• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksperimental Tata Letak Baut Pada Sambungan Momen Di Struktural ColdFormed Steel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksperimental Tata Letak Baut Pada Sambungan Momen Di Struktural ColdFormed Steel"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPERIMENTAL

TATA LETAK BAUT PADA SAMBUNGAN MOMEN DI

STRUKTUR COLD FORMED STEEL

(KomunitasBidangIlmu: RekayasaStruktur)

SKRIPSI

Diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratkelulusanpada Program Studi Strata I JurusanTeknikSipil

AJI MAULANA MURSYID

1.30.05.015

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(2)

i Moment connections in cold-formed is a connection that holds the force moments acting on the cold-formed. These connections typically use more than one bolt / screw. Connections are designed based on the rules coldform LRFD (Load and Resistance Factor Design) and the rules of AISI 2001. Calculation of steel connections using the loading plot coldform. Generally, the number of bolts on the connection moment connection is not affected because of the cold formed connections more determined on the thickness of cold formed. And eccentricity at the connection of bolt layout will determine the outcome of the strength of the connection.

(3)

ii

ABSTRAK

Sambungan momen pada cold-formed adalah sambungan yang menahan gaya momen yang bekerja pada cold-formed. Sambungan ini umumnya menggunakan lebih dari 1 baut/sekrup. Sambungan coldform didesain berdasarkan peraturan LRFD (Load and Resistance Factor Design) dan peraturan AISI 2001. Perhitungan sambungan baja coldform menggunakan pembebanan sebidang. Umumnya disambungan momen jumlah baut pada sambungan tidak berpengaruh, karena pada sambungan cold formed lebih ditentukan pada ketebalan cold formed tersebut. Dan eksentrisitas pada sambungan dari tata letak baut akan menentukan hasil kekuatan pada sambungan tersebut.

(4)

iii Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rizki, nikmat, rahmat dan karunia-Nya,

sehingga dengan segala usaha dan kemampuan yang ada penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “EKSPERIMENTAL TATA LETAK BAUT PADA SAMBUNGAN MOMEN DI STRUKTUR COLD-FORMED STEEL”

Adapun skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan

pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik & Ilmu Komputer Jurusan

Teknik Sipil UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA.

Tanpa bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidaklah

mungkin skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang tidak akan pernah habis

kepada Orang tua, Nenek, keluarga, teman - teman dan

yang selalu memberikan doa, dukungan baik moril ataupun materil, tanpa batasan

waktu mereka telah memberikan segalanya. Dan tak lupa juga dengan segala

kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bpk Ir Eddy Suryanto Soegoto, Msc, selaku Rektor Universitas Komputer

Indonesia.

2. Bpk Prof Dr Ir Ukun Sastra Prawira Msc, selaku Dekan Fakultas Teknik dan

Ilmu Komputer.

3. Bpk. Yatna Supriyatna, ST., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

(5)

iv 4. Bpk. Y. Djoko Setiyarto, ST., MT. selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan pengarahan, petunjuk serta waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bpk. Ahmad Fachruddin, ST., MT. atas masukannya dan semangatnya.

6. Bpk M. Donie Aulia, ST., MT. atas dorongan semangatnya.

7. Ibu Alice, selaku sekretariat Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer

Indonesia

8. Semua Keluarga khususnya orang tua yang selalu mendukung dan

mendoakan.

9. Teman-teman seperjuangan 06 TS 01, jangan pernah putus asa terus berjuang.

10. Teman-teman jurusan Teknik Sipil semua angkatan, tetap semangat dan

berjuang untuk terus mengharumkan teknik sipil Unikom

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak

mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan pihak yang memerlukannya, Amin.

Bandung, Juni 2010

(6)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRACT ……… i

ABSTARK ……….……….……… ii

KATA PENGANTAR ……….……… iii

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR GRAFIK………... . ix

DAFTAR TABEL ……….. x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………. 1-1

1.2 Tujuan Penulis ……….. 1-1

1.3 Permasalahan ………. 1-2

1.4 Lingkup Penelitian ……… 1-2

1.5 Metode Penulisan ……….. 1-2

(7)

vi 2.5 Diagram Tegangan-Regangan ……… 2-5 2.6 Alat Uji ………. 2-8 2.7 Rumus Perhitungan Baja Chanal……… 2-8

BAB III METODE ANALISIS

3.1 Model Struktur Penelitian ………. 3-1 3.2 Analisis Perhitungan Teoritis ………... 3-6

(8)

vii

4.4 Analisis Bentuk Kehancuran Sesuai Dengan Perhitungan Teoritis ……… 4-8

4.4.1 Spesimen Ke 1 Baut Berjumlah 3 Vertikal……… 4-8

4.4.2 Spesimen Ke 2 Baut Berjumlah 3 Diagonal……… 4-9

4.4.3 Spesimen Ke 3 Baut Berjumlah 5……… 4-10

4.4.4 Spesimen Ke 4 Baut Berjumlah 3 Horizontal……… 4-11

4.4.5 Spesimen Ke 1 Baut Berjumlah 2 Diagonal……… 4-12

4.5 Hasil Pengolahan Ekperimen (Peralihan 9 mm dan 42 mm)…………..4-13

(9)

viii 4.5.2 Hasil Spesimen 2 Baut Berjumlah 3 (Diagonal)………..4-14

4.5.3 Hasil Spesimen 3 Baut Berjumlah 5………4-15

4.5.4 Hasil Spesimen 4 Baut Berjumlah 3 (Horizontal)………..…..4-16

4.5.5 Hasil Spesimen 5 Baut Berjumlah 2 (Diagonal)………..4-17

4.6 Interpretasi Hasil Data Lab………4-21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 5-1

5.2 Saran ……….. 5-3

DAFTAR PUSTAKA

(10)

xi

4.1 Grafik Baut 3 Vertikal (9 mm)………... 4-13

4.2 Grafik Baut 3 Vertikal (42 mm)……… ……… 4-14

4.3 Grafik Baut 3 Diagonal (9 mm)………... 4-14

4.4 Grafik Baut 3 Diagonal (42 mm)……… ……. 4-15

4.5 Grafik Baut 5 (9 mm)………... ………… 4-15

4.6 Grafik Baut 5 (42 mm)……… ……... 4-16

4.7 Grafik Baut 3 Horizontal (9 mm)……….... . 4-16

4.8 Grafik Baut 3 Horizontal (42 mm)……….... 4-17

4.9 Grafik Baut 2 Diagonal (9 mm)………... 4-17

4.10 Grafik Baut 2 Diagonal (42 mm)……… ……. . 4-18

4.11 Grafik Perbandingan (9 mm)……. ………. 4-18

(11)

1 - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sambungan momen pada cold-formed adalah sambungan yang menahan gaya

momen yang bekerja pada cold-formed. Sambungan ini umumnya

menggunakan lebih dari 1 baut/sekrup.

Pada kenyataan dilapangan pemasangan baut belum mempertimbangkan

tata letak baut, mengingat ruang untuk sambungan sangat minim. Perencanaan

sambungan cold-formed umumnya menggunakan jumlah baut yang banyak

dan memang hal itu akan menghasilkan kekuatan yang besar pada sambungan

cold-formed. Tetapi apakah penggunaan sambungan dengan jumlah baut yang

banyak itu ekonomis?. Kenyataannya pemasangan baut dilapangan yaitu

menyesuaikan kemudahan dalam instalasi/pengerjaan struktur cold-formed.

Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan penelitian apakah baut

dengan jumlah banyak sangat efektif dan efisien, dan apakah tata letak baut

dapat menghasilkan kekuatan yang paling optimal dalam pemasangan

sambungan momen pada struktur cold-formed.

1.2Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk sejauh mana optimasi tata letak baut

pada sambungan momen pada struktur coldformed dengan pengujian

(12)

1.3Permasalahan

Beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain:

a. Menentukan kekuatan momen pada sambungan

b. Pengaruh tata letak baut pada sambungan momen di struktur

coldformed steel (profil C.125x50x20x2,3)

1.4Lingkup Penelitian

Hal-hal yang membatasi penulisan skripsi ini antara lain:

a. “Sambungan Momen” adalah sambungan yang menahan momen yang

bekerja. Dan sambungan momen yang akan diuji yaitu sambungan

pada struktur cold-formed. Sambungan momen tersebut memakai baut

mutu tinggi.

b. “Baut” yang dipergunakan yaitu baut berdiameter 16 mm.

c. “Sambungan Momen” tersebut terbuat dari baja ringan (Coldformed

Steel), dengan menggunakan profil Canal (C.125.50.2,3).

1.5Metode Penulisan

Penulisan skripsi diawali dengan penulisan Bab I yang berisikan tentang latar

belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan manfaat dari penulisan

skripsi ini. Fungsi Bab I tersebut adalah menjelaskan kerangka pikir yang

melandasi seluruh penulisan skripsi ini. Kerangka pikir skripsi ini dapat dilihat

pada gambar 1.1

Pada Bab II akan disajikan studi pustaka mengenai teori-teori yang telah

(13)

1 - 3

Pada Bab III akan disajikan prosedur analisis data. Karena tujuan

penulisan skripsi ini Adalah bertujuan untuk mendapatkan optimasi tata letak

baut pada sambungan balok gording baja ringan dengan pengujian

eksperimental. Maka metode penelitian yang digunakan adalah metode

eksperimental. Untuk hasil pembanding menggunakan perhitungan teoritis.

Pada Bab IV akan disajikan tentang hasil eksperimental, cara

eksperimental, dan hasil pembahasan hasil eksperimental.

Pada Bab V akan menyimpulkan seluruh penulisan yang telah dilakukan

terutama hal-hal menarik yang telah diperoleh pada Bab III dan Bab IV.

Kesimpulan ini yang dihasilkan akan bersifat khusus (untuk suatu kasus

tertentu) dan dapat pula bersifat umum (belaku untuk seluruh kasus). Selain

itu, pada bab ini akan disajikan pula saran-saran dari penulis. Kerangka dapat

dilihat sepeti Gambat 1.1

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penilitian

Bab I PENDAHULUAN

(14)

1.6Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan praktisi agar dapat

menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk menghasilkan

suatu rancangan struktur yang kuat tahan lama dan efisien.

Selain itu, penulisan skripsi ini diharapkan pula bermanfaat bagi kalangan

akademik (teoritis) untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang

(15)

2 - 1

Bab II

STUDI PUSTAKA

2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen

1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya

sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis

sambungan yaitu: sambungan kaku, sambungan sendi, sambungan rol.

Deformasi yang terjadi pada sambungan antara balok-kolom pada struktur

baja yang menggunakan sambungan baut akan mempengaruhi kekakuan

struktur, sehingga akan berpengaruh pada momen lentur yang terjadi.

Perubahan kekakuan pada struktur dapat dilihat dari perubahan momen

lentur yang terjadi, sehingga dapat ditentukan tingkat penekanan rotasi

yang sesuai dengan tipe sambungan yang digunakan.

2. Momen adalah gaya dalam yang terjadi akibat lenturan pada elemen

struktur atau akibat beban-beban luar yang memiliki eksentris atau jarak

tertentu.

2.2Metode Desain Load and Resistance Factor Design (LRFD)

Perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung di Indonesia saat ini mengacu

pada peraturan yang terbaru yaitu SNI 03-1729-2002 yang menggunakan metode

LRFD. Peraturan tersebut mengadopsi peraturan dari Amerika Serikat yaitu

American Institute of Steel Construction - Load and Resistance Factor Design

(16)

menggantikan peraturan lama yang menggunakan metode tegangan ijin

(Allowable Stress Design).

Struktur dan elemen-elemen struktur harus mempunyai kekuatan, kekakuan

dan keawetan yang memadai agar dapat berfungsi dengan baik selama umur

pelayanan bangunan. Struktur harus direncanakan untuk mempunyai cadangan

kekuatan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya beban yang lebih besar dari

beban rencana (overload) dan kemungkinan terjadinya kekuatan bahan yang

kurang dari rencana (understrength) yang bisa disebabkan oleh dimensi profil

yang kurang atau mutu bahan yang kurang (Segui 2003).

Keruntuhan (failure) merupakan keadaan di mana struktur atau elemen-elemennya

atau sambungan-sambungannya tidak mampu menahan beban yang bekerja

sehingga runtuh. Kondisi batas (limit state) merupakan keadaan di mana struktur

atau elemen-elemennya tidak mampu lagi memenuhi fungsinya. Kondisi batas

dibedakan menjadi kondisi batas kekuatan (strength limit states) dan kondisi batas

layan (serviceability limit states). Kondisi batas kekuatan adalah fenomena

perilaku struktur berkaitan dengan pencapaian kekuatan daktail maksimum

(kekuatan plastis), tekuk (buckling), lelah (fatique), patah (fracture), guling

(overturning), dan pergeseran (sliding). Kondisi batas layan adalah hal-hal yang

berkaitan dengan pemakaian bangunan seperti lendutan, vibrasi, deformasi

permanen dan retak (cracking).

Desain dengan metode faktor ketahanan dan beban terfaktor (LRFD) adalah

suatu metode untuk merencanakan struktur sehingga tidak ada kondisi batas yang

dilampaui. Secara umum kebutuhan akan keamanan struktur dapat dinyatakan

(17)

2 - 3

φ.Rn ≥Σγi.Qi (2.1) dengan :

Rn = ketahanan nominal (nominal resistance)

φ = faktor reduksi kekuatan (strength reduction factor)

φ.Rn = kuat rencana (design strength)

γi = overload factors

Qi = beban (beban mati, beban hidup, dll)

Σγi.Qi = beban terfaktor (factored loads)

Pada rumus tersebut, bagian sebelah kiri menyatakan ketahanan (resistance)

atau kekuatan dari komponen atau sistem struktur; bagian sebelah kanan

menyatakan beban – beban yang mungkin bekerja.

2.3Baja Dan Baut

2.3.1 Profil Baja

Bahan yang digunakan dalam eksperimental ini adalah Baja Ringan (Coldformed

Steel) berfrofil Canal (C.125x50x20x2,3). sesuai gambar 2.1. Dengan bahan

tersebut akan di design sesuai kebutuhan eksperimental.

(18)

2.3.2 Sifat Baut

Baut yang dipakai adalah baut mutu tinggi yang terbuat dari baja mutu tinggi

dengan kepala baut dan mur berbentuk segi enam yang tebal. Baut mutu tinggi

dikencangkan untuk menimbulkan tegangan tarik yang disyaratkan pada baut

sehingga timbul gaya klem (clampig force) pada sambungan. Penyaluran beban

pada sambungan terjadi akibat adanya gesekan pada pelat yang disambung.

Tabel 2.1 Diameter Baut Mutu inggi ASTM

(19)

2 - 5

2.4 Pemodelan

Pengujian lengkung merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan

yang dilakukan terhadap speciment dari bahan baik bahan yang akan digunakan

sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima pembebanan lengkung

maupun proses pelengkungan dalam pembentukan.

Gambar 2.2 Pemodelan Spesimen

2.5 Diagram Tegangan-Regangan

Uji tarik rekayasa sering dipergunakan untuk melengkapi informasi rancangan

dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.

Benda uji tarik diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara

kontinu, diagram yang diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan

(20)

O

Diagram tegangan-regangan menunjukkan karakteristik dari bahan yang

diuji dan memberikan informasi penting mengenai besaran mekanis dan jenis

perilaku (Jacob Bernoulli 1654 – 1705 dan J.V. Poncelet 1788 – 1867). Diagram

tegangan-regangan untuk baja struktral tipikal yang mengalami tarik ditunjukkan

pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Diagram Tegangan-Regangan

Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang

mengalami tarik (tidak berskala).

Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu O ke titik A,

yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah awal ini

bukan saja linear melainkan juga proporsional (dua variabel dikatakan

proporsional jika rasio antar keduanya konstan, dengan demikian suatu hubungan

proporsional dapat dinyatakan dengan sebuah garis lurus yang melalui pusatnya).

Melewati titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak terjadi lagi;

(21)

2 - 7

satuan tegangan dibagi regangan, maka modulus elastisitas mempunyai satuan

yang sama dengan tegangan yang dinyatakan dengan persaman :

E

=

E = Modulus Elastisitas (N/m2) / MPa

=

Tegangan (N/m2) / MPa = Regangan

Dengan meningkatnya tagangan hingga melewati limit proporsional, maka

regangan mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan

tegangan. Dengan demikian, kurva tegangan-regangan mempunyai kemiringan

yang berangsur-angsur semakin kecil, sampai pada titik B kurva tersebut menjadi

horizontal (lihat Gambar 2.3). Mulai dari titik ini, terjadi perpanjangan yang

cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke C).

Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh (Fy). Pada

daerah antara B dan C, bahan ini menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini

berdeformasi tanpa adanya pertambahan beban. Setelah mengalami regangan

besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja mulai mengalami

pengerasan regang (strain hardening). Selama itu, bahan mengalami perubahan

dalam struktur kristalin, yang menghasilkan peningkatan resitensi bahan tersebut

terhadap deformasi lebih lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini

membutuhkan peningkatan beban tarik, sehingga diagram tegangan-regangan

mempunyai kemiringan positif dai C ke D. Beban tersebut pada akhirnya

(22)

tegangan ultimate (Fu). Penarikan batang lebih lanjut pada kenyataannya akan

disertai dengan pengurangan beban, dan akhirnya terjadi putus.patah di suatu titik

seperti titik E pada Gambar 2.3.

2.6 Alat Uji

UTM (Universal Testing Machine) berfungsi untuk memberikan beban pada

benda uji dan sekaligus mengukur peralihan atau lendutan yang terjadi. Besarnya

beban, kecepatan pembebanan, besarnya lendutan semuanya tercatat dan dapat

dikendalikan secara otomatis lewat komputer.

Tumpuan berfungsi untuk menahan beban ketika beban dari UTM

diaplikasikan. Karena pembebanan pada UTM adalah dari bawah ke atas, maka

tumpuan tersebut bersifat menahan gaya angkat ke atas.

a) b)

Gambar 2.4: a) Satu set UTM beserta tumpuannya b) Kontrol UTM

2.7 Rumus Perhitungan Baja Chanal

a. Perhitungan Properti Penampang

Elemen Sudut:

(23)

2 - 9

Titik Pusat Busur:

b. Lebar Efektif Sayap Tekan

c. Lebar Lif

d. Kekuatan Sambungan Baut dan Pelat

(24)

3 - 1

Bab III

METODE ANALISIS

3.1 Model Struktur Penelitian

3.1.1 Baut berjumlah 3 (Diagonal)

Gambar 3.1 Model 3 baut Diagonal

Pada gambar 1 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan

pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam

(25)

3 - 2

Dalam Percobaan ke-1 dengan variasi baut diagonal dengan jumlah 3 baut, dan

jarak antar baut 30 mm.

3.1.2 Baut berjmlah 5

Gambar 3.2 Model 5 Baut

Pada gambar 2 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan

pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam

percobaan ini akan didapatkan besarnya beban,dan besarnya lendutan.

Dalam Percobaan ke-2 dengan variasi baut berjumlah 5 baut, dan jarak antar baut

(26)

3.1.3 Baut berjumlah 2

Gambar 3.3 Model 2 Baut Diagonal

Pada gambar 3 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan

pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam

percobaan ini akan didapatkan besarnya beban, dan besarnya lendutan.

Dalam Percobaan ke-3 dengan variasi diagonal berjumlah 2 baut, dan jarak antar

(27)

3 - 4

3.1.4 Baut berjumlah 3 (Vertikal)

Gambar 3.4 Model 3 Baut Vertikal

Pada gambar 3 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan

pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam

percobaan ini akan didapatkan besarnya beban, dan besarnya lendutan.

Dalam Percobaan ke-4 dengan variasi vertikal berjumlah 3 baut, dan jarak antar

(28)

3.1.5 Baut berjumlah 3 (Horizontal)

Gambar 3.5 Model 3 Baut Horizontal

Pada gambar 5 dalam percobaan yang dilakukan ini yaitu ketika diberikan

pembebanan maka akan menimbulkan gaya momen, dan gaya geser. Dalam

percobaan ini akan didapatkan besarnya beban, dan besarnya lendutan.

Dalam Percobaan ke-5 dengan variasi horizontal berjumlah 3 baut, dan jarak

(29)

3 - 6

3.2 Analisis Perhitungan Teoritis

Sebelum melakukan eksperimental saya terlebih dahulu menganalisis perhitungan

untuk hasil pengujian sebagai pembanding data yang akan dihasilkan oleh alat uji

otomatis dengan perhitungan manual dengan menggunakan mathcad.

Untuk mendapatkan hasil analisis harus diketahui terlebih dahulu kekuatan bahan

yang akan diuji yaitu kekuatan pelat dan kekuatan baut dengan rumus:

Dalam ekperimental yang akan dilakukan bahan yang digunakan yaitu baja ringan

atau coldformed steel dengan profil 125x50x20x2,3. Data-data dari bahan baja

ringan ini adalah Tinggi Profil (h) = 125 mm, Lebar Profil (b) = 50 mm, Tinggi

Lip (D) = 20 mm, Tebal Profil (t) = 2 mm, Jari-jari Fillet (R) = 3 mm, Mutu Baja

(30)

= 16 mm. Dengan data-data yang sudah ada maka tinggal masukan pada rumus di

mathcad.

3.3 Hasil Analisis Perhitungsn Dengan Mathcad

Tabel 3.1 Analisis Hasil Perhitungan Teoritis

No

Tata Letak Baut

P.teoritis (Kgf)

1 3 Baut Vertikal 790

2 3 Baut Diagonal 980

3 5 Baut 1100

4 3 Baut Horizontal 810

5 2 Baut Diagonal 950

Dari hasil perhitungan analisis diatas dapat dilihat jumlah baut yang di sambung

belum tentu menentukan kekuatan sambungan. Kekuatan gaya yang paling besar

dihasilkan oleh 5 baut, dan kekuatan gaya yang paling kecil dihasilkan oleh 3 baut

(31)

4 - 1

Bab IV

HASIL EKSPERIMEN

4.1 Proses Pembuatan Spesimen

4.1.1 Material yang digunakan dalam eksperimen ini antara lain:

a. Baja Ringan (Coldformed Steel)

Baja ringan yang digunakan yaitu cold-formed steel profil canal

berukuran 125x50x20x2,3 dengan mutu baja (Fye) 550 Mpa, baja ringan

ini juga di desaign dengan type sambungan. Sambungan baja tersebut

digunakan sebagai benda uji yang akan dipelajari kekuatan sambungan

momen yang bekerja ketika menerima beban hingga mencapai kondisi

tertentu. Seperti Gambar 4.1

Gambar 4.1 Pengolahan Material Baja Untuk Eksperimen

b. Pelat Hot Rolled

Pelat hot rolled digunakan sebagai Grip untuk penyangga atau penahan

baja yang di uji. Grip yang digunkan 2 macam yang membedakan bentuk

(32)

(a) (b)

Gambar 4.2 (a) Grip Atas dan (b) Grip Bawah

c. Baut

Baut yang digunakan untuk eksperimen adalah Baut Mutu Tinggi ( HTB)

dengan diameter 16 mm, dan jumlah baut yang di gunakan dalam

eksperimen 12 buah baut. Seperti Gambar 4.3

Gambar 4.3 Baut Diameter 16 mm

d. Lengan Momen

Lengan momen digunkan untuk menciptakan eksentrisitas pada saat uji

tarik dilakukan oleh UTM. Lengan momen bias dilihat seperti Gambar 4.4

(33)

4- 3

4.1.2 Alat yang digunakan untuk pembuatan spesimen:

a. Cuter (Alat Pemotong)

Digunakan untuk memotong spesimen dengan ketebalan tertentu. Seperti

Gambar 4.5

Gambar 4.5 Alat Pemotong

b. Mesin Pengebor

Digunakan untuk melubangi spesimen. Seperti Gambar 4.6

Gambar 4.6 Alat Pengebor

c. Gerinda

Digunakan untuk menghaluskan spesimen supaya tidak tajam dan halus.

(34)

4.7 Gerinda

e. Jangka Sorong dan Kunci

Digunakan untuk mempermudah bongkar pasang spesimen yang di uji.

Seperti Gambar 4.8

(a) (b)

Gambar 4.8 (a) Jangka Sorong dan (b) Kunci

4.2 Setting Up Alat-Alat

4.2.1 Peralatan yang digunakan di lab ekperiment antara lain:

a. UTM dan tumpuan

UTM (Universal Testing Machine) berfungsi untuk memberikan beban

pada benda uji dan sekaligus mengukur peralihan yang terjadi pada ujung

balok uji. Besarnya beban, kecepatan pembebanan, semuanya tercatat dan

dapat dikendalikan secara otomatis lewat komputer.

Tumpuan berfungsi untuk menahan beban ketika beban dari UTM

(35)

4- 5

maka tumpuan tersebut bersifat menahan gaya angkat ke atas. Seperti

Gambar 4.9

4.9 (a) UTM. dan (b) Kontrol UTM

b. Data Logger

Data logger berfungsi untuk mengkonversi sinyal-sinyal resistensi dari

spesimen menjadi nilai regangan yang tercatat secara otomatis dengan

komputer. Jenis data logger yang digunakan DC104R buatan Jepang. Lihat

Gambar 4.10

Gambar 4.10 Data Logger

c. Lain-Lain

Lain-lain seperti alat tulis, dan sebagainya yang turut menunjang

(36)

4.2.2 Setting Alat Uji UTM

Untuk alat uji UTM harus masukan berapa besar beban maksimum, kecepatan

pemberian beban, interval waktu, properti materialnya, sifat pengujiannya

(elastik), dan sebagainya perlu di-setting terlebih dahulu.

4.2.3 Pemasangan baja ringan (Spesimen) ke benda uji

Material baja yang akan diuji pada awal mulanya diletakkan pada UTM dan

sekaligus ditahan oleh grip. Peletakan material ke alat uji harus benar dan pas

supaya tidak terjadi kesalahan.

Gambar 4.11 Pemasangan Alat Uji

4.2.4 Setting Data Logger dan Tranduser

Setelah pemasangan Tranduser selesai dan terhubungan dengan data logger,

(37)

4- 7

Gambar 4.12 Setting Data Logger dan Tranduser

4.2.5 Cek Semua Berfunsgsi secara benar

Cek semua alat dan persiapan semuanya supaya tidak terjadi kesalahan dalam

pengujian berlangsung. Ketika semua sudah berfungsi secara benar dan pengujian

berjalan dengan lancar, maka ulangi pengujian sesuai banyaknya material yang

akan diuji. Penelitian ini menguji sebanyak 5 kali dengan tata letak dan jumlah

baut yang berbeda.

4.3 Pengaturan Data Eksperimen

Pengujian yang dilakukan sebanyak 5 kali percobaan dengan spesimen yang

berbeda, yang membedakan yaitu tata letak dan jumlah baut antara lain: 2 baut

posisi diagonal, 3 baut posisi diagonal, 3 baut posisi vertikal, 3 baut posisi

horizontal, dan 5 baut variasi.

Pengaturan untuk data tranduser di atur 20 data/detik, dan untuk alat UTM

elongation atau batas pergeseran smua spesimen dilakukan 2 tahapan yaitu

dibatasi sampai sampai 9 mm dan 42 mm, dikarnakan untuk peralihan 9 mm

belum seragam maka ditentukan peralihan maksimal sampai 42 mm karena : (a)

Menciptakan terjadinya peralihan seragam semua spesimen. (b) Peralihan sampai

42 mm sudah menunjukan bentuk pergeseran spesimen (sudah elongation). (c)

(38)

akurat (Karena terjadi kontak antara grip atas dengan flens kolom), sedangkan

untuk kecepatannya 2 mm/menit.

4.4 Analisis Bentuk Kehancuran Sesuai Dengan Perhitungan Teoritis

Bentuk kehancuran yang terjadi setelah pengujian yang dilakukan dapat dilihat

seperti Gambar di bawah:

4.4.1 Spesimen ke 1 Baut Berjumlah 3 (Vertikal)

(39)

4- 9

Pengujian spesimen baut berjumlah 3 vertikal menghasilkan bentuk keruntuhan

seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi baut terentu.

Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut

pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 577 Kgf,

dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 577 Kgf.

4.4.2 Spesimen ke 2 Baut Berjumlah 3 (Diagonal)

(40)

Pengujian spesimen baut berjumlah 3 diagonal menghasilkan bentuk keruntuhan

seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada baut ketiga yang berada

diposisi bawah.. Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi

perputaran sudut pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm

adalah 709 Kgf, dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 1068

Kgf.

4.4.3 Spesimen ke 3 Baut Berjumlah 5

(41)

4- 11

Pengujian spesimen baut berjumlah 5 menghasilkan bentuk keruntuhan seperti

gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi tertentu.. Keruntuhan ini

terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut pada posisi

tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 714 Kgf, dan untuk

peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 1347 Kgf.

4.4.4 Spesimen ke 4 Baut Berjumlah 3 (Horizontal)

(42)

Pengujian spesimen baut berjumlah 3 horizontal menghasilkan bentuk keruntuhan

seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi baut terentu.

Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut

pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 510 Kgf,

dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 831 Kgf.

4.4.5 Spesimen ke 5 Baut Berjumlah 2 (Diagonal)

(43)

4- 13

Pengujian spesimen baut berjumlah 2 diagonal menghasilkan bentuk keruntuhan

seperti gambar diatas, keruntuhan spesimen terjadi pada posisi baut terentu.

Keruntuhan ini terjadi dikarnakan eksentrisitas baut dan terjadi perputaran sudut

pada posisi tertentu. Gaya yang dihasilkan dari peralihan 9 mm adalah 607 Kgf,

dan untuk peralihan 42 mm gaya yang dihasilkan adalah 903 Kgf.

4.5 Hasil Pengolahan Ekperimen (Peralihan 9 mm dan 42 mm) 4.5.1 Hasil Spesimen ke 1 Baut Berjumlah 3 (Vertikal)

Dari peralihan 9 mm spesimen 1 didapatkan Putm sebesar 577 Kgf dan

proses peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.1

4.1 Grafik Baut 3 Vertikal (9 mm)

Dan untuk peralihan 42 mm didapatkan juga Putm sebesar 577 Kgf dan

(44)

4.2 Grafik Baut 3 Vertikal (42 mm)

4.5.2 Hasil Spesimen ke 2 Baut Berjumlah 3 (Diagonal)

Peralihan 9 mm spesimen 2 didapatkan Putm sebesar 709 Kgf dan proses

peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.3

4.3 Grafik Baut 3 Diagonal (9 mm)

Peralihan 42 mm spesimen 2 didapatkan Putm sebesar 1068 Kgf dan

(45)

4- 15

4.4 Grafik Baut 3 Diagonal (42 mm)

4.5.3 Hasil Spesimen ke 3 Baut Berjumlah 5

Peralihan 9 mm spesimen 3 didapatkan Putm sebesar 714 Kgf dan proses

peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.5

4.5 Grafik Baut 5 (9 mm)

Peralihan 42 mm spesimen 3 didapatkan Putm sebesar 1347 Kgf dan

(46)

4.6 Grafik Baut 5 (42 mm)

4.5.4 Hasil Spesimen ke 4 Baut Berjumlah 3 (Horizontal)

Peralihan 9 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 510 Kgf dan proses

peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.7

4.7 Grafik Baut 3 Horizontal (9 mm)

Peralihan 42 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 831 Kgf dan

(47)

4- 17

4.8 Grafik Baut 3 Horizontal (42 mm)

4.5.5 Hasil Spesimen ke 5 Baut Berjumlah 2 (Diagonal)

Peralihan 9 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 510 Kgf dan proses

peralihan dapat dilihat seperti Grafik 4.9

4.9 Grafik Baut 2 Diagonal (9 mm)

Peralihan 42 mm spesimen 4 didapatkan Putm sebesar 903 Kgf dan

(48)

4.10 Grafik Baut 2 Diagonal (42mm)

Dari hasil lab dapat dilihat semua grafik ada penurunan secara tiba-tiba

dalam proses peralihan. Hal itu disebabkan adanya slip ketika baut tertarik maka

bagian depan dari baut dulu yang tertarik dan bagian belakang belum.

Untuk membandingkan hasil pengolahan semua spesimen dengan

peralihan 9 mm maka untuk mempermudah perbandingan antar hasil spesimen

yang diuji dari hasil tabel dibuat grafik perbandingan. Seperti Grafik 4.11

(49)

4- 19

Dan untuk membandingkan hasil pengolahan semua spesimen dengan

peralihan 42 mm maka untuk mempermudah perbandingan antar hasil spesimen

yang diuji dari hasil tabel dibuat grafik perbandingan. Seperti Grafik 4.12

4.12 Grafik Perbandingan (42 mm)

Karena mesin UTM menghasilkan data peralihan yang kurang akurat (

Terjadi slip pada pegangan gribnya) maka digunakan peralihan tranduser untuk

mendapatkan hasil yang akurat.

Cara menggunakan peralihan tranduser dengan mencocokan terlebih

dahulu timeing yang ada pada data hasil traduser dan data hasil UTM. Setelah

mencocokan timeing hasil peralihan dan gaya hasil pengujian maka di dapatkan

hasil sebagai berikut.

Untuk pengujian dengan peralihan 9 mm sudah dapat menghasilkan gaya

dari masing-masing spesimen. Gaya yang paling besar dihasilkan oleh baut yang

berjumlah 5 dan gaya yang paling kecil dihasilkan oleh baut yang berjumlah 3

(50)

Tabel 4.1 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan peralihan 9 mm

No

Tata Letak Baut

Putm (Kgf) P.teoritis (Kgf)

%

1 3 Baut Vertikal 577 790 39

2 3 Baut Diagonal 709 980 38

3 5 Baut 714 1100 54

4 3 Baut Horizontal 510 810 58

5 2 Baut Diagonal 607 950 56

Dan untuk pengujian dengan peralihan 42 mm menghasilkan gaya yang

maksimal dari masing-masing spesimen. . Gaya yang paling besar dihasilkan oleh

baut yang berjumlah 5 dan gaya yang paling kecil dihasilkan oleh baut yang

berjumlah 3 vertikal. Hasil gaya yang dihasilkan antara peralihan 9 mm dan 42

mm ada perbedaan dikarnakan masih adanya depormasi yang terjadi sampai

batasan yang maksimal.

Untuk hasil peralihan dari peralihan 42 mm adalah hasil yang maksimal

dari depormasi atau perubahan betuk spesimen dan menghasilkan gaya yang

(51)

4- 21

Tabel 4.2 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan peralihan 42 mm

Setelah didapatkan hasil pengolahan data dengan mencocokan semua data

spesimen yang diuji yaitu hasil peralihan data tranduser dan data UTM maka bisa

dilihat dari tabel 4.1 dan table 4.2 diatas. (Ket: Hasil Pengolahan Dilampirkan)

4.6 Interpretasi Hasil Data Lab

Berikut hasil interpertasi data lab:

1) Pada sambungan cold formed jumlah baut tidak memberikan kekuatan

yang signifikan tetapi ditentukan pada ketebalan cold formed tersebut.

Sebagai bukti perbandingan 3 baut diagonal dengan 3 baut horizontal. Dan

perbandingan 3 baut horizontal dengan 3 baut vertical. Hasil dari

perbandingan spesimen tersebut menunjukan hasil kekuatan yang tidak

(52)

2) Dan pada sambungan cold formed tata letak baut sangat menentukan

kekuatan yang dihasilkan oleh sambungan.

Sebagi bukti perbandingan antara 3 baut vertikal dengan 2 baut diagonal.

Hasil tersebut menunjukan perbedaan antara 2 baut dengan tata letak

diagonal menghasilkan kekuatan yang lebih besar dibandingkan 3 baut

(53)

5-1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berikut hasil interpertasi data lab:

Tabel 5.1 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan

peralihan 9 mm

Tabel 5.2 Tabel Hasil Analisis Perbedaan Eksperimen dan Teoritis dengan

(54)

1) Pada sambungan cold formed steel jumlah baut tidak memberikan

kekuatan yang signifikan tetapi ditentukan pada ketebalan cold formed

tersebut.

Sebagai bukti perbandingan 3 baut diagonal dengan 3 baut horizontal. Dan

perbandingan 3 baut horizontal dengan 3 baut vertical. Hasil dari

perbandingan spesimen tersebut menunjukan hasil kekuatan yang tidak

jauh berbeda.

2) Dan pada sambungan cold formed tata letak baut sangat menentukan

kekuatan yang dihasilkan oleh sambungan.

Sebagi bukti perbandingan antara 3 baut vertikal dengan 2 baut diagonal.

Hasil tersebut menunjukan perbedaan antara 2 baut dengan tata letak

diagonal menghasilkan kekuatan yang lebih besar dibandingkan 3 baut

dengan tata letak vertikal.

letak baut akan menentukan hasil kekuatan pada sambungan.

5.2 Saran

Setelah memperhatikan hasil analisa serta kesimpulan diatas, maka akan

dikemukakan beberapa saran yang sekiranya berguna bagi kalangan praktisi

ataupun kalangan akademik yang membaca laporan skripsi ini dan bahkan

menggunakan hasil dari laporan ini. Berikut ini beberapa hal yang dapat

menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan kinerja kita sebagai

Civil Engginerring agar adanya perhatian lebih ke faktor-faktor atau penyebab

sering terjadinya pada kasus-kasus tertentu dalam hal penyambungan pada

(55)

5 -3

coldformed tidak hanya melihat dari jumlah baut tapi tata letak baut pun

sangat penting untuk menentukan kekuatan momen sambungannya. Dan

penulisan skripsi ini diharapkan juga bermanfaat bagi kalangan praktisi agar

dapat menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk

menghasilkan suatu rancangan struktur yang kuat tahan lama dan efisien.

(56)

Standar Nasional Indonesia. (2000). Tata Cara Perencanaan Struktur Baja

untuk Bangunan Gedung - SNI 03-1729-2002.

Segui, W.T. (2003). LRFD Steel Design. Third Edition. Pasific Grove: Thomson Learning.

Gere & Timoshenko. (2000). Mekanika Bahan. Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

AISC. (2005). Load and Resistance Factor Design Specification for Structural Steel Buildings, American Institue of Steel Construction, Chicago, Illinois.

AISI. (2000). “A Design Approach for Complex Stiffeners”, Research Report

RP00-3, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute.

AISI. (2001a). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in bearing

(With and Without Washers)”, Research Report RP01-4, Committee

on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute.

AISI. (2001b). “Calibrations of Bolted Cold-Formed Steel Connections in bearing

(With and Without Washers)”, Research Report RP01-5, Committee

on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute

Salmon, C.G. and Johnson, J.E. (1990). Steel Structure: Design and Behavior, Third Edition, Harper Collins Publisher, USA.

Dewobroto, W. (2008).”Ringkasan Disertasi: Pengaruh Bentuk dan Ukuran

Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Formed”, Program Doktor Teknik Sipil,

Gambar

Grafik Baut 3 Vertikal  (9 mm)…………………………………….........   4-13
Gambar 2.1 Baja Ringan Chanal
Tabel 2.1 Diameter Baut Mutu inggi
Gambar 2.2 Pemodelan Spesimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan kuat lentur dengan menggunakan baut bediameter 10 mm dan 12 mm hanya sedikit lebih besar dari baut berdiameter 16 mm, dikarenakan jumlah dari alat sambung baut

Gambar 2 menunjukkan bahwa model sambungan memiliki gap 15 mm untuk memfasilitasi rotasi yang memungkinkan tahanan gesek bekerja di antara antara elemen LVL dengan gusset plates

Jadi hasil dari perbandingan kekuatan sambungan gigi tunggal yang belum dipotong dan yang sesudah dipotong mengalami penurunan sebesar 12 kN atau 26%

Sedangkan pada sambungan tipe geser dan tarik eksentris (sambungan eksentris tipe 2) dengan pembebanan antara 4000 kg sampai 9000 kg, pemakaian alat sambung baut mutu

sama tebal antara kedua jenis sambungan ini dapat disimpulkan tipe extended. lebih ekonomis dibandingkan dengan tipe flush karena mengunakan baut

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisis, mekanis, kuat tumpu baut serta pengaruh variasi ketebalan kayu dan diameter baut terhadap nilai kekuatan

Pengujian kuat tarik sambungan CFS menggunakan alat sambung kombinasi baut dengan sekrup terbagi menjadi 2 variasi yaitu baut tanpa ring dengan sekrup (SB) dan baut

Dengan konfigurasi sambungan batang tarik baja seperti terlihat pada Gambar 2, dilakukan dua model studi yaitu: studi analitis kekuatan sambungan batang tarik baja