IMPLEMENTASI MUDARABAH DALAM LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Mu’amalah Kontemporer Dosen pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.
Disusun Oleh:
Agus Alimuddin 141257110
Kelas B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM JURUSAN S1-PERBANKAN SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
IMPLEMENTASI MUDARABAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH A. Pendahuluan
Pasca krisis moneter (1997/1998), bank syariah mulai dikenal orang bahkan di
kalangan bank konvensional, bank syariah memiliki sistem operasional yang berbeda dengan
bank konvensional. Bank syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabhanya.
Dalam sistem operasional bank syariah, pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam
semua transaksi. Bank syariah tidal mengenal sistem bunga, baik bunga yang diperoleh dari
nasabah yang meminjam uang atau bunga yang dibayar kepada penyimpan dana di bank
syariah.1 Di indonesia sendiri perkembangan bank syariah dimulai dengan didirikannya bank
syariah yang pertama yaitu Bank Muamalat pada tahun 1992.
Dalam praktiknya, investasi yang dilakukan baik oleh perorangan, kelompok,
maupum institusi dapat menggunakan pola non bagi hasil (ketika investasi dilakukan dengan
tidak bekerja sama dengan pihak lain) maupun pola bagi hasil (ketika investasi dilakukan
dengan bekerja sama dengan pihak lain)2 Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik
modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah
pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul
Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai
pengelola usaha (Mudharib).
Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk
saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang.
Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola
uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki
modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam
memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang
terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada
umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan
pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah
digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak
menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan
mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang
1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 31-32
diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha
tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba
membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.
A. Pengertian (dalam konteks pembiayaan)
1. Keuntungan usaha dibagi berdasarkan perbandingan nisbah yang telah disepakati
dan pada akhir periode kerja sama nasabah harus mengembalikan semua modal
usaha lembaga keuangan
2. Dalam hal terjadi kerugian, maka akan menjadi tanggungan lembaga keuangan,
kecuali bila kerugian diakibatkan oleh kelalaian nasabah. Untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kerugian, lembaga keuangan harus memahami
karakteristik risiko usaha tersebut dan kerja sama dengan nasabah untuk
mengatasi berbagai masalah.3
Inovasi produk harus diakui posisinya sangat penting bagi kinerja keuangan,
menyadari posisi penting inovasi produk dan layanan pada nasabah bagi
kelanjutan dan kesinambungan bisnis perbankan. Maka bank syariah, sebagai
lembaga bisnis tidak bisa mengisolasi diri dalam hal ini. Agar tetap survive,
bank-bank syariah harus secara terus menerus melakukan berbagai inovasi,
termasuk mendisain berbagai produk, baik penghimpunan dana maupun
pembiayaan4
B. Aplikasi ( dalam konteks pembiayaan)
1. Pembiayaan modal kerja; modal bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang
industri, perdagangan, dan jasa
2. Pembiayaan investasi; untuk pengadaan barang barang modal, aktiva tetap dan
sebagainya
3. Pembiayaan investasi khusus; bank bertindak dan memosisikan diri sebagai
arranger yang mempertemukan kepentingan pemilik dana, seperti yayasan dan
lembaga keuangan non-bank, dengan pengusaha yang memerlukan5
C. Praktik pembiayaan Mudarabah
Penempatan dana dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan berakad jual beli maupun syirkah atau kerja sama bagi hasil. Jika pembiayaan berakad jual beli (bai’bil tsaman al-ajil dan mudarabah), maka bank akan mendapatkan margin keuntungan.
3Imam Mustofa, S.H.I., M.SI, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta ; Rajawali Pers,2016), h. 163 4Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia , (Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu, 2005), H. 95
Pembagiannya tidak begitu rumit. Namun, jika pembiayaan berkaitan dengan akad syirkah
(musyarakah dan mudarabah), maka pembiayaan ini membutuhkan
perhitungan-perhitungan yang cukup njlimet.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak dalam pembiayaan
mudarabah (bagi hasil), yaitu (a) nisbah bagi hasil yang disepakati, (b) tingkat keuntungan
bisnis aktual yang didapat. Oleh karena itu, bank sebagai pihak yang memiliki dana akan
melakukan perhitungan nisbah yang ada dijadikan kesepakatan pembagian pendapatan.6
D. Aspek Teknis
Dalam melaksanakan pembiayyaan mudarabah, langkah langkah yang harus
diperhatikan dapat dibedakan ke dalam pembiayaan badan usaha dan pembiayaan proyek
1. Pembiayaan badan usaha
a. Identifikasi proyek atau bisnis yang akan dibiayai
b. Melakukan feasibility study dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
profitability dan kelayakan usaha
c. Melakukan persiapan-persiapan dari segi legal termasuk “memorandum and articles os assocation” untuk memungkinkan perusahaan segera di daftarkan
d. Menunjuk anggota-anggota direksi yang akan mengelola jalannya perusahaan
2. Pembiayaan proyek/kontrak
a. Pembiayaan usaha atau kontrak yang timbul manakala nasabah membutuhkan
dana di muka untuk modal kerja proyek yang telah di dapatnya
b. Keberhasilan pembiayaan ini sangat tergantung kepada kinerja nasabah dalam
menjalankan usaha dengan kontrak dan kemampuannya untuk membayar tepat pada
waktunya
c. Melakukan analisa kredit dan evaluasi terhadap proposal yang diajukan
d. Menerbitkan offering letter manakala proposal telah disetujui dan diutarakan pula
didalamnya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nasabah dalam rangka
mendapatkan fasilitas pembiayaan7
3. Syarat-syarat permohonan pembiayaan
a. Nasabah harus memiliki status kelayakan hukum untuk melakukan kontrak
1) Berumur minimum 21 tahum dan maksimum 55 tahun
6Ibid., h. 164
2) Berakal sehat
3) Tidak dalam keadaan bangkrut
4) Dalam hal nasabah aadalah sebuah PT atau badan usaha maka badan usaha
tersebut haruslah seseuai dengan syariah baik secara status organisasi maupun
segenap aktivitasnya8
b. Kemampuan membayar
1) Dari segi usaha, kemampuan untuk melakukan pembayaran sangat tergantung
kepada faktor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan, harga jual, biaya
dan pengeluaran. Hal itu semua tergantung kepada kualitas produk dan layanan,
efektivitas tenaga kerja, harga dan tersedianya bahan baku serta kualitas
manajemen
2) Mengingat kemampuan membayar merupakan pendapatan dari hasil usaha
yang didapatkan oleh nasabah, bank harus sampai kepada suatu keyakinan bahwa
berdasarkan usaha tersebut nasabah dapat memenuhi kewajiban finansialnya
3) Integritas nasabah harus memuaskan dan dapat dibuktikan serta tidak terdapat
perbedaan dengan hasil bank checking BI serta pengalaman masa silam yang
bersangkutan
4) Nasabah yang bersangkutan haruslah pemegang rekening di bank syariah baik
giro, tabungan atau deposito minimal dalam waktu enam bulan terakhir. Jumlah
yang tersimpan hendaklah memadai sesuai dengan besaran pembiayaan yang
dinikmatinya. Untuk individu dan perusahaan yang mempunyai reputasi yang
baik dapat dikecualikan dari syarat ini9
E. Modal dan Penentuan Bagi Hasil
Dalam banyak literatur perbankan syari’ah dijelaskan bahwa rasio (nisbah) bagi hasil bank syari’ah dan nasabah ditentukan oleh prediksi laba mudarabah, tingkat bunga di pasar bank konvensional, karakteristik nasabah, marketable barang dagangan atau prospektifitas usaha dan juga jangka waktu yang digunakan. Dalam lembaga keuangan syari’ah lainnya, di samping unsur-unsur itu, terdapat pula unsur kekuatan bargaining nasabah. Ketika nisbah
sudah ditetapkan (disepakati) di awal kontrak, bank syari’ah menggunakan sistem flat dalam pembayaran angsuran nasabah. Artinya pembayaran angsuran diberlakukan secara tetap
sampai habis masa jatuh tempo. Sistem flat ini tentu saja ditetapkan bank syari’ah untuk
menjamin kebutuhan-kebutuhan mendasar lembaga seperti gaji karyawan, pemakaian
elektronik, telepon dan lain sebagainya. Disamping juga, pemberian bagi hasil kepada para
deposan (penabung).
Dengan itu nampak bahwa penetapan rasio bagi hasil pemberian bagi hasil nasabah
pada bank tidak melihat fluktuasi usaha. Penetapan sistem pembayaran dengan flat menunjukkan bahwa bank syari’ah selalu menganggap bahwa usaha nasabah itu selalu mendatangkan keuntungan. Walaupun kenyataannya bisa sebaliknya sama sekali. Sistem flat
ini, baik penetapan flat itu melalui bargaining ataupun langsung kebijakan dari bank, telah
menjadikan bank nampak kurang dapat ambil peduli dengan apa yang menimpa usaha
nasabah. Apakah nasabah mendapat keuntungan atau tidak, ia harus memberikan bagi hasil
kepada bank.10
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat sesuai dengan jenis pembiayaan mudarabah yang
dipilih. Ada dua jenis pembiayaan mudarabah, yaitu: mudarabah mutlaqah dan mudarabah
muqayyadah.
1. Nisbah bagi hasil pembiayaan mudarabah mutlaqah
Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa
memberikan batasan.11 Pembiayaan mudarabah mutlaqah adalah pembiayaan
yang memiliki dana tidak diminta syarat, kecuali syarat baku untuk berlakunya
kontrak mudarabah. Untuk ini, nisbah dibuat berdasarkan metode expected profit
rate (ERP). ERP diperoleh berdasarkan (1) tingkat keuntungan rata-rata pada
industri sejenis; (2) pertumbuhan ekonomi; (3) dihitung dari nilai required profit
rate (RPR) yang berlaku di bank yang bersangkutan
2. Nisbah bagi hasil pembiayaan mudarabah muqayyadah
Pada pembiayaan jenis ini, nasabah menuntut adanya nisbah yang sebanding
dengan situasi bisnis tertentu. Dengan kata lain, pada kontrak pembiayaan
mudarabah muqayyadah pemilik dana menambah syarat lain di luar syarat
kebiasaan mudarabah.12
Faktor langsung yang dapat mempengaruhi tingkat bagi hasil meliputi: Invesment
rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil13
1) Invesment rate merupakan presentase aktual dana yang diinvestasikan dari
total dana. Jika bank menentukan invesment rate sebesar 80%, hal ini berarti
20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari
berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut
dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode ini:
a) Rata-rata saldo minimum bulanan
b) Rata-rata total saldo harian
Invesment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk
diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan
3) Nisbah (profit sharing ratio)
c) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan
disetujui pada awal perjanjian
d) Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda
e) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank,
misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
f) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan account lainnya sesuai
dengan besarnya dana dan jatuh temponya
b. Faktor tidak langsung
1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
a) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit and sharing). Pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima kurangi biaya-biaya
b) Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing
2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang
diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya14
13 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), h. 123
14 Dr. Muhammad Syafii Antonio, M,Ec, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani
F. Manajemen
Tugas mudharib dalam menjalankan pembiayaan kontrak mudharabah meliputi
mengelola dan mengatur pembelanjaan, penyimpanan, pemasaran, maupun penjualan barang
dagang. Mudharib menjamin dalam mengelola barang tersebut sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati dalam pembiayaan mudharabah. Dia bertanggung jawab untuk
menanggung segala kerugian yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri yang menyimpang
dari prosedur ketentuan kontrak. Pihak bank tidak menanggung kerugian yang disebabkan
oleh kesalahan daari pihak mudharib tersebut. Mudharib harus menjaga barang tersebut
dengan segala resikonya dan juga harus menyimpannya secara cepat. Singkatnya, mudharib
harus tunduk terhadap segala persyaratan yang telah ditentukan dalam kontrak yang
berkaitan dengan pengelola usaha. Pelaksanaan tersebut umumnya diawasi oleh pihak
bank15
G. Masa Berlakunya Kontrak
Kontrak mudharabah umunya digunakan untuk tujuan perdagangan jangka pendek
yang dapat dengan mudah menentukan masa berlakunya kontrak dan ketentuan tersebut
yang umumnya berlaku pada bank-bank islam. Dengan mengetahui batas berakhirnya
kontrak, tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari pinjaman bank akan dapat dihitung
dan diketahui hasilnya, di samping itu juga penting bagi pihak bank untuk mengakhiri
pembiayaan mudharabah dan modal bank akan dikembalikan sesuai batas waktu yang
ditentukan dalam kontrak. Atas dasar tersebut, apabila terjadi perpanjangan masa berlakunya
kontrak yang berjalan diluar kesepakatan di awal kontrak, maka segala resiko yang terjadi
dalam kontrak akan menjadi tanggung jawab pihak bank, oleh karenanya pihak bank tidak
diperbolehkan merubah tingkat ratio keuntungan yang disepakati sesuai dengan kontrak.
Sebab tingkat ratio keuntungan berlaku tetap di seluruh masa kontrak mudharabah,
sedangkan perpanjangan terhadap masa berlakunya kontrak berarti akan mengikis
pengembalian modal yang dipinjamkan.16
15Abdullah saeed, Bank Islam dan Bunga, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2008), h. 101
H. Garansi17
UU mengartikan istilah perbankan mengartikan istilah agunan dan jaminan dalam
arti yang berbeda. Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan menentukan agunan adalah
jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur dalam rangka pemberian fasilitas kreedit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah18
Bank syari’ah menetapkan garansi (jaminan) sebagai upaya meyakinkan bahwa
modal dan bagi hasil yang akan diperolehnya kembali sesuai waktu yang disepakati pada
saat awal kontrak.34 Pemberlakuan jaminan ini merata hampir seluruh perbankan syari’ah. Perbankan syari’ah menyatakan bahwa jaminan ditetapkan tidak untuk menjamin pulangnya modal tetapi untuk menyakinkan konsistensi nasabah dalam menepati term-term dalam
kontrak agar nasabah serius, tidak main-main.19 Terkait dengan ini, di Indonesia, jaminan
menjadi keharusan bagi semua institusi perbankan baik yang konvensional ataupun syari’ah.
Dalam kaitannya dengan jaminan ini semua lembaga perbankan mengikuti aturan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam aturan itu disebutkan bahwa besarnya jaminan
adalah 125% dari modal yang dipinjamkan.
“Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak ataupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada ataupun yang baru ada di kemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatannya perseorangan.”20
Dengan adanya jaminan, nasabah yang tak sanggup melakukan pembayaran angsuran dan mengembalikan modal, dia harus siap dieksekusi dengan cara “mengikhlaskan” jaminan tersebut sebagai ganti dari modal dan keuntungan bank.21
17Mas’adi,Fiqh Muamalah Kontekstual, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 63
18 Abd. Shomad, Huku Isla Pa ora a Pri sip Syari’ah Dala Huku Isla , (Jakarta: Kencana,
2012), h. 186
19Dr. Muhammad Syafii Antonio, M,Ec, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h. 105
20 Undang Undang Hukum Perdata Nomor 1131 tentang Piutang dengan Hak Mendahulukan
21H. “i ajuddi hasa , Me posisika Muda a ah dala Ko teks Bis is Mode , Jurnal asy-syir’ah,
Bank Syariah sebagai Shahibul Maal
Keterangan:
1. Pak Firman Mengajukan pembiayaan dengan akad Mudarabah ke sebuah bank
syariah sebesar Rp. 120.000.000
2. Bank syariah memberikan modal seluruhnya untuk kegiatan bisnis konveksi
3. Tenaga untuk menjalankan modal seluruhnya dari pihak pak Firman
4. Pak Firman mengembalikan modal kepada bank dengan cara mengangsur selama 24
bulan
5. Keuntungan dibagi bersama antara pihak bank dengan pihak pak Firman dengan
proporsi 50% : 50%
6. Diketahui keuntungan bersih pak firman pada bulan pertama yaitu Rp. 6.000.000
Rincian:
- Modal : Rp. 120.000.000
- Angsuran pengembalian modal : 24 bulan
- Nisbah : 50% : 50%
- Pendapatan bersih bulan pertama : Rp. 6.000.000
Penghitungan:
- Modal yang dikembalikan setiap bulan
Modal : Angsuran pengembalian modal
Rp. 120.000.000 : 24 bulan = Rp. 5.000.000/bln
- Pendapatan bersih bulan pertama Rp. 6.000.000
50% : 50%
Rp. 3.000.000 : Rp. 3.000.000 = Rp. 3.000.000 +
Rp. 8.000.000
Jadi, biaya pengembalian modal dan pembagian keuntungan Pak Firman dengan
LKS pada angsuran bulan pertama sebesar Rp. 8.000.000. pembagian keuntungan tidak
bersifat mutlak karna pendapatan Pak Firman disetiap bulan bisa saja berubah sesuai dengan
pendapatan Pak Firman dari usaha koveksi yang dijalani.
Bank Syariah sebagai Mudharib
Modal Keahlian
Wahyu Shahibul Mall
Bank Syariah Mudharib
Proyeksi / Usaha
Bagi Keuntungan
Nisbah50%
Keterangan:
1. Pak Wahyu Menyalurkan uang dengan akad Mudarabah ke sebuah bank syariah
sebesar Rp. 60.0000
2. Bank syariah menerima modal seluruhnya untuk kegiatan bisnis
3. Keuntungan dibagi bersama antara Pak Wahyu dengan pihak Bank Syariah dengan
proporsi 50% : 50% dari Laba Bank Syariah yang didapat dari penyaluran dana oleh
Pak Wahyu
4. Keuntungan yang didapat Bank Syariah dari Modal sebesar Rp. 5.000.000
Penghitungan
- Pendapatan Bank Rp. 5.000.000
50% : 50% = Rp. 2.500.000
Jadi, keuntungan yang didapat pak Wahyu (shahibul maal) sebesar Rp. 2.500.000
Daftar Pustaka
Abd. Shomad, Hukum Islam Panorama Prinsip Syari’ah Dalam Hukum Islam, Jakarta: Kencana, 2012.
Abdullah saeed, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2008. Ascaraya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
http://hamonangan.unsri.ac.id diunduh pada tanggal 05 Maret 2017.
Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, Jakarta ; Rajawali Pers,2016. Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011.
Mas’adi,Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005.
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Nur Syamsudin Buchori, Koperasi Syariah Teori & Praktek, Banten: PAM Press, 2012.
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka setia, 2001.