• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

TRADE CREATION

DAN

TRADE DIVERSION

ANTARA

INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA

TRESNA RITANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TRESNA RITANINGSIH. Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara-negara ASEAN-Korea. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan SAHARA.

Kawasan perdagangan bebas ASEAN-Korea (ASEAN-Korea Free Trade Area) yang terbentuk pada tahun 2005 mempunyai beberapa perjanjian perdagangan yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota, salah satunya adalah perjanjian perdagangan barang yang diberlakukan pada tahun 2007 dan diimplementasikan pada tahun 2010. Pemberlakuan perjanjian perdagangan barang memberikan dampak postif dan negatif kepada negara-negara anggota termasuk Indonesia berupa trade creation dan trade diversion. Dampak tersebut akan mempengaruhi perkembangan dari sektor perdagangan Indonesia khususnya arus impor.

Penelitian ini menyajikan gambaran mengenai dampak pemberlakuan dari perjanjian perdagangan barang pada ASEAN-Korea FTA. Tujuan utama penelitian ini untuk menganalisis terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea. Pendekatan ekonometrika digunakan untuk estimasi model gravity. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu WITS, WDI, IFS, World Bank, CEPII, dan publikasi internasional.

Indonesia ikut serta dalam ASEAN-Korea FTA dengan tujuan untuk menghilangkan hambatan perdagangan berupa penurunan tarif yang diwujudkan dalam perjanjian perdagangan barang. Akibat dari penurunan tarif, impor yang masuk ke pasar Indonesia semakin meningkat sejak pemberlakukan FTA. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia merupakan importir terbesar dari kawasan ASEAN-Korea. Pemerintah Indonesia telah mengantisipasi peningkatan jumlah impor ini dengan membuat kebijakan berupa peraturan penetapan tarif bea masuk untuk ASEAN-Korea FTA, ketentuan penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal) dan UU perdagangan.

Hasil empiris menunjukkan bahwa secara keseluruhan sektor perdagangan Indonesia mengalami kerugian akibat terjadinya trade diversion dan tidak terjadi trade creation. Arus perdagangan impor Indonesia dengan negara-negara non-anggota ASEAN-Korea sebesar 68 persen lebih sedikit dari tingkat perdagangan yang saat ini telah dilakukan. Pemerintah perlu menurunkan nilai tukar riil, melakukan negosiasi harga penawaran perdagangan bebas kepada negara non-anggota untuk menurunkan dan mendekatai harga penawaran perdagangan bebas negara anggota dalam mengantisipasi terjadinya trade diversion, dan membuka akses pasar untuk produk-produk baru agar terjadi trade creation dengan negara-negara anggota.

(5)

SUMMARY

TRESNA RITANINGSIH. Trade Creation and Trade Diversion between Indonesia and ASEAN-Korea’s Countries. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and SAHARA.

ASEAN-Korea Free Trade Area has been agreed and consisting of some trade agreements among member countries. One of the agreements is trade in good agreement that has been prevailed in 2007 and implemented in 2010. As the result of the agreement, the implementation creates trade creation and trade diversion among member countries, both in positively or negatively. It will also be affecting Indonesia's trade sector, especially in import flows.

The main objective of this study is to analyse trade creation and/ trade diversion in trade between Indonesia and member countries of ASEAN-Korea. Econometrics approach is used to estimate the gravity model. The data sources from the secondary data collected from WITS, WDI, IFS, World Bank, CEPII, and international publishing.

The main objective participating in FTA for member countries including Indonesia is to reduce/eliminate trade barrier by the tariff reduction. The result of the tariff reduction is the imported goods has been significantly increasing. Singapore, Republic of Korea and Malaysia are the biggest importer within ASEAN-Korea FTA. To prevent that situation, Indonesian government has some regulations such as import tariff rate regulation, Certificate of Origin provisions, and trade agrreement law.

The empirical result shows that all Indonesia's trading sectors experienced decline because of trade diversion and trade creation does not occur. Indonesia's import trading with the non-member countries of ASEAN-Korea is 68 percent lower than the existing trading. The government needs to decrease the real exchange rate, negotiate free-trade offer price with non-member countries in order to anticipate trade diversion, and open access to the market for new products to achieve trade creation with member countries of ASEAN-Korea FTA.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

TRADE CREATION

DAN

TRADE DIVERSION

ANTARA

INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea

Nama : Tresna Ritaningsih NIM : H1511200801

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua

Dr Sahara, SP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 26 Agustus 2014

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kebijakan perdagangan internasional, dengan judul Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan Negara – Negara ASEAN-Korea.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Sahara, SP, MSi selaku anggota komisi pembimbing, yang meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Tak lupa ucapan terima kasih untuk teman-teman IPB Kemendag atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih terdalam untuk suamiku, Rakhmat Setyadi, SKom dan anakku tercinta, Naufal Zaki Rozan atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan serta orang tua dan adik-adikku yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis. Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Tinjauan Teori 9

Tinjauan Empiris 15

Kerangka Pemikiran Penelitian 17

Hipotesis Penelitian 18

3 METODE 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Analisis 19

Pengujian asumsi 25

Pengujian Parameter Model 26

Spesifikasi Model 27

Definisi Operasional 28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Aliran Perdagangan Impor Indonesia dari ASEAN-Korea dan Negara Asal

Impor Utama 29

Analisis Trade Creation dan Trade Diversion antara Indonesia dan

Negara-negara ASEAN-Korea 32

5 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Implikasi Kebijakan 37

Saran Penelitian Lanjutan 37

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 40

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea

Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$) 6

2 Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea

Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$) 7

3 Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian 19

4 Hasil estimasi koefisien parameter dengan GLS 34

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang

(persen) 4

2 Total Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Korea Selatan Tahun

1997 – 2012 (US$ Miliar) 5

3 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional dengan Penurunan Tarif 11

4 Trade Creation dan Trade Diversion 13

5 Kerangka Pemikiran Penelitian 18

6 Nilai Impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN-Korea (US$ Juta) 30 7 Nilai Impor Indonesia dari Empat Negara Asal Impor Utama (US$ Juta) 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Estimasi 40

(14)
(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar negara di dunia melakukan perdagangan dengan negara lain melalui organisasi perdagangan internasional yang memakai sistem perdagangan multilateral, yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO). Organisasi ini merupakan forum bagi pemerintah dalam menegosiasikan perjanjian perdagangan dengan tujuan untuk mencapai perdagangan bebas lintas global yang berdasarkan prinsip non-diskriminasi (Most Favoured Nation dan National Treatment). WTO dibentuk pada tahun 1995 setelah putaran uruguay sebagai pengganti General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Putaran uruguay merupakan putaran terakhir dan terbesar dari putaran GATT yang dimulai dari tahun 1986 hingga 1994. Namun demikian, putaran uruguay berjalan cukup lambat dalam menyelesaikan negosiasinya. Hal ini dapat dilihat dari hasil negosiasi yang gagal untuk dicapai pada saat pertemuan para menteri di Brussels, bulan Desember 1990 (WTO 2013a). Kegagalan ini memicu negara-negara anggota untuk membentuk kawasan perdagangan bebas dengan menandatangani perjanjian perdagangan bebas secara regional maupun bilateral dengan mengadopsi aturan-aturan WTO agar hambatan perdagangan dalam bentuk tarif dan non-tarif dapat dikurangi atau dihilangkan.

Kawasan perdagangan bebas menjadi aspek unggulan dalam mengatasi masalah yang dihadapi negara-negara anggota WTO, yang dapat dilihat dari jumlah Free Trade Area (FTA) yang terdaftar dalam GATT. Tahun 1990, terdapat 27 FTA yang terdaftar, dan mengalami kenaikan menjadi 575 FTA per tanggal 31 Juli 2013 yang tercatat oleh GATT/WTO. Sebanyak 379 FTA telah diberlakukan dan sisanya masih dalam tahap negosiasi (WTO 2013b). Perjanjian perdagangan bebas telah diatur dalam article XXIV GATT 1994 yang menjelaskan tentang keterkaitan antara WTO dan FTA.

Kawasan perdagangan bebas atau FTA merupakan salah satu bentuk integrasi ekonomi di dunia yang akan memberikan perlakukan khusus kepada negara mitra dagangnya dan mendiskriminasikan negara mitra dagang yang tidak masuk dalam FTA. FTA dapat berupa penetapan tarif dan non tarif yang lebih rendah bahkan tidak ada sama sekali. Dengan menurunkan atau menghilangkan hambatan perdagangan di antara anggota, FTA dapat meningkatkan alokasi sumber daya didalam kawasan dan meningkatkan pendapatan untuk negara-negara anggota. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Salvatore (1997) bahwa perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat didalamnya.

Bentuk kawasan perdagangan bebas yang telah ada diantaranya European Union (EU), the North America Free Trade Area (NAFTA), dan the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). EU terbentuk sebagai single market dengan 28 negara anggota dimana EU merupakan mitra dagang dunia yang utama. Dengan hanya 7 persen dari populasi dunia, perdagangan EU dengan dunia mencapai 20 persen dari ekspor dan impor global1. EU telah melakukan

(16)

2

kesepakatan dengan beberapa negara seperti Chile, Korea, Meksiko, dan Afrika Selatan dalam meningkatkan sektor perdagangannya.

NAFTA merupakan salah satu kawasan yang paling komprehensif dalam sejarah dan membuat perdagangan baru di antara negara-negara anggota. Melalui penghilangan hambatan tarif dan non tarif secara progresif, arus perdagangan bilateral antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko menjadi meningkat. Salah satu sektor yang menjadi perhatian adalah sektor pertanian, dimana konsumen dan produsen lokal akan terkena dampak dari perjanjian perdagangan bebas tersebut (Susanto et al 2007).

ASEAN merupakan organisasi yang dibentuk di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kemudian, Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999) ikut berpartisipasi menjadi negara anggota ASEAN. Tujuan didirikannya ASEAN yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, saling bekerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan bidang lainnya (ASEAN 2013).

Seiring dengan perubahan pertumbuhan ekonomi di dalam perdagangan internasional, ASEAN membuat komitmen untuk melakukan integrasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dengan membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992. Tujuan dari AFTA adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi untuk pasar dunia melalui liberalisasi perdagangan dan kerja sama ekonomi yang lebih dekat (Thangavelu, Chongvilaivan 2009). Liberalisasi perdagangan tersebut dilakukan dengan menghilangkan tarif dan non-tarif di dalam kawasan melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai prinsip dasar dari AFTA (Sulaiman 2009).

(17)

3 Dalam perkembangannya, hubungan kerjasama ASEAN tidak hanya dilakukan antar negara anggota ASEAN, tetapi juga melibatkan negara-negara diluar ASEAN yang disebut dengan negara-negara mitra dagang seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia dan New Zealand serta India. Bentuk kerjasama yang telah disepakati diantaranya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) (Departemen Perdagangan 2010b). ASEAN-China FTA merupakan salah satu contoh kerjasama ekonomi regional yang mewujudkan hasil win-win. ACFTA memberikan banyak kontribusi pada China dan negara-negara anggota ASEAN (Yin 2004).

ASEAN-Korea FTA merupakan bentuk kerjasama kedua dalam kerangka ASEAN Plus One setelah ACFTA. ASEAN dan Korea Selatan menandatangani the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation pada tahun 2005 dan kemudian menandatangani empat perjanjian lainnya yang membentuk instrumen hukum dalam pembentukan ASEAN-Korea FTA (AKFTA), salah satunya perjanjian perdagangan barang ASEAN-Korea FTA yang berlaku mulai tahun 2007 dan telah diimplementasi secara penuh pada tahun 2010. Pendirian AKFTA menciptakan kesempatan bagi 670 juta warga ASEAN dan Korea dengan PDB gabungan sebesar USD 2.9 triliun untuk lebih liberal, memfasilitasi akses pasar dan rezim investasi antar anggota AKFTA2. Tujuan dari pembentukan AKFTA adalah untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak AKFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Korea (Kementerian Perdagangan 2013).

Dalam mewujudkan tujuan dari pembentukan AKFTA, serangkaian tahapan telah dilakukan negara-negara anggota seperti Indonesia yang mengimplementasikan penggunaan Surat Keterangan Asal atau SKA form-AK dan penghapusan tarif bea masuk. Tahapan tersebut memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan PDB Riil Indonesia yang mengalami penurunan sebesar 0.3 persen dari tahun 2011 ke 2012 setelah mengalami kenaikan sebesar 0.3 persen dari tahun 2010 ke 2011 dengan perubahan inflasi dari 5.4 persen menjadi 4.3 persen serta penurunan pada neraca perdagangan sebesar 7.3 persen pada periode yang sama tahun 2011 ke 2012 (IMF 2013).

Perumusan Masalah

Transaksi perdagangan antara ASEAN dengan negara mitra dagang merupakan implikasi dari kerjasama yang terjalin antara negara-negara tersebut yang diwujudkan pada persentase total perdagangan pada Gambar 1 sebagai bentuk kegiatan perdagangan barang kedua negara tersebut. Semakin besar volume transaksi perdagangan suatu negara, baik ekspor maupun impor, maka dapat dikatakan tingkat keterbukaan negara tersebut semakin tinggi. Terlihat bahwa persentase total perdagangan ekspor dan impor ASEAN yang terbesar di

(18)

4

tahun 2013 adalah dengan Cina sebesar 14 persen, yang diikuti oleh Jepang sebesar 10 persen, Korea Selatan sebesar 5 persen, Australia dan India sebesar 3 persen, New Zealand sebesar 0.4 persen dan lainnya 65 persen.

Gambar 1 Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang (persen)

Sumber : ASEANStats, 2013

Persentase yang ditampilkan pada Gambar 1 mewakili perkembangan perdagangan ASEAN dengan negara mitra dagang dimana Korea Selatan menjadi negara mitra dagang ketiga setelah Cina dan Jepang. Hampir setiap tahun perdagangan ASEAN dan Korea mengalami peningkatan dimana total perdagangannya mencapai US$ 134 974.6 juta. Hal ini yang mendasari pemilihan ASEAN-Korea sebagai kawasan dalam penelitian ini.

Transaksi perdagangan ASEAN-Korea terjalin cukup intens, dimana ASEAN merupakan mitra dagang terbesar kedua Korea Selatan setelah Cina dengan menyumbang 12 persen dari total perdagangan Korea (USD 1 080 miliar)3 dan Korea Selatan merupakan mitra dagang keenam ASEAN setelah intra-ASEAN, Cina, Jepang, EU-28, dan Amerika Serikat. Tahun 2012, total perdagangan ASEAN terhadap Korea Selatan sebesar US$ 130.9 miliar, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Sedangkan nilai ekspor dan impornya sebesar US$ 54.9 miliar dan US$ 76 miliar serta total perdagangannya menyumbangkan 5.3 persen di tahun 2012 (ASEANstats 2013).

Dilihat dari sisi negara anggota ASEAN, Indonesia merupakan salah satu negara pelopor dibentuknya ASEAN dan negara berkembang yang sudah melakukan beberapa kerjasama dengan negara lain baik secara bilateral maupun regional/ multilateral. Total perdagangan Indonesia di ASEAN mencapai US$ 380.9 miliar di tahun 2011 dan US$ 381.7 miliar di tahun 2012 dengan perubahan dari tahun ke tahun sebesar 0.2 persen (ASEANstats 2013). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah total perdagangan yang berdampak

3 Sumber : www.aseankorea.org diakses tanggal 10 Oktober 2013

Australia 3%

Cina 14%

India 3%

Jepang 10%

Korea Selatan 5% New Zealand

0.4% Lainnya

(19)

5 pada perekonomian di Indonesia, yaitu meningkatnya kinerja perdagangan ekspor dan impor. Sedangkan total perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan sebesar US$ 29.39 miliar di tahun 2011 dan US$ 27.02 miliar di tahun 20124. Data tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan volume perdagangan di kedua negara.

Total perdagangan Indonesia yang meliputi ekspor dan impor dengan ASEAN dan Korea Selatan sebagaimana Gambar 2 menunjukkan bahwa perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN dan Korea Selatan mengalami perubahan yang signifikan setelah ASEAN-Korea FTA diberlakukan pada tahun 2007 dan diimplementasikan secara penuh tahun 2010. Dapat dilihat bahwa perdagangan antara Indonesia dengan Singapura dan Korea Selatan mempunyai pola perdagangan yang sama yaitu sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2011. Kemudian perdagangan antara Indonesia dengan Malaysia dan Thailand juga mempunyai pola perdagangan yang sama dan terus mengalami peningkatan pada nilai total perdagangan hingga 2012 walaupun sempat mengalami penurunan di tahun 2009. Sedangkan perdagangan antara Indonesia dengan Filipina dan Vietnam mengalami peningkatan hampir setiap tahunnya tetapi tidak signifikan. Dan perdagangan antara Indonesia dengan Brunei, Myanmar, Kamboja, dan Laos tidak terlalu mengalami perubahan pada nilai perdagangan yang cukup besar.

Sumber: WITS, 20135

Berdasarkan data yang diperoleh dari Trademap (2013), komoditi-komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan dapat dilihat pada

4 Sumber : www.trademap.org diakses tanggal 12 Oktober 2013 5 Sumber: www.wits.org diakses pada 20 Oktober 2013

Gambar 2 Total Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan Korea Selatan Tahun

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(20)

6

Tabel 1 dan komoditi-komoditi impor utama dari ASEAN dan Korea Selatan ke Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Ada dua jenis komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan yang sama yaitu bahan bakar mineral dengan nilai ekspor tertinggi yang masing-masing bernilai US$ 14 093 juta dan US$ 10 991 juta dan mesin/ peralatan listrik yang masing-masing bernilai US$ 3 662 juta dan US$ 382 juta di tahun 2012. Untuk komoditi-komoditi impor utama dari ASEAN dan Korea Selatan yang masuk dalam pasar Indonesia dengan jenis yang sama diantaranya bahan bakar mineral, mesin-mesin/ pesawat mekanik, mesin/ peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik, besi dan baja, serta benda-benda dari besi dan baja.

Tabel 1 menunjukkan bahwa total nilai komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dan Korea Selatan mengalami penurunan pada tahun 2011 ke 2012 dengan selisih US$ 809 juta dan US$ 1 339 juta. Tabel 2 memperlihatkan total nilai komoditi impor utama dari ASEAN mengalami peningkatan pada tahun 2011 Tabel 1 Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea

Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)

ASEAN Korea Selatan

302 497 886 Besi dan baja 156 249 149

(21)

7 ke 2012 sebesar US$ 2 554 juta sedangkan total nilai komoditi impor utama dari Korea Selatan mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012 sebesar US$ 1 029 juta.

Tabel 2 Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)

ASEAN Korea Selatan

Kapal laut 986 903 773 Benda-benda

dari besi dan

(22)

8

ketika suatu negara mengurangi atau menghilangkan tarifnya pada impor dari negara-negara anggota FTA dan jumlah impor dari negara-negara tersebut meningkat. Peningkatan ini memberikan manfaat berupa kesejahteraan yang lebih baik di suatu negara. Trade diversion terjadi ketika pembentukan FTA mendorong suatu negara, yang biasanya memberikan biaya rendah kepada negara di dunia, untuk mengganti pemasoknya kepada negara-negara anggota yang kurang kompetitif (kurang efisien). Pengalihan ini akan menghasilkan penambahan biaya dan dapat mengurangi pendapatan suatu negara.

Untuk mengantisipasi banyaknya produk impor yang masuk ke pasar Indonesia, pemerintah telah membuat suatu kebijakan yang berkenaan dengan tarif bea masuk dalam ASEAN-Korea FTA yang tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) No. 118/PMK.011/2012 tentang penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Korea Free Trade Area (FTA), peraturan menteri perdagangan (Permendag) No.59/M-DAG/PER/12/2010 tentang ketentuan penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal) untuk barang ekspor Indonesia, dan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Peraturan Menteri Keuangan telah disesuaikan dengan kesepakatan yang diperoleh saat AKFTA terbentuk.

Untuk mengetahui dampak FTA terhadap arus impor Indonesia setelah diberlakukan kerja sama ASEAN-Korea maka perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian yang mengidentifikasi dampak dimaksud. Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah apakah akan terjadi trade creation dan/ atau trade diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis terjadinya trade creation dan/ atau trade diversion di sektor perdagangan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN-Korea.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca mengenai dampak integrasi regional ASEAN-Korea FTA berupa trade creation atau trade diversion di sektor perdagangan Indonesia sesudah FTA diberlakukan serta diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan kredibilitas dari kinerja pemerintah dalam membuat suatu kebijakan perdagangan internasional. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah literatur tentang informasi perdagangan internasional.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

9 karena alasan ketersediaan data, dimaksudkan pula untuk melihat dampak integrasi regional sebelum kerja sama ASEAN-Korea diberlakukan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori

Liberalisasi Perdagangan

Secara umum, liberalisasi mengacu pada penggantian kontrol administratif dengan mekanisme alokatif berbasiskan pasar dan mensyaratkan hambatan untuk perusahaan baru yang memasuki pasar harus diangkat. Selama segala sesuatu yang masuk terkontrol, harga dan output tidak akan mencerminkan harga barang dan jasa (Gerber 2002).

Definisi lain mengenai liberalisasi perdagangan salah satunya dikemukakan oleh Shafaeddin (2005) dalam United Nation Conference on Trade and Development, bahwa liberalisasi perdagangan adalah setiap tindakan yang akan membuat rezim perdagangan yang lebih netral, lebih dekat dengan sistem perdagangan bebas dari intervensi pemerintah. Liberalisasi perdagangan telah menyebabkan perkembangan dan re-orientasi sektor industri sesuai dengan keunggulan komparatif statis, dengan pengecualian industri yang berada pada tingkat kedewasaan. Singkatnya, tidak ada keraguan bahwa liberalisasi perdagangan sangat penting ketika suatu industri mencapai tingkat kematangan tertentu, asalkan dilakukan secara selektif dan bertahap.

Peran liberalisasi perdagangan dapat dilihat dari fungsinya yang memfasilitasi dan mempromosikan globalisasi sebagai proses substansi dari berkembangnya teknologi dan ekonomi yang melihat pada keterbukaan dan keintegrasian di seluruh dunia ke dalam satu sistem ekonomi. Semenjak seluruh negara memerlukan perdagangan eksternal, dan negara-negara di Asia yang biasanya tergantung pada pertumbuhan ‘export-led’, hubungan perdagangan internasional dan negosiasi menyediakan tempat yang cocok untuk membawa tekanan yang dihadapi pemerintah dalam membuka perekonomiannya (Keet 1999).

Free Trade Area (FTA) dan Integrasi Ekonomi Regional

World Trade Organization (WTO) merupakan tempat bagi anggota pemerintah untuk menegosiasikan masalah hambatan perdagangan yang dialaminya dengan negara mitra dagang. WTO dibentuk pada tahun 1995 sebagai reformasi terbesar dalam perdagangan internasional setelah Perang Dunia ke-2. WTO juga merupakan bentuk terbaru sebagai upaya dalam mengatasi gagalnya pembentukan organisasi perdagangan internasional pada tahun 1948 menggantikan the General Agrement on Tariffs and Trade (GATT).

(24)

10

memfokuskan diri pada pengurangan tarif. Melalui putaran Tokyo (1973-1979), GATT berhasil menurunkan tarif secara progresif termasuk pemotongan bea cukai sebesar sepertiga-nya di sembilan pasar utama di dunia industri sehingga tarif rata-rata pada produk industri turun menjadi 4.7 persen. Akan tetapi untuk beberapa sektor lainnya, GATT tidak berhasil mengatasi masalah tersebut, sehingga anggota GATT terdorong untuk melakukan putaran lain yang disebut dengan putaran uruguay.

Putaran uruguay terjadi mulai tahun 1986 untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat putaran Tokyo, yaitu mencakup berbagai masalah yang berkenaan dengan kebijakan perdagangan. Pembicaraan dalam putaran uruguay meluas hingga ke sistem perdagangan yang dibagi ke dalam beberapa area terutama perdagangan jasa dan properti intelektual, dan mereformasi perdagangan di sektor-sektor sensitif seperti pertanian dan tekstil. Beberapa tahun kemudian, masalah tersebut tidak dapat pula diselesaikan hingga akhirnya WTO menggantikan GATT sebagai organisasi internasional dalam menyelesaikan hambatan perdagangan dan GATT menjadi payung perjanjian WTO untuk perdagangan barang. Cakupan yang menjadi lingkup WTO meliputi perdagangan barang, perdagangan jasa, properti intelektual dan sektor lainnya dengan prinsip dasar perdagangan tanpa diskriminasi, seperti Most Favoured Nation (MFN) dan National Treatment.

Ketidakberhasilan yang terjadi saat putaran Uruguay memicu negara-negara anggota untuk melakukan negosiasi secara regional maupun bilateral dengan tetap menggunakan aturan WTO sebagai payung perjanjian tersebut. Adapun aturan WTO yang dijadikan payung dalam membentuk kawasan perdagangan bebas (FTA) tercantum dalam pasal XXIV GATT 1994 yang menjelaskan tentang hubungan antara WTO dan FTA. Ketentuan yang ada dalam pasal XXIV dirancang untuk memungkinkan pembentukan FTA dan menjaga agar diskriminasi yang ada tidak merusak atau mempengaruhi sistem perdagangan multilateral (Matsushita 2010).

Negosiasi yang dilakukan negara-negara anggota WTO tersebut menyebabkan banyak terjadi kerja sama regional yang tercatat di WTO. Per 31 Juli 2013, ada 575 FTA yang telah dibentuk dengan rincian 379 FTA telah diberlakukan dan sisanya masih dalam negosiasi. Hal ini menyebabkan penyebaran kerja sama ekonomi regional semakin cepat. Beberapa bentuk kerja sama ekonomi regional yang telah terbentuk antara lain European Union (EU), North American Free Trade Area (NAFTA), dan the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Keberadaan kerja sama regional memberikan pengaruh terhadap negara anggota di dalamnya yaitu dalam menjaga persaingan secara global.

(25)

11 Pembentukan FTA merupakan upaya beberapa negara dalam melakukan integrasi ekonomi di dunia perdagangan internasional. Menurut Salvatore (1997), integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan komersial yang secara diskriminatif mengurangi atau bahkan menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya kepada para negara anggota kesepakatan. Kesepakatan penurunan atau penghapusan hambatan perdagangan hanya akan berlaku bagi negara-negara yang saling sepakat dan tidak berlaku atau diterapkan bagi negara-negara di luar itu.

Secara grafis kegiatan perdagangan internasional yang telah melakukan penurunan tarif sebagai konsekuensi dari pembentukan FTA dapat dijelaskan melalui Gambar 3.

Keterangan:

Pw : Harga dunia

Pw+t : Harga barang impor yang telah terkena tarif

Qa-Qb : Jumlah barang impor yang telah terkena tarif di Indonesia

Qa’-Qb’ : Jumlah barang impor yang telah terkena penurunan tarif di Indonesia

Pa : Harga barang impor di Indonesia yang telah terkena penurunan tarif Pb : Harga barang di ASEAN-Korea yang telah terkena penurunan tarif

Pw-t : Harga barang di pasar Internasional yang telah terkena penurunan tarif

Qc-Qd : Jumlah barang ekspor yang telah terkena tarif di ASEAN-Korea Qc’-Qd’ : Jumlah barang ekspor yang telah terkena penurunan tarif di

Indonesia

Gambar 3 menjelaskan bahwa harga dunia yang berlaku baik di pasar Indonesia, pasar internasional maupun pasar ASEAN-Korea adalah sebesar Pw. Ketika barang-barang yang berasal dari ASEAN-Korea ingin masuk ke pasar Indonesia, pemerintah Indonesia akan memberlakukan harga impor yang sudah dikenakan tarif sebesar Pw+t dan jumlah barang-barang impor tersebut sebesar Qa -Qb, serta jumlah barang-barang ekspor di ASEAN-Korea yang terkena tarif sebesar Qc-Qd. Untuk mengantisipasi diberlakukannya tarif pada barang-barang impor, kedua negara sepakat untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas

Pw

(26)

12

(FTA). Setelah FTA terbentuk, negara-negara anggota memberlakukan penurunan tarif sesuai kesepakatan terhadap barang-barang impor yang masuk ke negara-negaranya. Hal ini juga dilakukan Indonesia terhadap barang-barang impor yang beredar d pasar Indonesia. Jika tarif diturunkan oleh pemerintah Indonesia, maka hal ini akan berdampak pada jumlah barang-barang impor yang akan meningkat sebesar Qa’-Qb’ dan harga akan berubah dari Pw+t menjadi Pa. Kemudian, barang-barang ekspor di ASEAN-Korea juga akan meningkat sebesar Qc’-Qd’ dan harga barang-barang tersebut berubah dari Pw+t menjadi Pb.

Teori Trade Creation dan Trade Diversion

Pembentukan FTA dilakukan guna mengurangi hambatan perdagangan berupa pengurangan atau penghilangan tarif dan non-tarif. Upaya ini akan meningkatkan nilai perdagangan suatu negara dengan melihat sumber dari peningkatan perdagangan tersebut. Adapun dampak dari pembetukan FTA dapat berupa trade creation dan/ atau trade diversion yang dialami oleh negara-negara anggota. Menurut Viner (1950), trade creation terjadi ketika penurunan tarif impor dilakukan oleh negara mitra untuk menggantikan biaya produksi domestik yang tinggi, hal ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Di lain hal, trade diversion terjadi ketika penghilangan tarif menyebabkan perdagangan dialihkan dari negara ketiga ke negara mitra walaupun negara ketiga akan menjadi sumber biaya impor yang rendah dengan ketentuan mendapatkan perlakuan yang sama.

Dalam penelitian yang dilakukan Jin et al (2006), pembentukan FTA akan meningkatkan perdagangan barang dan jasa antar negara anggota dan meningkatkan kesempatan kerja di negara-negara tersebut. FTA memberikan dampak postif untuk negara-negara anggota termasuk trade creation yang didefinisikan sebagai peningkatan volume perdagangan di antara negara-negara anggota yang dihasilkan dari pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan dan dianggap mempunyai manfaat bagi negara-negara anggota dan mungkin juga bagi kesejahteraan dunia. Selain itu, FTA juga menyebabkan trade diversion dimana negara-negara anggota melakukan pergeseran sumber impor dari negara-negara non-anggota ke negara-negara anggota. Trade diversion bermanfaat bagi negara-negara anggota tapi memberikan dampak buruk bagi negara-negara non-anggota.

Penggambaran mengenai terjadinya trade creation dan trade diversion dapat dilihat melalui Gambar 4 yang menjelaskan tentang keadaan perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN-Korea dan empat negara pengimpor utama Indonesia dengan mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Clausing (2001).

(27)

13

jadi meningkat dan produksi domestik Indonesia menurun. Impor dari ASEAN-Korea menjadi meningkat, yang ditunjukkan dari jumlah CD. Permintaan konsumen domestik meningkat pada area FGHI, produsen domestik kehilangan area F, dan pendapatan tarif menurun pada area HL, dan secara keseluruhan dampak kesejahteraan menjadi berubah. Trade creation mengarah kepada keuntungan dari jumlah GI, tetapi trade diversion menyebabkan hilangnya area L, yaitu impor ASEAN-Korea menggantikan biaya impor rest of the world (empat negara pengimpor utama Indonesia) yang rendah.

Dalam prakteknya, jika ASEAN-Korea sudah menjadi produsen dengan biaya rendah sebelum FTA, tade creation akan menghasilkan keuntungan kesejahteraan sesuai dengan area GIKM, tanpa terjadi trade diversion. Jika pasokan ASEAN-Korea tidak kompetitif sebelum dilakukan penurunan tarif, dan jumlahnya kurang dari pasokan tariff inclusive rest of the world (empat pengimpor utama Indonesia) setelah FTA, hanya trade diversion yang akan terjadi, dengan kerugian pendapatan tarif sebesar HL dan tidak ada keuntungan yang didapat.

Teori Perdagangan Internasional

Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara atau lebih. Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran serta adanya perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut.

Teori - teori yang mendasari terjadinya perdagangan internasional diantaranya teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 melalui teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak

Output (Q)

Gambar 4 Trade Creation dan Trade Diversion Sumber : Clausing, 2001

(28)

14

memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan mutlak (absolute disadvantage) terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. Atau, suatu negara akan ekspor (impor) suatu jenis barang jika negara tersebut dapat (tidak dapat) membuatnya dengan biaya produksi lebih efisien atau dengan harga jual lebih murah dibandingkan negara lain. Jadi teori ini lebih menekankan kepada efisiensi dalam penggunaan input atau faktor produksi, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang menekankan pada keunggulan atau tingkat daya saing dari produk yang dihasilkan di dalam perdagangan internasional.

Teori lain yang juga mendasari terjadinya proses perdagangan internasional adalah teori yang dikemukakan oleh David Ricardo melalui teori klasik keunggulan komparatif (comparative advantage). Menurut Hady (2000), teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage). Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara.

Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Kemudian, berdasarkan analisis production comparative advantage dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang atau jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production comparative advantage atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah.

(29)

15 jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya (Salvatore 1997).

Kebijakan Perdagangan Internasional

Menurut Hady (2000), kebijakan perdagangan internasional diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung dan tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari/ ke negara tersebut. Adapun kebijakan perdagangan internasional diantaranya:

1. Kebijakan ekspor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu:

1) Kebijakan ekspor dalam negeri, berupa kebijakan perpajakan, fasilitas kredit perbankan yang murah, pemberian subsidi ekspor, dan sebagainya. 2) Kebijakan ekspor luar negeri, berupa pembentukan International Trade

Promotion Center (ITPC), pemanfaatan General System of Preferency (GSP), menjadi anggota Commodity Association of Producer seperti OPEC, dan sebagainya.

2. Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu:

1) Kebijakan tariff barrier, berupa pembebasan bea masuk/ tarif rendah antara 0% - 5% untuk bahan kebutuhan pokok vital seperti beras, mesin-mesin vital; tarif sedang antara > 5% - 20% untuk barang setengah jadi dan barang belum cukup diproduksi di dalam negeri; tarif tinggi diatas 20% untuk barang-barang mewah.

2) Kebijakan non tariff barrier, berupa pembatasan spesifik seperti larangan impor secara mutlak, pembatasan impor atau quota system; peraturan bea cukai; government participation; import charges.

Tinjauan Empiris

Menurut penelitian yang dilakukan Agbodji (2008), bentuk evaluasi terhadap trade creation dan trade diversion dapat dilakukan dengan menganalisis dampak individual economic dan monetary union pada intra-UEMOA (Economic and Monetary Union of West Africa). Ditunjukkan bahwa anggota dari common monetary area dan implementasi economic reform mempunyai dampak signifikan pada trade diversion di ekspor dan impor, dan tidak terjadi trade creation dengan menggunakan gravity model.

Penelitian lain yang juga menganalisis dampak dari FTA dilakukan oleh Jin et al (2006) yaitu pada China, Japan, South Korea FTA, dimana efek tersebut berdampak besar dalam menciptakan trade diversion antar negara anggota. Berdasarkan sumber endowment yang dimiliki masing-masing negara, dapat meningkatkan volume perdagangan melalui inter-industry trade berdasarkan prinsip comparative advantage dan analisisnya menggunakan model GTAP.

(30)

16

(European Union) dan lingkup penciptaan perdagangan terjadi pada jangka menengah. Perekonomian Morocco yang tergantung pada EU, cukup membantu dalam meningkatkan volume perdagangan diantara kedua negara. Dengan menggunakan analisis gravity model, terlihat bahwa tidak ada pengalihan perdagangan (trade diversion) antara Morocco dan EU.

Zidi dan Dhifallah (2013) melakukan analisis dampak yang akan terjadi pada arus perdagangan di Tunisia-EU FTA berupa terjadinya trade creation atau trade diversion. Gravity model digunakan dalam menguji variabel-variabel yang dipakai dengan rentang waktu dari tahun 1986-2010 dengan melibatkan 41 negara. Hasil yang didapat adalah tidak terjadi trade creation antara Tunisia-EU dan terjadi trade diversion pada ekspor yang dilakukan oleh Tunisia.

Akhter dan Ghani (2010) mengemukakan dalam penelitiannya yang berjudul “Regional Integration in South Asia : An Analysis of Trade Flows Using the Gravity Model” bahwa potensi untuk trade creation dapat terjadi bila Pakistan, India, dan Sri Langka menandatangani perjanjian perdagangan regional dan sebagian akan terjadi trade diversion untuk seluruh negara anggota SAFTA jika ikut menandatangani perjanjian perdagangan regional (SAARC). Penelitian ini menggunakan gravity model dalam menguji potensi perdagangan dan manfaat perdagangan bagi negara-negara di Asia Selatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad dan Yucer (2010) yaitu menganalisis dampak dari RTA terhadap arus perdagangan di Western Hemisphere menggunakan analisis pooled data dengan estimator Poisson Pseudo-Maximum Likelihood (PPML). Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh RTA mendorong perdagangan yang lebih besar kecuali LAIA dan NAFTA. Hal tersebut mengindikasikan bahwa RTA seperti ANDEAN dan CACM memungkinkan terjadinya trade creation diantara negara anggota dan berkontribusi di perdagangan dunia.

Nuroglu dan Dreca (2011) melakukan hal yang sama dengan meneliti arus perdagangan bilateral Bosnia dan Herzegovina dengan mitra dagangnya menggunakan gravity model. Terlihat bahwa total perdagangan sangat dipengaruhi oleh jarak, PDB per kapita dari Bosnia dan Herzegovina, serta PDB dan populasi dari mitra dagang. Untuk meningkatkan arus perdagangan tersebut, Bosnia dan Herzegovina perlu memusatkan perhatian pada perdagangan bilateral dengan negara tetangga yang tidak membutuhkan banyak biaya transportasi dan yang mempunyai persamaan budaya dan bahasa.

Penelitian Clausing (2001) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari liberalisasi tarif di CUSFTA dan menganalisis hasil dari peningkatan perdagangan antara Kanada dan Amerika Serikat sebagai hasil dari liberalisasi tarif berupa trade creation atau trade diversion. Ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan impor yang cukup signifikan dari Kanada dalam pertumbuhan impor Amerika Serikat dibandingkan dari sisa dunia (rest of the world). Akan terjadi trade diversion jika perdagangan barang dengan negara non-partner cukup liberal daripada perdagangan barang yang kurang liberal atau tidak liberal sama sekali.

(31)

17 untuk menguji kesesuaian model gravity untuk Regional Trade Area (RTA) yang diusulkan, dan mencari tahu dari implikasi kebijakan yang ada terhadap RTA yang diusulkan dan Multilateral Trade System. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa variabel biaya jarak perdagangan mempunyai efek yang signifikan terhadap arus perdagangan dan nilai koefisien dari perbedaan PDB per kapita yang tidak signifikan mengartikan bahwa ASEAN-China FTA tidak memiliki pola permintaan yang sama dan sektor manufaktur lebih memproduksi barang yang berbeda untuk setiap pasar. Hal ini membawa negara anggota ASEAN-China untuk memetakan kebijakan dan strateginya dalam mengkonvergensi tingkat pendapatan dengan manfaat maksimum sebagai harapan dari usulan FTA.

Yang dan Martinez-Zarzoso (2013) melakukan analisis tentang dampak trade creation dan trade diversion pada ekspor dalam kawasan ASEAN-China FTA (ACFTA) dari tahun 1995 – 2010 dengan menggunakan data panel. Data yang dipakai berupa data ekspor aggregate dan disaggregated untuk bahan mentah pertanian, barang-barang manufaktur dan produk kimia, juga peralatan mesin dan transport. Hasil yang diperoleh dari analisis ini yaitu secara keseluruhan ACFTA memberikan dampak trade creation bagi negara-negara anggotanya tetapi pengurangan dan penghapusan tarif untuk produk-rpoduk sensitif seperti produk pertanian masih belum dapat dilakukan dalam ACFTA. Untuk mendapatkan peningkatan dalam kerja sama regional, ACFTA perlu meningkatkan efisiensi produksi, persaingan produk dan penggantian struktur perdagangan.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Sebagian besar negara di dunia melakukan perdagangan dengan negara lain untuk mendapatkan manfaat bagi negaranya. Sistem perdagangan multilateral terpilih menjadi sebuah sistem yang digunakan oleh banyak negara dalam mengatasi hambatan perdagangan yang dihadapi. Wujud dari sistem perdagangan multilateral dituangkan dalam sebuah organisasi internasional yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO). WTO terbentuk sebagai hasil dari putaran Uruguay yang tidak mendapatkan kesepakatan dari negara-negara anggota dalam mengatasi hambatan perdagangan.

Sebagai bentuk tindak lanjut dari ketidakberhasilan putaran uruguay, negara-negara anggota melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan negara mitra dagang guna mendapatkan solusi terhadap hambatan perdagangan yang dihadapi dengan tetap menggunakan aturan-aturan WTO sebagai payung perjanjian.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota yang tergabung dalam WTO, membentuk beberapa kawasan perdagangan bebas dengan negara mitra dagang salah satunya kerja sama ASEAN-Korea. Pembentukan ASEAN-Korea FTA memberikan dampak terhadap arus perdagangan Indonesia terutama impor sebagai hasil dari kerja sama dalam FTA. Produk-produk impor yang masuk ke dalam pasar Indonesia telah banyak digunakan oleh konsumen domestik sehingga perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi peredaran barang-barang impor tersebut.

(32)

18

diversion terhadap arus perdagangan di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan panel data dengan model gravity sebagai alat analisis. Gambaran mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan:

yang akan diteliti

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini adalah:

1. PDB per kapita suatu negara dapat berhubungan positif dengan arus impor tetapi dapat pula berhubungan negatif dikarenakan kondisi ekonomi yang buruk dari negara mitra dagangnya.

Gambar 5 Kerangka Pemikiran Penelitian GATT

Ketidakberhasilan Putaran Uruguay

ASEAN-Korea Free Trade Area (FTA)

Hadirnya produk-produk impor sebagai hasil kerja sama ASEAN-Korea

Dampak ekonomi dari ASEAN-Korea FTA bagi arus perdagangan Indonesia terutama impor

Trade Creation Trade Diversion

Implikasi Kebijakan di Indonesia

Pembentukan WTO

Antisipasi negara-negara anggota dengan membentuk kawasan perdagangan bebas (FTA)

(33)

19 2. Biaya perdagangan antar negara dagang dengan proxy pada jarak

berhubungan negatif dengan arus impor.

3. Nilai tukar riil berpengaruh negatif pada arus impor antar negara dagang. 4. Dummy bahasa berhubungan positif terhadap arus impor.

5. Dummy kebijakan berpengaruh positif terhadap arus impor setelah pemberlakuan FTA.

3

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber, yaitu ASEANStat, World Integrated Trade Solution (WITS), World Bank (World Development Indicators, WDI 2012), International Monetary Fund (International Financial Statistics 2012), Trademap, CEPII, Kementerian Perdagangan dan sumber-sumber lainnya. Data yang dikumpulkan tersebut merupakan data panel dengan time series tahunan 1998 – 2012 dan cross section tiga belas negara yang terdiri dari sembilan negara anggota ASEAN-Korea, yaitu Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darusalam, Kamboja, Vietnam, Laos, Korea Selatan dan empat negara pengimpor utama Indonesia di tahun 2012 yaitu Cina, Jepang, Amerika Serikat, Australia. Jenis dan sumber data untuk bahan penelitian secara ringkas disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian

No. Data Sumber

1. Impor (Juta US$) WITS

2. PDB Riil Per Kapita (Juta US$) IFS dan World Bank

3. Nilai Tukar Riil WDI dan IFS

4. Jarak CEPII

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian menggunakan analisis data panel dengan model gravity. Analisis ekonometrika dengan regresi data panel gravitasi digunakan untuk melihat keterkaitan antara arus perdagangan dan perekonomian negara.

Analisis Data Panel

(34)

20

Keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) lebih baik dalam studi dynamics of adjustment; (iv) lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi oleh data cross section atau time series murni; dan (v) dapat digunakan untuk mengonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni (Baltagi 2005).

Namun demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Permasalahan tersebut antara lain: (i) relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah desain survei, pengumpulan dan manajemen data, di antaranya coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara; (ii) distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon, seperti pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain; (iii) masalah selektivitas, yakni selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survei lanjutan); dan (iv) cross section dependence yang dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (missleading inference).

Data Panel Statis

Data panel dapat didefinisikan sebagai observasi berulang pada setiap unit cross section yang sama, yang memiliki karakteristik di mana jumlah unit cross section lebih dari 1 (N>1) dan unit time series juga lebih dari satu (T>1). Jika unit cross section sama dengan 1 (N=1) dan unit time series banyak (T>1) maka dikenal dengan struktur data time series murni atau sebaliknya jika unit cross section banyak1 (N>1) dan unit time series sama dengan satu (T=1) maka dikenal dengan struktur data cross section murni.

Misalkan merupakan nilai peubah tak bebas (dependent variable), maka menyatakan unit cross section yang dapat berupa individu, rumah tangga, perusahaan, wilayah, negara atau yang lainnya ( = 1,2,…, ) dan menyatakan waktu dalam bulan, triwulan, tahun atau yang lainnya ( = 1,2,…, ). Jika menyatakan jumlah peubah penjelas (independent variable) yang masing-masing diberi indeks antara 1, 2,…,K maka notasi menyatakan nilai variabel penjelas ke-j untuk unit ke-i pada waktu ke-t. Untuk mempermudah dalam mengorganisir data panel maka dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

yi=

(35)

21 merupakan matriks berukuran NT x1 yang dapat diekspresikan sebagai:

=

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter dalam model regresi data panel statis, yakni pooled least square estimator (PLS), metode efek tetap (fixed effects model) dan metode efek random (random effects model). Metode yang paling sederhana digunakan adalah pooled least square (PLS) atau dikenal sebagai metode least square yang umumnya digunakan pada model cross section dan time series murni.

Dalam bentuk umum persamaan regresi data panel = + , maka

Sebagian aplikasi empiris data panel umumnya melibatkan memasukkan asumsi mengenai efek individu. Apabila (efek individu) pada persamaan (3.5) diperlakukan sebagai parameter tetap atau konstanta dan nilainya bervariasi untuk setiap individu ke-i (i= 1, 2,…, N), maka model ini disebut sebagai Fixed Effects Model (FEM). Pendekatan FEM mengasumsikan efek individu dan peubah penjelas (variabel bebas) memiliki korelasi atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep. Pada umumnya pendekatan FEM terjadi ketika jumlah individu N relatif kecil dan periode waktu T relatif besar. Secara umum persamaan FEM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

• Untuk one way error component model:

(36)

22

• Untuk two way error component model: yit= i+ t+X'

it + uit (3.8)

dengan asumsi bahwa uit~iid(o, u2).

Pendugaan parameter dalam metode FEM dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan PLS dilakukan dengan menggunakan data gabungan (pooled) antara N unit cross section dan T unit time series sehingga akan diperoleh NxT observasi. Untuk one way error component model dalam persamaan = + + dengan bersifat konstan untuk semua observasi atau = , maka estimasi parameter dapat diekspresikan sebagai:

=

Penggabungan data cross section dan time series akan meningkatkan derajad bebas, sehingga hasil estimasi akan lebih efisien, yakni dengan varian:

Namun demikian, pendekatan PLS memiliki kelemahan yakni menghasilkan dugaan parameter % yang bias. Parameter tersebut bias, karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.

b. Pendekatan Within Group (WG)

Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi bias pada metode PLS, menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Jika didefinisikan:

xit*=Xit-Xi Xi=1

(37)

23 kelemahan yakni menghasilkan varian yang lebih besar dari pendekatan PLS sehingga dugaan WG menjadi tidak efisien.

c. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV)

Pendekatan LSDV memiliki tujuan untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep melalui peubah dummy. Pendekatan ini dapat diilustrasikan dengan menambahkan peubah dummy &' = 1 dengan nilai ' = ke dalam persamaan (3.7) sehingga dapat dituliskan menjadi:

yit= 1d1it+ 2d2it+…+ NdNit+Xit' +uit (3.14) Dengan menggunakan metode OLS parameter dalam persamaan (3.14) dapat diestimasi sehingga diperoleh dugaan parameter ()*+. Kelebihan pendekatan LSDV adalah mampu menghasilkan dugaan parameter yang tidak bias dan efisien, meskipun memiliki kelemahan jika jumlah unit observasinya besar. Pengujian terhadap signifikansi dari intersep dapat dilakukan menggunakan uji F dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: 1 = 2 = ⋯ =

H1: minimal ada satu dari yang tidak sama

Hipotesis tersebut dapat digunakan untuk menguji penggunaan metode yang terbaik antara PLS dan LSDV. Statistik uji yang digunakan adalah:

F=RDV

RDV2 : koefisien determinasi LSDV Rp2 : koefisien determinasi LSDV k : jumlah variabel

Jika F-hitung > F-tabel maka keputusan untuk menolak H0 adalah signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu nilai dugaan koefisien dari yang tidak sama dan LSDV merupakan metode estimasi yang sesuai. Sebaliknya jika penolakan H0 tidak signifikan maka PLS merupakan metode yang lebih sesuai.

d. Pendekatan Two way Error Component Fixed Effect Model

Hal yang mendasari pendekatan Two Way Error Component FEM adalah adanya fakta bahwa fixed effects tidak hanya bersumber dari variasi antar individu tetapi juga berasal dari variasi antar waktu atau time effect. Model dasar yang digunakan adalah persamaan yit= i+ t+X'

it + uit dimana t merepresentasikan variasi antar waktu.

Dengan mengasumsikan pengaruh individu ( ) dan pengaruh waktu ( ) berbeda, maka dengan menambahkan peubah dummy sebanyak &. = 1 (. = ) dan &' = 1 (' = ) ke dalam persamaan yit= i+ t+X'

it + uit akan diperoleh persamaan:

(38)

24

Random Effect Model (REM)

Pendekatan REM muncul dengan asumsi efek individu # $ dan peubah bebas tidak memiliki korelasi atau diperlakukan sebagai parameter random. Asumsi tersebut membuat komponen eror dari efek individu maupun efek waktu dimasukkan ke dalam error. Pendekatan REM umumnya digunakan bila unit cross section N relatif besar dan unit time series T relatif kecil. Secara umum bentuk model REM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

One way error component model : y

it= i+X'it + uit+ i (3.17) • Two way error component model : y

it= i+ γt+X'it + uit+ i (3.18) Beberapa asumsi yang digunakan dalam REM adalah sebagai berikut:

E#uit| it$=0 (3.19)

E uit2| it = u2 (3.20)

E# it|xit$=0 (3.21)

E τit2|xit = T2 untuk semua i, t (3.22)

E uit j =0 untuk semua i, t, j (3.23)

E uitujs =0 untuk semua i j atau t s (3.24)

E τi j =0 untuk semua i j (3.25)

dimana:

i= i untuk one way error component model i= i+ t untuk two way error component model

Asumsi yang terpenting diantara semua asumsi dalam REM adalah nilai harapan dari 2 untuk setiap 3 adalah nol atau 4#3 2 $ = 0. Asumsi ini menjadi penting karena berguna untuk pemilihan metode yang sesuai apakah fixed atau random effects biasanya dihitung dengan metode Generalized Least Square (GLS). Penentuan ini dilakukan melalui pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan uji Hausman. Hipotesis dalam pengujian dirumuskan sebagai berikut :

H0 :E# it|xit$=0 atau REM adalah model yang tepat H1 :E# it|xit$ 0 atau FEM adalah model yang tepat

Dasar pengambilan keputusan yntuk menolak H

0 menggunakan statistik Hausman dan dibandingkan dengan nilai Chi square tabel. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H= REM- FEM ' MFEM- REM -1 REM- FEM ~x2(k) (3.26) dimana: M adalah matriks kovarians dan k adalah degrees of freedom. Jika nilai H > 2 tabel, keputusan untuk menolak H0 adalah signifikan, sehingga model yang digunakan adalah model fixed effects (FEM). Sebaliknya, jika keputusan menolak H0tidak signifikan maka penggunaan model REM lebih sesuai.

Gravity Model

(39)

25 antar dua negara i dan j dari sisi pendapatan, populasi dan biaya transportasi negara-negara tersebut.

Dalam gravity model sederhana, perdagangan antara negara i dan negara j bersifat proporsional terhadap ukuran ekonomi dan berbanding terbalik dengan jarak, yang menjadi proxy bagi biaya transportasi diantara kedua negara. Secara umum dapat digambarkan seperti berikut:

Xij=AYiYj

Dij (3.27)

dimana Xij adalah arus perdagangan antara negara i dan negara j. Yi adalah PDB untuk negara i dan Yj untuk negara j. Dij sebagai jarak geografis antara kedua negara, yang sering diukur menggunakan kalkulasi “great circle”.

Untuk melihat dampak dari kebijakan ekonomi dan beberapa masalah termasuk budaya, sejarah, faktor geografis pada perdagangan, para ekonom menggunakan bermacam-macam variabel dan indikator dalam gravity model, seperti hubungan kolonial, mata uang bersama, batas-batas, dan bahasa bersama. Diantara hal-hal tersebut, yang menjadi kunci utama dalam menganalisis dampak dari kebijakan perdagangan yaitu menggunakan variabel dummy seperti FTAij, untuk mengindikasikan keberadaan perjanjian perdagangan regional antara negara i dan negara j. Variabel dummy ini dapat pula mengestimasi efek trade creation dan trade diversion dan memberikan kontribusi penting dalam perjanjian tersebut.

Model yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa impor negara i dari negara j tergantung pada variabel gravity seperti GDP, GDP per kapita dan Jarak. Spesifikasi dasar dari persamaan gravity meliputi faktor-faktor dari negara pengimpor misal GDP dan GDP per kapita, faktor pemasok dari negara pengekspor misal GDP dan GDP per kapita, dan juga jarak geografis sebagai proxy untuk biaya transportasi.

Persamaan gravity sederhana secara umum dijelaskan sebagai berikut: ln Mijt= :+ ;ln<*=>?+ @ln<*=A?+ Bln Dij+ C>A? (3.28) dimana Mij adalah impor perdagangan antara negara i dan negara j. GDPit adalah PDB untuk negara i dan GDPjt untuk negara j dalam tahun ke-t. Dij sebagai jarak geografis antara kedua negara.

Pengujian asumsi

Dalam gravity model dari perdagangan bilateral, diperlukan pengujian asumsi pada data panel untuk mengetahui estimasi bias. Jika model yang terpilih berdasarkan uji Hausman adalah REM maka estimasi dari model diasumsikan best linier unbiased estimator (BLUE) dan tidak perlu dilakukan pengujian terhadap tiga asumsi utama model BLUE (multicolinierity, homoskedasticity, dan non-autocorelation). Hal ini dikarenakan dua alasan, yaitu: (i) sifat data panel adalah bebas dari gejala multikolinieritas; dan (ii) REM adalah model generalized least square (GLS), dan estimasi dengan menggunakan GLS secara otomatis sudah terbebas dari gejala autokorelasi, bahkan terbebas dari gejala heteroskedastisitas yang disebabkan variansi sisaannya konstan (Gujarati 2004).

(40)

26

a. Uji Heteroskedastisitas

Asumsi pertama yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE maka varian (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error memiliki varian yang sama. Kondisi itu disebut dengan homoskedastisitas. Apabila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode Breusch-Pagan Test. Jika nilai probabilitas (Prob>chi2) lebih besar dari (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Hipotesis dari uji heteroskedastisitas:

H0 : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas

Hipotesis nol akan ditolak bila (Prob>chi2) < atau nilai chi2 > nilai kritis t-tabel.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antara error masa yang lalu dengan error pada saat ini. Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan. Autokorelasi dapat memengaruhi efisiensi dari penduganya. Untuk melakukan uji autokorelasi pada data panel dapat menggunakan Wooldridge test. Jika nilai probabilitas (Prob>F) lebih besar dari (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Hipotesis dari uji autokorelasi:

H0 : tidak ada autokorelasi H1 : ada autokorelasi

Hipotesis nol akan ditolak bila (Prob>F) < .

Pengujian Parameter Model

Pengujian parameter model bertujuan untuk mengetahui kelayakan model dan apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis. Pengujian parameter meliputi koefisien determinasi (R2), uji koefisien regresi secara menyeluruh (F-test/uji F) dan uji koefisien regresi secara parsial (uji t).

a. Uji-F

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi atau parameter model secara menyeluruh/bersamaan. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai F observasi > F tabel atau nilai probabilitas F-statistic < taraf nyata ( ), maka keputusan menolak H0 signifikan. Dengan menolak H0 berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas.

b. Uji-t

Gambar

Gambar 1 Persentase Total Perdagangan ASEAN dengan Negara Mitra Dagang  (persen) Sumber : ASEANStats, 2013
Tabel 1 Komoditi-komoditi Ekspor Utama Indonesia ke ASEAN dan Korea  Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)
Tabel 2  Komoditi-komoditi Impor Utama Indonesia dari ASEAN dan Korea Selatan Tahun 2010-2012 (dalam Juta US$)
Gambar 3 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional dengan Penurunan Tarif Sumber : Salvatore, 1997
+6

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan sistem pembayaran secara umum masih tetap dapat memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi di Jawa Tengah meskipun mengalami penurunan bila dibandingkan

Semakin baik kepemimpinan transformasional yang dijalankan seorang pemimpin dan semakin tinggi self efficacy yang dimiliki oleh bawahan maka kinerja pegawai akan

Symbolic Precognitive Dream ditandai dengan informasi prekognitif yang abstrak yang pada umumnya tidak disadari hingga kejadian yang sebenarnya terjadi.Hal ini sulit

Sadardjoen (2010) menyarankan kepada para orang tua untuk “menormalkan” anak-anak stmewa n, untuk menumpulkan kemampuan s anak dengan cara member

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah diuraikan, terjawab bahwa hasil dari analisis secara parsial menunjukan bahwa variabel Reability (X1), variabel Responsiveness

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat ekspresi protein dan mRNA RNA2 penyandi coat protein (CP) virus viral nervous necrosis (VNN) yang dikendalikan oleh dua

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara- negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan

ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Jepang untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas