PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP
KINERJA REPRODUKSI TIKUS JANTAN
PADA USIA LEPAS SAPIH
NURUL CHOTIMAH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Nurul Chotimah
ABSTRAK
NURUL CHOTIMAH. Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.
Fitoestrogen merupakansenyawa yang dihasilkan oleh tanaman yang mempunyai sifat mirip dengan estrogen. Senyawa ini dapat ditemukan pada tempe. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan usia lepas sapih terhadap kinerja reproduksi. Sebanyak 18 ekor tikus jantan lepas sapih usia 21 hari dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi ekstrak tempe 0.5 g/ml/ekor/hari pada usia 21 sampai 48 hari. Parameter yang diamati meliputi bobot badan, bobot testis, jumlah spermatozoa, dan hormon reproduksi (testosteron dan estradiol). Pengambilan data dilakukan saat tikus berusia 28, 42, dan 56 hari. Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan t-test dengan selang kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil penelitian pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan usia 42 hari memberikan pengaruh berupa peningkatan bobot badan dan testis serta pada usia 28 hari memberikan pengaruh berupa penurunan rasio testosteron terhadap estradiol dan peningkatan rasio testosteron terhadap estradiol pada usia 42 hari.
Kata kunci: ekstrak tempe, fitoestrogen, lepas sapih, tikus jantan
ABSTRACT
NURUL CHOTIMAH. The role of tempe extract on reproductive performance of male rats in weaning age. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS
Phytoestrogen are substances in plants that have a similar structure to oestrogen. Phytoestrogen can be found in tempe. This study was conducted to investigate the role of tempe extract in reproduction performance of male rat weaning age. Eighteen male rats weaning age (21 days) were divided into 2 groups, control and treatment groups that were given a tempe extract 0.5 g/ml/day. Body weight, testicular weight, sperms quantity, testosterone, and estradiol concentration were measured. Data were collected at theage of 28, 42 and 56 days and was analyzed using t-test with 95% confidence interval (α=0.05). The results showed that tempe extract could increase body and testis weight of male rats aged 42 days and decrease ratio of testosterone to estradiol at aged 28 yet increased on 42 day.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP
KINERJA REPRODUKSI TIKUS JANTAN
PADA USIA LEPAS SAPIH
NURUL CHOTIMAH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih
Nama : Nurul Chotimah
NIM : B04100116
Disetujui oleh
Dr Dra Nastiti Kusumorini Pembimbing I
Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet (K) Wakil Dekan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah fitoestrogen, dengan judul Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Jantan pada Usia Lepas Sapih.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dra Nastiti Kusumorini dan Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof Drh Srihadi Agungpriyono, MSc, PhD, PAVet (K) selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi nasihat positif. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri, Ibu Ida, Pak Dikdik, dan Pak Gholib yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada ayahanda Maman Suhaman, ibunda Siti Rokhani serta seluruh keluarga tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Ghina Indriani, Retno Tegarsih, Roro Ambarwati, Erlanda Satria, dan Nur Hasreena yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, dan teman-teman Acromion khususnya Ardi, Gamma, Laras, Nunuy, Tri, Adis, Saras, Upeh, dan Upay.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Reproduksi Hewan Jantan 2
Tempe Sebagai Sumber Fitoestrogen 3
METODE PENELITIAN 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Alat dan Bahan 4
Persiapan Penelitian 4
Pelaksanaan Penelitian 4
Metode Pengambilan Data Reproduksi 5
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran 6
Analisis Statistik 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis, Bobot Badan, dan
Rasio Bobot Testis terhadap Bobot Badan 7
Peran Ekstrak Tempe terhadap Kadar hormon Testosteron,
Estradiol, dan Rasio Testosteron terhadap Estradiol 8 Peran Ekstrak Tempe terhadap Jumlah Spermatozoa 9
SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN 13
DAFTAR TABEL
1 Rataan bobot testis, bobot badan, dan rasio bobot testis terhadap bobot
badananak tikus usia 28, 42, dan 56 hari 7
2 Rataan kadar testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol anak tikususia 28, 42, dan 56 hari 8 3 Rataan jumlah spermatozoa anak tikususia 28, 42, dan 56 hari 9
DAFTAR GAMBAR
1 Pengelompokkan tikus kontrol dan perlakuan 5
2 Bagan pelaksanaan penelitian 5
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan pembuatan ekstrak tempe 13
2 Hasil analisis rataan bobot badan 14
3 Hasil analisis rataan bobot testis dan rasio bobot testis terhadap
bobot badan 15
4 Hasil analisis rataan kadar testosteron, estradiol, dan rasio
testosteron terhadap estradiol 17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Testis merupakan organ yang paling berperan dalam sistem reproduksi hewan jantan.Testis terdiri atas sel Sertoli yang berfungsi dalam produksi spermatozoa dan sel Leydig yang berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron (Saputra dan Dwisang 2010). Produksi hormon testosteron dan spermatozoa pada saat hewan baru lahir sangat sedikit karena perkembangan testis yang belum optimal. Sisk dan Zehr (2005) menyatakan bahwa perkembangan kinerja reproduksi tersebut dipengaruhi oleh kondisi hormonal pada usia prapubertas. Hormon yang paling berperan dalam perkembangan tersebut adalah testosteron. Selain testosteron, hormon lain yang turut berperan adalah estrogen (Hess 2003).
Pemberian estrogen atau komponen estrogen-like pada rodensia jantan yang baru lahir akan mengakibatkan terjadinya perubahan sekresi gonadotropin (Sharpe
et al. 1998; Atanassova et al. 2000). Pemberian estradiol benzoat dosis tunggal dengan konsentrasi tinggi pada tikus jantan berusia 1 hari dapat berefek panjang pada hypothalamic-pituitary-testis axis dan spermatogenesis berupa penurunan baik sekresi GnRH maupun respon pituitari terhadap GnRH (Pinilla et al. 1992). Selain itu, pemberian diethylstilbestrol yaitu estrogen sintesis pada tikus jantan yang baru lahir juga dapat memperlambat pembentukan barrier blood-testis yang akan berefek pada spermatogenesis (Toyama et al. 2001).
Komponen estrogen-like salah satunya dapat ditemukan dari bahan alami, yaitu fitoestrogen. Fitoestrogen adalah suatu substrat yang berasal dari tumbuhan yang memiliki aktivitas mirip estrogen dan memiliki banyak kesamaan dengan estradiol (Glover dan Assinder 2006). Fitoestrogen dapat berefek seperti estrogen pada dosis rendah namun sebaliknya, memiliki efek berlawanan dengan estrogen pada dosis tinggi (Sharma 2010). Tanaman yang dikenal mengandung banyak fitoestrogen adalah kacang kedelai. Fitoestrogen selain berasal dari tanaman kacang kedelai juga terdapat dalam produk olahannya, seperti tempe, tahu, tauco, dan kecap. Golongan fitoestrogen yang banyak terkandung di dalam kacang kedelai dan produk olahannya adalah isoflavon. Isoflavon terdiri atas genistein, diadzein, biochanin A, dan formonentin. Genistein dan diadzein merupakan dua komponen utama glikosida isoflavon dengan konsentrasi tinggi, yaitu masing-masing 26.8-120.5 mg/100 g dan 10.5-85 mg/100g berat kering di dalam kedelai atau produk olahannya (Widodo 2005).
2
jantan usia 21 hari sampai 48 hari dapat menyebabkan peningkatan hormon estrogen pada usia 42 hari. Selain itu, terjadi penundaan spermatogenesis serta peningkatan rasio hormon testosteron terhadap estrogen pada tikus usia 56 hari. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe pada tikus jantanusia lepas sapih untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja sistem reproduksi. Pemberian fitoestrogen pada tikus jantan usia lepas sapih diduga dapat mempengaruhi kondisi hormonal saat usia pubertas.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan usia lepas sapih terhadap kinerja reproduksi meliputi bobot testis, jumlah spermatozoa pada saat memasuki pubertas, serta kadar hormon reproduksi. Pemberian fitoestrogen pada tikus jantan usia lepas sapih diduga dapat mempengaruhi kondisi hormonal saat usia pubertas.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah gambaran tentang pengaruh pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi tikus jantan usia lepas sapih pada saat pubertas.
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi Hewan Jantan
Testis merupakan organ yang paling berperan dalam sistem reproduksi hewan jantan. Testis terdiri atas sel Sertoli yang berfungsi dalam produksi spermatozoa dan sel Leydig yang berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron (Saputra dan Dwisang 2010). Testosteron adalah hormon utama testis yang disintesis oleh sel Leydig dan juga terbentuk dari sekresi androstenedion oleh kelenjar adrenal. Testosteron berfungsi dalam membentuk dan mempertahankan sifat kelamin sekunder pada jantan dan mempertahankan spermatogenesis bersama dengan FSH (Ganong 1995). Testosteron juga berfungsi dalam menghambat produksi hormon gonadotropin (Saputra dan Dwisang 2010). Peningkatan hormon testosteron pada tikus jantan terjadi pada usia 40-50 hari dan terus meningkat maksimum pada usia 76 hari serta berangsur-angsur menurun pada usia 97 hari (Zanato et al. 1994).
3 Testosteron yang dihasilkan, sebagian kecil akan diubah menjadi estradiol (estrogen) oleh enzim aromatase (Ganong 1995). Estrogen merupakan hormon yang turut berperan dalam perkembangan reproduksi jantan.Reseptor estrogen banyak ditemukan di dalam testis, duktus efferen, dan epididimis (Hess 2003). Menurut O’Donnell et al. (2001), reseptor estrogen ditemukan menyebar di jaringan epitel duktus eferen testis tikus pada usia 10-12 hari menggunakan pewarnaan immunohistokimia.
Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen
Tempe adalah salah satu makanan tradisional khas Indonesia yang sudah lama dikenal selama berabad-abad silam (BSN 2012).Menurut SNI 3144: 2009 tentang tempe kedelai, tempe merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan, dan berbau khas tempe (BSN 2009). Yusa (2005) menambahkan bahwa miselium Rhizopus sp. akan mengikat keping-keping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat biji kedelai. Tempe mengandung zat gizi yang sangat berguna bagi tubuh, yaitu asam lemak, vitamin, mineral, dan antioksidan (BSN 2012). Selain itu, tempe juga mengandung senyawa fitoestrogen yaitu senyawa yang dihasilkan oleh tanaman yang mempunyai sifat mirip dengan estrogen. Senyawa ini banyak ditemukan pada tanaman terutama kacang-kacangan dan produk olahannya.
Pilsakova et al. (2010) menyatakan bahwa fitoestrogen terdiri atas lebih dari 100 molekul yang dikelompokkan menjadi, (1) isoflavon (genistein, daidzein, biochanin A, formonetin), (2) lignan (matairesinol, secoisolariciresinol diglukosida, (3) coumestan (coumestrol, 4-methoxycoumestrol), dan (4) stilben (resveratol). Isoflavon yang terdapat secara langsung dalam kacang kedelai memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahannya. Proses pengolahan kedelai membuat konsentrasi tersebut semakin menurun namun dapat meningkatkan kualitas senyawa tersebut. Genistein dan daidzein merupakan dua komponen utama glikosida isoflavon dengan konsentrasi tinggi yang terdapat di dalam kacang kedelai dan produk olahannya (Cederroth et al.2010). Menurut Widodo (2005), genistein memiliki konsentrasi sebesar 26.8-120.5 dan daidzein sebesar 10.5-85 mg dalam 100 g berat kering di dalam kedelai atau produk olahannya.
4
afinitas terhadap REβ lebih tinggi dibandingkan terhadap REα dan memiliki potensi untuk mengaktivasi jalur sinyal genom dan non genom estrogen. Isoflavon juga akan berinteraksi dengan metabolisme hormon steroid di dalam tubuh (Pilsakova et al. 2010).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Mei 2014.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah kandang tikus berbahan plastik dengan penutup kawat kasa, timbangan, spoit 3 ml, sonde lambung, tabung eppendorf, tabung reaksi, pipet tetes, mortar, sentrifuse, toples kaca, freezer, timbangan analitik, gelas ukur, botol ekstrak, pot organ, mikroskop, pipet leukosit, kamar hitung Neubauer chamber, dan peralatan bedah (pisau, alas, pinset, gunting). Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hewan coba (18 ekor tikus jantan
Rattus norvegicus), ekstrak tempe,larutan NaCl fisiologis 0.9%, larutan eter, kit komersial ELISA (Kit DRG Testosteron ELISA EIA 1559 dan Kit DRG Estradiol ELISA EIA 2693 produksi DRG Instruments GmbH, Jerman), dan akuades.
Persiapan Penelitian Hewan coba
Hewan coba yang digunakan pada penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan usia 21 hari (lepas sapih). Tikus dipelihara di Unit Pengelola Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan kandang berukuran 30x20x12 cm yang berbahan plastik dan berpenutup kawat kasa. Setiap kandang dialasi dengan sekam yang diganti secara periodik serta pemberian pakan dan air minum ad libitum.
Ekstrak tempe
Sumber fitoestrogen yang digunakan berasal dari tempe yang telah diekstrak di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Setiap 100 g ekstrak tempe mengandung 87.55 mg isoflavon yang terdiri atas 83.30 mg daidzein dan4.25 mg genistein.
Pelaksanaan Penelitian
5 kelompok berdasarkan usia, yaitu usia 28, 42, dan 56 hari masing-masing 3 ekor untuk pengambilan data reproduksi. Pengelompokkan tikus dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Pengelompokkan tikus kontrol dan perlakuan
Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan sonde lambung setiap hari selama 28 hari dimulai pada saat tikus berusia 21 hari sampai 48 hari. Sebanyak 3 ekor tikus jantan usia 28, 42, dan 56 hari dari masing-masing kelompok dinekropsi untuk diambil data tampilan reproduksi, meliputi bobot testis, jumlah spermatozoa, dan kadar hormon reproduksi (testosteron dan estrogen). Bagan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Pencekokan ekstrak tempe pada tikus jantan kelompok perlakuan selama 28 hari
21 28 42 48 56
Hari
Gambar 2 Bagan pelaksanaan penelitian
Metode Pengambilan Data Reproduksi
Pengambilan sampel darah secara intrakardial dilakukan pada tikus dari masing-masing kelompok kontrol dan perlakuan berusia 28, 42, dan 56 hari. Sampel darah diambil sebanyak 2-3 ml kemudian ditempatkan pada tabung reaksi dan dibiarkan selama kira-kira 1 jam, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Serum yang terbentuk dipisahkan ke dalam tabung ependorf dan disimpan di dalam freezer sampai dilakukan pengukuran kadar
Pengambilan data reproduksi, meliputi: Bobot basah testis, hormon reproduksi, dan
kehadiran (jumlah) spermatozoa. Tikus jantan usia lepas
sapih (21 hari): 18 ekor
Kontrol (K): 9 ekor
Usia 28 hari: 3 ekor
Usia 42 hari: 3 ekor
Usia 56 hari: 3 ekor
Perlakuan (P) dicekok ekstrak tempe 0.5 g/ekor/hari: 9 ekor
Usia 28 hari: 3 ekor
Usia 42 hari: 3 ekor
6
hormon reproduksinya. Tikus kemudian dinekropsi dengan membuka rongga perut untuk mencapai organ reproduksi. Cauda epididimis dipreparir dan diambil dari rongga perut untuk pengukuran jumlah spermatozoa. Testis kemudian dipreparir dan dikeluarkan dari rongga perut untuk penetapan bobot organ reproduksi.
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran Bobot Badan
Bobot badan tikus diukur sebelum dilakukan nekropsi dengan menggunakan timbangan. Tikus dimasukkan ke dalam timbangan dan bobot dinyatakan dalam satuan gram.
Bobot Testis
Testis yang telah dikeluarkan dari rongga perut kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik. Bobot testis yang didapat dinyatakan sebagai bobot basah testis dengan satuan gram.
Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi didapat dengan melakukan pengenceran spermatozoa pada cauda epididimis yang telah didapat dengan NaCl fisiologis 0.9%. Salah satu cauda epididimis dihancurkan di dalam mortar setelah diberi 1 ml NaCl fisiologis 0.9%, kemudian diambil menggunakan pipet leukosit sampai skala 1 dan ditambahkan dengan NaCl fisiologis 0.9% sampai skala 11, lalu diletakkan pada kamar hitung Neubauer-chamber dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. Jumlah spermatozoa pada sampel kemudian dihitung pada 4 kamar besar dimana setiap kamar memiliki volume ଵ
ସ mm 3
. Sehingga jumlah spermatozoa dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan: Faktor pengenceran= 10
Hormon Reproduksi (Estrogen dan Testosteron)
Pengukuran kadar testosteron dan estrogen pada serum teknik ELISA di Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Statistik
Hasil parameter yang telah dukur dinyatakan dalam rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan uji
independent sample t-test menggunakan program SPSS 21.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Ekstrak Tempe terhadap Bobot Testis, Bobot Badan, dan Rasio Bobot Testis terhadap Bobot Badan
Pengaruh pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari terhadap bobot testis, bobot badan, serta rasio bobot testis terhadap bobot badan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataanbobot testis, bobot badan, dan rasio bobot testis terhadap bobot badan anak tikususia 28, 42, dan 56 hari
Usia Kelompok Bobot testis (g) Bobot badan (g) Rasio bobot testis terhadap bobot badan 28 hari Kontrol 0.14±0.025 32.08±3.17 0.44±0.034
Perlakuan 0.14±0.045 31.35±4.19 0.43±0.103 42 hari Kontrol 0.30±0.095a 50.94±4.97a 0.59±0.157
Perlakuan 1.00±0.194b 102.17±1.42b 0.99±0.201 56 hari Kontrol 1.73±0.381 100.67±20.34 1.71±0.090
Perlakuan 1.86±0.212 118.04±26.33 1.61±0.259 a,b
Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji independent t test).
Hasil pengukuran bobot testis dan bobot badan pada tikus jantan usia 28 hari tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0.05) antara kelompok kontrol dan perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh pemberian ekstrak tempe yang belum terlalu lama sehingga belum berpengaruh terhadap bobot badan dan testis. Bobot testis dan bobot badan tikus usia 42 hari kelompok perlakuan lebih besar dan berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini terjadi diduga akibat pemberian ekstrak tempe yang sudah berlangsung selama 22 hari sehingga mempengaruhi peningkatan bobot badan dan testis.
Menurut Guyton dan Hall (1997), estrogen dapat memicu pertumbuhan yang berfungsi dalam metabolisme dan peningkatan deposit lemak dalam jaringan subkutan. Estrogen juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas osteoblastik sehingga mempercepat laju pertumbuhan. Pribadi (2012) menyatakan bahwa substansi yang mirip estrogen (purwoceng) dapat menyebabkan pertambahan bobot badan karena dapat mempengaruhi proliferasi sel. Menurut Serag El Din et al. (2011), pemberian kedelai matang sebanyak 0.05-0.15 mg/120 g BB pada tikus selama 3 bulan pertama dapat meningkatkan bobot dan diameter testis secara signifikan. Nagao et al. (2001) juga menambahkan bahwa pemberian genestin dengan dosis 12.5, 25, 50, dan 100 mg/kg pada tikus jantan usia 1 hari tidak menyebabkan kelainan perkembangan pada organ reproduksi. Sherrill et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian isoflavon kedelai dapat menstimulasi aktivitas proliferasi sel Leydig selama masa perkembangan.
8
dan perlakuan baik pada usia 28, 42, maupun 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan rasio bobot testis terhadap bobot badan.
Peran Ekstrak Tempe terhadap Hormon Testosteron, Estradiol, dan Rasio Testosteron terhadap Estradiol
Testosteron dan estradiol merupakan hormon reproduksi yang diukur dalam penelitian ini. Hormon tersebut berperan penting dalam perkembangan kinerja reproduksi hewan jantan. Testosteron dihasilkan oleh sel Leydig, sedangkan estradiol dibentuk dari sebagian testosteron oleh enzim aromatase yang terdapat di dalam testis (Ganong 1995; Saputra dan Dwisang 2010). Pengaruh ekstrak tempe terhadap testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan kadar testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari
Usia Kelompok Testosteron (pg/ml)
Estradiol (pg/ml)
Rasio testosteron terhadap estradiol (pg/ml) 28 hari Kontrol 520.67±184.538 6.24±1.064 81.91±14.95 a
Perlakuan 264.33±57.744 13.66±4.558 20.68±6.66b 42 hari Kontrol 669.00±102.587 9.73±4.409 75.58±25.00 b
Perlakuan 624.33±84.388 3.49±0.587 183.67±48.19 a 56 hari Kontrol 1696.67±209.096 6.71±4.994 339.60±179.33
Perlakuan 2014.33±859.594 9.56±6.701 294.82±266.14 a,b
Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji independent t test).
Hasil pengukuran kadar hormon testosteron dan estradiol tikus jantan usia 28 hari tidak berbeda nyata, namun kadar testosteron kelompok kontrol memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Hal berbeda didapatkan pada pengukuran estradiol kelompok kontrol yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Perbedaan inilah yang menyebabkan rasio testosteron terhadap estradiol tikus jantan usia 28 hari mengalami perbedaan yang nyata (p<0.05), yaitu rasio kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Hal ini diduga terjadi karena adanya hambatan kerja testosteron oleh fitoestrogen yang terkandung di dalam ekstrak tempe. Menurut Weber et al. (2001), pemberian fitoestrogen yang mengandung isoflavon sebanyak 600 µg pada tikus dewasa selama 5 minggu dapat menurunkan kadar testosteron plasma. Ohno et al. (2003) juga menyatakan bahwa pemberian genistein dengan dosis 40 mg/kg BB pada tikus usia lepas sapih dapat menurunkan kadar kortikosteron dan testosteron dalam serum.
9 bahwa pemberian genestin sebesar 250 mg/kg BB dapat menyebabkan penurunan aktivitas enzim aromatase testis dan peningkatan kadar testosteron dalam serum. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe diduga dapat menyebabkan optimalisasi kerja hormon testosteron. Hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) ditunjukkan pada nilai rataankadar testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol tikus jantan usia 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian fitoestrogen sejak usia lepas sapih dimungkinkan tidak berpengaruh secara nyata pada saat tikus berusia 56 hari.
Peran Ekstrak Tempe terhadap Jumlah Spermatozoa
Pengaruh pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari terhadap jumlah spermatozoa tikus jantan usia 28, 42, dan 56 hari dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Rataan jumlah spermatozoa anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari
Usia Kelompok Jumlah spermatozoa (x106)
28 hari Kontrol 0
Perlakuan 0
42 hari Kontrol 0
Perlakuan 0
56 hari Kontrol 3.99 ± 4.77
Perlakuan 10.74 ± 3.43 a,b
Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji independent t test).
Hasil pengambilan sperma dari cauda epididimis tikus usia 28 dan 42 hari baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan tidak menunjukkan adanya kehadiran spermatozoa. Hal ini dapat disebabkan oleh usia tikus yang masih prapubertas sehingga testis belum mampu untuk memproduksi spermatozoa. Produksi hormon FSH yang rendah saat usia prapubertas menyebabkan proses spermatogenesis oleh sel Sertoli belum terjadi sehingga spermatozoa belum dapat ditemukan dalam cauda epididimis. Spermatozoa dapat ditemukan di dalam cauda epididimis pada tikus usia 45-46 hari (Fox 2002). Menurut Robb et al. (1987), hanya sedikit spermatozoa yang ditemukan pada testis tikus jantan usia 45 hari dan baru akan diproduksi secara optimal pada usia 75 hari. Kehadiran sperma dapat ditemukan pada cauda epididimis tikus usia 56 hari. Rataan jumlah spermatozoa yang didapat dari tikus usia 56 hari pada kelompok perlakuan memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan oleh pemberian fitoestrogen pada kelompok perlakuan yang dapat menstimulasi pembentukan sperma. Tingginya rasio testosteron terhadap estradiol pada usia 42 hari dan kadar testosteron pada usia 56 hari diduga turut mempengaruhi tingginya jumlah spermatozoa pada tikus kelompok perlakuan usia 56 hari.
10
tepung kedelai kaya isoflavon dengan dosis isoflavon 1.5 mg/ekor/hari dapat meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan. Selain pada tikus jantan, ekstrak kedelai dengan dosis 260-780 mg/hari yang diberikan kepada mencit jantan selama 21 hari postpartus juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah spermatozoa (Sari 2007).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ml/ekor/hari pada tikus jantan usia lepas sapih yang dimulai dari usia 21 hingga 48 hari dapat menyebabkan peningkatan bobot badan dan testis pada usia 42 hari dan penurunan rasio testosteron terhadap estradiol pada usia 28 hari serta peningkatan rasio testosteron terhadap estradiol pada usia 42 hari.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sampai tikus memasuki usia pubertas untuk mengetahui pengaruh pemberian fitoestrogen sejak usia prapubertas terhadap perkembangan kinerja reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Akondi RB, Akula A, Challa SR. 2009. Influence of high phytoestrogen diet on rat male reproductive system. IJPT.Vol. 1: 1-20.
Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon. J Unpad. 41: 4
Atanassova N, McKinnell C, Turner KJ. 2000. Comparative effects of neonatal exposure of male rats to potent an weak (enviromental) estrogens on spermatogenesis at puberty and the relationship to adult testis size and fertility: Evidence for stimulatory effects of low estrogen levels. J Endocrinol. 141: 3898-3907.
Awoniyi CA, Roberts D, Chandrashekar V, Veeramachaneni DNR, Hurst BS, Tucker KE, Schlaff WD. 1997. Neonatal exposure to coumestrol, a phytoestrogen, does not alter spermatogenic potential in rats. J Endocrinol. 7: 337-341.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3144: 2009 Tempe Kedelai.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standar Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
11 Fox JG. 2002. Laboratory Animal Medicine Ed ke-2. New York (US): Academic
pr.
Fritz WA, Cotroneo MS, Wang J, Eltoum LE, Lamartiniere CA. 2003. Dietary diethylstilbestrol but not genistein adversly affects rat testicular development. J nutr. 133: 2287-2293.
Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusumah MD, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah MD, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Ed ke-17.
Glover A dan Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormon receptor expression. J Endocrinol.189: 565-573.
Griswold MD. 1998. The central role of Sertoli cells in spermatogenesis. Cell and Developmental Biology. 9: 411-416.
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan J, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta (ID): EGC.
Harris HA. 2007. Estrogen Receptor-ß: Recent Lessons from In Vivo Studies. Mol Endocrinol. 21: 1-13.
Hess RA. 2003. Estrogen in the Adult Male Reproductive Tract: a Review.
Reprod Biol Endocrinol. 1: 53.
Lucas TFG, Pimenta MT, Pisolato R, Lazari MFM, Porto CS. 2011. 17β-estradiol signalling and regulation of Sertoli cell function. Spermatogenesis. 1(4): 318-324.
Nagao T, Yoshimura S, Saito Y, Nakagomi M, Usumi K, Ono H. 2001. Reproductive effects in male and female rats of neonatal exposure to genistein.Reproductive Toxicology. 15(4): 399-411.
O'Donnell L, Robertson KM, Jones ME, Simpson ER. 2001. Estrogen and Spermatogenesis. Endocr Rev. 22: 289-318.
Ohno S, Nakajima Y, Inoue K, Nakazawa H, Nakajin S. 2003. Genistein administration decrease serum corticosterone and testosterone levels in rats.
Life Sci. 74(6): 733-42.
Pilsakova L, Riecansky L, Jagla F. 2010. The Physiological Actions of Isoflavone Phytoestrogens: a Review. Physiological Research.ISSN 1802-9973.
Pinilla L, Garnelo P, Gaytan F. 1992. Hypothalamic-pituitary function in neonatally oestrogen-treated male rats.J Endocrinol. 134: 279-286.
Puspitasari N. 2013. Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas terhadap Perkembangan Reproduksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pribadi WA. 2012. Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Robb GW, Amann R, Killian GJ. 1987. Daily sperm production and epididymal
sperm reserves of pubertal and adult rats. Journal ofReproduction and Fertility. 54: 103-107.
12
Sari OP. 2007. Pengaruh pemberian ekstrak kedelai dosis bertingkat terhadap jumlah spermatozoa mencit jantan strain balb/c [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Serag El Din OS, Batta H, Abd El Azim, Abd El Fattah N. 2011.Effect of soybean on fertility of male and female albino rats.Journal of American Science.7(6). Sharma AK. 2010. Role of Phytoestrogen in Treatment of Cancer: a Review.
International Journal of PharmaReasearch & Development.2(9).
Sharpe RM, Atanassova N, McKinnell C. 1998. Abnormalities in functional development of the Sertoli cells in rats treated neonatally with diethylstilbestrol: A possible role for estrogen in Sertoli cell development.
Biol Reprod. 59: 1084-1094.
Sherrill JD, Sparks M, Dennis J, Mansour M, Kemppainen BW, Bartol FF, Morrison EE, Akingbemi BT. 2010. Developmental exposures of male rats to soy isoflavones impact leydig cell differentiation. Biol Reprod. 83: 488-501.
Sisk CL dan Zehr JL. 2005. Pubertal hormones organize the adolescent brain and behavior. Frontiers in Neuroendocrinology 26:163–174.
Tanaka K, Sakai H, Hashizume M, Hirohata T. 2000. Serum testosteron:estradiol ratio and the development of hepatocellular carcinoma among male cirrhotic patients. American Association for Cancer Research.
Toyama Y, Ohkawa M, Oku R. 2001. Neonatally administered diethylstilbestrol retards the development of the blood-testis barrier in the rat. J Androl. 22: 413-423.
Weber KS, Setchell KD, Stocco DM, Lephart ED. 2001. Dietary soy-phytoestrogen decrease testosteron levels and prostate weight without altering LH, prostate 5alpha-reductase or testicular steroidogenic acute regulatory peptide levels in adult male Sprague-Dawley rats. J endo. 170(3). Widodo J. 2005. Isoflavon, makanan ajaib [Internet]. [Diunduh 2014 Februari 25].
Tersedia pada:http://www.pdpersi.co.id.
Yusa.2005. Sains Biologi untuk SMP Kelas III Semester 2. Bandung (ID): Grafindo.
13 Lampiran 1 Bagan pembuatan ekstrak tempe
Menjadi bentuk serbuk
Dilakukan freeze dryeruntuk pengeringan
Dimasukkan ke dalam rotavapor selama 2 hari dengan suhu 40 oC Disaring untuk mendapatkan filtratnya
Dibiarkan selama 24 jam
Dikocok menggunakan stirrerelektrik selama 2 jam agar homogen Diberi pelarut dengan perbandingan 1:3, yaitu 3 kg ekstrak tempe dengan 9
liter etanol 70%
14
Lampiran 2 Hasil analisis rataan bobot badan Group Statistics
Independent Samples Test Levene's
Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-Interval of the
Difference
-17.168 2.325 .002 -51.2300 2.98406 -62.4939 -39.9660
BB8mg
19.20714 -70.6942 35.96089
Equal
15 Lampiran 3 Hasil analisis rataan bobot testis dan rasio bobot testis terhadap bobot
badan a. Rataan bobot testis
Group Statistics
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. Interval of the
Difference
2.910 .012 -.7030000 .1249195 -1.10759
-.543 3.129 .624 -.1366667 .2517715 -.919489
16
b. Rataan rasio bobot testis terhadap bobot badan Group Statistics
Kelompok N Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
BTBB4mg 1 3 .443667 .0336430 .0194238
for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. Interval of the
17 Lampiran 4 Hasil analisis rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio
testosteron terhadap estradiol
a. Rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol tikus jantan usia 28 hari
Group Statistics
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Testosteron Equal variances assumed
6.476 .064 2.296 4 .083 256.333 111.637 -53.622 566.288
Equal variances not assumed
2.296 2.388 .128 256.333 111.637 -156.456 669.122
Estradiol
4 .052 -7.41667 2.70227 -14.91936 .08603
Equal
2.217 .099 -7.41667 2.70227 -18.01729 3.18395
Rasio
Equal variances assumed
3.443 .137 6.479 4 .003 61.2331333 9.4512572 34.9922367 87.4740300
Equal variances not assumed
18
b. Rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap estradiol tikus jantan usia 42 hari
Group Statistics
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
2.430 2.071 .131 6.24000 2.56812 -4.45565 16.93565
19 c. Rataan kadar hormon testosteron, estradiol, dan rasio testosteron terhadap
estradiol tikus jantan usia 56 hari
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Testosteron 1 3 1696.67 209.096 120.722
2 3 2014.33 859.594 496.287
Estradiol 1 3 6.7067 4.99392 2.88324
2 3 9.5667 6.70135 3.86903
Rasio 1 3 339.577400 179.3070597 103.5229792 2 3 294.816767 266.1380608 153.6548810
Independent Samples Test Levene's Test
for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
95% Confidence Interval of the Difference
5.756 .074 -.622 4 .568 -317.667 510.758 -1735.760 1100.426
Equal variances not assumed
-.622 2.236 .591 -317.667 510.758 -2307.416 1672.083
Estradi ol
Equal variances assumed
.482 .526 -.593 4 .585 -2.86000 4.82519 -16.25687 10.53687
Equal variances not assumed
-.593 3.698 .588 -2.86000 4.82519 -16.69997 10.97997
Rasio
Equal variances assumed
1.149 .344 .242 4 .821 44.7606333 185.2750109 -469.6452639
.242 3.505 .823 44.7606333 185.2750109 -499,5675217
20
Lampiran 5 Hasil analisis rataan jumlah spermatozoa tikus jantan usia 56 hari Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
spermatozoa 1 3 3991666.67 4777638.887 2758371.097 2 3 10741666.67 3426854.729 1978495.500
Independent Samples Test Levene's
Test for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Spermatozoa 56 hari
Equal variances assumed
.776 .428 -1.988
4 .118
-6750000.000
3394562.646 -16174816.842
2674816.842
Equal variances not assumed
-1.988
3.627 .125
-6750000.000
3394562.646 -16569407.759
21