• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Temperature Vegetation Dryness Index (Tvdi) Dan Kapasitas Panas Pada Ekosistem Lahan Gambut Tahun 2013-2016 (Studi Kasus: Pt Bss 1, Ketapang-Kalimantan Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Temperature Vegetation Dryness Index (Tvdi) Dan Kapasitas Panas Pada Ekosistem Lahan Gambut Tahun 2013-2016 (Studi Kasus: Pt Bss 1, Ketapang-Kalimantan Barat)."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN

TEMPERATURE VEGETATION

DRYNESS INDEX

(TVDI) DAN KAPASITAS PANAS

PADA EKOSISTEM LAHAN GAMBUT TAHUN 2013-2016

(STUDI KASUS: PT BSS 1, KETAPANG-KALIMANTAN

BARAT)

NADIA PUTRI WICAKSANA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan

Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) dan Kapasitas Panas pada

Ekosistem Lahan Gambut tahun 2013-2016 (Studi Kasus: PT BSS 1, Ketapang-Kalimantan Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Nadia Putri Wicaksana

(4)
(5)

ABSTRAK

NADIA PUTRI WICAKSANA. Perubahan Temperature Vegetation Dryness

Index (TVDI) dan Kapasitas Panas pada Ekosistem Lahan Gambut tahun

2013-2016 (Studi Kasus: PT BSS 1, Ketapang-Kalimantan Barat). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO.

Lahan gambut memiliki kemampuan menyimpan air yang sangat tinggi. Kebakaran pada lahan gambut dapat menyebabkan perubahan fungsi lahan gambut dalam menyimpan air. Pendugaan kapasitas panas dan TVDI

(Temperature Vegetation Dryness Index) sebelum dan setelah kebakaran lahan

perlu dilakukan untuk melihat perubahan fungsi lahan gambut. Kapasitas panas diperoleh dari transfer radiasi terhadap penambahan atau pengurangan suhu. Kapasitas panas lahan gambut mengalami penurunan dari tahun 2013 sampai dengan 2016 akibat perubahan tutupan lahan berhutan sebesar 9% dan belukar sebesar 37% menjadi lahan terbuka dan semak. Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan lahan tersebut adalah kebakaran lahan tahun 2014 dan 2015. Biomassa wilayah kajian setelah kebakaran lahan mengalami penurunan, sehingga kemampuan lahan dalam menyimpan energi/panas menurun. TVDI adalah indeks kekeringan permukaan. Parameter yang digunakan untuk menduga nilai TVDI yaitu suhu permukaan hasil interpretasi data satelit Landsat-8. Nilai. TVDI tahun 2016 (setelah terbakar) mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 (sebelum terbakar). Lahan gambut mengalami perubahan fungsi sebagai penyimpan air yang ditunjukan dengan peningkatan nilai TVDI dan penurunan kapasitas panas. Kapasitas panas berhubungan erat dengan kadar air tanah. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kapasitas panas dengan TVDI, karena TVDI hanya indeks yang mengambarkan kekeringan lahan, tidak menunjukkan jumlah air.

(6)

ABSTRACT

NADIA PUTRI WICAKSANA. The Changes of Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) and Heat Capacity on Peatland Ecosystem in 2013-2016 (Case Study: PT BSS 1, Ketapang-West Kalimantan). Supervised by IDUNG RISDIYANTO.

Peatland has high ability to store water. Fires on peatland can change the peatland function in water storing. The estimation of heat capacity and TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) before and after land burn need to be done to determine the change of peatland function. Heat capacity obtained from the ratio of transfer radiation and the decreasing/increasing temperature. Heat capacity of peatland has decreased from 2013 to 2016. It caused by decreasing 9% of forest and 37% of shrub to bare soil and bush. One of the factors that cause changes in the land is land burn in 2014 and 2015. Biomass of study area after land burn is decreased, so the ability of the land to save energy/heat also decreases. TVDI is an areal drought index using surface temperature derived from satellite data. TVDI in 2016 (after land burn) is increased compared to 2013 (before land burned). Peatland changed water storage function which indicated by increasing of TVDI and the decreasing of heat capacity. Heat capacity is closely related to soil water content. The results show no significant relationship between heat capacity and TVDI, because TVDI is only a land drought index, but it does not show the amount of water.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PERUBAHAN

TEMPERATURE VEGETATION

DRYNESS INDEX

(TVDI) DAN KAPASITAS PANAS

PADA EKOSISTEM LAHAN GAMBUT TAHUN 2013-2016

(STUDI KASUS: PT BSS 1, KETAPANG-KALIMANTAN

BARAT)

NADIA PUTRI WICAKSANA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah Perubahan Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) dan Kapasitas Panas pada Ekosistem Lahan Gambut tahun 2013-2016 (Studi Kasus: PT BSS 1, Ketapang-Kalimantan Barat).

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Idung Risdiyanto, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, nasehat, dan ilmu pengetahuan kepada penulis. Serta ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Impron, MSc selaku dosen pembimbing akademik.

2. Bapak Alm. Satria W dan Ibu Sutiyana, M. Luthfi (Abang), dan Nabila (Adik) yang telah menjadi semangat dalam hidup.

3. Tante Valentina Purnama Dewi, Simbah Marni, Om Cin, Tante Vivin, Bunda, Umek, Om Wicak yang telah memberikan doa dan dukungan moral maupun material kepada penulis.

4. Tim CSA Aksenta dan Tim PT BSS 1 diantaranya Goh Hok Sin (GM SNA Group), Pak Saturi (Estate Manajer PT BSS), Pak Bagus (Manajer EHS BSS), dan Ibu Haji yang telah membantu selama proses peneltian. 5. Teman satu bimbingan Allan, Benny, Edya dan teman-teman GFM 49

khususnya Lab. Meteorologi serta GFM 47 dan GFM 48 yang senantiasa memberi semangatnya kepada penulis.

6. Keluarga Asyita Graha 1 (Maharani, Yulinda dan Paramitha), Keluarga Bahagia (Orita, Dinur, Betha, Galih, Zaman, Qamal, dan Insan), Keluarga GGI (Yosi, Aliffa, Maya, Rinanda, dan Diah) yang selalu berbagi dalam suka maupun duka, memberikan semangat dan doa kepada penulis.

7. Segenap civitas GFM, Pak Azis, Mas Kiki, Pak Nandang, Pak Engkos, Bu Wanti, Bu Uti, Pak Udin, serta seluruh staf dan pengajar atas bimbingan dan kuliah selama ini.

Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Karakteristik Biofisik Wilayah Kajian 9

Suhu Permukaan 11

Albedo Permukaan 12

Neraca Energi Permukaan 13

Biomassa Atas Permukaan (AGB) 14

Kapasitas Panas 15

TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(14)

DAFTAR TABEL

1 Citra Landsat tahun 2013 dan 2016 2

2 Data pengukuran di lapangan 2

3 Peralatan survei lapangan 3

4 Objek pengukuran pada sub-plot pengamatan 4

DAFTAR GAMBAR

1 Desain plot survei lapangan 4

2 Luasan tiap tutupan lahan dengan citra Landsat-8 10 3 Unsur-unsur iklim mikro hasil pengukuran di lapangan (a) suhu

permukaan rata-rata, (b) kelembaban relatif rata-rata, (c) radiasi

matahari rata-rata, (d) suhu udara rata-rata 11

4 Hubungan antara suhu permukaan lapangan dengan suhu permukaan satelit Landsat-8 tanggal akuisisi 29 April 2016 12

5 Boxplot albedo permukaan tahun (a) 2013, (b) 2016 13

6 Boxplot Radiasi netto tahun (a) 2013, (b) 2016 13

7 Model estimasi AGB berdasarkan nilai spectral radiance kanal 6 14

8 Boxplot biomassa tahun (a) 2013, (b) 2016 14

9 Kapasitas panas wilayah tiap penutupan lahan 15 10 Hubungan antara biomassa dengan kapasitas panas 16 11 Tinggi muka air gambut dan curah hujan harian hasil pengamatan di

lapangan 17

12 Hubungan TVDI dengan kapasitas panas 17

DAFTAR LAMPIRAN

5 Parameter data Landsat-8 OLI TIRS tanggal 24 Juni 2013 24 6 Parameter data Landsat-8 OLI TIRS tanggal 29 April 2016 24 7 Nilai jarak astronomi bumi-matahari (d) dan sudut elevasi matahari saat

tanggal akuisisi citra Landsat-8 24

8 AGB hasil pengamatan lapangan dan perhitungan dengan metode

spectral radiance kanal 6 sebelum terbakar (2013) dan setelah terbakar

(2016) 25

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan gambut merupakan lahan yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari 50% (Andriesse 1988). Lahan gambut terbentuk akibat adanya tumpukan sisa-sisa tanaman yang telah mati baik pada tanaman yang lapuk atau belum. Tanah gambut memiliki kemampuan menahan air yang sangat tinggi (Soewandita 2008). Lahan gambut bersifat irreversible drying (mengering tidak akan balik) yaitu apabila tanah gambut telah kering maka tidak dapat menyerap air (Mubekti 2011). Indonesia memiliki lahan gambut yang tersebar di beberapa pulau yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua dengan luas total sebesar 14.9 juta ha (Agus FE et al. 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai analisis lahan gambut di wilayah Kalimantan Barat.

Kebakaran hutan terbesar terjadi pada tahun 1997 – 2000, dengan luasan total sebesar 1.43 juta ha. Wilayah gambut termasuk dalam areal yang terbakar, kurang lebih 858000 hektar terbakar di wilayah kalimantan dan Sumatera (Rahmayanti 2007). Kebakaran yang terjadi pada lahan gambut mengakibatkan perubahan lahan gambut sebagai penyimpan air, karena sifat gambut kering tidak dapat balik (Mubekti 2011). Selain menghilangkan lapisan gambut dan biomassa diatas permukaan, kebakaran juga dapat menyebabkan gambut di bawah permukaan dan di sekitar lokasi yang terbakar akan mengalami kekeringan (Widyati 2011). Oleh karena itu, perlu usaha-usaha perbaikan untuk mengurangi dampak negatif akibat kebakaran di lahan gambut, sehingga perlu diketahui faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat digunakan untuk perencanaan pemulihan kondisi lahan gambut.

Kapasitas panas adalah jumlah panas yang dapat dikandung oleh suatu objek atau benda. Kapasitas panas di lahan berhubungan dengan kadar airnya (Wisser et al. 2011). Kapasitas panas tinggi akan menunjukan kadar air tanah tinggi yang tersimpan di lahan gambut. Analisis kapasitas panas sebelum dan sesudah terjadi kebakaran lahan dapat dijadikan sebagai parameter penduga perubahan kadar air tanah suatu lahan.

Data citra satelit dapat menduga nilai kapasitas panas dan Temperature

Vegetation Dryness Index (TVDI). Kapasitas panas di peroleh dari transfer radiasi

terhadap penambahan atau pengurangan suhu pada tahun 2013 dan 2016.

Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) adalah sebuah indeks yang

menunjukkan kondisi kekeringan tanah dengan parameter suhu permukaan yang diekstraksi data Landsat (Standholt et al. 2002, Parwati & Suwarsono 2008, Chen

et al. 2015).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan Temperature

Vegetation Dryness Index (TVDI) dan kapasitas panas pada lahan gambut antara

(16)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2016 hingga Agustus 2016, di laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Survei lapangan dilakukan pada 17 Maret 2016 sampai dengan 8 April 2016 di perkebunan kelapa sawit PT BSS 1, Kalimantan Barat.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra disajikan pada Tabel 1, dapat diperoleh pada situs www.usgs.gov. Data hotspot untuk acuan kebakaran lahan pada bulan September 2015 dapat diperoleh pada situs firms.modaps.eosdis.nasa.gov, serta data pengukuran lapangan tersedia pada Tabel 2.

Tabel 1 Citra Landsat tahun 2013 dan 2016 Tipe

Landsat Akuisisi citra Path/Row Waktu (WIB) Penggunaan Landsat 8 24 Juni 2013 120/62 10.00 Data citra

sebelum terbakar Landsat 8 29 April 2016 120/62 10.00 Data citra

setelah terbakar

Tabel 2 Data pengukuran di lapangan

Data Satuan

Curah hujan (mm/hari)

Suhu permukaan (°C)

Radiasi matahari (Wm-2)

Kelembaban relatif (%)

Suhu udara (°C)

Kadar air tanah gravimetrik (%) Tinggi muka air gambut (cm)

(17)

3

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi dengan software Ms. Office 2007, Er Mapper 7.1, AcrGIS 10.1, dan Minitab 16. Alat untuk pengambilan data di lapangan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Peralatan survei lapangan

Peralatan Kegunaan

Peralatan Navigasi dan Orientasi

Peta kerja

Peta yang dibuat dari hasil olahan

penginderaan jauh, dapat digunakan sebagai orientasi sebaran tutupan lahan.

GPS Mengetahui titik sampel yang digunakan Peralatan

pengukuran Solarimeter Mengukur radiasi matahari

Infrared Thermometer

Mengukur suhu permukaan, suhu kanopi tegakan.

Ring sample Mengambil sampel tanah

AWS (Automatic

Weather Station) Monitoring iklim mikro

Hygrometer dan

Thermometer Mengukur kelembaban dan suhu udara

Meteran Melakukan transek vegetasi, mengukur besaran plot serta mengukur keliling pohon. Pita berwarna Membatasi area plot

Papan tinggi

muka gambut Mengukur tinggi muka air gambut Peralatan

pengambilan sampel

Plot kuadrat

1mx1m Mengambil sampel tumbuhan bawah. Kedalaman tanah

10 cm, 20 cm Mengambil sampel tanah.

Plastik Menyimpanan sampel tumbuhan bawah dan sampel tanah.

Timbangan Menimbang sampel tanah dan sampel tumbuhan bawah.

Oven listrik Mengeringkan tanah dan tumbuhan bawah.

Allumunium foil Meletakkan tanah dan tumbuhan bawah saat

pengeringan.

Prosedur Analisis Data

Prosedur Penelitian

(18)

4

perkebunan kelapa sawit, hutan, semak, belukar, dan lahan terbuka, fokus kajian hanya pada kelas semak, belukar dan hutan. Pengambilan sampel data hanya pada area restorasi gambut. Pengamatan unsur iklim mikro yaitu suhu udara (̊C), kelembaban relatif (%), curah hujan (mm), serta radiasi matahari (Wm-2) menggunakan AWS (Automatic Weather Station) pada ketinggian 1.2 m, di pasang di lahan terbuka dengan pengambilan data per 30 menit. Pengukuran unsur iklim menggunakan AWS untuk memantau cuaca dan sebagai data pembanding pengukuran di setiap titik pengamatan. Pengukuran iklim mikro juga di lakukan pada 9 titik pengamatan yaitu tiga tutupan lahan hutan, tiga tutupan semak, dan tiga tutupan belukar pada pukul 08.00–16.00 WIB per 30 menit. Pengukuran iklim mikro meliputi suhu udara (̊C) dan kelembaban relatif (%), suhu permukaan (̊C), serta radiasi matahari (Wm-2). Pengambilan transek vegetasi dilakukan dengan mengukur keliling pohon untuk perhitungan biomassa, selain itu dilakukan pengambilan sampel tanah untuk data kadar air tanah secara gravimetrik. Alur penelitian terdapat pada Lampiran 9.

Desain Survei Lapangan

Metode sampling yang digunakan yaitu Stratified Random Sampling atau sampel acak berstrata. Metode tersebut dapat menghasilkan pendugaan yang lebih teliti dibandingkan dengan metode yang lain (MackDicken 1997).

Setiap strata tutupan lahan diambil tiga plot sampel acak menggunakan metode transect jalur sepanjang 120 meter dengan membagi tiga plot pengamatan, ilustrasi pada Gambar 1.

Gambar 1 Desain plot survei lapangan

Data biomassa yang diambil adalah data dari tanaman atas (AGB) yaitu pada plot 1x1, 5x5, 10x10, 20x20 dengan total jumlah sampling point 27 titik. Tabel 4 merupakan objek pengukuran pada sub plot pengamatan.

Tabel 4 Objek pengukuran pada sub-plot pengamatan Ukuran sub-plot Obyek pengambilan sampel

1x1 meter Tumbuhan herba, semak, pohon dengan diameter 2–5 cm

5x5 meter Pohon dengan DBH 5–10 cm

(19)

5

Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan Data Lapangan

Perhitungan Biomassa atas permukaan

Pengambilan data biomassa dengan metode destructive sampling pada tumbuhan dengan (diameter at breast height) DBH < 5 cm. dan metode

non-destructive sampling untuk pohon dengan DBH > 5cm. Persamaan alometrik

biomassa atas permukaan (AGB) untuk wilayah hutan lahan kering sekunder (Adinugroho 2009), dengan parameter inputan DBH sebagai berikut:

AGB= 0.19999D2.14 (1)

Nilai biomassa lapangan terdapat pada Lampiran 8.

Nilai biomassa di seluruh areal PT BSS 1 sebelum dan setelah kebakaran lahan diperoleh dengan menggunakan model empiris yang dibangun dari data biomassa di 27 plot dan nilai spectral radiance band 6 citra Landsat pada 27 plot tersebut. Nilai spectral radiance dan biomassa dihubungkan menggunakan persamaan eksponensial. Pola pertumbuhan tanaman secara umum dapat dirumuskan melalui persamaan eksponensial (Brown 1997, Radonsa et al. 2003, Wahyudi & Pamoengkas 2013). Model yang diperoleh dapat digunakan hanya untuk mengestimasikan biomassa seluruh area PT BSS 1, Kalimantan Barat dan pada pengambilan data Landsat-8 pukul 10.00 WIB.

Pengukuran Kadar Air Tanah

Metode gravimetrik adalah salah satu metode pengukuran kadar air di lapangan. Tahapannya adalah mengambil sampel tanah dengan ring sample,

kemudian menimbang sampel tanah yang akan diukur berat basah, setelah itu dilakukan pengeringan di dalam oven dengan suhu 105 ̊C sampai diperoleh berat kering konstan. Sampel tanah yang telah selesai melalui tahap pengeringan akan ditimbang kembali untuk diukur berat kering. Persamaan untuk meduga kadar air tanah adalah:

%KAT = BB−B

B % (2)

Dimana KAT adalah kadar air tanah (%), BB adalah berat basah (gram) dan BK adalah berat kering (gram).

Pengolahan Data Citra Landsat

Pengolahan Awal Data Citra

(20)

6

menggunakan metode klasifikasi terbimbing dengan informasi dasar dari pengamatan di lapangan. Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokkan piksel-piksel melalui training area (Indarto & Faisol 2009). Kombinasi kanal pada Landsat-8 yang cocok digunakan untuk analisis penutupan lahan yaitu menggunakan komposit band 432 (USGS 2013). Kombinasi band ini merupakan teknik kombinasi yang menghasilkan data natural colour. Klasifikasi wilayah terdapat pada Lampiran 3 dan 4.

Perhitungan Komponen Neraca Energi

1. Konversi Digital Number menjadi Spectral Radiance

Data penginderaan jauh yang dikirimkan ke pengguna berupa format

digital number” (DN). Format data ini masih berupa data mentah (raw) sehingga

dilakukan konversi nilai digital number menjadi spectral radiance. Konversi nilai dengan menggunakan persamaan (USGS 2016):

Lλ = M Q + A (3)

Keterangan:

�� : Spectral radiance (Wm-2 str-1 µm-1)

ML : Band-spesificmultiplicative rescaling factor from the metadata

AL : Band-spesificadditive rescaling factor from the metadata

Qcal : Quantized and calibrated standard product pixel value(DN)

Nilai M L dan AL terdapat pada Lampiran 5 dan 6.

Konversi nilai digital number ke spectral radiance dilakukan untuk perhitungan suhu kecerahan, Rs Out dan albedo. Ketiga parameter tersebut akan digunakan untuk perhitungan komponen neraca energi.

2. Perhitungan Suhu Permukaan

Suhu permukaan pada tanah terbuka adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah, sedangkan suhu untuk vegetasi dapat dikatakan suhu permukaan kanopi tumbuhan dan suhu untuk tubuh air ialah suhu dari permukaan air tersebut. Suhu permukaan berbeda-beda dipengaruhi oleh sifat fisik benda yaitu konduktivitas panas, emisivitas, dan panas jenis. Suhu permukaan dari landsat diturunkan dari data suhu kecerahan. Suhu kecerahan dikonversi dari

spectral radiance menggunakan thermal constant yang tersedia di metadata

(Rajendran & Mani 2015): TB =

Nilai suhu kecerahan digunakan untuk menduga suhu permukaan. Nilai Suhu Permukaan (Ts) di hitung dengan persamaan (Rajendran & Mani 2015):

Ts = B

(21)

7

dimana adalah nilai tengah kanal thermal (band 10 = 10.8 m, band 11 = 12 m), ∂ (1.438 x 10-2mK), ε adalah emisivitas permukaan (vegetasi 0.95, lahan terbuka 0.92, dan badan air 0.98) (Geiger et al. 1961).

3. Perhitungan Komponen Radiasi Netto

Radiasi gelombang panjang dan pendek dapat diduga dengan data Citra Landsat-8 dengan komposit (band 4,3,2). Nilai radiasi gelombang pendek netto merupakan selisih antara radiasi gelombang pendek yang datang ke permukaan bumi (Rs in) dengan satuan Wm-² dan radiasi gelombang pendek yang dikeluarkan oleh permukaan bumi (Rs out) dengan satuan Wm-². Nilai Rs out diperoleh dengan

persamaan sebagai berikut:

Rs αut = π Lλd (6)

Sedangkan nilai Rs in didapat dari hasil perbandingan nilai Rs out dengan nilai albedo. Albedo adalah nisbah antara radiasi yang dipantulkan dengan radiasi yang diterima. Persamaan untuk menghitung albedo adalah :

α = λ

E Nλ θ (7)

keterangan: π : 3.14

d : jarak astronomi bumi-matahari

cosθ : sudut zenith matahari (90̊-sun elevation)

ESUN : rata-rata nilai solar spectral irradiance pada band ke-i (Wm-2 m-1) Nilai ESUN, d dan sudut elevasi terdapat pada Lampiran 7.

Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan Rs in adalah:

Rs � = (8)

Sehingga persamaan untuk mendapatkan nilai radiasi gelombang pendek netto adalah:

Rs netto = Rs in– Rs out (9) Perhitungan nilai radiasi netto (Rn) selain memerlukan nilai radiasi gelombang pendek netto, juga memerlukan nilai radiasi gelombang panjang netto. Nilai radiasi gelombang panjang netto menggunakan nilai radiasi gelombang panjang yang keluar (Rl out). Nilai Rl out diturunkan dari persamaan Stefan- Boltzman, emisivitas permukaan dan suhu permukaan. Persamaannya adalah:

Rl = ε σ T4 (10)

(22)

8

Fluks bahang tanah dalah sejumlah energi radiasi surya yang sampai pada permukaan tanah dan digunakan untuk berbagai proses fisik dan biologi tanah. Perpindahan bahang tanah dipengaruhi oleh perbedaan suhu permukaan dengan suhu tanah serta nilai konduktivitas termal (k). Persamaan untuk menentukan G diperoleh dari radiasi netto, suhu permukaan, albedo dan Normalized Difference

Vegetation Index (NDVI), sebagai berikut (Allen et al.2001):

= . α + . α − . NDVI4 (12)

Keterangan:

G : perpindahan bahang tanah (Wm-2),

α : albedo permukaan (diturunkan dari data satelit) 5. Perhitungan Sensible Heat Flux (H)

Fluks pemanasan udara ialah energi yang digunakan untuk memanaskan udara di atmosfer dan sekitarnya secara konveksi (Monteith & Unsworth 1990). Estimasi besaran nilai sensible heat flux dapat dihitung dari modifikasi persamaan neraca energi Rn = H + G + λE dan bowen rasio = � diperlukan untuk mengubah satu unit massa air menjadi uap pada suhu yang sama Monteith & Unsworth 1990). Persamaan untuk menentukan fluks panas laten (�Ε sebagai berikut:

λΕ = Rn − H − G (14) 7. Perhitungan Suhu Udara (Ta)

(23)

9 tutupan vegetasi, dan 1.79 m/s untuk tutupan non vegetasi (Rosenberg 1974).

Perhitungan Kapasitas Panas

Kapasitas panas adalah banyaknya energi atau panas yang dikandung oleh suatu benda. Kapasitas panas suatu wilayah yaitu menggambarkan kemampuan suatu wilayah tersebut dalam menyimpan energi atau panas yang di terima dari radiasi matahari. Nilai kapasitas panas berhubungan dengan kadar air tanah (KAT) suatu lahan. Nilai kapasitas panas bergantung panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya, karena panas jenis tidak diketahui sehingga kapasitas panas di peroleh dari transfer radiasi terhadap penambahan atau pengurangan suhu, dengan persamaan:

C= Δ

Δ (16)

Perhitungan TVDI

TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) adalah suatu indeks kekeringan permukaan, parameternya diperoleh dari data penginderaan jauh (Standholt et al. 2002). Persamaan untuk menghitung (TVDI) adalah (Standholt et al. 2002, Parwati & Suwarsono 2008, Chen et al. 2015):

TVDI = −x− i i (17)

Dimana Ts adalah suhu permukaan yang diketahui dari nilai pixel, Tsmax

dan Tsmin adalah suhu permukaan maksimum dan minimum pada tutupan lahan

tertentu. TVDI bernilai 0 hingga 1. TVDI bernilai 0 maka mengindikasikan ketersedian air (kondisi basah) dan TVDI bernilai 1 mengindikasikan terbatasnya ketersediaan air (kondisi kering) (Standholt et al. 2002, Parwati & Suwarsono 2008, Chen et al. 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biofisik Wilayah Kajian

(24)

10

peningkatan luas tutupan lahan semak dan lahan terbuka, sehingga pada tahun 2016 komposisi luas tutupan lahan seperti yang disajikan pada Gambar 2 . Salah satu faktor menyebabkan penurunan luas hutan dan belukar adalah kebakaran lahan pada periode 2013 ke 2016.

Gambar 2 Luasan tiap tutupan lahan dengan citra Landsat-8

Tutupan lahan semak memiliki suhu permukaan rata-rata tertinggi 38°C, terjadi pada pukul 10.30 WIB, sedangkan terendah 30°C, terjadi pada pukul 16.00 WIB. Suhu udara rata-rata berkisar antara 30 – 41°C, dan kelembaban relatif (RH) rata-rata berkisar antara 48.8 – 77%. Tutupan lahan hutan memiliki kisaran suhu permukaan rata-rata 26.3 – 29.8°C, tertinggi terjadi sekitar pukul 13.30 WIB. Suhu udara rata-rata berkisar antara 28.3 – 31°C dan RH 78.6 – 87.1%. Tutupan lahan belukar memiliki kisaran suhu permukaan rata-rata tertinggi 38°C terjadi pada pukul 13.00 WIB, sedangkan terendah 27°C terjadi pada pukul 08.00 WIB. Suhu udara rata-rata berkisar antara 29.5 – 37.5°C dan RH rata-rata 52 – 82.6%.

Pola suhu udara (Ta), suhu permukaan (Ts) dan kelembaban relatif

berfluktuatif terhadap waktu dipengaruhi oleh radiasi matahari (Gambar 3). Ta dan Ts di setiap penutupan lahan mengalami peningkatan sekitar jam 10.00 WIB

(25)

11

Rata-rata suhu permukaan wilayah kajian tahun 2016 lebih tinggi dari 2013. Suhu permukaan rata-rata 2013 yaitu 28.3 ̊C. Kisaran suhu permukaan tutupan semak 27.5 – 30 ̊C, tutupan belukar 26.3 – 29.8 dan tutupan hutan 26 – 29.4 ̊C. Suhu permukaan rata-rata berdasarkan titik sampel pada tutupan lahan semak, belukar dan hutan adalah 29.2 ̊C, 28 ̊C dan 27.8 ̊C. Suhu permukaan rata-rata 2016 yaitu 29.1 ̊C. Kisaran suhu permukaan tutupan semak 27.5 – 31.6 ̊C, tutupan belukar 26.9 – 31.6 ̊C, dan tutupan hutan 26.7 – 31.1 ̊C. Nilai suhu permukaan rata-rata berdasarkan titik sampel pada tutupan lahan semak, belukar, dan hutan adalah 29.9 ̊C, 29.9 ̊C dan 29.3 ̊C. Perbedaan suhu permukaan pada tutupan lahan semak, belukar, dan hutan disebabkan oleh sifat fisik benda yaitu, emisivitas, konduktivitas termal dan kapasitas panas jenis. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis rendah serta konduktivitas termal tinggi maka suhu permukaan akan meningkat dan juga sebaliknya. Peningkatan suhu

(26)

12

permukaan akibat peningkatan luasan lahan terbuka pada tahun 2016. Hal ini sesuai dengan penelitian Weng et al. (2004) bahwa suhu permukaan berkorelasi negatif dengan indeks vegetasi, serta penelitian Pratama (2014) menunjukkan terjadinya penambahan suhu permukaan akibat peningkatan lahan terbuka 6% sebesar 0.001465 ̊C/ha.

Kisaran suhu permukaan pada tahun 2013 lebih kecil dibanding 2016. Semakin kecil kisaran suhu permukaan wilayah menunjukkan semakin besarnya jumlah panas atau energi yang dibutuhkan untuk menaikan suhu. Data ekstraksi Landsat-8 dapat digunakan karena nilai Ts berada di rentang suhu permukaan

lapangan dan adanya hubungan antara suhu permukaan satelit dan suhu permukaan lapangan yang ditunjukkan dengan R2 sebesar0.59 ditunjukkan pada

Gambar 3. Tursilowati (2012) menunjukkan terdapatnya hubungan antara suhu permukaan hasil ekstraksi Landsat dengan data suhu observasi memiliki R2 sebesar 0.93.

G

ambar 3 Hubungan antara suhu lapangan dengan suhu permukaan satelit Landsat-8 April 2016

Albedo Permukaan

(27)

13

Gambar 4 Boxplot albedo permukaan tahun (a) 2013 dan (b) 2016

Neraca Energi Permukaan

Rataan radiasi netto lebih besar tahun 2016 dibanding tahun 2013, nilai Rn dari yang terbesar adalah pada tutupan lahan hutan, belukar, dan semak disajikan pada Gambar 5. Radiasi netto pada tahun 2013 digunakan untuk fluks pemanasan udara (H) berkisar antara (87 – 126 Wm-2), digunakan untuk fluks bahang tanah (G) berkisar antara (23 – 31 Wm-2), dan digunakan untuk fluks pemanasan laten

(�Ε) berkisar antara (131 – 196 Wm-2), sedangkan tahun 2016 radiasi netto digunakan untuk H (94 – 160 Wm-2), G (25 – 32 Wm-2), dan �Ε (158 – 225 Wm-2). Rataan nilai �Ε yaitu dari yang terbesar terdapat pada tutupan lahan hutan, belukar, dan semak, sedangkan rataan nilai H dan G yaitu dari yang terbesar terdapat pada tutupan lahan semak, belukar, dan hutan.

Pada tutupan non vegetasi energi yang masuk lebih banyak digunakan untuk H dan G sedangkan untuk evaporasi sedikit. Albedo memiliki keeratan hubungan dengan Ts. Albedo tinggi maka energi yang diterima lebih banyak

digunakan untuk memanaskan tanah (G) dan memanaskan atmosfer (H) (Zhang et al. 2012).

(28)

14

Biomassa Atas Permukaan (AGB)

Konversi lahan hutan dan belukar menjadi lahan terbuka, semak, dan perkebunan menyebabkan pada besaran AGB. Band swir memiliki korelasi negatif terhadap biomassa, artinya semakin besar spectal radiance menunjukkan biomassa yang sedikit, dan sebaliknya. Hubungan antara spectral radiance dan biomassa memiliki korelasi yang kuat ditunjukkan tidak dengan linear namun dengan eksponensial (Heiskanen J 2006). Avitabile et al. (2012) dan Baccini et al.

(2012) menunjukkan kemampuan kanal SWIR untuk mengestimasi AGB di Uganda. Persamaan model untuk menghitung biomassa tahun 2013 dan 2016 terdapat pada ilustrasi Gambar 6. Inputan variabel x adalah spectral radiance

kanal 6. Spectral radiance air dan awan tidak digunakan dalam perhitungan biomassa.

Gambar 6 Model estimasi AGB berdasarkan nilai spectral radiance kanal 6

Biomassa hutan dan belukar mengalami penurunan dari tahun 2013 ke tahun 2016 disajikan pada Gambar 7, sedangkan biomassa semak mengalami peningkatan, karena luasan semak meningkat. Radiasi neto (Rn) dibutuhkan oleh tanaman/tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis. Rn tahun 2013 dan tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu Rn hutan > Rn belukar > Rn semak, sehingga semakin tinggi radiasi maka biomassa yang dihasilkan juga akan tinggi. Rata-rata biomassa wilayah kajian untuk tahun 2013 yaitu semak 35 ton/ha, belukar 178 ton/ha dan hutan 187 ton/ha, sedangkan tahun 2016 yaitu semak 39 ton/ha, belukar 172 ton/ha dan hutan 174 ton/ha. Biomassa hasil penelitian Azhan (2015) yaitu 203 ton/ha hutan sekunder dan 56 ton/ha semak. Berkurangnya biomassa berpengaruh terhadap kemampuan wilayah dalam menyimpan panas.

(29)

15

Gambar 7 Boxplot biomassa tahun (a) 2013 dan (b) tahun 2016

Kapasitas Panas

Kapasitas panas menunjukkan banyaknya energi/panas sesaat yang terdapat pada di wilayah kajian, disajikan pada Gambar 8. Kapasitas panas wilayah tahun 2013 dari yang tertinggi secara berturut-turut yaitu belukar, hutan, dan semak, sedangkan tahun 2016 yaitu hutan, belukar, dan semak. Kapasitas panas wilayah tertinggi tahun 2013 yaitu belukar karena tutupan lahan didominasi oleh belukar. Kapasitas panas wilayah tahun 2016 tertinggi yaitu hutan.

Gambar 8 Kapasitas panas wilayah tiap penutupan lahan

(30)

16

dengan pendekatan indeks NDVI, nilai R2 yang di diperoleh dari hubungan

kapasitas panas dan biomassa sebesar 0.93. Nilai yang semakin mendekati satu menandakan semakin erat suatu hubungan biomassa dengan kapasitas panas. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi biomassa suatu wilayah maka semakin tinggi pula kemampuan suatu wilayah dalam menyimpan panas/energi dari radiasi matahari.

Gambar 9 Hubungan antara biomassa dengan kapasitas panas

TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index)

Nilai TVDI 2013 (sebelum terbakar) lebih rendah dibanding tahun 2016 (setelah terbakar). Nilai TVDI 2013 untuk tutupan lahan semak 0.55, belukar 0.53, dan hutan 0.51, sedangkan nilai TVDI 2016 untuk tutupan lahan semak 0.57, belukar 0.63 dan hutan 0.57. TVDI tahun 2013 tertinggi terdapat pada semak, sedangkan tahun 2016 tertinggi terdapat pada belukar. TVDI berkorelasi negatif terhadap kadar air tanah (KAT). Nilai TVDI 0 menunjukkan tingginya KAT, sedangkan nilai TVDI 1 menunjukkan rendahnya KAT (Chen et al. 2015). Di lapangan pengamatan KAT secara in situ dilakukan pada hari dan kondisi cuaca yang berbeda-beda, namun kadar air tanah di lapangan menunjukkan hal yang berbeda yaitu KAT tertinggi terdapat pada belukar 512%, hutan 391%, dan semak 412%. Hal ini dapat terjadi karena pengukuran KAT di lapangan dilakukan pada hari yang berbeda dan dengan kondisi cuaca yang berbeda pula, sehingga mempengaruhi KAT saat pengukuran. Kadar air tanah pada wilayah gambut tinggi karena salah satu sifat gambut sebagai penyimpan air yang tinggi mencapai 100 – 1300 % dari bobot keringnya (Mutalib et al. 1991).

Tinggi muka air gambut berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa areal belukar dan semak memiliki tinggi muka air yang berfluktutif, sedangkan tutupan lahan hutan memiliki tinggi muka air yang relatif tetap. Fluktuasi tinggi muka air ini salah satunya dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kadar air tanah dan adanya hubungan yang signifikan antara ketinggian air terhadap kadar air tanah. TVDI tahun 2016 tertinggi pada belukar hal ini juga ditunjukkan dengan tinggi muka air gambut yang paling rendah dibandingkan dengan dua tutupan lahan lain.

(31)

17

Gambar 10 Tinggi muka air gambut dan curah hujan harian hasil pengamatan di lapangan

Hubungan antara TVDI dengan kapasitas panas tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan ditunjukan dengan Gambar 11, memiliki R2 0.001 untuk 2013 dan 0.014 untuk 2016. Hal ini dapat terjadi karena TVDI merupakan suatu indeks kekeringan wilayah yang tidak menjelaskan jumlah air tanah, sedangkan Wisser (2011) mengatakan adanya hubungan antara kapasitas panas dengan kadar air tanah. Berdasarkan hubungan kapasitas panas wilayah terhadap TVDI menunjukkan trend yang menurun dari 2013 ke 2016. Tahun 2016 kapasitas panas mengalami penurunan yang diikuti dengan peningkatan TVDI. Artinya berkurangnya kemampuan lahan dalam menyimpan panas, akibat adanya perubahan komposisi tutupan lahan sehingga AGB menurun. Penurunan kapasitas panas wilayah menunjukkan berubahnya fungsi lahan gambut dalam menyimpan air, karena kapasitas panas berhubungan dengan kadar air tanah.

Gambar 11 Hubungan TVDI dengan kapasitas panas

(32)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perubahan komposisi tutupan di suatu wilayah menyebabkan perubahan jumlah akumulasi biomassanya. Penambahan jumlah biomassa wilayah akan meningkatkan kapasitas panasnya dan sebaliknya. Kapasitas panas wilayah gambut mengalami penurunan setelah terjadi kebakaran lahan pada tahun 2014 dan 2015. Kebakaran lahan mengakibatkan perubahan komposisi tutupan lahan, sehingga dari tahun 2013 dan 2016 luas hutan dan belukar menurun 9% dan 37%, sedangkan semak dan lahan terbuka meningkat 8% dan 31%. Kondisi ini mengakibatkan penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan energi/panas.

Perubahan komposisi tutupan lahan juga menyebabkan kenaikan TVDI yang mengindikasikan kondisi wilayah kajian pada tahun 2016 lebih kering dibandingkan pada tahun 2013. Namun demikian tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kapasitas panas dan TVDI.

Saran

Melakukan kajian lebih lanjut mengenai hubungan antara panas jenis di setiap tutupan lahan pada ekosistem lahan gambut dengan TVDI.

.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC. 2009. Persamaan alometrik biomassa dan faktor ekspansi biomassa vegetasi hutan sekunder bekas kebakaran di PT. Inhutani I Batu Ampar, Kalimantan Timur. Info Hutan.6(2):125-132.

Agus FE, Runtunuwu, June T, Susanti, Komara, Syahabudin, Las I, Van Noorwijk. 2009. Carbon budget in landuse transitions plantation. Journal Indonesian

Agricultural Research and Development. 29(4):119-126.

Allen RG, Morse A, Tasumi M, Bastiaansen W, Kramber W, Anderson H. 2001. Evapotranspiration from Landsat (SEBAL) for water right management and compliance with multi-state water compact. University of Idaho Kimberly, ID 83341.

Andriesse JP. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. Soil

Researches manegement and Conservation Service. Italy: FAO Land and

Water Development Division.

Aryani W. 2014. Perubahan kapasitas panas wilayah akibat perubahan komposisi tutupan lahan menggunakan data citra Landsat-5 TM. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

(33)

19 Azhan Z. 2015. Estimasi cadangan karbon pada tutupan lahan hutan sekunder,

semak dan belukar di Kota Samarinda. Jurnal AGRIFOR. 14(2):325-338. Baccini A,Goetz SJ, Walker WS, Laporte NT, Sun M, Sulla-Menashe D, Hackler

J, Beck PA, Dubayah R, Friedl MA, et al.2012. Estimated carbon dioxide emission from tropical deforestation improved by carbon-density maps. Nat.

Clim. Chang. 2:182-185.

Brown S. 1997. Estimating biomass change of tropical forest a primer. FAO Forestry Paper 134. FAO USA.

Chen S, Wen Z, Jiang H, Zhao Q, Zhang X, Chen Y. 2015. Temperature vegetation dryness Index Estimation of soil moisture under different tree species. Journal Sustainability. 7:11401-11417.

Dobos. Encyclopedia of soil science. DOI : 10.1081/E-ESS120014334.

Fisch G, Tota J, Machado LAT, Dias MAFS, Lyra RF da F, NobfeCA, Dolman AJ, Culf AD, Halverson J, Fuentes JD. 2001. The convective boundary layer over pasture and forest in Amazonia. Aerospace Technical Center, Institute of Aeronautics and Spaces, University Sao Jose dos. Brazil.

Geiger R, Aron RH, Todhuter P. 1961. The Climate Near The Ground. Ed ke-5. Cambridge: Harvard University Press.

Heiskanen J. 2006. Estimating aboveground tree biomass and leaf area index in a mountain birch forest using ASTER satellite data. International Journal of

Remote Sensing. 27(6):1135-1158.

Indarto, Faisol A. 2009. Identifikasi dan klasifikasi penutupan lahan menggunakan citra Aster. Media Teknik Sipil. 9(1):1-8.

MacDicken KG. 1997. A guide to monitoring carbon storage in forestry and agroforestry projects. Winrock International.

Monteith JL, Unsworth MH. 1990. Principles of Environmental Physics. 2nd ed. London(UK): Edward Arnold.

Mubekti. 2011. Studi pewilayahan dalam rangka pengelolaan lahan gambut berkelanjutan Provins Riau. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 13(2):88-94.

Mutalib AA, Lim JS, Wong MH dan Koonvai L. 1991. Characterization,

distribution and utilization of peat in Malaysia. Proc. International

Symposium on tropical peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.

Oliver JE. 1973. Climate and Man’s Environment: An Introduction to Applied

Climatology. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Parwati, Suwarsono. 2008. Model indeks TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) untuk mendeteksi kekeringan lahan berdasarkan data Modis-Terra.

Jurnal Penginderaan Jauh.5:35-44.

Pratama KR. 2014. Analisis perubahan albedo, suhu permukaan dan suhu udara sebaga dampak perubahan penutupan lahan menggunakan data citra satelit Landsat (Studi kasus: Provinsi Jambi, Path/Row125/61) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Radonsa PJ, Koprivica MJ, Lavadinovic VS. 2003. Modelling current annual height increment of yong Dounglas-fir stands at different site. In Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling forest system. CABI Publishing.

(34)

20

Rajendran P, Mani K Dr. 2015. Estimation of spatial variability of land surface temperature using Landsat 8 imagery. The International Journal of

Engineering and Science.4(11):19-23.

Risdiyanto I, Setiawan R. 2007. Metode neraca energi untuk perhitungan indeks luas daun menggunakan data citra satelit multi spektral. J. Agromet

Indonesia. 21(2):27-38.

Rosenberg NH. 1974. Microclimat: The Biological Enviroment. New York: John Willey and Sons.

Soewandita H. 2008. Studi muka air tanah gambut dan implikasinya terhadap degradasi lahan pada beberapa kubah gambut di Kabupaten Siak. Jurnal Air

Indonesia. 4(2):103-108.

Standholt et. al 2002. A simple interpretation of the surface temperature/ vegetation index space for assessment of surface moisture status. Remote

Sensing of Enviroment. 79:213-224.

Stull RB. 2000. Meteorology for scientist and Engineers 2nd ed. USA. Brooks/Cole, Cengange Learning. CA, USA 528 pp.

Sukojo MB, Kustoro H. 2002. Perbaikan geometrik trase jaringan jalan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.

Makara Sains. 6(3):136-141.

Tursilowati L, Sumantyo JTS, Kuze Hiroaki, Adiningsih S. 2012. Relationship between urban heat island phenomenon and land use/land cover changes in Jakarta-Indonesia. J. of Emerging Trends in Engineering and Applied Science 3 .

[USGS] United States Geological Survey. 2013. Landsat Mission.[Internet]. [Diunduh 2016 Mar 3]. Tersedia pada: http://landsat.usgs.gov/ L8_band_combos.php.

[USGS] United States Geological Survey. 2016. Landsat 8 (L8) Data User Handbook version 2.0. [Internet]. [Diunduh 2016 Mar 6]. Tersedia pada: http://landsat.usgs.gov/Landsat8_Using_product.php.

Wahyudi, Pamoengkas P. 2013. Model pertumbuhan diameter tanaman Jabon

(Anthocephallus cadamba). Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik.

15(1):49-53.

Weng Q, Lu D, Schubring J. 2004. Estimation of land surface temperature-vegetation abudance relationship for urban heat island studies. Remote

Sens. of Environment. 89:467-483.

Widyati E. 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan isu perubahan iklim. Tekno Hutan Tanaman.4(2):57-68.

Wisser D, Marchenko S, Talbot J, Treat C, Frolking S. 2011. Soil temperature response to 21st century global warming: the role of and some implication fo peat carbon in thawing permafrost soils in North America. Earth Systm.

Dynam. 2:121-138. doi:10.5194/esd-2-121-2011.

(35)

21

(36)

22

Lampiran 1 Peta data Landsat-8 path/row 120/62 (akuisisi 24 Juni 2013)

Lampiran 2 Peta data Landsat-8 path/row 120/62 (akuisisi 29 April 2016)

(37)

23 Lampiran 3 Peta tutupan lahan PT BSS sebelum kebakaran lahan dengan teknik

klasifikasi terbimbing

(38)

24

Lampiran 5 Parameter data Landsat-8 OLI TIRS tanggal akusisi 24 Juni 2013

Band Spectral

Lampiran 6 Parameter data Landsat-8 OLI TIRS tanggal akusisi 29 April 2016

Band Spectral

Lampiran 7 Nilai jarak astronomi bumi-matahari (d) dan sudut elevasi matahari saat tanggal akuisisi citra Landsat-8

Tanggal akuisisi d Sun-Elevation (o)

24 Juni 2013 1.03311 52.52764

29 April 2016 1.01466 58.23032

(39)

25 Lampiran 8 AGB hasil pengamatan lapang dan perhitungan dengan metode

(40)

26

(41)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dilahirkan pada tanggal 25 November 1994 dari pasangan Bapak Satria Wira W dan Ibu Sutiyanah. Penulis lahir di Padang dan dibesarkan di Tangerang Selatan kemudian berkesempatan mengenyam pendidikan sarjana di IPB.

Penulis menjalani masa studi formal lulus dari pendidikan SDN (Sekolah Dasar Negeri) Benda Baru 1, Pamulang Tangerang Selatan pada tahun 2006. Dilanjutkan dengan pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) Muhammadiyah 22 Pamulang Tangerang Selatan pada tahun 2006-2009 dan SMA (Sekolah Menengah Atas) 9 Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN Undangan di program studi Meteorologi Terapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Tabel 2.
Tabel 3  Peralatan survei lapangan
Gambar 2  Luasan tiap tutupan lahan dengan citra Landsat-8
Gambar 3  Unsur-unsur iklim mikro hasil pengukuran di lapangan (a) suhu
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pembuatan Website untuk Komunitas Persekutuan Pemuda Kristen Maluku, software yang di gunakan seperti; notepad++, XAMPP dan browser, HTML, CSS3, PHP, dan

Perbandingan antara kontrol LQR dan LQR- GSO pada perubahan tegangan terminal mesin 2 Dari Gambar 9 hingga Gambar 14 terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan

COBIT Framework memberikan kontribusi terhadap kebutuhan tersebut dengan membuat hubungan dengan kebutuhan bisnis, mengorganisasi aktifitas teknologi informasi ke

Karakteristik informan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 3 pasangan suami istri lanjut usia dan subjek di pilih berdasarkan kriteria tertentu,

Penelitian ini tergolong Library Research, data dikumpulkan dengan mengutip, menyadur, dan menganalisis dengan menggunakan analisis isi (Content Analysis) terhadap

Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk membekali guru dan siswa dengan pengetahuan baru yaitu pemasaran digital dengan maksud supaya hasil karya siswa

Untuk mendapatkan lapisan yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan

3alori yang didapatkan tubuh dari makanan yang dikonsumsi tidak  akan langsung digunakan oleh tubuh melainkan disimpan dalam bentuk  trigliserida dalam selsel lemak di dalam