DESAIN ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS
ZEOLIT PADA PROSES PEMBUATAN BIODIESEL
DARI CRUDE PALM OIL (CPO) MELALUI METODE DUA
TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI
RAHMIYATI KASIM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2010
Rahmiyati Kasim
ABSTRACT
RAHMIYATI KASIM. Design of Esterification Reaction Using Activated of Natural Zeolit to Produced Biodiesel from Crude Palm Oil (CPO) by Means of Esterification-Transesterification of Method. Under direction DWI SETYANINGSIH and HERY HAERUDIN.
Oils with high amount of free fatty acid (FFA) such as crude palm oil are becoming one of the promosing alternatives to produce biodiesel;due, principipally, to it low cost. However, because of the presence of FFA, the conventional basic homogenous catalyst should not be the used with the aim to avoid the production of soaps. The use of activated of natural zeolit to perform the esterification reaction into biodiesel is studied in this work. Optimization of reaction condition such as molar ratio of alcohol to oil, reaction temperature and catalyst loading was performed to minimize FFA using response surface methodology (RSM). The RSM suggested that a catalyst of loading 1.59 %; molar ratio of alcohol to oil 23.41:1 and time of reaction 170 minutes were optimum for minimizing FFA. The esterification of FFA using this heterogeneous catalyst appears as a great alternative to esterify oils with high amount of FFA; in this case, the final conversion of FFA achieved was around 64.23 %.
RINGKASAN
RAHMIYATI KASIM. Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan HERY HAERUDIN.
Minyak sawit dalam bentuk crude palm oil (CPO) merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang memiliki potensi besar di Indonesia. Penggunaan jenis bahan baku ini pada proses pembuatan biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis alkali seperti KOH dan NaOH menyebabkan terbentuknya sabun yang akan mengkonsumsi katalis seperti bahan baku serta menyebabkan kesulitan dalam proses pemisahan dan pemurnian biodiesel. Untuk mengatasi hal ini, proses produksi biodesel secara dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi) dapat dijadikan sebagai teknologi alternatif. Teknologi ini diawali dengan pretreatment
bahan baku melalui proses esterifikasi kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi untuk memperoleh biodiesel dari CPO. Pada penelitian ini digunakan zeolit alam sebagai katalis heterogen asam pada reaksi esterifikasi karena harganya relatif murah dan berlimpah, memiliki sifat kimia dan fisika yang bervariasi serta tidak beracun sehingga lebih ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit teraktivasi pada proses pembuatan biodiesel dari crude palm oil (CPO) melalui teknologi transesterifikasi dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi).
Aktivasi zeolit alam dilakukan dengan metode asam yang dilakukan pada suhu ruang dan suhu 100oC dengan waktu yang berbeda. Seleksi jenis zeolit alam teraktivasi yang efektif dalam reaksi esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Optimasi kondisi reaksi esterifikasi dilakukan menggunakan metode permukaan respon (respon surface method) dengan tiga variabel yang terdiri dari konsentrasi katalis zeolit, rasio molar metanol dan minyak serta waktu reaksi.
Aktivasi zeolit menyebabkan penurunan komposisi aluminium (Al) pada semua sampel zeolit yang diaktivasi dengan asam dan kombinasinya dari 1.91 % menurun menjadi 0.17–0.38 %. Penurunan komposisi Al dalam zeolit (dealuminasi) menyebabkan terjadinya peningkatan rasio Si/Al pada semua sampel zeolit alam yang teraktivasi asam mempunyai rasio Si/Al yang tinggi yaitu antara 14.27 sampai 33.81. Jumlah asam dari semua sampel perlakuan zeolit teraktivasi berkisar 0.92–4 mmol/g.
Uji signifikansi model diperoleh bahwa model linear dan kuadratik adalah signifikan pada α = 5 %. persamaan kuadratik yang dipilih sebagai model persamaan pada penelitian ini. Hasil analisis ragam diperoleh bahwa bentuk linear rasio molar metanol, bentuk kuadrat konsentrasi katalis zeolit serta interaksi antara rasio molar metanol dan waktu reaksi mempengaruhi penurunan asam lemak bebas (FFA).
Hasil analisis metode permukaan respon (RSM) menggunakan program
Minitab 16 diperoleh solusi umum (global solution) dengan nilai
desirability(D) = 1 yang menyarankan bahwa untuk memperoleh asam lemak bebas (FFA) minimal sebesar 1.21 % maka kondisi reaksi esterifikasi dilakukan pada konsentrasi katalis zeolit sebesar 1.59 % dengan rasio molar metanol dan
crude palm oil (CPO) 23.41 : 1 selama 170 menit (2 jam 50 menit).
Hasil perbandingan konversi FFA dari 3 jenis katalis diperoleh bahwa katalis homogen asam sulfat (H2SO4) menghasilkan konversi FFA yang tertinggi sebesar 70.32 % dibandingkan jenis katalis heterogen zeolit alam dan zeolit sintetik yang memperoleh konversi FFA berturut-turut sebesar 64,.23 % dan 65.10 %.
Karakteritik biodiesel hasil penelitian memiliki bilangan asam sebesar 0.22 mg/KOH/g, kadar ester 99.27 %, kadar gliserol total 0.29 %-b, kadar gliserol bebas 0.01 %-b dan viskositas kinematik pada 40oC sebesar 5.85 mm2/s (cSt). Karakteristik biodiesel tersebut telah memenuhi Standar Mutu Biodiesel Indonesia (SNI 04-7182-2006) kecuali kadar gliserol total yang masih tinggi. Rendemen biodiesel yang diperoleh dari reaksi dua tahap transesterifikasi-esterifikasi menghasilkan rendemen sebesar 71.97 %.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
DESAIN ESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS
ZEOLIT PADA PROSES PEMBUATAN BIODIESEL
DARI CRUDE PALM OIL (CPO) MELALUI METODE DUA
TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI
RAHMIYATI KASIM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses
Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi
Nama : Rahmiyati Kasim
NIM : F351070021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si Ketua
Dr. rer. nat. Hery Haerudin Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, M.S.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul
Desain Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit pada Proses Pembuatan Biodiesel
dari Crude Palm Oil (CPO) melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-
Transesterifikasi.
Selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan tesis ini penulis
mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada para personalia di bawah ini :
1. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih M.Si., selaku ketua komisi pembimbing atas
bimbingan, saran dan kritik yang diberikan selama penyelesaian tesis ini.
2. Dr. rer. nat. Hery Haerudin, selaku anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, saran dan kritik yang diberikan selama penyelesaian tesis ini.
3. Orang tua dan suamiku tercinta Suroyo Mbuinga atas semua bantuan materi
maupun spiritual, doa, kasih sayang dan nasehat yang diberikan.
4. Teman-teman di SBRC, TIP Angkatan 2007 dan 2008, RMGB (Ririungan
Mahasiswa Gorontalo di Bogor) atas segala bantuannya selama ini.
5. Bu ega, Bu Nur dan Pak gun atas bantuan dan kerjasamanya selama ini
6. Keluarga besar Kasim–Ali dan Keluarga besar Mbuinga–Pomanto atas segala
doa, kasih sayang dan dorongannya selama ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi seluruh civitas akademika Institut
Pertanian Bogor khususnya dan masyarakat pada umumnya
Bogor, Juni 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 26 Oktober 1978 sebagai
anak tunggal pasangan Wahab Kasim dan Saripah Noho.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, lulus pada tahun 2002. Saat ini penulis
bekerja sebagai staf dosen di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo sejak tahun 2005. Kesempatan melanjutkan ke
Program Pascasarjana (S2) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
x Karakteristik Zeolit ... 32
Pengaruh Katalis Zeolit terhadap Konversi FFA pada Reaksi Esterifikasi... ... 38
Optimasi Kondisi Reaksi Esterifikasi Crude Palm Oil (CPO) menggunakan Katalis Zeolit Teraktivasi... ... 44
Prediksi Kondisi Optimal Reaksi Esterifikasi untuk Mendapatkan Penurunan Asam Lemak Bebas dan Validasi Data ... ... 51
Perbandingan Katalis Zeolit Alam, Zeolit Sintetik dan Asam Sulfat (H2SO4) pada Reaksi Esterifikasi Crude palm Oil (CPO)... ... 52
xi Perbandingan Desain Esterifikasi Katalis Zeolit AlamTeraktivasi
dan Katalis Asam... ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi asam lemak CPO (crude palm oil) dan PKO ... 8
2 Karakteristik fisiko kimia CPO (crude palm oil) ... 8
3 Jenis katalis heterogen dan kondisi reaksi yang digunakan
pada proses esterifikasi ... 15
4 Sifat fisik beberapa zeolit alam... ... . 17
5 Perlakuan dan kode perlakuan... ... 25
6 Rancangan percobaan proses esterifikasi crude palm oil (CPO) dengan respon FFA akibat pengaruh konsentrasi katalis zeolit,
rasio molar antara metanol dan CPO serta waktu reaksi. ... 26
7 Komposisi Si, Al, rasio Si/Al dan jumlah asam dari zeolit alam sebelum dan dan sesudah aktivasi dengan berbagai perlakuan... ... . 33
8 Puncak vibrasi FTIR dari zeolit alam sebelum dan sesudah aktivasi... 37
9 Nilai estimasi reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) menggunakan katalis zeolit... ... 46
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Produksi CPO di Indonesia Tahun 2002 - 2007 ... 9
2 Stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol... .... 11
3 Tahapan reaksi proses transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol ... ... 12
4 Reaksi esterifikasi asam lemak ... ... 14
5 Sisi asam Broensted dan Lewis ... 19
6 Diagram alir disain penelitian... ... 22
7 Pertukaran ion antara proton H dengan kation natrium .. ... 36
8 Konversi FFA hasil esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat menggunakan zeolit alam teraktivasi dan tidak teraktivasi... 39
9 Tahap-tahap reaksi katalis heterogen... ... 42
10 Mekanisme reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis asam ... 43
11 Respon permukaan dari konsentrasi katalis (C) dan rasio molar antara metanol dan CPO (M) sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO... ... 47
12 Kontur respon dari konsentrasi katalis (C) dan rasio molar antara metanol dan CPO (M) sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO... .... 47
13 Respon permukaan dari rasio molar CPO dan metanol (M) dan waktu reaksi sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO ...49
14 Kontur respon rasio molar CPO dan metanol (M) dan waktu reaksi sebagai fungsi dari kandungan FFA hasil esterifikasi CPO ... ... 50
15 Desain esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi ... 56
xiv
2 Penentuan bilangan asam dan FFA minyak serta karakteristik awal minyak goreng ... 69
3 Prosedur pengujian karakteristik biodiesel ... 70
4 Spektrum FTIR dari zeolit alam... ... . 75
5 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam sulfat pada suhu ruang... ... 76
6 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida pada suhu ruang... ... 77
7 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida dan asam sulfat pada suhu ruang... ... 78
8 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida dan amonium klorida pada suhu ruang... ... 79
9 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi 15 % asam sulfat pada suhu 100oC... ... 80
10 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam sulfat pada suhu 100oC... ... 81
11 Spektrum FTIR dari zeolit alam teraktivasi asam klorida pada suhu 100oC... ... 82
12 Hasil pengukuran keasaman zeolit... ... 83
13 Komposisi Si dan Al zeolit... ... . 84
14 Perhitungan rasio Si/Al... ... . 85
15 Perhitungan bilangan asam dan FFA dari bahan baku esterifikasi... . 87
16 Perhitungan bilangan asam, FFA dan konversi FFA hasil esterifikasi campuran minyak sawit murni dan asam oleat menggunakan katalis zeolit... ... . 88
17 Analisis ragam pengaruh jenis aktivasi zeolit pada reaksi esterifikasi campuran minyak sawit murni dan asam oleat... ... . 90
18 Rancangan percobaan dengan respon bilangan asam akibat pengaruh konsentrasi katalis, konsentrasi metanol dan waktu reaksi... ... . 91
19 Hasil analisa optimasi kondisi reaksi esterifikasi CPO terhadap Kandungan FFA menggunakan RSM... ... 92
xv 21 Perhitungan bilangan asam, FFA dan konversi FFA hasil esterifikasi CPO
menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi, zeolit sintetik dan asam
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan energi yang dihadapi Indonesia sekarang ini adalah
kebutuhan energi nasional yang besar dan meningkat setiap tahun sementara
cadangan dan produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin terbatas, sehingga
sejak beberapa tahun terakhir Indonesia telah berubah dari eksportir menjadi net
importer minyak mentah (Idris 2006). ESDM (2008) melaporkan bahwa total
cadangan minyak mentah Indonesia baik yang tersedia maupun yang potensial
menurun sekitar 14.47 % dari 9.61 milyar barel menjadi 8.22 milyar barel pada
tahun 2008. Cadangan minyak mentah yang tersedia sebesar 3.75 milyar barel
pada tahun 2008 atau mengalami penurunan sebesar 26.81 % sejak tahun 2000.
Oleh karena itu untuk memenuhi konsumsi energi dalam negeri, pemerintah
mengimpor minyak mentah sekitar 38 % dari total produksi dan mengalami
peningkatan sejak tahun 2006. Konsumsi energi didominasi oleh bahan bakar
minyak bumi sekitar 52.2 % dari total konsumsi energi di Indonesia.
Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri, pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah No.5 tahun 2006 mengenai kebijakan energi
nasional sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Untuk percepatan
penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel), maka pemerintah
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006. Selain itu pemerintah juga
menetapkan mandatori bahan bakar nabati dalam Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 32 tahun 2008 tentang penyediaan,
pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Permasalahan krisis energi yang dialami Indonesia dan didukung dengan
kebijakan energi nasional membuka peluang yang besar untuk pengembangan
biodiesel di Indonesia sebagai sumber energi alternatif. Biodiesel merupakan
bahan bakar subtitusi solar/diesel yang diproduksi melalui transesterifikasi
minyak nabati seperti minyak sawit, minyak jarak, minyak kelapa dan lain-lain.
Salah satu bahan baku biodiesel yang memiliki potensi besar di Indonesia adalah
tahun 2008 mencapai 18.1 juta ton (Deptan 2010). Anonim (2010) menargetkan
produksi CPO Indonesia tahun 2010 sebesar 22 juta ton. Selain itu ekspor CPO
ditargetkan mencapai 17 juta ton dan sisanya untuk konsumsi didalam negeri.
Biodiesel menurut ASTM didefinisikan sebagai ester mono alkil rantai
asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewan. Keuntungan
yang diperoleh dengan menggunakan biodiesel dibandingkan bahan bakar diesel
adalah dapat diperbaharui (renewable), mudah terurai (biodegradable), ramah
lingkungan, tidak toksik, menghasilkan emisi karbon yang rendah karena
pembakaran (combustion) yang lebih baik, menghasilkan emisi yang tidak
mengandung sulfur dan polutan lain karena pengaruh adanya proses pelumasan
mesin yang lebih baik (Marchetti et al. 2007; Marchetti & Errazu 2008b). Selain
itu menurut Macleod et al. (2008), diacu dalam Sathyaselvabala et al. (2010),
biodiesel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sampai 45 %.
Biodiesel pada umumnya diproduksi melalui reaksi transesterifikasi
trigliserida dari minyak nabati menggunakan metanol dan katalis alkali seperti
KOH dan NaOH. Jenis katalis alkali ini sangat sensitif terhadap kandungan asam
lemak bebas dan kadar air dalam minyak dan metanol. Oleh sebab itu pada reaksi
transesterifikasi harus digunakan bahan baku minyak nabati murni yang
mengandung asam lemak bebas (FFA) yang rendah. Gerpen et al. (2004)
menyarankan bahwa jumlah maksimum kandungan asam lemak bebas (FFA)
minyak nabati yang dapat ditoleransi oleh katalis basa pada reaksi
transesterifikasi adalah kurang dari 2 % dan lebih disukai kurang dari 1 %.
Penggunaan minyak nabat murni pada proses produksi biodiesel menyebabkan
meningkatnya biaya produksi biodiesel karena untuk menghasilkan minyak nabati
murni membutuhkan biaya yang mahal (Yan et al. 2009). Menurut
Haas et al. (2006), diacu dalam Yan et al. (2009), biaya untuk pengadaan bahan
baku minyak murni mencapai 88% dari biaya produksi biodiesel.
Bahan baku alternatif yang dapat digunakan untuk mensubtitusi minyak
nabati murni adalah minyak nabati kasar (crude vegetable oil) seperti crude palm
oil (CPO), minyak jarak kasar (CJO), minyak jelantah dan lain-lain. Jenis bahan
baku seperti crude palm oil (CPO) mengandung jumlah asam lemak bebas (FFA)
melalui transesterifikasi menggunakan katalis alkali menimbulkan permasalahan.
Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku diatas 0.5 % pada reaksi
transesterifikasi menggunakan katalis alkali seperti KOH dan NaOH
menyebabkan terbentuknya sabun yang akan mengkonsumsi katalis seperti bahan
baku. Pembentukan sabun pada proses produksi biodiesel menyebabkan kesulitan
dalam proses pemisahan dan pemurnian biodiesel (Marchetti et al. 2007;
Marchetti & Errazu 2008a; Carmo Jr et al. 2009; Chung dan Park 2009;
Sathyaselvabala et al. 2010). Untuk mengatasi hal ini, proses produksi biodesel
secara dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi) dapat dijadikan sebagai teknologi
alternatif. Teknologi ini diawali dengan pretreatment bahan baku melalui proses
esterifikasi yang bertujuan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam
bahan baku minyak dan mengubah asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Tahap
berikutnya yaitu reaksi transesterifikasi dengan katalis homogen basa untuk
menghasilkan metil ester (biodiesel).
Reaksi esterifikasi pada proses pembuatan biodiesel secara dua tahap
(esterifikasi dan transesterifikasi) dapat meningkatkan produksi biodiesel dan
mempengaruhi karakteristik biodiesel (Marchetti et al. 2007). Umumnya reaksi
esterifikasi menggunakan katalis asam homogen seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl). Jenis katalis homogen asam ini bersifat toksik sehingga
menjadi masalah lingkungan, bersifat korosif, mengkontaminasi produk akhir
biodiesel serta sulit dilakukan proses pemisahan. Katalis heterogen asam
mempunyai potensi untuk menggantikan peran katalis homogen asam tersebut
pada reaksi esterifikasi (Marchetti & Errazu 2008a; Carmo Jr et al. 2009;
Sathyaselvabala et al. 2010). Menurut Yan et al. (2009), bahwa katalis heterogen
lebih toleran terhadap kandungan asam lemak bebas (FFA) dan kadar air yang
tinggi dalam minyak. Keuntungan lain pengunaan katalis heterogen ini yaitu
mudah dilakukan pemisahan, tidak bersifat toksik serta dapat didaur ulang
(Park et al. 2010).
Katalis heterogen asam mempunyai potensi yang cukup besar untuk
menggantikan katalis homogen asam karena memiliki sifat–sifat seperti
mempunyai sistem pori yang saling berhubungan satu sama lain, sisi asam kuat
satu jenis katalis heterogen asam yang dapat digunakan dalam proses produksi
biodiesel adalah zeolit. Zeolit merupakan padatan kristal mikroporous dengan
struktur yang baik yang mengandung silika, aluminium dan oksigen yang
terdapat pada kerangka zeolit dan kation–kation. Zeolit sebagai katalis disebabkan
karena zeolit menunjukkan aktivitas asam yang cukup besar dan terutama karena
sifat selektifitasnya (shape selective) (Chung dan Park 2009).
Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam
dan zeolit sintetik. Zeolit alam yaitu zeolit yang diperoleh dari endapan di alam,
sedangkan zeolit sintetik adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian
tinggi dan mempunyai karakteristik tertentu (Csicsery 1986). Penelitian ini
menggunakan zeolit alam sebagai katalis pada reaksi esterifikasi karena harganya
relatif murah dan berlimpah, memiliki sifat kimia dan fisika yang bervariasi serta
tidak beracun sehingga lebih ramah lingkungan (Handoko 2002). Zeolit alam pada
umumnya memiliki aktifitas katalitik rendah sehingga perlu diaktivasi sebelum
digunakan (Handoko 2002). Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan cara
pemanasan, penambahan asam atau basa. Jenis aktivasi zeolit yang digunakan
pada penelitian ini adalah dengan metode pengasaman.
Penelitian sebelumnya tentang penggunaan zeolit sebagai katalis pada
proses pembuatan biodiesel telah banyak dilakukan antara lain penelitian yang
dilakukan oleh Chung et al. (2008) dan Marchetti dan Errazu (2008a).
Chung et al. (2008) menggunakan zeolit jenis ZSM-5 (MFI) dan modernit (MOR)
sebagai katalis pada reaksi esterifikasi campuran minyak jelantah dan 10
% (v/v) asam oleat yang menghasilkan konversi asam lemak bebas (FFA) sebesar
60.6–80.6 % untuk katalis ZSM-5 (MFI) dan 76.5–80.9 % untuk katalis modernit
(MOR). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marchetti dan Errazu (2008a)
diperoleh konversi asam lemak bebas (FFA) dibawah 30 % menggunakan jenis
katalis sintetik NaY dan USY pada reaksi esterifikasi asam oleat.
Penelitian ini menggunakan zeolit teraktivasi dengan asam dan
kombinasinya sebagai katalis dalam proses esterifikasi pada proses pembuatan
biodiesel secara dua tahap (esterifikasi–transesterifikasi). Selain itu akan
dilakukan optimasi kondisi reaksi esterifikasi meliputi konsentrasi katalis zeolit,
pembanding pada penelitian ini dilakukan proses konversi biodiesel menggunakan
katalis zeolit sintetik komersil dan katalis homogen asam asam sulfat (H2SO4). Karakteristik biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini juga dianalisa.
Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan katalis zeolit alam yang teraktivasi dan pemilihan
jenis aktivasi dengan berbagai metode perlakuan asam pada reaksi esterifikasi
dalam proses produksi biodiesel.
2. Penentuan kondisi optimal reaksi esterifikasi asam oleat dalam minyak sawit
murni menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi asam terpilih.
3. Perbandingan aktivitas katalitik zeolit alam teraktivasi asam, katalis zeolit
sintetik komersil dan katalis homogen asam (H2SO4) pada reaksi esterifikasi
crude palm oil (CPO).
Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh desain reaksi esterifikasi
menggunakan katalis zeolit teraktivasi pada proses pembuatan biodiesel dari
crude palm oil (CPO). Konversi CPO menjadi biodiesel dilakukan melalui
teknologi transesterifikasi dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Adapun tujuan
khusus dari penelitian ini meliputi :
1. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik jenis zeolit sebelum dan
sesudah aktifasi dengan berbagai jenis asam.
2. Memperoleh jenis zeolit teraktivasi yang efektif sebagai katalis pada reaksi
esterifikasi dari campuran minyak goreng dan asam oleat (1:1).
3. Mendapatkan konsentrasi katalis zeolit, rasio molar antara minyak dan
metanol serta waktu reaksi yang optimal pada reaksi esterifikasi menggunakan
jenis katalis zeolit yang terpilih.
4. Membandingkan aktifitas katalis zeolit alam teraktivasi dengan katalis zeolit
5. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik biodiesel yang dihasilkan pada
kondisi optimal proses produksinya.
Ruang Lingkup
Untuk mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, maka ruang lingkup pada
penelitian ini meliputi :
1. Preparasi zeolit alam jenis Bayah (campuran klinoptilolit dan modernit) yang
meliputi karakterisasi zeolit alam sebelum aktivasi, proses aktivasi dan
karakterisasi zeolit alam sesudah aktivasi. Teknik aktivasi zeolit alam
dilakukan dengan penambahan asam yaitu asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl) dan kombinasinya pada suhu aktivasi yang berbeda.
2. Pemilihan jenis zeolit alam teraktivasi yang efektif sebagai katalis pada reaksi
esterifikasi campuran minyak goreng dan asam oleat (1:1) berdasarkan
konversi asam lemak bebas (FFA) yang tertinggi.
3. Optimasi dan validasi kondisi reaksi esterifikasi dengan variasi konsentrasi
katalis zeolit alam teraktivasi, rasio molar antara minyak dan metanol, serta
waktu reaksi untuk menentukan penurunan kadar asam lemak bebas (FFA)
yang optimal menggunakan teknik optimasi response surface method (RSM)
dan central composite design (CCD).
4. Perbandingan aktivitas katalitik zeolit teraktivasi yang terpilih dengan katalis
zeolit sintetik serta katalis homogen asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi berdasarkan konversi asam lemak bebas (FFA).
5. Karakterisasi biodiesel yang dihasilkan pada kondisi optimal proses
TINJAUAN PUSTAKA
Crude Palm Oil (CPO)
Minyak sawit merupakan salah satu sumber minyak yang penting dalam
perdagangan dunia dan selama ini penggunaannya tumbuh dengan cepat (Lawson
1995). Secara garis besar, buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yaitu
minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) yang diperoleh dari bagian inti
(kernel) sawit dan minyak sawit atau crude palm oil (CPO) yang diperoleh dari
bagian pulp yang mengandung 50 % minyak (Formo et al. 1979).
Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan
baku biodiesel diantaranya adalah CPO, CPO low grade (kandungan FFA tinggi),
palm fatty acid distillate (PFAD) dan refined, bleached, and deodorized (RBD)
olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel, CPO membutuhkan proses pemurnian
(degumming). Degumming bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa
pengotor yang terdapat dalam minyak seperti gum dan fosfatida (Hambali et al.
2008).
CPO merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit (bagian mesokarp)
melalui proses sterilisasi tandan buah segar (TBS), perontokan, pengepresan dan
penyaringan (Far & Farr 2000). Minyak ini merupakan produk tingkat pertama
yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30 % dari nilai tandan buah segar.
CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan.
CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5 % dan mengandung banyak karoten
(500–700 ppm) (Weiss 1983).
Minyak CPO dan PKO memiliki perbedaan baik dalam komposisi asam
lemak yang terkandung maupun sifat fisiko-kimianya. Komponen asam lemak
terbesar penyusun CPO adalah asam palmitat sedangkan PKO mengandung paling
banyak asam laurat (Formo et al. 1979). Komposisi asam lemak CPO dan PKO
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Karakteristik fisiko kimia CPO dapat dilihat pada
Tabel 2 Karakteristik fisiko kimia CPO*
Sifat Fisiko Kimia Nilai
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) 190.1–201.7 Bahan tak tersabunkan (%) 0.15–0.99
Bilangan iod (wijs) 50.6–55.1
Titik leleh (ºC) 30.8–37.6
Digliserida (%) 2–4
Indeks refraksi pada suhu 50ºC 1.455–1.456 Densitas pada suhu 50ºC 0.888–0.889 Kadar α dan β-carotene (ppm) 500–700 Kadar tokoferol dan tokotrienol (ppm) 600–1000 *
Sahidi (2005)
Saat ini pasokan bahan baku sawit di Indonesia cukup melimpah, karena
perkebunan kelapa sawit sudah lama diusahakan dalam skala besar dan
berkembang dengan baik. Pengembangan tetap perlu dilakukan karena selama ini
minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri, baik industri pangan
(minyak goreng) maupun non pangan (oleokimia) (Hambali et al. 2008). Produksi
Gambar 1 Produksi CPO di Indonesia Tahun 2004–2008 (Deptan 2010)
Produksi CPO di Indonesia Tahun 2004–2008 pada Gambar 1 dapat dilihat
bahwa perkembangan produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Hal ini tentunya menjadi potensi lebih besar di dalam memproduksi
biodiesel. Perkembangan perkebunan sawit masih terus berlanjut dan diperkirakan
pada tahun 2012 Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia. Sampai
saat ini minyak sawit sebagian besar masih diekspor dalam bentuk CPO,
sedangkan didalam negeri sekitar 80 % minyak sawit diolah menjadi produk
pangan terutama minyak goreng (Hambali et al. 2008).
Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester metil
(atau etil) asam lemak. Bahan bakar ini dibuat dari minyak-lemak nabati dengan
proses metanolisis atau etanolisis melalui transesterifikasi dengan produk
sampingnya berupa gliserol atau dari asam lemak bebas melalui proses esterifikasi
dengan metanol atau etanol yang produk sampingnya berupa air (Knothe et al.
2005).
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif subtitusi solar untuk motor
diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk murni 100 % (B100) atau
0
2004 2005 2006 2007 2008
dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi dalam berbagai rasio.
Campuran 20 % biodiesel dan 80 % bahan bakar diesel minyak bumi disebut
dengan B20. Campuran B20 merupakan bahan bakar alternatif yang terkenal di
Amerika Serikat terutama untuk bis dan truk (Alam Syah 2006; Hambali et al.
2008).
Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan solar, yaitu :
1. Dihasilkan dari bahan baku minyak nabati yang dapat diperbaharui
2. Biodegradable
3. Memiliki titik nyala yang tinggi sehingga aman untuk penyimpanan
4. Memiliki sifat pelumasan yang baik
5. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih
baik (free sulphur, smoke number) sesuai dengan isu–isu global
(Gerpen et al. 2005; Hambali et al. 2008).
Biodiesel diproduksi dari bahan baku bervariasi yang terdiri dari minyak
nabati (misalnya minyak biji kapas, kedelai, kelapa, kelapa sawit) dan lemak
hewani. Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung
dari jenis tanamannya. Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku
merupakan penentu jenis proses yang digunakan. Bahan baku yang memiliki
kadar asam lemak bebas (free fatty acid) rendah, maksimal 2 % bisa langsung
diproses dengan metode transesterifikasi. Namun bila kadar asam lemak bebas
minyak tersebut masih tinggi, maka sebelumnya perlu dilakukan proses
esterifikasi terhadap minyak tersebut dengan menentukan terlebih dahulu kadar
FFA (acid value/mgKOH/g-minyak). Disamping itu, kandungan air dalam minyak
nabati juga harus diperiksa sebelum dilakukan proses transesterifikasi. Kandungan
air yang tinggi dapat mendeaktivasi katalis asam dan katalis basa, sehingga dapat
menurunkan rendemen biodiesel ( Gerpen et al. 2004).
Proses pembuatan biodiesel membutuhkan adanya katalis untuk
mempercepat reaksinya. Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk
memulai reaksi dengan bahan lain (Alam Syah 2006). Menurut Mittelbach dan
Remschmidt (2006), bahwa jenis katalis yang dapat digunakan pada proses
Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan baik dengan satu
atau dua tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang
mengandung asam lemak bebas tinggi dapat dengan efisien dikonversi menjadi
esternya melalui beberapa tahap reaksi yang melibatkan katalis asam untuk
mengesterifikasi asam lemak bebas yang dilanjutkan dengan transesterifikasi
berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida (Canaki & Gerpen 2001,
diacu dalam Widyawati 2007). Jika minyak mengandung asam lemak bebas yang
rendah, transesterifikasi dapat dilakukan dengan satu tahap.
Esterifikasi
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki
kadar FFA tinggi ( > 5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO mutu rendah dan
minyak jarak. Proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengonversi minyak
menjadi biodiesel tidak akan berjalan efisien karena FFA akan tersaponifikasi
membentuk sabun yang mempersulit pemisahan biodiesel dari gliserol sebagai
produk sampingnya. Bahan-bahan diatas, perlu melalui proses pra esterifikasi
untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5 %. (Hambali et al. 2008).
Pretreatment menggunakan katalis asam diikuti dengan katalis alkali adalah
metode yang efektif untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi biodiesel.
Pretreatment ini bertujuan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas
bahan baku. Teknik untuk menurunkan kadar asam lemak bebas bahan baku
adalah reaksi yang menggunakan katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak
bebas sebelum transesterifikasi trigliserida.
Berlawanan dengan reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi
merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol menghasilkan ester. Reaksi
Gambar 4 Reaksi esterifikasi asam lemak
Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
asam lemak bebas dan jumlah pereaksi metanol, waktu reaksi, suhu, konsentrasi
katalis dan kandungan air pada minyak (Ozgul & Turkey 2002, diacu dalam
Widyawati 2007). Semakin tinggi jumlah metanol yang digunakan dan kandungan
asam lemak bebas pada minyak, maka semakin tinggi rendemen metil ester serta
semakin kecil kandungan asam lemak bebas di akhir reaksi. Ozgul dan Turkey
(2002), diacu dalam Widyawati (2007) juga menyatakan bahwa semakin lama
waktu reaksi maka rendemen metil ester yang didapat besar. Suhu 60oC sudah memberi rendemen metil ester yang memadai. Tetapi jumlah katalis berlebihan
tidak meningkatkan dengan nyata rendemen metil ester.
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat,
sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah
cukup. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam
sulfat, asam sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang
diolah), atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Hambali et al. 2008).
Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada
pembentukan ester metil, sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung
sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling
tinggi 120oC), reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi
harus disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak (Hambali et al. 2008).
Penggunaan katalis homogen asam pada reaksi esterifikasi menyebabkan
kontaminasi sulfur pada produk akhir dari biodiesel. Katalis ini juga
membutuhkan netralisasi dengan alkali. Umumnya efisiensi proses berkurang dari
96 % dan tahap netralisasi menyebabkan permasalahan dalam penanganan limbah
korosif, sehingga memerlukan penanganan khusus. Dalam pembuatan ester
dengan katalis asam tersebut diperlukan sistem pemisahan air untuk menggeser
kesetimbangan reaksi ke arah pembentukan ester sehingga tahapan proses menjadi
lebih panjang (Haerudin et al. 2007).
Katalis heterogen asam banyak dikembangkan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan katalis homogen. Katalis
heterogen adalah katalis yang mempunyai fase yang berbeda dengan fase
reaktannya (Jumari et al. 2009). Penggunaan katalis heterogen asam pada reaksi
esterifikasi dapat menghilangkan kontaminasi pada produk ester, proses
pembuatan ester menjadi lebih sederhana, pemisahan sisa asam karboksilat, sisa
katalis dan produk sampingnya dapat menjadi lebih mudah dan sederhana
(Haerudin et al. 2007; Lim et al. 2009). Beberapa katalis hetogen asam yang
digunakan dalam esterifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis katalis heterogen yang digunakan pada reaksi esterifikasi
Tipe katalis Kondisi reaksi esterifikasi Konversi FFA
Resin penukar ion Contoh:
Struktur dan Karakteristik Zeolit
Zeolit merupakan senyawa kristal aluminosilikat terhidrasi yang
mempunyai struktur kerangka yang berpori. Zeolit umumnya mengandung silika,
alumium dan oksigen dalam kerangka serta kation-kation, air dan molekul lainnya
yang terdapat dalam pori zeolit (Bell 2001). Atom aluminium memiliki elektron
yang lebih sedikit daripada silika yang menyebabkan ketidakseimbangan elektron
dalam zeolit sehingga membutuhkan kation seperti ion alkali dan alkali tanah
untuk menyeimbangkan muatan dalam zeolit (Kamarudin et al. 2003).
Kation-kation tersebut seperti sodium, potassium, magnesium dan kalsium umumnya
dapat dipertukarkan dengan kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat
menyerap air secara reversible (Las 2010). Air yang terkandung dalam pori dapat
dilepas dengan pemanasan pada temperatur 300oC sampai dengan 400oC. Dengan pemanasan pada temperatur tersebut air dapat keluar, sehingga zeolit dapat
berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Handoko 2002).
Untuk menggambarkan hubungan antara komposisi dan struktur zeolit,
Hamdan (1992), diacu dalam Handoko (2002) menuliskan rumus umum zeolit
sebagai berikut :
Mx/n{(AlO2)x(SiO2)y}.pH2O
Dimana ‘M’ adalah kation bermuatan positif n yang dapat dipertukarkan,’X’
adalah jumlah Al, ‘y’ adalah jumlah Si, ‘p’ adalah jumlah air kristal, ‘y/x’ = 1– 6,
‘p/x’ = 1–4, ‘{ }’ merupakan bentuk kerangka dasar struktur alumina-silika.
Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam
dan zeolit sintetik. Zeolit alam yaitu zeolit yang diperoleh dari endapan di alam,
sedangkan zeolit sintetik adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian
tinggi, mempunyai jenis kation tunggal, mempunyai ukuran pori, saluran dan
rongga tertentu ( Csicsery 1986).Peningkatan kualitas zeolit alam dapat dilakukan
dengan mengaktivasi zeolit alam menjadi zeolit aktif.
Zeolit alam biasanya masih tercampur dengan mineral lainnya seperti
kalsit, gipsum, feldspar dan kuarsa yang ditemukan di daerah sekitar gunung
berapi atau mengendap pada daerah sumber air panas (hot spring). Komposisi
suhu, tekanan uap air setempat dan komposisi air tanah lokasi kejadiannya. Hal itu
menjadikan zeolit dengan warna dan tekstur yang sama mungkin berbeda
komposisi kimianya bila diambil dari lokasi yang berbeda, disebabkan karena
kombinasi mineral yang berupa partikel halus dengan kotoran lainnya. Zeolit alam
di Indonesia ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam jumlah besar
tersebar dibeberapa daerah pulau Sumatera dan Jawa antara lain di Bayah, Banten,
Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Lampung
(Las 2010).
Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika
rendah dengan perbandingan Si/Al : 1–1.5 memiliki konsentrasi kation paling
tinggi, dan mempunyai adsorpsi yang optimum, contoh silika rendah adalah zeolit
A dan X; zeolit silika sedang yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2–5,
contoh jenis zeolit ini adalah modernit, erionit, klinoptilolit, zeolit Y, zeolit silika
tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 sampai 100 bahkan lebih,
contohnya adalah ZSM-5 (Ulfah et al. 2006).
Tabel 4 Sifat fisik beberapa zeolit alam*
Zeolit Kation
Klinoptilolit K,Na,Ca Tinggi 2.16 2.15–2.25 34
Erionit Na,K,Ca Tinggi 3.12 2.02–2.08 35
Pemanfaatan zeolit sangat luas seperti sebagai adsorben, penukar ion dan
katalis. Sifat katalitik zeolit pertama kali ditemukan oleh Weisz dan Frilette pada
sebagai katalis perengkah (Augustine 1996, diacu dalam Handoko 2002). Sifat
sebagai katalis didasarkan pada adanya ruang kosong yang dapat digunakan
sebagai katalis ataupun sebagai penyangga katalis untuk reaksi katalitik. Bila
zeolit digunakan pada proses katalitik maka akan terjadi difusi molekul ke dalam
ruang kosong antar kristal dan reaksi kimia juga terjadi di permukaan saluran
tersebut (Handoko 2002).
Keberadaan zeolit dalam reaksi katalitik heterogen menjadi relatif penting
karena struktur zeolit yang berpori dan sifat alami dari Al(3+), Si(4+), O(2-) yang
saling terikat dengan pola tertentu. Keasaman zeolit merupakan salah satu faktor
yang penting dalam penggunaan zeolit sebagai pengemban dan sebagai katalis.
Zeolit yang digunakan secara luas sebagai katalis didasarkan pada produksi situs
asam Bronsted dan adanya situs asam Lewis yang terdapat dalam pori zeolit
(Smith 1992, diacu dalam Handoko 2002).
Kemampuan zeolit untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia terutama
berhubungan dengan sifatnya sebagai padatan asam karena adanya sisi-sisi asam
baik sisi asam Bronsted maupun Lewis. Sisi asam Bronsted dapat dihasilkan
dengan beberapa cara diantaranya perlakuan pemanasan terhadap bentuk
amonium zeolit untuk menghilangkan ammonia sehingga diperoleh bentuk
H-zeolit, perlakuan dehidrasi terhadap kation multivalen pada zeolit yang diikuti
terdisosiasinya air yang terkoordinasi dalam bentuk molekul sehingga membentuk
ion H+ pada permukaan zeolit dan perlakuan asam terhadap zeolit yang stabil terhadap asam akan dapat secara langsung menukar kation dengan proton. Sisi
asam Lewis dapat diperoleh dari dehidroksilasi dua gugus hidroksil yang
Gambar 5 Sisi asam Broensted dan Lewis
Sifat lain dari zeolit yang juga berpengaruh terhadap peranannya dalam
katalisis adalah :
1. Komposisi kerangka dan strukur pori zeolit; Komposisi kerangka mengatur
muatan kerangka dan mempengaruhi stabilitas termal dan asam dari zeolit.
2. Kenaikan rasio Si/Al akan berpengaruh pada stabilitas zeolit terhadap
temperatur tinggi dan lingkungan yang reaktif seperti naiknya keasaman.
3. Medan elektrostatis zeolit; keadaan ini menyebabkan interaksi adsorbsinya
dengan molekul lain berubah-ubah.
4. Kekuatan asam dari sisi Bronsted akan bertambah dengan naiknya rasio Si/Al,
penurunan konsentrasi kation dalam zeolit.
5. Perubahan struktur bangun zeolit. Peran struktur pori zeolit sangat penting
dalam proses katalisis karena pori inilah yang berperan sebagai mikroreaktor
dan darinya dimungkinkan untuk mendapatkan reaksi katalitik yang
diinginkan menurut aturan selektivitas (Handoko 2003).
Zeolit alam pada umumnya memiliki aktivitas katalitik yang rendah,
kristalinitas rendah dan ukuran porinya tidak seragam. Oleh karena itu perlu
diaktivasi terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai katalis (Handoko 2002).
Aktivitasi merupakan proses untuk menaikkan kapasitas adsopsi sehingga
diperoleh sifat yang diinginkan sesuai dengan penggunaannya. Tujuan aktivasi
zeolit adalah untuk menghasilkan luas permukaan yang lebih luas melalui
pembentukan struktur berpori dan juga untuk menghilangkan senyawa-senyawa
pengotor. Proses aktivasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara fisika
atau cara kimia. Aktivasi cara fisika antara lain dengan cara pemanasan,
yang digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida, sedangkan basa yang
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April Tahun 2009 sampai Mei
Tahun 2010 di laboratorium SBRC Institut Pertanian Bogor dan laboratorium
Jurusan Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Analisa zeolit dan
biodiesel dilakukan di laboratorium BIOFARMAKA Institut Pertanian Bogor,
laboratorium BALITTANAH Bogor dan Petrolab Jakarta.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari yaitu crude
palm oil (CPO), asam oleat, minyak sawit murni, zeolit alam Bayah, n-heksana.
Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain metanol, HCl p.a 37 % merck,
H2SO4 p.a 96-97 % merck, NH4Cl p.a, etanol 95%, KOH, aqua DM, indikator PP (phenolphtalein), aquades, NH4SO4 dan bahan kimia lainnya.
Peralatan yang digunakan terdiri dari labu leher empat ukuran 1 liter,
erlenmeyer, gelas piala, tanur, oven, hot plate stirrer, labu pemisah, kondensor,
desikator, AAS untuk analisa komposisi zeolit, FTIR dan peralatan gelas untuk
Disain Penelitian
Disain penelitian meliputi beberapa tahapan kegiatan dapat dilihat pada
diagram alir berikut ini :
Gambar 6 Diagram alir disain penelitian
Gambar 6 Diagram alir disain penelitian
Esterifikasi
Penentuan kemampuan berbagai jenis zeolit alam teraktivasi asam pada reaksi esterifikasi (Analisa : bilangan asam dan konversi FFA)
Preparasi Zeolit
Terdiri dari karakterisasi dan aktivasi zeolit
Optimasi kondisi reaksi esterifikasi crude palm oil
(CPO)menggunakan katalis zeolit terpilih
(Analisa : Kandungan FFA)
Transesterifikasi dan karakterisasi biodiesel
(Analisa : bilangan asam, kadar ester, bilangan penyabunan, gliserol bebas, gliserol total, viskositas kinematik 40oC dan rendemen biodiesel)
Perbandingan katalis zeolit alam, zeolit sintetik dan asam sulfat (H2SO4) dalam reaksi
esterifikasi crude palm oil (CPO)
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan terdiri dari preparasi
katalis zeolit alam, reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi,
optimasi kondisi reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi
yang terpilih, perbandingan katalis zeolit alam teraktivasi, katalis zeolit sintetik
dan asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO), reaksi transesterifikasi campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi dengan
menggunakan katalis homogen KOH.
Tahap I Tahap preparasi katalis zeolit alam
Tahap ini merupakan tahap persiapan yang meliputi karakterisasi zeolit
alam sebelum aktivasi, aktivasi zeolit dengan berbagai jenis asam dan
karakterisasi zeolit setelah aktivasi. Karakterisasi zeolit alam sebelum proses
aktivasi meliputi komposisi Si, Al, dan uji keasaman. Selanjutnya dilakukan
proses aktivasi dengan penambahan asam dan kombinasinya yang terdiri dari 7
perlakuan yaitu :
A. HZ-S : Zeolit alam diaktivasi dengan asam sulfat (H2SO4) B. HZ-C : Zeolit alam diaktivasi dengan asam klorida (HCl)
C. HZ-CS : Zeolit alam diaktivasi dengan HCl dan H2SO4
D. HZ-CN : Zeolit alam asam klorida (HCl) dan amonium klorida
(NH4Cl)
E. HZ-15S(100) : Zeolit alam dengan 15 % asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC
F. HZ-S(100) : Zeolit alam dengan asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC
G. HZ-C(100) : Zeolit alam dengan asam klorida (HCl) pada suhu 100oC
Metode aktivasi yang digunakan berdasarkan metode yang digunakan oleh
Dapaah et al. (1997) dan Xie et al. (2007). Caranya yaitu : 10 g zeolit alam
(1 M H2SO4 dan 1 M HCL) pada suhu ruang selama 24 jam untuk meyakinkan
bahwa asam terdifusi dan terdispersi di permukaan zeolit. Selanjutnya contoh
zeolit disaring dan dicuci dengan aqua DM diikuti dengan pengeringan oven
selama 6 jam pada suhu 120oC. Pengeringan ini dilakukan untuk menghilangkan air yang masih terdapat dalam katalis setelah proses pencucian. Kemudian
dilanjutkan dengan kalsinasi 500oC selama 3 jam. Untuk perlakuan C dan D diperoleh dengan cara merendam kembali zeolit yang telah diberi perlakuan HCl
masing-masing dengan 10 % H2SO4 dan 5 % NH4Clselama 24 jam, disaring, dicuci, dikeringkan dan dikalsinasi seperti pada perlakuan A dan B. Perlakuan E,
F dan G, proses aktivasi dilakukan dengan perendaman zeolit yang telah
dikeringkan sebelumnya dengan cara direfluks selama 3 jam pada suhu ±100oC. Selanjutnya zeolit disaring, dikeringkan dan dikalsinasi pada kondisi yang sama
seperti pada pelakuan A sampai D. Semua jenis zeolit yang telah diaktivasi
dikarakterisasi yang terdiri dari komposisi Si, Al, dan uji keasaman.
Tahap 2 Reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit teraktivasi
Tahapan ini bertujuan untuk menentukan jenis zeolit alam teraktivasi yang
efektif pada reaksi esterifikasi. Bahan baku yang digunakan pada reaksi
esterifikasi adalah campuran minyak sawit murni dan asam asam oleat sebanyak
50 % (b/b). Kondisi reaksi esterifikasi digunakan yaitu rasio molar metanol dan
minyak 15:1, konsentrasi katalis 10 %, suhu reaksi ± 60oC, dan lama reaksi 3 jam serta kecepatan pengadukan 300 rpm. Metode esterifikasi terdiri dari 4 tahapan.
Tahap pertama diawali dengan proses pencampuran katalis zeolit teraktivasi
dengan metanol pada konsentrasi katalis 10 % dan rasio molar antara metanol dan
minyak 15:1 selama 30 menit pada suhu 60oC. Tahap kedua yaitu pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu
± 110oC selama 30 menit dan reaksi esterifikasi dimulai pada suhu 60oC selama 3 jam dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Setelah reaksi berhenti, dilakukan
proses pemisahan katalis dengan cara penyaringan menggunakan pompa vakum
dan pemisahan dari sisa metanol menggunakan labu pemisah. Campuran FAME
dan trigliserida hasil esterifikasi kemudian dianalisa bilangan asam dan dihitung
untuk dioptimasi kondisi reaksi esterifikasi. Sebagai pembanding pada tahap ini
dilakukan reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam yang tidak
diaktivasi dengan kondisi reaksi esterifikasi yang sama dengan menggunakan
katalis zeolit alam teraktivasi.
Tahap 3 Optimasi kondisi reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) menggunakan katalis zeolit terpilih
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimal reaksi
esterifikasi mengunakan katalis terpilih yang menghasilkan konversi asam lemak
bebas (FFA) yang tertinggi. Bahan baku yang digunakan adalah crude palm oil
(CPO) yang telah dilakukan degumming dan metode reaksi esterifikasi sama
dengan tahap 2. Penelitian dilakukan dengan mengikuti rancangan central
composite design (CCD) dari response surface methodology (RSM) dengan tiga
variabel yaitu konsentrasi katalis zeolit teraktivasi, rasio molar alkohol dan crude
palm oil (CPO) dan lama reaksi. Penentuan titik tengah perlakuan berdasarkan
hasil penelitian reaksi esterifikasi pada tahap 2. Seluruh perlakuan terdiri dari 20
unit percobaan dimana setiap kondisi mengikuti rancangan percobaan
menggunakan central composite design (CCD). Perlakuan dan kode perlakuan,
serta rancangan percobaan masing-masing disajikan pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5 Perlakuan dan kode pelakuan
Variabel Kode Perlakuan
-1.682 -1.000 0.000 1.000 1.682
X1 : Konsentrasi katalis (% b/b
minyak) 1.59 5 10 15 18.41
X2 : rasio molar metanol dan
CPO 6.59 10 15 20 23.41
X3: waktu reaksi (menit) 69.54 90 120 150 170.46
X Rasio molar metanol dan CPO … … … …
X Waktu reaksi … … … …
Tabel 6 Rancangan percobaan proses esterifikasi crude palm oil (CPO) dengan respon asam lemak bebas (FFA) akibat pengaruh konsentrasi katalis zeolit (C), rasio molar antara metanol dan CPO (M), dan waktu reaksi (t)
Run Variabel kode Variabel asli Respon (FFA) C (X1) M (X2) t (X3) Katalis Metanol Suhu
1 -1.000 -1.000 -1.000 5.00 10.00 90.00
2 1.000 -1.000 -1.000 15.00 10.00 90.00
3 -1.000 1.000 -1.000 5.00 20.00 90.00
4 1.000 1.000 -1.000 15.00 20.00 90.00
5 -1.000 -1.000 1.000 5.00 10.00 150.00
6 1.000 -1.000 1.000 15.00 10.00 150.00
7 -1.000 1.000 1.000 5.00 20.00 150.00
8 1.000 1.000 1.000 15.00 20.00 150.00
9 -1.682 0.000 0.000 1.59 15.00 120.00
10 1.682 0.000 0.000 18.41 15.00 120.00
11 0.000 -1.682 0.000 10.00 6.59 120.00
12 0.000 1.682 0.000 10.00 23.41 120.00
13 0.000 0.000 -1.682 10.00 15.00 69.54
14 0.000 0.000 1.682 10.00 15.00 170.46
15 0.000 0.000 0.000 10.00 15.00 120.00
16 0.000 0.000 0.000 10.00 15.00 120.00
17 0.000 0.000 0.000 10.00 15.00 120.00
18 0.000 0.000 0.000 10.00 15.00 120.00
19 0.000 0.000 0.000 10.00 15.00 120.00
Hasil optimasi yang diperoleh dilakukan validasi secara eksperimen
dengan 3 kali ulangan. Validasi bertujuan untuk menguji konsistensi data yang
diperoleh dalam percobaan dengan hasil perhitungan dari model.
Tahap 4 Perbandingan katalis zeolit alam teraktivasi asam dengan zeolit sintetik, dan katalis asam sulfat (H2SO4) pada reaksi esterifikasi
crude palm oil (CPO)
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan aktifitas katalis
zeolit alam teraktivasi asam dengan zeolit sintetik serta katalis asam sulfat
(H2SO4) pada reaksi esterifikasi crude palm oil (CPO) terhadap respon konversi asam lemak bebas (FFA). Zeolit sintetik yang digunakan terlebih dahulu
dipanaskan di tanur selama 3 jam pada suhu 500oC. Metode dan kondisi reaksi esterifikasi menggunakan katalis heterogen zeolit baik zeolit alam atau sintetik
dilakukan berdasarkan hasil optimasi pada tahap 3. Sedangkan untuk katalis
homogen asam sulfat dilakukan berdasarkan kondisi reaksi esterifikasi yang
disarankan oleh Gerpen et al. (2004) yaitu dengan konsentrasi asam sulfat sebesar
5 % FFA, konsentrasi metanol 225 % FFA pada suhu 60oC selama 1 jam. Metode esterifikasi menggunakan katalis crude palm oil (CPO) diawali dengan
pemanasan crude palm oil (CPO) sampai mencapai suhu 60oC. Setelah suhu crude palm oil (CPO) tercapai, campuran metanol dan asam sulfat (H2SO4) ditambahkan pada crude palm oil (CPO). Campuran crude palm oil (CPO), metanol dan asam
sulfat (H2SO4) diaduk selama 60 menit pada suhu 60oC dengan kecepatan 300 rpm. Hasil esterifikasi dipisahkan dari metanol sisa menggunakan labu pemisah.
Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi menggunakan asam sulfat
(H2SO4) dicuci dengan air hangat (suhu ±70oC) sampai pH air cuciannya mencapai netral. Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi menggunakan
Tahap 5 Reaksi transesetrifikasi menggunakan katalis homogen kalium hidroksida (KOH)
Campuran FAME dan trigliserida hasil esterifikasi menggunakan katalis
zeolit alam teraktivasi pada tahap 4 diproses lagi ke tahap transesterifikasi untuk
menghasilkan biodiesel. Kondisi reaksi transesterifikasi yang digunakan yaitu
konsentrasi katalis KOH sebesar 1 % (b/b minyak), konsentrasi metanol
20 % (b/b minyak) pada suhu 60oC selama 1 jam dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Metode transesterifikasi dimulai dengan pemanasan campuran FAME
dan trigliserida hasil esterifikasi sampai mencapai suhu 60oC. Setelah suhu pemanasan minyak tercapai, campuran kalium hidroksida (KOH) dan metanol
ditambahkan ke dalam minyak panas. Reaksi transesterifikasi dilakukan selama
60 menit pada suhu 60oC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. FAME yang dihasilkan dipisahkan dari gliserol dengan menggunakan labu pemisah. Kemudian
dilakukan proses pencucian menggunakan air hangat suhu ±70oC sampai air cucian berwarna bening. Proses pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan sisa
katalis dan metanol setelah reaksi transesterifikasi. FAME dipanaskan untuk
menguapkan sisa air cucian. Biodiesel hasil transesterifikasi dianalisis
karakteristiknya.
Parameter yang Diukur
Parameter yang diamati (diukur) dalam penelitian ini meliputi :
1. Karakteristik zeolit sebelum dan sesudah aktivasi yang terdiri dari :
- Komposisi Si yang ditentukan secara gravimetri
- Komposisi Al ditentukan dengan menggunakan AAS di Laboratorium
Penelitian Tanah (BALITANAH) Bogor
- Keasaman zeolit dihitung secara gravimetri dengan metode adsorpsi
desorpsi amoniak (Lampiran 1)
- Strukutur kerangka zeolit diuji menggunakan FTIR di Laboratorium
BIOFARMAKA Institut Pertanian Bogor.
2. Bilangan asam dan FFA dari campuran FAME dan trigliserida hasil
Konversi FFA dapat dihitung dengan menggunakan rumus
% … … … …
Dimana :
Xffa = Konversi FFA (%)
A = Bilangan asam bahan baku (mg KOH/g)
B = Bilangan asam perlakuan setelah esterifikasi (mg KOH/g)
3. Rendemen biodiesel
Rendemen biodiesel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
% … … … …
Dimana:
Y = Biodiesel (%)
Wb = Massa biodiesel (g)
W = Massa bahan baku minyak (g)
4. Karakteristik biodiesel yang meliputi bilangan asam, kadar ester, gliserol
bebas, gliserol total, bilangan penyabunan, viskositas kinematik pada suhu
40oC dan kadar ester. Prosedur pengukuran dari karakteristik biodiesel dapat dilihat pada Lampiran 3.
Rancangan Percobaan
Penentuan jenis zeolit alam teraktivasi dan tidak teraktivasi yang menghasilkan konversi FFA tertinggi pada reaksi esterifikasi
Untuk memperoleh jenis katalis zeolit alam yang efektif pada proses
esterifikasi dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal
dan uji lanjut Duncan. Model linear rancangan acak lengkap (RAL) adalah:
ij i ij
Dimana:
Yij = Konversi FFA menggunakan jenis katalis zeolit alam ke-i dan ulangan ke-j
i = 1, 2, 3, 4, 5 dan j=1, 2, 3
= Rataan umum
i = Pengaruh jenis katalis zeolit ke-i
ij = Pengaruh acak akibat jenis katalis zeolit alam ke-i pada ulangan ke-j
Penentuan kondisi optimal dari reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit alam terpilih
Untuk memperoleh kondisi optimal reaksi esterifikasi dianalisis dengan
menggunakan respose surface method (RSM) dengan 3 faktor. Respose surface
method (RSM) digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan (konsentrasi katalis
zeolit alam teraktivasi, rasio molar metanol dan minyak, dan waktu reaksi)
terhadap reduksi kadar asam lemak bebas (FFA) yang dihasilkan. Reaksi
esterifikasi dikondisikan dengan tujuan untuk menghasilkan kadar asam lemak
bebas (FFA) yang minimal.
Metode respon permukaan (respon surface method) adalah kumpulan
teknik matematika dan statistik yang berguna untuk pengembangan, peningkatan
dan optimasi proses. Hasil dari metode respon permukaan (respon surface
method) terdiri dari model empiris statistik yang menghasilkan hubungan yang
cocok antara hasil dan variabel-variabel proses serta metode optimasi untuk nilai
dari variabel-variabel proses yang menghasilkan nilai respon yang diinginkan
(Carley et al. 2004). Model rancangan yang digunakan adalah :
… … … 7
Dimana :
Y = respon hasil ester
X1 = konsentrasi katalis
X3 = waktu reaksi
= titik pusat sistem
βi = koefisien linier
βii = koefisien kuadratik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Zeolit
Kemampuan zeolit sebagai katalis ditentukan oleh struktur dan komposisi
zeolit. Peran struktur pori zeolit sangat penting dalam proses katalis karena pori
inilah yang berperan sebagai mikroreaktor yang memungkinkan untuk
mendapatkan reaksi katalitik yang diinginkan menurut aturan selektivitas.
Komposisi kerangka zeolit mengatur muatan kerangka dan mempengaruhi
stabilitas termal dan asam dari zeolit (Handoko 2003).
Komposisi Si dan Al dari Zeolit
Zeolit Bayah yang digunakan pada penelitian ini merupakan zeolit
campuran 18.20 % klinoptilolit dan 47.80 % mordenit (MTDC 1993). Las (2010)
menuliskan rumus kimia oksida dari zeolit Bayah sebagai berikut :
Na0,15 K1,44 Ca2,04 Mg0,70 Mn0,02 Fe0,44 {(AlO2)6,76 (SiO2)}29,32 6,57 H2O
Komposisi kerangka zeolit terdiri dari senyawa alumina silikat, air dan
kation-kation alkali dan alkali tanah. Proses aktivasi zeolit dengan asam akan
mempengaruhi komposisi silika (SiO4) dan alumina (Al2O4) yang merupakan kerangka utama dari zeolit, ratio Si/Al dan tingkat keasaman zeolit. Komposisi Si,
Al, ratio Si/Al dan jumlah asam dari zeolit Bayah sebelum dan sesudah diaktivasi
dengan asam dan kombinasinya pada suhu aktivasi yang berbeda dapat dilihat
Tabel 7 Komposisi Si, Al, rasio Si/Al dan jumlah asam dari zeolit alam sebelum
dan sesudah aktivasi asam dengan berbagai perlakuan
Jenis
Komposisi Si dari semua sampel zeolit teraktivasi pada Tabel 7
mengalami peningkatan dari 4.69 % menjadi 5.34–5.52 %. Sampel zeolit yang
diaktivasi dengan 15 % asam sulfat pada suhu 100oC (HZ–15S(100)) menghasilkan komposisi Si tertinggi dibandingan dengan sampel zeolit teraktivasi
yang lain. Tabel 7 juga menunjukkan adanya penurunan komposisi aluminium
(Al) pada semua sampel zeolit yang diaktivasi dengan asam dan kombinasinya.
Zeolit alam (NZ) sebelum diaktivasi mengandung komposisi aluminium (Al)
sebesar 1.91 %. Setelah dilakukan proses aktivasi dengan asam dan kombinasinya
(sampel HZ–S, HZ–C, HZ–CS, H–CN, HZ–15S(100), HZ–S(100) dan
HZ–C(100)), komposisi Al dalam zeolit menurun antara 0.17 sampai 0.38 %.
Penurunan kandungan Al pada zeolit ini disebabkan karena adanya proses
dealuminasi. Proses dealuminasi adalah proses terlepasnya Al di dalam kerangka
menjadi di luar kerangka karena adanya perlakuan asam. Penurunan Al ini disertai
dengan penurunan kation-kation yang terkait dalam kerangka Al. Zeolit yang
diaktivasi dengan 15 % asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC (sampel HZ–15S(100)) mengandung komposisi aluminium (Al) yang paling sedikit yaitu *NZ : Zeolit alam tidak diaktivasi; HZ–S : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M H
2SO4; HZ–C:
Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl; HZ–CS : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl + 10 % H2SO4; HZ–CN : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M HCl + 5% NH4Cl;
HZ–15S(100) : Zeolit alam diaktivasi dengan 15% H2SO4 pada suhu 100 o
C; HZ–S(100) : Zeolit alam diaktivasi dengan 1 M H2SO4 pada suhu 100oC; HZ–C(100) : Zeolit alam
sebesar 0.17 %. Hal ini disebabkan karena perendaman zeolit dalam larutan asam
sulfat (H2SO4) yang relatif pekat pada suhu yang tinggi dalam waktu yang cukup lama akan melarutkan sejumlah Al di dalam kerangka zeolit (Dapaah 1997;
Handoko 2002).
Penurunan komposisi aluminium (Al) dalam zeolit (dealuminasi)
menyebabkan terjadinya peningkatan rasio Si/Al. Semua sampel zeolit alam yang
teraktivasi asam mempunyai rasio Si/Al yang tinggi yaitu antara 14.27 sampai
33.81 (Tabel 7). Zeolit yang diaktivasi dengan 15 % asam sulfat (H2SO4) pada suhu 100oC (sampel HZ-15S(100)) menghasilkan rasio Si/Al yang tertinggi yaitu sebesar 33.81. Zeolit yang memiliki rasio Si/Al yang tinggi akan mempunyai
kekuatan asam yang tinggi, meningkatkan kristalinitas, stabil terhadap suhu tinggi
dan lingkungan yang asam, bersifat hidrofobik dan akan menyerap molekul yang
tidak polar sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam (Csicser 1986;
Handoko 2002; Saputra 2006; Setiadi & Fitria 2006). Peningkatan rasio Si/Al juga
mengakibatkan penurunan ukuran pori dari katalis zeolit karena rantai Si-O lebih
pendek daripada rantai Al-O sehingga ukuran kerangka menjadi lebih kecil
(Handoko 2003; Kamarudina et al. 2003). Penurunan ukuran pori pada zeolit
teraktivasi meningkatkan selektivitas katalis terhadap reaktan yang masuk dan
produk yang dikeluarkan dari dalam pori zeolit. Penurunan pori ini juga disertai
dengan peningkatan luas permukaan sehingga meningkatkan kontak antara katalis
dengan reaktan.
Keasaman zeolit pada penelitian ini diukur secara gravimetri
menggunakan metode adsorpsi desorpsi amoniak (Lampiran 12). Perlakuan asam
pada zeolit diharapkan mampu meningkatan keasaman zeolit. Peningkatan
keasaman ini disebabkan karena adanya pertukaran proton dengan kation yang
terdapat pada zeolit. Sisi asam dihubungkan dengan kerangka atom aluminium.
Sebagian besar zeolit termasuk ZSM–5, kekuatan asam berhubungan terbalik
dengan konsentrasi dari kerangka aluminium sampai dengan rasio Si/Al sekitar
10. Diatas rasio ini, kandungan aluminium tidak akan mempengaruhi kekuatan
asam. Jumlah asam berhubungan secara langsung dengan konsentrasi dari
Data hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan jumlah
asam dari semua sampel perlakuan. Jenis sampel yang diaktivasi dengan 1 M HCl
dan 5 % NH4Cl (Sampel HZ–CN) menunjukkan jumlah asam yang tertinggi dibandingkan dengan semua sampel perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan jumlah proton yang berasal dari ion NH4+ sehingga meningkatkan kekuatan asam Bronsted (Dapaah 1997). Kenaikan jumlah asam juga diperoleh
pada zeolit alam yang diaktivasi dengan 1 M asam sulfat (H2SO4) baik yang diaktivasi pada suhu ruang (HZ-S) maupun pada suhu 100oC (HZ–S(100)). Peningkatan jumlah asam pada kedua sampel zeolit tersebut disebabkan karena
adanya peningkatan jumlah proton H+ dan juga berasal dari residu ion SO4- pada permukaan katalis dimana dapat menarik elektron sehingga mempengaruhi
kekuatan asam Bronsted (Dapaah 1997). Zeolit yang diaktivasi dengan 15 % asam
sulfat pada suhu 100oC (HZ–15S100) mengalami penurunan jumlah asam yang paling besar disebabkan karena banyaknya jumlah atom aluminium larut dalam
larutan asam yang cukup pekat pada suhu yang tinggi. Banyaknya jumlah atom
yang keluar dari kerangka zeolit dapat menyebabkan rusaknya struktur zeolit
sehingga menurunkan aktivitas katalitik zeolit (Dapaah 1997).
Aktivasi zeolit alam dengan metode pengasaman selain bertujuan untuk
menghilangkan pengotor-pengotor dalam zeolit juga untuk meningkatkan
aktivitas zeolit sebagai katalis. Peningkatan aktivitas katalitik zeolit ini
disebabkan antara lain karena adanya pertukaran ion antara kation-kation dalam
zeolit dengan proton H+ dari asam mineral seperti asam sulfat dan ammonium klorida. Pertukaran ion pada proses aktivasi dengan asam dapat dilihat pada