/menit.

Pelaksanaan kegiatan pre emergence secara mekanis ini sangat dipengaruhi oleh kondisi angin dan hujan. Jika kondisi angin cukup besar akan membuat pemberian herbisida tidak efektif karena butiran-butiran (spray) akan terbawa angin dan tidak jatuh ke tanah. Sedangkan kondisi hujan yang terlalu besar juga dapat mencuci bahan aktif yang diaplikasikan. Selain itu, dalam pelaksanaannya juga seringkali menghadapi masalah tersumbatnya nozel. Hal ini disebabkan banyak hal terutama karena kondisi air yang kotor, adukan bahan aktif berbentuk padat yang tidak rata, dan faktor karakteristik bahan aktif itu sendiri yang memang susah larut.

(31)

20

dengan cara menyemprot tanaman menggunakan knapsack sprayer berukuran 16 l. Aplikasi dilakukan dengan mencampur bahan aktif dengan air dalam drum/tank berkapasitas 200 l/ha (1 drum=200 l). Dalam 1 ha dapat dilakukan ± 13 kali semprot. Kapasitas tenaga kerja semprot herbisida mecapai 1 ha/HOK. Pemberian pada tahap pertumbuhan ini dapat dilakukan lebih dari dua kali aplikasi sesuai kondisi gulma di lapang.

Pengendalian secara manual juga dilakukan sesuai kondisi gulma di lapang. Pengendalian ini dibagi menjadi dua kegiatan yakni kegiatan grosok dan bubut. Kegiatan grosok merupakan kegiatan menurunkan dan menyiangi gulma merambat yang terdapat pada tanaman tebu. Kapasitas tenaga kerja mencapai 0.2 ha/HOK. Sedangkan kegiatan bubut merupakan kegiatan membabat dan menyiangi gulma yang terdapat pada tanaman tebu sebersih mungkin (weeding). Kapasitas tenaga kerja mencapai 0.10 ha/HOK. Kedua kegiatan ini dilakukan jika benar-benar sangat diperlukan (conditional) tergantung kondisi di lapang.

Klentek. Kegiatan klentek merupakan kegiatan membuka pelepah-pelepah kering dari batang tebu. Pelaksanaannya dilakukan secara manual menggunakan arit. Kondisi lembab membuka peluang bagi bermacam hama dan penyakit untuk menyerang sehingga kegiatan klentek ini sangat penting dilakukan untuk mengurangi tingkat kelembaban. Selain itu. kegiatan ini juga berguna untuk membuka sirkulasi udara agar sistem aerasi lancar. Standar kerja dari kegiatan ini adalah 0.10 ha/ HOK. Aplikasi kegiatan klentek dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kegiatan klentek Kultivasi (penggemburan)

Kultivasi (penggemburan) merupakan kegiatan menggemburkan tanah sekaligus mengendalikan gulma dengan menaikkan lapisan tanah ke permukaan. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanaman baru/plant cane (PC) dan tanaman keprasan/ratoon (RC). Kultivasi pada tanaman PC dilakukan satu kali yakni pada saat tanaman berumur ≤ 3 bulan atau 1 bulan setelah dilakukan aplikasi herbisida (Pra Emergence). Kegiatan penggemburan bertujuan untuk memperkuat daya dukung tanaman tebu agar tidak mudah roboh.

(32)

21 Kegiatan kultivasi aplikasi pertama bertujuan untuk memutus akar bagian atas dan merangsang pertumbuhan akar baru sehingga efektifitas penyerapan unsur hara juga semakin optimal. Aplikasi kedua dilakukan sama seperti pada tanaman PC yakni berguna untuk memperkuat daya dukung tanaman tebu.

Implemen yang digunakan dalam kegiatan kultivasi ini adalah terra tyne yang ditarik dengan traktor berdaya 90 HP. Kedalaman kultivasi dapat mecapai 20-30 cm. Arah operasi searah dengan barisan tebu dan posisi roda traktor melangkahi barisan tanaman tebu, tidak menginjak dan mematahkan tanaman tebu (lihat Gambar 7). Pangkal tanaman tebu diharapkan tertimbun dengan rata 5-10 cm dan gundukan bekas kairan rata.

Gambar 7 Kegiatan kultivasi Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu kegiatan terpenting yang harus dilakukan agar tercapai produksi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena pemupukan dapat mensuplai unsur hara yang tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh tanah. Besar kecilnya jumlah pupuk yang diberikan perlu dipertimbangkan. Hal ini sangat berkaitan dan berpengaruh terhadap kondisi tanaman, media tanam, dan biaya produksi (faktor ekonomis). Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemupukan adalah jenis pupuk, jumlah pupuk, waktu pemberian, dan tata cara pemupukan.

Pemupukan dilakukan pada tanaman plant cane (PC) dan keprasan/ratoon cane (RC). Dosis yang digunakan adalah urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCL 250 kg/ha. Khusus pemupukan pada tanaman PC, mendapat penambahan pupuk dolomit dengan dosis dolomit 1 000 kg/ha. Pemupukan pada tanaman PC dilakukan dua kali dan keduanya dilakukan secara manual atau menggunakan tenaga kerja. Pemupukan pertama dilaksanakan pada tanam awal setelah tanah dikair. Dosis yang digunakan di awal tanam yaitu dolomit 1 000 kg/ha, urea 60 kg/ha, TSP 100 kg/ha, sedangkan pemupukan kedua menggunakan dosis sisanya yaitu urea 140 kg/ha dan KCL 250 kg/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan saat tanaman berumur lebih dari 2 bulan.

(33)

22

Kegiatan pemupukan memerlukan pengawasan yang baik. agar pupuk yang

diberikan benar-benar mencukupi kebutuhan tanaman (sesuai dosis).

Pemeliharaan tanaman keprasan (ratoon cane)

Tebu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang secara vegetatif dengan menggunakan tunas. Kepras merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh tanaman baru atau tunas dengan cara memelihara batang yang telah ditebang pada musim sebelumnya. Hal ini dikarenakan suatu petakan tebu masih mampu memberikan keuntungan pada musim selanjutnya tanpa harus dibongkar. Tanaman tebu hanya mampu berkembang optimal secara produktivitas dan kualitas saat mencapai keprasan ketiga (ratoon 3). Selain pertimbangan faktor produktivitas dan kualitas tebu, kegiatan kepras juga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk biaya produksi. Investasi yang dikeluarkan pada tanaman keprasan/ratoon juga lebih sedikit dibanding tanaman PC. Hampir ±70 % program tanam tiap musim dilakukan dengan memelihara tanaman keprasan/ratoon.

Tahapan pemeliharaan tanaman keprasan/ratoon setelah tebangan yaitu bakar daduk, kepras, bersih sampah, kultivasi, pupuk mekanis, irigasi, pre emergence, subsoiling, dan bumbun.

Lahan yang siap dikepras (setelah ditebang) pertama kali dilakukan kegiatan bakar daduk. Kegiatan ini bertujuan untuk membakar sampah/daduk bekas tebangan sehingga lahan lebih bersih dan memudahkan proses pemeliharaan selanjutnya. Bakar daduk dilakukan oleh tenaga kerja dengan dibantu oleh PMK yang bertugas untuk membasahi pinggiran petak dan mengelilinginya sehingga api tidak menyebar ke luar petak. Setelah dilakukan bakar daduk, selanjutnya tunggul sisa tebangan dikepras menggunakan cangkul oleh tenaga kerja.

Selanjutnya dilakukan bersih sampah untuk membersihkan lahan dari sampah yang masih tersisa dan tertinggal setelah dibakar. Implemen yang digunakan adalah trush rake yang didorong dengan traktor small berdaya 90 HP. Kapasitas kerja alat sebesar 0.6 ha/HM. Kemudian dilakukan kultivasi untuk memutus zona perakaran lama dan merangsang perakaran baru. Implemen yang digunakan adalah tera tine yang ditarik dengan traktor small dengan kedalaman olah ± 25 cm. Kapasitas kerja alat sebesar 0.8 ha/HM.

Tahap berikutnya adalah dilakukan aplikasi pupuk mekanis menggunakan implemen fertilizer aplicator berkapasitas 636 kg dengan sistem operasi menggunakan 6 mata pedang. Dosis yang digunakan yaitu urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCL 250 kg/ha. Tahapan ini bertujuan untuk memberi kebutuhan unsur hara pada tanaman. Kapasitas kerja alat sebesar 0.8 ha/HM.

(34)

23 Kegiatan tebang, muat, dan angkut (TMA)

Kegiatan pemanenan merupakan tahapan penting dalam budidaya tanaman tebu. Tanaman tebu yang telah dibudidayakan selanjutnya harus dipanen agar dapat diambil bagian ekonomisnya yaitu bagian batang utama. Tahapan program pemanenan tebu terdiri dari aplikasi ripener, analisis kemasakan, pemanenan, dan muat, angkut, bongkar.

Aplikasi ripener. Kegiatan aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) merupakan kegiatan menyemprot bahan (zat kimia) untuk mempercepat derajat kemasakan dalam waktu 4-6 minggu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyediakan tebu masak pada saat ditebang dan agar rendemen tebu mendekati potensi khususnya pada situasi yang tidak ideal untuk keberlangsungan proses pemasakan secara alami. Cara kerjanya dengan menghambat atau mematikan titik tumbuh sehingga tanaman dipaksa memasuki fase kemasakan (generatif). Syarat tanaman siap diaplikasikan ZPK adalah umur minimal 10 bulan untuk tanaman PC dan 9 bulan untuk tanaman keprasan/ ratoon serta tebu tidak roboh.

Aplikasinya menggunakan alat power sprayer yang telah disesuaikan untuk penyemprotan. Penentuan petak ZPK berdasarkan atas pengajuan tebang per periode dari afdeling/rayon. Sebelum dilakukan penyemprotan, sehari sebelumnya dilakukan pembuatan lorong aplikasi jalan semprot di setiap 8 baris (row). Hal ini dilakukan untuk mempermudah penyemprotan sesuai jangkauan semprot power sprayer. Jangkauan semprot power sprayer mencapai ±7 meter dengan sistem semprot overlapping 100% (lihat Gambar 8).

8 baris 8 baris

Gambar 8 Model pelaksanaan aplikasi ZPK

Bahan ZPK yang digunakan adalah Booster Rendemen berbahan aktif glyphosate dengan dosis 5 l/ha. Pengaplikasiannya dengan cara mencampur bahan ZPK dengan air dalam tangki/drum berkapasitas 200 liter dimana setiap 1 drum tersebut dapat mencapai luasan 1.2 ha. Hal ini menyebabkan dosis bahan ZPK harus dikalibrasi menjadi 6 l/1.2 ha. Penyemprotan dilakukan dengan cara tiap tenaga kerja masuk ke dalam lorong yang telah dibuat dan menyemprotkannya ke sebelah kiri saat masuk lorong dan ke sebelah kanan saat keluar lorong (lihat Gambar 9). Penyemprotan dengan cara seperti ini diharapkan dapat merata dan

7 m 7 m

Lorong / pias rah semprota

(35)

24

mengenai seluruh permukaan atas daun tanaman tebu. Penyemprotan diarahkan ke atas permukaan tanaman tebu (pucuk tebu). Pemberian ZPK ini akan menyebabkan rendemen meningkat hingga titik optimal. Tebu dapat dipanen setelah 4 minggu atau tidak boleh lebih dari 6 minggu.

Gambar 9 Kegiatan aplikasi ZPK

Analisis kemasakan. Analisis kemasakan bertujuan untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga tebu yang akan diolah dalam keadaan optimum serta menentukan jadwal tebang tebu per periode (1 periode=1 minggu). Analisis kemasakan dilakukan di dalam laboratorium analisis kemasakan yang dikelola oleh Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Hasil analisis dari laboratorium nantinya akan menjadi rekomendasi jadwal tebang oleh Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA).

Pengamatan nilai kemasakan dilakukan secara terus menerus terutama pada petakan yang mendekati masa tebang dan telah diberi ZPK. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi rendemen tebu. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan luas lahan petak. Setiap kelipatan 12.5 ha luasan petak, diambil 1 sampel untuk luasan 0-12.5 ha, 2 sampel untuk 12.5-25 ha, 3 sampel untuk 25 – 37.5 ha. dan seterusnya. Sampel diambil sebanyak 9-12 batang dari rumpun tebu yang berada 20 m dari tepi dan 20 baris dari barisan pinggir. Pengambilan sampel dilakukan 5 kali/ronde pada tempat yang sama. Biasanya untuk menandai agar memudahkan mencari pada pengambilan sampel selanjutnya, bagian tepi juring diberi tanda menggunakan cat kapur.

Sampel batang yang telah ditebang kemudian dibawa ke laboratorium analisis kemasakan untuk dianalisis potensi rendemennya dan dilakukan pendataan meliputi data ronde, jenis tebu, letak kebun, luas lahan, masa tanam, kategori, jumlah ruas, panjang batang, diameter, dan berat batang.

(36)

25 menunjukkan nilai KP dan KDT > 100 maka tebu masih bisa dipertahankan, namun jika < 100 tebu harus segera ditebang.

Pemanenan (tebang). Kegiatan tebang di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dikelola oleh Bagian Tebang, Muat, Angkut (TMA). Bagian ini bertanggung jawab mengkoordinasikan pengelolaan tebang dengan tiap rayon, kontraktor tebang, kelompok pekerja, dan pabrik. Pembagian kerja di bagian TMA dilakukan dengan menempatkan seorang penanggung jawab/sinder dan beberapa mandor tebang pada tiap rayon. Hal ini bertujuan agar proses koordinasi antara pihak afdeling/ rayon dengan bagian TMA dapat terjalin dengan baik dan efektif.

Tebu yang akan ditebang harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan pihak perusahaan. Beberapa syarat tersebut antara lain penebangan harus berdasarkan rekomendasi dari hasil analisis kemasakan, sudah diklentek, sudah diaplikasi ZPK, dan brix batang atas harus mencapai ≥ 17. Oleh karena itu sebelum ditebang, 1-2 minggu sebelumnya dilakukan pengukuran brix kebun oleh pihak tiap afdeling per rayon pada tebu sendiri (TS) atau mandor wilayah pada tebu rakyat (TR) agar tebu yang ditebang sesuai kriteria.

Tebu yang ditebang juga harus memenuhi kriteria masak, bersih, dan segar (MBS) dimana tebu yang masak ditunjukkan oleh besarnya nilai brix lapang dan hasil analisis kemasakan, tebu yang bersih ditunjukkan dengan rendahnya kadar trash (pucuk, sogolan, daduk, tanah, dan akar) pada tebu yakni ≤ 5%, serta tebu segar ditunjukkan oleh lamanya retensi tebu (tebu hijau ≤ 36 jam; tebu bakar ≤ 24 jam).

Sistem tebangan yang dilakukan juga penting untuk diperhatikan karena besar pengaruhnya terhadap mutu tebu khususnya rendemen. Sistem tebangan yang sangat dianjurkan adalah sistem tebang mepet tanah (TMT) < 5 cm dan sistem tebang 4:2:4 untuk bundle cane (tebu ikat). Maksud dari sistem tebang 4: 2:4 adalah 4 baris/row untuk tempat ikatan tebu dan 2 baris/row untuk tempat daduk. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi/meminimalisir retensi (lasahan) kotoran di dalam kebun. Hasil penebangan sistem tebang 4:2:4 dapat dilihat pada Gambar 10.

(37)

26

Hampir 100% tebu yang dipanen di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan tebu hijau. Hanya jika terjadi kasus tebu terbakar saja biasanya tebu bakar (burn cane) terjadi. Sistem tebangan yang diterapkan pada lahan tebu sendiri (TS) yaitu bundle cane (tebu ikat), loose cane (tebu urai), dan chopped cane (tebu cacah). Persentase pengaplikasian masing-masing tipe sistem tebang pada kebun yaitu 33% untuk bundle cane, 47.5% untuk loose cane, dan 19.5% untuk chopped cane, sedangkan pada tebu rakyat (TR) dan tebu rakyat bebas (TRB) seluruh kegiatan tebang (100%) dilakukan secara manual/bundle cane.

Sistem bundle cane yaitu sistem tebang, ikat, dan muat dilakukan secara manual atau menggunakan tenaga manusia. Sebelum tebang dilakukan, pihak bagian TMA menyiapkan sejumlah tenaga tebang dan tenaga muat dengan kapasitas sesuai rencana pasok tebu. Tenaga tebang dibagi menjadi tiga jenis yakni tenaga lokal yang berasal dari wilayah sekitar perusahaan, tenaga interlokal yang berasal dari wilayah di luar perusahaan namun masih satu provinsi, dan tenaga akad yang berasal dari provinsi lain/di luar pulau dimana kebanyakan tenaga berasal dari pulau jawa. Tiap jenis penebang memiliki kapasitas tebang berbeda. Tenaga tebang import (interlokal dan akad) mampu mencapai 15 ton/HOK sedangkan tenaga tebang lokal biasanya 1 ton/HOK. Kapasitas muat tiap penebang semua sama yakni 4 ton / HOK.

Pembagian hanca tebangan dilakukan dan dikoordinir oleh mandor tebang dengan cara membagi luasan petak yang akan ditebang kepada sejumlah kontraktor tenaga kerja. Jumlah luasan dan pembagiannya biasanya mempertimbangkan kemampuan tenaga tiap kontraktor. Hanca tebangan tiap orang menghadapi 3 baris/row tebu dengan pola tebang 4:2:4 dimana 4 baris/row untuk lasahan tebu dan 2 baris/row untuk tempat daduk.

Tebangan dilakukan dengan memotong tebu 40-50 cm dari ujung daun kering pertama dari pucuk (titik tumbuh) hingga mepet tanah dengan sisa tunggak < 5 cm. Kemudian tebu dibersihkan dari daun kering/daduk, akar, sogolan, tebu mati, siwilan, dan pucuk tebu. Tebu selanjutnya diikat dengan dua ikatan menggunakan daun tebu. Satu ikat tebu terdiri dari 30-40 batang (40 kg). Pembayaran yang dilakukan kontraktor kepada tenaga kerja dalam sistem bundle cane ini dihitung berdasarkan jumlah ikatan yang didapat oleh tiap pekerja. Setiap ikatan dihargai Rp 700,00 per orang. Sedangkan pihak pabrik akan membayar berdasarkan berat tebu yang ditebang (tonase) kepada kontraktor. Setiap 1 ton tebu dihargai Rp 42 000,00.

Penebangan dengan sistem loose cane adalah sistem penebangan yang dilakukan secara manual, namun pemuatan tebu ke atas truk/angkutan tebu menggunakan mesin grab loader (GL). Cara tebang pada sistem ini sama saja dengan yang dilakukan pada sistem bundle cane, hanya yang membedakan adalah tiap ikatan tebu kemudian ditumpuk pada beberapa titik sesuai jalur tebu untuk memudahkan proses muat tebu oleh grab loader (GL). Setiap tumpuk terdiri dari 15-20 ikat tebu (± 500-600 kg).

(38)

27 dibumbun. Selain itu topografi lahan harus rata atau kemiringan maksimal 3 %. panjang baris/row harus 200 m dan harus mempunyai tempat berputar (headline) dengan lebar 6-10 meter. Pengoperasiannya mesin tebang masuk pada jalur tebu memanjang dengan traktor side tipping di sebelahnya. Side tipping merupakan alat muat untuk tebang mekanis. Kapasitas mesin tebang 15 ton/HM dan side tipping 5-10 ton/HM. Selanjutnya side tipping yang telah penuh bergerak dibawa oleh traktor ke transloading untuk dipindahkan ke atas truk. Penebangan dengan menggunakan sistem chopped cane ini jarang dilakukan karena biasanya mesin ini hanya digunakan pada kondisi kekurangan tenaga penebang dalam sistem loose cane dan bundle cane.

Muat, angkut, dan bongkar. Tebu yang telah ditebang selanjutnya dimuat ke dalam angkutan tebu untuk diangkut menuju pabrik. Kegiatan muat ini menjadi faktor pembeda antara sistem bundle cane dan sistem loose cane. Sistem bundle cane menggunakan tenaga manusia (manual) pada saat memuat tebu ke dalam bak truk (lihat Gambar 11). Pada sistem bundle cane, tebu dimuat pada truk kecil (colt diesel) berkapasitas ± 7-9 ton/unit atau truk besar (fuso) berkapasitas ± 12-15 ton/unit. Tebu disusun bertingkat sejajar dan dikunci menggunakan batang tebu yang ditancapkan pada ikatan tebu yang satu dengan yang lain. Susunan tebu rata hingga 2-3 tumpukan melewati batas bak truk (2-3 larap). Setelah tebu dimuat di atas angkutan truk, tenaga muat kemudian membuang tali ikatan tebu. Kapasitas tenaga muat mampu mencapai 4 ton/hari. Tebu yang tidak terangkut di kebun (lasahan) maksimal berada di lahan selama 36 jam untuk tebu hijau dan 24 jam untuk tebu bakar.

Gambar 11 Sistem muat bundle cane

(39)

28

Gambar 12 Sistem muat pada loose cane

Tebu yang telah dimuat dari areal, selanjutnya ditransportasikan menuju pabrik untuk diolah. Setiap pengiriman tebu ke pabrik harus dilengkapi dengan Surat Tebang Angkut Tebu (STAT) yang berisi data kebun dan nomor grup tebang. Tebu yang masuk ke pabrik sebelumnya ditimbang dahulu di pos timbangan untuk diukur berat angkutan terisi dan saat truk keluar pabrik, truk ditimbang kembali di pos timbangan untuk mengetahui berat kosongnya sehingga diketahui banyaknya tebu yang terangkut.

Setelah angkutan terisi ditimbang beratnya di pos timbangan, tebu kemudian dapat langsung dibongkar di meja tebu (cane table) atau dibongkar dahulu di lantai cane yard (lasah/grounded). Manajemen cane yard terkait pengelolaan bongkar angkutan tebu sangat penting dilakukan agar efektifitas kerja pabrik dan pos timbangan tidak terganggu. Sistem pengelolaannya menerapkan sistem first in first out (FIFO) terutama untuk tebu lasah (grounded). Manajemen cane yard berfungsi untuk mengatur suplai tebu ke gilingan sesuai dengan kapasitas giling pabrik per jam, menekan kehilangan gula selama di cane yard, mengatur angkutan tebu yang masuk ke cane yard, dan meminimalisir antrian. Pengelolaan terhadap cane yard ini menjadi tanggung jawab Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA). Pembongkaran tebu secara langsung di meja tebu dilakukan dengan menggunakan alat cane lifter dan tippler. Pengoperasian alat cane lifter khusus untuk truk kecil (colt diesel) bermuatan ± 7-9 ton. Truk masuk ke area cane lifter dengan kepala mobil menghadap ke pabrik. Bak samping kanan menempel pada dinding meja tebu. Supir truk kemudian turun dan mengaitkan seling dari bak truk ke cane lifter. Selanjutnya cane lifter dinaikkan hingga tebu masuk ke meja tebu. Kapasitas kerja alat ini 5 menit untuk setiap truk sehingga per jam dapat melayani 12 rit/truk (± 84 ton/jam).

Gambar

Tabel 2  Jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan
Tabel 3  Komposisi luas KTG per kategori
Gambar 8  Model pelaksanaan aplikasi ZPK
Gambar 10.
+5

Referensi

Dokumen terkait