EKSPERIMENTAL
TATA LETAK BAUT PADA SAMBUNGAN MOMEN DI
STRUKTUR COLD FORMED STEEL
(KomunitasBidangIlmu: RekayasaStruktur)
SKRIPSI
Diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratkelulusanpada Program Studi Strata I JurusanTeknikSipil
AJI MAULANA MURSYID
1.30.05.015
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
i Moment connections in cold-formed is a connection that holds the force moments acting on the cold-formed. These connections typically use more than one bolt / screw. Connections are designed based on the rules coldform LRFD (Load and Resistance Factor Design) and the rules of AISI 2001. Calculation of steel connections using the loading plot coldform. Generally, the number of bolts on the connection moment connection is not affected because of the cold formed connections more determined on the thickness of cold formed. And eccentricity at the connection of bolt layout will determine the outcome of the strength of the connection.
ii
ABSTRAK
Sambungan momen pada cold-formed adalah sambungan yang menahan gaya momen yang bekerja pada cold-formed. Sambungan ini umumnya menggunakan lebih dari 1 baut/sekrup. Sambungan coldform didesain berdasarkan peraturan LRFD (Load and Resistance Factor Design) dan peraturan AISI 2001. Perhitungan sambungan baja coldform menggunakan pembebanan sebidang. Umumnya disambungan momen jumlah baut pada sambungan tidak berpengaruh, karena pada sambungan cold formed lebih ditentukan pada ketebalan cold formed tersebut. Dan eksentrisitas pada sambungan dari tata letak baut akan menentukan hasil kekuatan pada sambungan tersebut.
iii Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rizki, nikmat, rahmat dan karunia-Nya,
sehingga dengan segala usaha dan kemampuan yang ada penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “EKSPERIMENTAL TATA LETAK BAUT PADA SAMBUNGAN MOMEN DI STRUKTUR COLD-FORMED STEEL”
Adapun skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik & Ilmu Komputer Jurusan
Teknik Sipil UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA.
Tanpa bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidaklah
mungkin skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang tidak akan pernah habis
kepada Orang tua, Nenek, keluarga, teman - teman dan
yang selalu memberikan doa, dukungan baik moril ataupun materil, tanpa batasan
waktu mereka telah memberikan segalanya. Dan tak lupa juga dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bpk Ir Eddy Suryanto Soegoto, Msc, selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia.
2. Bpk Prof Dr Ir Ukun Sastra Prawira Msc, selaku Dekan Fakultas Teknik dan
Ilmu Komputer.
3. Bpk. Yatna Supriyatna, ST., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
iv 4. Bpk. Y. Djoko Setiyarto, ST., MT. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan pengarahan, petunjuk serta waktu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bpk. Ahmad Fachruddin, ST., MT. atas masukannya dan semangatnya.
6. Bpk M. Donie Aulia, ST., MT. atas dorongan semangatnya.
7. Ibu Alice, selaku sekretariat Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer
Indonesia
8. Semua Keluarga khususnya orang tua yang selalu mendukung dan
mendoakan.
9. Teman-teman seperjuangan 06 TS 01, jangan pernah putus asa terus berjuang.
10. Teman-teman jurusan Teknik Sipil semua angkatan, tetap semangat dan
berjuang untuk terus mengharumkan teknik sipil Unikom
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan pihak yang memerlukannya, Amin.
Bandung, Juni 2010
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRACT ……… i
ABSTARK ……….……….……… ii
KATA PENGANTAR ……….……… iii
DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR GAMBAR ………... vii
DAFTAR GRAFIK………... . ix
DAFTAR TABEL ……….. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………. 1-1
1.2 Tujuan Penulis ……….. 1-1
1.3 Permasalahan ………. 1-2
1.4 Lingkup Penelitian ……… 1-2
1.5 Metode Penulisan ……….. 1-2
vi 2.5 Diagram Tegangan-Regangan ……… 2-5 2.6 Alat Uji ………. 2-8 2.7 Rumus Perhitungan Baja Chanal……… 2-8
BAB III METODE ANALISIS
3.1 Model Struktur Penelitian ………. 3-1 3.2 Analisis Perhitungan Teoritis ………... 3-6
vii
4.4 Analisis Bentuk Kehancuran Sesuai Dengan Perhitungan Teoritis ……… 4-8
4.4.1 Spesimen Ke 1 Baut Berjumlah 3 Vertikal……… 4-8
4.4.2 Spesimen Ke 2 Baut Berjumlah 3 Diagonal……… 4-9
4.4.3 Spesimen Ke 3 Baut Berjumlah 5……… 4-10
4.4.4 Spesimen Ke 4 Baut Berjumlah 3 Horizontal……… 4-11
4.4.5 Spesimen Ke 1 Baut Berjumlah 2 Diagonal……… 4-12
4.5 Hasil Pengolahan Ekperimen (Peralihan 9 mm dan 42 mm)…………..4-13
viii 4.5.2 Hasil Spesimen 2 Baut Berjumlah 3 (Diagonal)………..4-14
4.5.3 Hasil Spesimen 3 Baut Berjumlah 5………4-15
4.5.4 Hasil Spesimen 4 Baut Berjumlah 3 (Horizontal)………..…..4-16
4.5.5 Hasil Spesimen 5 Baut Berjumlah 2 (Diagonal)………..4-17
4.6 Interpretasi Hasil Data Lab………4-21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ……… 5-1
5.2 Saran ……….. 5-3
DAFTAR PUSTAKA
xi
4.1 Grafik Baut 3 Vertikal (9 mm)………... 4-13
4.2 Grafik Baut 3 Vertikal (42 mm)……… ……… 4-14
4.3 Grafik Baut 3 Diagonal (9 mm)………... 4-14
4.4 Grafik Baut 3 Diagonal (42 mm)……… ……. 4-15
4.5 Grafik Baut 5 (9 mm)………... ………… 4-15
4.6 Grafik Baut 5 (42 mm)……… ……... 4-16
4.7 Grafik Baut 3 Horizontal (9 mm)……….... . 4-16
4.8 Grafik Baut 3 Horizontal (42 mm)……….... 4-17
4.9 Grafik Baut 2 Diagonal (9 mm)………... 4-17
4.10 Grafik Baut 2 Diagonal (42 mm)……… ……. . 4-18
4.11 Grafik Perbandingan (9 mm)……. ………. 4-18
1 - 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sambungan momen pada cold-formed adalah sambungan yang menahan gaya
momen yang bekerja pada cold-formed. Sambungan ini umumnya
menggunakan lebih dari 1 baut/sekrup.
Pada kenyataan dilapangan pemasangan baut belum mempertimbangkan
tata letak baut, mengingat ruang untuk sambungan sangat minim. Perencanaan
sambungan cold-formed umumnya menggunakan jumlah baut yang banyak
dan memang hal itu akan menghasilkan kekuatan yang besar pada sambungan
cold-formed. Tetapi apakah penggunaan sambungan dengan jumlah baut yang
banyak itu ekonomis?. Kenyataannya pemasangan baut dilapangan yaitu
menyesuaikan kemudahan dalam instalasi/pengerjaan struktur cold-formed.
Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian apakah baut
dengan jumlah banyak sangat efektif dan efisien, dan apakah tata letak baut
dapat menghasilkan kekuatan yang paling optimal dalam pemasangan
sambungan momen pada struktur cold-formed.
1.2Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk sejauh mana optimasi tata letak baut
pada sambungan momen pada struktur coldformed dengan pengujian
1.3Permasalahan
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain:
a. Menentukan kekuatan momen pada sambungan
b. Pengaruh tata letak baut pada sambungan momen di struktur
coldformed steel (profil C.125x50x20x2,3)
1.4Lingkup Penelitian
Hal-hal yang membatasi penulisan skripsi ini antara lain:
a. “Sambungan Momen” adalah sambungan yang menahan momen yang
bekerja. Dan sambungan momen yang akan diuji yaitu sambungan
pada struktur cold-formed. Sambungan momen tersebut memakai baut
mutu tinggi.
b. “Baut” yang dipergunakan yaitu baut berdiameter 16 mm.
c. “Sambungan Momen” tersebut terbuat dari baja ringan (Coldformed
Steel), dengan menggunakan profil Canal (C.125.50.2,3).
1.5Metode Penulisan
Penulisan skripsi diawali dengan penulisan Bab I yang berisikan tentang latar
belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan manfaat dari penulisan
skripsi ini. Fungsi Bab I tersebut adalah menjelaskan kerangka pikir yang
melandasi seluruh penulisan skripsi ini. Kerangka pikir skripsi ini dapat dilihat
pada gambar 1.1
Pada Bab II akan disajikan studi pustaka mengenai teori-teori yang telah
1 - 3
Pada Bab III akan disajikan prosedur analisis data. Karena tujuan
penulisan skripsi ini Adalah bertujuan untuk mendapatkan optimasi tata letak
baut pada sambungan balok gording baja ringan dengan pengujian
eksperimental. Maka metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimental. Untuk hasil pembanding menggunakan perhitungan teoritis.
Pada Bab IV akan disajikan tentang hasil eksperimental, cara
eksperimental, dan hasil pembahasan hasil eksperimental.
Pada Bab V akan menyimpulkan seluruh penulisan yang telah dilakukan
terutama hal-hal menarik yang telah diperoleh pada Bab III dan Bab IV.
Kesimpulan ini yang dihasilkan akan bersifat khusus (untuk suatu kasus
tertentu) dan dapat pula bersifat umum (belaku untuk seluruh kasus). Selain
itu, pada bab ini akan disajikan pula saran-saran dari penulis. Kerangka dapat
dilihat sepeti Gambat 1.1
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penilitian
Bab I PENDAHULUAN
1.6Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan praktisi agar dapat
menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk menghasilkan
suatu rancangan struktur yang kuat tahan lama dan efisien.
Selain itu, penulisan skripsi ini diharapkan pula bermanfaat bagi kalangan
akademik (teoritis) untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
2 - 1
Bab II
STUDI PUSTAKA
2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen
1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya
sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis
sambungan yaitu: sambungan kaku, sambungan sendi, sambungan rol.
Deformasi yang terjadi pada sambungan antara balok-kolom pada struktur
baja yang menggunakan sambungan baut akan mempengaruhi kekakuan
struktur, sehingga akan berpengaruh pada momen lentur yang terjadi.
Perubahan kekakuan pada struktur dapat dilihat dari perubahan momen
lentur yang terjadi, sehingga dapat ditentukan tingkat penekanan rotasi
yang sesuai dengan tipe sambungan yang digunakan.
2. Momen adalah gaya dalam yang terjadi akibat lenturan pada elemen
struktur atau akibat beban-beban luar yang memiliki eksentris atau jarak
tertentu.
2.2Metode Desain Load and Resistance Factor Design (LRFD)
Perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung di Indonesia saat ini mengacu
pada peraturan yang terbaru yaitu SNI 03-1729-2002 yang menggunakan metode
LRFD. Peraturan tersebut mengadopsi peraturan dari Amerika Serikat yaitu
American Institute of Steel Construction - Load and Resistance Factor Design
menggantikan peraturan lama yang menggunakan metode tegangan ijin
(Allowable Stress Design).
Struktur dan elemen-elemen struktur harus mempunyai kekuatan, kekakuan
dan keawetan yang memadai agar dapat berfungsi dengan baik selama umur
pelayanan bangunan. Struktur harus direncanakan untuk mempunyai cadangan
kekuatan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya beban yang lebih besar dari
beban rencana (overload) dan kemungkinan terjadinya kekuatan bahan yang
kurang dari rencana (understrength) yang bisa disebabkan oleh dimensi profil
yang kurang atau mutu bahan yang kurang (Segui 2003).
Keruntuhan (failure) merupakan keadaan di mana struktur atau elemen-elemennya
atau sambungan-sambungannya tidak mampu menahan beban yang bekerja
sehingga runtuh. Kondisi batas (limit state) merupakan keadaan di mana struktur
atau elemen-elemennya tidak mampu lagi memenuhi fungsinya. Kondisi batas
dibedakan menjadi kondisi batas kekuatan (strength limit states) dan kondisi batas
layan (serviceability limit states). Kondisi batas kekuatan adalah fenomena
perilaku struktur berkaitan dengan pencapaian kekuatan daktail maksimum
(kekuatan plastis), tekuk (buckling), lelah (fatique), patah (fracture), guling
(overturning), dan pergeseran (sliding). Kondisi batas layan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan pemakaian bangunan seperti lendutan, vibrasi, deformasi
permanen dan retak (cracking).
Desain dengan metode faktor ketahanan dan beban terfaktor (LRFD) adalah
suatu metode untuk merencanakan struktur sehingga tidak ada kondisi batas yang
dilampaui. Secara umum kebutuhan akan keamanan struktur dapat dinyatakan
2 - 3
φ.Rn ≥Σγi.Qi (2.1) dengan :
Rn = ketahanan nominal (nominal resistance)
φ = faktor reduksi kekuatan (strength reduction factor)
φ.Rn = kuat rencana (design strength)
γi = overload factors
Qi = beban (beban mati, beban hidup, dll)
Σγi.Qi = beban terfaktor (factored loads)
Pada rumus tersebut, bagian sebelah kiri menyatakan ketahanan (resistance)
atau kekuatan dari komponen atau sistem struktur; bagian sebelah kanan
menyatakan beban – beban yang mungkin bekerja.
2.3Baja Dan Baut
2.3.1 Profil Baja
Bahan yang digunakan dalam eksperimental ini adalah Baja Ringan (Coldformed
Steel) berfrofil Canal (C.125x50x20x2,3). sesuai gambar 2.1. Dengan bahan
tersebut akan di design sesuai kebutuhan eksperimental.
2.3.2 Sifat Baut
Baut yang dipakai adalah baut mutu tinggi yang terbuat dari baja mutu tinggi
dengan kepala baut dan mur berbentuk segi enam yang tebal. Baut mutu tinggi
dikencangkan untuk menimbulkan tegangan tarik yang disyaratkan pada baut
sehingga timbul gaya klem (clampig force) pada sambungan. Penyaluran beban
pada sambungan terjadi akibat adanya gesekan pada pelat yang disambung.
Tabel 2.1 Diameter Baut Mutu inggi ASTM
2 - 5
2.4 Pemodelan
Pengujian lengkung merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan
yang dilakukan terhadap speciment dari bahan baik bahan yang akan digunakan
sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima pembebanan lengkung
maupun proses pelengkungan dalam pembentukan.
Gambar 2.2 Pemodelan Spesimen
2.5 Diagram Tegangan-Regangan
Uji tarik rekayasa sering dipergunakan untuk melengkapi informasi rancangan
dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.
Benda uji tarik diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara
kontinu, diagram yang diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan
O
Diagram tegangan-regangan menunjukkan karakteristik dari bahan yang
diuji dan memberikan informasi penting mengenai besaran mekanis dan jenis
perilaku (Jacob Bernoulli 1654 – 1705 dan J.V. Poncelet 1788 – 1867). Diagram
tegangan-regangan untuk baja struktral tipikal yang mengalami tarik ditunjukkan
pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Diagram Tegangan-Regangan
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang
mengalami tarik (tidak berskala).
Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu O ke titik A,
yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah awal ini
bukan saja linear melainkan juga proporsional (dua variabel dikatakan
proporsional jika rasio antar keduanya konstan, dengan demikian suatu hubungan
proporsional dapat dinyatakan dengan sebuah garis lurus yang melalui pusatnya).
Melewati titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak terjadi lagi;
2 - 7
satuan tegangan dibagi regangan, maka modulus elastisitas mempunyai satuan
yang sama dengan tegangan yang dinyatakan dengan persaman :
E
=
E = Modulus Elastisitas (N/m2) / MPa
=
Tegangan (N/m2) / MPa = ReganganDengan meningkatnya tagangan hingga melewati limit proporsional, maka
regangan mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan
tegangan. Dengan demikian, kurva tegangan-regangan mempunyai kemiringan
yang berangsur-angsur semakin kecil, sampai pada titik B kurva tersebut menjadi
horizontal (lihat Gambar 2.3). Mulai dari titik ini, terjadi perpanjangan yang
cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke C).
Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh (Fy). Pada
daerah antara B dan C, bahan ini menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini
berdeformasi tanpa adanya pertambahan beban. Setelah mengalami regangan
besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja mulai mengalami
pengerasan regang (strain hardening). Selama itu, bahan mengalami perubahan
dalam struktur kristalin, yang menghasilkan peningkatan resitensi bahan tersebut
terhadap deformasi lebih lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini
membutuhkan peningkatan beban tarik, sehingga diagram tegangan-regangan
mempunyai kemiringan positif dai C ke D. Beban tersebut pada akhirnya
tegangan ultimate (Fu). Penarikan batang lebih lanjut pada kenyataannya akan
disertai dengan pengurangan beban, dan akhirnya terjadi putus.patah di suatu titik
seperti titik E pada Gambar 2.3.
2.6 Alat Uji
UTM (Universal Testing Machine) berfungsi untuk memberikan beban pada
benda uji dan sekaligus mengukur peralihan atau lendutan yang terjadi. Besarnya
beban, kecepatan pembebanan, besarnya lendutan semuanya tercatat dan dapat
dikendalikan secara otomatis lewat komputer.
Tumpuan berfungsi untuk menahan beban ketika beban dari UTM
diaplikasikan. Karena pembebanan pada UTM adalah dari bawah ke atas, maka
tumpuan tersebut bersifat menahan gaya angkat ke atas.
a) b)
Gambar 2.4: a) Satu set UTM beserta tumpuannya b) Kontrol UTM
2.7 Rumus Perhitungan Baja Chanal
a. Perhitungan Properti Penampang
Elemen Sudut:
2 - 9
Titik Pusat Busur:
b. Lebar Efektif Sayap Tekan
c. Lebar Lif
d. Kekuatan Sambungan Baut dan Pelat
3 - 1
Bab III
METODE ANALISIS
3.1 Model Struktur Penelitian
3.1.1 Baut berjumlah 3 (Diagonal)
Gambar 3.1 Model 3 baut Diagonal
Pada gambar 1 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan
pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam
3 - 2
Dalam Percobaan ke-1 dengan variasi baut diagonal dengan jumlah 3 baut, dan
jarak antar baut 30 mm.
3.1.2 Baut berjmlah 5
Gambar 3.2 Model 5 Baut
Pada gambar 2 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan
pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam
percobaan ini akan didapatkan besarnya beban,dan besarnya lendutan.
Dalam Percobaan ke-2 dengan variasi baut berjumlah 5 baut, dan jarak antar baut
3.1.3 Baut berjumlah 2
Gambar 3.3 Model 2 Baut Diagonal
Pada gambar 3 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan
pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam
percobaan ini akan didapatkan besarnya beban, dan besarnya lendutan.
Dalam Percobaan ke-3 dengan variasi diagonal berjumlah 2 baut, dan jarak antar
3 - 4
3.1.4 Baut berjumlah 3 (Vertikal)
Gambar 3.4 Model 3 Baut Vertikal
Pada gambar 3 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan
pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam
percobaan ini akan didapatkan besarnya beban, dan besarnya lendutan.
Dalam Percobaan ke-4 dengan variasi vertikal berjumlah 3 baut, dan jarak antar
3.1.5 Baut berjumlah 3 (Horizontal)
Gambar 3.5 Model 3 Baut Horizontal
Pada gambar 5 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan
pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam
percobaan ini akan didapatkan besarnya beban, dan besarnya lendutan.
Dalam Percobaan ke-5 dengan variasi horizontal berjumlah 3 baut, dan jarak
3 - 6
3.2 Analisis Perhitungan Teoritis
Sebelum melakukan eksperimental saya terlebih dahulu menganalisis perhitungan
untuk hasil pengujian sebagai pembanding data yang akan dihasilkan oleh alat uji
otomatis dengan perhitungan manual dengan menggunakan mathcad.
Untuk mendapatkan hasil analisis harus diketahui terlebih dahulu kekuatan bahan
yang akan diuji yaitu kekuatan pelat dan kekuatan baut dengan rumus:
Dalam ekperimental yang akan dilakukan bahan yang digunakan yaitu baja ringan
atau coldformed steel dengan profil 125x50x20x2,3. Data-data dari bahan baja
ringan ini adalah Tinggi Profil (h) = 125 mm, Lebar Profil (b) = 50 mm, Tinggi
Lip (D) = 20 mm, Tebal Profil (t) = 2 mm, Jari-jari Fillet (R) = 3 mm, Mutu Baja
= 16 mm. Dengan data-data yang sudah ada maka tinggal masukan pada rumus di
mathcad.
3.3 Hasil Analisis Perhitungsn Dengan Mathcad
Tabel 3.1 Analisis Hasil Perhitungan Teoritis
No
Tata Letak Baut
P.teoritis (Kgf)
1 3 Baut Vertikal 790
2 3 Baut Diagonal 980
3 5 Baut 1100
4 3 Baut Horizontal 810
5 2 Baut Diagonal 950
Dari hasil perhitungan analisis diatas dapat dilihat jumlah baut yang di sambung
belum tentu menentukan kekuatan sambungan. Kekuatan gaya yang paling besar
dihasilkan oleh 5 baut, dan kekuatan gaya yang paling kecil dihasilkan oleh 3 baut
4 - 1
Bab IV
HASIL EKSPERIMEN
4.1 Proses Pembuatan Spesimen
4.1.1 Material yang digunakan dalam eksperimen ini antara lain:
a. Baja Ringan (Coldformed Steel)
Baja ringan yang digunakan yaitu cold-formed steel profil canal
berukuran 125x50x20x2,3 dengan mutu baja (Fye) 550 Mpa, baja ringan
ini juga di desaign dengan type sambungan. Sambungan baja tersebut
digunakan sebagai benda uji yang akan dipelajari kekuatan sambungan
momen yang bekerja ketika menerima beban hingga mencapai kondisi
tertentu. Seperti Gambar 4.1
Gambar 4.1 Pengolahan Material Baja Untuk Eksperimen
b. Pelat Hot Rolled
Pelat hot rolled digunakan sebagai Grip untuk penyangga atau penahan
baja yang di uji. Grip yang digunkan 2 macam yang membedakan bentuk
(a) (b)
Gambar 4.2 (a) Grip Atas dan (b) Grip Bawah
c. Baut
Baut yang digunakan untuk eksperimen adalah Baut Mutu Tinggi ( HTB)
dengan diameter 16 mm, dan jumlah baut yang di gunakan dalam
eksperimen 12 buah baut. Seperti Gambar 4.3
Gambar 4.3 Baut Diameter 16 mm
d. Lengan Momen
Lengan momen digunkan untuk menciptakan eksentrisitas pada saat uji
tarik dilakukan oleh UTM. Lengan momen bias dilihat seperti Gambar 4.4
4- 3
4.1.2 Alat yang digunakan untuk pembuatan spesimen:
a. Cuter (Alat Pemotong)
Digunakan untuk memotong spesimen dengan ketebalan tertentu. Seperti
Gambar 4.5
Gambar 4.5 Alat Pemotong
b. Mesin Pengebor
Digunakan untuk melubangi spesimen. Seperti Gambar 4.6
Gambar 4.6 Alat Pengebor
c. Gerinda
Digunakan untuk menghaluskan spesimen supaya tidak tajam dan halus.
4.7 Gerinda
e. Jangka Sorong dan Kunci
Digunakan untuk mempermudah bongkar pasang spesimen yang di uji.
Seperti Gambar 4.8
(a) (b)
Gambar 4.8 (a) Jangka Sorong dan (b) Kunci
4.2 Setting Up Alat-Alat
4.2.1 Peralatan yang digunakan di lab ekperiment antara lain:
a. UTM dan tumpuan
UTM (Universal Testing Machine) berfungsi untuk memberikan beban
pada benda uji dan sekaligus mengukur peralihan yang terjadi pada ujung
balok uji. Besarnya beban, kecepatan pembebanan, semuanya tercatat dan
dapat dikendalikan secara otomatis lewat komputer.
Tumpuan berfungsi untuk menahan beban ketika beban dari UTM
4- 5
maka tumpuan tersebut bersifat menahan gaya angkat ke atas. Seperti
Gambar 4.9
4.9 (a) UTM. dan (b) Kontrol UTM
b. Data Logger
Data logger berfungsi untuk mengkonversi sinyal-sinyal resistensi dari
spesimen menjadi nilai regangan yang tercatat secara otomatis dengan
komputer. Jenis data logger yang digunakan DC104R buatan Jepang. Lihat
Gambar 4.10
Gambar 4.10 Data Logger
c. Lain-Lain
Lain-lain seperti alat tulis, dan sebagainya yang turut menunjang
4.2.2 Setting Alat Uji UTM
Untuk alat uji UTM harus masukan berapa besar beban maksimum, kecepatan
pemberian beban, interval waktu, properti materialnya, sifat pengujiannya
(elastik), dan sebagainya perlu di-setting terlebih dahulu.
4.2.3 Pemasangan baja ringan (Spesimen) ke benda uji
Material baja yang akan diuji pada awal mulanya diletakkan pada UTM dan
sekaligus ditahan oleh grip. Peletakan material ke alat uji harus benar dan pas
supaya tidak terjadi kesalahan.
Gambar 4.11 Pemasangan Alat Uji
4.2.4 Setting Data Logger dan Tranduser
Setelah pemasangan Tranduser selesai dan terhubungan dengan data logger,
4- 7
Gambar 4.12 Setting Data Logger dan Tranduser
4.2.5 Cek Semua Berfunsgsi secara benar
Cek semua alat dan persiapan semuanya supaya tidak terjadi kesalahan dalam
pengujian berlangsung. Ketika semua sudah berfungsi secara benar dan pengujian
berjalan dengan lancar, maka ulangi pengujian sesuai banyaknya material yang
akan diuji. Penelitian ini menguji sebanyak 5 kali dengan tata letak dan jumlah
baut yang berbeda.
4.3 Pengaturan Data Eksperimen
Pengujian yang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan dengan spesimen yang
berbeda, yang membedakan yaitu tata letak dan jumlah baut antara lain: 2 baut
posisi diagonal, 3 baut posisi diagonal, 3 baut posisi vertikal, 3 baut posisi
horizontal, dan 5 baut variasi.
Pengaturan untuk data tranduser di atur 20 data/detik, dan untuk alat UTM
elongation atau batas pergeseran smua spesimen dilakukan 2 tahapan yaitu
dibatasi sampai sampai 9 mm dan 42 mm, dikarnakan untuk peralihan 9 mm
belum seragam maka ditentukan peralihan maksimal sampai 42 mm karena : (a)
Menciptakan terjadinya peralihan seragam semua spesimen. (b) Peralihan sampai
42 mm sudah menunjukan bentuk pergeseran spesimen (sudah elongation). (c)
akurat (Karena terjadi kontak antara grip atas dengan flens kolom), sedangkan
untuk kecepatannya 2 mm/menit.
4.4 Analisis Bentuk Kehancuran Sesuai Dengan Perhitungan Teoritis
Bentuk kehancuran yang terjadi setelah pengujian yang dilakukan dapat dilihat
seperti Gambar di bawah:
4.4.1 Spesimen ke 1 Baut Berjumlah 3 (Vertikal)
4- 9
Pengujian spesimen baut berjumlah 3 vertikal menghasilkan bentuk keruntuhan
seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi baut terentu.
Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut
pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 577 Kgf,
dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 577 Kgf.
4.4.2 Spesimen ke 2 Baut Berjumlah 3 (Diagonal)
Pengujian spesimen baut berjumlah 3 diagonal menghasilkan bentuk keruntuhan
seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada baut ketiga yang berada
diposisi bawah.. Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi
perputaran sudut pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm
adalah 709 Kgf, dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 1068
Kgf.
4.4.3 Spesimen ke 3 Baut Berjumlah 5
4- 11
Pengujian spesimen baut berjumlah 5 menghasilkan bentuk keruntuhan seperti
gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi tertentu.. Keruntuhan ini
terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut pada posisi
tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 714 Kgf, dan untuk
peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 1347 Kgf.
4.4.4 Spesimen ke 4 Baut Berjumlah 3 (Horizontal)
Pengujian spesimen baut berjumlah 3 horizontal menghasilkan bentuk keruntuhan
seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi baut terentu.
Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut
pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 510 Kgf,
dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 831 Kgf.
4.4.5 Spesimen ke 5 Baut Berjumlah 2 (Diagonal)
4- 13
Pengujian spesimen baut berjumlah 2 diagonal menghasilkan bentuk keruntuhan
seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi baut terentu.
Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut
pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 607 Kgf,
dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 903 Kgf.
4.5 Hasil Pengolahan Ekperimen (Peralihan 9 mm dan 42 mm) 4.5.1 Hasil Spesimen ke 1 Baut Berjumlah 3 (Vertikal)
Dari peralihan 9 mm spesimen 1 didapatkan Putm sebesar 577 Kgf dan
proses peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.1
4.1 Grafik Baut 3 Vertikal (9 mm)
Dan untuk peralihan 42 mm didapatkan juga Putm sebesar 577 Kgf dan
4.2 Grafik Baut 3 Vertikal (42 mm)
4.5.2 Hasil Spesimen ke 2 Baut Berjumlah 3 (Diagonal)
Peralihan 9 mm spesimen 2 didapatkan Putm sebesar 709 Kgf dan proses
peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.3
4.3 Grafik Baut 3 Diagonal (9 mm)
Peralihan 42 mm spesimen 2 didapatkan Putm sebesar 1068 Kgf dan
4- 15
4.4 Grafik Baut 3 Diagonal (42 mm)
4.5.3 Hasil Spesimen ke 3 Baut Berjumlah 5
Peralihan 9 mm spesimen 3 didapatkan Putm sebesar 714 Kgf dan proses
peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.5
4.5 Grafik Baut 5 (9 mm)
Peralihan 42 mm spesimen 3 didapatkan Putm sebesar 1347 Kgf dan
4.6 Grafik Baut 5 (42 mm)
4.5.4 Hasil Spesimen ke 4 Baut Berjumlah 3 (Horizontal)
Peralihan 9 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 510 Kgf dan proses
peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.7
4.7 Grafik Baut 3 Horizontal (9 mm)
Peralihan 42 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 831 Kgf dan
4- 17
4.8 Grafik Baut 3 Horizontal (42 mm)
4.5.5 Hasil Spesimen ke 5 Baut Berjumlah 2 (Diagonal)
Peralihan 9 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 510 Kgf dan proses
peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.9
4.9 Grafik Baut 2 Diagonal (9 mm)
Peralihan 42 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 903 Kgf dan
4.10 Grafik Baut 2 Diagonal (42mm)
Dari hasil lab dapat dilihat semua grafik ada penurunan secara tiba-tiba
dalam proses peralihan. Hal itu disebabkan adanya slip ketika baut tertarik maka
bagian depan dari baut dulu yang tertarik dan bagian belakang belum.
Untuk membandingkan hasil pengolahan semua spesimen dengan
peralihan 9 mm maka untuk mempermudah perbandingan antar hasil spesimen
yang diuji dari hasil tabel dibuat grafik perbandingan. Seperti Grafik 4.11
4- 19
Dan untuk membandingkan hasil pengolahan semua spesimen dengan
peralihan 42 mm maka untuk mempermudah perbandingan antar hasil spesimen
yang diuji dari hasil tabel dibuat grafik perbandingan. Seperti Grafik 4.12
4.12 Grafik Perbandingan (42 mm)
Karena mesin UTM menghasilkan data peralihan yang kurang akurat (
Terjadi slip pada pegangan gribnya) maka digunakan peralihan tranduser untuk
mendapatkan hasil yang akurat.
Cara menggunakan peralihan tranduser dengan mencocokan terlebih
dahulu timeing yang ada pada data hasil traduser dan data hasil UTM. Setelah
mencocokan timeing hasil peralihan dan gaya hasil pengujian maka di dapatkan
hasil sebagai berikut.
Untuk pengujian dengan peralihan 9 mm sudah dapat menghasilkan gaya
dari masing-masing spesimen. Gaya yang paling besar dihasilkan oleh baut yang
berjumlah 5 dan gaya yang paling kecil dihasilkan oleh baut yang berjumlah 3
Tabel 4.1 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan peralihan 9 mm
No
Tata Letak Baut
Putm (Kgf) P.teoritis (Kgf)
%
1 3 Baut Vertikal 577 790 39
2 3 Baut Diagonal 709 980 38
3 5 Baut 714 1100 54
4 3 Baut Horizontal 510 810 58
5 2 Baut Diagonal 607 950 56
Dan untuk pengujian dengan peralihan 42 mm menghasilkan gaya yang
maksimal dari masing-masing spesimen. . Gaya yang paling besar dihasilkan oleh
baut yang berjumlah 5 dan gaya yang paling kecil dihasilkan oleh baut yang
berjumlah 3 vertikal. Hasil gaya yang dihasilkan antara peralihan 9 mm dan 42
mm ada perbedaan dikarnakan masih adanya depormasi yang terjadi sampai
batasan yang maksimal.
Untuk hasil peralihan dari peralihan 42 mm adalah hasil yang maksimal
dari depormasi atau perubahan betuk spesimen dan menghasilkan gaya yang
4- 21
Tabel 4.2 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan peralihan 42 mm
Setelah didapatkan hasil pengolahan data dengan mencocokan semua data
spesimen yang diuji yaitu hasil peralihan data tranduser dan data UTM maka bisa
dilihat dari tabel 4.1 dan table 4.2 diatas. (Ket: Hasil Pengolahan Dilampirkan)
4.6 Interpretasi Hasil Data Lab
Berikut hasil interpertasi data lab:
1) Pada sambungan cold formed jumlah baut tidak memberikan kekuatan
yang signifikan tetapi ditentukan pada ketebalan cold formed tersebut.
Sebagai bukti perbandingan 3 baut diagonal dengan 3 baut horizontal. Dan
perbandingan 3 baut horizontal dengan 3 baut vertical. Hasil dari
perbandingan spesimen tersebut menunjukan hasil kekuatan yang tidak
2) Dan pada sambungan cold formed tata letak baut sangat menentukan
kekuatan yang dihasilkan oleh sambungan.
Sebagi bukti perbandingan antara 3 baut vertikal dengan 2 baut diagonal.
Hasil tersebut menunjukan perbedaan antara 2 baut dengan tata letak
diagonal menghasilkan kekuatan yang lebih besar dibandingkan 3 baut
5-1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berikut hasil interpertasi data lab:
Tabel 5.1 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan
peralihan 9 mm
Tabel 5.2 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan
1) Pada sambungan cold formed steel jumlah baut tidak memberikan
kekuatan yang signifikan tetapi ditentukan pada ketebalan cold formed
tersebut.
Sebagai bukti perbandingan 3 baut diagonal dengan 3 baut horizontal. Dan
perbandingan 3 baut horizontal dengan 3 baut vertical. Hasil dari
perbandingan spesimen tersebut menunjukan hasil kekuatan yang tidak
jauh berbeda.
2) Dan pada sambungan cold formed tata letak baut sangat menentukan
kekuatan yang dihasilkan oleh sambungan.
Sebagi bukti perbandingan antara 3 baut vertikal dengan 2 baut diagonal.
Hasil tersebut menunjukan perbedaan antara 2 baut dengan tata letak
diagonal menghasilkan kekuatan yang lebih besar dibandingkan 3 baut
dengan tata letak vertikal.
letak baut akan menentukan hasil kekuatan pada sambungan.
5.2 Saran
Setelah memperhatikan hasil analisa serta kesimpulan diatas, maka akan
dikemukakan beberapa saran yang sekiranya berguna bagi kalangan praktisi
ataupun kalangan akademik yang membaca laporan skripsi ini dan bahkan
menggunakan hasil dari laporan ini. Berikut ini beberapa hal yang dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan kinerja kita sebagai
Civil Engginerring agar adanya perhatian lebih ke faktor-faktor atau penyebab
sering terjadinya pada kasus-kasus tertentu dalam hal penyambungan pada
5 -3
coldformed tidak hanya melihat dari jumlah baut tapi tata letak baut pun
sangat penting untuk menentukan kekuatan momen sambungannya. Dan
penulisan skripsi ini diharapkan juga bermanfaat bagi kalangan praktisi agar
dapat menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk
menghasilkan suatu rancangan struktur yang kuat tahan lama dan efisien.
Standar Nasional Indonesia. (2000). Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
untuk Bangunan Gedung - SNI 03-1729-2002.
Segui, W.T. (2003). LRFD Steel Design. Third Edition. Pasific Grove: Thomson Learning.
Gere & Timoshenko. (2000). Mekanika Bahan. Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
AISC. (2005). Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings, American Institue of Steel Construction, Chicago, Illinois.
AISI. (2000). “A Design Approach for Complex Stiffeners”, Research Report
RP00-3, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute.
AISI. (2001a). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in bearing
(With and Without Washers)”, Research Report RP01-4, Committee
on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute.
AISI. (2001b). “Calibrations of Bolted Cold-Formed Steel Connections in bearing
(With and Without Washers)”, Research Report RP01-5, Committee
on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute
Salmon, C.G. and Johnson, J.E. (1990). Steel Structure: Design and Behavior, Third Edition, Harper Collins Publisher, USA.
Dewobroto, W. (2008).”Ringkasan Disertasi: Pengaruh Bentuk dan Ukuran
Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Formed”, Program Doktor Teknik Sipil,