• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Instrumen Berbasis Arduino Sebagai Pencatat Lifeform Dan Genus Karang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Instrumen Berbasis Arduino Sebagai Pencatat Lifeform Dan Genus Karang"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN BERBASIS ARDUINO

SEBAGAI PENCATAT LIFEFORM DAN GENUS KARANG

HOLLANDA ARIEF KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Instrumen Berbasis Arduino Sebagai Pencatat Lifeform dan Genus Karang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Hollanda Arief Kusuma

(4)

RINGKASAN

HOLLANDA ARIEF KUSUMA. Pengembangan Instrumen Berbasis Arduino Sebagai Pencatat Lifeform dan Genus Karang. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan HENRY M. MANIK.

Observasi terumbu karang perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi umum terumbu karang tersebut. Di Indonesia, metode Line Intercept Transect dan Point Intercept Transect biasa digunakan dalam observasi terumbu karang. Penggunaan kedua metode ini memiliki kekurangan pada saat pengambilan data. Penyelam biasanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk memasukkan data ke dalam komputer.

Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mendesain, mengkonstruksi, dan melakukan tes pada instrumen yang berguna untuk membantu penyelam dalam mengurangi waktu input data dengan menggunakan sistem look up table. Pada dasarnya look up table akan menyederhanakan proses penulisan dengan mengganti teks dengan kode numerik. Sebagai tambahan, sensor data kualitas perairan seperti suhu, kedalaman, dan visibilitas terpasang pada instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini.

Instrumen ini menggunakan Arduino Mega2560, keypad 4x3, LCD 16x2 karakter, real time clock, sensor suhu, sensor tekanan, sensor visibilitas dan modul micro SD Card. Instrumen yang dikembangkan telah bekerja dengan baik. Data

lifeform dan genus karang diinput dengan menggunakan keypad. Data karang dan sensor tersimpan otomatis ke dalam micro SD Card. Pada uji coba lapang, instrumen ini digunakan untuk memasukkan data karang menggunakan metode

Line Intercept Transect dan Point Intercept Transect. Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan data karang lebih efisien dibandingkan menggunakan kertas tahan air.

(5)

SUMMARY

HOLLANDA ARIEF KUSUMA. Development Coral Lifeform and Genus Data Input Instrument Using Arduino. Supervised by INDRA JAYA dan HENRY M. MANIK.

Coral Reefs observations need to be conducted to determine general condition of coral reef. In Indonesia, Line Intercept Transect and Point Intercept Transect are usually used in Coral Monitoring. There are some disadvantages when collecting data using these methods. Divers usually take hours to input the data.

Therefore, this research conducted to design, manufacture, and test instrument which facilitate the diver to decrease input data time by way of employing look-up table system. The look up table basically will simplify the writing process namely by replacing text with numerical coding. In addition, water quality data sensors such as temperature, depth, and visibility are embedded in this electronic logging instrument.

This instrument used Arduino Mega2560, keypad 4x3, LCD Module 16x2 character, real time clock, temperature sensor, pressure sensor, visibility sensor and micro SD Card module. In summary, the instrument was successfully built and performed well. Coral data inputed using keypad. Coral and sensors data saved automatically in micro SD Card. In field test, this instrument used on inputting coral data using Line Intercept Transect and Point Intercept Transect methods. Time consume to input coral data using this instrument more efficient than using waterproof paper.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN BERBASIS ARDUINO

SEBAGAI PENCATAT LIFEFORM DAN GENUS KARANG

HOLLANDA ARIEF KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengembangan Instrumen Berbasis Arduino Sebagai Pencatat

Lifeform dan Genus Karang Nama : Hollanda Arief Kusuma

NIM : C552140101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Indra Jaya, MSc

Ketua Dr Henry M. Manik, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dr Ir Jonson L. Gaol, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah pengembangan instrumentasi dalam survei terumbu karang, dengan judul Pengembangan Instrumen Berbasis Arduino Sebagai Pencatat

Lifeform dan Genus Karang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc dan Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T selaku pembimbing. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar selaku penguji dan Bapak Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa Djoko, Mama Kus, Datuk Bujang, Mama Yayat, istriku Mega Margaretha Rachmadianti, S.Pi, anakku Khadijah Safira Kusumaputri, dan keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Dimi, Reno, Soni, Bunga, Yuki, dan teman-teman Lab Osum yang selalu menemani pembuatan tesis. Muzrini, Danmo, Boy, Varrenco dan teman-teman FDC yang membantu pengambilan data lapang. Jae, Anta, Mulkan, dan teman-teman prodi TEK2014 yang kuliah bersama selama 1 tahun. Irwan, Lutfi, Diandra, dan teman-teman MATE yang memberikan masukan dalam pengembangan alat ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih ditujukan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

2 METODE 5

Waktu dan Lokasi 5

Bahan Penelitian 5

Peralatan Penelitian 5

Prosedur Penelitian 5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Hasil Rancangan Instrumen 17

Uji Coba Instrumen Skala Laboratorium 26

Uji Coba Instrumen di Lapangan 31

4 SIMPULAN DAN SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 41

(12)

DAFTAR TABEL

1. Status kondisi terumbu karang di Indonesia 2015 (LIPI, 2015) 2

2. Kode lifeform berdasarkan English et.al (1994) 9

3. Kode genus karang berdasarkan Veron (2000) 10

4. Kategori metode Point Intercept Transect 11

5. Perbandingan waktu pengambilan data lifeform dan genus karang antara pencatatan konvensional menggunakan kertas tahan air dengan instrumen 32 6. Perbandingan waktu pemasukan data karang ke dalam komputer antara

pencatatan manual dan instrumen. Input data karang dari instrumen

menggunakan program ekstraksi data yang telah dibuat 33

DAFTAR GAMBAR

1. Ilustrasi pengambilan data dengan menggunakan metode LIT (Modifikasi

dari Hill dan Wilkinson 2004) 1

2. Jarak pengambilan data dengan menggunakan metode PIT (Manuputty dan

Djuwariah 2009) 2

3. Arduino Mega : salah satu jenis arduino board 3

4. Diagram alir penelitian 6

5. Desain kotak kedap air untuk instrumen pencatat karang 7 6. Desain sistem elektronik instrumen pencatat lifeform dan genus karang 7

7. Desain program ekstrak data 8

8. Tahapan pemasukan data karang menggunakan metode LIT 11 9. Tahapan pemasukan data karang menggunakan metode PIT 12

10.Sensor suhu digital DS18B20 12

11.Skematik penghubungan sensor DS18B20 ke mikrokontroler 12

12.Sensor tekanan MPX5700 13

13.Hubungan nilai tegangan keluar MPX5700 dengan nilai tekanan 13

14.C-Star Transmissometer 14

15.Hubungan input cahaya dan output arus pada TEMT6000 15

16.ADS1115 16-Bit ADC buatan Adafruit. 15

17.Real Time Clock DS1307 16

18.Skematik sirkuit elektronik Real Time Clock DS1307 16 19.Bagian-bagian fisik instrumen pencatat lifeform dan genus karang 17

20.Penempatan O-Ring pada kotak instrumen 18

21.Gambar teknis instrumen pencatat lifeform dan genus karang (a. tampak

samping; b. tampak atas; c. tampak depan) 18

22.Dimensi kotak bawah 19

23.Komponen elektronik pada kotak bawah 19

24.Dimensi kotak atas 19

25.Pemberian lem silikon pada permukaan keypad 19

26.Dimensi kotak sensor cahaya TEMT6000 20

27.Penempatan kotak sensor cahaya pada kotak atas 20

28.Jarak antara laser dan sensor cahaya TEMT6000 20

(13)

30.Skematik rangkaian instrumen 21

31.Komunikasi I2C pada dua perangkat yang berbeda 22

32.Keypad 4x3 22

33.Pin pada modul LCD yang dihubungkan ke mikrokontroler 22

34.Diagram alir dari perangkat tegar yang dirancang 23

35.Pelapisan bagian luar instrumen dengan cat pelapis anti bocor 27 36.Peletakan O-Ring pada kotak bagian atas (a) dan bagian bawah (b) 27 37.12 Pengait yang digunakan untuk menutup kotak instrumen 27 38.Pengujian kekedapan instrumen di dasar kolam pada kedalaman 5 meter 28 39.Fit data pengukuran suhu dengan DS18B20 dan termometer 28

40.Pengujian MPX5700 dengan regulator tabung selam 29

41.Fit data pengukuran kedalaman dengan MPX5700 29

42.Pengukuran TEMT6000 di dasar kolam renang 30

43.Pengukuran TEMT6000 di Situ Gede 30

44.Penambahan pemberat untuk menstabilkan instrumen di dalam air 31 45.Data LIT dan PIT yang tersimpan di dalam micro SD Card 31 46.Perekaman data karang dengan menggunakan instrumen 32

47.Pengambilan data karang secara konvensional 32

48.Pemasukan data karang ke dalam komputer oleh penyelam 33

49.Data karang yang dicatat pada kertas tahan air 33

50.Data yang dimasukkan ke dalam program ekstraksi data. 34 51.Validasi Data PIT dari pencatatan konvensional (a) dan instrumen (b) 34

52.Lubang USB Powerbank yang terkena korslet 35

DAFTAR LAMPIRAN

1. Spesifikasi Atmega 2560 42

2. Spesifikasi Real Time Clock DS1307 43

3. Spesifikasi ADS1115 44

4. Spesifikasi DS18B20 45

5. Data pengukuran suhu dengan menggunakan termometer air raksa dan sensor

suhu DS18B20 46

6. Data pengukuran nilai kedalaman dengan menggunakan sensor tekanan

MPX5700 dan Dive Computer 47

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terumbu karang merupakan lengkap dengan struktur tropik yang tersebar luas di perairan dangkal pada dasar laut tropis dan sub-tropis. ini dibangun oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan algae

berkapur, bersama-sama dengan biota lainnya yang hidup di dasar perairan seperti jenis Molusca, Crustacea, Echinodermata, Polychaeta, Porifera dan Tunica (Nybakken 1992). Kondisi terumbu karang sangat berkaitan dengan faktor alami dan aktivitas manusia. Perubahan yang disebabkan secara alami maupun akibat kegiatan manusia sangat berbeda. Keterkaitan antara kegiatan manusia dan terumbu karang merupakan hal yang penting. Oleh karena itu, observasi terumbu karang perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi umum terumbu karang. Observasi ini dapat digunakan untuk merencanakan pengelolaan selanjutnya.

Metode observasi tutupan terumbu karang cukup berkembang seiring perkembangan teknologi. Beberapa metode yang umum digunakan adalah Line Intercept Transect (LIT), Point Intercept Transect (PIT), Foto Transek, Belt Transect, Benthic Towed-Diver, dan lain sebagainya (NOAA 2015). Metode yang sering digunakan dalam observasi tutupan terumbu karang di Indonesia adalah LIT dan PIT. Metode Line Intercept Transect (Gambar 1) biasanya menggunakan pedoman bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dan kode dari English et.al (1994) dan Veron (2000). Metode Point Intercept Transect (Gambar 2) bisa menggunakan kode yang dibuat oleh COREMAP-LIPI (Manuputty dan Djuwariah 2009).

(16)

2

Gambar 2. Jarak pengambilan data dengan menggunakan metode PIT (Manuputty dan Djuwariah 2009)

Indonesia sebagai pusat keanekaragaman karang di dunia perlu dijaga kelestariannya. Berdasarkan LIPI (2015) kondisi terumbu karang yang berkualitas sangat baik (di atas 75%) di Indonesia bagian timur mengalami penurunan dalam kurun waktu 1993-2015. Dari 10% pada tahun 1993 menjadi di bawah 4,64% pada tahun 2015. Kondisi terumbu karang yang sangat baik di Indonesia bagian barat mengalami peningkatan dari sekitar 2% pada tahun 1993 menjadi 4,94% pada tahun 2015 (Tabel 1). Berdasarkan kondisi terumbu karang ini, maka observasi terumbu karang masih perlu dilanjutkan untuk mengetahui kondisinya.

Tabel 1. Status kondisi terumbu karang di Indonesia 2015 (LIPI, 2015)

Lokasi Sangat baik

Pada saat pengambilan data terumbu karang, kondisi parameter oseanografi fisik dan kimiawi perlu juga dicatat. Instrumen pengukuran kondisi dasar perairan telah banyak dilakukan. Instrumen ini biasanya mengukur parameter suhu (Pfender & Villinger 2002; Johnson et al. 2005; Chan et al. 2014; Idris dan Jaya 2014; Sun

(17)

3 2014; Rao et al. 2013). Instrumen yang sudah ada ini jika dibawa pada saat penyelaman akan merepotkan sehingga perlu adanya penggabungan alat menjadi satu bagian yang terintegrasi dengan instrumen untuk mencatat karang.

Penggabungan instrumen ini membutuhkan mikrokontroler sebagai pusat pengendali masukan dan keluaran. Salah satu jenis mikrokontroler yang lazim digunakan ialah AVR ATmega. Mikrokontroler ini dibuat oleh Atmel. Fitur tiap mikrokontroler bervariasi namun secara umum tiap mikrokontroler memiliki 4-256 kB memori flash, jumlah pin dari 28 hingga 100 pin, dan kecepatan clock hingga 20 MHz. Sebagai tambahan, keluarga mikroprosesor ini menawarkan on-chip flash, SRAM, dan memori EEPROM internal. Mikrokontroler Atmel juga mendukung protokol komunikasi SPI, TWI (I2C), UART, USB, CAN, dan LIN. Kemampuan untuk mengubah data analog ke digital (ADC) dan digital ke analog (DAC) juga dimiliki oleh mikrokontroler ini (Kunikowski et.al 2015).

Saat ini, AVR ATmega telah disematkan ke dalam Arduino. Arduino merupakan sebuah platform open source untuk membuat prototipe yang menggabungkan perangkat keras dan piranti lunak (Margolis 2012). Perangkat keras yang dibuat dinamakan Arduino board (Gambar 3) yang dapat dibeli dengan harga terjangkau atau dapat dibuat sendiri. Piranti lunak yang dikembangkan ialah Software Arduino IDE yang digunakan untuk memprogram Arduino board. Software ini menggunakan bahasa C++ yang mudah dipelajari oleh orang awam (Warren et.al 2011; Margolis 2012).

Gambar 3. Arduino Mega : salah satu jenis arduino board

Arduino sudah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang. Pada bidang kesehatan Arduino digunakan dalam pembuatan instrumen sistem pemantauan kesehatan vital secara otomatis (Kioumars dan Tang 2011). Pada bidang teknologi kelautan, OpenROV merupakan salah satu robot bawah air yang dikembangkan oleh David Lang dan Erik Stackpole dengan menggunakan Arduino sebagai otak utamanya (www.openrov.com). Universitas of North Carolina Wilmington juga mengembangkan instrumen untuk mengukur parameter oseanografi kimia di dalam air (Teese 2016).

Penggunaan media penyimpanan data pada instrumen juga sudah lazim dilakukan. Drifter Buoy yang dikembangkan oleh Iqbal et.al. (2011) menggunakan SD Card sebagai penyimpan data koordinat dan file konfigurasi GPS. Withamana

(18)

4

Pengembangan instrumen berbasis Arduino perlu dilakukan untuk mempermudah pengambilan data karang dan parameter lingkungan. Pengembangan instrumen ini pun harus ditunjang dengan adanya software untuk mentransfer data dari instrumen ke dalam komputer secara otomatis sehingga data survei karang yang diperoleh sudah dalam format yang rapi dan baku.

Perumusan Masalah

Pengambilan data karang di Indonesia masih didominasi dengan penyelaman. Berbeda dengan negara maju yang sudah menggunakan kamera 3 dimensi (González-Rivero et al. 2014) maupun mengunakan robot bawah air (Ajemian et al. 2015). Penggunaan manusia dalam survei karang dikarenakan harga kamera 3 dimensi maupun robot bawah air mahal. Dalam pengambilan data terumbu karang, penyelam biasanya membawa sabak atau kertas tahan air untuk mencatat jenis karang yang dijumpai.

Data penyelaman ini kemudian dimasukkan ke dalam program spreadsheet

untuk dirapikan agar bisa diolah lebih lanjut. Berdasarkan hasil diskusi penulis dengan beberapa penyelam ilmiah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, mereka merasa kesulitan dalam pemasukan data ke komputer. Pemasukan data dapat memakan waktu berjam-jam saat stasiun pengamatan yang dilakukan banyak. Kekurangan yang juga dirasakan oleh penyelam ialah adanya kelupaan terhadap data yang ditulis oleh penyelam itu sendiri. Hal ini dikarenakan waktu pemasukan data yang dilakukan oleh penyelam memiliki jeda waktu yang lama dengan waktu penyelamannya. Dari hasil diskusi inilah muncul sebuah ide baru untuk memudahkan para penyelam scientific diving dengan membuat instrumen pengambilan data karang dan perekam data lingkungan.

Penelitian ini mencoba melakukan perancangan instrumen pencatat lifeform

dan genus karang. Secara umum, instrumen ini mirip dengan e-logbook. Komponen utama terdiri dari mikrokontroler sebagai otak utama, keypad sebagai input, LCD (Liquid Crystal Display) sebagai output tampilan, dan micro SD Card sebagai output penyimpanan data. Program untuk mengubah data karang yang tersimpan di dalam micro SD Card ke dalam program Spreadsheet juga dibuat. Data yang didapat dari instrumen akan terolah secara otomatis ketika dimasukkan ke komputer melalui program yang dibuat. Di dalam instrumen ini juga akan disematkan sensor suhu, kedalaman, dan visibilitas untuk mengukur parameter lingkungan di area survei.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :

(1) Mendesain dan mengkonstruksi instrumen pencatat lifeform dan genus karang serta otomatisasi perekaman data lingkungan.

(2) Merancang program pengektraksi data lifeform dan genus karang otomatis dari instrumen ke komputer.

(19)

5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu membantu penyelam dalam pengambilan dan pengolahan data karang sehingga dengan adanya instrumen ini maka waktu pemasukan data karang menjadi lebih efektif dan efisien.

2 METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2016 hingga Juni 2016. Perancangan, pembuatan, dan pengujian instrumen skala laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian lapang dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk pembuatan instrumen ini ialah Arduino Mega2560, powerbank 3000 mAH, sensor suhu DS18B20, sensor tekanan MPX5700, laser warna hijau (532 nm), sensor cahaya TEMT6000, modul ADS1115, modul LCD 16x2, modul micro SD Card, keypad 4x3, O-Ring, Real Time Clock DS1307, saklar on/off tahan air, micro SD Card berkapasitas 2 GB, timah solder, epoxy, dan rubber pad.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Solder, printer 3D,

Digital Multi Meter Sanwa CD800a, laptop, bor listrik, gerinda listrik, tang, obeng, pinset, dan pemotong. Perangkat lunak yang digunakan antara lain: Arduino IDE 1.6.5, Solidwork 2014, Proteus Design Suite 8.2, dan Borland Delphi 7.

Prosedur Penelitian

Penelitian diawali dengan pembuatan desain sistem elektronik dengan menggunakan Proteus Design Suite 8.2. Desain sistem elektronik ini membantu menentukan komponen elektronik yang akan digunakan dan bagaimana cara kerjanya. Adanya program simulasi ini akan membantu mengurangi kesalahan pembelian bahan. Setelah itu, perangkat tegar (firmware) untuk mencatat data

(20)

6

Desain mekanik instrumen ini dibuat menggunakan Solidwork 2014. Desain yang sudah jadi kemudian dicetak dengan menggunakan printer 3 dimensi. Hasil cetakan ini diujicobakan di dalam air untuk melihat ada tidaknya kebocoran. Uji coba lapangan dilakukan setelah kebocoran tidak ditemukan pada instrumen ini.

Program ekstrak data karang dibuat dengan menggunakan Borland Delphi 7. Pada program ini terdapat beberapa menu yang akan membantu pengguna (user) untuk menyimpan data karang yang ada di dalam micro SD Card. Hasil akhir dari ektraksi ini ialah data yang telah diformat ke dalam spreadsheet file (.*xls). Secara ringkas diagram alir perancangan hingga pengujian instrumen dapat dilihat pada Gambar 4.

(21)

7

Perancangan Desain Mekanik Instrumen

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini didesain kedap air. Desain instrumen dapat dilihat pada Gambar 5. Kotak instrumen dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas untuk menempatkan keypad dan sensor visibilitas dan bagian bawah untuk menempatkan komponen elektronik. Kotak ini dilengkapi dengan pengunci pada bagian atas dan bawah untuk mengencangkan kotak sehingga tidak terjadi kebocoran. Di antara bagian atas dan bawah akan diberikan O-Ring untuk menjaga agar kotak tidak mengalami kebocoran.

Gambar 5. Desain kotak kedap air untuk instrumen pencatat karang

Perancangan Desain Elektronik Instrumen

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang dibuat mirip dengan e-logbook. Instrumen ini membantu penyelam untuk mengambil dan menyimpan data karang serta parameter lingkungan. Komponen utama instrumen ini adalah Arduino Mega2560, sensor suhu DS18B20, sensor tekanan MPX5700, modul ADS1115, laser warna hijau (532 nm), sensor cahaya TEMT6000, modul LCD 16x2, modul micro SD Card, keypad 4x3 dan powerbank. Fungsi masing-masing komponen sesuai dengan diagram alir pada Gambar 6.

(22)

8

Pemrograman perangkat tegar instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini menggunakan Arduino IDE 1.6.5. Metode pencatatan lifeform karang yang digunakan pada instrumen ini ialah Line Intercept Transect (LIT) dan Point Intercept Transect (PIT). Metode Line Intercept Transect (LIT) menggunakan pedoman lifeform karang dan kode dari English et.al (1994) dan Veron (2000) yang dijabarkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Metode Point Intercept Transect (PIT) menggunakan kode yang dimodifikasi dari COREMAP-LIPI (Manuputty dan Djuwariah 2009) dan ditunjukkan pada Tabel 4.

Perancangan Program Ekstrak Data

Program Ekstrak Data dirancang menggunakan Borland Delphi 7 (Gambar 7). Program ini digunakan untuk mengubah secara otomatis kode lifeform dan genus (seperti yang tertera pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4) dari kode angka menjadi string dan mengkalkulasi jarak transisi tiap lifeform karang. Pengguna cukup menekan tombol Open untuk mengambil data yang tersimpan di dalam micro SD Card. Program akan menunjukkan tanggal, no stasiun, kedalaman, kecerahan, metode pengambilan data karang beserta data karangnya. Program ini akan menempatkan data karang yang tercatat ke dalam bentuk spreadsheet. Pengguna cukup mengisi lokasi pengambilan data. Tombol Save digunakan untuk menyimpan data ke dalam bentuk spreadsheet file (*.xls).

(23)

9 Tabel 2. Kode lifeform berdasarkan English et.al (1994)

Kategori Lifeform Kode Keterangan Catatan

Hard Coral Live – Karang Keras Hidup

ACB 01 Acropora

Branching Bercabang seperti ranting

ACD 02 Acropora Digitate Percabangan rapat seperti jari tangan

ACE 03 Acropora

Encrusting Bentuk merayap seperti Acropora yang belum sempurna ACS 04 Acropora

Submassive Bercabang lempeng dan kokoh.

ACT 05 Acropora Tabular Percabangan arah mendatar. CB 06 Non-Acropora

Branching Bercabang seperti ranting pohon.

CE 07 Non-Acropora

Encrusting Bentuk merayap, menempel pada substrat. CF 08 Non-Acropora

Foliose Bentuk menyerupai lembaran.

CM 09 Non-Acropora

Massive Bentuk seperti batu besar.

CS 10 Non-Acropora

Submassive Bentuk kokoh dengan tonjolan.

CHL 11 Heliopora Karang biru, adanya warna biru pada skeleton.

CME 12 Millepora Semua jenis karang api, warna kuning di ujung koloni. CMR 13 Mushroom Bentuk seperti jamur, soliter.

Dead Coral

– Karang Mati

DC 14 Dead Coral Karang yang baru mati, Berwarna putih

DCA 15 Dead Coral Algae Karang mati yang ditumbuhi alga

Algae – Alga AA 16 Alga Asembly Terdiri lebih dari satu jenis alga CA 17 Coraline Algae Alga yang mempunyai struktur

kapur

HA 18 Halimeda Alga dari genus Halimeda MA 19 Macro Algae Alga berukuran besar

TA 20 Turf Algae Menyerupai rumput-rumput halus

(24)

10

Tabel 3. Kode genus karang berdasarkan Veron (2000)

Genus Famili Kode Genus Famili Kode

(25)

11 Tabel 4. Kategori metode Point Intercept Transect

Kategori Keterangan

HCL Hard Coral Live / Karang Keras Hidup HCD Hard Coral Dead / Karang Keras Mati

SC Softcoral / Karang Lunak AL Algae / Alga

OT Other / Bentik Lain

Sistem Akuisisi Data

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang dilengkapi dengan sensor-sensor yang mengukur parameter lingkungan. Sensor ini tidak langsung memberikan nilai parameter dalam Satuan Internasional (SI). Oleh karena itu, perlu adanya sistem akuisisi data. Sistem akuisisi data didefinisikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengambil, mengumpulkan, dan menyiapkan data, hingga memprosesnya untuk menghasilkan data yang dikehendaki (Mandela dan Guntur 2014).

Parameter Lifeform dan Genus Karang

Parameter lifeform dan genus karang didapatkan secara manual dari kode angka yang dimasukkan oleh pengambil data karang. Pengambil data karang harus menentukan metode yang digunakan untuk pengambilan data karang. Apabila metode Line Intercept Transect digunakan dalam pengambilan data karang maka pengambil data menekan tombol 1 pada menu pemilihan metode. Pada saat pemasukan data karang, pengambil data memasukkan data karang sesuai dengan alur berikut (Gambar 8) yaitu (1) memasukkan nilai transisi pada meteran transek, (2) kode kategori/lifeform, (3) kode genus, dan (4) pengambil data menekan tombol # untuk menyimpan data di dalam micro SD Card dan pengambil data siap untuk mengambil data karang pada transisi berikutnya.

a b

c d

(26)

12

Gambar 9. Tahapan pemasukan data karang menggunakan metode PIT

Parameter Suhu

Parameter suhu didapatkan dari sensor DS18B20 buatan Dallas Semiconductor (Gambar 10). Sensor ini mengukur nilai suhu dan mengirimkan datanya dengan menggunakan komunikasi 1-Wire. Nilai digital yang dikeluarkan DS18B20 kemudian dikonversi menjadi nilai suhu dalam satuan derajat Celcius atau Fahrenheit. Rentang pengukuran berada antara -55°C hingga +125°C atau setara -67°F hingga +257°F. Akurasi nilai suhu ±0.5°C pada rentang -10°C hingga +85°C. Sensor DS18B20 harus dihubungkan dengan resistor 4,7 k agar bisa berkomunikasi dengan mikrokontroler (Gambar 11).

Gambar 10. Sensor suhu digital DS18B20

Gambar 11. Skematik penghubungan sensor DS18B20 ke mikrokontroler

Parameter Kedalaman

Parameter kedalaman ini didapatkan dengan menggunakan pendekatan tekanan. Tekanan berkorelasi dengan kedalaman dimana semakin besar nilai kedalaman maka semakin tinggi nilai tekanannya. Hal ini sesuai dengan rumus tekanan dimana:

= ℎ

dimana:

p = tekanan (Pascal) ρ = densitas (kg.m-³)

g = gravitasi (m.s-2)

h = kedalaman (m)

(27)

13 Nilai densitas dan gravitasi akan selalu konstan sehingga perubahan tekanan hanya dipengaruhi oleh tekanan. Hal ini yang menjadi dasar penggunaan sensor tekanan untuk mengetahui nilai kedalaman.

Algoritma konversi nilai tekanan menjadi kedalaman telah dikembangkan oleh Fofonoff & Millard (1983). Rumus konversi tekanan menjadi kedalaman memerlukan parameter lintang untuk mendapatkan parameter gravitasi. Pendekatan praktis dilakukan dengan menetapkan nilai gravitasi sebesar 9,8 m.s-2. Dengan

demikian nilai kedalaman bisa diperoleh dengan formula:

ℎ = , × × , × × , × × , × (2)

dimana:

h = kedalaman (m) p = tekanan (decibar) g = gravitasi (9,8 m.s-2)

Catatan: 1 pascal = 0.0001decibar atau 10-5 bar.

Sensor tekanan yang digunakan ialah MPX5700 buatan Freescale Semiconductor (Gambar 12). Sensor ini mampu mengukur tekanan pada rentang 0 hingga 700 kPa atau setara dengan kedalaman 0 hingga 71,38 meter. Nilai yang dikeluarkan sensor ini merupakan sinyal analog berupa nilai voltase. Rentang nilai voltase yang dikeluarkan sebesar 0,2 hingga 4,7 volt. Nilai ini dikonversi ke dalam bentuk digital dengan menggunakan ADC yang ada di dalam mikrokontroler. Gambar 13 menjelaskan hubungan antara nilai tegangan yang dikeluarkan MPX5700 dengan tekanan dimana pada rentan tekanan 0 hingga 700 kPa tegangan output meningkat secara linear. Nilai sensivitas MPX5700 sebesar 6,4 mV/kPa. Karakteristik ini yang membuat MPX5700 mudah untuk diimplementasikan sebagai sensor kedalaman.

Gambar 12. Sensor tekanan MPX5700

(28)

14

Parameter Visibilitas

Visibilitas dapat diartikan sebagai jarak terjauh objek yang bisa dilihat oleh mata. Visibilitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu visibilitas vertikal dan horizontal. Visibilitas dapat diukur dengan menggunakan peralatan sederhana yaitu

Secchi Disc (Rogers et al. 1994; Lee et al. 2015). Namun pengukuran visibilitas menggunakan Secchi Disc akan menjadi kurang baik pada saat ada arus yang kuat atau pada perairan yang dangkal dimana dasar perairan terlihat (Steel & Neuhauser 2002). Instrumen pengukur visibilitas telah banyak diciptakan dengan mengukur atenuasi cahaya di dalam air (Briggs & Morris 1966; Sorenson & Honey 1968; Zanezeld & Pegau 2003).

Zanezeld & Pegau (2003) telah mengembangkan instrumen transmissometer yang mampu mengukur koefisien atenuasi sinar laser hijau (532 nm). Alat ini telah dikomersialkan oleh WET Labs Inc dengan nama C-Star Transmissometer (Gambar 14). Alat ini terdiri dari transmitter berupa sinar laser hijau (532 nm) dan penerima berupa sensor cahaya.

Gambar 14. C-Star Transmissometer

Pengukuran visibilitas pada instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini menggunakan pendekatan Zanezeld & Pegau (2003) yang dimodifikasi dari Duntley (1963) dan Preisendorfer (1976). Nilai yang diterima oleh sensor cahaya adalah koefisien atenuasi. Koefisien atenuasi merupakan penjumlahan koefisien absorpsi (absorption coefficient) dan koefisien hamburan (scattering coefficient). Nilai 0 menandakan tidak adanya atenuasi dan nilai 1 menandakan nilai atenuasi maksimum (tidak ada cahaya yang masuk ke sensor cahaya). Nilai koefisien atenuasi didapatkaan dari rumus (Zanezeld & Pegau 2003):

= × 0,9 + 0,081

dimana:

α = koefisien atenuasi (m-1)

cg = koefisien sinar hijau yang diterima oleh sensor cahaya (m-1)

Koefisien atenuasi ini digunakan untuk mencari nilai jarak visibilitas horizontal dengan rumus (Zanezeld & Pegau 2003) :

=

4,55

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang menggunakan laser hijau (532 nm) dan sensor cahaya TEMT6000 untuk mengukur koefisien atenuasi. Sensor cahaya TEMT6000 menghasilkan output berupa sinyal analog yang proporsional terhadap input cahaya yang ditangkap (Gambar 15). Sinyal analog ini diubah menjadi sinyal digital melalui ADC. ADC yang digunakan memiliki resolusi sebesar 16 bit.

(3)

(29)

15

Gambar 15. Hubungan input cahaya dan output arus pada TEMT6000 Koefisien transmisi sinar laser didapatkan dari persamaan :

=

( )( )

dimana :

DN (l) = Nilai Digital pada jarak 10 cm

DN (0) = Nilai Digital referensi pada jarak 0 cm. Tr = Koefisien Transmisi.

Koefisien transmisi ini kemudian digunakan di dalam persamaan (6) untuk mendapatkan nilai koefisien atenuasi sinar hijau (cg).

= − × ln dimana :

l = jarak antara laser dengan sensor cahaya (10 cm) Tr = Koefisien Transmisi.

cg = koefisien atenuasi sinar hijau (m-1)

ADC yang digunakan ialah ADS1115 buatan Adafruit (Gambar 16). Modul ini menggunakan protokol I2C untuk berkomunikasi dengan mikrokontroler. ADS1115 memiliki alamat (address) tersendiri (0x48) sehingga tidak rancu dengan komunikasi I2C antara mikrokontroler dan RTC DS1307. ADS1115 memiliki kemampuan untuk mengukur 4 input analog sekaligus (A0 – A3).

Gambar 16. ADS1115 16-Bit ADC buatan Adafruit.

(5)

(30)

16

Parameter Waktu

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini dilengkapi dengan real time clock (RTC) DS1307 (Gambar 17). RTC ini digunakan untuk merekam waktu pencatatan data. Parameter yang dikeluarkan oleh RTC ialah tahun, bulan, hari, jam, menit, dan detik. Pembacaan data RTC dengan mikrokontroler menggunakan komunikasi I2C. Komunikasi I2C menggunakan dua pin yaitu SDA dan SCL. Kedua pin ini harus dihubungkan dengan resistor 1k – 10 k agar bisa berkomunikasi dengan mikrokontroler (Gambar 18).

Gambar 17. Real Time Clock DS1307

Gambar 18. Skematik sirkuit elektronik Real Time Clock DS1307

Uji Coba Laboratorium

Uji coba laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekedapan instrumen, fungsionalitas masing-masing komponen, dan data yang dihasilkan. Uji coba dibagi menjadi beberapa tahap.

Uji Coba Kekedapan Instrumen

Kekedapan instrumen diuji di dalam kolam renang. Instrumen dibenamkan di dasar kolam renang pada kedalaman hingga 5 meter untuk mengetahui apakah ada kebocoran pada instrumen. Kedua uji ini digunakan untuk melihat kerja O-Ring dan matras yang melindungi instrumen dari kebocoran.

Uji Coba Sensor Suhu DS18B20

Uji coba ini dilaksanakan untuk mengetahui performa sensor suhu DS18B20 dalam merekam data suhu. Sensor DS18B20 dan termometer raksa dicelupkan ke dalam wadah berisi air dingin yang dipanaskan secara perlahan dan dicatat hasil pengukurannya. Data pengukuran digunakan untuk memperoleh hubungan antara suhu sebenarnya di air dengan nilai digital yang dikeluarkan oleh sensor DS18B20.

Uji Coba Sensor Tekanan MPX5700

(31)

17

Uji Coba Sensor Cahaya TEMT6000

Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui koefisien atenuasi. Instrumen diuji di dasar kolam renang dan Situ Gede. Kedua lokasi ini dipilih untuk mewakili dua kondisi perairan yang berbeda dimana kolam renang diasumsikan perairan yang jernih dan Situ Gede perairan yang keruh.

Uji Coba Kinerja Instrumen

Uji coba ini dilakukan untuk melihat data yang dihasilkan. Semua sensor digabungkan dan diaktifkan pada saat uji coba ini. Data yang dihasilkan harus dapat disimpan di dalam micro SD dan dibaca pada komputer.

Uji Coba Lapang

Uji coba lapang dilaksanakan untuk melihat performa instrumen pencatat karang. Beberapa faktor seperti kenyamanan pemakaian, kemudahan pemakaian, kecepatan pemakaian, dan kecepatan hasil data yag diperoleh akan diuji antara penggunaan instrumen dengan pencatatan manual. Uji coba lapang ini akan menjadi dasar seberapa mudah penggunaan instrumen pencatat karang ini.

Pada uji coba lapang ini beberapa sukarelawan penyelam ilmiah akan melakukan pengamatan karang dengan menggunakan alat dimana sebelumnya sudah diberikan pembekalan. Penyelam yang mencatat secara konvensional juga diturunkan sebagai pembanding.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Rancangan Instrumen Bentuk Fisik Instrumen

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini dirancang untuk dibawa oleh penyelam pada saat melakukan survei terumbu karang. Instrumen ini dilengkapi dengan sensor suhu, kedalaman, dan visibilitas untuk membantu penyelam dalam mengukur parameter lingkungan. Instrumen ini memiliki beberapa bagian (Gambar 19) yaitu kotak bawah, kotak atas, penutup LCD, pembungkus sensor tekanan, pelindung sensor cahaya, kotak laser, tempat keypad, penutup powerbank, rubber pad, dan pelat pengunci. Kotak instrumen dibuat dengan menggunakan bahan plastik PLA (polylactic acid).

(32)

18

Desain instrumen ini dirancang kedap air sehingga mampu dibawa penyelam ke dalam air. Instrumen ini dirancang mampu dibawa hingga kedalaman 20 meter. Instrumen ini dilengkapi dengan O-Ring agar menahan instrumen dari kebocoran (Gambar 20).

Gambar 20. Penempatan O-Ring pada kotak instrumen

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang memiliki dimensi total 168 mm x 111 mm x 71 mm (panjang x lebar x tinggi) dengan bobot total sebesar 812 gr. Ukuran instrumen ini mempertimbangkan penempatan komponen elektronik di dalamnya. Seluruh komponen elektronik ditempatkan pada bagian dalam kotak agar terhindar dari kontak langsung dengan air. Desain teknis dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Gambar teknis instrumen pencatat lifeform dan genus karang (a. tampak samping; b. tampak atas; c. tampak depan)

Bagian kotak bawah memiliki dimensi 150 mm x 111 mm x 36 mm (Gambar 22). Pada kotak bawah ini ditempatkan komponen-komponen elektronik yaitu Arduino Mega, powerbank, sensor MPX5700, sensor DS18B20, RTC DS1307, saklar on/off, ADS1115 dan LCD (Gambar 23).

Kotak atas memiliki dimensi 150 mm x 111 m x 15 mm. Pada kotak atas ini diletakkan keypad 4x3, penutup LCD, laser dan sensor cahaya (Gambar 24).

Keypad 4x3 yang digunakan merupakan keypad membran yang berbentuk pipih sehingga mudah untuk digunakan. Keypad ini dilapisi dengan silikon agar mampu digunakan di dalam air (Gambar 25).

(33)

19

Gambar 22. Dimensi kotak bawah

Gambar 23. Komponen elektronik pada kotak bawah

Gambar 24. Dimensi kotak atas

Gambar 25. Pemberian lem silikon pada permukaan keypad

Pemberian lem silikon Modul

LCD Powerbank

Modul Micro SD Card

ADC ADS1115

Sensor Suhu DS18B20

RTC DS1307

Sensor Tekanan MPX5700 Saklar on/off

(34)

20

Sensor cahaya TEMT6000 diletakkan di dalam kotak bening agar cahaya laser bisa mencapai sensor. Dimensi kotak ini ialah 23,9 mm x 18 mm x 28 mm (Gambar 26). Kotak bening ini diletakkan pada permukaan kotak atas dan diberi lem epoxy agar terekat dengan baik (Gambar 27).

Gambar 26. Dimensi kotak sensor cahaya TEMT6000

Gambar 27. Penempatan kotak sensor cahaya pada kotak atas

Laser yang digunakan untuk mengukur visibilitas memiliki panjang gelombang 532 nm (warna hijau). Laser yang digunakan pada instrumen ini berasal dari laser pointer. Metal pada laser pointer dikupas sehingga yang tersisa hanya modul laser dan lensa fokusnya. Modul laser ini ditempatkan di dalam kotak plastik dan berjarak 100 mm dari kotak sensor cahaya (Gambar 28). Kotak laser ini memiliki panjang 60 mm dan diameter 22 mm (Gambar 29).

Gambar 28. Jarak antara laser dan sensor cahaya TEMT6000

Gambar 29. Dimensi kotak laser

(35)

21

Rangkaian Elektronik

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang menggunakan mikrokontroler 8-bit buatan ATMEL. Jenis mikrokontroler yang digunakan ialah AVR ATmega 2560. Mikrokontroler dengan arsitektur RISC yang efisien ini memiliki 86 pin IO yang dapat diprogram (Atmel 2014). Datasheet Atmega 2560 dapat dilihat pada Lampiran 1. Mikrokontroler ini disematkan ke dalam papan Arduino yang dikenal dengan nama Arduino Mega2560. Fitur penting yang digunakan pada penelitian ini ialah Serial Peripheral Interface (SPI), Inter-Integrated Circuit I2C, One Wire Communication, dan beberapa gerbang digital. Skematik rangkaian yang dibuat ditunjukkan pada Gambar 30.

Serial Peripheral Interface (SPI) merupakan sistem komunikasi data tersinkronisasi berkecepatan tinggi antara mikrokontroler dengan perangkat yang lain. Kecepatan transfer mampu mencapai 3MHz. SPI sering digunakan karena protokolnya yang mudah dipelajari, tersedia dokumentasi, dan berlisensi gratis (Withamana 2013). Komuikasi SPI menggunakan empat kaki yaitu MOSI, MISO, SS, dan SCK. SPI digunakan untuk berkomukinasi dengan modul micro SD card. Mikrokontroler bertindak sebagai master. Modul micro SD card bertindak sebagai

slave.

Inter-Integrated Circuit I2C merupakan antarmuka dua kabel yang digunakan untuk berkomunikasi dengan RTC DS1307 dan ADS1115. RTC DS1307 digunakan untuk menyimpan tanggal dan waktu. Datasheet RTC DS1307 dapat dilihat pada Lampiran 2. ADS1115 digunakan untuk mengubah sinyal analog sensor cahaya TEMT6000 ke dalam sinyal digital dengan resolusi 16 bit. Spesifikasi ADS1115 dapat dilihat pada Lampiran 3. Komunikasi I2C menggunakan dua jalur yaitu SDA dan SCL. Mikrokontroler bertindak sebagai

master, ADS1115 dan DS1307 bertindak sebagai slave (Gambar 31). Komunikasi dengan dua perangkat ini tidak akan mengalami tabrakan atau crash karena tiap perangkat memiliki kode register yang unik. ADS1115 memiliki kode register 0x48 sedangkan DS1307 menggunakan kode 0x68 untuk berkomunikasi dengan mikrokontroler.

(36)

22

Gambar 31. Komunikasi I2C pada dua perangkat yang berbeda

Komunikasi One Wire digunakan untuk mendapatkan data dari sensor suhu digital DS18B20 versi tahan air (Lampiran 4). Di dalam komunikasi ini hanya satu pin untuk mengirimkan dan menerima data. Di dalam komunikasi ini diperlukan

pull up resistorsebesar 4,7 kΩ agar dapat mengirim data ke mikrokontroler. Gerbang digital digunakan untuk berkomunikasi dengan keypad dan modul LCD. Keypad yang digunakan memiliki 4 baris dan 3 kolom sesuai dengan numpad yang biasa ditemukan pada perangkat telepon genggam versi lama (Gambar 32). Modul LCD yang digunakan berukuran 16x2 karakter. Pin yang digunakan sebanyak 6 buah yaitu RS (reset), EN (enable), DB4, DB5, DB6, DB7 (Gambar 33). Tegangan yang dibutuhkan pada instrumen ini berkisar 5 volt. Sumber tegangan yang digunakan ialah powerbank berkapasitas 3.000 mAH. Pada RTC DS1307 digunakan baterai koin CR2032 dengan tegangan 3 volt.

Gambar 32. Keypad 4x3

Gambar 33. Pin pada modul LCD yang dihubungkan ke mikrokontroler

Perangkat Tegar

Mikrokontroler tidak dapat bekerja tanpa adanya perangkat tegar (firmware). Perangkat tegar merupakan sebuah instruksi tetap yang disimpan di dalam FLASH memory program. Bahasa pemrograman yang digunakan ialah bahasa tingkat tinggi C dan kompiler berlisensi gratis Arduino IDE. Perangkat tegar ini dirancang untuk menampilkan dan menyimpan data sensor serta memasukkan input dari keypad.

(37)

23

(38)

24

(39)

25 Berdasarkan diagram alir yang ditampilkan sebelumnya, mikrokontroler akan memberikan perintah untuk menampilkan tulisan “ Coral ID Instrument” pada LCD. Kemudian inisialisasi micro SD Card dilakukan. Jika pin Select mendeteksi ketiadaan micro SD Card maka perintah berikutnya tidak akan dilanjutkan dan LCD akan menampilkan tulisan “Init failed!”. Jika inisialisasi berhasil maka perintah akan dilanjutkan ke inisialisasi DS18B20. Mikrokontroler akan mengirimkan sinyal elektronik yang berisi alamat register DS18B20. Jika tidak ditemukan DS18B20 maka LCD akan menampilkan tulisan “DS18B20 ERROR”. Pada saat inisialisasi berhasil, LCD akan menampilkan tulisan “DS18B20 OK” dan dilanjutkan ke perintah berikutnya.

Inisialisasi RTC DS1307 dilakukan untuk mengambil data waktu dan tanggal. Jika DS1307 tidak ditemukan atau belum diprogram maka akan muncul tulisan “Error.Please run the SetTime” yang berarti pengguna harus menjalankan perangkat tegar SetTime atau “Check the circuitry” jika terjadi kesalahan pada pemasangan RTC. Perangkat tegar SetTime ini perlu diunggah ke dalam mikrokontroler untuk memberikan definisi tanggal dan waktu ke dalam DS1307. Kode program SetTime diperoleh dari library RTCDS1307 di dalam Program Arduino IDE.

Selanjutnya pengguna diharuskan memilih salah satu metode yang ingin dilakukan yaitu 1. PIT (Point Intercept Transect) dan 2. LIT (Line Intercept Transect). Pilihan ini akan digunakan untuk dalam penamaan file yang akan disimpan di dalam micro SD Card. Berikutnya nomor stasiun dimasukkan oleh pengguna. Jika nomor stasiun sudah ada di dalam micro SD Card maka akan muncul tulisan pada LCD “ALREADY AVAILABLE” dan pengguna harus memasukkan nomor stasiun yang baru. Metode yang digunakan dan nomor stasiun akan menjadi nama file dalam bentuk teks (*.txt) dengan format METODE_NO STASIUN.TXT.

Mikrokontroler akan mengambil data transmisi sinar laser dari sensor cahaya TEMT6000 yang terlebih dahulu diubah menjadi nilai digital dengan menggunakan ADS1115. ADS1115 yang berfungsi meningkatkan resolusi ADC menjadi 16 bit. Nilai transmisi ini kemudian diubah menjadi nilai visibilitas, ditampilkan pada LCD, dan disimpan di dalam file yang telah dibuat tadi. Mikrokontroler mengambil data suhu dari DS18B20 yang akan ditampilkan pada LCD, dan disimpan dalam file yang telah dibuat. Mikrokontroler mengambil data kedalaman dari sensor MPX5700. Nilai kedalaman ini didapatkan dari hasil konversi tekanan. Nilai kedalaman ditampilkan pada LCD dan disimpan juga pada micro SD Card.

Apabila metode yang dipilih ialah PIT maka pengguna hanya perlu memasukkan kode bentuk seperti pada Tabel 4. Pada saat pengguna menekan ‘#’ maka mikrokontroler akan mengambil data kedalaman dan menyimpannya beserta kode bentuk tadi ke dalam micro SD Card. Apabila metode yang dipilih ialah LIT maka pengguna harus memasukkan kode jarak/transisi, bentuk/lifeform, dan genus sesuai dengan Tabel 2 dan Tabel 3. Pada saat pengguna menekan ‘#’ maka mikrokontroler akan mengambil data kedalaman dan menyimpannya beserta jarak transisi, kode bentuk, dan kode genus tadi ke dalam micro SD Card.

(40)

26

ke dalam simulator dengan skematik rangkaian seperti pada Gambar 30. Simulasi dijalankan untuk mengetahui adanya error atau kesalahan penempatan pin.

Simulasi merupakan fase penting dalam desain dan implementasi instrumen. Simulasi digunakan untuk mengurangi waktu dan biaya sebelum pembuatan instrumen (Su dan Wang 2010; Xinhuan et al. 2010.). Simulasi yang dilakukan sebelum membuat instrumen akan menghemat banyak waktu pengembangan prototipe karena perubahan komponen dalam sirkuit hardware bukanlah tugas yang mudah setelah membangun seluruh rangkaian (Cika dan Grundler 2010; Mohammed dan Devaraj 2013). Simulasi dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembuatan instrumen dan membawa kenyamanan untuk merancang instrumen (Yanchuang dan Jinying 2010). Berdasarkan hasil simulasi, sirkuit dapat dimodifikasi pada tahap apapun sampai kinerja dan hasil yang diharapkan. Hasil simulasi dan hardware dapat dibandingkan untuk analisis lebih lanjut.

Proteus Design Suite sering digunakan oleh insinyur untuk mensimulasikan skema elektronik dan instrumen berbasis mikrokontroler (Su dan Wang, 2010; Xinhuan et al, 2010; Xiumei dan Jinfeng, 2011; Mohammed dan Devaraj, 2013). Perangkat lunak ini populer karena ada banyak komponen yang dapat digunakan, bersifat interaktif, dan mampu melakukan simulasi sirkuit secara real time.

Simulasi yang dilakukan dalam pengembangan instrumen pencatat lifeform

dan genus karang ini sangat membantu untuk mengevaluasi kode firmware yang akan digunakan dalam instrumen ini. Berdasarkan hasil simulasi, kesalahan dalam kode perangkat tegar dapat diperiksa dan diperbaiki. Simulasi elektronik menggunakan Proteus Design Suite membantu untuk memeriksa koneksi dari setiap komponen elektronik yang digunakan. Koneksi dari masing-masing komponen elektronik harus dipastikan berada pada pin yang tepat. Jika pin yang digunakan salah, maka akan terjadi kemungkinan kerusakan komponen elektronik.

Uji Coba Instrumen Skala Laboratorium Uji Coba Kekedapan Instrumen

(41)

27

Gambar 35. Pelapisan bagian luar instrumen dengan cat pelapis anti bocor

(a) (b)

Gambar 36. Peletakan O-Ring pada kotak bagian atas (a) dan bagian bawah (b)

Gambar 37. 12 Pengait yang digunakan untuk menutup kotak instrumen Hasil pengujian kekedapan kotak instrumen di dalam air pada kedalaman 5 meter menunjukkan kotak instrumen tidak mengalami kebocoran (Gambar 38). O-Ring dan matras berfungsi secara baik untuk menjaga kotak instrumen dari kebocoran. Penggunaan O-Ring pada instrumen yang digunakan di dalam air telah banyak digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya kebocoran alat (Bertrand

et.al. 2012; Anwar et.al. 2016). Pemberian cat

pelapis anti bocor

Pengait

(42)

28

Gambar 38. Pengujian kekedapan instrumen di dasar kolam pada kedalaman 5 meter

Uji Coba Sensor Suhu DS18B20

Pengujian sensor suhu DS18B20 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai antara suhu pada termometer raksa dengan suhu yang dikeluarkan oleh sensor DS18B20 (Gambar 39). Rata-rata perbedaan suhu sebesar 0,48ºCelcius dengan standar error sebesar 0,07ºCelcius. Jika ditinjau dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,99, maka nilai suhu yang terukur dari DS18B20 tidak terlalu jauh berbeda dengan termometer raksa. Perbedaan nilai dimungkinkan karena DS18B20 dilapisi oleh aluminium sehingga bahang yang diterima oleh sensor lebih panas jika dibandingkan dengan bahang yang ada di dalam air. Suhu yang terukur ini masih cukup memadai untuk mengambil data suhu pada saat penyelaman. Data pengukuran suhu dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 39. Fit data pengukuran suhu dengan DS18B20 dan termometer

Uji Coba Sensor Tekanan MPX5700

(43)

29 Setelah itu, MPX5700 diuji di dalam kolam renang. Hasil pengujian MPX5700 di kolam renang ditunjukkan pada Gambar 41. Data pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari pengujian ini terlihat bahwa nilai MPX5700 meningkat seiring penambahan tekanan yang diterimanya. Nilai konversi kedalaman juga menunjukkan nilai yang mirip dengan nilai yang dikeluarkan oleh

dive computer. Dari pengukuran diketahui nilai standar error kedalaman sebesar 0,22 meter. Jika ditinjau dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,99, maka nilai kedalaman yang terukur dari MPX5700 tidak terlalu jauh berbeda dengan dive computer. Nilai kedalaman yang terukur oleh sensor MPX5700 cukup memadai untuk pengukuran kedalaman.

Perbedaan nilai kedalaman terjadi karena rentang nilai digital yang dikeluarkan oleh mikrokontroler sebesar 10 bit atau setara dengan 1024 nilai digital. 1 nilai digital setara dengan tekanan sebesar 0,68 kPa atau setara dengan kedalaman 0,07 meter. Nilai tekanan maksimum yang mampu diukur oleh MP5700 sebesar 700 kPa yang setara dengan nilai digital sebesar 1024. Oleh karena itu, satu nilai digital mengalami penambahan sebesar 0,68 kPa. Nilai digital maksimum yang mampu diukur oleh sensor MPX5700 setara dengan kedalaman sebesar 71,40 meter.

Ujung Sensor MPX5700 diletakkan di luar kotak instrumen dan dibiarkan terpapar dengan air. Hal ini dilakukan agar sensor dapat berkontak langsung dengan medium air. Walaupun MP5700 merupakan sensor yang digunakan pada medium udara namun pihak Freescale menyatakan bahwa sensor ini mampu bekerja pada saat dicelupkan di dalam air (Vaverka 2013). Hal yang mungkin terjadi ialah terjadinya bias dan berkurangnya umur komponen yang lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan yang biasa.

Gambar 40. Pengujian MPX5700 dengan regulator tabung selam

(44)

30

Uji Coba Sensor Cahaya TEMT6000

Berdasarkan hasil pengujian sensor cahaya TEMT6000 pada jarak 0 cm didapatkan nilai digital rata-rata sebesar 26.000. Nilai digital ini menjadi nilai pembagi untuk mendapatkan koefisien transmisi sinar laser pada Persamaan 5. Pengukuran nilai digital sinar yang diterima oleh sensor cahaya TEMT6000 di kolam renang menunjukkan nilai sebesar 23172 yang setara dengan visibilitas 4,07 meter (Gambar 42). Pengukuran TEMT6000 di Situ Gede menunjukkan nilai sebesar 5052 yang setara dengan visibilitas 0,31 m (Gambar 43). Dari kedua nilai ini dapat disimpulkan bahwa sensor TEMT6000 bekerja dengan baik dalam mengukur jarak visibilitas.

Gambar 42. Pengukuran TEMT6000 di dasar kolam renang

Gambar 43. Pengukuran TEMT6000 di Situ Gede

Uji Coba Kinerja Instrumen

Pengujian kinerja instrumen pencatat lifeform dan genus karang ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja seluruh komponen secara menyeluruh. Tingkat ketahanan baterai diuji pada saat digunakan secara terus menerus. Pada saat pengujian ini seluruh sensor diaktifkan untuk diperoleh nilai terukur dan disimpan pada micro SD Card setiap 1 detik. Beberapa kali pengujian telah dilakukan dan memperoleh hasil dimana instrumen mampu bertahan dalam waktu 12 jam. Hasil pengujian menunjukkan bahwa daya tahan baterai cukup memadai untuk digunakan di dalam survei pengambilan data karang.

Pengujian kinerja instrumen dilakukan di dasar kolam. Pada saat pengambilan data, instrumen ditambahkan beban seberat 1,5 kg agar instrumen ini tetap nyaman digenggam di dalam air (Gambar 44). Kedua metode (PIT dan LIT) dicoba perekaman datanya. Instrumen ini didukung dengan kode LIT dan PIT sesuai Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4. Kertas ini dibawa untuk membantu penyelam pada saat mencatat lifeform dan genus karang.

(45)

31

Gambar 44. Penambahan pemberat untuk menstabilkan instrumen di dalam air

Gambar 45. Data LIT dan PIT yang tersimpan di dalam micro SD Card

Uji Coba Instrumen di Lapangan

Uji coba instrumen di Pulau Pramuka dilaksanakan untuk melihat performa instrumen pencatat lifeform dan genus karang. Instrumen dibawa pada kedalaman 6 meter dimana ditemukannya karang. Roll meter dibentang dan dilakukan pencatatan data karang dengan menggunakan metode LIT dan PIT. Hasil uji coba lapang ini ditunjukkan pada beberapa kondisi yaitu kenyamanan pemakaian, kemudahan pemakaian, kecepatan pemakaian, dan kecepatan mengekspor data ke dalam komputer.

Gambar 46 menunjukkan perekaman data karang dengan menggunakan instrumen. Sebagai pembanding, pengambilan data karang secara konvensional juga dilakukan (Gambar 47). Berdasarkan hasil pengujian instrumen, penyelam merasakan kurang nyaman dalam pemakaian karena daya apung yang masih cukup besar. Hal ini disebabkan masih adanya ruang kosong di dalam instrumen sehingga menciptakan daya apung yang cukup besar. Pemakaian instrumen cukup mudah karena instrumen dilengkapi dengan kertas yang berisikan daftar kode lifeform dan genus karang (bentuknya seperti coral finder) sehingga membantu penyelam dalam melihat kode angka lifeform dan genus karang.

(46)

32

Gambar 46. Perekaman data karang dengan menggunakan instrumen

Gambar 47. Pengambilan data karang secara konvensional

Kecepatan pemakaian instrumen dilihat dari waktu yang dibutuhkan oleh penyelam untuk mengambil data karang sesuai dengan metode pengambilan data karang yang digunakan. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan instrumen ini mampu menghemat waktu penyelaman hingga 50% pada metode

Point Intercept Transect. Perbedaan waktu ini dikarenakan pada instrumn penyelam cukup memasukkan nomor kategori. Hal ini mempercepat pencatatan data karang. Pada metode Line Intercept Transect waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan data karang dengan menggunakan instrumen lebih lama dibandingkan cara konvensional. Hal ini dikarenakan penyelam masih membutuhkan waktu untuk melihat tabel lifeform dan genus yang dibawa beserta instrumen. Perbedaan waktu sekitar 3 menit tidak terlalu berpengaruh pada penyelaman. Hal ini mengartikan bahwa pengambilan data karang dengan menggunakan instrumen cukup efektif.

Tabel 5. Perbandingan waktu pengambilan data lifeform dan genus karang antara pencatatan konvensional menggunakan kertas tahan air dengan instrumen

METODE ULANGAN KONVENSIONAL INSTRUMEN

Point Intercept

Transect 1 2 6 menit 15 detik 6 menit 25 detik 3 menit 41 detik 3 menit 21 detik

Line Intercept Transect

(47)

33 Pemasukan data karang ke dalam komputer dilakukan setelah penyelaman dilaksanakan (Gambar 48). Pemasukan ini dilakukan untuk memindahkan data yang ditulis pada kertas tahan air ke dalam komputer (Gambar 49). Pemasukan ini dicatat waktunya untuk mengetahui seberapa lama penyelam biasa menginput data karang ke dalam komputer. Tabel 5 memperlihatkan waktu yang dibutuhkan oleh penyelam untuk menginput data karang ke dalam komputer yang dibandingkan dengan waktu ekstraksi data karang dari instrumen via program GUI yang telah dibuat (Gambar 7). Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan data karang Point Intercept Transect berkisar antara 3 menit hingga 4 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan data karang Line Intercept Transect berkisar antara 21 menit hingga 30 menit. Contoh data pencatatan karang dengan menggunakan instrumen dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 48. Pemasukan data karang ke dalam komputer oleh penyelam

Gambar 49.Data karang yang dicatat pada kertas tahan air

Tabel 6. Perbandingan waktu pemasukan data karang ke dalam komputer antara pencatatan manual dan instrumen. Input data karang dari instrumen menggunakan program ekstraksi data yang telah dibuat

METODE ULANGAN MANUAL INSTRUMEN

Point Intercept

Transect 1 2 3 menit 41 detik 2 menit 53 detik 0 menit 23 detik 0 menit 15 detik

Line Intercept Transect

(48)

34

Data karang yang dicatat menggunakan instrumen tersimpan di dalam micro SD Card. File ini dimasukkan ke dalam program ekstraksi data. Gambar 50 memperlihatkan contoh data yang diekstraksi dari micro SD Card. Data yang sudah terekstraksi dapat disimpan ke dalam file spreadsheet (Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 6, waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi data karang tiap ulangan tidak mencapai 1 menit.

Gambar 50. Data yang dimasukkan ke dalam program ekstraksi data. Validasi telah dilakukan untuk mengetahui keakuratan dari instrumen ini. Validasi ini menggunakan expert judgment untuk melihat hasil dari kedua metode pengambilan data karang. Hasil validasi menunjukkan bahwa instrumen pencatat

lifeform dan genus karang ini memberikan hasil yang sama dengan pencatatan secara konvensional (Gambar 51).

(49)

35 Pada saat pengambilan data dengan menggunakan instrumen terjadi insiden kebocoran. Kebocoran ini terjadi pada waktu mendekati akhir pengambilan semua data karang. Kebocoran ini terjadi karena instrumen tidak mampu menahan tekanan air dalam waktu yang lama. Kebocoran berasal dari sela-sela antara bagian atas dan bagian bawah kotak instrumen. Karet yang berfungsi sebagai penahan kedua bagian tidak cukup kuat untuk menahan tekanan air. Kebocoran ini mengakibatkan

powerbank mengalami korslet (Gambar 52).

Gambar 52. Lubang USB Powerbank yang terkena korslet

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang merupakan inovasi yang dapat membantu penyelam dalam pencatatan karang berdasarkan metode LIT dan PIT. Instrumen ini memiliki beberapa keunggulan di antaranya perekaman parameter suhu, kedalaman, dan visibilitas secara otomatis, waktu pencatatan karang dan waktu pemasukan data ke dalam komputer menjadi lebih efektif. Instrumen ini juga masih memiliki beberapa kekurangan seperti penyelam belum lazim dengan kode angka yang digunakan dalam lifeform dan genus karang sehingga penyelam butuh waktu lebih dalam pencatatan data karang, masalah kotak instrumen yang masih mengalami kebocoran, dan kotak instrumen yang masih bersifat positive bouyant. Pengembangan instrumen pencatat lifeform dan genus karang yang disertai dengan program ekstraksi data ini merupakan inovasi yang harus dikembangkan karena potensial dan akan membantu penyelam dalam kegiatan survei karang.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Instrumen pencatat lifeform dan genus karang berhasil didesain dan dikonstruksi. Instrumen ini memiliki dimensi total 198 mm x 111 mm x 71 mm dengan bobot total sebesar 812 gr. Instrumen ini memiliki desain yang mampu dibawa oleh penyelam di dalam air. Program ekstraksi data dari instrumen ke komputer telah berhasil dirancang. Program ini telah diujicobakan untuk mengubah data pencatatan karang yang tersimpan di dalam micro SD Card ke dalam file

(50)

36

menyimpan data pengamatan di dalam micro SD Card. Uji coba lapang menunjukkan bahwa instrumen dapat digunakan pada pencatatan data karang. Program ekstraksi data telah berhasil dibuat dan mampu membantu penyelam dalam menghemat waktu pemasukan data karang.

Saran

Beberapa penambahan perlu dilakukan dalam pengembangan instrumen pencatat lifeform dan genus karang agar menjadi lebih baik. Inovasi pada bentuk

(51)

37

DAFTAR PUSTAKA

Ajemian MJ, Wetz JJ, Shipley-Lozano B, Stunz GW. 2015. Rapid Assessment of Fish Communities on Submerged Oil and Gas Platform Reefs Using Remotely Operated Vehicles. Fisheries Research 167. hlm 143–155. doi:10.1016/j.fishres.2015.02.011

Anwar I, Mohsin MO, Iqbal S, Abideen ZU, Rehman AU, Ahmed N. 2016. Design and Fabrication of an Underwater Remotely Operated Vehicle (Single Thruster Configuration). Di dalam : Zafar-uz-Zaman M, Siddiqui NA, Iqbal M, Mannan A, Rauf A, Khan S, Jamil N, Mughal MA, Ahsan Q, Hussian M, Afzal M, Rafique M, Durrani N, Ali S, Abbas SA, Ahsan N, Mueed A, editor. Proceedings of 2016 13th International Bhurban

Conference on Applied Sciences & Technology (IBCAST); 2016 Jan 12-16; Islamabad, Pakistan. Danvers (US) : IEEE. hlm 547-553. doi:10.1109/IBCAST.2016.7429932.

Atmel. 2014. Atmel ATmega640/V-1280/V-1281/V-2560/V-2561/V. California (US) : Atmel Corporation.

Bertrand J, Morice R, Beaumont O, Dubois JP. 2012. Field Calibration Device for Raman Backscatter based Fiber Optic Distributed Temperature System (DTS) Technology. Di dalam : Liao Y, Jin W, Sampson DD, Ryozo Yamauchi R, Chung Y, Nakamura K, Rao Y, editor. OFS2012 22nd International Conference on Optical Fiber Sensors; 2012 Okt 15; Beijing, China. Washington (US) : Society of Photo-Optical Instrumentation Engineers. hlm 8421BA-1 - 8421BA-4. doi:10.1117/12.974942.

Briggs RO, Morris G. 1966. Instrumentation for the Prediction of Underwater Visibility Range as a Function of Water Condition. Underwater Photo Optics I; 1966 Jun 1; Santa Barbara, Amerika Serikat. Washington (US) : Society of Photo-Optical Instrumentation Engineers. hlm 1-7. doi:10.1117/12.971016.

Burke D, Allenby J. 2014. Low Cost Water Quality Monitoring Needs Assessment. [diunduh 2016 Feb 16]. Tersedia pada : http://www.chesapeake conservancy.org/images/Low_Cost_Water_Quality_Monitoring_Needs_ Assessment_small1.pdf

Chan HC, Liao CM, Liao YC, Fang ME, Hsu HY, Lin HH, Lee SS, Chou SK. 2014. Field testing of multiple sensors in an underwater environment monitoring system. Di dalam : Chiu FC, Hwang WS, Gong GC, editor. Proceedings of IEEE OCEANS 2014 – TAIPEI; 2014 Apr 7-10; Taipei, Taiwan. San Diego (US) : IEEE. hlm 1–4. doi: 10.1109/OCEANS-TAIPEI.2014.6964568.

Cika D, Grundler D. (2010). Proteus Virtual System Modelling used for microcontroller education. Di dalam : Biljanovic P, Skala K, Golubic S, Bogunovic N, Ribaric S, Cicin-Sain M, Cisic D, Hutinski Z, Baranovic M, Mauher M, Pletikosa M, editor. MIPRO 2010 Proceedings of the 33rd

(52)

38

Diaz-Herrera N, Esteban O, Navarrete MC, Le Haitre M, González-Cano A. 2006. In Situ Salinity Measurements in Seawater with a Fibre-Optic Probe. Meas. Sci. Technol. 17 (8) : 2227–2232.

Duntley SQ. 1963. Light in the Sea. J. Opt. Soc. A. 53 (2). 214-233. doi: 10.1364/JOSA.53.000214.

Earl B. 2014. Adafruit 4-Channel ADC Breakouts. [diunduh pada 2016 Feb 29]. Tersedia pada : https://learn.adafruit.com/adafruit-4-channel-adc-breakouts.

English S, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville (AU) : Australian Institute of Marine. p: 86-89. Fofonoff NP, Millard RC Jr. 1983. Algorithms for computation of fundamental

properties of seawater. UNESCO Tech. Pap. in Mar. Sci. No. 44. hlm 25-28. Tersedia pada : http://unesdoc.UNESCO.org/images/0005/000598/ 059832eb.pdf

González-Rivero M, Bongaerts P, Beijbom O, Pizarro O, Friedman A, Rodriguez-Ramirez A, Upcroft B, Laffoley D, Kline D, Bailhache C, Vevers R, Hoegh-Guldberg O. 2014. The Catlin Seaview Survey – kilometre-scale seascape assessment, and monitoring of coral reef ecosystems. Aquatic Conserv: Mar. Freshw. Ecosyst. 24. 184–198. doi: 10.1002/aqc.2505. Hill J, Wilkinson C. 2004. Methods For Ecological Monitoring of Coral Reefs

Version 1. Townsville (AU) : Australian Institute of Marine. p: 55.

Idris M, Jaya I. 2014. Pengembangan Data Logger Suhu Air Berbiaya Rendah.

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan IPB. 5(1) : 95-108.

Iqbal M, Jaya I., Purba M. 2011. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Drifter Buoy.

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan IPB. 1(2) : 57-70.

Johnson AN, Boer BR, Woessner WW, Stanford JA, Poole GC, Thomas SA, O'Daniel SJ. 2005. Evaluation of an Inexpensive Small-Diameter Temperature Logger for Documenting Ground Water–River Interactions.

Groundwater Monitoring & Remediation, 25(4) : 68–74. doi: 10.1111/j.1745-6592.2005.00049.x

Kioumars A, Tang L. 2011. ATmega and XBee-Based Wireless Sensing. Di dalam : Gupta GS, Bailey D, Demidenko S, Carnegie D, editor. Proceedings of the 5th International Conference on Automation, Robotics and Applications;

2011 Des 6‒8; Wellington, New Zealand. San Diego (US) : IEEE. doi : 10.1109/ICARA.2011.6144908.

Kunikowski W, Czerwiński E, Olejnik P, Awrejcewicz J. 2015. An Overview of ATmega AVR Microcontrollers Used in Scientific Research and Industrial Applications. Pomiary Automatyka Robotyka. 19 (1). 15-20. doi : 10.14313/PAR_215/15

LIPI. 2015. Inilah Status Terumbu Karang Indonesia Terkini. [diunduh 2016 Mar 12]. Tersedia pada : http://lipi.go.id/berita/single/inilah-status-terumbu-karang-indonesia-terkini/15024

Lee ZP, Shang S, Hu C, Keping D, Weidemann A, Hou W, Lin J, Lin G. Secchi disk depth: A new theory and mechanistic model for underwater visibility.

Remote Sensing of Environment. 169. 139-149. doi : 10.1016/j.rse.2015.08.002

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi pengambilan data dengan menggunakan metode LIT
Gambar 3. Arduino Mega : salah satu jenis arduino board
Gambar 4. Diagram alir penelitian
Gambar 6. Desain sistem elektronik instrumen pencatat lifeform dan genus karang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemiskinan merupakan permasahan utama dan menyebabkan berbagai permasalahan kesejahteraan sosial lain di Desa Adaut. Penyebab kemiskinan tersebut adalah rendahnya tingkat

Terbatas pada Global Positioning System saja, nelayan Rembang belum memiliki alat pendeteksi ikan seperti fish finder yang memiliki fitur lengkap tidak sebatas pendeteksi ikan akan

Dari desain terpilih dilakukan Analisis Kekuatan, Tegangan Tumpu, Deformasi, Tegangan Universal Joint, Deformasi Universal Joint,, Deformasi Pin, Pegas, Pegas Torsi,

Aset pajak tangguhan diakui untuk semua perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dan akumulasi rugi fiskal yang belum digunakan, sepanjang besar kemungkinan beda temporer yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi teknis, harga, dan ekonomi dalam penggunaan faktor-faktor produksi kerajinan mebel bambu pada Industri Kecil

Pola pembinaan dalam Islam yang sesuai dengan fase perkembangan anak dimulai dari pembinaan pada awal kelahiran yang harus disegerakan, seperti adzan, iqamah, pemberian

Pada halaman Daftar Bimbingan Akademik pilih mahasiswa yang ingin dilihat KRSnya dan tekan link KRS yang terdapat pada kolom Lihat sehingga akan tampil halaman Kartu Rencana

bahwa dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004