• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKONOMI DAN KELEMBAGAAN ALIH FUNGSI

LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN

STUDI KASUS DI KABUPATEN BEKASI,

JAWA BARAT

APIATNO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

APIATNO

(4)
(5)

ABTRACT

APIATNO. Economic and institutional analysis conversion land from fram to non farm case study in Bekasi, WestJava. Regency. Supervised byEKA INTAN KUMALA PUTRI dan SAHAT SIMANJUNTAK.

(6)

RINGKASAN

APIATNO. Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan SAHAT SIMANJUNTAK.

Pembangunan Kabupaten Bekasi yang pesat mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian yang tinggi .Dampaknya PDRB sektor pertanian cenderung menurun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (1997-2002). Penelitian ini bertujuan : (1) Menganalisis laju konversi lahan (2) Menganalisis keterkaitan harga lahan dengan laju konversi lahan pertanian. (3) Menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal konversi lahan, (4) Analisis dampak konversi lahan terhadap produksi padi, pendapatan petani, dan ketahanan pangan. (5) Menganalisis peran kelembagaan tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten dalam mencegah laju konversi lahan pertanian.

Metode Analisis yang digunakan meliputi : analisis laju konversi lahan, analisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan. Hasil penelitian menunjukkan laju penyusutan lahan sawah di Kabupaten Bekasi tahun2001-2011yaitu -4,27 persen atau sebesar 3.674 hektar dengan rata-rata -0,43% per tahun dan alih fungsi lahan dimulai tahun 2003, terbesar terjadi di Kecamatan Cikarang Utara sebesar -4,20 per tahun, Kecamatan Serang Baru sebesar -1,99% per tahun, dan Kecamatan Tambun selatan sebesar -1,92% per tahun. Semakin meningkat nilai lahan pertanian menyebabkan petani tergiur untuk menjual lahan sawahnya. Faktor internal yang menyebabkan laju konversi lahan adalah pendapatan dan pendidikan, sedangkan Faktor eksternal adalah PDRB dan laju pertumbuhan penduduk. Konversi lahan berdampak pada menurunnya produksi padi dan pencetakan sawah baru tidak menjadi solusi. Pendapatan petani berkurang Rp. 2.780.000 per bulan. Kabupaten Bekasi akan kekurangan produksi beras sebesar 1.440 ton tahun 2018 jika terja dipenurunan konsumsi beras sebesar 1,5 persen. Kelembagaan yang ada tidak sinergi dari tingkat Makro, Meso dan Mikro.

(7)
(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

ANALISIS EKONOMI DAN KELEMBAGAAN ALIH FUNGSI

LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN

STUDI KASUS DI KABUPATEN BEKASI,

JAWA BARAT

APIATNO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

Judul Tesis : Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

Nama : Apiatno

NRP : H351100014

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri , M.Si Ketua

Ir. Sahat Simanjuntak , M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, dengan judul Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Bekasi, Jawa Barat

Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak. Sehubungan dengan hal tersebut maka perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sahat Simanjuntak, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran. 2. Bapak Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku Ketua Program Studi dan segenap dosen pengajar serta asisten pada program studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, atas bimbingan dan dukungannya.

3. Bapak Dr. (HC) H. Ahmad Heryawan, Lc selaku Gubernur Jawa Barat 2008-2013 dan 2013-2018 yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program studi ini.

4. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bekasi atas dukungan, bantuan dan ijin yang telah diberikan untuk pelaksanaan kegiatan studi ini. 5. Segenap staf Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang

telah membantu kelancaran penulis selama studi.

6. Rekan-rekan Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB, kelas khusus tahun 2011 atas bantuan, kerjasama dan dukungannya.

7. Kedua orangtua, mertua, istri dan anak-anakku serta kakak-kakak & adik-adik, yang tiada henti berdoa, motivasi dan dukungannya.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil dalam penyelesaian tulisan ini.

Tentunya tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, namun penulis berharap tulisan ini mampu memberikan setetes manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2015

(17)

ix

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Kampung Pekuning Desa Sukarahayu Kecamatan Tambelang Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan bapak Sudiro (alm) dan ibu syadiah (alm).

Pada tahun 1994 penulis lulus SMA Negeri Sukatani dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah di Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) Jatinangor Sumedang. Masuk Fakultas Manajemen Keuangan jurusan Perbankan, dan menyelesaikan studi S1 pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana IPB pada program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan diperoleh pada tahun 2011atas bantuan fasilitas dan dukungan dari bapak Dr. (HC) H. Ahmad Heryawan , Lc selaku Gubernur Jawa Barat 2008-2013 dan 2013-1018.

(18)

DAFTAR ISI

Pengertian Tanah, Tanah Pertanian, dan Lahan 10

Konversi Lahan 11

Fungsi Lahan Utama 13

Harga Lahan 14

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan 15

Dampak Konversi Lahan 16

Laju Konversi Lahan 17

Kelembagaan Lahan 17

3 KERANGKA PEMIKIRAN 21

4 METODE PENELITIAN 24

Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian 24

Jenis dan Sumber Data 24 4. Analisis Dampak Konversi Lahan Terhadap Produksi Padi,

Pendapatan Petani dan Ketahanan Pangan 32

5. Analisis Kelembagaan Konversi Lahan 32

5 GAMBARAN UMUM 33

Lokasi Penelitian 33

Peningkatan Penduduk dan Jumlah Industri 37

Laju Penyusutan Per Kecamatan di Kabupaten Bekasi 38

Karakteristik Responden 39

Tingkat Usia 40

Tingkat Pendidikan 40

Jumlah Tanggungan 41

(19)

ix

6 PEMBAHASAN 43

Analisis Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian 43

Analisis Keterkaitan Harga Lahan Terhadap Laju Konversi Lahan

Pertanian 44

Analisis FAktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Alih Fungsi

Lahan 46

Analisis Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan 48 Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi, Pendapatan

Petani , dan Ketahanan Pangan 51

Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi 51 Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Pendapatan Petani 53 Perkiraan Perubahan Luas Sawah dan Dampak Terhadap Ketahanan

Pangan di Kabupaten Bekasi 55

Analisis Kelembagaan Lahan Kabupaten Bekasi 56

Implikasi Kebijakan 64

7 SIMPULAN DAN SARAN 65

Simpulan 65

Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67

(20)
(21)

1

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Data yang diperlukan dalam penelitian 25

Tabel 2 Indikator pengukuran model regresi faktor-faktor internal 29 Tabel 3 Indikator pengukuran model regresi faktor-faktor eksternal 30

Tabel 4 Kebijakan Kelembagaan Lahan 32

Tabel 5 Peningkatan Penduduk Di Kabupaten Bekasi 37

Tabel 6 Peningkatan Jumlah Industri dan Tenaga Kerja Di Kabupaten bekasi 38 Tabel 7 Rata-rata Penyusutan Lahan Sawah Dari Tahun 2001-201

Per Kecamatan Di Kabupaten Bekasi 39

Tabel 8 Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bekasi 43 Tabel 9 Nilai dan Pengaruh Harga Terhadap Laju Konversi Lahan Di 3

Kecamatan Dengan Laju Konversi Tertinggi 44

Tabel 10 Time Series Nilai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

Pertanian 46

Tabel 11 Hasil Estimasi Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi

Perubahan Luas Lahan Sawah Kabupaten Bekasi 47

Tabel 12 Hasil Estimasi Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Petani

Dalam Mengkonversi Lahan Pertanian 49

Tabel 13 Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat

Alih Fungsi Lahan Sawah 52

Tabel 14 Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi Akibat

Pembukaan Lahan Sawah Baru 52

Tabel 15 Rata-rata Perubahan Pendapatan per Bulan Akibat Alih Fungsi

Lahan Sawah ke Non Petanian 52

Tabel 16 Luas Lahan dan Dampak Terhadap Ketahanan Pangan di

Kabupaten Bekasi dengan Konsumsi Beras Tetap 53

Tabel 17 Perkiraan Perubahan Luas Lahan dan Dampak Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bekasi dengan Konsumsi

Beras Perkapita Menurun 55

Tabel 18 Analisis Konflik Kelembagaan dalam Pengurangan Laju

(22)

2

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Dampak Konversi Lahan Terhadap Kesejahteraan Petani 22

Gambar 2 Kerangka Penelitian 23

Gambar 3 Perbandingan Tingkat Usia Responden 40

Gambar 4 Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden 41

Gambar 5 Perbandingan Jumlah Tanggungan Responden 41

Gambar 6 Perbandingan Pendapatan Responden 42

Gambar 7 Keterkaitan Harga Lahan dengan Laju Konversi Lahan 45

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian 69

Lampiran 2 Jumlah Penduduk di Kabupaten Bekasi 73

Lampiran 3 Jumlah Industri di Kabupaten Bekasi 74

Lampiran 4 Hasil Analisis Reggresi linier 75

Lampiran 5 Luas dan Penggunaan Lahan 80

Lampiran 6 Produksi Gabah Di Kabupaten Bekasi 82

Lampiran 7 Harga Gabah Kering Di Kabupaten Bekasi 83

Lampiran 8 Luas Lahan Pertanian Di Kabupaten Bekasi 84

(23)

3 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk yang terus meningkat di Indonesia berdampak terhadap kebutuhan lahan terutama untuk permukiman dan infrastruktur. Desakan kebutuhan tersebut berakibat terjadinya konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian. Suswono dalam Bustanul (2012) menyatakan, Saat ini laju konversi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektar per tahun, sementara itu pencetakan sawah baru hanya mencapai 40 ribu hektar per tahun.

Tingkat kebutuhan lahan untuk perumahan dan industri yang sangat cepat karena pertumbuhan penduduk yang meningkat kembali dalam lima tahun terakhir telah berkontribusi pada konversi lahan sawah sebesar 141 ribu hektar dalam 3 tahun pada periode 1999-2002 (Data Departemen Pertanian, 2005). Bahkan, estimasi lain tentang alih fungsi lahan selama sepuluh tahun terakhir telah mencapai 602,4 ribu hektar atau 60 ribu hektar per tahun (Data Badan Pertanahan Nasional, 2005). Walaupun konsistensi data dari berbagai sumber yang berbeda masih perlu diverifikasi kebenarannya, akan tetapi bukti kasat mata di lapangan telah banyak menujukkan laju konversi lahan sawah produktif menjadi kegunaan lain yang cukup pesat, mulai dari perumahan dan pemukiman, industri dan kebutuhan perkotaan lain, sampai lapangan golf, terutama di daerah penyangga kota-kota besar (Bustanul, 2012).

Ancaman nyata dari laju konversi lahan sawah produktif menjadi kegunaan lain adalah penurunan produksi pangan, terutama pangan pokok seperti beras. Produksi padi yang mencapai 65 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2011 (menurun 1,64 persen dibandingkan produksi tahun 2010) seharusnya menjadi bukti kuat bahwa penurunan produksi pangan ini telah berada pada lampu merah. Suka atau tidak suka, kinerja produksi beras sampai saat ini masih menjadi indikator ekonomi (dan politik) dalam mengevaluasi kinerja pemerintahan. Di tingkat akademik, para ahli sebenarnya telah sepakat bahwa kinerja ketahanan pangan jauh lebih bermakna dan lebih straregis dibandingkan hanya indikator produksi fisik semata (Bustanul, 2012).

(24)

4

di Jawa Barat pada saat ini sebesar 1,6% per tahun,dan jumlah penduduk Jawa Barat Tahun 2025 diperkirakan akan mencapai sebesar 52 jutajiwa. Konversi lahan pertanian ke non-pertanian cukup tinggi yaitu rata-rata 2% per tahunsehingga pada tahun 2025 luas lahan baku pertanian diperkirakan menjadi seluas725.000.1 Salah satu penyumbang laju konversi di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bekasi.

Pesatnya pembangunan kota metropolitan seperti Jakarta sering berdampak terhadap perluasan wilayah terutama untuk hunian di kota sekitarnya. Kabupaten Bekasi yang merupakan salah satu kota yang ada di pinggiran metropolitan Jakarta mendapatkan imbas dari kemajuan Ibu Kota Jakarta tersebut. Peningkatan ekonomi yang sangat pesat membawa kesejahteraan tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Bekasi yang hampir sebagian bekerja di Jakarta atau di industri-industri besar yang ada di Kabupaten Bekasi.

Perkembangan Kabupaten Bekasi yang cukup pesat membawa implikasi terjadinya konversi lahan pertanian yang cukup tinggi. Dalam kurunwaktu 10 tahun (1997-2002), lahan pertanian di Kabupaten Bekasi 127.388 hektare tahun 1997, saat ini tinggal sekitar 54.000 hektare (diolah dari laporan Dinas PertanianKabupaten Bekasi dalam Susilowati et al., 2000). Turunnya luas lahanpertanian tersebut diikuti oleh penurunan produksi padi yang cukup besar194.196 ton (24%), dari produksi 804.659 ton tahun 1992 menjadi 610.499 tontahun 2002 (diolah dari Kabupaten Bekasi dan Karawang dalam angka tahun 1992 dan tahun2002). Selain itu, dalam kurun waktu yang sama, pangsa sektor pertanianterhadap PDRB di Kabupaten cenderung terus menurun. Hal ini diperkirakanada kaitannya dengan konversi lahan pertanian.

Di sisi lain, penduduk yang bermatapencaharian pada sektor pertanianmasih cukup besar dan cenderung meningkat yaitu 12,99 persen tahun 1997dan 26,48 persen tahun 2003 (BPS Kabupaten Bekasi, 2004). Kondisi inicukup menghawatirkan masa depan petani dan mengancam ketersediaan pangan dan swasembadaberas. Melakukan konversi lahan harusnya lebih banyak memperhatikan kepada (1) kesesuaian dengan tataruang, (2) dampak dan manfaat ekonomi dan lingkungan dalam jangka panjang,dan (3) alternatif lain yang dapat

1

http://www.diperta.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/RENSTRA_FINAL.pdf“Rencana Strategis

(25)

5 ditempuh agar manfaatnya lebih besar daripada dampaknya (Pakpahan et al., 1993). Bahkan, menurut Pakpahan danAnwar (1989), masalah konversi lahan tidak hanya mencakup masalah teknisdan ekonomis, tetapi bersifat lebih luas seperti hukum, politik,dan lingkungan. Kurangnya penegakan hukum dan penerapan aturan yang lemah semakin mendorong terjadinya konversi lahan. Politik yang lebih berpihak kepada faktor ekonomi, mengakibatkan perlindungan lahan khususnya pertanian secara politik menjadi lemah.

Kabupaten Bekasi yangmerupakan sentra produksi pertanian potensial di Provinsi Jawa Barat akanmengalami konversi lahan pertanian yang cukup besar, diperkirakan akanberdampak terhadap perubahan kesejahteraan petani. Dengan demikian,penelitian dampak konversi lahan pertanian terhadap perubahan kesejahteraanpetani menjadi penting untuk dilakukan untuk memperkaya informasi yangberkaitan dengan konversi lahan pertanian.

Selama ini proses alih fungsi lahan telah menimbulkan berbagai konflik di masyarakat. Proses alih fungsi lahan, telah yang terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi, atau harga tersebut tidak memenuhi syarat sebagai Sufficient Statistik dalam alokasi sumberdaya tanah, artinya harga yang ada saat ini belum mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan tersebut. Sehingga harga yang di tetapkan dalam proses ini cenderung under valution. Menurut Winoto (1995), dalam menilai harga lahan atau sumber daya alam, harga yang ditetapkan seharusnya tidak hanya harga lahan dalam arti fisik saja tapi juga dikaitkan dengan fungsi tanah tersebut dalam arti luas, biologi, lingkungan dan lainnya, sehingga harga lahan tersebut seharusnya jauh lebih tinggi dari harga pasar.

(26)

6

proses alih fungsi lahan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan besarnya investasi yang telah dikeluarkan untuk menjadikan sawah seperti sekarang ini.

Proses alih fungsi lahan sawah, selain menghilangkan kesempatan memperoduksi padi dan aktifitas pertanian lainnya, juga makin mengurangi kesempatan usaha, yang pada gilirannya mengancam pendapatan rumah tangga petani. Menurut Schultink (2005) areal sawah di pantai utara Jawa menghidupi sekitar 60 persen penduduk wilayah ini. Pakpahan dan Anwar (1989) menyatakan bahwa permasalahan tersebut tidak hanya mencakup teknik dan produksi pertanian tetapi bersifat jauh lebih luas merambah ke permasalahan politik, hukum dan lingkungan, apalagi bila dikaitkan hubungan manusia dengan tanah yang dipandang sebagai sesuatu yang bersifat “Relio-Magis” atau sesuatu yang bersifat

sakral. Sehingga permasalahan yang terkait dengan alih fungsi lahan, harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Berkaitan dengan pengembangan wilayah, akibat proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, harus dilihat dalam konsep rakyat, waktu, ruang, biaya manfaat sosial serta distribusinya antar waktu, ruang dan kelompok masyarakat (Winoto, 1995).

Selain itu karena eratnya sifat hubungan manusia dengan lahan, Winoto (1995) melihat lahan sebagai sesuatu yang memberikan kesempatan kerja bagi semua warga. Disamping itu setiap komunitas memperoleh peluang untuk turut menikmati, bagaimanapun sedikitnya hasil lahan itu (Geertz, 1976). Lahan mempunyai fungsi sosial yang besar dalam kebudayaan masyarakat desa, hal itu tercermin dengan adanya kelembagaan sakap, sewa dan sejenisnya. Secara lebih gamblang Pakpahan dan Anwar (1989) mengungkapkan :

... kehidupan dipedesaan selaras dengan suasana lingkungan sawah dimana kebersamaan dalam bertani padi terkait dengan kebrsamaan dalam menggunakan air irigasi, mengendalikan hama, sambat sinambat dan seterusnya, yang merupakan pengalama sehar-hari. Suasana kebersamaan dalam sistem sawah inilah yangmembuat penduduk pedesaan terbiasa dengan learning by doing dalam memproduksi apa yang ekonom sebut public goods. Tatanan sosial seperti ini akan hilang bersama hilangnya sawah, dan ini akan mendatangkan masalah besar di masa datang.

(27)

7 karena berbagai pertimbangan alih fungsi lahan sawah sulit dihindari, maka dari itu kegiatan ini perlu dikendalikan sehingga kerugian yang diakibatkannya bisa diminimisasi. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan seserapa kebijakan antara lain :

- Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri.

- Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Pembangunan Kawasan Industri. - Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Perusahaan.

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

- Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-2261 Tanggal 22 Juli 1994 perihal Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non Pertanian

Walaupun sudah ada beberapa kebijakan di atas, kegiatan alih fungsi lahan pada kawasan yang dilindungi, terutama sawah irigasi, tetap terjadi. Hasil penelitian Sumaryanto, dkk (1995) menunjukan bahwa proses alihfungsi lahan cenderung dilakukan tanpa suatu sistem perencanaan yang baik, dan terkesan akal-akalan, hal itu terlihat dari praktek penelantaran sarana irigasi yang dilakukan pemilik lahan agar dapat dilakukan alih fungsi. Selain itu penelantaran yang dilakukan investor pengembang pemukiman dan mempermainkan masyarakat merupakan salah satu upaya mendongkrak harga lahan. Biasanya investor membebaskan lahan dengan harga yang murah dan membiarkannya dalam waktu yang lama, sampai harga lahan meningkat baru dibangun perumahan atau uasaha lain dengan harga jual yang mahal.

(28)

8

mempertahankan Jawa sebagai wilayah pertanian, khususnya penghasil beras, harus diimbangi dengan kebijaksanaan pengaturan alih fungsi lahan pertanian yang kondusif dengan tujuan pembanguanan nasional, tanpa harus mengorbankan perkembangan sektor industri dan jasa. Untuk itu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah perlu didukung oleh perangkat-perangkat kebijaksanaan yang menjamin kesejahteraan petani yang tetap mengusahakan lahannya untuk tujuan pertanian (Winoto dan Schultink, 1996). Oleh karena itu penelitian ini nantinya akan mengkaji secara ekonomi dan kelembagaan tentang alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi.

Perumusan Masalah

Keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas secara

ekonomi, sosial, dan lingkungan.Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat

dikonversi ke penggunaan non pertanian akan mengurangi manfaat lahan tersebut.

Dalam kelompok besar, manfaat lahan sawah dapat dibagi menjadi dua kategori.

Pertama, nilai penggunaan yang biasa pula disebut sebagai use values atau

personaluse values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan usaha tani yang

dilakukan dilahan sawah. Kedua, manfaat bawaan atau intrinsic values, yaitu

berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan

tujuan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh pemilik lahan. Salah satu

dampak konversi lahan sawah yang sering menjadi sorotan masyarakat luas

adalah terganggunya ketahanan pangan. Dalam kaitan ini dampak konversi lahan

sawah terhadap masalah pangan lebih merugikan dibanding dampak faktor

lainnya seperti kekeringan, banjir,dan serangan hama/penyakit. Berbagai hasil

penelitian Badan Litbang Pertanian menunjukkan bahwa seluruh manfaat lahan

sawah tersebut di atas bernilai sekitar Rp,37,5 juta – Rp, 39,6 juta per hektar per tahun. Dengan luas konversi sawah sekitar 188.000 hektar per tahun maka nilai

manfaat yang hilang akibat konversi lahan sawah mencapai Rp 8,67 triliun per

tahun atau setara dengan 3,05% APBN tahun 2000-2002. Lebih dari 60% nilai

(29)

9 yang hilanga kibat konversi lahan sawah merupakan manfaat yang dapat

dinikmati oleh masyarakat luas.2

Alih fungsi lahan sawah, secara ekonomi merupakan proses rasional yang dilakukan petani, di tengah makin menyempitnya penguasaan lahan dan tidak memadainya hasil dari kegiatan usaha tani yang dilaksanakan di atasnya serta desakan sektor industri dan jasa di sekelilingnya. Karenanya luasan lahan sawah yang mengalami alih fungsi setiap tahunnya terus bertambah walaupun pemerintah melalui beberapa kebijakannya telah berupaya menekan laju alih fungsi lahan ini. Saat ini laju konversi salah untuk Kabupaten Bekasi mutlak harus diketahui, hal ini dimaksudkan agar pembangunan yang dilakukan tetap memperhatikan lahan pertanian yang ada untuk dapat terus mensupply sumber pangan.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum sepenuhnya terkait dengan penyebab dari alih fungsi lahan tersebut, dalam hal ini faktor internal petani dan keadaan di sekitarnya. Bagi petani, peraturan yang dikeluarkan pemerintah belum memberikan insentif kepada mereka untuk tetap mempertahankan lahan sawahnya, atau kebijakan yang ada belum memberikan rasa “aman” pada petani untuk tetap berusaha di atas tanah sawah yang dimilikinya, karena luas lahan yang dikuasainya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Besarnya pengaruh harga lahan terhadap laju konversi ini juga perlu diketahui, karena semakin tinggi harga lahan akan berdampak semakin mudahnya petani melepas lahan pertanian yang dimilikinya.

Sementara itu pada sisi lain dari peraturan ini, belum terlihat dengan jelas “disinsentif” bagi pihak-pihak yang akan melakukan alih fungsi lahan sawah. Kegiatan alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain dengan mudah dapat dilaksanakan, asalkan sudah dilaksanakan proses jual beli sesuai aturan yang berlaku. Dalam kenyataannya ganti rugi yang diterima petani belum mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan, karena hal itu baru memperhitungkan aspek kesuburan dan aksesibilitas, aspek lain dari keberadaan lahan sawah, perlu dilakukan untuk dijadikan dasar dalam menentukan nilai sebenarnya dari lahan. Oleh karena itu pengkajian faktor-faktor yang mempengaruhi laju konversi perlu

2http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr276054.pdf

(30)

10

dilakukan, adanya kajian faktor-faktor tersebut diharapkan penyebab terjadinya konversi lahan pertanian dapat ditekan.

Selain itu tidak adanya kejelasan batas-batas lahan sawah yang tidak boleh dialih fungsikan, serta belum efektifnya mekanisme kontrol yang melibatkan semua pihak yang terkait dengan penggunaan lahan menyebabkan alih fungsi lahan mudah terjadi. Menyerahkan sepenuhnya kontrol dari proses ini kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), akan menimbulkan berbagai permasalahan dilapangan, terutama karena berbagai keterbatasan BPN. Untuk itu melibatkan secara aktif mayarakat dalam proses ini akan banyak membantu, terutama untuk alih fungsi lahan sawah yang bersifat sporadis atau dilakukan oleh masyarakat secara sendiri-sendiri. Adanya kelembagaan yang baik ditingkat lokal, provinsi, dan nasional sangat membantu pencegahan terjadinya konversi lahan. Penelitian ini juga mengkaji keterkaitan kelembagaan dengan laju konversi lahan, dengan cara mengkaji kelemahan yang ada sehingga konversi lahan pertanian terus terjadi.

Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat diambil pertanyaan penelitian yang terkait alih fungsi lahan yang terjadi, yaitu:

1. Bagaimana laju konversi lahan di Kabupaten Bekasi?

2. Bagaimana keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani secara eksternal dan

internal yang mendorong terjadinya konversi lahan yang dimiliki?

4. Bagaimana dampak konversi lahan terhadap produksi padi, pendapatan petani, dan ketahanan pangan?

5. Bagaimana kelembagaan yang ada baik dalam tingkatan nasional, provinsi, maupun daerah dalam mencegah laju konversi lahan pertanian?

Tujuan Penelitian

(31)

11 penelitian yang spesifik yang diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada nantinya. Adapun tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis Laju konversi lahan di Kabupaten Bekasi

2. Menganalisis keterkaitan harga lahan dengan laju konversi lahan pertanian. 3. Menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi petani

untuk mengkonversi lahan yang dimiliki.

4. Menganalisis dampak perubahan lahan terhadap produksi gabah, pendapatan petani, dan ketahanan pangan.

5. Menganalisis peran kelembagaan yang ada baik tingkatan nasional, provinsi, maupun kabupaten dalam mencegah laju konversi lahan pertanian.

Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti, penelitian ini memberikan informasi mengenai kondisi laju konversi lahan yang terjadi Kabupaten Bekasi dan melengkapi khasanah keilmuan yang telah ada.

2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi informasi sebagai acuan dalam penyusunan program dan kebijakan dalam penanganan laju konversi lahan pertanian.

4. Bagi Masyarakat, dan kalangan industri penelitian ini dapat sebagai informasi bahwa laju konversi lahan akan memberikan dampak negative terutama menyangkut kebutuhan pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Demi fokusnya penelitian terhadap hal-hal yang ingin diketahui, maka disusulah ruang lingkup penelitian. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini akan mengambil sampel di tiga kecamatan yang memiliki laju

konversi lahan tertinggi di Kabupaten Bekasi.

(32)

12

3. Lahan yang menjadi objek penelitian adalah lahan pertanian aktif, sehingga dapat diketahui trade off yang terjadi antara lahan pertanian dengan pemanfaatan non pertanian pada saat adanya konversi lahan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Tanah, Tanah Pertanian, dan Lahan

Istilah tanah memiliki arti yang sangat luas, untuk itu diperlukan batasan-batasannya. Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang PokokAgraria Nomor 5 Tahun 1960, batasan resmi mengenai tanah adalahsebagai berikut :

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) di atas, maka yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi. Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar(Harsono. B, 2005)

Dalam Pasal 4 ayat 1 di atas istilah “menguasai” bukan berarti memiliki, namun mempunyai arti sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia, dimana Negara diberikan wewenang untuk mengatur segala sesuatu yang berkenaandengan tanah. Pemerintah sebagai wakil negara dapat mengaturperuntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa termasuk di dalamnya juga mengenai tanah(Sudargo, et all 1997).

Pengertian tanah selain dijumpai di dalam UUPA dapat dilihat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), yang dimaksud dengan tanah adalah : 1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada di atas;

2. Keadaan bumi di suatu tempat; 3. Permukaan bumi yang diberi batas;

(33)

13 Sedangkan menurut Jayadinata (1999) bahwa tanah berarti bumi, sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukan dan umunya ada pemiliknya. Sedangkan luas lahan dipengaruhi oleh pendapatan individu.

Dalam Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak diberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan tanah pertanian. Berhubung dengan itu dalam Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal 5 Januari 1961 No. Sekra 9/ 1/ 12 tentang Pengertian Tanah Pertanian , diberikan penjelasan sebagai berikut :

“tanah pertanian” merupakan juga semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan perusahaan. Bila atas sebidang tanah berdiri rumah tempat tinggal seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa luas bagian yang dianggap halaman

rumah dan berapa yang merupakan tanah pertanian”.

(Harsono. B, 2005)

Konversi Lahan

Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Utomo et al, 1992). Dalam ekonomi lahan, perubahan penggunaan lahan terkait erat dengan surplus lahan (land rent) yang dapat diartikan nilai keuntungan bersih (surplus) dari aktifitas pemanfaatan lahan persatuan luas dalam waktu tertentu (Suparmoko 1989). Penggunaan lahan merupakan gambaran ekspresi keinginan masyarakat setempat terhadap lahannya. Penggunaan lahan (land use) suatu wilayah merupakan gambaran kondisi permintaan lahan di wilayah tersebut.

(34)

14

Departemen Pertanian (Dirjen PLA 2005) menunjukan, bahwa sekitar 187.720 hektar lahan sawah beralih fungsi kepenggunaan lain setiap tahunnya.

Perubahan penggunaan lahan merupakan gambaran perubahan tata ruang suatu wilayah, oleh karena itu penataan penggunaan lahan merupakan bagian dari penataan ruang, yang sekaligus merupakan bagian dari perencanaan pengembangan wilayah. Perubahan penggunaan lahan akan berpengaruh terhadapap perubahan kondisi social ekonomi. Demikian juga sebaliknya perubahan struktur social ekonomi penduduk, akan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan.

Semakin besar lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non pertanian serta akibat bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita yang didorong oleh kenaikan pendapatan rumah tangga petani maka kebutuhan akan beras semakin meningkat. Untuk mengimbangani peningkatan kebutuhan beras tersebut, maka produksi beras nasional harus meningkat secara signifikan dalam ranggka memenuhi kecukupan pangan.

Namun berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan produksi beras akhir-akhir ini justru mengalami penurunan (irawan et al.2003). perlambatan laju pertumbuhan produksi beras terutama disebabkan banyak konversi lahan sawah dan perlambatan produktifitas padi akibat belum adanya terobosan teknologi yang mampu meningkatkan produktifitas padi secara signifikan. Hal ini tentunya mengakibatkan semakin berat usaha dalam memenuhi kebutuhan, selanjutnya mengancam ketahanan pangan.

Secara empiris lahan sawah merupakan lahan yang paling rentan terhadap alih fungsi. Hal ini disebabkan oleh; pertama pembangunan kegiatan non pertanian lebih mudah dilakukan pada lahan sawah yang relative datar disbanding lahan kering, kedua infrastruktur ekonomi lebih memadai, dan ketiga lahan persawahan lebih dekat kedaerah konsumen atau daerah kota yang lebih padat penduduknya (Nasoetion 2003)

(35)

15 mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah, sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan, yang selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan sawah yang dimilikinya.

Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dijelaskan bahwa konversi lahan dipengaruhi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor pada aras makro yang meliputi perubahan industry, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan kemiskinan ekonomi.

2. Faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga), dan strategi bertahan hidup rumah tangga.

Fungsi Utama Lahan

Menurut Utomo et al. (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan, memiliki dua fungsi dasar, yaitu:

1. Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan, perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain.

2. Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.

(36)

16

1. Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasar bebas.

2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.

Pernyataan pada paragrap sebelumnya memberikan kesimpulan bahwa alasan setiap individu menggunakan lahan dipengaruhi oleh tujuan yang berbeda-beda. Penggunaan lahan yang demikian akan memicu adanya alih fungsi lahan.

Harga Lahan

Nilai lahan secara definisi diartikan sebagai kekuatan nilai dari lahan untuk dipertukarkan dengan barang lain yang dapat didefisinikan sebagai harga (diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli. Nilai lahan merupakan harga yang diukur dalam satuan uang per meternya (Michalski et al. 2010).

Pesatnya perkembangan suatu kota dan tingginya laju pertumbuhan jumlah penduduk, secara langsung membuat kebutuhan lahan akan menjadi tinggi. Ketersediaan lahan yang semakin terbatas dan jumlahnya relatif tetap membuat nilai lahan juga akan meningkat pula. Nilai lahan juga menentukan penggunaan lahan, karena penggunaan lahan ditentukan oleh kemampuan untuk membayar lahan yang bersangkutan.

Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan perubahan lain tidak berpengaruh signifikan.

(37)

17 harga lahan yang ditentukan oleh jarak lokasi lahan terhadap akses umum seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, tempat wisata, dan lain-lain.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi lahan

Proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu : sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain dipersentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan.

Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Rusli (2005) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antaramanusia dan lahan menjadi semakin besar, sekali pun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan persediaan lahan semakin kecil.

Persediaan lahan akan semakin kecil seiring dengan adanya alih fungsi lahan yang tarus terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2010) mengenai konversi lahan di Kota Medan, diketahui bahwa konversi lahan mengakibatkan : (1) penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4088 ha atau berkurang sebasar 36,5 % dari luas lahan pertanian tahun 200, (2) hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5 %, sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan dan luas lahan, sedangkan untuk faktor kebijakan dan pajak tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahannya.

(38)

18

dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga petani tertarik untuk mengubah fungsi dan menjual lahan yang dimiliki.

Dampak Konversi Lahan

Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyaraka desa. Antara (2002) menyatakan bahwa konversi lahan sawah untuk kepentingan non pertanian (pariwisata, pemukiman, industri kecil, dan prasarana bisnis) saat ini berada pada titik sangat mengkhawatirkan. Tahun 1977 luas lahan di Bali ±98000 ha dan tahun 1998 tinggal 87 850 ha. Ini berarti dalam kurun waktu ±20 tahun terjadi penyusutan lahan seluas 10 150 ha, atau 11.5%. Bahkan selama lima tahun terakhir, penyusutan seluas 727 ha ∕ tahun.

Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas menfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga menjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor pertanian (sektor Informal). Hal ini menjadi ancaman bagi keberadaan budaya pertanian.

Menurut Widjanarko et al (2006) dampak negatif akibat alih fungsi lahan, antara lain :

1. Berkurangnya luas lahan sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang menggangu tercapainya swasembada pangan.

2. Berkurangnnya luas sawah yang mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non pertanian dimana tenaga kerja lokal nantinya akan bersaing dengan pendatang. Dampak sosial ini akan berkembang dengan meningkatnya kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pendatang yang nantinya akan berpotensi meningkatkan konflik sosial.

(39)

19 4. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan ataupun industri karena kesalahan perhitungan mengakibatkan lahan yang telah dialihfungsikan menjadi tidak termanfaatkan, karena tidak mungkin dikembalikan menjadi sawah kembali. Sehingga luas lahan tidur akan meningkat dan nantinya akan menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah.

5. Berkurangnya ekosistem sawah di Pulau Jawa dimana telah terbentuk selama berpuluh-puluh tahun, sedangkan pencetakan sawah baru di luar Pulau Jawa tidak memuaskan hasilnya.

Laju Konversi Lahan

Konversi lahan memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda setiap tahun. Hal ini dinyatakan dengan laju konversi lahan. Laju konversi lahan merupakan perbandingan tingkat perubahan luas penggunaan lahan tertentu terhadap penggunaan lahan sebelumnya, dimana pertambahan tersebut berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan luas wilayah dapat diwakilkan dengan pertambahan jumlah penduduk . laju konversi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu. Adapun laju konversi secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut (Astuti, 2011):

� =(Lt−Lt−1))

Lt _1 * 100%

Dimana :

V = Laju Konversi Lahan (%)

Lt = Luas lahan saat ini/tahun ke-t (ha) Lt-1 = Luas lahan tahun sebelumnya (ha)

Kelembagaan Lahan

(40)

20

(UUPA). Dalam penjelasan umumnya, dinyatakan bahwa tujuan diberlakukannya UUPA adalah:

1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan raktat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

3. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Landasan hukum dari kebijakan konversi lahan pertanian selain UUPA antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada pasal 50, yang menyebutkan bahwa segala bentuk perizinan yang mengakibatbatkan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum.

2. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang terutama pada pasal 37, yang menyebutkan bahwa izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah terutama pasal 13, yang menjelaskan penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).

(41)

21 tidak mengambil langkah-langkah pengelolaan bukan karena tidak mampu dari segi ekonomi, maka kepala kantor pertanahan mengusulkan kepada kepala kantor wilayah aar pemegang hak diberi peringatan agar dalam waktu tertentu sudah menggunakan tanahnya sesuai keadaan atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya.

5. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 tahun 1999 tentang izin lokasi penguasaan dan teknis tata guna tanah dimana pada pasal 6 disebutkan izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah.

Menurut Widjanarko et al (2006) ada tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah:

1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. 2. Kebijakan pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru. Kebijakan

pemerintah ini sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan, karena memunculkan spekulan yang mendorong minat petani menjual lahannya. 3. Kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan perizinan sesuai

Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan lokasi. Kebijakan tersebut menyebabkan peningkatan dalam permohonan izin lokasi untuk kawasan industri, pemukiman, maupun wisata.

Menurut Fauzi (2010), salah satu kunci dalam aspek ekonomi kelembagaan adalah menyangkut property right atau hak pemilikan. Property right ini melekat dalam bentuk aturan formal dan juga norma sosial atau adat. Relefansi hak pemilikan ini tergantung dari seberapa besar ia bisa dijalankan dan diakui dalam masyarakat. ketidakjelasan hak pemilikan dan enforced property rights

(42)

22

(43)

23 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran

Penduduk Kabupaten Bekasidari tahun ke tahun mengalami peningkatan cukup tinggi, yang berasal dari dua sumber, yaitu dari perkembangan penduduk lokal dan dari penduduk migrasi masuk. Lahan merupakan salah satualat pemuas kebutuhan manusia, sehingga peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan lahan.

Ada dua jenis permintaan yang mempengaruhi permintaan lahan, yaitu direct demand (permintaan langsung) dan derived demand (pendorong permintaan). Dalam direct demand, lahan berfungsi sebagai barang konsumsi (untuk pemukiman) dan secara langsung memberikan utilitas. Melalui derived demand, peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan. Untuk memproduksi barang dan jasa tersebut diperlukan lahan sebagai faktor produksi. Dalam hal ini, lahan tidak memberikan utilitas secara langsung, tetapi utilitasnya diperoleh dari konsumsi barang dan jasa.

Ketika permintaan lahan mengalami peningkatan padahal ketersediaannya semakin terbatas, yang sering dilakukan masyarakat adalah merubah penggunaan lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Perubahan penggunaan lahan bersifat dinamis, dan perubahannya cenderung mengarah kepada penggunaan lahan yang memberikan land rent (surplus lahan) yangl ebih tinggi.

(44)

24

maka konversi lahan pertanian diduga akan menurunkan kesejahteraan petani. Kerangka fikir penelitian ini dapat diilustrasikan pada gambar 1.

Sumber: Pakpahan, dan Anwar (1989) Ket :↑

Gambar 1. Dampak Konversi Lahan terhadap Kesejahteraan Petani

(45)
(46)

26

Penelitian ini akan difokuskan di 3 kecamatan dengan tingkat konversi lahan tertinggi di Kabupaten Bekasi. Adanya kajian studi kasus ini dapat memberikan gambaran apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan, dan seberapa besar harga mempengaruhi laju konversi di Kabupaten Bekasi. Analisis kelembagaan nantinya menganalisis aturan hukum terkait konversi lahan mulai tingkatan makro, meso dan mikro. Dimana tingkatan makro akan mengkaji aturan hukum ditingkat nasional, untuk aturan meso akan mengkaji aturan di tingkat provinsi, sedangkan aturan mikro akan dikaji aturan-aturan terkait di tingkat kabupaten Bekasi.

METODOLOGI

Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat yang difokuskan di 3 kecamatan dengan laju konversi tertinggi yaitu Kecamatan Cikarang Utara, Serang Baru, dan Tambun Selatan. Pemilihan lokasi di Kabupaten Bekasi dikarenakan beberapa hal yaitu: Kabupaten Bekasi sebagai daerah hinterlandIbu Kota Jakarta, banyaknya kawasan hunian dan industri berkembang pesat di Kabupaten ini dan tergesernya petani dari wilayah Kabupaten Bekasi. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Maret2013 hingga tahun 2014.

Jenis dan Sumber Data

(47)

27 Tabel 1. Data yang Diperlukan dalam Penelitian

No Tujuan Penelitian Data Jenis Data Alat Analisis

1 Menganalisis Laju

Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis, adapun metode analisis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Laju Konversi

Laju konversi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu. Analisis dengan persamaan ini dapat melihat persentase laju konversi lahan yang terjadi di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi setiap tahunnya dari tahun 2002 hingga 2011. Laju konversi lahan tertingi selama 10 tahun dapat dilihat dengan menggunakan metode ini. Laju konversi parsial : Lt-1 = Luas lahan tahun sebelumnya (ha)

(48)

28

sebelumnya, kemudian dikalikan dengan 100%. Apabila laju konversi lahan yang di analisis pada tahun 2012, maka luas lahan pada tahun 2012 dikurangi dengan luas lahan tahun 2011, kemudian dibagi dengan luas lahan pada tahun 2011, lalu dikalikan dengan 100%. Hal ini dapat dilakukan pada tahun-tahun berikutnya, dengan demikian kita dapat memperoleh hasil bahwa pada tahun berapa yang terjadi laju konersi lahan tertinggi terjadi.

Selain laju konversi lahan secara parsial, analisis juga dapat dilakukan dengan melihat laju konversi secara kontinu. Metode ini berfungsi untuk melihat laju konversi lahan di setiap kecamatan di Kabupaten Bekasi selama 10 tahun. Sehingga apabila hasil analisis ini diperoleh maka dapat diketahui bagaimana perkembangan tata guna lahan di wilayah tersebut.

2. Analisis Keterkaitan harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian

Korelasi pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila terjadi perubahan variabel satu terhadap variabel lainnya, baik dalam arah yang sama maupun sebaliknya.

Metode korelasi pearson digunakan untuk melihat korelasi harga lahan terhadap laju konversi lahan secara makro di tiga kecamatan dengan nilai laju konversi tertinggi di Kabupaten Bekasi. Korelasi pearson merupakan metode yang digunakan untuk melihat korelasi antara Variabel-Variabel yang terkait. Metode ini menggunakan data-data interal maupun rasio. Pengambilan sampel dari populasi harus random, dengan variasi yang skor kedua Variabel yang akan dicari memiliki korelasi sama, dan diduga memiliki hubungan linier. Korelasi pearson dapat dihitung dengan rumus :

=

Σ

{

x

x

Y

Y

}

Σ � − �

2

Σ −

2

Atau dapat dihitung dengan rumus pearson yang lain, yaitu:

=

n

Σ

xy

Σ

x

Σ

y

(49)

29 dikelompokan menjadi tiga kelompok besar. Pertama, korelasi positif kuat, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati +1 atau sama dengan +1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor atau nilai pada variabel X akan diikuti dengan kenaikan skor atau nilai variabel Y. Sebaliknya, jika variabel X mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan penurunan variabel Y. Kedua, korelasi negatif kuat, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati 1 atau sama dengan -1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor atau nilai pada variabel X akan diikuti dengan penurunan skor atau nilai Variabel Y. Sebaliknya variabel X mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan kenaikan variabel Y. Ketiga, tidak ada korelasi, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati 0 atau sama dengan 0. Hal ini berarti bahwa naik turunnya skor atau nilai variabel lainnya. Apabila skor atau nilai variabel X naik tidak selalu diikuti dengan naik atau turunnya skor atau nilai variabel Y, demikian juga sebaliknya.

Hal lain yang harus diperhatikan yaitu standarisasi. Salah satu keterbatasan kovarian sebagai ukuran kekuatan hubungan linier adalah arah/besarnya gradien yang tergantung pada satuan dari kedua variabel tersebut. Misalnya, kovarian antara serapan N (%) dan hasil padi (ton) akan jauh lebih besar apabila satuan % (1/100) konversi ke ppm (1/sejuta). Agar nilai kovarian tidak tergantung kepada unit dari masing-masing variabel, maka perlu melakukan membakuan terlebih dahulu yaitu dengan cara membagi nilai kovarian tersebut dengan nilai standar deviasi dari kedua variabel tersebut sehingga nilainya akan terletak antara -1 dan +1. Ukuran statistik tersebut dikenal dengan pearson product moment correlation

yang mengukur kekuatan hubungan linier (garis lurus) dari kedua variabel tersebut.

(50)

30

perhitungan pearson menyatakan jika hasil tersebut negatif, positif, maupun nol akan menunjukan pola hubungan antar variabel tersebut, apakah saling mempengaruhi atau tidak.

Kemudian dilakukan analisis trendline yang merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila terjadi perubahan variabel satu terhadap variabel lainnya, baik dalam arah yang sama maupun sebaliknya. Metode trendline digunakan untuk melihat seberapa besar korelasi harga lahan terhadap laju konversi lahan secara makro di tiga kecamatan dengan nilai laju konversi tertinggi di Kabupaten Bekasi. Metode trendline akan menghasilkan nilai tingkat kepercapayaan (R2) dan nilai keterkaitan antara dua variabel dengan model:

Y = ax Dimana:

Y = Laju Konversi Lahan a = Nilai slope atau nilai alfa x = Harga lahan

3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan

Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor pengaruh konversi lahan internal dan ekternal adalah analisis regresi linier berganda. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta. Analisis regresi linier berganda melalui beberapa tahapan dalam menentukan nilai a dan b. adapun formula dari analisis berganda untuk faktor-faktor internal adalah sebagai berikut:

(51)

31 Adapun hipotesa yang dibangun dalam penyusunan model regresi linier berganda di atas adalah sebagaimana pada Tabel 2:

Tabel 2. Indikator Pengukuran Model Regresi Faktor-Faktor Internal Kode

Variabel

Nama Variabel Indikator Pengukuran

Y Luas lahan yang di konversi ( Ha)

Terjadinya konversi lahan akan dipegaruhi oleh variabel-variabel X

X1 variabel pengalaman

(tahun)

Semakin berpengalaman bertani disuatu daerah akan berdampak semakin rendahnya konversi lahan dilakukan.

X2 variabel jumlah

tanggungan dalam keluarga (orang)

Semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga petani maka akan mendorong terjadinya konversi lahan

X3 variabel luas lahan

yang dimiliki (m2)

Semakin luas lahan yang dimiliki petani maka akan semakin rendah terjadinya konversi lahan.

X4 Variabel

produktifitas (Kg/Ha)

Semakin tinggi produktifitas lahan maka semakin rendah terjadinya konversi lahan.

X5 variabel pendapatan

(Prosentase)

Semakin tinggi pendapatan petani maka akan semakin rendah konversi lahan yang terjadi X6 Variabel pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka

semakin tinggi dorongan petani untuk mengkonversi lahannnya.

Sedangkan untuk formula analisis berganda dari faktor-faktor ekstarnal dari pada laju konversi lahan adalah sebagai berikut:

(52)

32

Tabel 3. Indikator Pengukuran Model Regresi Faktor-faktor Eksternal Kode

Variabel

Nama Variabel Indikator Pengukuran

Y Luas lahan sawah

( Ha)

Terjadinya penurunan luas lahan sawah akan dipegaruhi oleh variabel-variabel X

X1 Peningkatan PDRB

(Juta Rupiah)

PDRB semakin naik maka luas lahan akan semakin berkurang.

X2 Jumlah Penduduk Semakin meningkat jumlah penduduk akan

berakibat berkurangnya luas lahan

X3 Jumlah industri

(unit)

Semakin meningkat jumlah industri akan berakibat berkurangnya luas lahan

Analisis regresi linier berganda merupakan alat untuk memperoleh suatu prediksi di masa lalu maupun yang akan datang dengan dasar keadaan saat ini. Prediksi dengan hal ini bukanlah merupakan hal yang pasti, namun mendekati kebenaran. Tahapan penentuan nilai a dan b dapat dicari dengan teknik eliminasi dimana dilakukan dengan cara menghilangkan satu demi satu bagian sehingga diperoleh nilai pernilai.

Regresi linier sederhana dengan variabel ganda adalah analisis statistik yang mencakup hubungan banyak variabel. Apabila dijumpai satu variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat itu bermacam, sehingga bentuk hubungannya pun tentunya berbeda-beda. Sifat dan hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Variabel lain menjembatani pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dengan variabel antara. Variabel bebas itu sendiri mempunyai pola hubungan yang tidak tetap. Artinya bisa benar-benar bebas, berkorelasi tetapi tidak signifikan atau mempunyai hubungan yang tidak erat.

(53)

33 yang telah dihasilkan adalah baik. Model yang baik haruslah memenuhi beberapa uji asumsi pelanggaran, seperti :

Kriteria Statistik dan Ekonometrika

Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji tersebut adalah sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 60 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi diantara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di atas data 5% berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal.

b. Uji Multikolinieritas

Model yang melibatkan banyak peubah bebas seiring terjadi masalah multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antara peubah bebas. Masalah ini dapat dilihat lengsung melalui output komputer, dimana apabila nilai varian inflaction Factor (IF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini berarti bebas uji asumsi pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang baik dan tidak terdapat pelanggaran.

c. Uji Heteroskedastisitas

(54)

34

residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji gletser lebih besar dari (5%) maka tidak terdapat Heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model uji DW (Durbin Watson Test), dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokorelasi (Sutandi 2009).

4. Analisis Dampak Konversi Lahan Terhadap Produksi Padi, Pendapatan Petani

dan Ketahanan Pangan

Analisis dampak dihitung berdasarkan luasan lahan sawah yang hilang atau terkonversi. Kemudian luas lahan sawah yang terkonversi dilakukan perhitungan berapa kehilangan produksi, pendapatan petani dan pengaruhnya terhadap ketahanan pangan.

5. Analisis Kelembagaan Konversi Lahan

Analisis kelembagaan ini dilakukan secara deskriptif. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan aturan-aturan yang terkait dengan laju konversi lahan baik tingkatan makro (nasional), Meso (Jawa Barat), dan Mikro (Kabupaten Bekasi). Kemudian dilakukan analisis terhadap beberapa persoalan yang menyangkut laju konversi lahan. Adapun persoalan yang nantinya di analisis adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kebijakan Kelembagaan Lahan

NO PEMBAHASAN MAKRO MESO HASIL

ANALISIS 1 Pembagian Tata Ruang

Pertanian

(55)

35 Analisis kelembagaan ini dilakukan dengan mencari letak konflik aturan yang ada, atau letak kelemahan aturan sehingga laju konversi terus terjadi. Analisis ini nantinya dapat mengetahui letak kelemahan aturan dan diharapkan menjadi rekomendasi kebijakan dalam mencegah laju konversi lahan pertanian.

GAMBARAN UMUM

Lokasi Penelitian Kecamatan Cikarang Utara

Kecamatan Cikarang Utara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Daerah ini merupakan wilayah rumah tinggal bagi karyawan yang bekerja di Kawasan industri JABABEKA. Luas wilayah Kecamatan Cikarang Utara seluas 43,30 Km2. Jumlah penduduk di kecamatan ini sebanyak 230.563 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk mencapai 5.324,78 jiwa/km².3

Secara administratif Kecamatan Cikarang Utara terdiri dari 12 desa yaitu: Desa Cikarang Kota, Harjamekar, Karangasih, Karangbaru, Karangraharja, Mekarmukti, Pasirgombong, Simpangan, Tanjungsari, Waluya, dan desa Wangunharja. Ditinjau dari topografinya, Kecamatan Cikarang Utara termasuk dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 15 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan pemanfaatan ruang pada tahun 2006, sebanyak 48% luas wilayah Kecamatan Cikarang Utara, yaitu 1,868.72 Ha, merupakan kawasan industri. Hal tersebut mendorong terbangunnya permukiman perkotaan di Kecamatan Cikarang Utara seluas 1.868,96 Ha (48%). Penggunaan lahan lainnya, seperti hutan kota/jalur hijau, pertanian, maupun permukiman perdesaan sangat minim, hanya 5% dari luas wilayah Cikarang Utara. Kecamatan Cikarang Utara memiliki 180 industri kecil yang sebagian besar merupakan kerajinan rumah tangga yang tersebar di seluruh desa. Bentuk industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang cukup berkembang di Kecamatan Cikarang Utara adalah kerajinan dari kayu seperti pembuatan perabotan rumah tangga (lemari, kursi, meja, dan sebagainya), kerajinan dari logam, dan industri makanan. Berkembangnya industri kecil dan

3

(56)

36

kerajinan rumah tangga di Kecamatan Cikarang Utara didukung oleh keberadaan Kawasan Industri JABABEKA3.

Pada umumnya, ketersediaan prasarana jalan sudah cukup baik, terutama dalam menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Ditinjau dari kondisi permukaan jalan pada 2008, dari jalan di Cikarang Utara sepanjang 39,04 km, sebagiannya telah dilakukan perkerasan beton dan sebagiannya lagi sudah dilakukan perkerasan aspal. Banyaknya kendaraan berat yang melewati jalan-jalan di Kecamatan Cikarang Utara mengakibatkan kualitas jalannya terus menurun, sehingga diperlukan peningkatan pengelolaan dan perbaikan secara berkelanjutan. Kondisi ketersediaan prasarana jalan tersebut dapat dinilai cukup baik, terutama bagi kecamatan yang sebagian besar daerahnya merupakan pusat kegiatan ekonomi. Sedangkan, ditinjau dari sarana angkutannya mayoritas daerah di Kecamatan Cikarang Utara dapat dijangkau dengan angkutan umum dan ojeg motor. Kondisi lalu lintas di Kecamatan Cikarang Utara sangat ramai terutama pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas ekonomi tinggi seperti pada daerah Kawasan Industri JABABEKA dan sekitarnya3.

Kecamatan Serang Baru

Gambar

Gambar 1. Dampak Konversi Lahan terhadap Kesejahteraan Petani
Gambar 2. Kerangka Penelitian
Tabel 2. Indikator Pengukuran Model Regresi Faktor-Faktor Internal
Tabel 3. Indikator Pengukuran Model Regresi Faktor-faktor Eksternal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak konversi lahan sawah terhadap PDRB sektor pertanian dapat.. dilihat dari semakin menurunnya sumbangan subsektor pertanian tanaman

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis peru- bahan laju konversi lahan sawah ke penggunaan non-sawah di Kabupaten Bekasi, Karawang,

Simpulan dari hasil penelitian yang berjudul percepatan alih fungsi (konversi) lahan pertanian ke non pertanian di kecamatan galis kabupaten pamekasan yakni

Pola konversi lahan yang terjadi di lokasi penelitian terbagi menjadi dua, yaitu alih fungsi secara langsung yang dilakukan oleh pemilik lahan yang bertujuan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah, diketahui bahwa faktor wilayah yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian diantaranya

Simpulan dari hasil penelitian yang berjudul percepatan alih fungsi (konversi) lahan pertanian ke non pertanian di kecamatan galis kabupaten pamekasan yakni

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap alih fungsi lahan di Kota Bekasi adalah umur petani, luas lahan yang dimiliki sebelum alih fungsi,

Manfaat tidak langsung dari keberadaan lahan pertanian umumnya lebih terkait dengan aspek lingkungan, bahwa keberadaan lahan pertanian dari aspek lingkungan dapat memberikan lima jenis