• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksperimental Kekuatan Sambungan Momen Pada Coldform Yang Berlapis Menggunakan Kelompok Baut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksperimental Kekuatan Sambungan Momen Pada Coldform Yang Berlapis Menggunakan Kelompok Baut"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

3 - 1

3.1 Model Struktur Penelitian

3.1.1 Sambungan dengan 1 baut

(2)

7

3.1.2 Sambungan dengan 3 baut

(3)

7

3.1.3 Sambungan dengan 5 baut

(4)

3.2 Perhitungan dengan Otomatis

Setelah konfigurasi bahan telah sesuai dengan gambar rencana dan telah dipasang

pada alat UTM kemudian diberi gaya. Hasil yang diperoleh adalah perpindahan

(displacement) dan gaya (force) yang bekerja pada material bahan yang di uji.

3.3 Analisis Perhitungan Teoritis

Perhitungan dengan cara manual menggunakan kelompok baut yang memikul

pembebanan sebidang.

= jumlah kuadrat absis setiap baut

∑yi2

= jumlah kuadrat ordinat setiap baut

���= ��� 2+��� 2 = � � � � .

Untuk menghitung kekuatan baut:

Rn = n.0,5.Fu.0,25.22

7.d

2

Untuk menghitung kekuatan tumpu pelat:

Pn = (0.183 + 1.53) Fu.dL.tp

Kekuatan sambungan momen diperoleh dari hasil minimum antara Rn

dan Pn.

Agar tercipta ketelitian, perhitungan manual dibantu dengan software

MathCAD. Hasil yang dicapai dalam perhitungan manual adalah gaya geser yang

(5)

3.4 Perhitungan Sambungan menggunakan 1 baut

Gambar 3.5.1 sambungan 1 baut

3.4.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut

(6)

Gaya geser max 1 baut:

Ruv = max (Ku1)

3.4.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen

3.4.2.1 Kuat geser nominal baut:

d = 8mm

FuCF = 413.685 Mpa

Jumlah bidang geser ( n = 1 )

Rn = n.0,5.Fu.0,25.22

7.d

2

3.4.2.2 Kekuatan tumpu pelat : diameter lubang

Tebal plat ( tp = 1mm )

Diameter lubang ( dL = d + 1mm )

Pn = (0.183 + 1.53) Fu.dL.tp

Kekuatan sambungan momen :

(7)

3.5 Perhitungan Sambungan menggunakan 3 baut

Gambar 3.6.1 sambungan 3 baut

3.5.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut

3.5.1.1 Akibat Pu (Kuy1, Kuy2, Kuy3)

(8)

Gaya pada baut

3.5.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen

3.5.2.1 Kuat geser nominal baut:

d = 8mm

3.5.2.2 Kekuatan tumpu pelat : diameter lubang

Tebal plat ( tp = 1mm )

Diameter lubang ( dL = d + 1mm )

Pn = (0.183 + 1.53) Fu.dL.tp

Kekuatan sambungan momen :

(9)

3.6 Perhitungan Sambungan menggunakan 5 baut

Gambar 3.7.1 Sambungan 5 baut

3.6.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut

3.6.1.1 Akibat Pu (Kuy1, Kuy2, Kuy3)

(10)

��1 = ��. 1

3.6.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen

3.6.2.1 Kuat geser nominal baut

d = 8mm

FuCF = 413.685 Mpa

(11)

Rn = n.0,5.Fu.0,25.22

7.d

2

3.6.2.2 Kekuatan tumpu pelat : diameter lubang

Tebal plat ( tp = 1mm )

Diameter lubang ( dL = d + 1mm )

Pn = (0.183 + 1.53) Fu.dL.tp

Kekuatan sambungan momen :

Run = min ( Rn, Pn )

3.7 Hasil Perhitungan Teoritis

No Tata Letak

Tabel 3.7.1 Hasil Perhitungan Teoritis

Berdasarkan hasil perhitungan teoritis diatas banyaknya lapis meningkatkan

kekuatan sambungan. Tetapi banyaknya lapis yang dipakai tidak efektif karena

banyaknya jumlah baut yang dipakai hasilnya lebih tinggi dibandingkan

banyaknya lapis yang dipakai. Pada no.1 hasilnya lebih besar karena perhitungan

diasumsikan pada sambungan terjadi deformasi pada lubang baut akibat kekuatan

(12)

2 - 1

STUDI PUSTAKA

2.1 Metode Desain Load and Resistance Factor Design (LRFD)

Perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung di Indonesia saat ini mengacu

pada peraturan yang terbaru yaitu SNI 03-1729-2002 yang menggunakan metode

LRFD. Peraturan tersebut mengadopsi peraturan dari Amerika Serikat yaitu

American Institute of Steel Construction - Load and Resistance Factor Design

(AISC - LRFD). Peraturan perencanaan struktur baja terbaru di Indonesia tersebut

menggantikan peraturan lama yang menggunakan metode tegangan ijin

(Allowable Stress Design).

Struktur dan elemen-elemen struktur harus mempunyai kekuatan, kekakuan

dan keawetan yang memadai agar dapat berfungsi dengan baik selama umur

pelayanan bangunan. Struktur harus direncanakan untuk mempunyai cadangan

kekuatan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya beban yang lebih besar dari

beban rencana (overload) dan kemungkinan terjadinya kekuatan bahan yang

kurang dari rencana (understrength) yang bisa disebabkan oleh dimensi profil

yang kurang atau mutu bahan yang kurang.

Keruntuhan (failure) merupakan keadaan di mana struktur atau

elemen-elemennya atau sambungan-sambungannya tidak mampu menahan beban yang

bekerja sehingga runtuh. Kondisi batas (limit state) merupakan keadaan di mana

(13)

batas dibedakan menjadi kondisi batas kekuatan (strength limit states) dan kondisi

batas layan (serviceability limit states). Kondisi batas kekuatan adalah fenomena

perilaku struktur berkaitan dengan pencapaian kekuatan daktail maksimum

(kekuatan plastis), tekuk (buckling), lelah (fatique), patah (fracture), guling

(overturning), dan pergeseran (sliding). Kondisi batas layan adalah hal-hal yang

berkaitan dengan pemakaian bangunan seperti lendutan, vibrasi, deformasi

permanen dan retak (cracking).

Desain dengan metode faktor ketahanan dan beban terfaktor (LRFD) adalah

suatu metode untuk merencanakan struktur sehingga tidak ada kondisi batas yang

dilampaui. Secara umum kebutuhan akan keamanan struktur dapat dinyatakan

sebagai:

.Rn i.Qi

dengan :

Rn = ketahanan nominal (nominal resistance)

 = faktor reduksi kekuatan (strength reduction factor)

.Rn = kuat rencana (design strength)

i = overload factors

Qi = beban (beban mati, beban hidup, dll)

i.Qi = beban terfaktor (factored loads)

Pada rumus tersebut, bagian sebelah kiri menyatakan ketahanan (resistance)

atau kekuatan dari komponen atau sistem struktur; bagian sebelah kanan

(14)

2.2 Tegangan dan Regangan

Tegangan dan regangan dapat dicontohkan dengan meninjau sebuah batang

prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang prismatis adalah sebuah elemen

struktur lurus yang mempunyai penampang konstan diseluruh panjangnya, dan

gaya aksial adalah beban yang mempunyai arah sama dengan sumbu elemen,

sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau tekan pada batang.

Gambar 2.2.1 (a) Batang prismatis yang mengalami tarik, (b) Batang prismatis yang mengalami tekan

2.2.1 Tegangan Normal

Tegangan adalah Intesitas gaya (gaya per satuan luas). Gaya P yang bekerja

dipenampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan

mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata, maka dapat dilihat bahwa

resultannya harus sama dengan intensitas

σ

dikalikan dengan luas penampang A

dari batang tersebut. Dengan demikian diperoleh rumus berikut untuk menyatakan

(15)

P = Gaya/beban yang diberikan (lb atau N)

Ao = Luas penampang bahan sebelum dibebani (in2 atau m2)

Persamaan ini memberikan intensitas tegangan merata pada batang prismatis

yang dibebani secara aksial dengan penampang sembarang. Apabila batang ini

ditarik dengan gaya P, maka tegangannya adalah tegangan tarik (tensile stress),

apabila gayanya mempunyai arah sebaliknya, sehingga menyebabkan batang

tersebut mengalami tekan, maka terjadi tegangan tekan (compressive stress).

Karena tegangan ini mempunyai arah yang tegak lurus permukaan potongan,

maka tegangan ini disebut tegangan normal(normal stress).

Apabila konvensi tanda untuk tegangan normal dibutuhkan, biasanya

tegangan tarik didefinisikan bertanda positif dan tegangan tekan bertanda negatif.

Karena tegangan normal

σ

diperoleh dengan membagi gaya aksial dengan luas

penampang, maka satuannya adalah gaya per satuan luas.

2.2.2 Regangan Normal

Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani secara

aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika

mengalami tekan. Perpanjangan per satuan panjang disebut regangan, yang

dinyatakan dengan simbol

ε

(epsilon) dan dihitung dengan persamaan :

� =δ L

dengan :

= Regangan

(16)

L = Panjang batang

Jika batang tersebut mengalami tarik, maka regangannya disebut regangan

tarik, yang menunjukkan perpanjangan bahan. Jika batang tersebut mengalami

tekan, maka regangannya adalah regangan tekan menunjukkan batang tersebut

memendek. Regangan tarik biasanya bertanda positif, dan regangan tekan

bertanda negatif.

Regangan disebut regangan normal karena regangan ini berkaitan dengan

tegangan normal. Karena merupakan ratio antara dua panjang, maka regangan

normal ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai

satuan. Dengan demikian regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak

bergantung pada sistem satuan apapun.

2.3 Diagram Tegangan-Regangan

Uji tarik rekayasa sering dipergunakan untuk melengkapi informasi rancangan

dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.

Benda uji tarik diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara

kontinu, diagram yang diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan

sebagai diagram tegangan-regangan.

Diagram tegangan-regangan menunjukkan karakteristik dari bahan yang

diuji dan memberikan informasi penting mengenai besaran mekanis dan jenis

perilaku (Jacob Bernoulli 1654 – 1705 dan J.V. Poncelet 1788 – 1867). Diagram

tegangan-regangan untuk baja struktral tipikal yang mengalami tarik ditunjukkan

(17)

O

Gambar 2.3.1 Diagram tegangan-regangan.

Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu O ke titik A,

yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah awal ini

bukan saja linear melainkan juga proporsional (dua variabel dikatakan

proporsional jika rasio antar keduanya konstan, dengan demikian suatu hubungan

proporsional dapat dinyatakan dengan sebuah garis lurus yang melalui pusatnya).

Melewati titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak terjadi lagi;

maka tegangan di titik A disebut limit proporsional. Kemiringan garis lurus dari

titik O ke titik A disebut modulus elastisitas. Karena kemiringan mempunyai

satuan tegangan dibagi regangan, maka modulus elastisitas mempunyai satuan

yang sama dengan tegangan yang dinyatakan dengan persaman :

(18)

Dengan meningkatnya tagangan hingga melewati limit proporsional, maka

regangan mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan

tegangan. Dengan demikian, kurva tegangan-regangan mempunyai kemiringan

yang berangsur-angsur semakin kecil, sampai pada titik B kurva tersebut menjadi

horizontal (lihat Gambar 2.3.1). Mulai dari titik ini, terjadi perpanjangan yang

cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke C).

Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh (Fy). Pada

daerah antara B dan C, bahan ini menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini

berdeformasi tanpa adanya pertambahan beban. Setelah mengalami regangan

besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja mulai mengalami

pengerasan regang (strain hardening). Selama itu, bahan mengalami perubahan

dalam struktur kristalin, yang menghasilkan peningkatan resitensi bahan tersebut

terhadap deformasi lebih lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini

membutuhkan peningkatan beban tarik, sehingga diagram tegangan-regangan

mempunyai kemiringan positif dai C ke D. Beban tersebut pada akhirnya

mencapai harga maksimumnya, dan tegangan pada saat itu (di titik D) disebut

tegangan ultimate (Fu). Penarikan batang lebih lanjut pada kenyataannya akan

disertai dengan pengurangan beban, dan akhirnya terjadi putus.patah di suatu titik

seperti titik E pada Gambar 2.3.1.

2.4 Sifat Mekanis Baja

Berdasarkan SNI 03–1729–2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan

(19)

2

Tabel 2.2.1. Tegangan putus (fu) dan tegangan leleh (fy) untuk perencanaan tidak

boleh diambil melebihi nilai yang diberikan Tabel 2.4.1.

Jenis Baja Tegangan Putus Minimum, Fu

Tabel 2.4.1 Sifat Mekanis Baja

Sifat mekanis lainnya baja struktural untuk perencanaan ditetapkan sebagai

berikut :

Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa

Modulus geser : G = 80.000 MPa

Rasio poisson : μ = 0,3

2.5 Pengertian Pembebanan Sebidang

Kelompok baut yang memikul pembebanan sebidang

Gambar. 2.5.1Pembebanan Sebidang

Pembebanan sebidang adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur

rencananya berada dalam bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang

(20)

Ku1

Dalam hal ini Pu dan Mu diasumsikan bekerja pada titik pusat baut. Akibat

Pu sentris, tiap baut menerima gaya geser = Pu/jumlah baut. Akibat Mu, tiap baut

menerima gaya geser yang besarnya sebanding dengan jarak baut ke titik pusat

kelompok baut, yang dalam penyelesaian setiap gaya baut diuraikan searah sumbu

horizontal dan vertikal.

Mu.yi = Akibat momen di titik pusat baut (kg.mm)

∑xi2

= jumlah kuadrat absis setiap baut (mm)

∑yi2

= jumlah kuadrat ordinat setiap baut (mm)

Kui = gaya yang bekerja pada baut no.i (mm)

Untuk menghitung kekuatan geser baut:

Rn = n.0,5.Fu.0,25.22

(21)

d = diameter baut (mm)

Untuk menghitung kekuatan tumpu pelat:

Pn = (0.183 + 1.53) Fu.dL.tp

Dengan :

Pn = kekuatan tumpu pelat (N)

Fu = tegangan putus (Mpa)

dL = diameter lubang baut (mm)

tp = tebal pelat (mm)

(22)

1 - 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya sambungan coldform menggunakan satu lapis sambungan baut. Namun

untuk kondisi-kondisi tertentu seperti pada sambungan coldform yang

memerlukan baut dalam jumlah banyak, karena tebal pelat coldform sangat tipis

(0.5 mm – 3 mm), maka perlu direncanakan sambungan lebih dari satu lapis.

Apakah penambahan lapis akan lebih efektif untuk meningkatkan kekuatan

sambungan. Oleh sebab itu akan dilakukan penelitian.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku sambungan momen

pada pelat coldform lebih dari satu bidang geser menggunakan kelompok baut.

Perilaku sambungan momen tersebut akan dievaluasi dengan menggunakan

percobaan eksperimental.

1.3 Permasalahan

Beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain:

a. Jumlah baut yang diperlukan.

(23)

c. Analisis pengujian sampel sambungan momen menggunakan baut dengan

perhitungan manual.

1.4 Lingkup Penelitian

Hal-hal yang membatasi penulisan skripsi ini antara lain:

a. “Baut” yang dimaksud adalah baut biasa atau baut hitam dengan diameter

8mm dan 6mm.

b. “Lapis coldform” yang dimaksud adalah coldform yang dipakai dalam

penelitian menggunakan beberapa lapisan coldform. Coldform yang

digunakan adalah coldform dengan ketebalan 1mm.

c. “Perhitungan Manual” yang dimaksud adalah bahwa perhitungan desain

dilakukan sesuai rumus-rumus atau langkah-langkah yang ditentukan oleh

peraturan yang berlaku. Dalam hal ini peraturan terbaru di Indonesia untuk

Struktur Baja yang berlaku mengacu pada SNI 03-1729-2002 yang

mengadopsi peraturan dari Amerika Serikat yaitu AISI-2001.

d. Mutu baja coldform yang dipakai adalah G550.

1.5 Metode Penulisan

Penulisan skripsi diawali dengan penulisan Bab I yang berisikan tentang latar

belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan manfaat dari penulisan

skripsi ini. Fungsi Bab I tersebut adalah menjelaskan kerangka pikir yang

melandasi seluruh penulisan skripsi ini. Kerangka pikir penulisan skripsi dapat

(24)

Pada Bab II akan disajikan teori – teori yang telah dipelajari oleh penulis

untuk digunakan pada Bab 3 sebagai metode analisis. Teori –teori yang diambil

secara umum adalah tentang desain struktur baja dengan metode LRFD 99 dan

menghitung kelompok baut yang memikul pembebanan sebidang

Pada Bab III akan disajikan prosedur analisis data. Karena tujuan penulisan

skripsi ini adalah untuk mengoptimasikan kekuatan sambungan momen kolom

balok menggunakan kelompok baut pada sambungan baja coldform, maka metode

penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Sebagai kontrol adalah

dengan cara-cara perhitungan manual.

Pada Bab IV akan disajikan tentang hasil perhitungan dari alat.

Pada Bab V akan menyimpulkan seluruh penulisan yang telah dilakukan

terutama hal-hal menarik yang telah diperoleh pada Bab 3 dan Bab 4. Kesimpulan

yang dihasilkan akan bersifat khusus (untuk suatu kasus tertentu) dan dapat pula

bersifat umum (berlaku untuk seluruh kasus). Selain itu, pada bab ini akan

disajikan pula saran-saran dari penulis.

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

Bab 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang, Tujuan, Ruang Lingkup,

Permasalahan, Metode Penulisan, Manfaat

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA:

(25)

1.6 Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan praktisi agar dapat

menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk menghasilkan

desain struktur baja yang lebih aman dan ekonomis.

Selain itu, penulisan skripsi ini diharapkan pula bermanfaat bagi kalangan

akademik (teoritis) untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang

(26)

ix

Rn = ketahanan nominal (nominal resistance)

 = faktor reduksi kekuatan (strength reduction factor)

.Rn = kuat rencana (design strength)

i = overload factors

Qi = beban (beban mati, beban hidup, dll)

i.Qi = beban terfaktor (factored loads)

=

Tegangan (N/m2) / MPa

P = Gaya/beban yang diberikan (lb atau N)

Ao = Luas penampang bahan sebelum dibebani (in2 atau m2)

= Regangan

= Panjang total (Setelah terjadi perubahan panjang)

L = Panjang batang

E = Modulus Elastisitas (N/m2) / MPa

Mu.yi = Akibat momen di titik pusat baut (kg.mm)

∑xi2

= jumlah kuadrat absis setiap baut (mm)

∑yi2

= jumlah kuadrat ordinat setiap baut (mm)

Kui = gaya yang bekerja pada baut no.i (mm)

Rn = Kekuatan baut (kg)

n = jumlah bidang geser

Fu = tegangan putus (Mpa)

(27)

x

dL = diameter lubang baut (mm)

tp = tebal pelat (mm)

(28)

v

1.4 Lingkup Penelitian 1-2

1.5 Metode Penulisan 1-2

1.6 Manfaat Penulisan 1-3

BAB II STUDI PUSTAKA 2-1

2.1 Metode Desain Load and Resistance Factor Design

(LRFD)

2-1

2.2 Tegangan dan Regangan 2-3

2.2.1 Tegangan Normal 2-3

2.2.2 Regangan Normal 2-4

2.3 Diagram Tegangan Regangan 2-5

(29)

vi

BAB III METODE ANALISIS 3-1

3.1 Model Struktur Penelitian 3-1

3.1.1 Sambungan Dengan 1 Baut 3-1

3.1.2 Sambungan Dengan 3 Baut 3-2

3.1.3 Sambungan Dengan 5 Baut 3-3

3.2 Perhitungan dengan Otomatis 3-4

3.3 Analisis Perhitungan Teoritis 3-4

3.4 Perhitungan Sambungan Menggunakan 1 Baut 3-5

3.4.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut 3-5

3.4.1.1 Akibat Pu 3-5

3.4.1.1 Akibat Mu 3-5

3.4.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen 3-6

3.4.2.1 Kuat geser nominal baut 3-6

3.4.2.2 Kekuatan tumpu pelat 3-6

3.5 Perhitungan Sambungan Menggunakan 3 Baut 3-7

3.5.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut 3-7

3.5.1.1 Akibat Pu 3-7

3.5.1.1 Akibat Mu 3-7

3.5.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen 3-8

3.5.2.1 Kuat geser nominal baut 3-8

3.5.2.2 Kekuatan tumpu pelat 3-8

3.6 Perhitungan Sambungan Menggunakan 5 Baut 3-9

3.6.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut 3-9

3.6.1.1 Akibat Pu 3-9

3.6.1.1 Akibat Mu 3-9

(30)

vii 3.6.2.2 Kekuatan tumpu pelat 3-11

3.7 Hasil Perhitungan Teoritis 3-11

BAB IV HASIL EKSPERIMEN 4-1

4.1 Proses Pembuatan Sampel 4-1

4.1.1 Bahan material yang digunakan dalam eksperimen 4-1

4.1.1.1 Baja Ringan (Coldformed Steel) 4-1

4.1.1.2 Grip-Bantu Sampel Uji 4-2

4.1.1.3 Baut 4-2

4.1.2 Alat yang digunakan dalam eksperimen 4-3

4.1.2.1 Gunting Pelat Baja 4-3

4.1.2.2 Bor Mesin 4-3

4.3 Pelaksanaan Eksperimen 4-5

4.3.1 Pemasangan Sistem Sambungan 4-5

4.3.2 Setting Mesin UTM 4-6

4.4 Pengolahan Data Eksperimen 4-7

4.4.1 Sampel Uji 4-7

4.4.2 Bentuk Kerusakan 4-7

4.5 Hasil Pengolahan Kekuatan di Peralihan 10 mm 4-8

4.5.1 Tabel Hasil dari Mesin UTM 4-8

4.5.2 Grafik Hasil Uji dari Mesin UTM 4-9

(31)

viii 4.5.2.3 Sambungan dengan 3 baut (2 lapis) 4-10

4.5.2.4 Sambungan dengan 5 baut (2 lapis) 4-10

4.5.2.5 Sambungan dengan 3 baut (3 lapis) 4-11

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5-1

5.1 Kesimpulan 5-1

5.1.1 Tabel Hasil Perhitungan Teoritis 5-1

5.1.2 Tabel Hasil Perhitungan Mesin UTM 5-1

5.2 Saran 5-2

DAFTAR PUSTAKA

(32)

iii Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga dengan segala usaha dan kemampuan yang ada penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “EKSPERIMENTAL KEKUATAN

SAMBUNGAN MOMEN KOLOM BALOK BERLAPIS MENGGUNAKAN

KELOMPOK BAUT”.

Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Fakultas Teknik & Ilmu

Komputer Jurusan Teknik Sipil UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA.

Tanpa dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidaklah mungkin

skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang tidak akan pernah habis kepada

Orang tua, keluarga, dan teman-teman yang selalu memberikan doa, dukungan

baik moril maupun materil, tanpa batasan waktu mereka telah memberikan

segalanya. Dan tak lupa juga dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bpk Ir Eddy Suryanto Soegoto, Msc, selaku Rektor Universitas Komputer

Indonesia.

2. Bpk Prof Dr Ir Ukun Sastra Prawira Msc, selaku Dekan Fakultas Teknik dan

Ilmu Komputer.

3. Bpk. Yatna Supriyatna, ST., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

Universitas Komputer Indonesia.

4. Bpk. Y. Djoko Setiyarto, ST., MT. selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan pengarahan, petunjuk serta waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bpk. Ahmad Fachruddin, ST., MT. atas masukannya dan semangatnya.

6. Bpk M. Donie Aulia, ST., MT. atas dorongan semangatnya.

7. Bu Alice, selaku sekretariat Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer

Indonesia.

(33)

iv berjuang untuk terus mengharumkan teknik sipil UNIKOM.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak

mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak yang

memerlukannya, Amin.

Bandung, Juli 2010

(34)

i Sambungan momen menggunakan baut termasuk sambungan tumpu. Sambungan

tumpu adalah sambungan pelat tegak lurus arah gaya. Mekanisme sambungan

tumpu, kinerjanya tergantung pada ketebalan pelat, diameter baut, konfigurasi

lubang baut, luas penampang netto pelat, dan kuat geser baut. Sambungan

coldform didesain berdasarkan peraturan LRFD (Load and Resistance Factor

Design) dan peraturan AISI 2001. Perhitungan sambungan baja coldform

menggunakan pembebanan sebidang. Pembebanan sebidang adalah pembebanan

yang gaya dan momen lentur rencananya berada dalam bidang sambungan

sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan

hanya gaya geser. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ternyata sambungan

menggunakan lapis banyak tidak efektif dibandingkan dengan menggunakan

jumlah baut. Penggunaan jumlah baut yang banyak menghasilkan kekuatan

sambungan yang lebih besar dibandingkan penggunaan banyak lapis. Dan

penggunaan jumlah baut lebih ekonomis daripada penggunaan jumlah lapis

banyak.

(35)

ii Moment connections using bolts, including pivot connection. Fulcrum connection

is a connection plate perpendicular to the direction of the force. Pivot joint

mechanism, its performance depends on the thickness of the plate, bolt diameter,

bolt hole configuration, the net sectional area of the plate, and shear strength of

bolts. Connections are designed based on the rules coldform LRFD (Load and

Resistance Factor Design) and the rules of AISI 2001. Calculation of steel

connections using the loading plot coldform. Imposition of a parcel is the loading

force and bending moment plans are in the field of the connection so that the force

generated in the component connection shear force only. Based on the results of

these studies found a connection using the layer was not effective compared to

using the number of bolts. Use of the number of bolts in a connection that many

yield strength greater than the use of many layers. And the use of bolts is more

economical than the use of many layers.

(36)

COLDFORM YANG BERLAPIS MENGGUNAKAN

KELOMPOK BAUT

(Komunitas Bidang Ilmu: Rekayasa Struktur)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Studi Strata I Pada Jurusan Teknik Sipil

GUNAWAN

1.30.05.001

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(37)

4 - 1

HASIL EKSPERIMEN

4.1 Proses Pembuatan Sampel

4.1.1 Bahan material yang digunakan dalam eksperimen ini antara lain :

4.1.1.1 Baja Ringan (Coldformed Steel)

Baja ringan (coldformed) yang digunakan adalah plat coldformed ukuran 1219

mm x 2438 mm yang kemudian dipotong menjadi 335 mm x 60 mm dan 200 mm

x 60 mm, tebal 1 mm, dengan mutu baja (Fy) 550 MPa. Plat coldformed ini akan

di desain sebagai tipe sambungan. Sambungan tersebut digunakan sebagai sampel

uji yang akan dipelajari kekuatan sambungan momen yang bekerja ketika

menerima beban sampai mencapai kondisi tertentu.

(38)

4.1.1.2 Grip-Bantu Sampel Uji

Mesin UTM mempunyai keterbatasan, bahwa ukuran lebar benda uji tidak boleh

lebih dari 70 mm, padahal yang akan diuji adalah pelat tipis, yang perlu ukuran

lebar pelat tertentu, yang ternyata lebih besar dari yang dipersyaratkan mesin.

Sehingga perlu alat bantu khusus, grip-bantu, yang menghubungkan sampel uji

dengan gripmesin UTM. Grip-bantu yang dibuat sangat spesifik karena tergantung

dari bentuk sampel uji sambungan yang akan diteliti.

bantu digunakan sebagai plat penahan atau penjepit sampel uji.

Grip-bantu yang digunakan ada 2 macam yaitu grip-Grip-bantu pertama berfungsi sebagai

penjepit sampel uji sedangkan yang ke-2 berfungsi sebagai penarik sampel uji

ketika sampel tersebut diberi beban.

Gambar 4.1.1.2.1 Tampak Grip-bantu dan perakitan sampel uji

4.1.1.3 Baut

Baut yang digunakan untuk eksperimen adalah baut hitam dengan diameter 8 mm

dan 6 mm. Untuk sampel 1 menggunakan baut dengan diameter 6 mm sebanyak 1

(39)

dan 2 baut dengan diameter 8 mm, sedangkan untuk sampel 3 menggunakan 5

baut dengan diameter 6 mm sebanyak 1 baut dan 4 baut berdiameter 8 mm.

Gambar 4.1.1.3.1 Baut hitam ukuran 6 mm dan 8 mm

4.1.2 Alat-alat yang digunakan dalam eksperimen

4.1.2.1 Gunting Plat Baja

Gunting plat baja berfungsi sebagai alat untuk memotong plat baja menjadi

ukuran tertentu.

Gambar 4.1.2.1.1 Gunting Plat Baja

4.1.2.2 Bor Mesin

Bor mesin berfungsi untuk melubangi sampel uji.

(40)

4.1.2.3 Gerinda

Gerinda digunakan untuk menghaluskan bagian-bagian sampel uji yang tajam atau

kasar.

Gambar 4.1.2.3.1 Gerinda

4.1.2.4 Kunci Baut

Kunci berfungsi untuk mengencangkan dan mengendurkan baut.

Gambar 4.1.2.4.1 Kunci Baut

4.2 Setting Up Alat

4.2.1 Mesin UTM (Universal Testing Machine dan Tumpuan

Peralatan utama uji adalah mesin UTM (Universal Testing Machine) jenis

Computer Servo Control Material Testing Machines buatan Hung Ta Instrument

Co. LTD, Taiwan, kapasitas 50 ton. Pengendalian mesin dengan komputer,

kecuali dudukan-grip secara manual, pada waktu memasang benda uji.

Mesin UTM (Universal Testing Machine) berfungsi untuk memberikan

(41)

terjadi. Besarnya beban, kecepatan pembebanan, besarnya lendutan dapat di input

lewat komputer. Dan hasil dari UTM akan tercatat secara otomatis lewat

komputer tersebut.

Tumpuan berfungsi untuk menahan beban ketika beban dari UTM

diaplikasikan. Karena pembebanan pada UTM adalah dari bawah ke atas, maka

tumpuan tersebut bersifat menahan gaya angkat ke atas.

Gambar 4.2.1.1 Mesin UTM (Universal Testing Machine)

4.2.2 Tahap Pengujian

Tahap pemasangan benda uji antara lain :

1. Bahan uji yang telah dipotong sesuai ukuran, disambung dengan

menggunakan baut.

2. Sambungan dipasang ke grip-bantu.

3. Grip-bantu dipasang di mesin UTM.

4.3 Pelaksanaan Eksperimen

(42)

Bahan uji yang telah dipotong sesuai ukuran kemudian disambung menggunakan

baut agar terbentuk sambungan baut. Selanjutnya sambungan tersebut dipasang

pada grip-bantu. Kemudian dipasang pada mesin UTM untuk di uji.

Gambar 4.3.1.1 Pemasangan Sambungan dan pemasangan grip-bantu

4.3.2 Setting Mesin UTM

Untuk memulai pengujian pertama mesin UTM harus disetting terlebih dahulu.

Setting mesin UTM terdiri dari beban maksimum, kecepatan pemberian beban,

interval waktu, properti materialnya, sifat pengujiannya.

Gambar 4.3.2.1 Setting mesin UTM

(43)

Untuk menghindari kesalahan maka dilakukan pengecekan ulang apakah

benda uji sudah terpasang dengan benar dan mesin UTM sudah di setting sesuai

dengan tipe pengujian yang akan dilakukan.

4.4 Pengolahan Data Eksperimen

4.4.1 Sampel Uji

Pengujian yang dilakukan sebanyak 6 kali percobaan dengan sampel uji yang

berbeda. Sampel uji tersebut yaitu sambungan menggunakan 1 baut, 3 baut dan 5

baut dengan tebal pelat 1 mm, sambungan 3 baut dengan ketebalan 2 mm,

sambungan 3 baut dengan ketebalan 3 mm, dan sambungan 5 baut dengan

ketebalan 2 mm.

Gambar 4.4.1.1 Sambungan baut dengan ketebalan 1 mm.

4.4.2 Bentuk Kerusakan

Setelah dilakukan percobaan ternyata kerusakan pada sambungan baut terjadi

bukan pada lubang baut atau pada sambungan bautnya akan tetapi kerusakan

terjadi pada pelat colform yang menerima beban.

(44)

Gambar 4.4.2.2 Kerusakan pada sambungan 3 baut

Gambar 4.4.2.3 Kerusakan pada sambungan 5 baut

4.5 Hasil Perhitungan Kekuatan di Peralihan 10 mm

4.5.1 Tabel Hasil Dari Mesin UTM

No Tata Letak Baut

Tebal Coldformed

(mm)

Banyaknya Lapisan

PUTM

(kgf)

1 1 baut 1 1 49.10

2 3 baut 1 1 Data hilang

3 5 baut 1 1 73.00

4 3 baut 1 2 74.00

5 5 baut 1 2 145.50

6 3 baut 1 3 139.50

4.5.1.1 Tabel hasil dari mesin UTM

Perhitungan kekuatan diambil di peralihan 10 mm dikarenakan pada posisi

(45)

sebelum mencapai titik puncak setiap sampel uji sudah mengalami buckling

(tekuk). Data no.2 hilang disebabkan pada saat penyimpanan sampel uji no.3

menggunakan nama file yang sama sehingga data tersebut tertimpa tanpa ada

peringatan terlebih dahulu.

4.5.2 Grafik Hasil Uji Dari Mesin UTM

4.5.2.1 Sambungan Dengan 1 Baut (1 Lapis)

Gambar 4.5.2.1.1 Grafik sambungan 1 baut (1 lapis)

4.5.2.2 Sambungan Dengan 5 Baut (1 Lapis)

Gambar 4.5.2.3.1 Grafik sambungan 5 baut (1 lapis)

0.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Fo

Grafik Sambungan 1 Baut (1 Lapis)

0.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Force

(k

gf)

(46)

4.5.2.3 Sambungan Dengan 3 Baut (2 Lapis)

Gambar 4.5.2.4.1 Grafik sambungan 3 baut (2 lapis)

4.5.2.4 Sambungan Dengan 5 Baut (2 Lapis)

Gambar 4.5.2.5.1 Grafik sambungan 5 baut (2 lapis)

0.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Force

(k

gf)

Displacement (mm) Sambungan 3 Baut (2 Lapis)

0.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

(Force

(k

gf)

(47)

4.5.2.5 Sambungan Dengan 3 Baut (3 Lapis)

Gambar 4.5.2.6.1 Grafik sambungan 3 baut (3 lapis)

Berdasarkan tabel dan grafik dari penelitian yang dilakukan di lab, ternyata hasil

dari percobaan menunjukan bahwa penggunaan banyaknya lapis digunakan tidak

efektif. Hal ini disebabkan semakin banyak baut yang digunakan kekuatan

sambungan tersebut semakin meningkat dibandingkan penambahan lapis.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Force

(k

gf)

(48)

5 - 1

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Tabel Hasil Perhitungan Teoritis

No Tata Letak

5.1.2 Tabel Hasil Perhitungan Mesin UTM

(49)

6 3 baut 1 3 139.50

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sambungan yang menggunakan jumlah baut

banyak dan lapis sedikit (no.5) menghasilkan kekuatan yang lebih besar

dibandingkan sambungan yang menggunakan lapis banyak dan jumlah baut

sedikit (no.6). Sambungan menggunakan lapis sama dan jumlah baut berbeda

(no.4 dan no.5), kekuatan yang dihasilkan lebih besar sambungan yang

menggunakan jumlah baut banyak. Dan sambungan yang menggunakan jumlah

baut sama tapi lapis berbeda kekuatan yang dihasilkan lebih besar sambungan

yang menggunakan lapis banyak. Untuk hasil sampel uji no.1 pada perhitungan

teoritis menunjukan hasil yang lebih besar dari sampel uji yang laen. Hal ini

disebabkan karena perhitungan diasumsikan pada sambungan terjadi deformasi

pada lubang baut akibat kekuatan tumpu pelat. Kenyataan di lapangan atau

laboratorium deformasi pada lubang baut akibat kekuatan tumpu pelat tidak

terjadi.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut ternyata sambungan menggunakan lapis

banyak tidak efektif dibandingkan dengan menggunakan jumlah baut. Penggunaan

jumlah baut yang banyak menghasilkan kekuatan sambungan yang lebih besar

dibandingkan penggunaan banyak lapis. Dan penggunaan jumlah baut lebih

ekonomis daripada penggunaan jumlah lapis banyak.

5.2 Saran

Setelah memperhatikan hasil analisa serta kesimpulan diatas, maka akan dikemukakan

beberapa saran yang sekiranya berguna bagi kalangan praktisi ataupun kalangan

(50)

ini. Berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya

meningkatkan kinerja kita sebagai Civil Engginerring agar adanya perhatian lebih ke

faktor-faktor atau penyebab sering terjadinya pada kasus-kasus tertentu dalam hal

penyambungan pada struktur coldform khususnya, supaya ketika menggunkan type

sambungan pada coldformed tidak tergantung pada jumlah lapisan tetapi jumlah baut

lebih menentukan kekuatan momen sambungannya dan lebih ekonomis.

Penulisan skripsi ini diharapkan juga bermanfaat bagi kalangan praktisi agar

dapat menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk

(51)

v

1.4 Lingkup Penelitian 1-2

1.5 Metode Penulisan 1-2

1.6 Manfaat Penulisan 1-3

BAB II STUDI PUSTAKA 2-1

2.1 Metode Desain Load and Resistance Factor Design

(LRFD)

2-1

2.2 Tegangan dan Regangan 2-3

2.2.1 Tegangan Normal 2-3

2.2.2 Regangan Normal 2-4

2.3 Diagram Tegangan Regangan 2-5

(52)

vi

BAB III METODE ANALISIS 3-1

3.1 Model Struktur Penelitian 3-1

3.1.1 Sambungan Dengan 1 Baut 3-1

3.1.2 Sambungan Dengan 3 Baut 3-2

3.1.3 Sambungan Dengan 5 Baut 3-3

3.2 Perhitungan dengan Otomatis 3-4

3.3 Analisis Perhitungan Teoritis 3-4

3.4 Perhitungan Sambungan Menggunakan 1 Baut 3-5

3.4.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut 3-5

3.4.1.1 Akibat Pu 3-5

3.4.1.1 Akibat Mu 3-5

3.4.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen 3-6

3.4.2.1 Kuat geser nominal baut 3-6

3.4.2.2 Kekuatan tumpu pelat 3-6

3.5 Perhitungan Sambungan Menggunakan 3 Baut 3-7

3.5.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut 3-7

3.5.1.1 Akibat Pu 3-7

3.5.1.1 Akibat Mu 3-7

3.5.2 Perhitungan kekuatan sambungan momen 3-8

3.5.2.1 Kuat geser nominal baut 3-8

3.5.2.2 Kekuatan tumpu pelat 3-8

3.6 Perhitungan Sambungan Menggunakan 5 Baut 3-9

3.6.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut 3-9

3.6.1.1 Akibat Pu 3-9

3.6.1.1 Akibat Mu 3-9

(53)

vii 3.6.2.2 Kekuatan tumpu pelat 3-11

3.7 Hasil Perhitungan Teoritis 3-11

BAB IV HASIL EKSPERIMEN 4-1

4.1 Proses Pembuatan Sampel 4-1

4.1.1 Bahan material yang digunakan dalam eksperimen 4-1

4.1.1.1 Baja Ringan (Coldformed Steel) 4-1

4.1.1.2 Grip-Bantu Sampel Uji 4-2

4.1.1.3 Baut 4-2

4.1.2 Alat yang digunakan dalam eksperimen 4-3

4.1.2.1 Gunting Pelat Baja 4-3

4.1.2.2 Bor Mesin 4-3

4.3 Pelaksanaan Eksperimen 4-5

4.3.1 Pemasangan Sistem Sambungan 4-5

4.3.2 Setting Mesin UTM 4-6

4.4 Pengolahan Data Eksperimen 4-7

4.4.1 Sampel Uji 4-7

4.4.2 Bentuk Kerusakan 4-7

4.5 Hasil Pengolahan Kekuatan di Peralihan 10 mm 4-8

4.5.1 Tabel Hasil dari Mesin UTM 4-8

4.5.2 Grafik Hasil Uji dari Mesin UTM 4-9

(54)

viii 4.5.2.3 Sambungan dengan 3 baut (2 lapis) 4-10

4.5.2.4 Sambungan dengan 5 baut (2 lapis) 4-10

4.5.2.5 Sambungan dengan 3 baut (3 lapis) 4-11

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5-1

5.1 Kesimpulan 5-1

5.1.1 Tabel Hasil Perhitungan Teoritis 5-1

5.1.2 Tabel Hasil Perhitungan Mesin UTM 5-1

5.2 Saran 5-2

DAFTAR PUSTAKA

(55)

Data Pribadi

Nama : Gunawan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 27 April 1986 Kewarganegaraan : Indonesia

Status Perkawinan : Belum Tinggi, berat badan : 172cm, 57 Kg Kesehatan : Sangat Baik

Agama : Islam

Alamat Lengkap : Kp Cicocok RT 03/03 Desa Citatah

Kecamatan Cipatat kabupaten Bandung Barat 40554 Telpon : 085722287091

Pendidikan

1993 – 1999: SDN CITATAH, Bandung 1999 – 2002: SMPN 1 CIPATAT, Bandung 2002 – 2005: SMUN 1 PADALARANG, Bandung

2005 – 2010: Program Sarjana (S-1) Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia, Bandung Kemampuan

1. Kemampuan bisa bekerja di bawah tekanan

2. Kemampuan bisa bekerja sendiri maupun Team Work.

3. Kemampuan Komputer (MS Word, MS Excel, MS Power Point, MS Visio, dll). 4. Menguasai AutoCAD, Corel DRAW, Photoshop

5. Kemampuan SAP dan MATHCAD Pengalaman Kerja

1. Bekerja di PT SMM textile

Periode : Februari 2007 – Juni 2007 Status : Pegawai kontrak

Bagian : Maintenance (Water treatment) 2. Bekerja di CV DATUM Consultant

Proyek : Pembangunan Gedung Pemerintahan KBB Periode : Agustus 2009 – Desember 2009

Posisi : Pengawas lapangan

Bandung, Agustus 2010

Gambar

Gambar 3.1.1.1 Sambungan dengan 1 baut
Gambar 3.1.2.1  Sambungan dengan 3 baut
Gambar 3.1.3 Sambungan 5 baut
Gambar 3.5.1 sambungan 1 baut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perilaku sambungan momen dengan baut pada material baja ringan (cold formed steel) untuk

Ada lima parameter yang perlu diperhatikan pada perencaaan sambungan momen seismik plat ujung yaitu : momen perlu untuk merancang sambungan, kuat baut pada sambungan, kekuatan

Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya lebih tinggi dari pada ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang berguna sebagai media penyambungnya

Dari hasil pengujian uji tarik yang telah dilakukan untuk logam hasil pembautan, dengan menggunakan sambungan baut bilah ganda posisi baut horizontal dan

Sambungan baut-gusset plate pada struktur gable frame masih berperilaku linier elastis hingga momen 5.5 kNm dengan rotasi yang terjadi 5.5 mm.. Sambungan masih

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kekuatan sambungan tiga jenis kayu olahan (Kempas, Keruing, dan Meranti) dengan sambungan perekat Epoxy dan baut. Peralatan

Selanjutnya penelitian juga terkait dengan nilai kekuatan sambungan kayu seperti perilaku sambungan kayu dengan baut tunggal berpelat sisi baja menggunakan kayu akasia, meranti

Hasil pengujian uji tarik sambungan baut Tipe Sambungan Baut Beban Maksimal Uji Tarik N Zig Zag 47002,3 Horizontal 48479,6 Vertikal 42234,2 Hasil Simulasi Solidworks Analisis