• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor Tpt Indonesia Ke Kawasan Asia Pasifik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor Tpt Indonesia Ke Kawasan Asia Pasifik"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP

EKSPOR TPT INDONESIA KE KAWASAN ASIA PASIFIK

EMMA DWI SURYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Emma Dwi Suryanti

NIM. H151137134

(4)

EMMA DWI SURYANTI. Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI dan WIWIEK RINDAYATI.

Ekspor sangat penting bagi pembangunan ekonomi. Penelitian Wilson et al.

(2005) dan Rahman et al. (2013) menunjukkan bahwa fasilitasi perdagangan merupakan salah satu kebijakan yang terbukti mampu meningkatkan perdagangan. Dalam rangka peningkatan ekspor, perlu ditinjau produk yang memiliki daya saing bagus serta pasar yang potensial. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan subsektor industri yang penting bagi Indonesia. Ekspor TPT pada tahun 2015 menduduki posisi ketiga diantara sub sektor industri lainnya, selain itu mampu menyerap tenaga kerja paling tinggi pada tahun 2013. APEC merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Share total ekspor Indonesia ke APEC rata-rata sekitar 70 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia pada tahun 2004 - 2015. Disamping itu, jumlah penduduk APEC mencapai 38.78 persen dari populasi penduduk dunia pada tahun 2015. Untuk itu penelitian ini bermaksud mengidentifikasi daya saing TPT Indonesia di pasar Asia Pasifik serta mengetahui pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap peningkatan ekspor TPT Indonesia.

Analisis daya saing dilakukan pada produk dengan kode HS 54 (Filamen Buatan), HS 55 (SErat Stafel Buatan), HS 61 (Barang-barang Rajutan) dan HS 62 (Pakaian Jadi Bukan Rajutan). TPT yang dianalisis memiliki daya saing bagus yang ditunjukkan dengan nilai RCA lebih dari satu. Barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan memiliki daya saing lebih bagus dibanding filament buatan dan serat stafel buatan. Hasil ini didukung oleh hasil analisis daya saing dengan metode EPD, dimana kedua produk tersebut berada pada posisi pasar

falling star yang berarti mengalami peningkatan pada share ekspornya.

Perdagangan barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan mempunyai tingkat integrasi lemah dengan nilai ekspor yang lebih besar dibanding impor. Hal ini berarti kedua produk tersebut memiliki keunggulan di pasar Asia Pasifik.

Hasil analisis data panel menunjukkan bahwa Port Efficiency dan

Regulatory Environment mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ekspor

barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan. GDP negara APEC, jarak ekonomi dan tariff juga bepengaruh signifikan pada kedua produk tersebut. GDP Indonesia mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor barang-barang rajutan, sedangkan nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap ekspor pakaian jadi bukan rajutan.

Produk TPT yang berdaya saing bagus di pasar Asia Pasifik adalah barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan. Fasilitasi perdagangan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor TPT adalah Port Efficiency dan

Regulatory Environment sehingga ekspor barang-barang rajutan dan pakaian jadi

bukan rajutan bisa mempertimbangkan negara tujuan yang mempunyai Port

Efficiency yang baik dan Regulatory Environment yang lunak.

(5)

SUMMARY

EMMA DWI SURYANTI. Effect of Trade Facilitation on Indonesian TPT Export to Asia Pasific Countries. Supervised by IDQAN FAHMI and WIWIEK RINDAYATI.

Exports are very important for the economic development. Studies from Wilson et al. (2005) and Rahman et al. (2013) showed that trade facilitation is a policy that can lead trade increasing. Information about competitive product and potential market are needed in order to increase export. Textile and Textile Product (TPT) is important sub-sector for Indonesia because its export occupied the third position among other industrial sub-sector in 2015. TPT also absorbs highest labor force in 2013. APEC is a potential market for Indonesia. Indonesian total export to the APEC is about 70 percent of Indonesian total export to the world in 2004 - 2015. APEC's total population reached 38.78 percent of the world population in 2015. This study aims to identify the competitiveness of Indonesian TPT exported to the Asia Pacific region and then wants to analyze effect of trade facilitation in APEC member countries on Indonesian TPT.

Competitiveness analysis performed on products with HS code 54 (Man-made filaments), 55 (Man-(Man-made staple fibres), 61 (Articles of apparel and clothing accessories, knitted or crocheted) and 62 (Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted). Indonesian TPT have good competitiveness with RCA value more than one. Articles of apparel and clothing accessories, knitted or crocheted and Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted have better competitiveness than made filaments and Man-made staple fibres. These results are supported by the results of the competitiveness analysis used EPD method, which that two products currently on falling stars market position which means that their share of exports is increase. Integration of the two products is weak with exports greater than imports. This means that both products have good advantage in the Asia Pacific market.

The results of panel data analysis showed that Port Efficiency and Environment Regulatory has a significant effect on exports of Articles of apparel and clothing accessories, knitted or crocheted and Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted. GDP of APEC member countries, economic distance and tariff also have significant effect on both products. GDP Indonesia has a significant effect on exports of Articles of apparel and clothing accessories, knitted or crocheted, while the real exchange rate have significant effect on export of Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted.

Indonesian textile products that have good competitiveness in Asia Pacific market are Articles of apparel and clothing accessories, knitted or crocheted and Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted. Trade facilitation that have significant effect on Indonesian textile export is Port Efficiency and Regulatory Environment, therefore exports of both products may consider a countries that have a good Port Efficiency and weak Regulatory Environment.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

PENGARUH FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP

EKSPOR TPT INDONESIA KE KAWASAN ASIA PASIFIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik

Nama : Emma Dwi Suryanti NIM : H151137134

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Idqan Fahmi, MEc Ketua

Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian dengan tema perdagangan internasional yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini berjudul “Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia Ke Kawasan Asia Pasifik”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan secara khusus kepada Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr dan Dr. Toni Irawan SE, M.App.Ec atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, SP. M.Si beserta para pengelola Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi serta seluruh dosen yang telah berbagi ilmu kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan, dan doa kepada penulis serta rekan-rekan kuliah baik kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB batch 1 dan 2 maupun kelas regular yang telah membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2017

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Tinjauan Teoritis 7

Tinjauan Empiris 13

Kerangka Pemikiran 15

Hipotesis 16

3 METODE PENELITIAN 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Analisis 18

4 GAMBARAN UMUM 25

Gambaran Umum APEC 25

Gambaran Umum Perekonomian APEC 26

Fasilitasi Perdagangan negara-negara APEC 27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Analisis Daya Saing dan Tingkat Integrasi TPT Indonesia 31 Pengaruh Fasilitasi Perdagangan dan Faktor Lain Terhadap Ekspor TPT

Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik 34

6 SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(13)

DAFTAR TABEL

1 Total populasi negara anggota APEC 2

2 Jenis dan sumber data 18

3 TPT yang dianalisis 19

4 Matrix of market positioning 20

5 Klasifikasi dan nilai IIT 21

6 Anggota APEC dan tanggal bergabung 25

7 Hasil analisis daya saing dengan metode EPD 32 8 Perkembangan nilai IIT TPT yang dianalisis periode 2009-2015 33 9 Pengaruh fasilitasi perdagangan dan faktor ekonomi lainnya terhadap

ekspor TPT Indonesia 34

DAFTAR GAMBAR

1 Share total ekspor Indonesia ke APEC terhadap dunia 2

2 Sepuluh kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar tahun

2015 3

3 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri di Indonesia tahun 2013 4

4 Kurva perdagangan internasional 8

5 Kerangka pemikiran 16

6 Perkembangan GDP kawasan Asia Pasifik 2004-2015 26 7 Pertumbuhan transaksi perdagangan kawasan Asia Pasifik dan dunia

periode 2004-2015 27

8 Rata-rata indeks customs environment negara anggota APEC tahun

2009-2015 28

9 Rata- rata indeks e-business negara anggota APEC tahun 2009-2015 28 10 Rata-rata Indeks port efficiency negara anggota APEC tahun

2009-2015 29

11 Rata-rata indeks regulatory environment negara anggota APEC tahun

2009-2015 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Indeks Customs Environment Negara APEC 2009-2015 42

2 Indeks E-Business Negara APEC 2009-2015 43

3 Indeks Port Efficiency Negara APEC 2009-2015 44 4 Indeks Regulatory Environment Negara Anggota APEC 2009-2015 45

5 Nilai RCA Komoditi Tekstil 2009-2015 46

6 Nilai IIT TPT Indonesia tahun 2009-2015 47

7 Nilai Ekspor Filamen Buatan Indonesia 2009-2015 48 8 Nilai Ekspor Serat Stafel Buatan Indonesia 2009-2015 49 9 Nilai Ekspor Barang-barang Rajutan Indonesia 2009-2015 50 10 Nilai Ekspor Pakaian Jadi Bukan Rajutan Indonesia 2009-2015 51

11 Hasil Analisis Data Panel untuk HS 61 52

(15)
(16)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan ekspor sangat penting bagi pembangunan ekonomi sebuah negara. Share ekspor terhadap GDP Indonesia selama lima tahun terakhir cukup besar, yaitu sebesar 21 sampai dengan 26 persen (WDI 2016). Peningkatan ekspor sangat ditunjang oleh peningkatan daya saing ekonomi, terlebih pada era liberalisasi perdagangan. Salah satu mekanisme kebijakan perdagangan internasional yang beberapa tahun belakangan banyak dilakukan negara-negara di dunia dalam menghadapi kebijakan pasar bebas adalah melalui pengukuran Trade

Facilitation (fasilitasi perdagangan). Selama dekade terakhir, fasilitasi

perdagangan telah muncul dan menjadi populer dalam agenda politik internasional sebagai faktor kunci efisiensi perdagangan internasional dan pembangunan ekonomi sebuah negara. Hal ini disebabkan dampaknya pada daya saing dan integrasi pasar. Sebagai puncaknya ditandai dengan adanya Perjanjian Fasilitasi Perdagangan di WTO serta program bantuan teknis internasional untuk negara berkembang (UNECE 2016).

Secara umum, fasilitasi perdagangan bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan. Kebijakan fasilitasi perdagangan lebih menitikberatkan kepada kemudahan dalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam melakukan penyeragaman sistem pada kode barang (harmonized system), kesepakatan dalam aturan asal barang (rule of origin), national single windows, modernisasi infrastruktur dan administrasi kepabeanan. Beberapa penelitian mengungkapkan peran penting peningkatan fasilitasi perdagangan terhadap arus perdagangan, antara lain penelitian Wilson et al. (2005) menunjukkan bahwa peningkatan fasilitasi perdagangan pada sampel sebanyak tujuh puluh lima negara dapat meningkatkan perdagangan sebesar 10 persen atau sebesar US$ 377 milyar. Rahman et al. (2013) menyimpulkan bahwa perdagangan di Asia Selatan dipengaruhi oleh time delays in trade, the quality of port infrastructure, customs efficiency and cost of trade.

(17)

dikenal dengan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Selama ini APEC telah memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia.

Sumber : ITC Trade Map (2016)

Gambar 1 Share total ekspor Indonesia ke APEC terhadap dunia

Gambar 1 menunjukkan share total ekspor Indonesia ke APEC pada tahun 2004 - 2014 rata-rata di atas 70 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia. Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2015 menjadi 69 persen, akan tetapi

share ekspor masih sekitar 70 persen. Hal ini menunjukkan pentingnya kerjasama

APEC bagi kelangsungan ekspor Indonesia.

Tabel 1 Total populasi negara anggota APEC

Negara Total Populasi Negara Anggota APEC (Juta)

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sh

(18)

Jumlah penduduk kawasan Asia Pasifik mencapai 38.78 persen dari populasi penduduk dunia pada tahun 2015. Hal tersebut menjadikan APEC sebagai pasar potensial bagi produk ekspor Indonesia. Tabel 1 menunjukkan total populasi negara-negara APEC. Populasi terbanyak dimiliki oleh China, yaitu mencapai 1.37 milyar jiwa pada tahun 2015 atau setara dengan 48 persen dari populasi kawasan Asia Pasifik. Amerika Serikat menempati posisi kedua negara di kawasan Asia Pasifik dengan populasi terbanyak, yaitu mencapai 321 juta jiwa. Sementara itu, pada periode yang sama Indonesia menempati posisi ketiga dengan 257 juta jiwa. Pada sisi permintaan, pertumbuhan populasi akan dapat mendorong peningkatan konsumsi baik terhadap komoditi dalam negeri maupun luar negeri. Tingginya populasi negara tujuan ekspor diharapkan berimplikasi pada peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia, perlu dilihat sektor-sektor yang mempunyai peran strategis. Sektor itulah yang perlu mendapat perhatian dan dukungan untuk dikembangkan agar ekspor Indonesia semakin meningkat. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan peran ekspor sektor industri terhadap total ekspor Indonesia selama 2012-2015 adalah diatas 60 persen. Pada tahun 2015 peran sektor industri mencapai 66.18 persen dari total ekspor non migas Indonesia. Sektor industri terbagi menjadi beberapa sub sektor.

Sumber : Kementrian Perindustrian, 2016

Gambar 2 Sepuluh kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar tahun 2015

Gambar 2 menunjukkan sepuluh subsektor industri yang memiliki nilai ekspor terbesar pada tahun 2015. Dengan kata lain sepuluh sub sektor inilah yang menjadi andalan dalam ekspor sektor industri. Salah satu sub sektor hasil industri yang memiliki nilai ekspor signifikan adalah tekstil. Menurut data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2015 tekstil menduduki posisi ketiga sebagai sub sektor industri yang memiliki nilai ekspor terbesar. Nilai ekspor tekstil pada tahun 2015 mencapai US$ 12.26 milyar atau sebesar 11.50 persen dari total ekspor hasil industri.

(19)

Sumber : BPS Statistik Industri Besar dan Sedang, 2016 (diolah)

Gambar 3 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri di Indonesia tahun 2013 Gambar 3 menunjukkan bahwa tekstil dan pakaian jadi menyerap tenaga kerja paling banyak diantara sub sektor industri yang lain pada tahun 2013 yaitu sebesar 900.677 tenaga kerja. Hal ini berarti bahwa peningkatan ekspor pada sub sektor tekstil akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Perumusan Masalah

Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Daya saing komoditi ekspor merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat ekspor. Untuk itu identifikasi daya saing TPT sangat penting sebagai upaya peningkatan ekspor. Penelitan Sa’idy (2013) menganalisis daya saing TPT Indonesia ke Amerika Serikat sebelum dan sesudah dihapuskannya kuota (2000-2012) menghasilkan kesimpulan bahwa selama periode 2000-2012 TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat memiliki daya saing yang cukup bagus. Hal ini ditunjukkan oleh nilai RCA yang lebih besar dari satu. Pada tahun 2000 hingga 2005 atau sebelum dihapuskannya kuota nilai RCA memiliki kecenderungan naik. Paska dihapuskannya kuota, daya saing TPT masih bagus yang terbukti dengan masih meningkatnya nilai RCA dari 4.24 pada tahun 2005 menjadi sebesar 4.97 pada tahun 2006. Akan tetapi untuk periode 2006 hingga 2012, nilai RCA TPT Indonesia cenderung turun, meskipun masih diatas satu. Hal ini berarti bahwa setelah tahun 2006 daya saing TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat cenderung turun. Daya saing sangat erat kaitannya dengan tingkat ekspor. Penurunan daya saing dapat menyebabkan penurunan ekspor. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap daya saing TPT 4. Tekstil dan Pakaian Jadi

5. Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

6. Kayu, Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Anyaman dari Bambu, Rotan dsj

7. Kertas dan Barang dari Kertas

8. Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman 9. Produk dari Batu Bara dan Pengilangan Minyak Bumi 10.Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia 11.Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional 12.Karet, Barang dari Karet dan Plastik

13.Barang Galian Bukan Logam 14.Logam Dasar

15.Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya 16.Komputer, Barang Elektronik dan Optik 17.Peralatan Listrik

18.Mesin dan Perlengkapan ytdl

19.Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer 20.Alat Angkutan Lainnya

21.Furnitur

22.Pengolahan Lainnya

23.Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan

(20)

Indonesia di negara APEC, dimana daya saing tidak hanya dianalisis menggunakan metode RCA akan tetapi juga menggunakan metode EPD sehingga selain diketahui daya saing pada tahun tertentu juga dapat dilihat kedinamisan komoditi tersebut yang ditunjukkan dengan posisi pasar. Analisis perdagangan intra industri dilakukan untuk melihat tingkat keterkaitan atau integrasi perdagangan Indonesia dan negara APEC untuk TPT. Keterkaitan perdagangan akan semakin menambah ketergantungan perdagangan produk sehingga memperbesar peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor TPT ke kawasan tersebut.

Beberapa tahun belakangan ini, fasilitasi perdagangan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional. Dalam konferensi Menteri Perdagangan di

Doha tahun 1998 dihasilkan kesepakatan yaitu: “WTO akan meningkatkan aspek

yang relevan dan mengidentifikasi kebutuhan fasilitasi perdagangan yang diprioritaskan kepada anggotanya, khususnya negara-negara berkembang dan negara maju. Perez dan Wilson (2012) menyimpulkan bahwa pengembangan kualitas fasilitasi perdagangan akan membawa keuntungan yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekspor di negara berkembang. Penelitian Wilson et al. (2003) menyimpulkan bahwa peningkatan fasilitasi perdagangan dapat meningkatkan perdagangan intra-APEC sebesar $254 milyar atau sebesar 21 persen dalam kurun waktu 1989-2000. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, penelitian ini mencoba melihat pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik sebagai upaya untuk meningkatkan ekspor tekstil Indonesia.

Berdasarkan uraian sebelumnya, perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana daya saing dan derajat integrasi TPT Indonesia di Kawasan Asia Pasifik?

2. Bagaimana pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisa daya saing dan derajat integrasi TPT Indonesia di Kawasan Asia Pasifik.

2. Menganalisa pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sumber informasi ilmiah dan dapat menjadi referensi bagi pemerintah dalam perumusan kebijakan, khususnya terkait ekspor TPT.

2. Referensi pemilihan produk ekspor ke Kawasan Asia Pasifik bagi pelaku usaha khususnya industri tekstil.

(21)

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.

Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute

comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo

pada tahun 1817 dengan model keunggulan komparatif (The Theory of

Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang

menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo, perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage).

Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advantage (labor

productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari

perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost

comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor

(23)

selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher - Ohlin (H-O) dengan The Theory of

Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun

tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods).

Krugman dan Obstfeld (2003) menjelaskan bahwa perdagangan antar negara terjadi karena dua alasan: (1) karena negara-negara tersebut berbeda satu sama lain. Perdagangan internasional memberikan keuntungan kepada setiap negara jika mereka memperdagangkan produk yang berbeda, dan (2) negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi. Jika suatu negara menghasilkan produk dengan ragam yang terbatas, maka negara itu dapat memproduksi dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian akan lebih efisien dibanding negara itu memproduksi semua produk. Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain.

Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 4 Kurva perdagangan internasional

Gambar 4 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dimana akan

(24)

menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

Fasilitasi perdagangan sebagai bagian dari kebijakan perdagangan internasional yang bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan akan berimplikasi kepada meningkatnya kemakmuran suatu negara. Di negara eksportir (negara A), fasilitasi perdagangan akan menyebabkan supply suatu negara semakin meningkat (SA2) dari sebelumnya (SA) dengan harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan arus barang ekspor yang semakin baik. Di lain pihak di negara importir, penentuan kebijakan fasilitasi perdagangan yang tepat akan menyebabkan membaiknya arus barang impor sehingga membuat demand

suatu negara akan meningkat (DB2) dengan harga yang relatif tetap atau dapat lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan supply di negara pengekspor dan

demand di negara pengimpor akan membentuk kurva ES dan ED yang baru yaitu

dan dengan harga yang terjadi di pasar internasional relatif sama dengan harga sebelumnya bahkan bisa lebih rendah. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z lebih besar dari sebelumnya yaitu sebesar sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z yang juga lebih besar yakni sebesar , dimana di pasar internasional sebesar sama dengan yaitu Q**. Peningkatan arus barang dalam perdagangan menunjukkan peningkatan kemakmuran baik dari negara pengekspor maupun dari negara pengimpor yang saling berdagang.

Besarnya dampak akibat peningkatan kurva supply di negara pengekspor (negara A) dan peningkatan kurva demand di negara pengimpor (negara B) akibat peningkatan fasilitasi perdagangan tergantung dari elastisitas kurva supply dan

demand di masing-masing negara. Peningkatan fasilitasi perdagangan terhadap

kurva supply yang lebih elastis di negara pengekspor akan meningkatkan ekspor yang lebih besar. Sementara peningkatan fasilitasi perdagangan terhadap kurva

demand yang lebih elastis di negara pengimpor akan meningkatkan impor yang lebih besar.

Fasilitasi Perdagangan

(25)

definisi modern dari fasilitasi perdagangan memerlukan cakupan konsep teknologi yang baik.

Fasilitasi perdagangan bertujuan untuk meminimalkan biaya transaksi dan kompleksitas perdagangan internasional, dengan tetap menjaga tingkat efisiensi dan efektifitas dalam kontrol pemerintah. Penelitian Wilson et al. (2003), menunjukkan bahwa keuntungan dari penyederhanaan prosedur perdagangan dapat melebihi keuntungan dari liberalisasi perdagangan (misalnya, pengurangan tarif). Terkadang istilah fasilitasi perdagangan sering digunakan lebih harfiah dan diperluas artinya menjadi perbaikan infrastruktur transportasi (fasilitasi transportasi), penghapusan korupsi pemerintah, pengurangan tarif kepabeanan, resolusi hambatan non-tarif dalam perdagangan, pemasaran ekspor dan promosi ekspor. Jadi secara umum semua definisi dari fasilitasi perdagangan adalah keinginan untuk memperbaiki lingkungan perdagangan dan mengurangi atau menghilangkan biaya transaksi antara bisnis dan pemerintah (Grainger 2007).

Dalam publikasi United Nations tahun 2002 yang berjudul “Trade

Facilitation Handbook For the Greater Mekong Subregion” fasilitasi perdagangan didefinisikan lebih komprehesif yaitu "pipa perdagangan internasional" dan berfokus pada implementasi yang efisien dari aturan perdagangan dan regulasi. Dalam arti sempit, fasilitasi perdagangan dapat didefinisikan sebagai rasionalisasi sistematis prosedur dan dokumentasi untuk perdagangan internasional. Dalam arti yang lebih luas, mencakup semua langkah-langkah regulasi yang mempengaruhi aliran impor dan ekspor, termasuk, namun tidak terbatas pada:

a. Pengawasan bea cukai dalam melakukan langkah-langkah untuk memperoleh kepatuhan hukum bea cukai dan regulasi.

b. Peraturan teknis untuk memastikan bahwa barang memenuhi standar wajib ditetapkan dalam hukum dan peraturan nasional.

c. Inspeksi hewan dan produk hewan dan inspeksi fitosanitasi tanaman dan produk tanaman untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit dan melindungi hewan dan kehidupan manusia.

d. Pemeriksaan kualitas kontrol lainnya untuk memastikan bahwa barang tersebut sesuai dengan standar minimum internasional dan standar nasional.

Sistem komunikasi elektronik dan internet dapat memberikan kontribusi secara signifikan pada rasionalisasi prosedur dan dokumentasi, fasilitasi perdagangan dan juga menjadi semakin terkait dengan isu pengembangan e-commerce. Fasilitasi perdagangan juga dipahami sebagai strategi pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi suatu negara.

Faktor-faktor penunjang arus perdagangan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan menurut Wilson et al. (2005), yaitu:

1. Port Efficiency

(26)

2. Customs Environment

Customs Environment atau efisiensi prosedur kepabeanan merupakan

gambaran dari kinerja kepabeanan setiap negara. Dalam penelitian Wilson et al. (2005) customs environment yang baik memberikan dampak yang baik terhadap arus perdagangan di berbagai kawasan ekonomi.

3. Regulatory Environment

Regulatory Environment adalah hukum dan peraturan yang telah dirancang

dan dikembangkan untuk mengukur pendekatan ekonomi serta melakukan kontrol atas praktek bisnis. Kualitas regulatory environment yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap arus perdagangan, karena adanya indikasi peraturan-peraturan yang menjadi hambatan alternatif dalam perdagangan. 4. E-Business

Electronic Business didefinisikan sebagai aktivitas yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pertukaran barang dan/atau jasa dengan memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan transaksi. Model Gravity

Model gravity telah banyak digunakan dalam berbagai literatur penelitian mengenai arus perdagangan negara-negara di dunia untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada GDP dan jarak geografi antar negara. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Tinbergen pada tahun 1963 yang terinspirasi oleh hukum Newton, dimana interaksi antara dua obyek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Hukum Newton dinyatakan dengan persamaan berikut:

(1)

Keterangan:

Fij = Gaya tarik gravitasi

Mi, Mj = Massa benda i dan j

Dij = Jarak antara dua benda

G = Konstanta gravitasi

Dalam perdagangan bilateral, Fij adalah ekspor yang dipengaruhi langsung secara proporsional oleh ukuran ekonomi masing-masing negara eksportir dan importer (Mi dan Mj ) yaitu GDP serta berhubungan terbalik dengan jarak diantara kedua negara tersebut (Dij). Dengan kata lain, model gravitasi menduga bahwa pasangan negara yang ekonominya besar akan melakukan perdagangan yang besar pula, tetapi Negara yang berjauhan secara jarak akan kurang dalam aktivitas perdagangannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya biaya transportasi (Shepherd 2012).

Faktor-faktor Penunjang Ekspor 1. GDP

Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas

(27)

suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya dengan teknologi terbaik yang dimilikinya. Jika diasumsikan negara memproduksi komoditi ekspor X. Apabila terjadi kenaikan GDP, maka suatu negara akan menambah kapasitas negara untuk memproduksi komoditi X untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan GDP yang terjadi menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Adanya peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara akan mengekspor komoditi X menjadi lebih banyak dari sebelumnya.

2. Tarif

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (expor tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran. Tarif spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor). Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya (Salvatore 1997). Penerapan kebijakan tarif impor di negara importir menyebabkan tingkat harga menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga dunia. Kondisi ini menyebabkan jumlah barang ekspor dari Indonesia ke kawasan ini menjadi lebih kecil.

3. Jarak Antar Negara

Jarak merupakan proxy untuk biaya transportasi. Jarak antara kedua negara perdagangan sering diukur dengan menggunakan rumus lingkaran besar, yang memperhitungkan bujur dan lintang dari modal atau "pusat ekonomi" dari masing-masing negara. Jarak yang lebih besar tidak hanya menunjukkan biaya transportasi yang lebih besar, tetapi juga berkorelasi dengan besarnya perbedaan budaya, yang dapat menghambat transfer informasi dan pembentukan kepercayaan. Oleh karena itu, diharapkan tanda negatif dalam persamaan gravitasi untuk variabel jarak (Gul dan Yasin 2011). Sejalan dengan hal tersebut, Disdier & Head (2008) melakukan kajian terhadap 1476 efek jarak dengan data yang berasal dari 103 paper, dimana hasilnya menunjukkan bahwa perdagangan internasional akan menurun dengan adanya faktor jarak.

(28)

permintaan barang ekspor. Jarak ekonomi dirumuskan sebagai jarak geografi antara ibukota Indonesia dengan ibukota negara APEC (km) dikali dengan

share GDP nominal masing-masing negara APEC terhadap total GDP nominal

negara APEC.

4. Nilai Tukar Riil (Kurs Riil)

Ketika melakukan perdagangan dengan negara lain, maka dibutuhkan mata uang yang disepakati sebagai alat tukar agar transaksi dapat berjalan lancar. Penggunaan nilai tukar dalam model gravity pertama kali dilakukan oleh Bergstrand (Setyawati 2015). Seiring dengan perkembangan penelitian, nilai tukar riil mulai banyak digunakan pada analisis aliran perdagangan dengan model gravity, sebagai salah satu variabel untuk melihat term of trade.

Perbandingan antara harga mata uang domestik terhadap harga mata uang luar negeri disebut nilai tukar nominal (kurs nominal). Besarnya nilai tukar berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung kekuatan permintaan dan penawaran mata uang di pasar valuta asing. Oleh karena itu, untuk mencerminkan daya beli, nilai tukar yang digunakan adalah dalam bentuk riil. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain sehingga terkadang disebut terms of trade (Mankiw 2007). Dampak perlemahan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing (depresiasi nilai tukar) terhadap permintaan ekspor akan meningkatkan volume ekspor negara eksportir.

Tinjauan Empiris

Beberapa penelitian mengungkapkan peranan penting fasilitasi perdagangan terhadap peningkatan ekspor. Penelitian Wilson et al. (2003) berjudul Trade Facilitation and Economic Development: Measuring the Impact

yang menganalisis hubungan antara fasilitasi perdagangan, trade flows dan GDP per kapita di Kawasan Asia Pasifik untuk sektor manufaktur dengan menggunakan model gravity menyimpulkan bahwa peningkatan port efficiency memiliki pengaruh positif dan sangat besar terhadap perdagangan, regulatory menghambat perdagangan, pengembangan customs dan peningkatan penggunaan e-business

secara signifikan meningkatkan perdagangan tetapi pengaruhnya masih lebih kecil dibandingkan efek port efficiency. Peningkatan fasilitasi perdagangan juga meningkatkan perdagangan intra-APEC sebesar 21 persen dan GDP per kapita sebesar 4.3 persen selama kurun waktu 1989-2000.

Wilson et al. (2005) dalam penelitian berjudul Assessing the Potential

Benefit of Trade Facilitation: A Global Perspective mengukur dan menduga

hubungan antara fasilitasi perdagangan (port efficiency, customs environment, regulatory environment, dan service sector infrastructure terhadap trade flows

(29)

keuntungan lebih besar melalui peningkatan ekspor ke pasar OECD dibanding impor.

Penelitian Suphian (2012) berjudul The Impact of Trade Facilitation on

Economic Development: A Case of East African Community (EAC) menganalisis

dampak fasilitasi perdagangan terhadap pembangunan ekonomi terutama customs

environment terhadap perdagangan negara-negara East African Community (EAC)

tahun 1995-2010 menggunakan model gravity. Metode yang digunakan adalah OLS. Hasil yang diperoleh adalah bahwa customs environment negara importer memiliki dampak yang positif dan signifikan terhadap perdagangan EAC. Sementara dampak customs environment negara eksportir tidak signifikan dan negatif.

Penelitian Perez dan Wilson (2012) berjudul Export Performance and Trade Facilitation Reform: Hard and Soft Infrastructure menduga dampak dari

soft” dan “hard” infrastruktur sebagai fasilitasi perdagangan terhadap ekspor negara-negara berkembang dengan menggunakan model gravity. Penelitian ini mengambil sampel 100 negara dalam periode 2004-2007. Hasil yang diperoleh bahwa perbaikan fasilitasi perdagangan dapat meningkatkan ekspor negara-negara berkembang. Selain itu hubungan antara tingkat ekspor dan fasilitas perdagangan sangat komplek. Peningkatan ekspor bukan hanya karena perbaikan fasilitasi perdagangan negara itu sendiri dan negara mitra, akan tetapi juga karena multi-dimensionalitas fasilitasi perdagangan.

Zahidi (2012) dalam penelitiannya berjudul “Dampak Trade Facilitation

terhadap Arus Perdagangan di Kawasan ASEAN+3” menganalisis dampak trade

facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara ASEAN+3 pada

sektor pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur. Kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa pada sektor pertanian barang mentah trade facilitation

melalui variabel efisien prosedur kepabeanan, memberikan dampak baik terhadap impor di kawasan ASEAN+3. Sedangkan pada sektor manufaktur, biaya administrasi impor yang besar berdampak buruk terhadap tingkat impor, sebaliknya efisiensi prosedur kepabeanan memberikan dampak yang positif.

(30)

Terdapat beberapa penelitian mengenai analisis daya saing dan perdagangan intra industri komoditi unggulan ekspor Indonesia, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Jalil (2012) dan Rinaldi (2014). Jalil (2012) dalam

penelitiannya yang berjudul “Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke

Uni Eropa” mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya, serta mengetahui aliran perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), serta regresi panel dengan model gravity menggunakan software e-Views 6.0. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat integrasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa termasuk strong integration. Penelitian Rinaldi (2014) berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan” yang menganalisis daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan menyimpulkan bahwa tingkat integrasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan menunjukkan no integration.

Ditinjau dari beberapa penelitian terdahulu, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu menganalisa daya saing TPT hanya dengan melihat nilai RCA, maka dalam penelitian ini daya saing TPT tidak hanya dianalisa menggunakan RCA akan tetapi juga dianalisa dengan menggunakan EPD sehingga selain diketahui daya saing pada tahun tertentu juga dapat dilihat kedinamisan produk tersebut yang ditunjukkan dengan posisi pasar. Selain itu penelitian ini juga menganalisa perdagangan intra industri antara Indonesia dan negara APEC untuk melihat tingkat integrasi perdagangan produk yang dianalisis. Penelitian ini menganalisis pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap TPT berdasarkan kelompok produk.

Kerangka Pemikiran

(31)

Gambar 5 Kerangka pemikiran

Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. TPT merupakan salah satu subsektor industri dengan nilai ekspor terbesar pada tahun 2015 (Kemenperin 2016). Untuk mengetahui kondisi daya saing TPT Indonesia, dilakukan analisis daya saing menggunakan metode RCA dan EPD, sedangkan untuk mengetahui tingkat integrasinya digunakan metode IIT.

Variabel ekonomi lainnya yang diduga mempengaruhi ekspor TPT selain fasilitasi perdagangan, diantaranya GDP Indonesia, GDP negara APEC, jarak ekonomi, nilai tukar riil dan tarif. Dari hasil analisis, akan dilakukan identifikasi pengaruh fasilitasi perdagangan dan variabel ekonomi lainnya terhadap volume ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik.

Sesuai kerangka pemikiran pada Gambar 5, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka pemilihan TPT Indonesia yang akan diekspor ke kawasan Asia Pasifik serta sebagai masukan untuk meningkatkan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang memiliki fasilitasi perdagangan yang baik guna menunjang peningkatan ekspor TPT Indonesia.

Hipotesis

Berdasarkan teori dan tinjauan empiris, hipotesis penelitian ini adalah:

1. Customs Environment (CE) diduga berpengaruh positif terhadap ekspor TPT.

2. E-Business (EB) diduga berpengaruh positif terhadap ekspor TPT.

(32)

3. Port Efficiency (PE) diduga berpengaruh positif terhadap ekspor TPT.

4. Regulatory Environment (RE) diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor

TPT.

5. GDP Indonesia (GDP_IND) diduga berpengaruh positif terhadap ekspor TPT. 6. GDP negara APEC (GDP_APEC) diduga berpengaruh negatif terhadap

ekspor TPT.

(33)

3

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode 2009-2015 yang diperoleh dari berbagai sumber dengan obyek penelitian 17 negara anggota APEC antara lain Amerika Serikat, Australia, Chili, China, Federasi Rusia, Filipina, Hongkong, Jepang, Kanada, Korea, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Singapura, Taipei, Thailand, dan Vietnam sebagai mitra dagang Indonesia. Jenis dan sumber data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data

Jenis Data Satuan Sumber

Port Efficiency Indeks Global Competitiveness Report

Custom Environment Indeks Global Competitiveness Report, Transparency International

Regulatory Environment Indeks Global Competitiveness Report

E-Business Indeks The Global Information Technology Report

Metode Analisis

Untuk melihat keunggulan komparatif TPT Indonesia dilakukan analisis daya saing TPT menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD), sedangkan analisis Intra Industry Trade

(IIT) digunakan untuk melihat tingkat integrasinya. Berdasarkan ketersediaan data, dalam penelitian ini analisis daya saing dilakukan terhadap produk dengan kode HS 54 (filamen buatan), HS 55 (serat stafel buatan), HS 61 (barang-barang rajutan), HS 62 (pakaian jadi bukan rajutan).

(34)

paling besar dibanding produk lainnya. Selama 2009-2015, share ekspor pakaian jadi terhadap produk tekstil lainnya adalah diatas 46 persen, yang berarti bahwa peranan pakaian jadi terhadap ekspor Indonesia sangat besar dibanding produk tekstil lainnya. Peningkatan terhadap ekspor pakaian jadi diharapkan bisa meningkatkan ekspor Indonesia.

55 Serat Stafel Buatan 5.60 Serat dan benang

61 Barang-barang Rajutan 6.73 Pakaian jadi

62 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 6.56 Pakaian jadi

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan ekspor per tahun produk yang dianalisis hampir sama. Rata-rata pertumbuhan produk pada kelompok pakaian jadi lebih besar dibanding produk pada kelompok serat dan benang.

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Indeks RCA atau biasa dikenal sebagai indeks Balassa adalah indikator yang dapat menggambarkan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing industri dan perdagangan suatu negara di pasar global. Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara pada suatu komoditas terhadap dunia. Kinerja ekspor produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia. Secara matematis, indeks RCA dirumuskan sebagai berikut:

(35)

Export Product Dynamics (EPD)

Export Product Dynamics (EPD) adalah indikator yang mengukur posisi

pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan membandingkan kinerja ekspor antara negara di seluruh dunia. Selain itu, dengan EPD, dinamis atau tidaknya performa suatu produk dapat diketahui.

Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising stars”, “Falling stars”,

“Lost opppotunity”, dan “Retreat”. Matriks posisi pasar ditunjukkan oleh Tabel 3.

Tabel 4 Matrix of market positioning

Share of Country’s Export

in World Trade

Share of Product in World Trade Rising

(Dynamic)

Falling (Stagnant) Rising

(Competitive) Rising Stars Falling Stars

Falling

(non-Competitive) Lost Opportunity Retreat

Sumber: Sumber: Nabi dan Luthria, 2002

Menurut Nabi dan Luthria (2002) posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tinggi pada ekspornya sebagai rising star yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat (fast-growing product). Lost opportunity, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis, adalah posisi yang paling tidak diinginkan. Falling star juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan lost opportunity, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, retreat biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu mungkin diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik.

Secara matematis pertumbuhan pangsa pasar ekspor suatu negara dan pangsa pasar suatu produk dalam perdagangan di kawasan APEC dihitung sebagai berikut:

Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia untuk komoditas i di APEC :

∑ ( ) ( )

( (3)

Pertumbuhan pangsa pasar komoditas i di APEC:

(4)

Keterangan:

Xij = Nilai ekspor komoditas i dari Indonesia ke APEC (US$)

(36)

Xw = Nilai total ekspor dari Dunia ke APEC (US$)

T = Jumlah periode analisis yang dipergunakan Intra Industry Trade (IIT)

Pencapaian ekspor Indonesia juga dapat dilihat melalui keterkaitan perdagangan antar negara. Salah satu alat analisis yang dapat digunakan adalah

Intra industry trade (IIT). IndeksIIT yang umum digunakan adalah Grubel-Lloyd

Index, dimana cara yang paling umum digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

| |

(5)

Keterangan:

IIT = Perdagangan intra-industri komoditas i antara Indonesia dengan negara APEC

Xij = Ekspor komoditas i dari Indonesia ke APEC (US$)

Mij = Impor komoditas i oleh Indonesia dari APEC (US$)

Nilai Grubel Lloyd index berkisar 0 - 100. Jika jumlah yang diekspor sama dengan jumlah yang diimpor untuk suatu produk, maka indeksnya akan bernilai 100. Sebaliknya apabila perdagangan suatu negara hanya melibatkan satu pihak saja (ekspor atau impor saja) maka nilai indeksnya adalah 0. Klasifikasi dan nilai IIT dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5 Klasifikasi dan nilai IIT

Intra Industri Trade Klasifikasi

0.00 No integration (one way trade)

>0.00 – 24.99 Weak integration

25.00 – 49.99 Mild Integration

50.00 – 74.99 Moderately strong integration

75.00 – 99.99 Strong integration Sumber: Austria, 2004

Perhitungan Indeks Indikator Fasilitasi Perdagangan

Berdasarkan penelitian dari Wilson et al.(2003) dan Wilson et al.(2005), maka indeks fasilitasi perdagangan dihitung dengan menggunakan rata-rata dari beberapa indeks fasilitasi perdagangan terkait, yang terdapat di Global Competitiveness Report, Transparency International dan The Global Information Technology Report. Indeks Port Efficiency dihitung dengan menggunakan indeks

Port Infrastructure Quality. Indeks Customs Environment dihitung dengan

menggunakan rata-rata dari indeks Corruption Perceptions Index, Hidden Import

Barriers dan Burden of Customs Procedures. Indeks regulatory environment

dihitung dengan menggunakan rata-rata dari indeks Transparency Government

Policy, Burden of Government Regulation dan Public Trust of Politicians. Indeks

E-Business dihitung dengan menggunakan indeks Extent of Business Internet Use.

Analisis Data Panel

(37)

panel dibandingkan data time series atau cross section saja. Pertama, dengan mengkombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar, dapat mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi. Kedua, keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Baltagi (2007) juga menyampaikan kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel yaitu mampu mengontrol heterogenitas individu, lebih baik untuk studi dynamics of adjustment, lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun data time series, serta lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku yang kompleks dibandingkan data cross section atau time series.

Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor tekstil Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik adalah model gravity. Model gravity merupakan model yang telah secara luas digunakan untuk mengukur potensi perdagangan (trade potential) dan dampak dari penerapan suatu kebijakan perdagangan. Pada dasarnya, model ini dapat merepresentasikan kekuatan permintaan dan penawaran. Formula standar model

gravity secara spesifik menerangkan aliran perdagangan antara negara eksportir dan importer berdasarkan tiga faktor. Pertama, model telah mencakup indikasi potensi penawaran dari negara eksportir. Kedua, model dapat mengakomodasi potensi permintaan dari negara importir, dan poin ketiga mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan hambatan aliran perdagangan.

Spesifikasi model yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model data panel yang digunakan pada penelitian Portugal-Perez & Wilson (2012) dengan beberapa penyesuaian, sebagai berikut:

Ln (Xijt) = β0+ β1 ln (CEjt) + β2 ln (EBjt) + β3 ln (PEjt) + β4 ln (REjt)+

Β5 ln (GDPIt)+ β6 ln(GDPAPECjt)+ β7 ln (ECODISTjt) +

Β8 ln (RERjt) + β9 Tarifijt+ εijt (6)

Keterangan:

Xijt : Nilai ekspor produk i dari Indonesia ke negara APEC tahun t (US$)

CEjt : Indeks efisiensi prosedur kepabeanan negara j tahun ke-t Skala indeks 0.7 (Customs Environment tidak efisien) sd 8 (Customs Environment sangat efisien).

EBjt : Indeks efisiensi e-business negara j tahun ke-t. Skala indeks 1(tidak ada Business Internet Use) sd 7(Business Internet Use

sangat ekstensif)

PEjt : Indeks efisiensi pelabuhan pada negara j tahun ke-t. Skala indeks 1 (Port Infrastructure tidak efisien) sd 7(Port Infrastructure sangat efisien)

REjt : Indeks efektifitas peraturan dan kebijakan negara j tahun ke-t. Skala indeks 1 (Regulatory Environment tidak efektif sd 7(Regulatory Environment sangat efektif)

(38)

GDPAPECjt : GDP negara anggota APEC tahun t(US$)

ECODISTjt : Jarak ekonomi Indonesia dengan anggota-anggota APEC

tahun t

RERjt : Nilai tukar riil Indonesia terhadap anggota-anggota APEC tahun t (Rp/LCU)

Tarifijt : Tarif impor komoditi i di negara anggota APEC pada tahun t

(%)

β0,β1,β2 ,β3,β4,β5

β6,β7,β8,β9

: Parameter yang diestimasi

εijt : Error term

Adapun penjelasan masing-masing variabel yang digunakan dalam model penelitian, sebagai berikut:

1. Nilai ekspor (X) merupakan nilai ekspor dari Indonesia ke negara kawasan Asia Pasifik (US$).

2. Indeks Customs Environment (CE) merupakan gambaran dari kinerja kepabeanan setiap negara. Indeks ini mempunyai skala 0.7-8 yang diperoleh dari rata-rata dari indeks Corruption Perceptions Index (skala 0-10), Hidden

Import Barriers (skala 1-7)dan Burden of Customs Procedures (skala 1-7) .

Indeks sebesar 0.7 menunjukkan bahwa Customs Environment sangat tidak efisien, sedangkan indeks 8 menunjukkan Customs Environment yang sangat efisien.

3. Indeks E-Business didefinisikan sebagai aktivitas yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pertukaran barang dan/atau jasa dengan memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan transaksi. Indeks ini didapat dari indeks Extent of Business Internet Use dengan skala 1-7. Indeks 1 menyatakan tidak ada Business Internet Use, indeks 7 menyatakan

Business Internet Use yang ekstensif.

4. Indeks Port Efficiency biasanya berjalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur pelabuhan dimana dengan pembangunan infrastruktur memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar dan meningkatkan diversifikasi barang yang diperdagangkan. Oleh karena itu indeks ini dihitung dengan menggunakan indeks Port Infrastructure Quality

(skala 1-7). Indeks 1 menunjukkan Port Infrastructure yang tidak efisien, indeks 7 menunjukkan Port Infrastructure yang efisien.

5. Indeks Regulatory Environment (skala 1-7) merupakan hukum dan peraturan yang telah dirancang dan dikembangkan untuk mengukur pendekatan ekonomi serta melakukan kontrol atas praktek bisnis. Indeks ini diperoleh dengan menghitung rata-rata dari indeks Transparency Government Policy, Burden of Government Regulation dan Public Trust of Politicians. Indeks 1 menyatakan Regulatory Environment tidak efektif, sedangkan indeks 7 menyatakan Regulatory Environment sangat efektif.

6. GDP Indonesia merupakan pengukuran terhadap perekonomian Indonesia (US$).

7. GDP APEC merupakan pengukuran terhadap perekonomian negara APEC (US$)

(39)

biaya transportasi maka digunakan jarak ekonomi. Jarak ekonomi (Ecodist) diperoleh dengan rumus berikut:

Ecodist =Jarak geografis (km) x

(8)

9. Nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang yang diperdagangkan antar dua negara (Rp/LCU). Nilai tukar riil (RER) diperoleh dengan rumus berikut:

RER = Nilai tukar nominal (Rp/LCU) x

(9)

10. Tarif merupakan pungutan yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan ketika masuk/keluar lintas batas territorial suatu negara. Tarif (Tax) yang digunakan adalah tarif impor di negara importir terhadap masing-masing produk tekstil dari Indonesia (%).

(40)

4

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum APEC

Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) merupakan wadah kerja sama

negara–negara kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi. Kerja sama ini resmi terbentuk pada bulan Nopember 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan forum ini merupakan usulan mantan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke, yang merupakan kelanjutan dari berbagai usulan dan upaya untuk mengadakan kerja sama ekonomi regional di Asia Pasifik.

Tabel 6 Anggota APEC dan tanggal bergabung

Anggota APEC Tanggal Bergabung Anggota APEC Tanggal Bergabung

Australia 6-7 Nov 1989 USA 6-7 Nov 1989

Brunei Darussalam 6-7 Nov 1989 China 12-14 Nov 1991

Canada 6-7 Nov 1989 Hong Kong 12-14 Nov 1991

Keanggotaan APEC bersifat terbuka dan kegiatannya lebih difokuskan pada kerja sama di bidang ekonomi. Pada saat awal pendirian, kerja sama ini beranggotakan 12 negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Saat ini, anggota kerja sama ini telah mencapai 21 anggota. Tabel 5 menunjukkan anggota APEC beserta tanggal bergabungnya.

Kunci utama untuk mencapai visi APEC tertuang dalam Deklarasi Bogor tahun 1994, yaitu tercapainya perdagangan dan investasi yang bebas di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2010 bagi ekonomi maju dan pada tahun 2020 bagi ekonomi berkembang. Tiga pilar utama untuk mencapai tujuan APEC sebagai berikut:

1. Liberalisasi perdagangan dan investasi, dimaksudkan untuk mengurangi dan bila memungkinkan menghapuskan hambatan tarif dan non tarif. Upaya tersebut difokuskan pada pembukaan pasar untuk meningkatkan perdagangan dan investasi.

2. Fasilitasi usaha, difokuskan pada upaya untuk mengurangi biaya transaksi, meningkatkan akses pada informasi perdagangan, memaksimalkan manfaat dari teknologi informasi dan menyesuaikan kebijakan dan strategi bisnis untuk mendorong pertumbuhan dan mencapai keterbukaan perdagangan dan investasi.

(41)

sama sehingga mampu menarik manfaat dari perdagangan dunia dan ekonomi baru.

Gambaran Umum Perekonomian APEC Gross Domestic Product Kawasan Asia Pasifik

Pada periode 2004-2015, GDP kawasan Asia Pasifik mengalami pertumbuhan dengan rata-rata 6.6 persen per tahun. Pada tahun 2015, GDP Asia Pasifik mewakili sekitar 61 persen dari total GDP seluruh negara di dunia. Gambar 6 menunjukkan pertumbuhan GDP kawasan Asia Pasifik, GDP dunia berikut share-nya pada periode 2004-2015. Pada tahun 2015, total GDP terbesar dimiliki oleh Amerika Serikat yaitu mencapai US$ 18 trilyun. Posisi kedua hingga kelima tempati oleh China, Jepang, Canada, Korea dengan nilai total GDP berturut-turut sebesar US$ 10 trilyun, US$ 10 trilyun, US$ 1,5 trilyun dan US$ 1.3 trilyun. Indonesia menempati urutan ke sembilan, dibawah Rusia dan mexico, tetapi di atas negara ASEAN lainnya, seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam dan Brunei Darussalam. Total GDP Indonesia sebesar US$ 868.19 milyar pada tahun 2015, hal ini menurun sebesar 3 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai GDP yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikator kekuatan daya serap pasar.

Sumber: WDI, 2016

Gambar 6 Perkembangan GDP kawasan Asia Pasifik 2004-2015

Pada periode 2009-2015, pertumbuhan ekonomi China menempati urutan pertama yaitu dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 13 persen per tahun, diikuti oleh Vietnam sebesar 11 persen, Philippines sebesar 9 persen dan Peru sebesar 8 persen. Pertumbuhan ekonomi terendah adalah negara Jepang yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif yaitu dengan rata-rata 4 persen per tahun, hal ini karena Jepang sebagai negara maju sudah mencapai kondisi full employment. Namun, negara anggota APEC lainnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif. Hal ini diharapkan dapat menjadi pasar potensial bagi produk ekspor Indonesia.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Dunia 42.94 46.47 50.33 56.7 62.17 58.89 64.55 71.45 72.91 74.91 78.11 73.43

Asia Pasifik 24.22 26.09 27.98 30.44 33.02 32.27 35.84 39.67 41.85 42.78 44.55 44.82

Gambar

Gambaran Umum APEC
Gambar 1 Share total ekspor Indonesia ke APEC terhadap dunia
Gambar 2 Sepuluh kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar tahun
Gambar 3 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri di Indonesia tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alkoh kohol ol dalam ilmu kimia dikenal dengan sebu!an e!anol adalah minuman dalam ilmu kimia dikenal dengan sebu!an e!anol adalah minuman keras yang mempunyai

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, Negara adalah persekutuan bangsa yang hidup dalam suatu wilayah dengan batas-batas tertentu yang diperintah dan diurus oleh suatu badan

tinggi (mudah diperjual belikan). Collateral adalah barang yang diserahkan mudharib sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Collateral harus dinilai

Berhubung dengan isu khilafiyyah terhadap golongan yang bertentangan dengan Ahli Sunah Waljamaah, Shaykh Shams al-Din al-Sumatera’i akan menjelaskan pendapat-pendapat

Oleh karena jumlah variabel independen berkategori lebih dari dua (LKM terdiri dari KSP/USP, BPR, dan BMT) dan jumlah variabel dependen lebih dari satu (preferensi

Hasil analisis variabel mediasi sesuai dengan pengembangan jenis mediasi yang dilakukan oleh Zhao et al., (2010), menunjukkan bahwa citra destinasi terbukti

Dari data kelelahan tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja yang berada pada Extruder dengan intensitas kebisingannya diatas Nilai Ambang Batas (NAB) sistem

Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai perbedaan kepuasan hidup pada laki-laki dan perempuan usia dewasa madya diperoleh nilai sig 0,275 (p > 0,05), yang