• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Usia Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Usia Lepas Sapih"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP

KINERJA REPRODUKSI TIKUS BETINA

USIA LEPAS SAPIH

GHINA INDRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Usia Lepas Sapih adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

GHINA INDRIANI. Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Usia Lepas Sapih. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Tempe merupakan makanan yang terbuat dari hasil fermentasi kedelai yang mengandung fitoestrogen dan bersifat estrogenik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi tikus betina usia lepas sapih. Delapan belas ekor tikus betina lepas sapih usia 21 hari dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Kelompok perlakuan diberi ekstrak tempe 0.5 g/mL/hari selama 28 hari. Dilakukan pengukuran terhadap bobot badan, bobot ovarium, bobot uterus, serta kadar hormon estradiol dan testosteron. Pengambilan data dilakukan saat tikus berusia 28, 42, dan 56 hari dan dianalisis menggunakan metode Independent Samples T-test dengan selang kepercayaan 95% (α=0.05). Hasil penelitian pemberian fitoestrogen dengan dosis 0.5 g/mL perhari pada usia 42 hari dapat mempengaruhi kinerja reproduksi berupa penurunan bobot badan dan ovarium, serta peningkatan kadar hormon estradiol.

Kata kunci: ekstrak tempe, fitoestrogen, kinerja reproduksi, tikus betina

ABSTRACT

GHINA INDRIANI. The Role of Tempe Extract on The Reproductive Performance of Female Rat in Prepuberty Age. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Tempe is a fermented soybean that contains phytoestrogen which has estrogenic effect. This study was conducted to study the effect of tempe extract in reproductive performance of female rats at weaning age. Eighteen female rats weaning age or 21 days were divided into 2 groups, control and treatment group. The treatment group were given tempe extract 0.5 g/mL/day for 28 days. Body weight, ovarium weight, uterus weight, and oestradiol and testosterone concentration were measured. Data was collected at the age of 28, 42, and 56 days and analysed using Independent Samples T-test methode with 95% confidence interval (α: 0.05). The result showed that administration of phytoestrogen with 0.5 g/mL/day have an influence in rat reproductive performance which were decrease body and ovarium weight, and increase the oestradiol concentration at the age of 42 days.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP

KINERJA REPRODUKSI TIKUS BETINA

USIA LEPAS SAPIH

GHINA INDRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Usia Lepas Sapih

Nama : Ghina Indriani NIM : B04100126

Disetujui oleh

Dr Dra Nastiti Kusumorini Pembimbing I

Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet (K) Wakil Dekan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah reproduksi, dengan judul Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Usia Lepas Sapih.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Nastiti Kusumorini dan Ibu Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Nurul Chotimah, Retno Tegarsih, Roro Ambarwati yang telah bersama-sama berjuang dalam mengumpulan data penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Ida, Ibu Sri, Pak Dikdik, dan Pak Gholib yang telah membantu peneliti di laboratorium dan kandang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Acromion 47 khususnya Nunuy, Deka, Gamma, Erlan, Tatum, Upay, Hida, Laras, Tri untuk bantuan, dukungan, dan motivasi yang diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Reproduksi Betina 2

Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen 3

METODE 4

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Alat dan Bahan 4

Persiapan Penelitian 4

Hewan Coba 4

Ekstrak Tempe 5

Prosedur Penelitian 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Badan 6

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Ovarium 7

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Uterus 8

Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron 9

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rataan bobot badan anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari 6 2 Rataan bobot ovarium (g) dan rasio bobot ovarium terhadap bobot

badan anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari 7

3 Rataan bobot uterus (g) dan rasio bobot uterus terhadap bobot badan

anak tikus usia 28, 42, 56 hari 8

4 Rataan kadar estrogen terhadap testosteron (E/T) anak tikus pada usia

28, 42, dan 56 hari 9

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan pengelompokan hewan coba 5

2 Bagan pelaksanaan penelitian 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Cara pembuatan ekstrak tempe 13

2 Analisis statistik rataan bobot badan pada usia 28, 42, dan 56 hari 14 3 Analisis statistik rataan bobot ovarium pada usia 28, 42, dan 56 hari 15 4 Analisis statistik rataan rasio ovarium terhadap bobot badan pada usia

28, 42, dan 56 hari 16

5 Analisis statistik rataan bobot uterus pada usia 28, 42, dan 56 hari 17 6 Analisis statistik rataan rasio uterus terhadap bobot badan pada usia 28,

42, dan 56 hari 18

7 Analisis statistik rataan kadar hormon estrogen pada usia 28, 42, dan 56

hari 19

8 Analisis statistik rataan kadar hormon testosteron pada usia 28, 42, dan

56 hari 20

9 Analisis statistik rataan rasio estrogen terhadap testosteron pada usia 28,

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Reproduksi merupakan suatu kemampuan makhluk hidup dalam menghasilkan keturunan. Reproduksi diatur oleh interaksi antara sistem syaraf dan sistem endokrin. Kedua sistem ini berinteraksi secara konsisten dan saling bekerja sama dalam menginisiasi, mengkoordinasi, dan mengatur semua fungsi reproduksi (Senger 1999). Pada hewan betina, reproduksi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron. Kadar estrogen atau estradiol yang normal sangat diperlukan dalam kinerja reproduksi hewan betina. Fungsi dari estrogen adalah sebagai perangsang perkembangan karakteristik seks sekunder, mempercepat pertumbuhan folikel ovarium, merangsang pertumbuhan duktus mamari dan menyebabkan perkembangan kelenjar mamari (Ganong 2003). Menurut Batubara (2010), pada masa pubertas terjadi peningkatan sekresi Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. Kemudian GnRH akan berikatan dengan reseptor di pituitari sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). FSH dan LH kemudian akan merangsang produksi estrogen.

Pada masa prapubertas kadar GnRH yang beredar rendah. Rendahnya kadar GnRH ini tidak cukup untuk merangsang pituitari anterior untuk melepaskan hormon gonadotropin seperti FSH dan LH. Hal ini menyebabkan rendahnya kadar estrogen yang akan menginduksi terjadinya proses reproduksi (Senger 1999). Menurut Suprihatin (2008), kekurangan hormon estrogen pada masa prapubertas dapat menyebabkan gangguan terhadap kinerja reproduksi, berupa tidak berkembangnya uterus dan atropi miometrium (Ganong 2003). Gangguan kinerja reproduksi ini dapat diatasi dengan pemberian estrogen eksogen yang relatif aman (Suprihatin 2008).

Tempe merupakan makanan yang terbuat dari hasil fermentasi kedelai. Tempe mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin, mineral, dan fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan kelompok tanaman, baik biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki sifat khasiat menyerupai hormon estrogen atau dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen (Biben 2012). Salah satu bentuk dari fitoestrogen adalah isoflavon yang terdiri atas genistein dan daidzein. Fitoestrogen ini dapat meniru ataupun dapat menghambat efek estrogen. Pada dosis rendah, fitoestrogen memiliki sifat seperti estrogen namun sebaliknya, pada dosis tinggi akan berlawanan dengan estrogen (Nurfaiziyah et al. 2011). Pemberian genistein dengan dosis 300 ppm dapat membantu mempercepat pembukaan vaginal pada hewan betina (You et al. 2002). Pemberian pakan yang mengandung fitoestrogen secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan fungsi ovarium seperti sistik ovari, mengurangi tingkat konsepsi, dan infertilitas sementara (Jainudeen dan Hafez 2000). Menurut Biben (2012), penggunaan sediaan fitoestrogen dapat bermanfaat pada pemakaian yang tidak berlebihan dan sewajarnya.

(12)

2

respon individu terhadap fitoestrogen berbeda-beda (Rishi 2002). Menurut Tan et al. (2006), pemberian fitoestrogen tidak memberikan efek yang berarti pada usia pubertas dan pada fertilitas individu. Pada penelitian Suprihatin (2008), tikus usia prapubertas yang diberi tepung tempe mengalami peningkatan kinerja reproduksi yang meliputi usia pubertas, jumlah korpus luteum, jumlah embrio, jumlah anak yang dilahirkan, dan produksi air susu. Selain itu, hasil penelitian Muhiddin (2013) menunjukkan pemberian fitoestrogen pada masa prapubertas dengan dosis 0.25 g/mL perhari selama 28 hari dapat meningkatkan kinerja reproduksi berupa peningkatan bobot ovarium pada anak tikus usia 42 hari. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe pada dosis yang lebih tinggi. Pemberian fitoestrogen ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja organ dan hormon reproduksi karena fitoestrogen memiliki efek estrogenik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian 0.5 g/mL ekstrak tempe yang mengandung fitoestrogen pada masa prapubertas terhadap kinerja reproduksi betina tikus Rattus norvegicus meliputi bobot badan, bobot ovarium dan uterus, serta kadar hormon estrogen dan testosteron.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang efektivitas pemberian fitoestrogen pada masa prapubertas terhadap perkembangan kinerja reproduksi betina saat mencapai pubertas.

TINJAUAN PUSTAKA

Reproduksi Betina

Hormon reproduksi utamanya berasal dari sistem atau organ utama berikut, yaitu hipotalamus, pituitari anterior dan posterior, gonad, uterus, dan plasenta. Hormon dari hipotalamus yang mengatur reproduksi adalah Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH), Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), dan Prolactin-Inhibiting Factor (PIF). Pituitari anterior mensekresikan tiga hormon gonadotropik yaitu FSH, LH, dan prolaktin, sedangkan pituitari posterior sebagai tempat penyimpanan hormon oksitosin dan vasopresin. Pada hewan betina, gonad berupa ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang merupakan hormon steroid (Hafez et al. 2000). Di dalam tubuh, bentuk endogen estrogen

(13)

3 didominasi oleh reseptor FSH. FSH ini bekerja melalui cAMP untuk meningkatkan aktivitas aromatase (Ganong 2003). Aromatase merupakan enzim yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi senyawa aromatik estradiol (Dorland 2012). Menurut Ganong (2003), estrogen memiliki fungsi meningkatkan folikel ovarium, meningkatkan jumlah otot uterus, menyebabkan pertumbuhan duktus dan pembesaran payudara, dan sebagai hormon feminisasi pada masa pubertas atau merangsang karakteristik seks sekunder.

Pubertas merupakan periode saat ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan kemampuan untuk reproduksi seksual mulai didapat (Dorland 2012). Pubertas pada betina tercapai saat hipotalamus mampu menghasilkan Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) dalam jumlah yang cukup sehingga dapat merespon umpan balik positif dari estradiol. Jumlah yang memadai dari GnRH dapat menyebabkan ovulasi. GnRH akan merangsang sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dari anterior pituitari. Setelah disekresikan, FSH dan LH menstimulasi gonad. Estrogen dan androgen disekresikan oleh gonad sebagai umpan baliknya (Hafez et al. 2000).

Pada hewan betina, masa pubertas dimulai saat individu mencapai usia estrus dan ovulasi pertama serta usia dimana tubuh dapat mendukung kebuntingan (Senger 1999). Estrus terjadi ketika tingginya sekresi estrogen dari praovulatori folikel de Graaf. Pada akhir estrus, ovulasi terjadi dengan diikuti pembentukan korpus luteum yang mensekresikan progesteron. Jika terjadi kebuntingan, korpus luteum dibutuhkan untuk pemeliharaan kebuntingan (Hafez dan Hafez 2000). Pubertas dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pubertas berupa faktor genetik dan kadar hormon, sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi onset pubertas bervariasi antarspesies. Faktor eksternal tersebut berupa musim hewan lahir, penyinaran atau photoperiod selama masa pubertas, ada atau tidaknya lawan jenis pada masa peripubertal, dan kepadatan kelompok pada kandang (Senger 1999). Pada tikus masa pubertas dicapai pada usia 40-60 hari (Fox 2002).

Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen

Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari hasil fermentasi kedelai. Melalui proses fermentasi, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna (BSN 2012). Adapun kandungan gizi rata-rata dalam 100 g tempe adalah air 64%, protein 18.3%, lemak 4%, karbohidrat 12.7%, kalsium 129 mg, fosfor 154 mg, dan zat besi 10 mg (Pambudi 2013). Selain itu, kedelai yang difermentasi menjadi tempe memiliki kandungan fitoestrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai yang tidak diolah. Di dalam kedelai atau produk olahannya, genistein memiliki konsentrasi sebesar 26.8-120.5 mg/100 g berat kering dan daidzein sebesar 10.5-85 mg/100g berat kering (Widodo 2005).

(14)

4

yang aktivitas antioksidannya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya.

Isoflavon ini termasuk molekul nonsteroid alami yang secara struktur memiliki kemiripan dengan 17β-estradiol dan modulator selektif reseptor estrogen. Isoflavon memiliki cincin fenolik dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen (Mishra et al. 2011). Kemiripan molekul isoflavon dengan estrogen alami menyebabkan isoflavon dikenal memiliki efek estrogenik dan antiestrogenik. Penggunaan dengan dosis rendah akan menunjukkan efek menyerupai kerja estrogen (estrogenik), namun sebaliknya penggunaan dengan dosis tinggi dapat menghasilkan efek yang berlawanan dengan kerja estrogen (antiestrogenik). Ada dua tipe reseptor estrogen dalam tubuh manusia, yaitu reseptor estrogen α (alfa) yang ditemukan pada jaringan mamari dan uterus serta reseptor reseptor estrogen

β (beta) yang terdistribusi pada tulang, otak, endotel pembuluh darah, dan kantung kemih. Afinitas pengikatan isoflavon oleh reseptor β lebih baik dari reseptor α. Akibat dari reaksi pengikatan isoflavon dengan reseptor estrogen, isoflavon dapat memberi efek kardioprotektif, memperkuat tulang, dan membantu dalam mengurangi gelaja menopause (Mishra et al. 2011).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium, Laboratorium Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Mei 2014.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kandang tikus berpenutup kawat kasa, timbangan analitik, sentrifuge, kit komersial Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Kit DRG Estradiol ELISA EIA-2693 dan Kit DRG Testosteron ELISA EIA-1559, syringe 24G, spoit 3 mL, spoit 1 mL, mortar, stamper, sonde lambung, tabung reaksi, tabung eppendorf, alas bedah tikus, peralatan bedah (skalpel, pinset, gunting), pot organ, dan tisu. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak tempe yang diekstraksi etanol 70%, hewan coba yang digunakan adalah 18 ekor tikus Rattus norvegicus betina usia 21 hari, larutan NaCl fisiologis (0.9%), Normal Buffered Formaldehide, larutan eter, dan akuades.

Persiapan Penelitian

Hewan Coba

(15)

5 Pemeliharaan dilakukan menggunakan kandang berukuran 30 x 20 x 12 cm, berbahan plastik, dan berpenutup kawat kasa pada bagian atasnya. Setiap kandang dialasi dengan sekam yang diganti secara periodik. Pakan dan air minum diberikan ad libitum.

Ekstrak Tempe

Sumber fitoestrogen yang digunakan dalam penelitian berasal dari tempe yang diekstrak menggunakan etanol 70% di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Setiap 100 g ekstrak tempe mengandung 87.55 mg isoflavon yang terdiri atas 83.30 mg daidzein dan 4.25 mg genestein.

Prosedur Penelitian

Delapan belas ekor tikus betina lepas sapih berusia 21 hari dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak tempe dan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak tempe. Tikus pada masing-masing kelompok berjumlah sembilan ekor. Ekstrak tempe sebanyak 5 g dilarutkan dengan 10 mL akuades, kemudian tikus dicekok 0.5 g/mL ekstrak tempe dengan menggunakan sonde lambung setiap hari selama 28 hari. Pengelompokan hewan coba disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan pengelompokan hewan coba

Tikus betina berusia 28, 42, dan 56 dari masing-masing kelompok dinekropsi untuk mendapatkan gambaran kinerja reproduksi, meliputi pengukuran bobot badan, bobot organ reproduksi (ovarium dan uterus), dan pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar estrogen dan testosteron. Pengambilan data diawali dengan pengukuran bobot badan tikus, kemudian dilakukan pembiusan terhadap tikus. Pembiusan dilakukan dengan menggunakan larutan eter, setelah tikus terbius dilakukan pengambilan darah sebanyak ± 3 mL secara intrakardial. Sampel darah yang diambil dibiarkan selama ± 1 jam, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan sampel serum. Pengukuran kadar hormon estrogen dan testosteron dalam sampel serum dilakukan dengan menggunakan ELISA. Hasil pengukuran ini dinyatakan dalam satuan pg/mL. Setelah pengambilan darah, tikus dinekropsi dan dilakukan pembukaan ruang abdomen untuk pengambilan organ ovarium dan uterus. Organ dipreparir dengan baik hingga tidak terdapat lemak jaringan yang tersisa. Kemudian organ ovarium dan uterus ditimbang menggunakan timbangan analitik

(16)

6

untuk mendapatkan bobot basah organ. Bobot yang diperoleh dinyatakan dalam satuan gram. Bagan prosedur penelitian disajikan pada Gambar 2.

Usia anak tikus (Hari) 21 28 42 48 56

Gambar 2 Bagan pelaksanaan penelitian

Analisis Data

Hasil parameter yang telah diukur dinyatakan dalam rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan metode Independent Samples T-Test pada selang kepercayaan 95% menggunakan software SPSS 21.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Badan

Rataan bobot badan pada usia 28, 42, dan 56 hari setelah pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/mL ditampilkan pada Tabel 1. Hasil rataan bobot badan tikus usia 28 dan 56 hari menunjukkan tidak ada beda nyata (p>0.05) antara tikus kelompok perlakuan dengan tikus kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap rataan bobot badan.

Tabel 1 Rataan bobot badan anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari

Usia Rataan bobot badan (g)

Kontrol Perlakuan

28 hari 34.34 ± 2.77 35.47 ± 2.39

42 hari 59.89 ± 6.64a 46.32 ± 2.97b

56 hari 85.47 ± 4.56 88.51 ± 5.42

ab

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Pemberian ekstrak tempe dosis 0.5 gram per hari pada tikus betina selama 28 hari.

Sampling usia 28, 42, dan 56 hari:

Pengambilan sampel darah, organ ovarium dan uterus.

(17)

7 Bobot badan tikus usia 42 hari menunjukkan hasil yang lebih rendah dan berbeda nyata (p<0.05) pada tikus kelompok perlakuan terhadap tikus kelompok kontrol. Hasil ini berbeda dengan penelitian Muhiddin (2013) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan rataan bobot badan tikus usia 42 hari pada kelompok yang diberi ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/mL. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan dosis ekstrak tempe yang diberikan. Menurut Whitten dan Patisaul (2001), fitoestrogen dapat meningkatkan atau menekan proliferasi pada sel yang dipengaruhi oleh estrogen tergantung dari konsentrasi fitoestrogennya. Pada dosis rendah dapat meningkatkan proliferasi sel, sedangkan pada dosis tinggi dapat menekan proliferasi sel yang dipengaruhi estrogen. Oleh sebab itu, diduga pada dosis 0.5 g/mL, fitoestrogen dapat menyebabkan penekanan proliferasi sel, sehingga dapat menurunkan bobot badan pada tikus kelompok perlakuan usia 42 hari.

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Ovarium

Hasil pengukuran rataan bobot ovarium dan rasio bobot ovarium terhadap bobot badan pada usia 28, 42, dan 56 hari setelah pemberian ekstrak tempe 0.5 g/mL ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan bobot ovarium (g) dan rasio bobot ovarium terhadap bobot badan anak tikus pada usia 28, 42, dan 56 hari

Parameter Rataan bobot badan (g)

Kontrol Perlakuan nyata pada taraf uji 5%.

(18)

8

Menurut Jefferson (2010), ovarium memiliki reseptor estrogen β dan fitoestrogen memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor estrogen β, sehingga fitoestrogen dapat sangat berpengaruh pada ovarium. Allred et al. (2001) menyatakan bahwa genistein yang terdapat di dalam isoflavon (golongan fitoestrogen) dapat merangsang proliferasi sel-sel organ reproduksi karena pengaruh estrogeniknya. Penelitian Suttner et al. (2005) juga menyatakan bahwa fitoestrogen dapat menyebabkan proliferasi sel pada ovarium, sehingga dapat meningkatkan bobot ovarium. Selain itu, menurut Mardiati dan Sitasiwi (2008), isoflavon pada dosis tinggi dapat mempengaruhi perkembangan ovarium dan menekan sintesis estrogen endogenus, sehingga mengganggu perkembangan folikel ovarium. Pertumbuhan folikel dapat mendukung pertambahan bobot ovarium (Murasawa et al. 2005), sehingga apabila pertumbuhan folikel terhambat, dapat menurunkan bobot ovarium. Pada penelitian ini menunjukkan penurunan bobot ovarium pada usia 42 hari. Hal ini diduga bahwa pemberian ekstrak tempe dengan dosis sebesar 0.5 g/mL per hari dapat mempengaruhi perkembangan ovarium.

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Uterus

Estrogen pada keadaan normal dapat meningkatkan jumlah otot uterus. Selain itu, di bawah pengaruh estrogen, otot uterus menjadi lebih aktif dan mudah terangsang (Ganong 2003). Kelebihan stimulasi estrogen pada uterus secara terus menerus dapat menghambat implantasi (Jefferson 2010). Hasil pengukuran rataan bobot uterus dan rasio bobot uterus terhadap bobot badan pada usia 28, 42, dan 56 hari setelah pemberian ekstrak tempe 0.5 g/mL ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan bobot uterus (g) dan rasio bobot uterus terhadap bobot badan anak tikus pada usia 28, 42, dan 56 hari

Parameter Rataan bobot badan (g)

Kontrol Perlakuan bobot badan tikus usia 28, 42, dan 56 hari pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05) dari tikus kelompok kontrol. Pada usia 28 hari, hasil rataan bobot uterus dan rasio bobot uterus terhadap bobot badan tidak jauh berbeda antara kelompok kontrol dan perlakuan. Hal ini diduga disebabkan oleh waktu pemberian ekstrak tempe yang singkat, sehingga belum nampak hasil nyata antara perlakuan dan kontrol. Pada usia 42 dan 56 hari, hasil rataan bobot uterus tikus kelompok perlakuan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol.

(19)

9 antiestrogenik ini dapat terjadi dari pemberian dosis fitoestrogen yang cukup tinggi. Hasil penelitian Santell et al. (1997) membuktikan bahwa isoflavon, genistein, dalam dosis rendah mempunyai efek estrogenik untuk meningkatkan berat uterus dengan menstimulasi penebalan endometrium uterus. Namun pemberian dengan dosis lebih tinggi akan menghasilkan efek antiestrogenik.

Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron

Pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kadar hormon estrogen dan testosteron serta rasio hormon estrogen terhadap testosteron pada usia 28, 42, dan 56 hari disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan kadar hormon estrogen dan testosteron serta rasio kadar estrogen terhadap testosteron (E/T) anak tikus pada usia 28, 42, dan 56 hari

Parameter Rataan bobot badan (g)

Kontrol Perlakuan

Usia 28 hari

Estrogen (pg/mL) 11.060 ± 3.152 17.573 ± 3.840

Testosteron (pg/mL) 303.000 ± 58.898 241.000 ± 62.554

Rasio E/T 0.037 ± 0.010 0.078 ± 0.032

Usia 42 hari

Estrogen (pg/mL) 3.443 ± 0.427a 8.880 ± 1.592b

Testosteron (pg/mL) 543.000 ± 268.613 483.330 ± 75.076

Rasio E/T 0.008 ± 0.005 0.019 ± 0.006

Usia 56 hari

Estrogen (pg/mL) 9.763 ± 5.273 10.880 ± 5.395

Testosteron (pg/mL) 489.330 ± 71.703 450.670 ± 106.265

Rasio E/T 0.019 ± 0.008 0.023 ± 0.006

ab

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Hasil perhitungan statistik menunjukkan adanya peningkatan kadar hormon estrogen pada kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol pada setiap usia pengamatan. Namun, peningkatan kadar estrogen secara berbeda nyata (p<0.05) hanya ditunjukkan pada usia 42 hari. Hal ini dapat disebabkan oleh fitoestrogen mulai optimal bekerja pada usia 42 hari. Fitoestrogen merupakan kompetitor bagi estrogen endogenus untuk berikatan dengan reseptor estrogen. Kadar fitoestrogen yang tinggi menyebabkan estrogen endogenus tidak dapat berikatan dengan reseptor estrogen, sehingga kadar estrogen dalam darah meningkat (Mardiati dan Sitasiwi 2008).

Hasil perhitungan statistik rataan kadar hormon testosteron tampak menurun pada kelompok perlakuan terhadap kelompok perlakuan pada usia 28, 42, dan 56 hari. Namun, penurunan kadar testosteron ini tidak berbeda nyata (p>0.05). Penurunan ini dapat disebabkan oleh kerja fitoestrogen. Menurut Whitten dan Patisaul (2001), fitoestrogen memiliki potensi untuk mempengaruhi biosintesis

dan metabolisme steroid. Isoflavon dan ligan merupakan inhibitor enzim 5α

(20)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe pada masa prapubertas dengan dosis 0.5 g/mL per hari dapat mempengaruhi kinerja reproduksi berupa penurunan bobot badan dan ovarium pada usia 42 hari. Selain itu, fitoestrogen dapat berpengaruh terhadap peningkatan kadar hormon estrogen pada usia 42 hari.

Saran

Saran yang diajukan berdasarkan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan penyeragaman bobot badan tikus yang akan digunakan dalam penelitian, agar hasil yang didapatkan lebih baik. Selain itu, perlu penambahan jumlah sampel tikus pada setiap kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Allred CD, Allred KF, Young HJ, Virant SM dan Herferich WG. 2001. Soy diets containing varying amounts of genistein stimulate growth of estrogen-dependent (MCF-7) in a dose-estrogen-dependent manner. Cancer Research. 61: 5045-5050.

Batubara JRL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri.Vol. 12, No. 1.

Biben HA. 2012. Fitoestrogen: Khasiat terhadap Sistem Reproduksi, Non Reproduksi, dan Keamanan Penggunaan. Seminar Ilmiah.30 Maret 2012. [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia

untuk Dunia. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Dorland WAN. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed ke-28. Mahode et al., penerjemah; Hartanto et al., editor. Jakarta (ID): EGC

Fox JG. 2002. Laboratory Animal Medicine. Ed ke-2. New York (US): Academic Press.

Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusumah HM, penerjemah; Djauhari, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari Medical Physiology.

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproductive Cycle. Di dalam Reproduction In Farm Animals. Ed. Ke-7. Hafez ESE dan Hafez B, editor. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins. hlmn 55-67.

(21)

11 Jainudeen MR, Hafez ESE. 2000. Reproductive Failure in Females. Di dalam: Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Hafez ESE dan Hafez B, editor. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins. hlmn 261-278.

Jefferson WN. 2010. Adult ovarian function can be affected by high level of soy. J Nutr. 140(12): 2322S-2325S.

Mardiati SM, Sitasiwi AJ. 2008. Korelasi jumlah folikel ovarium dengan konsentrasi hormon estrogen mencit (Mus musculus) setelah konsumsi harian tepung kedelai selama 40 hari. J Ana Fis. 16(2): 54-59.

Mishra N, Mishra VN, Devanshii. 2011. Natural phytoestrogens in health and disease. JIACM. 12(3):205-211.

Muhiddin SNM. 2013. Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Murasawa M, Takahashi T, Nishimoto H, Yamamoto S, Hamano S, Tetsuka M. 2005. Relationship between ovarian weight and follicular population in Heifers. J of Reprod and Develop. 51(5): 689-93.

Murkies AL, Wilcox G, Davis SR. 1998. Phytoestrogens. J Clin Endocrinol Metab. 83(2):297-303.

Nurfaiziah A, Novrial D, Wijayana KA. 2011. Efek pemberian ekstrak tempe kedelai (Glycine max) terhadap ekspresi Caspase-3 mencit galur C3H model karsinogenesis payudara. Mandala of Health. Vol. 5, No. 2.

Pambudi S. 2013. Budidaya dan Khasiat Kedelai Edamame Camilan Sehat dan Lezat Multimanfaat. Yogyakarta (ID): Pustaka Baru Press.

Rishi RK. 2002. Phytoestrogens in health and illness. J Pharmacol 34:311-320. Santell RC, Chang YC, Nair MG, Helferich WG. 1997. Dietary genestein exert

estrogenic effects upon the uterus, mammary gland, and the hypothalamic/pituitary axis in rat. J Nutr. 127:263-269.

Senger PL. 1999. Pathways to Pregnancy and Parturation. Washington (US): Current Concepton Inc.

Suprihatin. 2008. Optimalisasi Kinerja Reproduksi Tikus Betina setelah Pemberian Tepung Kedelai dan Tepung Tempe pada Usia Prapubertas [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suttner AM, Danilovich NA, Banz WJ, Winters TA. 2005. Soy Phytoestrogens: effects on ovarian function. Society for the Study of Reproduction [Internet]. [diakses Juni 2014]. Tersedia pada: http://tw3a.siuc.edu/angssr.htm

Tan KAL, Walker M, Morris K, Greig I, Mason JI, Sharpe RM. 2006. Infant feeding with soy formula: effects on puberty progression, reproductive function, and testicular cell numbers in marmoset monkeys in adulthood. Hum Reprod. 21: 896-904.

Whitten PL, Patisaul HB. 2001. Cross-species and inter assay comparison of phytoestrogen action. J Environ Health Perspect. 109:5-20.

Widodo J. 2005. Isoflavon, Makanan Ajaib. Pusat Data dan Informasi PERSI [Internet]. [diakses Maret 2014]. Tersedia pada: http://www.pdpersi.co.id You L, Casanova M, Bartolucci EJ, Fryczynski MW, Dorman DC, Everitt JI,

(22)

12

(23)

13 Lampiran 1 Cara pembuatan ekstrak tempe

Ekstrak tempe sudah terbentuk Dilakukan freeze drying untuk pengeringan

Dimasukkan ke dalam rotavapor selama 2 hari dengan suhu 40 °C Disaring untuk mendapatkan filtrat

Didiamkan selama 24 jam

Dikocok menggunakan stirrerelektrik selama 2 jam agar homogen Diberi pelarut dengan perbandingan 1:3 yaitu 3 kg tempe dan 9 L etanol 70%

(24)

14

Lampiran 2 Analisis statistik rataan bobot badan pada usia 28, 42, dan 56 hari Group Statistics

t-test for Equality of Means

(25)

15 Lampiran 3 Analisis statistik rataan bobot ovarium pada usia 28, 42, dan 56 hari

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

BO4mg Kontrol 3 .016733 .0043363 .0025036

Perlakuan 3 .017767 .0044792 .0025861

BO6mg Kontrol 3 .027000 .0052915 .0030551

Perlakuan 3 .016233 .0024542 .0014170

BO8mg Perlakuan 3 .062100 .0227462 .0131325

t-test for Equality of Means

(26)

16

Lampiran 4 Analisis statistik rataan rasio ovarium terhadap bobot badan pada usia 28, 42, dan 56 hari

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

BOBB4mg Kontrol 3 .048327 .0087414 .0050469

Perlakuan 3 .050427 .0138319 .0079858

BOBB6mg Kontrol 3 .045420 .0094338 .0054466

Perlakuan 3 .035097 .0054302 .0031351

BOBB8mg Perlakuan 3 .070773 .0279256 .0161228

Kontrol 3 .064677 .0172138 .0099384

t-test for Equality of Means

(27)

17 Lampiran 5 Analisis statistik rataan bobot uterus pada usia 28, 42, dan 56 hari

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

BU4mg Kontrol 3 .015600 .0039154 .0022605

Perlakuan 3 .019267 .0079651 .0045987

BU6mg Kontrol 3 .049667 .0223010 .0128755

Perlakuan 3 .034933 .0013317 .0007688

BU8mg Perlakuan 3 .107133 .0566892 .0327295

t-test for Equality of Means

(28)

18

Perlakuan 3 .054413 .0216669 .0125094

BUBB6m

g

Kontrol 3 .082013 .0306239 .0176807

Perlakuan 3 .075593 .0049866 .0028790

BUBB8m

g

Perlakuan 3 .119287 .0572176 .0330346

Kontrol 3 .138743 .0286005 .0165125

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

(29)

19

t-test for Equality of Means

(30)

20

Lampiran 8 Analisis statistik rataan kadar hormon testosteron usia 28, 42, dan 56 hari

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

al of the Difference

(31)

21 Lampiran 9 Analisis statistik rataan rasio kadar hormon estrogen terhadap

testosteron usia 28, 42, dan 56 hari Group Statistics

RET4mg Kontrol 3 .0370600 .00984019 .00568124

Perlakuan 3 .0784533 .03197770 .01846233

RET6mg Kontrol 3 .0078467 .00503573 .00290738

Perlakuan 3 .0189833 .00605558 .00349619

RET8mg Kontrol 3 .0192967 .00802008 .00463040

Perlakuan 3 .0231467 .00633172 .00365562

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Ghina Indriani merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Cecep Suhendar dan Lili Sulaeni. Penulis dilahirkan di Tembilahan, Riau pada tanggal 24 Januari 1993. Pendidikan menengah diselesaikan di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Fakultas Kedokteran Hewan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Gambar 1 Bagan pengelompokan hewan coba
Tabel  1 Rataan bobot badan anak tikus usia 28, 42, dan 56 hari
Tabel 2 Rataan bobot ovarium (g) dan rasio bobot ovarium terhadap bobot badan anak tikus pada usia 28, 42, dan 56 hari
Tabel 3 Rataan bobot uterus (g) dan rasio bobot uterus terhadap bobot badan anak tikus pada usia 28, 42, dan 56 hari
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kenampakan alam dapat berbentuk gunung, dataran tinggi, dataran rendah, bukit, lembah, sungai, pantai, laut dan sebagianyaa. Kenampakan buatan adalah bagian lingkungan yang tampak

Bentuk pertanyaan yang terstruktur membuat interviewer dapat lebih fokus untuk menggali informasi yang dibutuhkan, dhi, bukti mengenai kompetensi yang dimiliki oleh

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka memperluas wawasan keilmuan dan mencoba mengkaji pengaruh pemberian diet formula 100 pada balita yang

Kolom catatan untuk kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial diisi dengan capaian KD dari KI-1 (yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada setiap mata pelajaran.

berencana Puskesmas Kartasura, akseptor KB banyak yang menggunakan alat.. kontrasepsi hormonal dibandingkan menggunakan alat

Mitos lirik lagu “Tomat (Tobat Maksiat)” merupakan bentuk perubahan dari budaya dimana dahulunya dakwah dikenal masyarakat melalui ceramah di masjid, tetapi kini dakwah juga

Kendala yang dihadapi dalam keluarga Ibu Ni Ketut Suci dalam perekonomian dimana ibu Suci sudah berusia ketar 55 tahun yang sehari-harinya bekerja serabutan dan

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Segala-galanya, sumber dari segala sumber, yang telah memberikan petunjuk, rahmat, dan