• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap kinerja sektor kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap kinerja sektor kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI

TERHADAP KINERJA SEKTOR KESEHATAN KABUPATEN

DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

DIYANE ASTRIANI SUDARYANTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DIYANE ASTRIANI S. Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Ekonomi terhadap Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI.

Kesehatan merupakan salah satu tujuan pembangunan dan merupakan tolak ukur kesejahteraan. Sektor kesehatan merupakan sektor yang memegang peranan cukup penting bagi kemajuan suatu bangsa karena sektor kesehatan merupakan modal dasar bagi investasi sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara output sektor kesehatan yaitu Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup dengan faktor sosial ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan data panel pada 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah alokasi anggaran belanja kesehatan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, persalinan ditolong tenaga kesehatan, dan angka melek huruf wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi anggaran belanja kesehatan, persalinan ditolong tenaga kesehatan, dan angka melek huruf wanita memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap angka kematian bayi. Alokasi anggaran belanja kesehatan dan angka melek huruf wanita memiliki pengaruh signifikan positif terhadap angka harapan hidup. Variabel PDRB per kapita memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

Kata kunci: Sektor kesehatan, angka kematian bayi, angka harapan hidup, alokasi anggaran belanja kesehatan

ABSTRACT

DIYANE ASTRIANI S. The Impacts of Socio-Economic Factors on Performance of Health Sector in The Counties and Cities of West Java Province. Supervised by DEWI ULFAH WARDANI.

Health is one of the goals of human development and the measure of well-being. Health sector is a sector that plays an important role for the progress of a nation because health sector is an investment in human resources. The purpose of this study is to analyze the relationship between output of health sector, infant mortality rate and life expectancy with socioeconomic factors of West Java Province. This research uses description method and panel data on 25 counties and cities of West Java Province. The independent variables used in this study are the allocation of regional health expenditure, the assisted delivery of health personnel, GDP per capita, and women literacy rates. The results of the analysis shows that allocation of regional health expenditure, the assisted delivery of health personnel, and women literacy rates has a negative relationship on infant mortality. Allocation of regional health expenditure and women literacy rates has a positive relationship on life expectancy. GDP per capita is positively related on infant mortality and life expectancy of West Java Province.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI

TERHADAP KINERJA SEKTOR KESEHATAN KABUPATEN

DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

DIYANE ASTRIANI SUDARYANTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis diberi kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat muslim dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh dengan rahmat dan hidayah-Nya. Skripsi yang berjudul Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa Barat ini disusun sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si. selaku dosen penguji utama yang telah bersedia memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat kepada penulis sebagai penyempurnaan penulisan skripsi ini serta kepada Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Titut Julianto Sudartono dan Ibu Ria Wariati Sriningsih serta adik-adik tercinta M. Dio Danarianto juga Intan Yunianti Adiningsih kemudian seluruh keluarga penulis atas doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis, begitu pula rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Ilmu Ekonomi IPB.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi dunia pendidikan dan penelitian di Indonesia.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Teori Pengeluaran Pemerintah 5

Kesehatan 6

Derajat Kesehatan 7

Angka Harapan Hidup 7

Angka Kematian Bayi 8

Analisis Data Panel 8

Pengujian Kesesuaian Model 10

Uji Asumsi 11

Penelitian Terdahulu 12

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 13

METODE 13

Jenis dan Sumber Data 13

Metode Pengolahan dan Analisis data 14

Analisis Deskriptif 14

Analisis Data Panel 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Perkembangan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Sektor Kesehatan 16

Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan 21

Keterkaitan antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Kinerja Sektor

Kesehatan 23

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan capaian angka kematian bayi dan angka harapan

hidup Provinsi di Pulau Jawa tahun 2010 3

2 Data dan sumber data 14

3 Uji model angka kematian bayi terbaik (pooled least square, fixed

effect model, random effect model) 23

4 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

2007 sampai 2012 25

5 Uji model angka harapan hidup terbaik (pooled least square, fixed

effect model, random effect model) 26

6 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka harapan hidup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

2007 sampai 2012 27

DAFTAR GAMBAR

1 Rasio jumlah penduduk provinsi terhadap jumlah penduduk

Indonesia pada sensus penduduk 2010 2

2 Proporsi anggaran kesehatan terhadap total belanja daerah

menurut provinsi tahun 2012 2

3 Proporsi anggaran per sektor terhadap total belanja daerah

Provinsi Jawa Barat tahun 2012 3

4 Kerangka pemikiran 13

5 Rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total alokasi

anggaran daerah kabupaten kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007

sampai 2012 16

6 Rasio rata-rata alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total alokasi anggaran belanja daerah kabupaten kota Provinsi

Jawa Barat 2007 sampai 2012 18

7 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita atas dasar harga berlaku daerah kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat

2007 sampai 2012 19

8 Cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan kabupaten

dan kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012 20 9 Rasio penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas kabupaten dan

kota Provinsi Jawa Barat menurut kemampuan membaca/menulis

tahun 2007 sampai 2012 21

10 Jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran hidup kabupaten dan

kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012 21

11 Angka harapan hidup kabupaten kota Provinsi Jawa Barat tahun

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data yang digunakan 31

2 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi kabupaten dan kota

Provinsi Jawa Barat pendekatan fixed effect 35 3 Hasil uji Chow pada model angka kematian bayi 35 4 Hasil uji Hausman pada model angka kematian bayi 36 5 Uji normalitas pada model angka kematian bayi 36 6 Uji multikolinearitas pada model angka kematian bayi 36 7 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi

terhadap angka harapan hidup kabupaten dan kota

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu tujuan pembangunan dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Sektor kesehatan memegang peranan cukup penting bagi kemajuan suatu bangsa karena sektor kesehatan merupakan modal dasar bagi investasi sumber daya manusia yang kemudian akan bermuara pada kualitas pembangunan bangsa. Kebutuhan kesehatan merupakan hak asasi manusia yang tertuang di dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak asasi universal manusia (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948. Masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik akan lebih produktif dalam menempuh pendidikan dan penghidupan yang layak. Pendidikan dan penghidupan yang layak memiliki pengaruh yang besar terhadap proses pembangunan ekonomi.

Pemerintah berperan dalam melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan bagi rakyatnya. Alokasi anggaran merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini alokasi anggaran kesehatan merupakan faktor penentu derajat kesehatan masyarakat. Peran pemerintah lainnya yaitu pelayanan kesehatan publik sebagai sarana untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Tantangan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah menciptakan pelayanan kesehatan masyarakat yang berimplikasi pada pembangunan ekonomi. Meningkatnya kesehatan masyarakat berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, misalnya dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan kualitas pendidikan dan pekerjaan. Kualitas gizi yang tinggi akan berpengaruh terhadap cara berpikir terutama dalam pendidikan dan akan menghasilkan pekerja yang produktif sehingga pada akhirnya meningkatkan produktivitas pekerjaan. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan dan pekerjaan tersebut maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Dalam pencapaian kualitas kesehatan yang baik secara menyeluruh, tidak hanya diperlukan peran pemerintah saja tetapi juga peran masyarakat. Masyarakat sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan sektor kesehatan melalui perilaku sehari-hari dan kesadaran akan pentingnya kesehatan juga merupakan upaya dalam peningkatan kinerja sektor kesehatan. Tercapainya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dilihat dari sisi sosial dan ekonomi akan menentukan keberhasilan sektor kesehatan melalui kinerja sektor kesehatan yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Angka kematian bayi merupakan salah satu pengukur keadaan sosial ekonomi dimana kematian bayi tersebut dihitung dan angka harapan hidup merupakan alat evaluasi kebijakan pemerintah dalam sektor kesehatan terkait dengan kesejahteraan penduduk.

(14)

2

Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Barat termasuk daerah yang memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat terhadap jumlah penduduk Indonesia mencapai 18% (BPS 2012). Gambar 1 menunjukkan Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia memiliki jumlah penduduk paling tinggi. Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat yang banyak tersebut membuat permasalahan kesehatan pada Provinsi Jawa Barat diduga akan berdampak besar terhadap tingkat nasional.

Sumber : Badan Pusat Statistik 2014

Gambar 1 Rasio Jumlah Penduduk Provinsi terhadap Jumlah Penduduk Indonesia pada Sensus Penduduk 2010

Selain jumlah penduduk yang tinggi, proporsi anggaran kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan ukuran perhatian pemerintah terhadap sektor kesehatan. Gambar 2 menunjukkan proporsi anggaran kesehatan Provinsi Jawa Barat hanya

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2014

Gambar 2 Proporsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja Daerah Menurut Provinsi Tahun 2012

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten

(15)

3 sebesar 3.37% terhadap total belanja daerahnya. Dengan proporsi alokasi anggaran belanja kesehatan tersebut, Jawa Barat memiliki proporsi yang

paling kecil di antara beberapa provinsi khususnya yang berada di Pulau Jawa.Kemudian, jika dilihat dari alokasi anggaran belanja tiap sektor, Gambar 3 menunjukkan bahwa sektor kesehatan dibanding sektor lainnya masih menempati urutan rasio yang kecil dimana alokasi anggaran sektor kesehatan masih berada di bawah sektor pelayanan umum, ekonomi, perumahan dan fasilitas umum, dan pendidikan. Hal ini menunjukan sektor kesehatan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah Provinsi Jawa Barat.

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2014

Gambar 3 Proporsi Anggaran per Sektor Terhadap Total Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Kinerja sektor kesehatan yang digambarkan melalui pencapaian angka kematian bayi dan angka harapan hidup Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan Capaian Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010

Provinsi Angka Kematian Bayi (Per 1000 Kelahiran)

Sumber : Profil Kependudukan dan Pembangunan Indonesia 2013

Tabel 1 menunjukkan pencapaian angka kematian bayi dan angka harapan hidup Provinsi Jawa Barat yang masih di bawah Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat memiliki nilai angka kematian bayi terbesar yaitu 26 per seribu kelahiran dan angka harapan hidup paling rendah dibandingkan provinsi lainnya yang berada di Pulau Jawa yaitu hanya sebesar 70.9 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya kinerja sektor kesehatan Provinsi Jawa

(16)

4

Barat yang terlihat dari banyak faktor. Rendahnya hasil kinerja sektor kesehatan berupa angka kematian bayi dan angka harapan hidup diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial ekonomi tidak hanya dari sisi pemerintah, tetapi juga masyarakat. Dari uraian permasalahan tersebut, maka memunculkan beberapa pertanyaan penelitian :

1. Bagaimana perkembangan faktor-faktor sosial ekonomi sektor kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012?

2. Bagaimana perkembangan kinerja sektor kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat ditinjau dari Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup tahun 2007 sampai 2012?

3. Bagaimana keterkaitan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kinerja sektor kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012?

Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan perkembangan faktor-faktor sosial ekonomi sektor kesehatan kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012.

2. Mendeskripsikan perkembangan kinerja sektor kesehatan kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat ditinjau dari Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup 2007 sampai 2012.

3. Menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kinerja sektor kesehatan kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012.

Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan terkait peningkatan kualitas dan kinerja kesehatan di kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan umum yang dapat diambil manfaatnya bagi masyarakat, khususnya pengetahuan mengenai sektor kesehatan.

3. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber referensi yang baik bagi kegiatan penulisan dan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pengeluaran Pemerintah

Kebijakan pemerintah dicerminkan oleh pengeluaran pemerintah. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah mengeluarkan biaya yang diperlukan ketika telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa. Biaya yang diperlukan tersebut adalah cerminan dari pengeluaran pemerintah.

Menurut Mangkoesoebroto (1999), teori-teori yang berkaitan mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dibagi menjadi teori mikro dan teori makro. Tujuan dari teori secara mikro adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan dan memengaruhi tersedianya barang publik. Teori perkembangan pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini mengedepankan teori secara makro. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah teori Rostow dan Musgrave, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah, dan teori Peacock dan Wiseman.

Teori Rostow dan Musgrave

Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave mengenai hubungan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah lebih besar dari total investasi sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Pada tahap menengah investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena pada tahap ini banyak terjadi kegagalan pasar yang ditimbulkan karena perkembangan ekonomi. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap Gross National Product (GNP) semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentase terhadap GNP akan semakin mengecil. Pada tingkat yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

HukumWagner

(18)

6

dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut : Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang), tetapi hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat, dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat yang lainnya.

Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat kesediaan ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan pemungutan pajak secara semena-mena.

Kesehatan

(19)

7

Derajat Kesehatan

Derajat kesehatan masyarakat kerap dipaparkan dengan berbagai indikator yang secara garis besar terdiri dari dua aspek yaitu mortalitas dan morbiditas (Depkes RI 2008). Mortalitas adalah kejadian kematian dalam suatu kelompok populasi. Indikator tingkat kematian yang ada di antaranya adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu Maternal (AKI), Angka Kematian Kasar (AKK), dan Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH). Sedangkan morbiditas adalah kejadian berupa tingkat kesakitan suatu negara yang mencakup indikator-indikator yang berupa penyakit menular dan penyakit tidak menular. Pada tinjaun pustaka ini, hanya akan dibahas mengenai derajat kesehatan berupa aspek mortalitas yang dijadikan objek dalam penelitian ini, angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

Angka Harapan Hidup

(20)

8

Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (infant mortality rate) adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Penyebab kematian bayi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau kematian neo-natal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan umumnya terjadi karena faktor yang dibawa sejak lahir oleh orangtuanya pada saat konsepsi atau selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau post-neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun disebabkan oleh faktor-faktor dari lingkungan luar (BPS 2014). Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Pengembangan perencanaan menggunakan Angka Kematian Bayi berbeda antara kematian natal dan kematian bayi yang lain. Kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan sehingga perencanaan dan pengembangannya melalui program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal atau yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-Neonatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun. Secara matematis, Angka Kematian Bayi adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Adapun cara penghitungannya adalah sebagai berikut:

Σ

dimana:

AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)

D 0-<1th = Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu

Σlahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu

K = 1000

Analisis Data Panel

(21)

9 maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan panel data antara lain adalah:

1. Dapat mengontrol heterogenitas individu.

2. Mampu mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degrees of freedom, lebih bervariasi, dan lebih efisien.

3. Mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni dengan baik. 4. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Teknik untuk mengestimasi parameter model dengan data panel dibagi menjadi tiga yaitu Pooled Least Square, metode efek tetap atau Fixed Effect dan metode efek acak atau Random Effect.

1. Model Pooled Least Square

Metode ini merupakan penggabungan sederhana dari data time series dan cross section. Estimasi dari model Pooled Least Square dapat diuraikan ke dalam model berikut:

Y

it = α + Xit + it

Asumsi yang digunakan pada metode ini terbatas karena mengasumsikan intersep dan koefisien dari setiap variabel konstan untuk setiap i (data cross section) yang diobservasi. Hal ini dapat menyebabkan variabel yang diabaikan mengubah intersep time series dan cross section.

2. Model Fixed Effect

Keterbatasan yang ada pada model Pooled Least Square dapat diatasi dengan memasukan peubah dummy untuk memungkinkan perbedaan intersep α. Koefisien-koefisien lainnya tetap sama bagi setiap kabupaten dan kota yang diobservasi. Metode fixed effect dapat diuraikan sebagai berikut:

Y

Koefisien dari variabel dummy akan mengukur perubahan intersep cross section dan time series. Namun model ini memiliki beberapa kekurangan seperti penggunaan dummy tidak langsung mengidentifikasi apa yang menyebabkan pergeseran garis regresi sepanjang waktu dan antar daerah. Kedua teknik dummy mengurangi derajat bebas cukup besar (Juanda 2009). 3. Model Random Effect

(22)

10

~ N(0, ²) : komponen sisaan gabungan

Formulasi model Random Effect diperoleh dari model Fixed Effect dengan mengasumsikan rataan efek acak dari variabel time-series dan cross section termasuk dalam intersep dan deviasi acak dari rataanya sama dengan masing-masing komponen galat dan .

Pengujian Kesesuaian Model

Pengujian terhadap parameter estimasi dilakukan setelah parameter estimasi didapat. Pengujian dapat dilakukan secara statistik dan juga dengan pendekatan analisis model data panel.

1. Uji Chow

Pengujian yang digunakan untuk memilih apakah model Pooled Least Square atau Fixed Effect untuk digunakan. Hipotesisnya adalah sebagai berikut:

: Model Pooled Least Square (Restricted) : Model Fixed Effect (Unrestricted)

Dasar penolakan dengan menggunakan F statistik dengan rumus :

Keterangan :

RRSS = Restricted Residual Sum Square URSS = Unrestricted Residual Sum Square N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas

Jika nilai F-stat lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk menolak hipotesis nol yaitu menggunakan model Fixed Effect, jika Jika nilai F-stat lebih kecil dari F-tabel, maka terima hipotesis nol yaitu menggunakan model Pooled Least Square.

2. Uji Hausman

Uji Hausman dilakukan setelah pengujian Uji Chow. Uji Hausman digunakan untuk memilih model yang terbaik antara model Random Effect atau model Fixed Effect. Hipotesisnya sebagai berikut:

: Model Fixed Effect : Model Random Effect

Dasar penolakan menggunakan perbandingan statistik Hausman dengan Chi-Square atau juga bisa dilihat dari nilai p-value nya. Jika p-value lebih kecil dari 5% maka dapat disimpulkan bahwa model Fixed Effect lebih baik dibandingkan dengan model Random Effect.

3. Kecocokan Model (Goodness of Fit)

(23)

11 4. Pengujian Hipotesis

Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model secara statistik signifikan atau tidak, perlu dikaji apakah koefisien regresi satu per satu secara statistik signifikan atau tidak dalam memengaruhi nilai variabel tak bebas, juga perlu diuji untuk membuktikan secara statistik bahwa keseluruhan koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai variabel tak bebas. Untuk melihat seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel bebas dapat dilakukan dengan Uji Statistik t. Cara yang lebih mudah juga dapat dilihat dari p-value. Jika p-value lebih kecil dari nilai α = 5%, maka variabel bebas berpengaruh secara signifikan. Keseluruhan koefisien regresi dapat dilakukan dengan uji statistik F.

Uji Asumsi

1. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel penjelas yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linier. Dalam regresi liniear klasik, salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah tidak adanya multikolinieritas. Selama kolinearitas itu tidak sempurna, estimator OLS masih tetap Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) meskipun salah satu atau lebih koefisien regresi parsial dalam regresi berganda bisa saja secara individual tak signifikan secara statistik (Gujarati 2006).

2. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan keadaan dimana adanya korelasi berantai antar variabel gangguan periode tertentu dengan variabel gangguan periode lain. Autokorelasi secara simbolis dapat ditulis � ≠0 ≠ . Uji untuk mendeteksi autokorelasi yang paling terkenal adalah uji yang dikembangkan oleh Durbin dan Watson. Uji Durbin dan Watson (DW test) dapat dimulai dari menentukan hipotesis.

3. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas menunjukkan varians adalah �², yang berarti adanya ketidaksamaan varians dari residual dari setiap pengamatan pada model regresi. Juanda (2009) menyatakan ketika heteroskedastisitas terjadi, dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS tidak bias dan masih konsisten tetapi standar errornya bias ke bawah yang menyebabkan penduga OLS tidak efisien lagi.

4. Normalitas

(24)

12

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan tentang faktor sosial ekonomi dan kaitannya dengan sektor kesehatan. Jutting (2007) melakukan penelitian untuk mengetahui kontribusi desentralisasi fiskal dan karakteristik sosial ekonomi pada sektor kesehatan melalui Angka Kematian Bayi di China. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kabupaten/kota yang memiliki pendapatan yang rendah memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap provinsi dalam menentukan belanja kesehatan. Pendidikan, tingkat fertilitas, dan pendapatan masyarakat berpengaruh signifikan dalam mengurangi angka kematian bayi.

Asfaw et al (2004) melakukan penelitian tentang dampak desentralisasi fiskal dan faktor sosial ekonomi terhadap outcomes kesehatan di pedesaan India. Hasil penelitian menyatakan bahwa desentralisasi dapat mengurangi angka kematian bayi. Pada penelitian ini menyatakan bahwa desentralisasi fiskal pada komunitas atau daerah yang memiliki partisipasi politik yang rendah menyebabkan rendahnya penurunan angka kematian bayi. Pendapatan dan angka melek huruf wanita merupakan faktor yang berpengaruh dalam mengurangi angka kematian bayi di India.

Jimenez (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak penerimaan pajak pemerintah terhadap sektor kesehatan pada 19 negara OECD. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerimaan pajak oleh pemerintah dapat mengurangi angka kematian bayi. Penelitian ini menyatakan bahwa penerimaan pajak pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap efektifitas dari kebijakan publik dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Jumlah dokter dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam mengurangi angka kematian bayi dan perilaku masyarakat dalam konsumsi alkohol dan rokok signifikan mempengaruhi peningkatan angka kematian bayi.

Febriana (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui keterkaitan antara alokasi anggaran belanja pembangunan dan belanja rutin pemerintah dengan kinerja sektor kesehatan melalui angka harapan hidup dan angka kematian bayi di Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa alokasi anggaran belanja pembangunan pemerintah memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap angka kematian bayi dan memiliki pengaruh positif terhadap angka harapan hidup.

Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini menggunakan daerah provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat sebagai studi kasus untuk melihat kondisi sosial ekonomi yang memengaruhi kinerja sektor kesehatan lingkup kabupaten dan kota. Variabel yang digunakan dalam model penelitian ini merupakan kombinasi dari penelitian sebelumnya dan penambahan variabel lainnya.

Kerangka Pemikiran

(25)

13 dan ekonomi. Dengan adanya sinergi antara sosial ekonomi pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi peningkatan kualitas derajat kesehatan masyarakat melalui angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

Gambar 4 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

1. Semakin tinggi rasio anggaran belanja kesehatan terhadap total belanja daerah mencerminkan peningkatan kualitas kesehatan yang semakin baik, diduga akan mengurangi angka kematian bayi dan meningkatkan angka harapan hidup.

2. Semakin tinggi PDRB per kapita diduga dapat menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas angka harapan hidup.

3. Persalinan oleh tenaga kesehatan mencerminkan tingkat pelayanan kesehatan yang diduga akan mengurangi angka kematian bayi.

4. Angka melek huruf mencerminkan tingkat pendidikan masyarakat yang diduga akan mengurangi angka kematian bayi dan meningkatkan angka harapan hidup.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

(26)

14

dalam objek penelitian untuk kekonsistenan data. Data pendukung lainnya seperti buku, jurnal dan lain-lain diperoleh dari perpustakaan BPS Pusat, BPS Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan perpustakaan di lingkungan IPB. Berikut jenis data dan sumber data yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data dan Sumber Data

Keterangan Sumber

Angka Harapan Hidup BPS Pusat

Angka Kematian Bayi (terlapor) Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)

Anggaran Belanja Kesehatan Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)

Produk Domestik Regional Bruto/Kapita

BPS Kabupaten Bogor

Persalinan dengan Tenaga Kesehatan

Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)

Angka Melek Huruf Dinas Kesehatan Jawa Barat (diolah)

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Analisis deskriptif digunakan untuk menginterprestasikan data kuantitatif secara sederhana. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan program software Microsoft Excel dan Eviews7.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan kedua yaitu menggambarkan perkembangan faktor-faktor sosial ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat untuk sektor kesehatan. Faktor-faktor sosial ekonomi dilihat dari peran pemerintah dan masyarakat. Dilihat melalui faktor ekonomi yaitu pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan dan pdrb per kapita, dalam pengukurannya, perlu diketahui seberapa besar anggaran pengeluaran pemerintah di sektor tersebut dan pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat serta pdrb per kapita sebagai gambaran kondisi kesejahteraan terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor sosial melalui pelayanan kesehatan dan pendidikan perlu diketahui perkembangannya dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat pada penelitian ini dilihat melalui angka kematian bayi dan angka harapan hidup yang diperlukan untuk mengukur perkembangan kinerja sektor kesehatan di kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat.

Analisis Data Panel

(27)

15 gambaran alokasi anggaran belanja kesehatan pemerintah, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat, selain itu sebagai gambaran kondisi pelayanan bagi sektor kesehatan menggunakan variabel Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan (SALINKES) dan variabel Angka Melek Huruf Perempuan diatas 10 tahun (RAMH) sebagai kondisi pendidikan masyarakat. Adapun estimasi model keterkaitan antara pengeluaran untuk kesehatan dengan kualitas kesehatan masyarakat kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat secara matematis dituliskan sebagai berikut:

LnAKB

it = α1 + 1RBKesit + 2LnPDRBKit + 3LnSALINKESit + 4 RAMH it+ it . Keterangan:

AKB = Angka Kematian Bayi (jiwa)

RBKes = Rasio anggaran belanja kesehatan terhadap total belanja daerah (%)

PDRBK = Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (juta rupiah) SALINKES = Jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan (jiwa)

RAMH = Rasio angka melek huruf wanita terhadap jumlah penduduk di atas 10 tahun (%)

αi = intersep

�i = koefisien regresi

it = error term

i = kabupaten/ kota ke-i

t = periode waktu (β007,…,β01β)

LnAHH

it = α1 + 1RBKesit + 2LnPDRBKit + 3RAMHit+ it . Keterangan:

AHH = Angka Harapan Hidup (tahun)

RBKes = Rasio anggaran belanja kesehatan terhadap total belanja daerah (%)

PDRBK = Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (juta rupiah) RAMH = Rasio angka melek huruf wanita terhadap jumlah penduduk di

atas 10 tahun (%)

αi = intersep

�i = koefisien regresi it = error term

i = kabupaten/ kota ke-i

(28)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Terhadap Sektor Kesehatan Tahun 2007-2012

Faktor Ekonomi

Perkembangan Alokasi Anggaran Belanja Kesehatan

Belanja kesehatan merupakan pengeluaran yang ditujukan dalam rangka peningkatan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat. Pencapaian visi dan misi pembangunan kesehatan melalui peningkatan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat dapat tercapai jika didukung dengan pembiayaan yang memadai dan manajemen yang benar. Sumber biaya berasal dari ; Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten, APBD Provinsi, Anggaran Penerimaan dan Belanja Nasional (APBN) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (ASKESKIN), Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), dan sumber lainnya. Perkembangan rasio alokasi anggaran terhadap total anggaran belanja daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat selama 2007 sampai 2012 dapat dilihat dari Gambar 5. Selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2012, rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah cenderung mengalami peningkatan di setiap kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat. Besarnya proporsi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah dapat dilihat sebagai ukuran skala prioritas pembangunan kesehatan oleh pemerintah.

Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat 2014

Gambar 5 Rasio Alokasi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Alokasi Anggaran Daerah Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai 2012 Berdasarkan Gambar 5, Kota Banjar memiliki rasio alokasi anggaran belanja kesehatan tertinggi terhadap total alokasi anggaran belanja daerah yaitu sebesar 31.08% pada tahun 2011. Namun alokasi tinggi tersebut tidak terjadi di tahun sebelum dan setelah 2011 dimana pada tahun 2010 dan 2012 masing-masing hanya sebesar 5.63% dan 6.07%. Hal tersebut terjadi karena pada tahun

0 5 10 15 20 25 30 35

R

asio

(

%)

(29)

17 2011 Pemerintah Daerah Kota Banjar menetapkan anggaran publik sebesar 55% untuk belanja publik dan 45% untuk belanja aparatur. Dengan meningkatnya anggaran belanja publik maka terjadi peningkatan alokasi anggaran pada setiap sektor terkait pelayanan masyarakat termasuk sektor kesehatan. Pada tahun 2011 Kota Banjar menggalakan program Kampung Keluarga Berencana dengan melibatkan masyarakat dan program pembebasan biaya berobat di Puskesmas dan kelas tiga Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar.

Daerah yang tidak mengalami fluktuasi rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah adalah Kota Cirebon. Kota Cirebon merupakan daerah yang cenderung mengalami peningkatan rasio alokasi anggaran terhadap total alokasi anggaran selama kurun waktu 2007 sampai 2012 berturut-turut sebesar 4.10%, 5.49%, 6.16%, 11.36%, 15.00%, dan 18.01%. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah Kota Cirebon berupaya menempatkan sektor kesehatan sebagai sektor prioritas dengan meningkatnya rasio anggaran setiap tahunnya.

Rata-rata rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total alokasi anggaran daerah di setiap kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat pada kurun waktu 2007 sampai 2012 dapat dilihat dari Gambar 6. WHO menetapkan standar rasio anggaran kesehatan sebesar 15% dari total anggaran belanja daerah. Mengacu pada standar kesehatan WHO tersebut, Pada Gambar 6 rata-rata rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total alokasi anggaran dibagi menjadi lima interval dimana interval 0.0%-5% merupakan kondisi prioritas pemerintah daerah terhadap sektor kesehatan melalui rasio alokasi anggaran belanja kesehatan sangat kurang. Interval 5%-10% menggambarkan kondisi prioritas pemerintah daerah terhadap sektor kesehatan kurang. Kondisi prioritas pemerintah terhadap sektor kesehatan cukup jika rasio mencapai 10%-15%, baik jika rasio mencapai pada interval 15%-20%, dan sangat baik jika mencapai lebih dari 20% Rasio rata-rata alokasi anggaran belanja kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat yang berada pada interval 0.0%-5% adalah sebanyak 12% dari total jumlah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 72% berada pada rasio 5%-10% yang menunjukkan sebagian besar pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat belum menempatkan sektor kesehatan sebagai sektor prioritas dengan prioritas rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah yang cukup. Pada interval 5%-10% sebanyak 12% dan pada interval lebih besar dari 15% hanya sebanyak 4%.

(30)

18

Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014

Gambar 6 Rasio Rata-Rata Alokasi Anggaran Belanja Kesehatan Terhadap Total Alokasi Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012

Kota Tasikmalaya sebagai daerah yang memiliki rata-rata rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah yang masih berada pada interval sangat kurang dan merupakan daerah dengan rasio anggaran belanja kesehatan terkecil hanya sebesar 3.81% dari total anggaran belanja daerah. Hal ini menunjukkan perhatian Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya terhadap sektor kesehatan masih sangat minim.

Perkembangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per Kapita

Perkembangan PDRB per kapita kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2007 sampai 2012. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa daerah kabupaten yang memiliki rata-rata PDRB per kapita pada kurun waktu 2007 sampai 2012 tertinggi adalah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta dengan persentase terhadap rata-rata Provinsi Jawa Barat masing-masing sebesar 9.90%, 6.44%, dan 4.83%. Sedangkan daerah kota yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kota Cirebon, Kota Bandung, dan Kota Cimahi dengan persentase masing-masing

(31)

19 sebesar 9.45%, 8.51%, dan 6.03%. Rata-rata PDRB per kapita kabupaten terhadap rata-rata PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 3.47%, dan rata-rata PDRB per kapita kota sebesar 4.92%. Hal ini menunjukkan PDRB per kapita kabupaten lebih rendah dibandingkan dengan PDRB per kapita daerah kota.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 7 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita atas dasar harga berlaku Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat 2007 samai 2012

Faktor Sosial

Perkembangan Cakupan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan

Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan merupakan indikator kondisi upaya pelayanan kesehatan daerah. Tenaga kesehatan meliputi dokter, bidan, dan tenaga ahli lainnya sangat diperlukan bagi persalinan. Persalinan dengan tenaga kesehatan mencegah resiko gangguan dalam persalinan karena berdasarkan ilmu pengetahuan dan menggunakan alat-alat medis yang steril dibandingkan persalinan menggunakan dukun atau tenaga non-kesehatan lainnya. Perkembangan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat melalui Gambar 8.

(32)

20

Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat 2014

Gambar 8 Cakupan Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012

Hal ini menunjukan perhatian pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan lebih ke daerah kabupaten. Daerah kabupaten merupakan daerah yang memiliki masyarakat masih tertinggal dibandingkan daerah kota, khususnya mengenai tenaga kesehatan. Kesadaran masyarakat daerah kabupaten yang masih rendah mengenai pentingnya persalinan menggunakan tenaga kesehatan mendorong pemerintah untuk terus memberikan perhatian kepada daerah kabupaten, terutama daerah tertinggal.

Kondisi Angka Melek Huruf

Tingkat pendidikan dapat dilihat dari sisi kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis (melek huruf). Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Angka melek huruf merupakan kondisi pendidikan yang paling mendasar untuk mendukung ke jenjang pendidikan berikutnya, sehingga dengan angka melek huruf pengetahuan masyarakat tidak hanya dengan membaca tetapi juga mengerti maksud dari tulisan dan berbagai pengetahuan mengenai kesehatan. Dalam periode tahun 2007 sampai 2012 perkembangan angka melek huruf kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan sebanyak 84% daerah kabupaten dan kota cenderung mengalami peningkatan angka melek huruf dan sebanyak 16% daerah kabupaten dan kota mengalami kecenderungan angka melek huruf yang menurun yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Cirebon. Rasio angka melek huruf Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah sebesar 94.94%, dengan daerah yang memiliki rasio angka melek huruf diatas rasio Provinsi Jawa Barat sebanyak 72% dan daerah yang memiliki rasio angka melek huruf di bawah rasio Provinsi Jawa Barat sebanyak 28%.

(33)

21

Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014

Gambar 9 Rasio Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun Ke atas Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat Menurut Kemampuan Membaca/Menulis Tahun 2007 sampai 2012

Perkembangan Kinerja Sektor Kesehatan Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat

Kinerja sektor kesehatan dilihat melalui indikator derajat kesehatan masyarakat yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Perkembangan angka kematian bayi pada daerah kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada Gambar 10.

Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014

Gambar 10 Jumlah Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012

Daerah kabupaten yang memiliki rata-rata angka kematian bayi pada kurun waktu 2007 sampai 2012 tertinggi adalah Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Subang dengan persentase terhadap rata-rata Provinsi Jawa Barat masing-masing sebesar 246%, 167%, dan 163%. Sedangkan daerah kota yang memiliki rata-rata tertinggi adalah Kota Banjar, Kota Cirebon, dan Kota

0 20 40 60 80 100 120

R

asio

(

%)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

0 5 10 15 20 25 30

Jiw

a

(34)

22

Tasikmalaya dengan persentase masing-masing sebesar 237%, 156%, dan 132%. Rata-rata angka kematian bayi Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2007 sampai 2012 adalah sebesar 7.23 per 1000 kelahiran. Rata-rata angka kematian bayi pada daerah kabupaten di Provinsi Jawa Barat sebesar 7.37 per 1000 kelahiran, dan rata-rata angka kematian bayi pada daerah kota adalah sebesar 6.98 per 1000 kelahiran. Angka kematian bayi pada daerah kota yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah kabupaten menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan pada daerah kota lebih banyak dibandingkan daerah kabupaten, selain itu penduduk daerah perkotaan rata-rata memiliki pendidikan yang cukup tinggi sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan juga cukup tinggi.

Derajat kesehatan selanjutnya diukur melalui angka harapan hidup. Angka harapan hidup merupakan indikator penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Jika angka kematian bayi di suatu wilayah rendah maka angka harapan hidupnya cenderung tinggi begitupun sebaliknya. Angka harapan hidup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan. Peningkatan angka harapan hidup yang terjadi menunjukkan bahwa pemerintah beserta jajarannya terus melakukan perbaikan dalam pembangunan kesehatan. Gambar 11 menunjukan perkembangan selama kurun waktu 2007 sampai 2012 angka harapan hidup rata-rata kabupaten dan kota cenderung mengalami peningkatan. Daerah kabupaten yang memiliki rata-rata angka harapan hidup pada kurun waktu 2007 sampai 2012 tertinggi adalah Kabupaten Subang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung sebesar 69.32 tahun, 69.24 tahun, dan 68.98 tahun. Sedangkan daerah kota yang memiliki angka harapan hidup tertinggi adalah Kota Depok, Kota Bandung, dan Kota Tasikmalaya dengan nilai masing-masing sebesar 73.03 tahun, 69.69 tahun, dan 69.67 tahun. Meskipun secara keseluruhan angka harapan hidup di Provinsi Jawa Barat telah mengalami peningkatan selama kurun waktu 2007 sampai 2012, namun masih terdapat daerah yang memiliki nilai angka harapan hidup tergolong rendah yaitu Kabupaten Cirebon 65.23 tahun, Kabupaten Garut 65.40 tahun, dan Kabupaten Cianjur 65.82 tahun.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

(35)

23 Rata-rata angka harapan hidup selama kurun waktu 2007 sampai 2012 Provinsi Jawa Barat sebesar 67.98 tahun, sedangkan rata-rata angka harapan hidup daerah kabupaten dan kota masing-masing sebesar 67.23 tahun dan 69.33 tahun. Angka harapan hidup rata-rata kabupaten berada di bawah rata-rata angka harapan hidup Provinsi Jawa Barat dan kota di Provinsi Jawa Barat. Rendahnya angka harapan hidup pada daerah kabupaten menunjukan bahwa rata-rata daerah kabupaten memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan. Sehingga daerah kabupaten mendapat prioritas utama dari kebijakan pemerintah mengenai program-program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keterkaitan antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dengan Kinerja Sektor Kesehatan

Angka Kematian Bayi

Uji Chow dilakukan untuk memilih model terbaik antara model Pooled Least Square dan Fixed Effect. Hasil Uji Chow diperoleh nilai Prob sebesar 0.0000. Nilai Prob yang kurang dari α = 5% berarti menolak hipotesis nol untuk menggunakan Pooled Least Square dan menerima hipotesis untuk menggunakan Fixed Effect. Pemilihan model antara Fixed Effect dengan Random Effect dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman. Hasil Uji Hausman menunjukkan nilai Prob sebesar 0.0045, artinya menerima hipotesis untuk menggunakan Fixed Effect. Hasil dari Uji Chow dan Uji Hausman pada model angka kematian bayi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Perbandingan Uji Chow dan Uji Hausman dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Uji model angka kematian bayi terbaik (Pooled Least Square, Fixed Effect Model, Random Effect Model)

Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Square

Uji Chow 0.0000*

Uji Hausman 0.0045*

Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%

Hasil estimasi model untuk melihat pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh nilai pada model sebesar 0.916626. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman angka kematian bayi dapat dijelaskan oleh variabel bebas sebesar 91.6626% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik yang signifikan yaitu pada tingkat α = 5% yaitu sebesar 0.000000 yang berarti masing-masing variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Masing-masing variabel bebas menunjukan nilai probabilitas yang signifikan sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter yang ada di dalam fungsi.

(36)

24

1. Uji Multikolinieritas

Uji korelasi menunjukan tidak terdapat variabel yang mempunyai nilai korelasi yang lebih besar daripada R-Square yaitu sebesar 0.91 sehingga dapat disimpulkan model tidak memiliki masalah kolinearitas. Hasil uji multikolinieritas pada model angka kematian bayi disajikan pada lampiran 6. 2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson, nilai statistik Durbin-Watson pada tabel model Fixed Effect yaitu sebesar 2.027331, nilai dU (1.8012) < DW (2.0273) < 4-dU (2.1988), sehingga model ini tidak memiliki masalah autokorelasi.

3. Uji Heterokedastisitas

Pengujian heterokedastisitas dapat dilihat dari nilai sum squared resid. Nilai sum squared resid weighted sebesar 16.36858 lebih kecil dari nilai sum squared resid unweighted yaitu sebesar 17.50955 yang artinya tidak adanya gejala heterokedastisitas pada model ini.

4. Uji Normalitas

Selanjutnya dilakukan Uji Bera untuk melihat normalitas. Nilai Jarque-Bera menunjukkan nilai Prob 0.461760, nilai Prob yang lebih besar dari

α = 5% dapat disimpulkan model ini berdistribusi normal. Hasil uji normalitas disajikan pada Lampiran 5.

Berdasarkan persamaan regresi, nilai p-value rasio alokasi anggaran belanja kesehatan sebesar 0.0257 yang berarti bahwa rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil persamaan regresi, terlihat koefisien regresi variabel rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap angka kematian bayi memiliki pengaruh negatif sebesar 0.012830. Artinya, kenaikan 1% rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 0.012830%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan dengan hipotesis penelitian dimana rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total anggaran kesehatan daerah yang tinggi dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menurunnya angka kematian bayi, hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri dan berkontribusi dalam pembangunan nasional.

Penelitian yang dilakukan oleh Rubio (2010) menemukan bahwa dengan meningkatnya alokasi anggaran bidang kesehatan akan berpengaruh negatif terhadap angka kematian bayi. Hasil penelitian Febriana (2009) juga menyimpulkan bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah pusat untuk sektor kesehatan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan menurunnya angka kematian bayi.

(37)

25 sebagai salah satu prioritas, dalam hal ini pola konsumsi masyarakat yang masih mengutamakan pengeluaran pokok bukan pengeluaran kesehatan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Uchimura (2007) yang menemukan semakin tinggi PDB perkapita akan mengurangi angka kematian bayi di China. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purusa dan Sasana (2013) yang menemukan PDRB per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap angka kematian balita di Provinsi Jawa Tengah .

Tabel 4 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat 2007 sampai 2012

Variabel Koefisien Std.Error t-Statistik Prob

C 3.387004 0.963451 3.515491 0.0006*

RBKES -0.012830 0.005679 -2.258950 0.0257*

LNPDRBK 0.354027 0.068108 5.198023 0.0000*

LNSALINKES -0.468861 0.033902 -13.82974 0.0000*

RAMH -0.027804 0.003477 -7.997513 0.0000*

Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%

Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel jumlah persalinan ditolong tenaga kesehatan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap angka kematian bayi. Nilai koefisien dari hasil estimasi sebesar -0.468861 menunjukan bahwa kenaikan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 1% akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 0.468861% dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yaitu peningkatan pelayanan masyarakat yaitu dengan jumlah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan akan mengurangi angka kematian bayi yang dampaknya akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Hasil estimasi juga menunjukkan, variabel angka melek huruf wanita di atas 10 tahun berpengaruh negatif dan signifikan terhadap angka kematian bayi. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0.027804 yang artinya jika angka melek huruf meningkat sebesar 1%, maka persentase angka kematian bayi akan menurun sebesar 0.027804%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu dengan peningkatan angka melek huruf bagi wanita berusia diatas 10 tahun mengindikasikan perilaku masyarakat yang berpendidikan akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan menurunnya angka kematian bayi. Pendidikan wanita merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan derajat kesehatan dengan meningkatnya kualitas masyarakat dan berpengaruh terhadap tingkat kematian bayi.

Weighted Statistics Unweighted Statistics

R-squared 0.916626 0.787596

Sum squared resid 16.36858 17.50955

Durbin-Watson stat 2.027331 2.202126

(38)

26

Angka Harapan Hidup

Uji Chow dilakukan untuk memilih model terbaik antara model Pooled Least Square dan Fixed Effect. Hasil Uji Chow diperoleh nilai Prob sebesar 0.0000. Nilai Prob yang kurang dari α = 5% berarti menolak hipotesis nol untuk menggunakan Pooled Least Square dan menerima hipotesis untuk menggunakan Fixed Effect. Pemilihan model antara Fixed Effect dengan Random Effect dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman. Hasil Uji Hausman menunjukkan nilai Prob sebesar 1.0000, namun nilai tersebut menunjukkan Cross-section test variance yang tidak valid sehingga model terbaik adalah Fixed Effect. Hasil dari Uji Chow dan Uji Hausman pada model angka harapan hidup dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Perbandingan Uji Chow dan Uji Hausman dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Uji model angka harapan hidup terbaik (Pooled Least Square, Fixed Effect Model, Random Effect Model)

Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Square

Uji Chow 0.0000*

Uji Hausman 1.0000

Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%

Hasil estimasi model untuk melihat pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka harapan hidup dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh nilai pada model sebesar 0.997804. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman angka harapan hidup dapat dijelaskan oleh variabel bebas sebesar 99.7804% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik yang signifikan yaitu pada tingkat α = 5% yaitu sebesar 0.000000 yang berarti masing-masing variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Masing-masing variabel bebas menunjukan nilai probabilitas yang signifikan sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter yang ada di dalam fungsi.

Model yang baik harus memenuhi asumsi model linear klasik yaitu model terbebas dari masalah multikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedastisitas serta didasarkan pada asumsi bahwa faktor-faktor menyebar secara normal. Tahap uji asumsi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji Multikolinieritas

Uji korelasi menunjukan tidak terdapat variabel yang mempunyai nilai korelasi yang lebih besar daripada R-Square yaitu sebesar 0.99 sehingga dapat disimpulkan model tidak memiliki masalah kolinearitas. Hasil uji multikolinieritas pada model angka harapan hidup disajikan pada lampiran 11. 2. Uji Autokorelasi

(39)

27 3. Uji Heterokedastisitas

Pengujian Heterokedastisitas dapat dilihat dari nilai sum squared resid. Nilai sum squared resid weighted sebesar 0.001003 lebih kecil dari nilai sum squared resid unweighted yaitu sebesar 0.01109 yang artinya tidak adanya gejala heterokedastisitas pada model ini.

4. Uji Normalitas

Selanjutnya dilakukan Uji Bera untuk melihat normalitas. Nilai Jarque-Bera menunjukkan nilai Prob 0.343470, nilai Prob yang lebih besar dari α = 5% dapat disimpulkan model ini berdistribusi normal. Hasil uji normalitas disajikan pada Lampiran 10.

Berdasarkan persamaan regresi, nilai p-value rasio alokasi anggaran belanja kesehatan sebesar 0.0203 yang berarti bahwa rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah berpengaruh signifikan terhadap angka harapan hidup pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil persamaan regresi, terlihat koefisien regresi variabel rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap angka harapan hidup memiliki pengaruh positif sebesar 0.000062. Artinya, kenaikan 1% rasio alokasi anggaran belanja kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah akan meningkatkan angka harapan hidup sebesar 0.000062%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan dengan hipotesis penelitian dimana rasio alokasi anggaran kesehatan terhadap total anggaran kesehatan daerah yang tinggi dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan meningkatnya angka harapan hidup. Meningkatnya angka harapan hidup diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri dan berkontribusi dalam pembangunan nasional.

Tabel 6 Hasil estimasi model pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka harapan hidup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat 2007-2012

Variabel Koefisien Std.Error t-Statistik Prob

C 3.827164 0.029779 128.5199 0.0000*

RBKES 0.000062 0.000026 2.351793 0.0203*

LNPDRBK 0.022030 0.001674 13.16187 0.0000*

RAMH 0.000309 3.66E-05 8.432051 0.0000*

Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews7 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5%

Hasil estimasi menunjukkan variabel PDRB per kapita secara signifikan positif terhadap mempengaruhi angka harapan hidup pada taraf nyata 5%. Koefisien regresi variabel PDRB per kapita bernilai positif sebesar 0.022030 yang artinya setiap kenaikan 1% PDRB per kapita akan meningkatkan angka harapan hidup sebesar 0.022030%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini menunjukan hasil sesuai dengan hipotesis yaitu tingginya PDRB per kapita mengindikasikan meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang

Weighted Statistics Unweighted Statistics

R-squared 0.997804 0.990085

Sum squared resid 0.001003 0.001109

Durbin-Watson stat 1.211503 0.619119

(40)

28

akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan dengan meningkatnya angka harapan hidup.

Hasil estimasi juga menunjukkan, variabel angka melek huruf wanita di atas 10 tahun berpengaruh positif dan signifikan terhadap angka harapan hidup. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0.000309 yang artinya jika angka melek huruf meningkat sebesar 1%, maka persentase angka harapan hidup akan meningkat sebesar 0.000309%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu dengan peningkatan angka melek huruf bagi wanita berusia diatas 10 tahun mengindikasikan perilaku masyarakat terutama wanita yang berpendidikan akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan meningkatnya angka harapan hidup.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Perkembangan alokasi anggaran belanja kesehatan pemerintah daerah selama kurun waktu 2007 sampai 2012 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat semakin meningkat. Namun, persentase belanja kesehatan terhadap total belanja pemerintah masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. PDRB per kapita kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persalinan ditolong tenaga kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagian besar mengalami peningkatan. Angka melek huruf kabupaten dan kota Provinsi Jawa Barat sebagian besar mengalami peningkatan.

2. Rata-rata angka kematian bayi mengalami fluktuasi, dimana daerah

kabupaten memiliki nilai di atas rata-rata kematian bayi Provinsi Jawa Barat

dan daerah kota memiliki rata-rata kematian bayi di bawah rata-rata kematian

bayi Provinsi Jawa Barat. Rata-rata angka harapan hidup mengalami

peningkatan dimana daerah kabupaten memiliki rata-rata angka harapan

hidup di bawah rata-rata angka harapan hidup Provinsi Jawa Barat, dan

daerah kota memiliki rata-rata angka harapan hidup di atas rata-rata angka

harapan hidup Provinsi Jawa Barat. Kinerja sektor kesehatan yang dilihat melalui angka kematian bayi dan angka harapan hidup daerah kabupaten masih kurang dalam pencapaiannya.

Gambar

Gambar 2 menunjukkan proporsi anggaran kesehatan Provinsi Jawa Barat hanya
Tabel 1.
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
Gambar 5  Rasio Alokasi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Alokasi Anggaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pendidikan seksual ini bertujuan umtuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.Dalam hal ini sebaiknya

Grafik rerata frekuensi perilaku seksual dismounting pejantan ayam Burgo dalam 1 hari selama penelitian Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa rerata frekuensi tertinggi

Sistem pangkalan data fuzzy model Tahani menjembatani dua konsep berbeda yaitu antara relasi standar yang menyimpan data-data yang bersifat pasti ( crisp ) pada sistem basis data

47913 47919 Perdagangan Eceran Melalui Media Untuk Berbagai Macam Barang Lainnya 47920 Perdagangan Eceran Atas Dasar Balas Jasa (Fee) Atau Kontrak 47991 Perdagangan

Saya membuat karya tulis ilmiah dengan judul “Macaroon” ini karena saya tertarik dengan bentuk dan tekstur kue ini yang berbeda dari kue yang lain.. Saya juga ingin memberitahu

Pertemuan yang dilakukan Biden dengan Brady Campaign dan para keluarga serta korban selamat dari kekerasan bersenjata api pada tanggal 9 Januari 2013 menghasilkan

4.2 Menelaah dan merevisi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan

Serta membantu pemilik buku KIA agar dapat mengakses segala pencatatan dan informasi yang terdapat di dalam buku KIA dan tersimpan dalam sistem informasi kesehatan