• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Fisiologis Lamun Thalassia Hemprichii Dan Cymodocea Rotundata Terhadap Tekanan Antropogenik Di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Fisiologis Lamun Thalassia Hemprichii Dan Cymodocea Rotundata Terhadap Tekanan Antropogenik Di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON FISIOLOGIS LAMUN Thalassia hemprichii dan

Cymodocea rotundata TERHADAP TEKANAN ANTROPOGENIK

DI GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

ADITYA HIKMAT NUGRAHA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Fisiologis Lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata Terhadap Tekanan Antropogenik Di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ADITYA HIKMAT NUGRAHA. Respon Fisiologis Lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata Terhadap Tekanan Antropogenik Di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DIETRIECH GEOFFREY BENGEN dan MUJIZAT KAWAROE.

Lamun merupakan tumbuhan berbunga angiospermae yang hidup di perairan dangkal pada kawasan pesisir. Lamun hidup degan membentuk ekosistem yang disebut ekosistem padang lamun. Ekosistem padang lamun memiliki peran yang cukup penting diantaranya sebagai kawasan mencari makan dan habitat tinggal bagi beberapa biota. Gugusan Pulau Pari merupakan gugusan pulau kecil yang terletak di Kepulauan Seribu yang memiliki ekosistem padang lamun. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa luasan ekosistem padang lamun di Gugusan Pulau Pari mengalami penurunan setiap tahunnya. Hal tersebut diduga akibat adanya masukan tekanan antropogenik pada lingkungan perairan. Penelitian ini akan mengkaji respon fisiologis lamun Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii terhadap tekanan antropogenik pada beberapa lokasi di Gugusan Pulau Pari. Respon fisiologis yang dikaji mencakup pertumbuhan, bioakumulasi logam berat dan kondisi histologi jaringan lamun.

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa untuk aspek laju pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii memiliki pertumbuhan daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan daun Cymodocea rotundata. Laju pertumbuhan rhizome lamun Cymodocea rotundata memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan rhizome Thalassia hemprichii. Nutrien memiliki peran dalam repon pertumbuhan lamun. Kandungan logam berat pada lamun yang dianalisis mencakup logam Pb,Cd dan Cu. Logam berat jenis Pb memiliki tingkat bioakumulasi yang tinggi dibandingkan logam jenis Cd dan Cu. Ukuran morfologi lamun yang berbeda tidak mempengaruhi konsentrasi logam berat yang terdapat pada lamun. Analisis jaringan histologi menunjukan bahwa belum adanya kerusakan jaringan baik pada rhizome maupun daun. Variabel bebas yang bertindak sebagai diskriminator antara lamun besar dan lamun kecil yaitu : pertumbuhan daun, pertumbuhan rhizome, konsentrasi Pb,Cd dan Cu pada lamun dan tebal lapisan epidermis atas pada daun. Variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat sampai 88%. Variabel bebas yang terdiri dari tebal lapisan epidermis atas daun, sel korteks dan stele memiliki ukuran yang berbeda nyata pada setiap kelompok lamun

(5)

SUMMARY

ADITYA HIKMAT NUGRAHA. Physiology Response Of Seagrass Thalassia hemprichii and Cymodocea rotundata to Antropogenic Pressure at Pari Island Group, Seribu Islands. Suvervised by DIETRIECH GEOFFREY BENGEN and MUJIZAT KAWAROE.

Seagrass is a flowering plant (angiosperme) that live and thrive in shallow waters environment at coastal area. Seagrass life by a forming ecosystem a so called seagrass bed ecosystem. Seagrass bad ecosystem have an important role like as feeding ground and habitat for several biota. Pari islands is one of islands in Seribu islands, Jakarta and have a seagrass ecosystem. Base on previous research that seagrass bad ecosystem in Pari islands have reduced area every years. This condition caused by antrophogenic pressure fom environment. This research study about seagrass growth, heavy metal bioaccumulation and histology condition from seagrass tissue

Result from this study Thalassia hemprichii leaf have growth rate faster than Cymodocea rotundata. Cymodocea rotundata rhizome have growth faster than Thalassia hemprichii. Nutrient have role important in seagrass growth. Study heavy metal accumulation in seagrass include Pb,Cd and Cu. Pb have highest accumulation in seagrass tissue than others heavy metal, not correlation between seagrass size morphology with heavy metal content in seagrass tissue. The highest pb accumulation in Cymodocea rotundata tissue at 4th station with value 12.1 µg/g . Histology analysis result that not found a damaged seagrass tissue in all station, and the size of seagrass tissue of Cymodocea rotundata and Thalassia hemprichii have not different size. Discrminant analysis result show that independent variable can explain until 88% dependent variable. Independent variable like thick of leaf upper epiderm, cortex tissue and stele tissue have a different significant value in two category seagrass group.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Kelautan

RESPON FISIOLOGIS LAMUN Thalassia hemprichii dan

Cymodocea rotundata TERHADAP TEKANAN ANTROPOGENIK

DI GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Respon Fisiologis Lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata Terhadap Tekanan Antropogenik di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu

Nama : Aditya Hikmat Nugraha NIM : C551130071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir. Dietriech G Bengen, DEA Ketua

Dr Ir. Mujizat Kawaroe, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty P Zamani, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah kekeringan, dengan judul Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr. Dietriech G Bengen, DEA dan Dr. Mujizat Kawaroe selaku pembimbing Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA selaku penguji yang telah memberikan banyak saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muhayar dari UPT LPKSDMO LIPI Pulau Pari yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, almh ibu, bapak dan mama mertua, istri dan anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu penulis juga mengucapak terimakasih kepada Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) Calon Dosen yang telah mensponsori penulis selama menempuh pendidikan program magister.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang .... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

METODE 3

Waktu dan Lokasi .... 3

Alat dan Bahan 4

Prosedur Penelitian 4

Analisis Data .. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Lokasi Penelitian 7

Laju Pertumbuhan Lamun ... 10

Hubungan Laju Pertumbuhan Lamun dengan Karakteristik Fisika-KimiaPerairan ... 14

Bioakumulasi Logam Berat pada Lamun ... 17

Analisis Diskriminan terhadap Respon Fisiologis pada Lamun ... 23

Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata ... 24

SIMPULAN DAN SARAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(12)

DAFTAR TABEL

1. Contoh matriks data analisis diskriminan 7

2. Kondisi fisik dan kimia perairan di lokasi penelitian 8 3. Biokamulasi logam berat Pb,Cd dan Cu (µg/g) pada lamun 18 4. Ukuran anatomi jaringan daun dan rhizome pada lamun

Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii 21 5. Uji kesamaan rataan variabel bebas yang membedakan lamun

berdasarkan ukurannya 26

6. Akar ciri korelasi kanonik pada pengelompokan lamun berdasarkan

respon fisiologisnya 27

7. Koefisien persamaan diskriminan antar kelompok ukuran lamun

berdasarkan respon fisiologis 28

DAFTAR GAMBAR

1. Alur pikir penelitian 3

2. Lokasi penelitian 4

3. Pertumbuhan panjang daun lamun Cymodocea rotundata

dan Thalassia hemprichii 11

4. Pertumbuhan rhizome lamun Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii 13 5. Hasil analisis komponen utama (PCA) antara laju pertumbuhan

daun lamun dengan faktor fisika kimia perairan 16 6. Hasil analisis komponen utama (PCA) antara laju pertumbuhan

rhizome lamun dengan faktor fisika kimia perairan 16 7. Persentase logam berat rata-rata yang terakumulasi oleh setiap jenis

lamun berdasarkan sumber yang terdapat pada lingkungan 19

8. Sayatan transversal daun yang mengalami kerusakan 21 9. Sayatan transversal daun Cymodocea rotundata dan

Thalassia hemprichi 22 10. Sayatan transversal rhizome Cymodocea rotundata dan

Thalassia hemprichi 23

DAFTAR LAMPIRAN

1. Metode penandaan pada pengukuran pertumbuhan lamun 33

2. Dokumentasi Penelitian 34

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem padang lamun merupakan salah satu bagian dari ekosistem laut tropis yang memiliki peranan cukup penting secara ekologi. Peran ekosistem lamun diantaranya menyediakan berbagai macam jasa seperti sumber pangan bagi masyarakat pesisir, menstabilkan sedimen perairan (Koch et al. 2012; Christianen et al.2013) dan sebagai kawasan yang menyediakan makanan (feeding ground) bagi beberapa biota laut (Heck et al. 2003; Van Tussenbroek et al. 2006; Christianen et al. 2014). Sebagai vegetasi yang berhabitat di ekosistem pesisir, lamun juga memainkan peranan dalam siklus gas karbondioksida yang ada di atmosfer (Mcleod et al. 2011). Hasil penelitian terbarukan menunjukkan bahwa ekosistem lamun mampu meyerap gas karbondioksida yang berasal dari atmosfer dengan kisaran serapan sebesar 31.08 – 41.73 MgC/ha (Rustam 2014). Hasil valuasi ekonomi terhadap ekosistem lamun yang dihuni oleh spesies tunggal di di Pulau Green Canaria menunjukkan nilai valuasi ekonomi sebesar 67030.30 EURO/ha/tahun (Tuya et al.2014).

Gugusan Pulau Pari yang terletak di wilayah Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan gugusan pulau kecil yang memiliki ekosistem padang lamun. Terdapat 7 spesies lamun yang hidup pada ekosistem padang lamun di Gugusan Pulau Pari, yang terdiri dari spesies: Enhalus acoroides,Thalassia hemprichii,Cymodocea rotundata,Cymodocea serulata,Halophila ovalis,Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwasanya luasan ekosistem padang lamun di Gugusan Pulau Pari mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penelitian Kawaroe et al. (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1999 luasan ekosistem padang lamun di Gugusan Pulau Pari seluas 281.5 ha dan tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 213.2 ha, Rustam (2014) menyatakan bahwa pada tahun 2009 luasan ekosistem padang lamun di Gugusan Pulau Pari sebesar 160.1 ha.

Gugusan Pulau Pari berlokasi sangat dekat dengan Teluk Jakarta dan menjadikan salah satu ancaman karena semakin banyaknya limbah antropogenik yang masuk dari 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Aktivitas pembangunan di kawasan Kepulauan Seribu yang kurang memperhatikan lingkungan dan semakin banyaknya wisatawan yang datang setiap pekannya menjadi ancaman yang serius terhadap keberlangsungan ekosistem pesisir di gugusan Pulau Pari.

(14)

antropogenik yang terjadi di lingkungan dapat berdampak kepada respon fisiologis lamun (Udy etal. 1997). Respon fisiologis yang dapat diamati menurut Udy et al. (1997) diantaranya meliputi pertumbuhan, produksi biomassa, kerapatan, dan besarnya persen tutupan.

Penelitian ini mengkaji respon fisiologis yang meliputi pertumbuhan, kemampuan lamun dalam mengakumulasi logam berat serta kondisi anatomi lamun khususnya pada lamun spesies Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata. Lamun jenis ini cukup banyak ditemukan di kawasan gugusan Pulau Pari selain itu, lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata merupakan spesies lamun kunci di kawasan indo pasifik.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan terkait kondisi ekosistem lamun di Perairan Gugusan Pulau Pari maka diperoleh perumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana laju pertumbuhan lamun di Perairan Gugusan Pulau Pari dengan adanya tekanan antropogenik pada lingkungan perairan terhadap lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata

2. Bagaimana kandungan logam berat yang terkandung dalam lamun yang berada di Perairan Gugusan Pulau Pari, pada lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata

3. Bagaimana anatomi lamun berdasarkan pengamatan histologis pada dua spesies lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata di Perairan Gugusan Pulau Pari dengan adanya tekanan antropogenik pada lingkungan perairan.

4. Berdasarkan tiga aspek kajian respon fisiologis yaitu : pertumbuhan, konsentrasi logam berat dan anatomi lamun, aspek respon fisiologis yang mana yang akan menjadi diskriminator antara lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata

(15)

G

Gambar 1. Alur pikir penelitian

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji respon fisiologis lamun yang mencakup laju pertumbuhan lamun, kemampuan lamun dalam menyerap logam berat dan kondisi struktur anatomi lamun,pada lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata

2. Menentukan respon fisiologis yang paling berbeda pada kelompok lamun yang berbeda jenis .

Sasaran dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi terkait respon fisiologis lamun terhadap perbedaan kondisi lingkungan di Gugusan Pulau Pari yang meliputi Pulau Pari dan Pulau Tikus.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terkait respon fisiologis lamun terhadap tekanan antropogenik perairan yang dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap pencemaran yang terjadi di perairan.

(16)

2015. Analisis parameter lingkungan dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Pembuatan Preparat Histologi Jaringan Lamun dilakukan di Laboratorium Histopatologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Gambar 2. Lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: ice box, transek kuadrat ukuran 1m x 1m, kantong plastik sampel, jangka sorong, timbangan, botol DO, Secchi disk, pH meter, hand refraktometer, hotplate, timbangan GPS, Spektrofotometer, botol sampel, ayakan sedimen, kaca preparat, mikroskop, floating dradan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian antara lain: ethanol 96%, sampel air, sampel sedimen, sampel lamun, H2SO4, MnSO4, NaOH, KI, HNO3, Amilum, Brucine, Larutan FAA, Etanol absolute, TBA, Minyak Parafin, Parafin, Xilol, Larutan Oifford, Etanol , Akuades, Safranin 2%, Fast Green 0,5%, aniline blue, entellan, toulidin blue.

Prosedur Penelitian

Penentuan Stasiun Pengamatan

Stasiun pengamatan terdiri dari 4 stasiun. Penentuan lokasi stasiun pengamatan ditentukan di dua pulau berbeda yang terletak dalam satu gugusan pulau. Pengambilan stasiun di Pulau Pari berdasarkan kepada banyaknya aktivitas serta pemukiman masyarakat di Pulau Pari. Pengambilan stasiun di Pulau Tikus berdasarkan kepada sedikitnya aktivitas dan tidak ditemukan pemukiman masyarakat di sana. Berdasarkan pertimbangan tersebut diambil 2 stasiun di Pulau Pari dan 2 stasiun di Pulau Tikus

St.1 St.2

(17)

Pengamatan Laju Pertumbuhan

Pengukuran laju pertumbuhan mutlak rhizome dan daun lamun dilakukan dengan mengukur panjang dan diameter rhizome serta panjang daun lamun pada selang waktu tertentu. Metode pengukuran laju pertumbuhan lamun dengan melakukan penandaan (tagging) pada rhizome dan daun lamun (lampiran 1). Penandaan rhizome lamun menggunakan kabel ties dan kertas tanda (kertas newtop) yang dipasang pada pangkal tunas terakhir (Short dan Duarte 2001).

Panjang rhizome diukur setelah tunas terakhir menggunakan jangka sorong pada saat penandaan, kemudian lamun dibiarkan tumbuh secara alami selama waktu tiga bulan, pengamatan pertumbuhan diamati setiap dua minggu sekali. Setiap dua minggu sekali, dilakukan pemanenan rhizome untuk dilakukan pengukuran panjang rhizome dan daun serta dihitung pertumbuhannya.

Penandaan daun lamun dilakukan dengan membuat lubang menggunakan jarum/kawat ditusukkan pada bagian dasar daun dekat rhizome (Short dan Duarte, 2001). Kemudian diukur panjang daun awal dan dibiarkan selama waktu tertentu. Panjang daun akhir diukur pada saat pemanenan.

Pembuatan Preparat Jaringan Histologis Lamun

Sediaan anatomis yang dilakukan adalah membuat irisan transversal daun dan rhizome yang dibuat dengan menggunakan metode parafin sdan diwarnai dengan pewarnaan hemmalum. Tahapan pembuatan sayatan melintang daun dan rhizome adalah sebagai berikut : potongan daun dan rhizome berukuran 1 cm x 1.5 cm difiksasi dalam larutan FAA selama ± 24 jam.

Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan merendam daun dan rhizome dalam seri larutan n – Butanol. Tahapan selanjutnya adalah infiltrasi (penyusupan lilin ke dalam jaringan) dengan cara sebagai berikut : botol sampel yang berisi potongan daun pada seri larutan n – Butanol terakhir ditambah dengan parafin (paraplast) cair, kemudian disimpan pada suhu kamar selama 4 jam dengan tutup botol tertutup. Selanjutnya tutup botol sampel dibuka dan dipindahkan ke dalam oven parafin dengan suhu 58 oC selama 24 jam. Larutan pada botol sampel dibuang kemudian diganti dengan parafin cair baru dan disimpan kembali ke dalam oven parafin selama 3 hari.

(18)

Setelah selesai pewarnaan preparat ditutup dengan gelas penutup dan diberi perekat entellan. Karakter anatomi daun yang diamati adalah sayatan melintang daun dan rhizome di bawah mikroskop.

Bioakumulasi Logam Berat dalam Jaringan Lamun

Alat yang digunakan untuk analisis logam berat dalam lamun ialah Atomic Absorption Spectrometry (ASS) yang memiliki deteksi limit 0.001 ppm. Contoh lamun yang telah dikeringkan, selanjutnya dihaluskan dan kemudian diambil sebanyak 2 gram. Selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml. Sampel lamun selanjutnya ditambah 10 ml HNO3 dan dipanaskan menggunakan hotplate pada suhu 85 oC. Ketika volume larutan tersisa 1-2 ml, larutan didinginkan. Setelah itu ditambahkan 10 ml HNO3, 10 ml HClO4. Pereaksi HNO3 dan HClO4 berfungsi sebagai pengoksidasi logam berat. Contoh dihomogenkan dan dipanaskan kembali pada hotplate sampai uap HClO4 hilang. Jika larutan sudah jernih, ditambahkan 100 ml akuades dan dihomogenkan, kemudian disaring (APHA 2012). Selanjutnya dianalisis menggunakan AAS.

Pengamatan Parameter Fisik Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisik kimia lingkungan dilakukan dengan dua cara yaitu secara insitu dan eksitu. Pengukuran parameter fisik kimia lingkungan dilakukan pada setiap stasiun pengamatan. Parameter kualitas air dan sedimen yang diukur secara insitu meliputi suhu, oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan titrasi winkler, pH air dengan menggunakan pH meter, salinitas dengan menggunakan refraktometer, kecerahan dan kecepatan arus. Parameter kualitas air dan sedimen yang diukur eksitu adalah fraksi sedimen,

Hubungan antara pertumbuhan dengan karaktersitik fisika kimia perairan dianalisis dengan menggunakan analisis komponen utama. Analisis komponen utama adalah salah satu teknik dari analisis multivariat yang membentuk variabel baru yang merupakan kombinasi linear dari variabel asal dan bertujuan untuk melakukan reduksi dan interpretasi data (Bengen 2000). Analisis Komponen Utama dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak XL Stat. Analisis komponen utama dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji hubungan laju peetumbuhan daun dan laju pertumbuhan rhizome lamun dengan parameter fisik dan kimia perairan.

Analisis Diskriminan

(19)

Tabel 1. Contoh matriks data analisis diskriminan

Berdasarkan contoh matriks data analisis diskriminan (Tabel 1), terdapat variabel bebas (X1 dan X2) serta variabel terikat yaitu pengkelompokan atau grup. Variabel bebas pada penelitian ini meliputi pertumbuhan daun, pertumbuhan rhizome, bioakumulasi logam berat dalam jaringan lamun, dan analisis kondisi anatomi lamun, sedangkan variabel terikat berupa dua jenis lamun yang memiliki morfologi yang berbeda yaitu Thalassia hemprichii yang memiliki ukuran besar dan Cymodocea rotundata yang memiliki ukuran kecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lokasi Penelitian

Gugusan Pulau Pari merupakan wilayah yang termasuk ke dalam daerah Kepulauan Seribu bagian selatan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Teluk Jakarta. Gugusan Pulau Pari terdiri dari 5 Pulau kecil yang meliputi : Pulau Pari sebagai pulau utama yang terdiri dari pemukiman masyarakat, Pulau Tengah yang saat ini telah berubah menjadi perumahan mewah, dan 3 Pulau Lainnya yang tidak terdapat pemukiman yaitu Pulau Burung, Pulau Kongsi dan Pulau Tikus. Ekosistem laut tropis di Gugusan Pulau Pari sangat lengkap, terdiri dari ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang. Pulau Pari sebagai pulau utama di Gugusan Pulau Pari menjadi salah satu objek wisata yang sering banyak dikunjungi oleh wisatawan setiap akhir pekan, hal tersebut tentunya menjadi salah satu ancaman bagi keberlangsungan ekosistem laut tropis yang ada disekitarnya dikarenakan beberapa aktivitas wisatawan seperti aktivitas snorkling di kawasan ekosistem terumbu karang, serta sampah yang dihasilkan oleh wisatawan. Selain itu ekosistem laut tropis yang ada di Gugusan Pulau Pari mendapatkan ancaman yang berasal dari limbah yang masuk dari kawasan Teluk Jakarta, sebanyak 13 sungai bermuara ke kawasan Teluk Jakarta.

(20)

Tabel 2. Kondisi fisik dan kimia perairan di lokasi penelitian

Berdasarkan kondisi kualitas airnya yang meliputi parameter fisik dan kimia diperoleh hasil, kandungan nitrat di stasiun 1 (Tabel 2) berada pada kisaran nilai 0.002-0.043 mg/l, dengan nilai rata-rata kandungan nitrat sebesar 0.032 mg/l. Kandungan nitrat pada stasiun 2 berada pada kisaran nilai 0.002-0.24 mg/l, dengan nilai rata-rata kandungan nitrat sebesar 0.09 mg/l. Kandungan nitrat pada stasiun 3 berada pada kisaran nilai 0.007-0.008 mg/l dengan nilai rata-rata kandungan nitrat sebesar 0.007 mg/l. Kandungan nitrat pada stasiun 4 berada pada kisaran nilai 0.01-0.08 mg/l dengan nilai rata-rata kandungna nitrat pada stasiun 4 sebesar 0.048 mg/l. Merujuk kepada KEPMEN-LH No.51 tahun 2004 baku mutu kandungan nitrat di perairan sebesar 0.008 mg/l. Berdasarkan data kandungan nitrat di perairan yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwasanya dari 4 stasiun pengambilan data sebanyak 3 stasiun memiliki kandungan nitrat yang telah Parameter Fisik

dan Kimia Timur Pari Barat Pari Selatan Tikus Utara Tikus

Baku Nitrat (mg/l) 0.002-0.043 0.002-0.24 0.007-0.008 0.01-0.08 0.008 Ortofosfat (mg/l) 0.003-0.051 0.01-0.06 0.002-0.08 0.0019-0.026 0.015

(21)

melebihi baku mutu, yaitu stasiun 1,2, dan 4. Kandungan nitrat di perairan tertinggi terdapat pada stasiun 2, hal ini diduga karena kondisi stasiun 2 yang sangat dekat dengan pemukiman masyarakat, yang diduga banyaknya limbah domestik yang berasal dari aktivitas rumah tangga yang dibuang ke perairan.

Kandungan ortofospat di stasiun 1 berada pada kisaran nilai 0.003-0.051 mg/l, dengan nilai rata-rata kandungan ortofospat sebesar 0.029 mg/l. Kandungan ortofospat pada stasiun 2 berada pada kisaran nilai 0.01-0.06 mg/l, dengan nilai rata-rata kandungan ortofospat sebesar 0.032 mg/l. Kandungan ortofospat pada stasiun 3 berada pada kisaran nilai 0.002 -0.08 mg/l dengan nilai rata-rata kandungan ortofospat sebesar 0.027 mg/l. Kandungan ortofospat pada stasiun 4 berada pada kisaran nilai 0.0019-0.026 mg/l dengan nilai rata-rata kandungna ortofospat pada stasiun 4 sebesar 0.01 mg/l. Merujuk kepada KEPMEN-LH No.51 tahun 2004 baku mutu kandungan ortofospat di perairan sebesar 0.015 mg/l. Berdasarkan data kandungan ortofospat di perairan yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwasanya dari 4 stasiun pengambilan data sebanyak 3 stasiun memiliki kandungan ortofospat yang telah melebihi baku mutu, yaitu stasiun 1,2, dan 3. Tingginya kandungan ortofospat di stasiun 1, 2 dan 3 selain dapat berasal dari limbah domestik dapat juga berasal dari kikisan batu karang yang merupakan salah satu sumber fospat di perairan (Effendi 2003), meningat lokasi stasiun 1,2 dan 3 sangat dekat dengan ekosistem terumbu karang yang mayoritas karangnya telah mati.

Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan parameter yang menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan organik, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sulit didegradasi secara biologis (Effendi 2003). Konsentrasi COD pada masing-masing stasiun yaitu : stasiun 1 sebesar 21.98 mg/l, stasiun 2 sebesar 21.98 mg/l, stasiun 3 sebesar 18.32 mg/l dan stasiun 4 sebesar 29.31 mg/l. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, pada perairan tercemar bisa melebihi 200 mg/l dan pada limbah industri bisa mencapai 60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP 1992)

Kondisi kecerahan perairan di semua stasiun memiliki nilai 100%, kondisi tersebut menandakan bahwa intensitas cahaya perairan yang berasal dari matahari sampai hingga ke dasar perairan. Nilai kecerahan yang sama pada semua stasiun dengan nilai sebesar 100% ini dikarenakan kedalaman ekosistem lamun yang sangat dangkal di seluruh stasiun pengamatan. Rata-rata nilai suhu perairan di stasiun 1 sebesar 32 oC, stasiun 2 sebesar 31.25 oC, stasiun 3 sebesar 31 oC dan stasiun 4 sebesar 31 oC. Nilai salinitas pada empat stasiun pengamatan memiliki rata-rata nilai sebagai berikut, stasiun 1 sebesar 31.2 psu, stasiun 2 sebesar 31 psu, stasiun 3 sebesar 29.16 psu dan stasiun 4 sebesar 29.85 psu. Rata-rata nilai kandungan oksigen terlarut pada stasiun 1 sebesar 7.02 mg/l, stasiun 2 sebesar 7.2 mg/l, stasiun 3 sebesar 9.4 mg/l dan stasiun 4 sebesar 9.6 mg/l. Nilai pH rata-rata pada stasiun 1 sebesar 7.8, stasiun 2 sebesar 8.4, stasiun 3 sebesar 8.6 dan stasiun 4 sebesar 9.1. Nilai rata-rata kecepatan arus di stasiun 1 sebesar 0.083 m/s, stasiun 2 sebesar 0.07 m/s, stasiun 3 sebesar 0.028 m/s dan stasiun 4 sebesar 0.053 m/s.

(22)

Baku Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah no 82 Tahun 2001 yaitu 0.03 mg/l. Selain logam berat Pb, logam berat Cd pun memiliki nilai konsentrasi di bawah deteksi limit yaitu < 0.01 mg/ untuk seluruh stasiun pengamatan di perairan Gugusan Pulau Pari. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang baku mutu untuk air laut, ambang batas Cd yaitu 0.01 mg/l. Kandungan logam berat Cu pada stasiun 1 sebesar 0.005 mg/l, pada stasiun 2 sebesar 0.007 mg/l, sedangkan pada stasiun 3 dan stasiun 4 kandungan logam berat Cu tidak terdeteksi karena berada di bawah deteksi limit yaitu sebesar 0.002 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang baku mutu untuk air laut, ambang batas Cu yaitu 0.02 mg/l, konsentrasi Cu di stasiun 1 dan 2 belum melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.

Rendahnya konsentrasi logam berat dalam air laut yang ditandai dengan nilai konsentrasi yang berada di bawah deteksi limit bukan berarti tidak ada pencemaran logam berat yang masuk ke badan perairan, tetapi hal tersebut disebabkan oleh kemampuan perairan mengencerkan bahan pencemar yang cukup tinggi (Rochyatun 1995). Selain itu, terdapat kemungkinan yang menyebabkan rendahnya kadar logam yang terlarut dalam air, dikarenakan logam berat yang berada pada kolom air terikat oleh materi tersuspensi dan mengendap di sedimen (Takarina 2014).

Hasil analisis fraksinasi sedimen menunjukkan bahwa pada seluruh stasiun pengamatan, mayoritas penyusun sedimen adalah pasir dengan persentase lebih dari 90%, setelah pasir komponen penyusun sedimen selanjutnya yaitu debu dan liat. Analisis terhadap kandungan bahan organik yang terkandung di dalam sedimen seperti karbon, nitrogen dan fospor menunjukkan bahwa fospor memiliki konsentrasi tertinggi dan selanjutnya terdapat karbon dan nitrogen.

Kandungan logam berat pada sedimen di stasiun 1 untuk Pb 49.84 µg/g, untuk Cd 5.11 µg/g, untuk Cu 5.34 µg/g. Kandungan logam berat pada sedimen di stasiun 2 untuk Pb 40 µg/g untuk Cd 6.32 µg/g, untuk Cu 11.7 µg/g. Kandungan logam berat pada sedimen di stasiun 3 untuk Pb 27.64 µg/g, untuk Cd 2.17 µg/g, untuk Cu 2.48 µg/g. Kandungan logam berat pada sedimen di stasiun 4 untuk Pb 29.11 µg/g, untuk Cd 2.9 µg/g, untuk Cu 2.62 µg/g. Menurut Canadian Council of Ministers of The Environment (1991), ambang batas untuk Cd: 0.006 ppm, Pb : 22 ppm, dan Cu : 30 ppm. Berdasarkan data ambang batas tersebut maka sedimen di seluruh stasiun memiliki kandungan logam berat Pb dan Cd yang telah melebihi ambang batas.

Laju Pertumbuhan Lamun

Pengamatan laju pertumbuhan lamun meliputi pertumbuhan pada daun dan rhizome. Daun merupakan salah satu bagian tubuh lamun yang berada pada bagian atas dari tubuh lamun. Pertumbuhan daun lamun ditandai dengan bertambah panjangnya ukuran daun. Pertumbuhan daun lamun tentunya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya.

(23)

pada selang nilai 1.16-5.6 mm/hari. Stasiun 3 memiliki laju pertumbuhan rata-rata daun Cymodocea rotundata sebesar 3.13 mm/hari dengan nilai kisaraan laju pertumbuhan berada pada selang nilai 2.65-3.73 mm/hari. Stasiun 4 memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,57 dengan nilai kisaran pertumbuhan berada pada selang nilai 1.57-3.6 mm/hari.

Gambar 3. Laju pertumbuhan panjang rata-rata daun lamun Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii selama tiga bulan pengamatan

Laju pertumbuhan rata-rata daun lamun jenis Thalassia hemprichii pada stasiun 1 sebesar 3.9 mm/hari dengan kisaran pertumbuhan berada pada selang nilai 2.59 – 5.03 mm/hari. Laju pertumbuhan rata-rata daun Thalassia hemprichii pada stasiun 2 sebesar 4,16 mm/hari dengan kisaran laju pertumbuhan pada selang nilai 3.15-5.19 mm/hari. Laju pertumbuhan rata-rata daun Thalassia hemprichii pada stasiun 3 sebesar 3.32 mm/hari dengan kisaran pertumbuhan pada selang nilai 2.53-4.68 mm/hari. Laju pertumbuhan rata-rata daun Thalassia hemprichii pada stasiun 4 sebesar 2.88 mm/hari dengan kisaran pertumbuhan pada selang nilai 2.52-3.42 mm/hari.

(24)

Daun pada lamun memiliki perbedaan yang mendasar dengan daun tumbuhan darat pada umumnya, perbedaan mendasar tersebut terdapat pada kemampuan daun dalam menyerap nutrien yang berasal dari lingkungan (Romero et al. 2006). Nutrien yang diserap oleh daun lamun kemudian dimanfaatkan dalam proses fotosintesis yang tentunya berdampak kepada pertumbuhan lamun. Lamun jenis Thalassia hemprichii yang memiliki ukuran permukaan daun lebih luas dibandingkan lamun Cymodocea rotundata memiliki kemampuan menyerap nutrien lebih banyak, hal itu berdampak terhadap pertumbuhan daun Thalassia hemprichii yang lebih cepat dibandingkan dengan Cymodocea rotundata. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Vonk et al. (2015) bahwa lamun yang memiliki tubuh yang memiliki ukuran besar akan memiliki pertumbuhan daun yang sedikit lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan daun pada lamun yang memiliki ukuran lebih kecil. Secara umumBerdasarakan hasil pertumbuhan daun pada lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata dapat diketahui bahwa pertumbuhan daun memiliki nilai yang berbanding lurus dengan kandungan nutrien pada perairan. Hal tersebut merupakan respon lamun terhadap kondisi nutrien yang berada di perairan. Nutrien merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun (Romero et al. 2006). Konsentrasi nutrien di perairan dipengaruhi oleh aktivitas manusia, sehingga aktivitas manusia di sekitar ekosistem lamun dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun. (Vonk et al. 2015)

Terdapat suatu perbedaan pertumbuhan daun pada lamun Cymodocea rotundata yang terdapat pada stasiun 2, pertumbuhan daun Cymodocea rotundata memiliki pertumbuhan yang sangat rendah meskipun kondisi nutrien di perairan sangat tinggi di perairan. Hal tersebut dikarenakan pada area lamun Cymodocea rotundata di stasiun 2 sering mengalami fenomena surut terendah. Terjadinya surut terendah berdampak kepada seringnya lamun mendapatkan paparan udara. Menurut Unsworth et al. (2011) Paparan udara dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun, semakin terpapar maka pertumbuhan semakin lambat dan dapat menyebabkan kematian pada lamun. Selain nutrien lamun membutuhkan kondisi pasang yang cukup agar tubuhnya terendam sehingga memiliki pertumbuhan lamun yang optimum (Zhang et al. 2014)

Rhizome lamun merupakan bagian tubuh lamun yang berada dibagian bawah tubuh lamun, rhizome ini hidup dengan tertutup oleh substrat. Pertumbuhan rhizome ditandai dengan bertambah panjangnya rhizome lamun, bertambah panjangnya rhizome lamun ditandai dengan munculnya tunas baru. Pertumbuhan rhizome lamun berperan dalam perkembangbiakan vegetatif pada lamun. Reproduksi secara vegetatif sangat penting dalam proses penyebaran lamun.

(25)

pertumbuhan rata-rata sebesar 2.55 mm/hari dengan kisaran laju pertumbuhan sebesar 0.51 – 4.63 mm/hari. Data laju pertumbuhan rhizome Cymodocea rotundata yang diperoleh menunjukan bahwa laju pertumbuhan rhizome Cymodocea rotundata pada stasiun 4 memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan 3 stasiun lainnya.

Gambar 4. Laju pertumbuhan rhizome lamun rata-rata Cymodocea rotundata danThalassia hemprichii selama tiga bulan pengamatan

Sebagai bahan perbandingan berikut beberapa hasil penelitian pertumbuhan panjang rhizome lamun jenis Cymodocea rotundata : Kawaroe et al. (2011) di Pulau Pari melaporkan bahwa pertumbuhan rhizome lamun sebesar 1.37 mm/hari, Azkab dan Kiswara (1994) di Teluk Kuta Lombok melaporkan bahwa pertumbuhan rhizome lamun sebesar 3.73 mm/hari dan Vermaat et al. (1995) di Pulau Silaqui dan Pislatan Filipina melaporkan bahwa laju pertumbuhan rhizome sebesar 0.93 mm/hari.

Pengamatan laju pertumbuhan rhizome Thalassia hemprichii dilakukan pada 4 stasiun yang sama dengan lokasi pengamatan pertumbuhan rhizome Cymodocea rotundata. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada stasiun 1 memiliki nilai laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0.45 mm/hari dengan kisaran nilai laju pertumbuhan berada pada selang 0.29 -0.63 mm/hari. Laju pertumbuhan rata-rata rhizome Thalassia hemprichii pada stasiun 2 memiliki nilai laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1.1 mm/hari dengan kisaran nilai laju pertumbuhan berada pada selang 0.73 – 1.48 mm/hari. Stasiun 3 memiliki laju pertumbuhan rata-rata rhizome sebesar 1.26 dengan kisaran laju pertumbuhan rhizome Thalassia hemprichii pada kisaran 0.72 – 1.6 mm/hari. Laju pertumbuhan rhizome stasiun 4 memiliki laju pertumbuhanrata-rata sebesar 1.3 mm/hari dengan kisaran laju pertumbuhan sebesar 0.65 – 2.72 mm/hari. Data laju pertumbuhan rhizome Thalassia hemprichii yang diperoleh menunjukan bahwa laju pertumbuhan rhizome Thalassia hemprichii pada stasiun 4 memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan 3 stasiun lainnya. Selain itu rhizome lamun Thalassia hemprichii memiliki pola pertumbuhan yang hampir

(26)

sama dengan rhizome jenis Cymodocea rotundata, pertumbuhan rhizome pada kedua lamun tersebut cenderung meningkat seiring berpindahnya stasiun dari stasiun 1 menuju stasiun 4.

Beberapa hasil penelitian pertumbuhan panjang rhizome lamun jenis Thalassia hemprichii: Rustam (2014) di Pulau Pari melaporkan bahwa pertumbuhan rhizome lamun sebesar 1.85 mm/hari, Vermaat et al. (1995) di Pulau Silaqui dan Pislatan Filipina melaporkan bahwa pertumbuhan rhizome lamun sebesar 0.56 mm/hari, Rollon et al. (2001) di Pulau Kalayah Filipina sebesar 1.26 mm/hari, Hemminga dan Duarte (2000) sebesar 1.47 mm/hari, Zhanzhou et al. (2009) di Pulau Hainan Cina sebesar 0.73 mm/hari.

Hasil penelitian secara umum pada seluruh stasiun menunjukkan bahwa pertumbuhan rhizome lamun jenis Cymodocea rotundata memiliki pertumbuhan rhizome yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan rhizome lamun jenis Thalassia hemprichii.

Menurut Duarte (1991) in Vonk et al. (2015) melakukan analisis komparitif terhadap hubungan jenis lamun yang berbeda ukuran dengan laju pertumbuhanya. Analisis yang diperoleh menjelaskan bahwa lamun yang memiliki ukuran yang besar akan memiliki umur yang panjang , sedangkan lamun yang memiliki ukuran yang kecil akan memiliki umur yang cepat. Proses pertumbuhan rhizome yang lambat pada lamun jenis Thalassia hemprichii menandakan bahwa proses suksesi lamun tersebut berjalan sangat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan rhizome lamun Cymodocea rotundata yang memiliki pertumbuhan rhizome yang lebih cepat yang menandakan bahwa proses suksesi berjalan lebih cepat. Selain itu lambatnya pertumbuhan rhizome pada lamun yang memiliki tubuh besar dikarenakan lamun yang bertubuh besar lebih mengutamakan menyusun karbohidrat dalam tubuhnya sebagai cadangan makanan, sehingga lamun bertubuh besar lebih siap ketika menghadapi ancaman yang berasal dari lingkungan (Unsworth et al. 2015).

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat kontradiksi pada respon pertumbuhan rhizome. Rhizome lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata memiliki pertumbuhan lebih lambat pada perairan yang memiliki nutrien cukup tinggi baik di badan air maupun pada sedimen. Hal tersebut diduga karena rhizome lamun tidak secara optimal menyerap nutrien yang berasal dari sedimen sehingga pertumbuhan rhizome pada stasiun 1 dan 2 tidak begitu optimal. Menurut (Zimmerman et al .1987) Rhizome dapat menyerap nutrien yang berasal dari sedimen dengan optimal apabila terdapat aliran energi NADP dan ATP yang dihasilkan oleh aktifitas fotosintesis yang berlangsung di daun. Aliran energi tersebut tidak dapat berjalan secara optimal menuju rhizome apabila konsentrasi nutrien di badan perairan cukup tinggi, hal tersebut sesuai dengan yang terjadi pada stasiun 1 dan 2. Aliran energi tersebut dimanfaatkan kembali oleh daun untuk menyerap nutrien yang berada di badan perairan.

Hubungan Laju Pertumbuhan Lamun dengan Karakteristik Fisika-KimiaPerairan

(27)

menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) yang disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Parameter yang digunakan dalam analisis PCA untuk pertumbuhan daun meliputi pertumbuhan daun, suhu, kedalaman, salinitas, fospat, nitrat, DO, COD, pH dan logam Cu yang terlarut. Parameter yang digunakan dalam analisis PCA untuk laju pertumbuhan rhizome meliputi pertumbuhan rhizome, logam berat jenis Pb, Cd, dan Cu yang terdapat pada sedimen, jenis fraksi sedimen, kandungan bahan organik yang terdapat pada sedimen seperti karbon, fospor dan nitrogen.

Berdasarkan hasil analisis komponen utama (Gambar 5), laju pertumbuhan daun lamun jenis Cymodocea rotundata yang tinggi pada stasiun 1 dan stasiun 3 memiliki korelasi positif dengan konsentrasi fospat yang terlarut di perairan dan memiliki korelasi negatif dengan konsentrasi COD. Konsentrasi fospat yang tinggi di perairan berperan sebagai nutrien yang bermanfaat bagi pertumbuhan daun lamun. Laju pertumbuhan daun Thalassia hemprichii yang tinggi pada stasiun 2 memiliki korelasi positif dengan konsentrasi logam Cu yang terlarut pada perairan. Logam jenis Cu merupakan salah satu jenis logam berat esensial yang pada konsentrasi tertentu dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menunjang proses pertumbuhan. Selain dipengaruhi oleh konsentrasi logam Cu, laju pertumbuhan daun Thalassia hemprichii berkorelasi positif dengan konsentrasi fospat yang terdapat pada perairan. Selain itu kecepatan arus dan nilai salinitas yang berkisar antara 26-33 psu berpengaruh terhadap laju pertumbuhan daun Thalasssia hemprichii.

(28)

Gambar 5. Hasil analisis komponen utama (PCA) antara laju pertumbuhan daun Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii dengan karakteristik fisika-kimia perairan.

(29)

Bioakumulasi Logam Berat pada Lamun

Ditinjau dari sifat bioakumulasinya terhadap logam berat jenis Pb, Cd, Cu pada lamun jenis Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata, dapat dikatakan bahwa kedua lamun tersebut dapat mengakumulasi logam Pb, Cd, dan Cu yang berasal dari lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Li et al. (2007) bahwa lamun memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat yang berasal dari lingkungan. Kemampuan jaringan lamun dalam menyerap logam yang berasal dari lingkungan menjadikan sebagai bioindikator yang sangat baik di dalam pemantauan kualitas lingkungan (Lee et al. 2004). Nilai bioakumulasi logam yang terkandung pada setiap spesies lamun di masing-masing lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 3.

Berdasarkan sifatnya logam berat yang dikaji didalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu logam berat esensial dan logam berat non esensial. Logam berat esensial merupakan logam berat yang termasuk kedalam logam yang dibutuhkan oleh organisme untuk proses pertumbuhanya apabila logam tersebut terakumulasi di dalam jaringan tubuhnya, diantara logam berat jenis ini adalah Cu. Logam berat non esensial adalah logam berat yang tidak dibutuhkan oleh organisme untuk proses pertumbuhanya apabila terakumulasi di dalam jaringan tubuhnya, diantara logam berat jenis ini adalah Pb dan Cd.

Bioakumulasi logam berat jenis Pb pada lamun jenis Cymodocea rotundata di Gugusan Pulau Pari berada pada kisaran 1.3 – 12.1(µg/g), dengan bioakumulasi tertinggi berada pada stasiun 4. Bioakumulasi logam berat jenis Pb pada lamun jenis Thalassia hemprichii berada pada kisaran 1.85 – 8.45 (µg/g), dengan bioakumulasi tertinggi berada pada stasiun 2. Merujuk kepada Canadian Council of Ministers of The Environment (CCME) (1991), ambang batas untuk Pb: 22 ppm, nilai bioakumulasi logam berat jenis Pb pada lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata di gugusan Pulau Pari masih berada di bawah nilai baku mutu.

Tabel 3. Bioakumulasi logam berat Pb,Cd dan Cu (µg/g) pada lamun

Nilai bioakumulasi logam berat jenis Cd pada lamun jenis Cymodocea Thalasia hemprichii 1.85 1.60 1.30 Timur P.Pari

(St.2)

Cymodocea rotundata 1.30 1.65 0.65 Thalasia hemprichii 8.45 1.40 1.90 Selatan P.Tikus

(St.3)

Cymodocea rotundata 8.25 1.55 0.90 Thalasia hemprichii 7.45 1.60 1.50 Utara P.Tikus

(St.4)

(30)

bahwasannya kisaran nilai bioakumulasi logam berat jenis Cd tidak terlalu memiliki kisaran nilai yang cukup jauh berbeda. Merujuk kepada Canadian Council of Ministers of The Environment (CCME) (1991), ambang batas untuk Cd: 0.006 ppm dapat dikatakan bahwa konsentrasi bioakumulasi logam Cd pada tubuh lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata di gugusan Pulau Pari telah melebihi nilai baku mutu.

Logam berat jenis Cu yang termasuk ke dalam logam esensial memiliki nilai bioakumulasi pada kisaran 0.4 – 2.1 (µg/g) pada lamun jenis Cymodocea rotundata, sedangkan nilai bioakumulasi logam Cu pada lamun jenis Thalassia hemprichii berada pada kisaran 1.3 – 2.55 (µg/g). Logam berat jenis Cu sangat berguna untuk pertumbuhan jaringan tumbuhan terutama jaringan daun, tempat berlangsungnya proses fotosintesis (Kamaruzzaman et al. 2008). Kandungan logam Cu dalam tanaman yang tumbuh normal berada pada konsentrasi 5-20 (µg/g). Kondisi ekstrim dalam media air ditandai dengan konsentrasi Cu pada media air sebesar 60-120 (µg/g) dan dalam jaringannya 5-60 (µg/g). Konsentrasi Cu dalam jaringan tumbuhan lebih dari 10 (µg/g) dapat bersifat toksik bagi tumbuhan dan menyebabkan pertumbuhannya menjadi terhambat (Alloway et al. 1995).

Berdasarkan sumbernya dapat diketahui bahwasanya logam berat yang terakumulasi dalam jaringan lamun mayoritas berasal dari lingkungan perairan. Merujuk kepada data kondisi lingkungan perairan, dapat diketahui bahwa logam berat banyak ditemukan pada bagian substrat dasar perairan yang berupa sedimen, hal tersebut dikarenakan sedimen mampu mengikat logam berat lebih banyak karena cenderung bersifat statis dibandingkan air yang bersifat dinamis. Berdasarkan data logam berat yang terdapat pada sedimen perairan maka diketahui secara rata-rata seberapa besar masing-masing logam berat yang dapat terakumulasi di dalam jaringan setiap jenis lamun (Gambar 7).

Gambar 7. Persentase logam berat rata-rata yang terakumulasi oleh setiap jenis lamun berdasarkan sumber yang terdapat di lingkungan.

Secara umum berdasarkan data bioakumulasi logam Pb, Cd, dan Cu pada lamun Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii , konsentrasi logam berat jenis Pb memiliki konsentrasi bioakumulasi tertinggi yang selanjutnya diikuti oleh

(31)

logam berat jenis Cd dan Cu (Pb>Cd>Cu). Tingginya bioakumulasi logam berat Pb dibandingkan dengan logam berat lainnya dikarenakan banyaknya sumber Pb di perairan yang berasal dari gas yang dikeluarkan hasil pembakaran bahan bakar kapal. Sebagaimana diketahui bahwasannya di wilayah gugusan Pulau Pari banyak sekali aktivitas perkapalan baik kapal nelayan dan kapal wisata yang hilir mudik di sekitar Pulau Pari dan Pulau Tikus, maupun Kapal Niaga yang alurnya berada disebelah utara Pulau Tikus. Selain hal itu logam Pb merupakan jenis logam yang rendah daya larutnya sehingga bersifat pasif dan mempunyai translokasi yang rendah mulai dari akar hingga organ tumbuhan lainnya. Pb juga memiliki toksisitas yang tinggi dan bersifat racun bagi spesies lainnya (MacFarlane dan Burchett 2002). Meskipun konsentrasi biokumulasi logam berat jenis Pb tinggi dibandingkan logam lainnya, akan tetapi lamun memiliki kemampuan penyerapan yang sangat rendah terhadap logam Pb yang berada pada lingkungan (Gambar 7). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa tingkat serapan lamun terhadap logam Pb untuk jenis Thalassia hemprichii sebesar 17% dan lamun jenis Cymodocea rotundata sebesar 21%.

Lamun jenis Cymodocea rotundata yang memiliki ukuran morfologi lebih kecil dibandingkan dengan lamun jenis Thalassia hemprichii yang memiliki ukuran morfologi lebih besar, hal tersebut ternyata tidak berdampak terhadap sifat bioakumulasi logam berat jenis Pb dan Cd, sedangkan nilai bioakumulasi logam berat jenis Cu pada setiap lokasi penelitian sesuai dengan karakteristik morfologi tubuh lamun. Bioakumulasi logam berat jenis Cu memiliki konsentrasi bioakumulasi yang tinggi pada lamun yang berukuran besar yaitu Thalassia hemprichii dan nilai konsentrasi bioakumulasi Cu rendah terdapat pada lamun yang memiliki morfologi tubuh lamun yang kecil yaitu Cymodocea rotundata. Tingginya konsentrasi Cu pada lamun yang bertubuh besar yaitu Thalassia hemprichii dapat saja terjadi mengingat logam Cu merupakan logam berat jenis esensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan pertumbuhan. Hasil penelitian (Thangaradjou et al. 2010) menyatakan bahwa ukuran morfologi lamun tidak memiliki kaitan yang kuat dalam proses bioakumulasi logam berat yang berasal dari lingkungan. Hasil kajian yang dilakukan oleh Govers et al. (2014) terhadap bioakumulasi beberapa logam menunjukkan bahwa ukuran tubuh lamun tidak menentukan besar kecilnya bioakumulasi logam berat dalam tubuh lamun.

Menurut Alutoin et al. (2001) proses bioakumulasi logam berat pada lamun cenderung dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan perairan dan substrat dasar perairan seperti pH perairan dan sedimen, ukuran partikel sedimen, suhu, salinitas dan kandungan nutrient di perairan. Selain itu musim menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses bioakumulasi logam berat pada lamun. Selain itu nilai konsentrasi bioakumulasi logam berat pada lamun tidak memiliki korelasi dengan konsentrasi logam berat yang berasal dari lingkungan sekitar seperti yang terlarut dalam air dan yang terdapat pada sedimen.

(32)

menyebabkan logam berat terakumulasi dalam tubuh biota pemakan lamun dan tentunya hal tersebut dapat mengancam manusia (Govers et al. 2014).

Anatomi Lamun

Berdasarkan pengamatan terhadap anatomi lamun yang telah dibuat sayatan histogisnya pada bagian daun dan rhizome, dihasilkan data ukuran lapisan penyusun jaringan daun dan batang lamun. Pengamatan jaringan daun lamun meliputi tebal daun, lapisan epidermis atas, lapisan epidermis bawah, dan tebal sel mesofil. Bagian rhizome yang diamati meliputi tebal: rhizome,jaringan epidermis, sel korteks dan sel stele.

Anatomi daun lamun terdiri dari lapisan epidermis yang terbagi menjadi dua yaitu epidermis atas dan epidermis bawah. Epidermis pada lamun memiliki fungsi sebagai tempat utama berlangsungnya proses fotosintesis, pada lapisan epidermis ini terdapat kandungan kloroplas yang sangat tinggi (Kuo J et al. 2006). Jaringan daun lamun terdiri dari lapisan epidermis yang terbagi menjadi dua yaitu epidermis atas dan epidermis bawah. Epidermis pada lamun memiliki fungsi sebagai tempat utama berlangsungnya proses fotosintesis, pada lapisan epidermis ini terdapat kandungan kloroplas yang sangat tinggi (Kuo J et al. 2006). Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa jaringan epidermis atas pada daun lamun Thalassia hemprichii berada pada kisaran 100 µm untuk setiap stasiun pengamatan. Jaringan epidermis atas pada daun lamun spesies Cymodocea rotundata secara umum berada pada kisaran 60-80 µm. Ketebalan jaringan epidermis bawah untuk spesies Thalassia hemprichii berada pada kisaran 96-114 µm, sedangkan untuk lamun spesies Cymodocea rotundata berada pada kisaran 72- 96 µm.

Tabel 4. Ukuran anatomi jaringan daun dan rhizome lamun Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii.

Selain epidermis jaringan daun lamun juga terdiri dari sel mesofil yang terdiri dari banyak lakuna. Lakuna saling terhubung dengan seluruh organ reproduksi vegetatif pada lamun seperti daun, rhizome, akar dan bunga. Pada sela

Anatomi Daun:

Tebal lapisan Thalassia hemprichii Cymodocea rotundata (µm) St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4

Tebal lapisan Thalassia hemprichii Cymodocea rotundata (µm) St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4 Sel korteks 273 361 384 339 118 123 141 143

Sel stele 68 95 60 103 51 52 44 52

(33)

-sela lakuna terdapat ruang antar sel yang berperan sebagai tempat pertukaran gas, sehingga memiliki peran sangat penting untuk proses fotosintesis. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa sel mesofil pada daun lamun spesies Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii pada setiap stasiun memiliki ketebalan yang bervariasi. Spesies Cymodocea rotundata memiliki ketebalan pada kisaran 386 – 745 µm dengan nilai ketebalan tertinggi terdapat pada stasiun ke 4. Spesies Thalassia hemprichii memiliki ketebalan sel mesofil pada kisaran 471 – 778 µm dengan nilai ketebalan tertinggi terdapat pada stasiun ke 3.

Lapisan epidermis yang terdapat pada rhizome berfungsi untuk melindungi jaringan dalam rhizome dari gangguan yang dapat merusak fungsi kerja organ. Tebal lapisan epidermis pada lamun jenis Thalassia hemprichii berada pada kisaran 47 – 152 µm, sedangkan pada lamun Cymodocea rotundata berada pada kisaran 49 - 92 µm. Setelah lapisan epidermis terdapat sel korteks yang yang terletak diantara lapisan epidermis dan lapisan endodermis yang terdiri dari sel kolenkim dan parenkim yang berfungsi sebagai jaringan dasar untuk mengisi dan menyimpan zat.

Tebal sel korteks pada lamun jenis Thalassia hemprichii berada pada kisaran 273- 384 µm,sedangkan pada lamun jenis Cymodocea rotundata berada pada kisaran 118-143 µm. Stele (silinder pusat) yang berfungsi untuk memberikan kekuatan pada rhizome pada lamun jenis Thalassia hemprichii berada pada kisaran 60 -103 µm, sedangkan pada lamun jenis Cymodocea rotundata berada pada kisaran 44 - 52 µm.

Gambar 8. Sayatan transversal daun yang mengalami kerusakan

(34)

yang dapat ditolerir oleh lamun, sehingga tidak berdampak signifikan terhadap anatomu lamun. (Banon 2009). Selain itu merujuk data kandungan logam berat yang terakumulasi pada jaringan lamun umumnya logam berat yang terakumulasi masih dapat ditoleransi.

Gambar 8. Sayatan transversal daun Thalassia hemprichii di stasiun 1 (A) stasiun 2 (B) stasiun 3 (C) dan stasiun 4 (D). Sayatan Sayatan transversal daun Cymodocea rotundata di stasiun 1 (E) stasiun 2 (F) stasiun 3 (G) stasiun 4(H)

Epidermis bawah Epidermis atas

Sel mesofil

(35)

dan stasiun 4 (H).

transversal daun Cymodocea rotundata di stasiun 1 (E) stasiun 2 (F) stasiun 3 (G) dan stasiun 4

Gambar 9. Sayatan transversal rhizome Thalassia hemprichii di stasiun 1 (A) stasiun 2 (B) stasiun 3 (C) dan stasiun 4 (D). Sayatan transversal rhizome Cymodocea rotundata di stasiun 1 (E) stasiun 2 (F) stasiun 3 (G) dan stasiun 4 (H)

Logam berat

(36)

Analisis Diskriminan terhadap Respon Fisiologis pada Lamun

Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata

Berdasarkan analisis diskriminan yang telah dilakukan menghasilkan beberapa tabel, diantaranya uji kesamaan rataan kelompok, akar ciri, dan fungsi koefisien diskriminan.

Tabel uji kesamaan rataan kelompok berfungsi untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk setiap variabel. Nilai signifikan kurang dari 0.05 menandakan terdapat perbedaan antar kelompok pada variabel bebas yang diteliti. Nilai akar ciri adalah rasio antara jumlah kuadrat antar kelompok dan jumlah kuadrat dalam kelompok. Nilai akar ciri yang besar menunjukkan fungsi yang semakin baik. Pada tabel nilai akar ciri terdapat istilah korelasi kanonik (R) dan koefisien diterminan (R2). Korelasi kanonik digunakan untuk mengukur derajat hubunggan antara besarnya variabilitas yang mampu diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinan adalah proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistika. Secara umum koefisien determinan digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model.

Variabel yang bersifat terikat pada penelitian ini yaitu pengelompokan lamun berdasarkan ukuran, lamun yang berukuran besar terdiri dari spesies Thalassia hemprichii dan lamun yang berukuran kecil terdiri dari spesies Cymodocea rotundata, sedangkan variabel yang bersifat bebas meliputi respon fisiologis lamun yang terdiri dari: pertumbuhan daun (X1), pertumbuhan rhizome (X2), bioakumulasi logam berat Pb (X3), Cd (X4), Cu (X5) dan struktur anatomi yang meliputi ketebalan anatomi lamun: jaringan daun, jaringan epidermis atas pada daun (X6), jaringan epidermis bawah pada daun (X7), sel mesofil (X8), jaringan daun (X9), jaringan epidermis atas pada rhizome (X10), sel korteks (X11), sel stele (X12) dan jaringan rhizome (X13) .

Hasil uji kesamaan rataan terhadap variabel yang bersifat bebas, nampak terdapat beberapa variabel bebas yang memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (Tabel 5). Hal tersebut menunjukan bahwa variabel anatomi lamun yang terdiri dari ketebalan jaringan epidermis atas daun (X6), sel korteks (X11), dan stele (X12) berbeda secara signifikan untuk setiap kategori (ukuran lamun). Perbedaan yang signifikan pada parameeter ketebalan jaringan epidermis atas daun, sel korteks dan stele menunjukan bahwa bagian anatomi lamun tersebut bersifat sebagai diskriminator, sehingga perbedaan ketebalan pada ketiga anatomi tersebut mampu digunakan sebagai pembeda pada kelompok lamun yang memiliki ukuran besar dan kelompok lamun yang memiliki ukuran kecil.

(37)

Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata tentunya akan berpengaruh terhadap fisiologis lamun. Lamun Thalassia hemprichii tentunya akan membutuhkan nutrien dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan Cymodocea rotundata, hal itu tentunya didukung dengan ketebalan lapisan epidermis yang berbeda secara nyata pada kedua kelompok lamun tersebut.

Korteks pada rhizome memiliki peran yang cukup penting yaitu sebagai jaringan penguat bagi rhizome. Berdasarkan hasil pengamatan rhizome pada lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki struktur yang lebih kuat dibandingkan dengan lamun jenis Cymodocea rotundata, hal itu tentunya mendapatkan peran dari jaringan korteks. Stele yang merupakan silinder pusat pada rhizome memiliki peran yang penting dimana pada jaringan tersebut terdapat xylem dan floem yang berperat sebagai jaringan pengangkut yang sangat berperan dalam kehidupan lamun. Hasil uji kesamaan rataan variabel (Tabel 4) menunjukan bahwa korteks dan stele memiliki nilai signifikansi kurang dari 0.05 hal tersebut menunjukan bahwa pada setiap kelompok lamun yang memiliki morfologi berbeda memiliki ketebalan yang stele dan korteks yang berbeda.

Variabel laju pertumbuhan daun dan rhizome serta bioakumulasi logam berat dan beberapa ukuran anatomi relatif tidak memiliki nilai yang berbeda secara siginifikan pada setiap kelompok ukuran lamun.

Tabel 5. Uji kesamaan rataan variabel bebas yang membedakan lamun berdasarkan ukurannya.

Data pertumbuhan yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukan pertumbuhan daun dan pertumbuhan rhizome telah membentuk sebuah pola. Pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari pada daun lamun Cymodocea rotundata, begitu juga dengan

(38)

pertumbuhan rhizome, lamun Cymodocea rotundata memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan Thalassia hemprichii. Berdasarakan hasil analisis uji kesamaan rataan data pertumbuhan lamun pada lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata tidak berbeda secara signifikan, hal itu diduga karena selang nilai pertumbuhan daun dan rhizome antara lamun tidak jauh berbeda.

Berdasarkan data bioakumulasi logam berat yang diperoleh dalam penelitian ini, menunjukan bahwa konsentrasi logam berat yang terdapat pada lamun nilainya bervariasi untuk setiap lamun yang memiliki ukuran yang berbeda, tidak terdapat perbedaan antara lamun yang berukuran besar dan lamun yang berukuran kecil. Hal itu sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Govers et al. (2014) terhadap bioakumulasi beberapa logam menunjukkan bahwa kelompok ukuran tubuh lamun tidak menentukan besar kecilnya bioakumulasi logam berat dalam tubuh lamun. Selain itu konsentrasi logam berat yang terdapa pada lingkungan seperti perairan dan substrat tidak mempengaruhi besar kecilnya nilai konsentrasi logam berat pada tubuh lamun. Menurut Alutoin et al. (2001) proses bioakumulasi logam berat pada lamun cenderung dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan perairan dan substrat dasar perairan seperti pH perairan dan sedimen, ukuran partikel sedimen, suhu, salinitas dan kandungan nutrient di perairan.

Tabel 6 merupakan tabel akar ciri untuk setiap fungsi (D) yang dihasilkan. Nilai akar ciri pada tabel 6 yaitu sebesar 83.22. Nilai korelasi kanonik yaitu 0.94. Jika nilai korelasi kanonik dikuadratkan akan menghasilkan koefisien diterminan sebesar 0.88. Hal tersebut memperlihatkan bahwa variabel bebas (tebal jaringan epidermis atas daun, tebal sel korteks, dan tebal stele) mampu menjelaskan 88% keragaman variabel terikat (pengelompokan lamun berdasarkan ukuran), dan sebanyak 12% keragaman variabel terikat dijelaskan oleh variabel bebas di luar fungsi.

Tabel 6. Akar ciri korelasi kanonik pada pengelompokan lamun berdasarkan respon fisiologisnya.

(39)

Tabel 7. Koefisien fungsi diskriminan kanonik

Persamaan diskriminan yang terbentuk oleh beberapa variabel bebas antar kelompok ukuran lamun :

D = -959.050 – 31.09 X1 – 18.92 X3 -167.09 X5 – 0.85 X6 + 3.02 X10 + 0.14 X13

Setelah terbentuk persamaan diskriminan, selanjutnya dihasilkan fungsi grup centroid yang menjelaskan rata-rata diskriminan dari setiap masing-masing kelompok. Grup centroid untuk lamun yang berukuran besar yaitu Thalassia hemprichii sebesar -315.37 , sedangkan untuk kelompok lamun yang berukuran kecil yaitu Cymodocea rotundata sebesar 315.37. Hal tersebut berarti bahwa secara rata - rata skor diskriminan kedua kelompok berbeda cukup besar. Sehingga persamaan diskriminan yang diperoleh dapat membedakan secara baik kelompok yang ada.

Variabel F1

X1 -31.09

X3 -18.92

X5 -167.09

X6 -0.85

X10 3.02

X13 0.14

(40)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan :

1. Masukan faktor antropogenik yang berupa nutrien dan logam berat di badan air dan di sedimen berpengaruh terhadap aspek laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan daun Thalassia hemprichii lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan daun Cymodocea rotundata. Pertumbuhan rhizome Thalassia hemprichiii lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan rhizome Cymodocea rotundata. Adanya masukan faktor antropogenik di perairan khususnya logam berat terbukti dengan adanya konsentrasi bioakumulasi logam berat pada tubuh lamun yaitu Pb>Cd>Cu. Ukuran tubuh tidak mempengaruhi konsentrasi bioakumulasi logam berat pada tubuh lamun. Berdasarkan analisis anatomi lamun dapat diketahui bahwa anatomi lamun pada masing-masing spesies di setiap stasiun memiliki ukuran yang tidak jauh berbeda serta tidak ditemukanya kerusakan pada jaringan lamun.

2. Ukuran epidermis atas pada daun, ukuran korteks dan ukuran stele memiliki sifat yang berbeda nyata pada setiap spesies sehingga berperan sebagai variabel bebas yang bertindak sebagai diskriminator antara lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata. Variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat sampai 88%.

Saran :

(41)

DAFTAR PUSTAKA

APHA. 2012. Standar Methode For The Examination of Water and Waste Wayer. 22th Edition. American Oublic Health Association. Washington DC (US): Environmental Protection Agency Press.

Alloway BJ, Ayres DC.1995.Chemical Principle of Enviromental Pollution.London:Chapman and Hall.

Alutoin S, Boberg J, Nystr ¨om M and Tedengren M (2001) Effects of The Multiple Stressors Copper and Reduced Salinity on The Metabolism of The Hermatypic Coral Porites lutea. Mar Environ Res 52: 289–299.

Azkab MH, Kiswara W. 1994. Pertumbuhan dan Produksi Lamun di Teluk Kuta, Lombok Selatan. Kiswara W, Moosa MK, dan Hutomo M.editor. Struktur Komunitas Biologi Padang Lamun di Pantai Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI.

Banon S.2009. Perubahan Fisiologi, Fotosintesis, dan Struktur Anatomi Daun Tanaman C3,dan C4 Akibat Kekeringan.[Skripsi]:Institut Pertanian Bogor Bengen DG.2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data

Biofisik Sumberdaya Pesisir.Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

[CCME] Canadian Council of Ministers of The Environment. 1991. Interim Canadian Environmental Quality Criteria for Contaminated Sites.55.

Christianen MJA, Van Belzen J, Herman PMJ, Van Katwijk MM, Lamers LPM, Van Leent PJM, Bouma TJ.2013.Low-Canopy Seagrass Beds Still Provide Important Coastal Protection Services. PLoS ONE .8 (5):e62413.

Christianen MJA, Herman PMJ, Bouma TJ, Lamers LPM, Van Katwijk MM, Van der Heide T, Mumby PJ, Silliman BR, Engelhard SL, Van de Kerk, Kiswara W, Van de Koppel J. 2014. Habitat collapse due to overgrazing threatens turtle conservation in marine protected areas. Proceeding of The Royal Society. B. 281, 20132890.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air.Yogyakarta: Kanisius.

Govers LL, Lamers LPM, Bourna TJ, Eygensteyn, De Brouwer JHF, Hendriks AJ, Huijbers CM, Van Katwijk MM.2014. Seagrasses As Indicators for Coastal Trace Metal Pollution: A Global Meta-Analysis Serving As a Benchmark, and a Caribbean Case Study.Environ Pollut.195:210-217.

Heck KL, Hays G, Orth RJ.2003. Critical evaluation of the nursery role hypothesis for seagrass meadows. Mar Ecol Prog Ser.253:123–136.

Hemminga M, Duarte CM.2000. Seagrass Ecology. Cambridge: Cambridge University Press.

Kamaruzzaman BY. Ong MC, Jalal KCA, S Shahbudin, OM Nor.2008. Accumulation of Lead and Copper in Rhizophora apiculata from Setiu Mangrove Forest. Journ of Environ Biol.821-824.

Gambar

Gambar 1. Alur pikir penelitian
Gambar 2. Lokasi penelitian
Tabel 2. Kondisi fisik dan kimia perairan di lokasi penelitian
Gambar 3. Laju pertumbuhan panjang rata-rata daun lamun Cymodocea rotundata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, BMT UGT Sidogiri Ganding Sumenep Madura dituntut agar lebih memaksimalkan bauran pemasaran atau marketing mix produk tabungan umum syariah guna

Bagi meneruskan projek penerbitan buku, pada tahun 2015 Yayasan telah menerbitkan satu lagi buku yang bertajuk Dahsyatnya Basmallah, Kunci Sakti Membuka Pintu Kehidupan

%s %ste teti tika ka ba baik ik&amp; &amp; pa pada da da dasa sarn rna a bi bila la st stan anda dar r ko kons nstr truk uksi si da dan n ke kete tent ntua uan

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil indeks nilai penting (INP) untuk komunitas pohon, perdu, dan herba yang diperoleh berdasarkan nilai persentase

Azwar menyatakan bahwa sampel merupakan sebagian dari populasi dan harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Azwar, 2011).. penugasan

Ada 4 bahaya umum dalam perkembangan moral selama periode awal masa kanak-kanak yaitu disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses untuk belajar menyesuaikna diri dengan

Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas lebih cenderung menggunakan istilah ta'dib untuk konsep pendidikan Islam Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas merupakan salah satu pemikir

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN KARANGANYAR. Daerah adalah Kabupaten