• Tidak ada hasil yang ditemukan

kompetensi sosial guru PAI di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "kompetensi sosial guru PAI di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh

ALI ZUHDAN

Nim 1111011000112

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, l-iniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiyah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta,20 Apil2016

Yang rnengesahkan, Pembimbing

+tr1-'--*

Dr. Jejen Musfah. M.A

NIP: 19770602 200501 1 004

ruRUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBTYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Di nyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tatggal 16 Juni 2016 di depan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).

Jakarta, l6 Juni 2016

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal

Ketua Panitia (Ketua Jurusan PAI)

Dr.H. Abd+l Majid Khon. M.Ag

NIP.19580707 198703 1 005 Sekretaris Jurusan

Marhamah Shaleh. Lc. MA NIP. 19720313 200801 2 010 Penguji I

Prof. Dr. A,budinNata. MA. NrP. 19s40802 198s03 1 002 Penguji II

Drs. Abdul Haris. M.Ag NrP. 19660901 199503

l

001

Dekan Fakultas I

e-o

4

lz -7 -

,e-a

16

lrh.zo

""'r"i"""""

Iq

(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

TempaUtgl lahir

NIM

Jurusan

Angkatan

Alamat

Nama

NIP

AliZldlrdan

Pemalang, 20 htli 1987

r I l 101 10001 12

Pendidikan Agama Islam

20lt

Jl. Kyai Kart4 Komp. Al-Falatu Gendoang Karanganyar, Rt

09/01 No 383. Kec. Moga, Kab. Pemalang.52354.

MENYATAKAI\I DENGAI\I SESTINGGTIHIYYA

Bahwa Skripsi yang berjudul "Kompetensi Sosial Guru PAI

di SMA

Negeri I

Ciampea Bogor". Adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen:

: Dr. Jejen Musfah, MA.

: 19770602200501 1004

Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabilaternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakart+21 April2016 Mahasiswa Ybs.

(5)

i

Skripsi ini mengkaji tentang kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam yang berkaitan dengan kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan, dan juga dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Penelitian pada skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dan ditunjang oleh referensi-referensi yang berkaitan dengan tema yang dibahas pada skripsi ini. Adapun yang menjadi tolok ukur kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Ciampea adalah hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang mengkategorikan guru Pendidikan Agama Islam berkompetensi sosisal tinggi, sedang atau rendah. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan hasil penelitian dan juga mendapatkan data-data yang akurat mengenai objek yang akan diteliti.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, maka sampailah kepada kesimpulan bahwa guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor memiliki kompetensi sosial yang cukup baik, dari mulai berkomunikasi, penggunaan teknologi, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar, namun masih sangat kurang dalam berkomunikasi secara tulisan, kemudian upaya yang dilakukan sekolah dalam mengembangkan kompetensi sosial guru PAI diantaranya yaitu; Mengikuti MGMP, seminar pendidikan di dalam maupun luar sekolah, pendekatan pada siswa, mengenal beberapa kepribadian guru, kunjungan ke rumah siswa, guru dan keluarga besar SMA Negeri 1 Ciampea. Selanjutnya manfaat guru yang mempunyai kompetensi sosial adalah ia akan diteladani oleh siswa-siswanya. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, siswa juga perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (sosial intellegence). Hal tersebut bertujuan agar siswa memiliki hati nurani, rasa peduli, empati dan simpati kepada sesama.

(6)

ii

This Skripsi examines the social competence of Islamic education teachers of SMA Negeri 1 Ciampea, Bogor. This Skripsi is intended to know the social competence of Islamic education teachers related to social skills including the teachers’ ability to communicate, cooperate, and socialize, their cheerful character, their ability to communicate well either in oral, writing, or cues using communications and information technology functionally, and their ability to interact effectively with students, fellow teachers, staffs, students’ parents / guardians and interact politely with the society.

The study in this Skripsi uses qualitative research method that describes the actual state of the object phenomenon studied and that is supported by the references related to the themes discussed in this Skripsi. As for the measure of social competence of Islamic education teachers of SMA Negeri 1 Ciampea is the result of interview, observation and documentation that categorizes Islamic education teachers into high, medium or low social competence.

From this study, the writer concludes that the Islamic education teachers of SMA Negeri 1 Ciampea Bogor have quite good social competence, in their way to communicate, use the technology, interact effectively with students, fellow educators, staffs, students’ parents / guardians and interact politely with the society. Hence, they are still lack of the ability to communicate in writing, as it is proved from all the informants who all said that the Islamic education teachers of SMA Negeri 1 Ciampea Bogor have never made a published scientific work.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Kompetensi Sosial Guru PAI di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu sehingga tiada kata yang pantas terucap melainkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, MA., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Marhamah Saleh, Lc. MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Jejen Musfah, MA., pembimbing skripsi yang dengan kesabaran dan keikhlasan meluangkan waktu dan pikiran, perhatian serta arahan untuk membimbing penyusunan skripsi ini.

(8)

iv

6. Seluruh Dosen, Staf dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.

7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Ciampea Bogor Bapak Drs. Arif Setiawan, MM., Waka kurikulum, Waka kesiswaan, Staf T.U, para dewan guru Pendidikan Agama Islam yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini (Bapak Drs. Nur Salim dan Bapak Drs. Zaenal Musthafa), serta seluruh peserta didik SMA Negeri 1 Ciampea Bogor.

8. Pimpinan dan seluruh staf administrasi Perpustakaan Utama, Perpustakaan FITK yang telah memberikan layanan kepada penulis untuk peminjaman buku-buku yang penulis butuhkan sebagai referensi yang berkaitan dengan skripsi ini.

9. Ayah Shonhaji dan Ibu Azarah yang tak henti-hentinya meneteskan air mata di atas sajadah untuk memohon kepada Sang Pengasih demi kesuksesan penulis dalam segala hal husunya dalam penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan, umur yang berkah serta kebahagiaan dunia akhirat.

10.Kakak Drs. Nur Salim, Nur Falah, S.Pd.I, Firqutun Najiah, dan adik Intan Aenurrohmah, Naelul Authon, Ani Mahbubah, yang telah memberikan warna-warni kehidupan dan semangat serta inspirasi yang sangat berharga bagi penulis.

(9)

v

12.Teman-teman Ikatan Mahasiswa Pelajar Pemalang (IMPP) Jakarta, Hadhrah Cafe, Sedulur-sedulur pencak silat PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) Komisariat UIN Jakarta, Sahabat-sahabat MATAN (Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah) Cabang Ciputat dan seluruh kawan-kawan yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu namanya, semoga kebersamaan kita selalu ada manfaat dan barokah buat kehidupan kita.

13.Tidak lupa kepada Murobbi Ruuhina KH. Maimoen Zubair (Pengasuh Ponpes al-Anwar) Sarang - Rembang, Dr. KH. Aufal Marom, M.Pd.I (Pengasuh Ponpes Nurul Anwar) Sarang – Rembang, Sayyid al-Habib Sholeh bin Muhammad al-Jufri, SH.I (Pengasuh Ponpes Darul Musthafa) Solo, Ust. Muhammad Munhanif Ali, S.Pd.I (Pengasuh Ponpes Darus Sholihin) Solo, berkat bimbingan selama penulis nyantri di pondok pesantrennya serta motivasi dan do’a-do’a yang dipanjatkan sehingga penulis bisa melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan keberkahan serta kebahagiaan dunia akhirat.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan yang setimpal di sisi-Nya. Semoga ukiran tinta hitam yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

jazakumullah khairan katsiran.

Jakarta, 20 April 2106

(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI KOMPETENSI SOSIAL GURU PAI A. Pengertian Kompetensi ... 11

B. Pengertian Kompetensi Sosial ... 14

C. Cara Mengembangkan Kompetensi Sosial Guru ... 18

D. Fungsi Kompetensi Sosial Guru ... 26

E. Indikator-Indikator Kompetensi Sosial ... 28

F. Konsep Dasar Guru PAI34 G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian ... 43

B. Desain Penelitian ... 43

(11)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN KOMPETENSI SOSIAL GURU PAI DI SMA NEGERI 1 CIAMPEA BOGOR

A. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Ciampea... 52

1. Sejarah berdirinya SMA Negeri 1 Ciampea ... 52

2. Visi dan Misi ... 52

3. Tujuan ... 53

4. Sasaran ... 54

5. Data Guru dan Staf TU ... 55

6. Sarana dan Prasarana ... 56

7. Struktur Organisasi ... 57

B. Hasil Pengolahan Data ... 58

1. Berkomunikasi secara lisan dan tulisan ... 60

2. Menggunakan teknologi komunikasi ... 63

3. Bergaul secara efektif ... 68

4. Bergaul santun dengan masyarakat sekitar ... 72

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(12)

viii 3. Lampiran Hasil Observasi

(13)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh karena itu, hampir semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu pun juga, Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.1

Pendidikan merupaka icon fundamental dalam rangka membenahi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Dengan pendidikan, manusia akan memiliki akhlak, moral, ataupun etika yang baik sehingga tercipta kehidupan yang teratur. Dengan pendidikan yang sesungguhnyalah manusia akan mampu merekonstruksi pola pikirnya.

Pada dasarnya ada tiga aspek yang ingin dikembangkan dalam sebuah pendidikan, yaitu pertama aspek kognitif yaitu meliputi pengembangan ilmu pengetahuan, potensi, daya intelektualisme dan pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Kedua aspek afektif yang meliputi penanaman nilai-nilai moralitas dan religius serta pemupukan sikap emosionalitas dan sensitivitas. Dan ketiga aspek psikomotorik yang meliputi peningkatan performan dalam kehidupan berbangsa, pengembangan kemampuan, adaptasi terhadap perubahan, pemupukan daya sensitivitas terhadap persoalan sosial kemasyarakatan, pembinaan kapasitas diri dan pengetahuan untuk

1

(14)

memperluas berbagai pilihan di berbagai bidang pekerjaan, kesehatan, kehidupan keluarga dan masalah-masalah praktis lainnya.2

Guru merupakan komponen utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Guru mempunyai tanggung jawab yang utama, karena langsung berinteraksi dengan peserta didik dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Tugas guru adalah mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan, juga mengantarkan anak didiknya menjadi manusia yang mandiri, cerdas dan berilmu pengetahuan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sesuai dengan bakat dan kemampuannya3. Jadi, guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan.

Komunikasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi tidak saja dibutuhkan dalam dunia bisnis dan ekonomi tapi juga sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Bahkan komunikasi menjadi sesuatu yang tak dapat dipisahkan dari dunia yang terakhir disebut ini. Kenapa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan? Sebab, melalui komunikasilah seorang guru dapat menyampaikan pesan dan gagasannya kepada anak didik. Melalui komunikasi pula, sikap dan perasaan siswa dapat dipahami dan dimengerti.4

Namun demikian, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengaku pesimistis para guru di Indonesia mampu bersaing dengan guru-guru di

negara-negara Asia Tenggara lainnya. “Guru Indonesia nggak mampu menghadapi MEA karena negara-negara lain itu sudah mulai belajar bahasa Indonesia sehingga guru

dari negara lain dengan mudah bisa masuk ke Indonesia,” ucapnya.5

2

Zakiyah Darajat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 1995), h. 197.

3 Ibid.

4

Imam Tholkhah, Profil Ideal Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Titian Pena, Cet. I, 2008), h. 85.

5 Heri Ruslan (ed.), “Bersaing di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”,

(15)

Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan dewan Pembina Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema. Pada era MEA, kata dia, pekerjaan guru di sektor pendidikan akan banyak terpengaruh karena masih rendahnya kualitas guru di Indonesia.6

Guru merupakan salah satu faktor keberhasilan dari sebuah proses pendidikan. Pada dasarnya guru merupakan pendamping dari peserta didik dalam rangka mengembangkan potensinya dan mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Proses pendidikan atau pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik apabila guru tidak mampu berkomunikasi dengan peserta didik. Oleh karena itu, guru haruslah memiliki sebuah kemampuan dalam bergaul ataupun berkomunikasi denga peserta didik. Tidak hanya itu, guru juga harus dapat berkomunikasi dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sosial, karena faktor hubungan dengan masyarakat serta peran guru dalam mendukung kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin direalisasikan sekolah.

Menurut Abudin Nata:

Kualitas profesi tenaga pendidik pada umumnya saat ini belum menggembirakan. Hal ini antara lain terlihat pada masih rendahnya mutu lulusan pendidikan di Indonesia. Rendahnya kualitas profesi guru tersebut antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya dalam penguasaan proses belajar mengajar (PBM) dengan berbagai aspeknya, yakni penguasaan terhadap pencapaian tujuan pengajaran (kognitif, afektif dan psikomotorik), pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik. Untuk itu para guru perlu meningkatkan wawasan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya dalam rangka meningkatkan mutu lulusan yang dilakukan antara lain dengan menyediakan waktu untuk merenung, membaca, meningkatkan perhatian, kesabaran, ketelatenan dalam membimbing peserta didik yang tertinggal atau yang memiliki motivasi dan kecerdasan yang tinggi, meningkatkan simpati dan empati terhadap lingkungan sosial, serta memiliki pergaulan yang luas dengan berbagai kalangan yang relevan.7

6

Ibid.

7

(16)

Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikatagorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai ketrampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaanya, menjaga kode etik guru dan lain sebagainya.8

Kemampuan khusus memang sebagaimana cangkul untuk Pak Tani atau sepeda motor untuk tukang ojek sehingga jika kita tidak mempunyai, pekerjaan tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itulah, perlu adanya kemampuan khusus pada setiap guru agar dapat melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajarannya. Sebagai seorang profesionalis, guru harus menyiapkan diri dengan berbagai kemampuan sebelum, selama, dan sesudah melaksanakan kegiatan pendidikan dan pembelajarannya. Kemampuan sebelum melaksanakan kegiatan sangat penting sebab inilah modal utamanya. Pada saat melaksanakan proses, tentunya pada saat itu guru mendapatkan kenyataan adanya kekmampuan yang belum dimilikinya sehingga guru harus terus mencoba untuk merencanakan peningkatan kualitas kemampuan dirinya. Setelah melaksanakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang harus dilaksanakan guru adalah mewujudkan rencana peningkatan kualitas kompetensi dirinya.9

Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

8

Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Putra Grafika, Cet. II, 2007), h. 22.

9

(17)

Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah, hal tersebut bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, peringkat Humam Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah, (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 dibawah vietnam dengan peringkat 108).10 Ketertinggalan bangsa Indonesia dalam bidang IPTEK dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.11

Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan dan juga sebagai anggota masyarakat, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Guru harus bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal.

Peran guru sangat penting dalam mengajar dan mendidik siswa, serta dalam memajukan dunia pendidikan. Mutu siswa dan pendidikan bergantung pada mutu guru. Karena itu guru harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar nasional pendidikan, agar ia dapat menjalankan tugas dan peraturannya dengan baik dan berhasil.12

Bila guru memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani oleh peserta didik. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial agar mereka memiliki rasa perduli, empati dan simpati kepada sesama. Tugas dan fungsi guru tidak hanya memberikan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan saja, akan tetapi tugas yang melekat pada dirinya bukan sekedar di sekolah, melainkan juga di luar sekolah. Satu hal yang perlu menjadi perhatian dari guru adalah tugas mendidik, tugas ini

10

Kunandar, Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 1

11

Ibid., h. 2

12

(18)

adalah sangat berat, karena mendidik tidak saja menjadikan seorang anak yang semula berperilaku tidak terpuji, akan tetapi berubah menjadi seorang anak baik.

Seorang guru harus bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya, baik tingkah lakunya, ucapannya, pergaulan, maupun ketaatannya kepada Allah SWT. Salah satu keberhasilan Rasulullah Muhammad SAW. Dalam mendidik umatnya adalah karena diri Rasul sendiri dijadikan suri tauladan seperti apa yang diajarkannya. Allah SWT. berfirman:







Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21).13

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.14

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, guru masih menunjukkan kelemahannya dalam bergaul terhadap masyarakat, hal ini disampaikan oleh Siswono Yudo Husodo, menurutnya:

13

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Forum Pelayanan

al-Qur’an, Cet. I, 2013), h. 420.

14

(19)

Saat ini, di Tanah Air kita, perilaku menyimpang meluas di kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan di masyarakat luas walaupun pada saat yang sama, sarana-sarana ibadah dipenuhi jamaah. Kondisi kita seperti Italia, sebuah negeri maju yang sejahtera, yang gereja-gerejanya di hari Minggu penuh sesak, bersamaan dengan itu banyak politisinya bermasalah, sistem hukumnya dipengaruhi suap dan ancaman mafia, penjaranya pun penuh sesak. Berbeda dengan Austria, yang gerejanya tak penuh, tetapi penjaranya juga kosong. Dengan kondisi negara kita ini, kalangan pendidik, para guru bisa jadi tempat menggantungkan harapan akan negara yang lebih baik ke depan.15

Guru tidak hanya dituntut untuk menjadi orang yang baik, tapi dia juga harus mampu menjadi sosok yang terbaik. Dan seseorang bisa menjadi yang terbaik apabila dia mampu menjadikan dirinya sebagai sosok yang pantas diteladani. Saking pentingnya sikap keteladanan, sampai-sampai Al-Qur’an melukiskan sebuah ancaman bagi mereka yang hanya dapat berkata-kata tanpa bisa menjalankannya:







Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. Ash-Shaff: 3).16

Murid-murid tidak hanya butuh kepada teori dan nasehat saja, tapi pada dasarnya mereka lebih butuh kepada sosok yang sikap dan prilakunya dapat diteladani. Sesungguhnya mereka lebih butuh kepada figur yang mampu memberikan bimbingan moral. Karena itulah keteladanan menjadi faktor signifikan dalam rangka menciptakan anak didik yang unggul dan mumpuni.17

Rendahnya kualifikasi akademik dan kompetensi guru terjadi di semua wilayah Indonesia, termasuk kabupaten bogor yang secara geografis terletak tidak jauh dari pusat pemerintahan, Ibu Kota Jakarta. Dan menunjukkan bahwa,

“jumlah guru yang belum S-1 sebanyak 2.810 orang di Kota Bogor; Kabupaten

15 Siswono Yudo Husodo, “Guru, “Sing Digugu lan Ditiru””,

Harian Umum Kompas,

Jakarta, 25 November 2015, h. 7.

16

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Forum Pelayanan

al-Qur’an, Cet. I, 2013), h. 551.

17

(20)

Bogor 9.488 orang atau setara dengan 82,58 persen. Sejak dari sebelum otonomi daerah, sampai tahun 2006 Kabupaten Bogor hampir tidak pernah memberikan

beasiswa kepada guru.”18

(Hardini, 2008: iv). Sementara menurut Disdik Kabupaten Bogor, Ukah, lulusan madrasah aliyah (MA) dipastikan tidak ada lagi. (radar-bogor.co.id, 17-10-2010). Menurut Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bogor, “Bogor membutuhkan 22.143 orang guru, namun pada kenyataanya hanya ada 11.260 orang sehingga dibutuhkan sekitar 10.883 orang. (poskota.co.id, 17-10-2010). Rendahnya kualifikasi akademik guru secara tidak langsung berhubungan dengan kompetensi guru.19

Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Kompetensi Sosial Guru PAI di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor”.

B.

Identifikasi Masalah

Dilihat dari berbagai aspeknya memungkinkan munculnya berbagai permasalahan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah mendasar yang dapat diidentifikasi terdiri dari permasalahan-permasalahan yaitu:

1. Kurangnya kemampuan guru dalam berkomunikasi secara lisan.

2. Masih minimnya kemampuan guru dalam berkomunikasi secara tulisan. 3. Guru banyak yang belum akrab dengan internet.

4. Kurangnya pergaulan guru dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, serta dengan masyarakat sekitar.

C. Pembatasan Masalah

Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasi di atas, nampak bahwa masalah-masalah tersebut sangat penting untuk dijawab. Namun, permasalahan tersebut masih sangat luas, maka perlu adanya pembatasan. Masalah-masalah itu dibatasi pada Kompetensi Sosial Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor.

18

Jejen Musfah, op. cit., h. 7.

19

(21)

D. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana kompetensi sosial guru PAI di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor ? 2. Bagaimana upaya sekolah dalam meningkatkan kompetensi sosial guru PAI ?

E. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kompetensi sosial yang dilakukan oleh guru PAI di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor.

b. Untuk mengetahui upaya guru PAI dalam meningkatkan kompetensi sosial di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritik

1) Menambah dan memperkaya khazanah keilmuan dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam.

2) Sebagai sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan dan disiplin ilmu lainnya, bagi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Memberikan sumbangan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam dapat tercapai serta pembelajaran di SMA Negeri 1 Ciampea Bogor dapat terus ditingkatkan.

b. Manfaat Praktis

(22)

2) Sebagai masukan bagi para guru terutama guru Pendidikan Agama Islam dalam kompetensi sosial guru serta usaha mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.

(23)

11

A.

Pengertian Kompetensi

Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, competence yang berarti kecakapan dan kemampuan. Kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar.1

Menurut kamus bahasa Indonesia, kompetensi dapat diartikan (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.2

Dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.3

1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelola peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman tentang peserta didik; (c) pengembangan kurikulum atau silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi haril belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.4

1

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: Prenadamedia Group, Cet. III, 2015), h. 27.

2

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja Rosyda karya, Cet. XVII, 2005), h. 14.

3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Eko Jaya, 2005), h. 26.

4

(24)

2. Kompetensi kepribadian, yaitu “kemampuan kepribadian yang: (a) berakhlak mulia; (b) mantap, stabil, dan dewasa; (c) arif dan bijaksana; (d) menjadi teladan; (e) mengevaluasi kinerja sendiri; (f) mengembangkan diri; dan (g) religius.”5

3. Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.6

4. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.7

Kompetensi merupakan suatu tugas memadai atas kepemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Kompetensi juga berarti sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.8

Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya fisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan,

5

Ibid., h. 42.

6

Ibid., h. 52.

7

Ibid., h. 54.

8

(25)

keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Dapat juga dikatakan bahwa kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Jadi kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.9

Pengertian kompetensi ini, jika digabungkan dengan sebuah profesi yaitu guru atau tenaga pengajar, maka kompetensi guru mengandung arti kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Pengertian kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.10

Menurut E. Mulyasa, “kompetensi guru merupakan perpaduan antara

kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan

pribadi dan profesionalitas”.11

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

9

Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, Cet. IV, 2013),h. 23.

10

Kunandar, op. cit., h. 55.

11

(26)

B.

Pengertian Kompetensi Sosial

Dalam proses interaksi belajar mengajar, guru adalah orang yang memberikan pelajaran dan siswa adalah orang yang menerima pelajaran. Dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa diperlukan kecakapan atau keterampilan sebagai guru. Tanpa ini semua tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar dapat berjalan secara kondusif. Disinilah kompetensi dalam arti kemampuan mutlak diperlukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

Kompetensi sosial atau interpersonal skills, yaitu kemampuan membangun relasi dengan orang lain, secara efektif berupa kecakapan komunikasi, kecakapan memberikan motivasi, kecakapan bekerja sama, kecakapan memimpin, mempunyai kharismatik, keterampilan melakukan mediasi.12

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir (d) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Adapun kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:13

1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat.

2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan 4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Komunikasi merupakan suatu proses berbagi pengalaman sampai pengalaman tersebut menjadi milik umum. Proses berbagi pengalaman ini memodifikasi disposisi kedua belah pihak yang ambil bagian di dalamnya. Dewey mencatat bahwa efek dari

12

Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. IV, 2015), h. 236.

13 Subijanto, “Sosok Guru Profesional Pasca Undang

(27)

komunikasi semacam ini merupakan “peningkatan kualitas pengalaman.” Ia juga mengatakan bahwa ”dengan komunikasi normal berarti bahwa di dalamnya terdapat

kepentingan bersama, sehingga seseorang ingin memberi dan yang lain menerima.” Proses ini berbeda dengan menceritakan atau menyatakan sesuatu yang hanya untuk membuat mereka terpesona satu sama lain, sekedar untuk menguji dia untuk mengetahui seberapa bnyak ia telah memperoleh dan secara harfiah menghasilkan kembali.14

a. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.

Made Pidarta dalam bukunya Landasan Kependidikan, menuliskan pengertian komunikasi adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai megadakan komunikasi. Alat dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Melalui pembicaraan dengan segala macam nada seperti berbisik-bisik, halus, kasar, dan keras bergantung kepada tujuan pembicaraan dan sifat orang yang bicara.

2) Melalui mimik , seperti raut muka, pandangan dan sikap.

3) Dengan lambang, contohya ialah bicara isyarat untuk orang tuna rungu, menempelkan telunjuk di depan mulut, menggelengkan kepala,

membentuk huruf “O” dengan tujuan, dengan tangan dan sebagainya.

4) Dengan alat-alat seperti alat elektronik dan sejumlah media cetak.15 Dengan adanya komunikasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran berarti bahwa guru memberikan dan membangkitkan kebutuhan sosial siswa. Siswa akan merasa bahagia karena adanya perhatian yang diberikan guru sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Bobbi DePorter dalam buku terkenalnya Quantum Teaching menyebutkan prinsip komunikasi ampuh yakni menimbulkan kesan, mengarahkan atau fokus pada

14

Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan, Teknologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. II, 2015), h. 26.

15

Made Pidarto, Landasan Kependidikan; Stimulus Ilmu Kependidikan Bercorak Indonesia,

(28)

materi yang disampaikan, dan spesifik. Guru hendaknya kreatif mengoptimalkan kemampuan kinerja otak sebagai tempat menimbulkan kesan. Maka guru dituntut mampu menentukan kata-kata yang tepat dalam memberi penjelasan pada siswa. Oleh karena itu, sebaiknya guru menyusun perkataan yang komunikatif serta santun untuk pembelajaran yang berkesan dan bermakna.

Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memiliki 3 kunci utama. Pertama, mendengar tentang kepribadian orang itu sebelumnya. Kedua, menghubungkan perilaku orang itu dengan cerita-cerita yang pernah didengar. Ketiga, mengaitkan dengan latar belakang situasi pada waktu itu.16

Jika seorang guru tidak mampu untuk berkomunikasi, maka materi yang harus disampaikan kepada murid akhirnya tidak jelas tersampaikan yang mengakibatkan murid kebingungan dan tidak mengerti dengan penjelasan guru.

b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi;

Pengertian teknologi pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umum. Banyak orang berpikir bahwa teknologi adalah hanya mesin atau alat-alat, akan tetapi teknologi memiliki makna sebagai proses yang meningkatkan nilai tambah. Pengertian teknologi sendiri sangat luas dan beragam.17

Pengertian teknologi (termasuk teknologi pendidikan) secara umum adalah: proses yang meningkatkan nilai tambah, produk yang digunakan dan atau dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja, struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.18

Dalam perkembangan globalisasi yang semakin meningkat, kebutuhan untuk menguasai teknologi komunikasi dan informasi sangat dibutuhkan, ketika seorang guru tidak menguasainya, maka dalam hal pembelajaran maupun cara komunikasi dengan siswa akan ketinggalan zaman, sekarang ini jaringan sosial untuk membangun komunikasi semakin luas misalnya dengan adanya facebook, twitter, blog, mail,

16

Made Pidarta, Landasan Kependidikan; Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), h. 220

17

Ibid., h. 106.

18

(29)

learning maupun fasilitas internet lainnya yang bisa dijadikan sarana untuk berkomunikasi dan mencari ilmu pengetahuan selain di kelas. Berikut adalah manfaat adanya teknologi komunikasi dan informasi:

1) Memperluas kesempatan belajar 2) Meningkatkan efisiensi

3) Meningkatkan kualitas belajar 4) Meningkatkan kualitas mengajar

5) Memfasilitasi pembentukan keterampilan

6) Mendorong belajar sepanjang hayat berkelanjutan 7) Meningkatkan perencanaan kebijakan dan manajemen 8) Mengurangi kesenjangan digital

c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik:

Maksudnya adalah adanya saling menghormati dan menghargai baik itu dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik.

Menurut Musaheri, bergaul secara efektif mencakup mengembangkan hubungan secara efektif dengan siswa yang memiliki ciri; mengembangkan hubungan dengan prinsip saling menghormati, mengembangkan hubungan berasakan asah, asih, dan asuh. Sedangkan ciri bekerja sama dengan prinsip ketebukaan, saling memberi dan menerima.19

Dari pernyataan di atas, jelas bahwa dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru memang harus memperhatikan pergaulan yang efektif dengan siswa. Hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar.

d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dan memperhatikan aturan yang berlaku dalam masyarakat.

19

(30)

Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Ketika guru tidak memiliki kemampuan pergaulan, maka pergaulannya akan menjadi kaku dan kurang bisa diterima oleh masyarakat. Untuk memiliki kemampuan pergaulan, hal-hal yang harus dimiliki guru adalah:

1) Pengetahuan tentang hubungan antar manusia 2) Memiliki keterampilan membina kelompok 3) Keterampilan bekerjasama dalam kelompok 4) Menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.

C.

Cara Mengembangkan Kompetensi Sosial Guru

Kemasan pengembangan kompetensi sosial untuk guru, calon guru, dan siswa tentu berbeda. Kemasan itu harus memperhatikan karakteristik masing-masing, baik yang berkaitan dengan aspek psikologi maupun sistem yang mendukungnya. Untuk mengembangkan kompetensi sosial seorang pendidik, kita perlu tahu atau dimensi-dimensi kompetensi ini.

Beberapa dimensi ini misalnya dapat kita saring dari konsep life skills. Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapt dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial yaitu:20

1)Kerja tim, 2) Melihat peluang, 3) Peran dalam kegiatan kelompok, 4) Tanggung jawab sebagai warga, 5) Kepemimpinan, 6) Relawan sosial, 7) Kedewasaan dalam berelasi, 8) Berbagi, 9) Berempati, 10) Kepedulian terhadap sesama, 11) Toleransi, 12) Solusi konflik, 13) Menerima perbedaan, 14) Kerjasama, 15) Komunikasi

Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan sebagai pengembang kompetensi sosial bagi pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat.

20

(31)

Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, berani menghadapi masalah, bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam.

Kunci keberhasilan komunikasi antara mentor dan menti adalah saling percaya, sejalan dengan substansi informasi yang dapat diandalka. Di lain pihak, perselisihan, disintegrasi dalam komunikasi, ketidakmampuan mentor dan menti saling percaya ialah sumber utama kegagalan program induksi. Jika pada saat tertentu menti merasa curiga dengan mentornya, maka proses komunikasi tidak berjalan dengan baik. Isi komunikasi diantara mereka diterima dalam keadaan tidak utuh. Kegagalan pada satu pihak berarti kegagalan bagi semuanya, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis.21

Seorang guru harus mempunyai kemampuan dan kepandaian berkomunikasi. Adanya satu prinsip komunikasi dalam suatu kelas dapat dibedakan menjadi tiga kategori diantaranya adalah:22

Pertama, Sifat individu. Mempertinggi hubungan yang baik terhadap siswanya dengan membina sikap yang baik kepada semua siswa. Sikap yang baik dan kepercayaan yang kaut merupakan hal yang penting jika guru dan siswa dapat menciptakan suatu komunikasi yang baik dalam situasi belajar. Sifat yang bijaksana dari guru adalah mampu menjadi seorang pendengar yang aktif. Siswa akan merespon guru yang dapat mendengarkan dengan baik terhadap apa yang ingin disampaikan siswa.

Kedua, Penggunaan kepandaian berkomunikasi. Komunikasi akan lebih efektif ketika guru menggunakan contoh yang berkaitan dengan kehidupan siswanya seperti cita-cita, pengalaman dan gaya hidup.

21

Ibid, h. 75.

22

(32)

Ketiga, Pengembangan komunikasi diantara siswa. Komunikasi kelas harus diarahkan kepada pembelajaran yang berguna. Pinnel dan Jagger (1991) memberikan penilaian pentingnya pengembangan keterampilan berbicara dan mendengar di kelas.

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru yang berhubungan dengan partisipasi sosialnya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, baik di tempat kerja maupun di tempat tinggalnya. Misalnya kemampuan berkomunikasi dengan siswanya, sesama teman guru, kepala sekolah, orang tua, pegawai tata usaha, dan lain-lain, baik secara formal maupun informal. Kompetensi ini temasuk juga kemampuan berkomunikasi dan berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan di lingkungan sekitarnya.23

Kompetensi sosial guru berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat, baik yang ada di lingkungan sekolah maupun yang ada di lingkungan tempat tinggal guru. Dalam bermasyarakat, peran guru dan cara berkomunikasi tentulah memiliki perbedaan dengan orang lain yang bukan guru.

Guru adalah tokoh dan tipe manusia yang mengemban tugas untuk membina dan membimbing masyarakat agar memiliki norma yang baik. Itulah sebabnya misi yang diemban guru sebenarnya adalah misi kemanusiaan.

Berdasarkan pengertian kompetensi sosial diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru berarti kemampuan dan kecakapan seorang guru dengan kecerdasan sosial yang dimiliki dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Secara sederhana kompetensi dapat diartikan sebagai satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat menjalankan tugas yang diembannya. Suatu tugas pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik sebagai tanda telah dimilikinya kemampuan adalah yang bersangkutan telah terampil menjalankan tugas pekerjaannya.

23

(33)

Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berprilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, masyarakat sekolah dan dimana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-pihak berkepentingan dengan sekolah.

Dapat ditarik benang merahnya bahwa komunikasi adalah pendidikan dan pendidikan adalah komunikasi. Dalam komunikasi ada proses pembelajaran bagi kedua belah pihak sehingga terjadi kesamaan pemahaman. Demikian pula dalam proses pendidikan dan pembelajaran, terdapat proses pemahaman terhadap pesan-pesan dalam berbagai bentuk dan perilaku komunikasi yang ditampilkan baik oleh peserta didik maupun gurunya.24

Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat. Ketujuh kompetensi tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama 2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi

3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi 4. Memiliki pengetahuan tentang estetika 5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial

6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan 7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.25

Pada kompetensi sosial, masyarakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara objektif dan efisien. Ini

24

Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan, op. cit., h. 22.

25

(34)

merupakan penghargaan guru di masyarakat, sehingga mereka mendapatkan kepuasan diri dan menghasilkan kerja yang nyata dan efisien, terutama dalam pendidikan nasional. Kompetensi sosial mencakup perangkat perilaku yang menyangkut: Kemampuan interaktif yaitu kemampuan yang menunjang efektivitas interaksi dengan orang lain seperti keterampilan ekspresi diri, berbicara efektif, memahami pengaruh orang lain terhadap diri sendiri, menafsirkan motif orang lain, mencapai rasa aman bersama orang lain; Keterampilan memecahkan masalah kehidupan seperti mengatur waktu, uang, kehidupan berkeluarga, memahami nilai kehidupan dan sebagainya. Sedangkan kompetensi spiritual yaitu pemahaman, penghayatan dan pengamalan kaidah agama dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian indikator kemampuan sosial guru adalah mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali murid, masyarakat dan lingkungan sekitar, dan mampu mengembangkan jaringan.26

Dengan kompetensi sosial yang dimiliki dan diharapkan guru PAI mampu untuk mengatasi masalah yang dialami siswa yaitu kurangnya pembentukan karakter yang baik bagi siswa, dengan melihat indikator-indikator kompetensi sosial guru, yaitu:

a. Bersikap adil b. Berlaku sabar

c. Bersifat kasih dan penyayang d. Berwibawa

e. Menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela f. Memiliki pengetahuan dan keterampilan g. Medidik dan membimbing

h. Bekerjasama dan demokratis.27

26

Sudarwan Danim, op. cit., h. 39.

27

(35)

Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik.

Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh (suri tauladan) bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru.

Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi seorang guru profesional maka sudah seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun up grading dan atau pelatihan yang bersifat in service training dengan rekan-rekan sejawatnya.28

Perilaku individu dan masyarkat selalu menjadi ukuran tingkatan moral dan akhlak. Hilang kendali menjadi salah satu penyebab lemahnya ketahanan bangsa. Lantaran rusaknya sistem, pola dan politik pendidikan. Hilangnya panutan, lemahnya peran tokoh dan pemangku adat dalam mengawal budaya, serta pupusnya kewibawaan keilmuan di dalam mengamalkan syariat agama Islam selama ini, telah memperlemah daya saing anak negeri. Lemahnya tanggung jawab masyarakat juga berdampak pada tindak kejahatan secara meluas. Interaksi nilai budaya asing yang bergerak kencangtelah ikut melumpuhkan kekuatan budaya luhur di negeri ini. Dalam struktur kekerabatan, terasa pagar adat budaya mulai melemah. Fungsi lembaga pendidikan mulai bergeser ke budaya bisnis. Generasi mulai malas menambah ilmu. Hilanglah keseimbangan dan hanya mendatangkan frustasi sosial yang makin parah.29

Berpijak dari pendapat di atas tentu berbeda dengan kompetensi guru dalam pandangan pendidikan Islam. Secara umum kompetensi yang harus dimiliki untuk

28

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. III, 2008), h. 17.

29

(36)

menjadi guru profesional menurut pandangan islam ialah: Sehat jasmani dan rohani, bertakwa, berilmu pengetahuan yang luas, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan rabbani, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan, dan menguasai bidang yang ditekuni.30

Dalam menjalankan tugasnya, guru Pendidikan Agama Islam hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua atau wali, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Tanggung jawab sosial guru PAI diwujudkan melalui kompetensi sosial guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral.

Kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting. Bila kompetensi ini tidak ada pada diri seseorang guru, maka ia tidak akan berkompeten

dalam melakukan tugasnya dan hasilnya juga tidak akan optimal. Dalam syari’at

Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam artian harus dilakukan secara baik dan benar. Hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang telah ahli. Sebagaimana dalam Hadis Nabi dijelaskan:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinnan berkata, telah menceritakan kepada kami Fulaih. Dan telah diriwayatkan pula hadis serupa dari jalan lain, yaitu

30

(37)

telah telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Munzir berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku berkata, telah menceritakan kepadaku Hilal bin Ali dari Atho’ bin Yasar dari Abu Hurairah berkata: Ketika Nabi Muhammad SAW berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya: “Kapan datangnya hari kiamat?” Namun Nabi SAW. Tetap melanjutkan pembicaraannya. Sementara itu sebagian kaum berkata; “Beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu”, dan ada pula sebagian yang mengatakan; “Bahwa beliau tidak mendengar perkataannya.” Hingga akhirnya nabi SAW. Menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata: “Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi ?” orang itu berkata: “Saya wahai Rasulullah!”. Maka Nabi SAW. Bersabda: “Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya: “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi SAW. Menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat (HR Bukhori).31

Pada hadis ini dijelaskan bahwa seseorang yang menduduki suatu jabatan tertentu, niscaya akan mempunyai ilmu atau keahlian (kompetensi) yang sesuai dengan kebutuhan jabatan tersebut. Hal ini sejalan dengan pesan kompetensi itu sendiri yang menuntut adanya profesionalitas dan kecakapan diri. Namun bila seseorang tidak mempunyai kompetensi di bidangnya (pendidik), maka tunggulah saat-saat kehancurannya.32

Dari uraian diatas inti dari kompetensi sosial adalah kemampuan guru melakukan interaksi sosial melalui komunikasi. Guru dituntut berkomunikasi dengan sesama guru, peserta didik, orang tua atau wali, serta masyarakat sekitar. Dengan adanya interaksi sosial guru dapat mengetahui berbagai masalah pembelajaran dan masalah masyarakat yang ada. Tanpa interaksi sosial tidak mungkin terjadi kehidupan bersama yang terwujud dalam pergaulan.

Komunikasi merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Sebab, keterampilan ini sangat relevan dengan kompetensi sosial guru atau interpersonal skills. Komunikasi sangat berperan dalam menunjang keberhasilan seorang guru, baik ketika berhadapan dengan peserta didik di kelas, berkomunikasi dengan sesama kolega guru dan kepala sekolah, serta masyarakat luas. Guru harus

31

Imam Bukhori, Shahih Bukhori, (Jakarta: Wijaya, Cet XIII, 1992), Jilid I, h. 40.

32

(38)

memahami dengan siapa berhadapan, sebab hal ini akan berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan.

D.

Fungsi Kompetensi Sosial Guru

Fungsi guru secara umum yaitu motivator bagi siswa, sebagai orang yang mengajarkan tentang makna pengabdian diri, sebagai orang yang mengajarkan arti keikhlasan yang sebenarnya.

Interaksi dan komunikasi berperan penting terhadap kelancaran pendidikan. Karena itu, guru dituntut memiliki kompetensi sosial. Rubin Ali menguraikan manfaat guru yang berkompetensi sosial dengan mengatakan bahwa bila guru memiliki kompetensi, maka ia akan diteladani siswa-siswanya. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, siswa juga perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (sosial intellegence). Hal ini bertujuan agar siswa memiliki hati nurani, rasa peduli, empati dan simpati kepada sesama.33

Suparlan memasukkan puisi tentang guru karya Hatoyo Adangjaya yang menggambarkan guru sebagai agen sosial sebagi berikut:34

Dari Seorang Guru kepada Muridnya Apakah yang kupunya anak-anakku, Selain buku dan sedikit ilmu,

Sumber pengabdian kepadamu

Kalau di hari minggu engkau datang ke rumahku, Aku tahu anak-anakku,

Kursi tua yang di sana, Dan meja tulis sederhana,

Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya, Semua padamu akan bercerita,

Tentang hidupku di rumah tangga,

Ah, tentang ini aku tak pernah bercerita di depan kelas, Menatap wajahmu remaja,

___ Horizon yang selalu biru bagiku ___ Karena ku tahu anak-anakku,

33

http://www.apb.or.id/?p=188kompetensisosialguru(pdt.RubinAdiAbraham), diakses senin, 30 Maret 2015

34

(39)

Engkau terlalu bersih dari dosa, Untuk mengenal semua ini.

Dari puisi tersebut, jelas terlihat fungsi guru secara umum yaitu; 1. Motivator bagi siswa.

2. Sebagai orang yang mengajarakan tentang makna pengabdian diri. 3. Sebagai orang yang mengajarkan arti keikhlasan yang sebenarnya.

Interaksi dan komunikasi berperan penting terhadap kelancaran pembelajaran. Karena itu, guru dituntut memiliki kompetensi sosial. Rubin Ali menguraikan manfaat guru yang berkompetensi sosial dengan mengatakan bahwa bila guur memiliki kompetensi, maka ia akan diteladani oleh siswa-siswanya. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, siswa juga perlu diperkenalkan dengan kecerdasan sosial (sosial intellegence). Hal tersebut bertujuan agar siswa memiliki hati nurani, rasa peduli, empati dan simpati kepada sesama. Sedangkan pribadi yang memiliki kecerdasan sosial ditandai adanya hubungan dengan adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada lingkungan, santun, peduli sesama, jujur, dan bersih dalam berperilaku.35

Nyata dari pernyataan Rubin bahwa manfaat kompetensi sosial guru mengarahkan siswa untuk memiliki kecerdasan sosial yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di tengah lingkungan sosial.

E.

Indikator-Indikator Kompetensi Sosial

Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan. Keberhasilan pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang diinginkan sangat tergantung pada aktor atau pelaku pendidikan itu sendiri. Aktor yang dimaksud adalah para guru atau pendidik, baik di lingkungan formal, informal maupun nonformal. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mengemban tanggung jawab yang demikian besar terhadap keberhasilan proses pendidikan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang pendidik di lingkungan formal khususnya, mau tidak mau mesti memiliki sejumlah kompetensi

35

(40)

atau kemampuan khusus yang mendukung bagi pelaksanaan profesinya sebagai guru.36

Guru di mata masyarakat pada umumnya dan di mata para siswa merupakan panutan dan anutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri tauladan dalam kehidupannya sehari-hari.37

Dalam konsepsi Islam, kompetensi sosial religius seorang pendidik dinyatakan dalam bentuk kepedulian terhadap masalah-masalah sosial yang selaras dengan Islam. Sikap gotong royong, suka menolong, egalitarian, toleransi dan sebagainya yang merupakan sikap yang harus dimiliki pendidik yang dapat diwujudkan dalam proses pendidikan.38

Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan itu akan mendapatkan kecaman dan harus dielakannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.39

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator :

1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik

Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka. Hubungan guru dengan murid antara lain:

a. Guru selaku pendidik hendaknya selalu menjadikan dirinya suri tauladan bagi anak didiknya.

36

Ramayulis, op. cit., h. 233

37

Cece Wijaya dan A. Thabrani Rusyan, op. cit., h. 181.

38

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, Cet. I, 2006), h. 121.

39

(41)

b. Di dalam melaksanakan tugas harus dijiwai dengan kasih sayang, adil serta menumbuhkannya dengan penuh tanggung jawab.

c. Guru wajib menjunjung tinggi harga diri setiap murid.

d. Guru seyogyanya tidak memberi pelajaran tambahan kepada muridnya sendiri dengan memungut bayaran.40

Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din mengungkapkan etika yang wajib dilakukan oleh seorang guru dalam hubungannya dengan siswa adalah sebagai berikut :

a. Bersikap lembut dan kasih sayang kepada para pelajar. b. Seorang guru tidak meminta imbalan atas tugas mengajarnya.

c. Tidak menyembunyikan ilmu yang dimilikinya sedikitpun, ia harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasehat, pembimbing para pelajar ketika pelajar itu membutuhkannya.

d. Menjauhi akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat mungkin. e. Tidak mewajibkan kepada para pelajar agar mengikuti guru tertentu dan

kecenderungannya.

f. Memperlakukan murid sesuai dengan kesanggupaannya.

g. Kerja sama dengan para pelajar di dalam membahas dan menjelaskan. h. Seorang guru harus mengamalkan ilmunya.41

Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi dua jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan dalam situasi informal di luar kelas. Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hubungan guru dengan murid di sekolah tampak dalam kemampuannya menciptakan situasi belajar siswa yang kondusif dan

40

Akmal Hawi, op. cit, h. 51.

41

(42)

kemampuannya dalam mengorganisasi seluruh unsur serta kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Situasi kelas atau sekolah yang kondusif tersebut ditandai oleh semangat kerja yang tinggi, terarah, kooperatif, tenggang rasa, etis dan efektif-efisien.

Di wilayah informal guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik. Guru mampu menghayati serta mengamalkan nilai hidup (termasuk nilai moral dan keimanan). Mengamalkan nilai hidup berarti guru yang bersangkutan dalam situasi tahu, mau dan melakukan perbuatan nyata yang baik. Guru mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam lingkup sekolah maupun di luar sekolah.

2. Hubungan Guru dengan Sesama Guru/Tenaga Kependidikan

Diantara kode etik hubungan guru dengan sesama guru adalah :

a. Di dalam pergaulan sesama guru, hendaknya bersifat terus terang, jujur, dan sederajat.

b. Di dalam menunaikan tugas dan memecahkan persoalan bersama hendaknya saling tolong menolong dan penuh toleransi.

c. Guru hendaknya mencegah pembicaraan yang menyangkut pribadi sesama guru.42

Guru diharapkan dapat menjadi tempat mengadu oleh sesama teman sekerja, dapat diajak berbicara mengenai berbagai kesulitan yang dihadapi guru lain baik di bidang akademis ataupun sosial. Ia selalu siap memberikan bantuan kepada guru-guru secara individual, sesuai dengan kondisi sosial psikologis guru dan sesuai pula dengan latar belakang sosial ekonomi dan pendidikannya.

Terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja dapat menjadi faktor penunjang bagi peningkatan kinerja sebab kenyamanan dalam bekerja membuat guru berpikir dengan tenang dan terkosentrasi hanya pada tugas yang sedang dilaksanakan.

42

(43)

3. Hubungan Guru dengan Orang Tua/Wali Murid

Keterampilan berkomunikasi dengan orang tua siswa, baik melalui bahasa lisan maupun tertulis, sangat diperlukan oleh guru. penggunaan bahasa lisan dan tulisan yang baik dan benar diperlukan agar orang tua siswa dapat memahami bahan yang disampaikan oleh guru, dan lebih dari itu, agar guru dapat menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.43

Mengingat siswa dan orang tuanya berasal dari latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi keluarga yang berbeda, guru dituntut untuk mampu menghadapinya secara individual dan ramah. Ia diharapkan dapat menghayati perasaan siswa dan orang tua yang dihadapinya sehingga ia dapat berhubungan dengan mereka secara luwes.44

Adapun kode etik hubungan guru dengan orang tua siswa diantaranya :

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan kompetensi yang dimiliki guru pendikan agama Islam (PAI), mendiskrisikan usaha-usaha yang dilakukan guru PAI

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi sosial. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam meningkatkan mutu pendidikan agama siwa, untuk mengetahui

Kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam melaksanakan pembelajaran di SMAN 1 Calang, Aceh Jaya secara keseluruhan sudah menerapkan kompetensi

Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan Kompetensi Sosial adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru sebagai makhluk sosial dan sebagai anggota masyarakat

Skripsi yang berjudul, “ Pengaruh Kompetensi Sosial Guru terhadap Peningkatan Proses Pembelajaran di SMA Negeri 11 Makassar, ” yang disusun oleh Andi Mattentuang,

Peran Kompetensi Sosial Guru PAI di SDN Bunmas Desa Pengembur Kecamatan Pujut Dalam pembahasaan tentang kompetensi sosial yang harus dimiliki seorang guru, di sini peneliti

Kompetensi sosial guru geografi SMA Negeri Kabupaten Pasaman Barat dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik seperti dikemukakan oleh salah seorang orang